You are on page 1of 27

BAB II

TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Teori
2.1.1 Bayi Baru Lahir Normal
1. Definisi
a. Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu yang
sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus
dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intrauterin ke kehidupan
ekstrauterin.
(Vivian Nanny Lia Dewi, 2013: 1)
b. Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi usia 0-28 hari
(Direktorat Kesehatan Anak Khusus, 2010: 15)
c. Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang
kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37
minggu sampai dengan 42 minggu, dengan berat badan 2500-4000 gram,
nilai APGAR > 7 dan tanpa cacat bawaan.
(Ai Yeyeh, Lia Yulianti, 2012: 2)
2. Ciri-ciri Bayi Baru Lahir Normal
1. Lahir aterm antara 37-42 minggu
2. Berat badan 2500-4000 gram
3. Panjang badan 48-52 cm
4. Lingkar dada 30-38 cm
5. Lingkar kepala 33-35 cm
6. Lingkar lengan 11-12 cm
7. Frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit
8. Pernapasan 40-60 x/menit
9. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan yang cukup
10. Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah sempurna
11. Kuku agak panjang dan lemas
12. Nilai APGAR > 7
13. Gerak aktif
14. Bayi lahir langsung menangis kuat
15. Refleks rooting (mencari puting susu dengan rangsangan taktil pada pipi
dan daerah mulut) sudah terbentuk dengan baik
16. Refleks sucking (isap dan menelan) sudah terbentuk dengan baik
17. Refleks morro (gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah terbentuk
dengan baik
18. Refleks grasping (menggenggam) sudah baik
19. Genetalia
a. Pada laki-laki kematangan ditandai dengan testis yang berada pada
skrotum dan penis yang berlubang
b. Pada perempuan kematangan ditandai dengan vagina dan uretra yang
berlubang, serta adanya labia minora dan mayora
20. Eliminasi baik yang ditandai dengan keluarnya mekonium dalam 24 jam
pertama dan berwarna hitam kecoklatan
(Vivian Nanny Lia Dewi, 2013: 2)

3. Perubahan Fisiologis pada Bayi Baru Lahir


Perubahan fisiologi pada bayi baru lahir merupakan suatu proses adaptasi
dengan lingkungan luar atau kehidupan ekstrauteri. Sebelumnya bayi cukup
hanya beradaptasi dengan kehidupan intrauteri, meliputi:
a. Sistem Pernapasan
Perubahan sistem ini diawali dari perkembangan organ paru yang terbentuk
dalam proses kehamilan sehingga dapat menentukan proses pematangan
dalam sistem pernapasan.
Tabel mengenai perkembangan sistem pulmonal sesuai dengan usia kehamilan.
Usia Kehamilan Perkembangan
24 hari Bakal paru-paru terbentuk
26-28 hari Kedua bronkus membesar
6 minggu Segmen bronkus terbentuk
12 minggu Lobus terdiferensiasi
24 minggu Alveolus terbentuk
28 minggu Surfaktan terbentuk
34-36 minggu Struktur paru matang
(Vivian Nanny Lia Dewi, 2013: 12)
Rangsangan gerakan pernapasan pertama terjadi karena beberapa hal berikut:
1) Keadaan hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan fisik (lingkungan)
yang merangsang pusat pernapasan medula oblongata di otak.
2) Tekanan rongga dada karena kompresi paru selama persalinan, sehingga
merangsang masuknya udara ke dalam paru, kemudian timbulnya
pernapasan dapat terjadi akibat interaksi sistem pernapasan itu sendiri
dengan sistem kardiovaskular dan susunan saraf pusat.
3) Adanya surfaktan dan upaya respirasi dalam bernapas dapat berfungsi
untuk mengeluarkan cairan dalam paru serta mengembangkan jaringan
alveolus paru agar dapat berfungsi. Surfaktan tersebut dapat mengurangi
tekanan permukaan paru dan membantu menstabilkan dinding alveolus
untuk mencegah kolaps.
Pernapasan pertama pada bayi normal terjadi dalam waktu 30 menit pertama
sesudah lahir. Cara neonatus bernapas dengan cara bernapas diafragmatik dan
abdominal, sedangkan untuk frekuensi dan dalamnya bernapas belum teratur.
b. Sistem Peredaran Darah
Setelah bayi lahir akan terjadi proses pengantaran oksigen ke seluruh
jaringan tubuh, hal ini akan menyebabkan penutupan foramen ovale pada
atrium jantung dan penutupan duktus arteriosus antara arteri paru dan aorta.
Perubahan lain adalah menutupnya vena umbilikus, duktus venosus, dan
arteri hipogastrika dari tali pusat menutup secara fungsional dalam
beberapa menit setelah tali pusat diklem.
c. Sistem Pengaturan Tubuh
Ketika bayi lahir dan langsung berhubungan dengan lingkungan yang lebih
dingin, maka dapat menyebabkan air ketuban menguap melalui kulit yang
dapat mendinginkan darah bayi. Pada saat lingkungan dingin, terjadi
pembentukan suhu tanpa melalui mekanisme menggigil yang merupakan
cara untuk mendapatkan kembali panas tubuhnya serta hasil penggunaan
lemak cokelat untuk prosuksi panas. Adanya timbunan lemak tersebut
dapat menyebabkan panas tubuh meningkat, sehingga terjadilah proses
adaptasi. Dalam pembakaran lemak, agar menjadi panas, bayi
menggunakan kadar glukosa.
Bayi baru lahir dapat kehilangan panas tubuhnya melalui:
1) Evaporasi adalah kehilangan panas akibat penguapan cairan ketuban pada
permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri. Hal ini merupakan jalan
utama bayi kehilangan panas. Kehilangan panas juga terjadi jika saat lahir
tubuh bayi tidak segera dikeringkan atau terlalu cepat dimandikan dan
tubuhnya tidak segera dikeringkan dan diselimuti.
2) Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara
tubuh bayi dengan permukaan yang dingin. Meja, tempat tidur atau
timbangan yang temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akan
menyerap panas tubuh bayi melalui mekanisme konduksi apabila bayi di
letakkan di atas benda-benda tersebut.
3) Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi terpapar
udara sekitar yang lebih dingin. Bayi yang dilahirkan atau ditempatkan di
dalam ruangan yang dingin akan cepat mengalami kehilangan panas.
Kehilangan panas juga akan terjadi jika ada aliran udara dingin dari kipas
angin, hembusan udara dingin melalui ventilasi/pendingin ruangan.
4) Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan
didekat benda-benda yang mempunyai suhu lebih rendah dari suhu tubuh
bayi. bayi dapat kehilangan panas dengan cara ini karena benda-benda
tersebut menyerap radiasi panas tubuh bayi (walaupun tidak bersentuhan
secara langsung).
(Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian
Kesehatan RI, 2012: 7)

d. Metabolisme Glukosa
Setelah tali pusat diikat atau diklem, maka kadar glukosa akan
dipertahankan oleh bayi sendiri serta mengalami penurunan dalam waktu
yang cepat 1-2 jam. Untuk memperbaiki keadaan tersebut, maka
diberikanlah Air Susu Ibu (ASI), penggunaan cadangan glikogen
(glikogenolisis), dan pembuatan glukosa dari sumber lain khususnya lemak
(glukoneogenesis). Bayi yang sehat akan menyimpan glukosa sebagai
glikogen dalam hati.
e. Sistem Gastrointestinal
Proses mengisap dan menelan sebelum lahir sudah dimulai. Refleks gumoh
dan batuk sudah terbentuk ketika bayi lahir. Kemampuan menelan dan
mencerna makanan masih terbatas, karena hubungan esofagus bawah dan
lambung masih belum sempurna sehingga dapat menyebabkan gumoh dan
kapasitas lambung hanya sekitar 30 cc.
f. Sistem Kekebalan Tubuh
Perkembangan sistem imunitas pada bayi juga mengalami proses
penyesuaian dengan perlindungan oleh kulit membran mukosa, fungsi
saluran napas, pembentukan koloni mikroba oleh kulit dan usus, serta
perlindungan kimia oleh lingkungan asam lambung. Perkembangan
kekebalan alami pada tingkat sel oleh sel darah akan membuat terjadinya
sistem kekebalan melalui pemberian kolostrum dan lambat laun akan
terjadi kekebalan sejalan dengan perkembangan usia.
(A. Aziz Alimul Hidayat, 2011: 64-65)
4. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan fisik segera. Pada menit pertama lakukan penilaian terhadap
usaha bernapas, denyut jantung, warna kulit. Pada lima menit kedua
lakukan dengan menggunakan skala APGAR.
(Saminem, 2010: 68)
Penilaian APGAR
Tanda Nilai : 0 Nilai : 1 Nilai : 2
Appearance (Warna Pucat/biru Tubuh merah, Seluruh tubuh
Kulit) seluruh tubuh ekstremitas biru kemerahan
Pulse (Denyut
Tidak ada < 100 >100
Jantung)
Grimace (Tonus Ekstremitas
Tidak ada Gerakan aktif
Otot) sedikit fleksi
Langsung
Activity (Aktivitas) Tidak ada Sedikit gerak
menangis
Respiration Lemah/tidak
Tidak ada Menangis
(Pernapasan) teratur
Interpretasi:
1) Nilai 1-3 asfiksia berat
2) Nilai 4-6 asfiksia sedang
3) Nilai 7-10 asfiksia ringan (normal)
(Vivian Nanny Lia Dewi, 2013: 2-3)
b. Pemeriksaan lanjutan.
Lakukan penilaian secara sistematis (dari kepala sampai ujung kaki) untuk
menilai adanya kelainan atau cacat bawaan
(Saminem, 2010: 68)
5. Aspek yang Dikaji pada BBL
1) Menilai keadaan umum bayi
2) Tanda-tanda vital yang meliputi nadi, pernafasan dan suhu
3) Periksa bagian kepala bayi
4) Lakukan pemeriksaan telinga karena akan dapat memberikan gambaran
letak telinga dengan mata dan kepala serta diperiksa adanya kelainan
lainnya
5) Periksa mata akan adanya tanda-tanda infeksi
6) Periksa hidung dan mulut, langit-langit, bibir dan refleks hisap serta
rooting
7) Periksa leher bayi, perhatikan apakah ada benjolan atau pembesaran dan
pergerakannya
8) Periksa dada, perhatikan bentuk dada dan puting susu bayi
9) Periksa bahu, lengan dan tangan. Perhatikan gerakan dan kelengkapan jari
tangan
10) Periksa bagan perut, perhatikan bagaimana bentuk perut apakah ada
penonjolan disekitar tali pusat, perdarahan tali pusat, perut teraba lunak
(pada saat bayi menangis) dan benjolan
11) Periksa alat kelamin
12) Periksa tungkai dan kaki
13) Periksa kulit
14) Lakukan penimbangan berat badan
6. Penanganan Bayi Baru Lahir
a. Perawatan Neonatal Essensial Pada Saat Lahir
1) Kewaspadaan Umum (Universal Precaution)
2) Penilaian Awal
Untuk semua BBL, lakukan penilaian awal dengan menjawab 4
pertanyaan:
Sebelum bayi lahir:
a) Apakah kehamilan cukup bulan?
b) Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium?
Segera setelah bayi lahir, sambil meletakkan bayi di atas kain bersih
dan kering yang telah disiapkan pada perut bawah ibu, segera lakukan
penilaian berikut:
a) Apakah bayi menangis atau bernapas/tidak megap-megap?
b) Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?
3) Pencegahan Kehilangan Panas
Cegah terjadinya kehilangan panas melalui upaya berikut:
a) Ruang bersalin yang hangat
Suhu ruangan minimal 25. Tutup semua pintu dan jendela
b) Keringkan tubuh bayi tanpa membersihkan verniks
Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya
kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Verniks akan
membantu menghangatkan tubuh bayi. segera ganti handuk basah
dengan handuk atau kain yang kering.
c) Letakkan bayi di dada atau perut ibu agar ada kontak kulit ibu ke
kulit bayi
Setelah tali pusat dipotong, letakkan bayi tengkurap di dada atau di
perut ibu. Luruskan dan usahakan ke dua bahu bayi menempel di
dada atau perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di antara
payudara ibu dengan posisi sedikit lebih rendah dari puting
payudara ibu.
d) Inisiasi menyusu dini
e) Gunakan pakaian yang sesuai untuk mencegah kehilangan panas
Selimuti tubuh ibu dan bayi dengan kain hangat yang sama dan
pasang topi di kepala bayi. bagian kepala bayi memiliki permukaan
yang relatif luas dan bayi akan dengan cepat kehilangan panas jika
bagian tersebut tidak tertutup.
f) Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir
Lakukan penimbangan setelah satu jam kontak kulit ibu ke kulit
bayi dan bayi selesai menyusu. Karena BBL cepat dan mudah
kehilangan panas tubuhnya, sebelum melakukan penimbangan,
terlebih dulu selimuti bayi dengan kain bersih dan kering.
Berat bayi dapat dinilai dari selisih berat bayi pada saat berpakaian
dikurangi dengan berat pakaian. Bayi sebaiknya dimandikan pada
waktu yang tepat yaitu tidak kurang dari 6 jam setelah lahir dan
setelah kondisi stabil. Memandikan bayi dalam beberapa jam
pertama setelah lahir dapat menyebabkan hipotermia yng sangat
membahayakan kesehatan BBL.
g) Rawat gabung
Ibu dan bayi harus tidur dalam satu ruangan selama 24 jam.
Idealnya BBL ditempatkan di tempat tidur yang sama dengan
ibunya. Ini adalah cara yang paling mudah untuk menjaga agar
bayi tetap hangat, mendorong ibu segera menyusui bayinya dan
mencegah paparan infeksi pada bayi.
h) Resusitasi dalam lingkungan yang hangat
Apabila bayi baru lahir memerlukan resusitasi harus dilakukan
dalam lingkungan yang hangat.
Bayi yang perlu dirujuk, harus dijaga agar tetap hangat selama
dalam perjalanan. Pelatihan untuk petugas kesehatan dan konseling
untuk keluarga dapat meningkatkan pengetahuan petugas
kesehatan dan keluarga tentang hipotermia meliputi tanda-tanda
bahayanya.
4) Pemotongan dan Perawatan Tali Pusat
a) Klem, potong dan ikat tali pusat 2 menit pasca bayi lahir.
Penyuntikan oksitosin pada ibu dilakukan sebelum tali pusat
dipotong
b) Lakukan penjepitan ke-1 tali pusat dengan klem logam DTT 3 cm
dari dinding perut (pangkal pusat bayi). Dari titik jepitan, tekan tali
pusat dengan dua jari kemudian dorong isi tali pusat ke arah ibu.
Lakukan penjepitan kedua dengan jarak 2 cm dari tempat jepitan
ke-1 ke arah ibu.
c) Pegang tali pusat diantara kedua klem tersebut, satu tangan
menjadi landasan tali pusat sambil melindungi bayi, tangan yang
lain memotong tali pusat di antara kedua klem tersebut dengan
menggunakan gunting DTT atau steril
d) Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi
kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya
dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
e) Lepaskan klem logam penjepit tali pusat dan masukkan ke dalam
larutan klorin 0,5%
f) Letakkan bayi tengkurap di dada ibu untuk upaya IMD.
Nasihat untuk merawat tali pusat
a) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan tali pusat
b) Jangan membungkus puntung tali pusat atau mengoleskan cairan
atau bahan apapun ke puntung tali pusat. Nasihatkan hal ini juga
kepada ibu dan keluarganya.
c) Mengoleskan alkohol atau povidon yodium masih diperkenankan
apabila terdapat tanda infeksi, tetapi tidak dikompreskan karena
menyebabkan tali pusat basah dan lembab.
d) Berikan nasihat kepada ibu dan keluarga sebelum meninggalkan
bayi:
- Lipat popok dibawah puntung tali pusat
- Luka tali pusat harus dijaga tetap kering dan bersih, sampai
sisa tali pusat mengering dan terlepas sendiri
- Jika puntung tali pusat kotor, bersihkan (hati-hati) dengan air
DTT dan sabun dan segera keringkan secara seksama dengan
menggunakan kain bersih
- Perhatikan tanda-tanda infeksi tali pusat: kemerahan pada kulit
sekitar tali pusat, tampak nanah atau berbau. Jika terdapat
tanda infeksi, nasihati ibu untuk membawa bayinya ke fasilitas
kesehatan.
5) Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
6) Pencegahan Pedarahan
Karena sistem pembekuan darah pada bayi baru lahir belum sempurna,
maka semua bayi akan berisiko untuk mengalami perdarahan. Untuk
mencegahnya, pada semua bayi diberikan suntikan vitamin K1
sebanyak 1 mg dosis tunggal, intramuskular pada anterolateral paha
kiri.
7) Pencegahan Infeksi Mata
Salep atau tetes mata untuk pencegahan infeksi mata diberikan segera
setelah proses IMD dan bayi selesai menyusu, sebaiknya 1 jam setelah
lahir. Pencegahan infeksi mata dianjurkan menggunakan salep mata
antibiotik tetrasiklin 1%.
8) Pemberian Imunisasi
Imunisasi hepatitis B pertama (HB 0) diberikan 1-2 jam setelah
pemberian vitamin K1 secara intramuskular. Imunisasi ini bermanfaat
untuk mencegah infeksi hepatitis B terhadap bayi terutama jalur
penularan ibu-bayi.
9) Pemberian Identitas
Semua bayi baru lahir di fasilitas kesehatan harus segera mendapatkan
tanda pengenal berupa gelang yang dikenakan pada bayi dan ibunya
untuk menghindari tertukarnya bayi, sebaiknya dilakukan segera
setelah IMD. Gelang pengenal berisi identitas nama ibu dan ayah,
tanggal, jam lahir dan jenis kelamin. Apabila fasilitas memungkinkan
juga dilakukan cap telapak kaki bayi pada rekam medis kelahiran.
10) Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
b. Perawatan Neonatal Essensial Setelah Lahir
1) Menjaga Bayi Tetap Hangat
2) Pemeriksaan Setelah Lahir
(Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian
Kesehatan RI, 2012: xx)
7. Tanda-tanda Kegawatdaruatan
a. Tidak mau minum atau memuntahkan semua atau
b. Kejang atau
c. Bergerak hanya jika dirangsang atau
d. Napas cepat ( 60 kali/menit) atau
e. Napas lambat (< 30 kali/menit) atau
f. Tarikan dinding dada kedalam yang sangat kuat atau
g. Merintih atau
h. Teraba demam (suhu aksila > 37,5) atau
i. Teraba dingin (suhu aksila < 36 ) atau
j. Nanah yang banyak di mata atau
k. Pusar kemerahan meluas ke dinding perut atau
l. Diare atau
m. Tampak kuning pada telapak tangan dan kaki atau
n. Perdarahan
(Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian
Kesehatan RI, 2012: 22)
2.1.2 Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
1. Definisi
a. Berat badan lahir rendah adalah bayi baru lahir dengan berat badan lahir
kurang dari 2500 gram.
(Deslidel, 2011: 107)
b. Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi lahir dengan berat kurang
dari 2500 g tanpa memandang masa gestasi (berat lahir adalah berat bayi
yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir).

(JNPK-KR, 2008: 8-1)

2. Etiologi
a. Faktor Ibu
1) Umur
2) Jumlah paritas
3) Penyakit kehamilan
4) Gizi kurang atau malnutrisi
5) Trauma
6) Kelelahan
7) Merokok
8) Kehamilan yang tidak diinginkan
(JNPK-KR, 2008: 8-1)
Faktor ibu merupakan hal yang dominan dalam mempengaruhi kejadian
prematur:
1) Toksemia gravidarum (pre-eklampsia dan eklampsia)
2) Riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan antepartum dan
malnutrisi, anemia sel sabit
3) Kelainan bentuk uterus (misal: uterus bikurnis, inkompeten serviks)
4) Tumor (misal: mioma uteri, eistoma)
5) Ibu yang menderita penyakit antara lain:
Akut dengan gejala panas tinggi (misal: tifus abdominalis dan malaria)
Kronis (misal: TBC, penyakit jantung, hipertensi, penyakit
ginjal/glomerulonefritis akut)
6) Trauma pada masa kehamilan antara lain jatuh
7) Kebiasaan ibu (ketergantungan obat narkotik, rokok dan alkohol)
8) Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun
9) Bekerja yang terlalu berat
10) Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat
11) Perdarahan antepartum
(Ai yeyeh, Lia Y,2012: 244)
b. Faktor Janin
1) Kelainan bawaan
2) Infeksi
(JNPK-KR, 2008: 8-1)
Beberapa faktor janin yang mempengaruhi kejadian prematur antara lain:
1) Kehamilan ganda
2) Hidramnion
3) Ketuban pecah dini
4) Cacat bawaan
5) Kelainan kromosom
6) Infeksi (misal: rubela, sifilis, toksoplasmosis)
7) Insufisiensi plasenta
8) Inkompabilitas darah ibu dari janin (faktor rhesus, golongan darah A,
B, dan O)
9) Infeksi dalam rahim
(Ai yeyeh, Lia Y,2012: 244)
c. Faktor plasenta
1) Penyakit vaskuler
2) Kehamilan ganda
(JNPK-KR, 2008: 8-1)
1) Plasenta previa
2) Solusio plasenta
(Ai yeyeh, Lia Y, 2012: 244)
d. Faktor lain
Selain faktor ibu dan janin faktor lain:
1) Faktor lingkungan (radiasi atau zat-zat beracun, keadaan sosial
ekonomi yang rendah)
2) Kebiasaan : pekerjaan melelahkan dan merokok
(Ai Yeyeh, Lia Y,2012: 244)
3. Tanda Gejala
Tanda prematuritas:
1) Tulang rawan telinga belum terbentuk
2) Masih terdapat lanugo (rambut halus pada kulit)
3) Refleks masih lemah
4) Alat kelamin luar: pada perempuan labium mayus belum menutup labium
minus, pada laki-laki belum terjadi penurunan testis dan kulit testis rata
(rugae testis belum terbentuk)
Tanda janin tumbuh lambat:
1) Tidak dijumpai tanda prematuritas seperti tersebut diatas
2) Kulit keriput
3) Kuku lebih panjang
(JNPK-KR, 2008: 8-2 8-3)
Secara umum tanda gejalanya adalah:
1) Umur kehamilan 37 minggu
2) Berat badan 2500 gram
3) Panjang badan 46 cm
4) Lingkar kepala 33 cm
5) Lingkar dada 30 cm
6) Rambut lanugo masih banyak
7) Jaringan lemak subkutan tipis/ kurang
8) Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya
9) Tumit mengkilap
10) Telapak kaki halus
11) Genetalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh labia
mayora, klitoris menonjol (pada bayi perempuan). Testis belum turun ke
dalam skrotum, pigmentasi dan rugae pada skrotum kurang (pada bayi
laki-laki)
12) Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah
13) Fungsi saraf yang belum atau tidak efektif dan tangisnya lemah
14) Jaringan kelenjar mammae masih kurang akibat pertumbuhan otot dan
jaringan lemak masih kurang
15) Verniks kaseosa tidak ada atau sedikit bila ada
(Ai yeyeh, Lia Y,2012: 245)
4. Klasifikasi
Bayi berat lahir rendah (BBLR) dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
a. Bayi prematur sesuai masa kehamilan (SMK)
Terdapat derajat prematuritas, manurut Usher digolongkan menjadi 3
kelompok:
1) Bayi sangat prematur (extremly premature): 24-30 minggu
2) Bayi prematur sedang (moderately premature): 31-36 minggu
3) Borderline premature: 37-38 minggu. Bayi ini mempunyai sifat
premature dan mature. Beratnya seperti bayi matur akan tetapi sering
timbul masalah seperti yang dialami bayi prematur misalnya gangguan
pernapasan, hiperbilirubinemia dan daya isap lemah.
(Ai yeyeh, Lia Y,2012: 242)
b. Bayi prematur kecil untuk masa kehamilan (KMK)
Banyak istilah yang dipergunakan untuk menunjukkan bahwa bayi KMK
ini dapat menderita gangguan pertumbuhan di dalam uterus (intauterine
growth retardation = IUGR) seperti pseudopremature, small for date,
dysmature, fetal malnutrition syndrome, chronis fetal distress, IUGR dan
small for gestasional age (SGA).
Setiap bayi baru lahir (prematur, matur dan post matur) mungkin saja
mempunyai berat yang tidak sesuai dengan masa gestasinya. Gambaran
kliniknya tergantung pada lamanya, intensitas dan timbulnya gangguan
pertumbuhan yang mempengaruhi bayi tersebut.
(Ai yeyeh, Lia Y,2012: 243)
Berat badan lahir rendah adalah bayi baru lahir dengan berat badan lahir
kurang dari 2500 gram. Menurut beratnya dibedakan menjadi:
a. Bayi berat lahir rendah (BBLR) berat lahir 1500-2500 gram
b. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) berat lahir 1000-1500 gram
c. Bayi berat lahir ekstrem rendah (BBLER) berat lahir < 1000 gram
(Deslidel, 2011: 107)
5. Patofisiologi
Bayi menunjukkan imaturitas anatomi dan fisiologi di seluruh system
tubuh; imaturitas ini menghalangi adaptasi kehidupan ekstrauterin yang harus
dilakukan bayi. Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia
kehamilan yang belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga
disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38
minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil ketimbang masa
kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Biasanya hal ini terjadi
karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang
disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi,
hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke
bayi jadi berkurang.
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin
tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan
berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, system reproduksi
normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra
hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih
sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan
kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR,
vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu
menderita anemia.
Anemia dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada
di bawah normal. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan
yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami
deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang
dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka akan
menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai di bawah 11
gr/dl selama trimester III. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan
atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak.
Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan,
abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini
menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara
bermakna lebih tinggi. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat
meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi,
kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih besar.
6. Komplikasi
Komplikasi bergantung pada klasifikasi BBLR:
a. BBLR prematur/kurang bulan
1) Sindrom gangguan pernapasan idiopatik (penyakit membran hialin)
2) Pneumonia aspirasi karena refleks menelan dan batuk belum
sempurna; bayi belum dapat menyusu
3) Perdarahan periventrikuler dan perdarahan intraventrikuler (P/IVH)
otak lateral akibat anoksia otak (erat kaitannya dengan gangguan
pernapasan)
4) Hipotermia karena sumber panas pada bayi prematur baik lemak
subkutan yang masih sedikit maupun brown fat belum terbentuk
5) Hiperbilirubinemia karena fungsi hati belum matang
b. BBLR sesuai usia kehamilan/dismatur. Komplikasi yang dapat timbul
pada dismaturitas:
1) Sindrom aspirasi mekonium
2) Hiperbilirubinemia
3) Hipoglikemia
4) Hipotermia
(Deslidel, 2011: 108)

Bayi kecil cenderung mengalami komplikasi. Beberapa masalah yang


khususnya rentan bagi bayi kecil mencakup:
a. Kesulitan pemberian makan
b. Suhu tubuh tidak normal
c. Kesulitan bernapas, misalnya sindrom distres pernapasan dan apnea
d. Ikterus akibat prematuritas
e. Perdarahan intraventrikular
f. Anemia
g. Glukosa darah rendah

Karena bayi kecil biasanya memiliki temuan multipel yang mungkin karena
bayi tersebut kecil atau karena bayi mengalami masalah yang lebih berat,
periksa terutama tanda-tanda sepsis atau asfiksia.

(Karyni, Pamilih Eko, dkk.2008: 33-35)

7. Penatalaksanaan
Manajemen umum
Setiap menemukan BBLR, lakukan manajemen umum sebagai berikut:
a. Stabilisasi suhu, jaga bayi tetap hangat (KMC)
b. Jaga jalan napas tetap bersih dan terbuka
c. Nilai segera kondisi bayi tentang tanda vital: pernapasan, denyut jantung,
warna kulit dan aktifitas
d. Bila bayi mengalami gangguan napas, dikelola gangguan napas
e. Bila bayi kejang, hentikan kejang dengan antikonvulsan
f. Bila bayi dehidrasi, pasang jalur intravena, berikan cairan rehidrasi IV
g. Kelola sesuai dengan kondisi spesifik atau komplikasinya
(JNPK-KR, 2008: 8-4)

Penanganan BBLR meliputi 3 tahapan yaitu ante/intrapartum, di kamar


bersalin dan di kamar bayi :
a. Penanganan ante/intrapartum. Setiap persalinan dipertahankan aterm.
Apabila ada gawat janin, kehamilan dipertahankan paling tidak sampai
maturitas janin optimal setelah usia kehamilan lewat 35 minggu, karena
pada usia tersebut organ tubuh dapat berfungsi optimal di luar rahim.
Kendala perawatan bayi kurang bulan di negara berkembang adalah
adanya komplikasi penyakit membran hialin.
1) Bila ada gawat janin, dilakukan resusitasi intrauterin, yaitu tindakan
untuk pertahankan kehamilan dengan pemberian tokolitik dan
mencegah infeksi dengan pemberian antibiotik yang aman untuk bayi.
2) Apabila kehamilan kurang dari 35 minggu dan tidak dapat
dipertahankan, ibu diberi kortikosteroid dosis tunggal untuk
mempercepat pematangan paru janin.
3) Beberapa jam sebelumnya persalinan di mulai, kolaborasi dengan
spesialis anak untuk pemberian informasi bahwa akan lahir anak
dengan BBLR pada ibu yang berisiko, seperti ketuban pecah dini,
hipertensi dalam kehamilan, pre-eklampsia berat, dekompensasi
kordis, TBC, infeksi TORCH dll.
b. Di kamar bersalin. Hal yang harus dilakukan sebelum bayi lahir adalah :
1) Pra-resusitasi :
a) Menyiapakan alat resusitasi dan fasilitas perawatan bayi serta
memeriksa kelengkapan dan fungsi alat :
- Meja resusitasi, lampu penghangat dan penerang
- Penghisap lendir diposibel dan pompa penghisap bayi
- Ambulans inkubator
- Oksigen dengan flowmeter
- Status dan tanda identitas bayi-ibu
b) Memberikan informasi ke perawatan intensif tentang akan ada bayi
dengan BBLR untuk persiapan perawatan bayi. Dokter anak akan
memeriksa kembali semua persiapan, tim resusitasi juga disiapkan.
2) Resusitasi. Dibandingkan bayi yang cukup bulan, resusitasi pada bayi
prematur memerlukan intervensi yang lebih cepat dan proaktif serta
difokuskan pada stabilisasi suhu dan oksigen. Resusitasi dilakukan tahap
demi tahap sesuai dengan kondisi bayi dengan menentukan nilai Apgar
pada menit 1 dan 5 untuk menentukan diagnosis (ada/tidaknya asfiksia)
dan pronosis bayi.
3) Pasca resusitasi, melakukan pemeriksaan fisik diagnostik secara sistematis
dan lengkap, menentukan masa gestasi dan pertumbuhan janin
(SMK/KMK/BMK), menetukan diagnosiskerja, melakukan perawatan tali
pusat, memberi tetes mata dan vitamin K, memberi identitas oada bayi dan
ibu yang sama. Indikasi perawatan BBLR pada bayi prematur, cukup
bulan dalam 3 tempat perawatan, yaitu :
a) Perawatan I rawat gabung (rooming in) yaitu BBLR sampai 2250
gram, sehat, dan tanpa komplikasi.
b) Perawatan II/perawatan khusus/intermediet care/highcare yaitu bayi
yang memerlukan perawatan khusus untuk observasi dan penangan
klinik.
c) Perawatan III/perawatan intensif neonatus/neonatal intensive care unit.
c. Penanganan BBLR di kamar bayi:
1) Mempertahankan suhu tubuh optimal
2) Mempertahankan oksigenasi
3) Memenuhi kebutuhan nutrisi
4) Mencegah dan mengatasi infeksi
5) Mengatasi hiperbilirubinemia
6) Memenuhi kebutuhan psikologis
7) Mencegah perawatan kedua orangtua
8) Program imunisasi

Apabila bayi lahir dengan berat badan 1500-2500 gram dalam keadaan stabil
dan tidak memiliki komplikasi lain selain BBLR, asuhan yang diberikan dapat
berupa metode kanguru.

(Deslidel, 2011: 110)

2.1.3 Konsep Manajemen Kebidanan pada neonatus dengan BBLR


I. Pengkajian
A. Data subjektif
Ibu
1. Biodata
a. Umur
Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
(Ai yeyeh, Lia Y,2012: 244)
b. Pendidikan
Untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pengetahuan ibu, berpengaruh
terhadap cara pandang ia terhadap kehamilan
c. Pekerjaan
Bekerja yang terlalu berat
(Ai yeyeh, Lia Y,2012: 244)
d. Penghasilan
Berpengaruh terhadap gizi yang di konsumsi selama hamil dan
memudahkan bidan untuk memberikan asuhan kebidanan yang tepat
e. Alamat / Tempat tinggal
Untuk mengetahui dimana ibu menetap sehingga bisa diketahui seberapa
jauh pengaruh lingkungan terhadap pola kesehatan ibu.

2. Riwayat Kesehatan
Ibu yang menderita penyakit antara lain:
- Akut dengan gejala panas tinggi (misal: tifus abdominalis dan malaria)
- Kronis (misal: TBC, penyakit jantung, hipertensi, penyakit
ginjal/glomerulonefritis akut)
- Toksemia gravidarum (pre-eklampsia dan eklampsia)
(Ai yeyeh, Lia Y,2012: 244)
3. Riwayat kebiasaan Ibu
Kebiasaan ibu (ketergantungan obat narkotik, rokok dan alkohol)
(Ai yeyeh, Lia Y,2012: 244)
4. Riwayat penyakit keluarga
Ada tidaknya Penyakit Keturunan dan Penyakit Menular memberikan
dampak terhadap kelahiran bayi BBLR.
5. Data Gizi
Pola makan
Ibu dengan pola makan yang tidak teratur dan yang biasanya tarak juga
bisa menjadi sebab kelahiran BBLR dan Cukup makan dengan jenis-jenis
makanan yang bergizi.
6. Dasar Psikologi
Pola status emosional ditanyakan perasaan ibu pada kehamilan ini.
Kecamasan atau stress meternal mempunyai efek dapat mempengaruhi
aliran darah an oksigen dari ibu ke placenta.
7. Riwayat sosial
Menguraikan tentang status perkawinan, reaksi keluarga dan orang tua
terhadap kehamilannya, apakah kehamilan ini direncanakan atau tidak serta
berapa lama perkawinan itu berlangsung.
Bayi

1. Riwayat Antenatal
Selama kehamilan, ibu hamil harus memeriksakan kehamilan minimal
empat kali di fasilitas pelayanan kesehatan, agar pertumbuhan dan
perkembangan janin dapat terpantau dan bayi lahir selamat dan sehat.
(Direktorat Kesehatan Anak Khusus, 2010: 19)

2. Riwayat Natal
Umur kehamilan biasanya antara 24-37 minggu,dan rendahnya berat
badan saat janin berada di intrauterin sesuai masa kehamian.
B. Data Objektif
Pemeriksaan fisik segera. Pada menit pertama lakukan penilaian terhadap
usaha bernapas, denyut jantung, warna kulit. Pada lima menit kedua lakukan
dengan menggunakan skala APGAR.
(Saminem, 2010: 68)
Penilaian APGAR
Tanda Nilai : 0 Nilai : 1 Nilai : 2
Appearance (Warna Pucat/biru Tubuh merah, Seluruh tubuh
Kulit) seluruh tubuh ekstremitas biru kemerahan
Pulse (Denyut
Tidak ada < 100 >100
Jantung)
Grimace (Tonus Ekstremitas
Tidak ada Gerakan aktif
Otot) sedikit fleksi
Langsung
Activity (Aktivitas) Tidak ada Sedikit gerak
menangis
Respiration Lemah/tidak
Tidak ada Menangis
(Pernapasan) teratur
Interpretasi:
a. Nilai 1-3 asfiksia berat
b. Nilai 4-6 asfiksia sedang
c. Nilai 7-10 asfiksia ringan (normal)
(Vivian Nanny Lia Dewi, 2013: 2-3)
Pemeriksaan lanjutan. Lakukan penilaian secara sistematis (dari kepala
sampai ujung kaki) untuk menilai adanya kelainan atau cacat bawaan
(Saminem, 2010: 68)
1. Keadaan umum
a. Nilailah secara keseluruhan apakah perbandingan bagian tubuh bayi
proporsional atau tidak?
b. Periksa bagian kepala, badan, dan ekstremitas akan adanya kelainan
c. Periksa tonus otot dan tingkat aktivitas bayi, apakah gerakan bayi aktif
atau tidak?
d. Periksa warna kulit dan bibir, apakah warnanya kemerahan/kebiruan?
e. Periksa tangisan bayi, apakah melengking, merintih, atau normal?
(Vivian Nanny Lia Dewi, 2013: 24)

2. TTV
a. Suhu
Periksa suhu dengan termometer sksila. Suhu normal adalah 36,5-
37,2
(Vivian Nanny Lia Dewi, 2013: 24)

Lakukan pengukuran suhu ketiak dengan termometer. Suhu normal


adalah 36,5-37,5
(Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
Kementerian Kesehatan RI, 2012: 18)
b. Pernapasan
Periksa laju napas dengan melihat tarikan napas pada dada dan gunakan
petunjuk waktu. Status pernapasan yang baik adalah napas dengan laju
normal 40-60 kali per menit, tidak ada wheezing, dan ronki.
(Vivian Nanny Lia Dewi, 2013: 24)
Hitung pernapasan dan lihat tarikan dinding dada kedalam ketika bayi
sedang tidak menangis. Frekuensi napas normal 40-60 kali per menit
dan tidak ada tarikan dinding dada kedalam yang kuat.
(Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
Kementerian Kesehatan RI, 2012: 18)
c. Denyut jantung
Periksa laju jantung dengan menggunakan stetoskop dan petunjuk
waktu. Denyut jantung normal adalah 100-120 kali per menit dan tidak
terdengar bunyi murmur.
(Vivian Nanny Lia Dewi, 2013: 24)
Hitung denyut jantug dengan meletakkan stetoskop di dada kiri setinggi
apeks kordis. Frekuensi denyut jantung normal 120-160 kali per menit.
(Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
Kementerian Kesehatan RI, 2012: 18)
3. Pemeriksaan fisik bayi
a. Kepala
Dilakukan pemeriksaan pada:
- Ubun-ubun
- Sutura dan molase
- Penonjolan atau daerah mencekung. Periksa adanya kelainan, baik
karena trauma persalinan (kapust suksedaneum, sefal hematoma)
atau adanya cacat kongenital (hidrosefalus)
- Ukur lingkar kepala untuk mengetahui ukuran frontal oksipitalis
kepala bayi
(Vivian Nanny Lia Dewi, 2013: 24-25)
Bentuk kepala terkadang asimetris karena penyesuaian pada saat proses
persalinan, umumnya hilang dalam 48 jam. Ubun-ubun besar rata atau
tidak membonjol, dapat sedikit membonjol saat bayi menangis.
(Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
Kementerian Kesehatan RI, 2012: 18)
Pemeriksaan rambut dengan menilai jumlah dan warna, adanya lanugo
terutama pada daerah bahu dan punggung.
(A. Aziz Alimul Hidayat, 2011: 68)
Kepala (ubun-ubun, sutura, caput succedaneum, cephal hematoma,
lingkar kepala)
(Saminem, 2010: 68)

b. Mata
Periksa mata akan adanya tanda-tanda infeksi.
(Vivian Nanny Lia Dewi, 2013: 25)
Lihat mata tidak ada kotoran/sekret
(Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
Kementerian Kesehatan RI, 2012: 18)
Pemeriksaan mata untuk menilai adanya strabismus atau tidak, yaitu
koordinasi gerakan mata yang belum sempurna. Cara memeriksanya
adalah dengan menggoyangkan kepala secara perlahan-lahan, sehingga
mata bayi akan terbuka, kemudian baru diperiksa. Apabila ditemukan
jarang berkedip atau sensitivitas terhadap cahaya berkurang, maka
kemungkinan mengalami kebutaan. Apabila ditemukan adanya
epicantus yang lebar, maka kemungkinan anak mengalami sindrom
down. Pada glaukoma kongenital, dapat terlihat pembesaran dan terjadi
kekeruhan pada kornea. Katarak kongenital dapat dideteksi apabila
terlihat pupil yang berwarna putih. Apabila ada trauma pada mata maka
dapat terjadi edema palpebra, perdarahan konjungtiva, retina, dan lain-
lain.
(A. Aziz Alimul Hidayat, 2011: 68)
c. Hidung
Pemeriksaan hidung dapat dilakukan dengan cara melihat pola
pernapasan, apabila bayi bernapas melalui mulut, maka kemungkinan
bayi mengalami obstruksi jalan napas karena adanya atresia koana
bilateral atau fraktur tulang hidung atau ensefalokel yang menonjol ke
nasofarin. Sedangkan pernapasan cuping hidung akan menunjukkan
gangguan pada paru, lubang hidung kadang-kadang banyak mukosa.
Apabila sekret mukopurulen dan berdarah, perlu dipikirkan adanya
penyakit sifilis kongenital dan kemungkinan lain.
(A. Aziz Alimul Hidayat, 2011: 68)
d. Mulut
Periksa mulut, langit-langit, bibir, dan refleks isap, serta rooting.
Perhatikan adanya kelainan kongenital seperti labiopalatoskizis.
(Vivian Nanny Lia Dewi, 2013: 25)
Lihat bagian dalam mulut, masukkan satu jari yang menggunakan
sarung tangan ke dalam mulut, raba langit-langit. Bibir, gusi, langit-
langit utuh dan tidak ada bagian yang terbelah. Nilai kekuatan isap
bayi, bayi akan mengisap kuat jari pemeriksa.
(Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
Kementerian Kesehatan RI, 2012: 18)
Pemeriksaan mulut dapat dilakukan dengan melihat adanya kista yang
ada pada mukosa mulut. Pemeriksaan lidah dapat dinilai melalui warna
dan kemampuan refleks mengisap. Apabila ditemukan lidah yang
menjulur keluar, dapat dilihat adanya kemungkinan kecacatan
kongenital. Adanya bercak pada mukosa mulut, palatum, dan pipi
biasanya disebut sebagai monilia albicans, gusi juga perlu diperiksa
untuk menilai adanya pigmen pada gigi, apakah terjadi penumpukan
pigmen yang tidak sempurna.
(A. Aziz Alimul Hidayat, 2011: 68)
Mulut, salivasi tidak terdapat pada bayi normal. Bila terdapat sekret
yang berlebihan, kemungkinan ada kelainan bawaan saluran cerna.
(Abdul Bari Sarifuddin, dkk, 2013: 137)
e. Telinga
Lakukan pemeriksaan telinga karena akan dapat memberikan gambaran
letak telinga dengan mata dan kepala serta diperiksa adanya kelainan
lainnya.
(Vivian Nanny Lia Dewi, 2013: 25)
Pemeriksaan telinga dapat dilakukan untuk menilai adanya gangguan
pendengaran. Dilakukan dengan membunyikan bel atau suara jika
terjadi refleks terkejut, apabila tidak terjadi refleks, maka kemungkinan
akan terjadi gangguan pendengaran.
(A. Aziz Alimul Hidayat, 2011: 68)
Telinga (kesimetrisan, letak terhadap mata)
(Saminem, 2010: 68)
f. Leher
Periksa leher bayi, perhatikan akan adanya pembesaran atau benjolan
(Vivian Nanny Lia Dewi, 2013: 25)
Pemeriksaan leher dapat dilakukan dengan melihat pergerakan, apabila
terjadi keterbatasan dalam pergerakannya, maka kemungkinan terjadi
kelainan pada tulang leher, misalnya kelainan tiroid, hemangioma, dan
lain-lain.
(A. Aziz Alimul Hidayat, 2011: 68)
g. Dada
Periksa dada, perhatikan bentuk dada, dan puting susu bayi
(Vivian Nanny Lia Dewi, 2013: 25)
Dada (ukuran lingkar dada, kesimetrisan, jarak puting susu)
(Saminem, 2010: 68)
h. Abdomen
Periksa bagian perut, perhatikan bagaimana bentuk perut apakah ada
penonjolan di sekitar tali pusat, perdarahan tali pusat, perut teraba
lunak (pada saat bayi menangis), dan benjolan.
(Vivian Nanny Lia Dewi, 2013: 25)
Lihat dan raba perut dan lihat juga tali pusat, normalnya perut bayi
datar, teraba lemas. Sedangkan tali pusatnya tidak ada perdarahan,
pembengkakan, nanah, bau yang tidak enak pada tali pusat, atau
kemerahan sekitar tali pusat.
(Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
Kementerian Kesehatan RI, 2012: 18)
Pemeriksaan pada abdomen ini meliputi pemeriksaan secara inspeksi
untuk melihat bentuk dari abdomen, apabila didapatkan abdomen
membuncit dapat diduga kemungkinan disebabkan oleh
hepatosplenomegali atau cairan di dalam rongga perut.
(A. Aziz Alimul Hidayat, 2011: 69)
i. Punggung dan tulang belakang
Periksa punggung, perhatikan akan adanya pembengkakan atau
cekungan.
(Vivian Nanny Lia Dewi, 2013: 25)
Lihat punggung dan raba tulang belakang, kulit terlihat utuh, tidak
terdapat lubang dan benjolan pada tulang belakang
(Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
Kementerian Kesehatan RI, 2012: 18)
Untuk menilai daerah punggung atau tulang belakang, cara
pemeriksaannya adalah dengan meletakkan bayi dalam posisi
tengkurap. Raba sepanjang tulang belakang untuk mencari ada atau
tidaknya kelainan seperti spina bifida atau mielomeningeal (defek
tulang punggung, sehingga medula spinalis dan selaput otak menonjol).
(A. Aziz Alimul Hidayat, 2011: 69)
j. Kulit
Periksa kulit, perhatikan adanya verniks, pembengkakan atau bercak
hitam, serta tanda lahir
(Vivian Nanny Lia Dewi, 2013: 25)
Lihat kulit, wajah, bibir, dan selaput lendir, dada harus berwarna merah
muda, tanpa adanya kemerahan atau bisul
(Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
Kementerian Kesehatan RI, 2012: 18)
k. Genetalia
Periksa alat kelamin. Hal yang perlu diperhatikan adalah:
a. Laki-laki: testis berada pada skrotum atau penis berlubang
b. Perempuan: vagina berlubang, uretra berlubang, dan terdapat labia
minora serta labia mayora
(Vivian Nanny Lia Dewi, 2013: 25)
Lihat dan raba alat kelamin luar. Bayi perempuan kadang terlihat
cairan vagina berwarna putih atau kemerahan. Bayi laki-laki terdapat
lubang uretra pada ujung penis.
Tanyakan pada ibu apakah bayi sudah buang air kecil, pastikan bayi
sudah buang air kecil dalam 24 jam setelah lahir.
(Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
Kementerian Kesehatan RI, 2012: 19)
Pemeriksaan genetalia ini untuk mengetahui keadaan labium minor
yang tertutup oleh labia mayor, lubang uretra dan lubang vagina yang
seharusnya terpisah, namun apabila ditemukan satu lubang maka
didapatkan terjadinya kelainan dan apabila ada sekret pada lubang
vagina, hai tersebut karena pengaruh hormon. Pada bayi laki-laki sering
ditemukan fimosis, secara normal panjang penis pada bayi adalah 3-4
cm dan 1-1,3 untuk lebarnya, kelainan yang terdapat pada bayi adalah
adanya hipospadia yang merupakan defek di bagian ventral ujung penis
atau defek sepanjang penisnya. Epispadia merupakan kelainan defek
pada dorsum penis.
(A. Aziz Alimul Hidayat, 2011: 69)
l. Anus
Periksa anus, pastikan adanya anus.
(Vivian Nanny Lia Dewi, 2013: 25)
Lihat lubang anus. Hindari memasukkan alat atau jari dalam memeriksa
anus, tanyakan pada ibu apakah bayi sudah buang air besar. Terlihat
lubang anus dan periksa apakah mekonium sudah keluar, biasanya
mekonium keluar dalam 24 jam setelah lahir.
(Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
Kementerian Kesehatan RI, 2012: 19)
Pemeriksaan urine dan tinja bermanfaat untuk menilai ada atau
tidaknya diare serta kelainan pada daerah anus. Pemeriksaan ini normal
apabila bayi mengeluarkan feces cair antara 6-8 kali per menit, dapat
dicurigai apabila frekuensi meningkat serta adanya lendir atau darah.
(A. Aziz Alimul Hidayat, 2011: 70)
Anus (sfingter anus)
(Saminem, 2010: 68)
m. Ekstremitas
Periksa tungkai dan kaki. Perhatikan gerakan dan kelengkapan alat
gerak.
Periksa bahu, lengan dan tangan. Perhatikan gerakan dan kelengkapan
jari tangan.
(Vivian Nanny Lia Dewi, 2013: 25)
Lihat ekstremitas. Hitung jumlah jari tangan dan kaki, lihat apakah
posisinya baik atau bengkok ke dalam atau keluar, lihat gerakan
ekstremitas simetris atau tidak.
(Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
Kementerian Kesehatan RI, 2012: 19)
n. Pemeriksaan antropometri
Pada bayi baru lahir, perlu dilakukan pengukuran antropometrri seperti
berat badan, dimana berat badan yang normal adalah sekitar 2500-3500
gram, apabila ditemukan berat badan kurang dari 2500 gram, maka
dapat dikatakan bayi memiliki berat badan lahir rendah (BBLR). Akan
tetapi, apabila ditemukan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 3500
gram, maka bayi dimasukkan dalam kelompok makrosomia.
Pengukuran antropometri lainnya adalah pengukuran panjang badan
secara normal, panjang bayi baru lahir adalah 45-50 cm, pengukuran
lingkar kepala normalnya adalah 33-35 cm, pengukuran lingkar dada
normalnya adalah 30-33 cm. Apabila ditemukan diameter kepala lebih
besar dari lingkar dada, maka bayi mengalami hidrosefalus dan apabila
diameter kepala lebih kecil 3 cm dari lingkar dada, maka bayi tersebut
mengalami mikrosefalus.
(A. Aziz Alimul Hidayat, 2011: 69)
Timbang bayi. timbang bayi dengan menggunakan selimut, hasil
dikurangi selimut. Berat lahir 2,5-4 kg, dalam minggu pertama berat
bayi mungkin turun dahulu baru kemudian naik kembali dan pada usia
2 minggu umumnya telah mencapai berat lahirnya. Penurunan berat
badan maksimal untuk bayi baru lahir cukup bulan maksimal 10%,
untuk bayi kurang bulan maksimal 15%.
Mengukur panjang dan lingkar kepala bayi. panjang lahir normal 48-52
cm, lingkar kepala normal 33-37 cm.

o. Pemeriksaan reflek

No Pemeriksaan Cara
Kondisi normal Kondisi patologis
refleks pengukuran
1. Berkedip Sorotkan cahaya Dijumpai pada tahun Jika tidak dijumpai
ke mata bayi pertama menunjukkan
kebutaan
2. Moro Ubah posisi Lengan ekstensi, jari-
dengan tiba-tiba jari mengembang, Refleks yang menetap
atau pukul kepala terlempar ke lebih pada 4 bulan.
meja/tempat tidur belakang, tungkai Adanya kerusakan
sedikit ekstensi, lengan otak, respons tidak
kembali ke tengah simetris adanya
dengan tangan hemiparesis, fraktur
menggenggam tulang klavikula atau cedera
belakang dan pleksus brakialis, tidak
ekstremitas bawah ada respons
ekstensi. Lebih kuat ekstremitas bawah,
selama 2 bulan adanya dislokasi
menghilang pada usia pinggul atau cedera
3. Menggenggam 3-4 bulan. medula spinalis.
Letakkan jari di
telapak tangan Jari-jari bayi Fleksi yang tidak
bayi dari sisi melengkung di sekitar simetris menunjukkan
ulnar, jika refleks jari yang diletakkan di adanya paralisis,
lemah atau tidak letakkan di telapak refleks menggenggam
ada berikan bayi tangan bayi dari sisi yang menetap
botol atau dot, ulnar, refleks ini menunjukkan
karena mengisap menghilang pada usia gangguan serebral.
akan 3-4 bulan.
mengeluarkan
4. Rooting
refleks.

Gores sudut Bayi memutar ke arah Tidak adanya refleks


mulut bayi garis pipi yang digores, menunjukkan adanya
tengah bibir refleks ini menghilang gangguan neurologis
pada usia 3-4 bulan, berat.
tetapi bisa menetap
sampai usia 12 bulan,
5. Mengisap
khususnya selama tidur.

Berikan bayi Bayi mengisap dengan Refleks yang lemah


botol dan dot kuat dalam berspons atau tidak ada
terhadap stimulasi, menunjukkan
refleks ini menetap kelambatan
selama masa bayi dan perkembangan atau
mungkin terjadi selama keadaan neurologis
tidur tanpa stimulasi. yang abnormal.

(A. Aziz Alimul Hidayat, 2011: 70-71)

Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan skor ballard
b. Tes kocok (shake test) dianjurkan untuk bayi kurang bulan
c. Darah rutin, glukosa darah
d. Bila perlu (tergantung klinis) dan fasilitas tersedia, diperiksa kaar elektrolit
dan analisis gas darah
e. Foto rontgen dada diperlukan pada BBL dengan usia kehamilan kurang
bulan dan mengalami sindrom gangguan napas
f. Usia kepala terutama pada bayi dengan usia kehamilan kurang dari 35
minggu, dimulai pada umur 3 hari dan dilanjutkan sesuai hasil yang
didapat
(PPIDAI, 2010)
II. Interpretasi Data
Identifikasi Diagnosis dan Masalah
Tanggal / jam : . /
1. Diagnosis: Neonatus kurang/cukup bulan usia..... hari dengan BBLR
DS:
Dari data sekunder didapatkan hasil Ibu melahirkan anak ke pada tanggal..
jam. dengan Umur kehamilan 37 minggu di . dengan berat badan lahir.
Bayi datang di ruang bayi pada.. pukul. A-S
DO:
KU : stabil/lemah/sangat lemah
HR : 140-160 x/menit
RR : 30-60 x/menit
Suhu : 36,5-37,5 oC
1) Berat badan 2500 gram
2) Panjang badan 46 cm
3) Lingkar kepala 33 cm
4) Lingkar dada 30 cm
5) Rambut lanugo masih banyak
6) Jaringan lemak subkutan tipis/ kurang
7) Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya
8) Tumit mengkilap
9) Telapak kaki halus
10) Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah
11) Fungsi saraf yang belum atau tidak efektif dan tangisnya lemah
12) Jaringan kelenjar mammae masih kurang akibat pertumbuhan otot dan
jaringan lemak masih kurang
13) Verniks kaseosa tidak ada atau sedikit bila ada
Tanda prematuritas:
1. Tulang rawan telinga belum terbentuk
2. Masih terdapat lanugo (rambut halus pada kulit)
3. Refleks masih lemah
4. Alat kelamin luar: pada perempuan labium mayus belum menutup labium
minus, pada laki-laki belum terjadi penurunan testis dan kulit testis rata (rugae
testis belum terbentuk)
Tanda janin tumbuh lambat:
1. Tidak dijumpai tanda prematuritas seperti tersebut diatas
2. Kulit keriput
3. Kuku lebih panjang
2. Masalah
1. Hipotermia
DS: tidak dikaji
DO:
-Suhu <36,50C
-Bayi terpasang infus.. pada tangan ka/ki pada kaki ka/ki, TPM
-Bayi terpasang oksigen jenis.. , . liter/menit
-Bayi terpasang NGT /tidak, terdapat retensi cairan/ tidak
-Bayi berada dalam incubator/ tidak

2. Gangguan pemenuhan nutrisi


DS: tidak dikaji
DO:
-KU: Sangat lemah
-Refleks rooting : ada, lemah
-Refleks sucking : tidak ada
-Refleks gaspring : ada, lemah
-Bayi dipuasakan / jika tidak puasa diberikan ASI/PASI setiap jam sekali
sebanyak . cc melalui
Jika bayi terpasang alat :
-Bayi terpasang infus.. pada tangan ka/ki pada kaki ka/ki, TPM
-Bayi terpasang oksigen jenis.. , . liter/menit
-Bayi terpasang NGT /tidak, terdapat retensi cairan/ tidak
-Bayi berada dalam incubator/ tidak
3. Gangguan pemenuhan O2
DS: tidak dikaji
DO:
-KU : stabil/lemah/sangat lemah
-RR : 40-60 kali/menit
-%SPO2 :
-Bayi terpasang oksigen jenis.. , . liter/menit
-Bayi Cianosis atau tidak
-Rektraksi dada ada atau tidak
4. Hipoglikemi
DS: tidak dikaji
DO:
-KU: stabil/lemah/sangat lemah
-RR : 40-60 kali/menit
-GDA : < 45 mg/dL
-Bayi terpasang infus. pada tangan ka/ki pada kaki ka/ki , . TPM
-Bayi berada dalam incubator/ tidak

5. Hipertermia
DS: tidak dikaji
DO:
-Suhu : > 37,5 0C
-Suhu incubator : 340C
-RR : 40-60 kali/menit
-Bayi terpasang infus. pada tangan ka/ki pada kaki ka/ki , . TPM
6. Hiperbilirubinemia
DS: tidak dikaji
DO:
-KU : stabil/lemah/sangat lemah
-Warna tubuh bayi berwarna kuning
-Kadar bilirubin total 12 mg/dL (prematur)
-Kadar bilirubin total 10 mg/dL (aterm)
-Bayi terpasang infus. pada tangan ka/ki pada kaki ka/ki , . TPM
-Bayi terpasang NGT/tidak
-Bayi dipuasakan / jika tidak puasa diberikan ASI/PASI setiap jam sekali
sebanyak . Cc melalui

III. Identifikasi Diagnosis atau masalah potensial


Identifikasi diagnosa potensial

Bayi yang lahir dengan BBLR dan asfiksia berat potensial untuk menderita HMD
(Hialin Membrane Disease) atau dikenal dengan RDS (respiratory distress sindrom)
merupakan penyebab terbesar kematian pada bayi premature yang ditandai dengan
adanya kesukaran nafas. Diagnose HMD dapat ditegakkan melalui foto rontgen.

Identifikasi masalah potensial


1. Kecacatan
2. Kematian
IV. Identifikasi dan Menetapkan Kebutuhan Segera
1. Oksigenasi
2. Thermoregulasi
3. Pasang infuse dan NGT
4. Kolaborasi dengan Sp.A untuk mencegah komplikasi.
V. Intervensi
Diagnosa :
Tujuan :
Kondisi BBLR berkembang baik secara signifikan dan komperhensif setelah
dilakukan perawatan yang optimal dan tidak terjadi komplikasi dini ataupun
komplikasi lanjut pada bayi.
Kriteria Hasil :
1. KU : baik
2. Suhu : 36,5-37,5 oC
3. RR : 30-60 x/menit
4. HR : 120-160 x/menit
5. Keaktifan kuat
6. Menangis kuat
7. Warna kulit kemerahan
8. Penurunan berat badan tidak lebih dari 15% dari BB lahir dalam 1 minggu
Intervensi :
1. Cuci tangan 7 langkah sebelum dan sesudah melakukan tindakan
R/ BBLR sangat rentan dengan infeksi, perhatikan prinsip-prinsip pencegahan
infeksi termasuk mencuci tangan sebelum memegang bayi
Ai Yeyeh. 2012: 245
2. Jaga kehangatan bayi
R/ Bayi prematur dengan cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi
hipotermi karena pusat pengaturan panas belum berfungsi dengan baik,
metabolisme rendah dan permukaan badan relative luas.
Anik Maryunani. 2013: 319
3. Pantau keadaan umum bayi
R/ Dengan pemantauan yang ketat pada KU bayi dapat mendeteksi secara dini
komplikasi yang mungkin terjadi.
4. Lakukan pemeriksaan suhu
R/ dengan pemeriksaan suhu dapat mendeteksi secara dini bayi menderita
hipotermia, hipertermia ataupun infeksi
5. Lakukan oral hygiene
R/ menjaga kebersihan mulut bayi
6. Mandikan bayi 2 kali sehari
R/ mencegah bayi dari terpapar infeksi dan menjaga kebersihan bayi
7. Lakukan perawatan tali pusat setiap kali bayi dimandikan
R/ perawatan tali pusat dilakukan dengan mengganti kasa dengan kasa bersih
kering agar tali pusat tetap kering dan terhindar dari infeksi.
8. Ganti pampers jika bayi BAB atau BAK
R/ menghindari ruam popok dan menjaga kenyamanan bayi
9. Timbang pampers
R/ untuk mengukur output bayi
10. Kolaborasi dengan dokter Sp.A
R/ mendeteksi secara dini jika ada kelainan yang terjadi pada bayi
Masalah :
1. Hipotermia
Tujuan: bayi tidak mengalami hipotermia
Kriteria Hasil:
KU : stabil
S: 36,5-37,5
Wajah: tidak pucat/sianosis
Bibir: merah/tidak sianosis
Ekstremitas atas: teraba hangat dan tidak sianosis
Intervensi :
1. Tempatkan bayi dalam inkubator
R/ Mempertahankan lingkungan termonetral, membantu mencegah cold stress
2. Ganti pakaian atau linen tempat tidur bila basah
R/ Menurunkan kehilangan panas melalui evaporasi
3. Observasi monitor temperatur axila, cacat dan laporkan perubahan suhu bayi
R/ Memantau tingkat perkembangan bayi dalam mengelola suhu badannya
2. Gangguan pemenuhan nutrisi
Tujuan: nutrisi bayi dapat terpenuhi
Kriteria Hasil:
KU : stabil
Bayi tidak muntah
Eliminasi lancar
Intervensi :
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi
R/ Pencegahan infeksi silang dan proteksi diri
2. Observasi NGT
R/ Bentuk pemenuhan nutrisi langsung menggunakan alat
3. Observasi tetesan infus
R/ Tetes infus memengaruhi jumlah pemenuhan nutrisi bayi yang merupakan
makanan pengganti
4. Penimbangan BB
R/ Cerminan pemenuhan nutrisi
3. Gangguan pemenuhan O2
Tujuan : kebutuhan oksigen pada bayi terpenuhi
Kriteria Hasil:
RR : 40-60 kali/menit
%SPO2 60
Retraksi dada berkurang
Tidak terjadi pernafasan cuping hidung
Intervensi :
1. Cuci tangan 7 langkah sebelum dan sesudah melakukan
tindakan
R/ BBLR sangat rentan dengan infeksi, perhatikan prinsip-prinsip pencegahan
infeksi termasuk mencuci tangan sebelum memegang bayi
2. Atur posisi ekstensi kepala
R/ membantu melebarkan jalan nafas bayi
3. Kaji kebutuhan O2
R/ mendeteksi secara dini kebutuhan oksigen yang dibutuhkan bayi
4. Kolaborasi dengan dokter Sp.A
R/ mendeteksi secara dini jika ada kelainan yang terjadi pada bayi
4. Hipoglikemi
Tujuan : hipoglikemi dapat teratasi
Kriteria Hasil :
Kadar glukosa > 45 mg/dL
Bayi dapat menyusu dengan baik
Intervensi :
1. Cuci tangan 7 langkah sebelum dan sesudah melakukan tindakan
R/ BBLR sangat rentan dengan infeksi, perhatikan prinsip-prinsip pencegahan
infeksi termasuk mencuci tangan sebelum memegang bayi
2. Berikan infus D10% 2 mL/kg secara IV bolus pelan dalam 5 menit
R/ dapat membantu meningkatkan gula darah
3. Berikan ASI
R/ pemenuhan nutrisi dapat membantu meningatkan gula darah dan mencegah
hipoglikemi
PONED. 2008 : 8-13
5. Hipertermia
Tujuan : hipertermia dapat teratasi, suhu tubuh menurun
Kriteria Hasil :
Suhu : 36,5-37,5 0C
Infus menetes sesuai dengan kebutuhan
Intervensi :
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
R/ BBLR sangat rentan dengan infeksi, perhatikan prinsip-prinsip pencegahan
infeksi termasuk mencuci tangan sebelum memegang bayi
2. Periksa suhu incubator
R/ suhu inkubator yang terlalu tinggi dapat menyebabkan hipertermia
3. Periksa tetesan infus
R/ dehidrasi menyebabkan suhu tubuh meningkat
4. Berikan obat penurun panas
R/ sebagai upaya untuk menurunkan suhu tubuh bayi
5. Observasi suhu tubuh bayi
R/ memantau penurunan / peningkatan suhu

6. Hiperbilirubinemia
Tujuan : bayi tidak mengalami kadar bilirubin yang tinggi
Kriteria Hasil :
Kadar bilirubin direk : 1 mg/dL
Kadar bilirubin total : 10 mg/dL (aterm) dan 12 mg/dL (prematur)
Tubuh bayi tidak kuning
Intervensi :
1. Beri ASI secara ekstra minum
R/ menurut penelitian bahwa memberikan ASI yang kurang dapat
meningkatkan resiko ikhterus neonatorum
2. Cek laboratorium, jika kadar bilirubinnya tinggi segera lakukan fototerapi
R/ fototerapi menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawaan
tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut
dalam air sehingga dapat dikeluarkan melalui urin dan feses.
3. Cek kadar bilirubin ulang setelah fototerapi
R/ mengetahui keberhasilan fototerapi, untuk menentukan perlu diberikan
fototerapi ulang atau tidak
VI. Implementasi
Melaksanakan kegiatan sesuai intervensi
VII. Evaluasi
Evaluasi sesuai dengan tindakan yang dilakukan menggunakan SOAP

You might also like