Professional Documents
Culture Documents
Abstract
The study was conducted in 2008 in Gianyar, Badung and Denpasar. The goal was to inventory and
describing the residential waste management system conducted by the Balinese, and to identify the
various problems faced in community-based waste management. To achieve these objectives was done by
gathering data through observation, interview and literature study. The collected data were analyzed by
descriptive qualitative. The results showed that some of the constraints faced by village institution in
waste management, namely: 1) low level of public awareness, 2) the difficulty of getting land for a depot
for waste management; 3) the condition of garbage in front of the house (TPS) are not disaggregated
(organic and inorganic waste mixed), 4) waste transportation time is not correct 5) lack thrasher; 6)
marketing of compost that is not smooth and very limited; 8) waste processing workers health problems,
and 9) the limited presence of operational funding for waste management. Socio-cultural-based waste
management can be done to actualize and enhance the role of traditional institutions (traditional village/
banjar) as its support the vision and mission of Tri Hita Karana; change the paradigm of the Balinese
culture (cultural engineering) in waste management; actualization of cultural values and the sanctity of
the environment (resource of vital nature) and area / sanctuary, reviving the tradition of mutual help to
clean of the environment, promoting efforts to 3 R (reduce, reuse and recycle) waste of rural community
residents; enhance the active role of housewives (PKK) in waste management, implementation of household
and environmental management rules (waste) effectively through the mechanism of reward and punishment
in the form of customary rules (awig-awig).
167
Jurnal Bumi Lestari, Volume 11 No. 1, Pebruari 2011, hlm. 167 - 177
pohon kayu-kayuan untuk bahan bangunan. Pola 2020 produksi sampah di Indonesia akan meningkat
pengelolaan sampah secara tradisional ini dapat lima kali lipat ( Kementerian LH, 1997: 342).
mendatangkan manfaat ganda, yaitu volume sampah Di sisi lain, meningkatnya pendapatan dan tarap
dapat dikurangi, ternak babi dapat tumbuh dan hidup dan kesejahteraan masyarakat urban, dan
berkembang relatif cepat dan kondisi lahan garapan perubahan gaya hidup yang ditandai dengan
(tanah tegalan atau sawah) menjadi subur (stabil). terjadinya pergeseran nilai budaya dari hidup yang
Pengelolaan sampah seperti ini dimungkinkan karena hemat dan sederhana ke arah gaya hidup hedonisme
jumlah penduduk belum padat, dan masih banyak dan pragmatisme menyebabkan masyarakat urban
lahan kosong, serta jenis sampah yang dihasilkan cendrung semakin boros dalam pemanfaatan energi.
lebih banyak berupa sampah organik. Akibatnya produksi sampah pun juga cendrung
Selain itu, pengelolaan sampah secara kolektif meningkat, baik kuantitas maupun kualitasnya. Pola
pada masing-masing banjar/dusun di desa-desa juga perkembangan ini tampaknya sesuai pula dengan
sudah dikenal melalui gotong royong bersih teori Hukum Energi II yang berbunyi The Law of
lingkungan secara rutin, terutama menjelang hari- Energy Entropy yang mengajarkan kepada kita
hari besar nasional atau hari suci menurut budaya tentang peningkatan pola pemanfaatan energi yang
lokal. cendrung juga meningkatkan jumlah entropi dalam
Akibat perkembangan teknologi modern yang bentuk sampah atau limbah sehingga masalah
disertai dengan pertumbuhan penduduk yang cukup lingkungan cendrung meningkat dan semakin krusial.
pesat dan masuknya sistem ekonomi uang, maka Salah satu upaya untuk mengatasi masalah
terjadi pergeseran nilai budaya yang ditandai dengan lingkungan tersebut dapat dilakukan dengan
jiwa gotong royong masyarakat mulai menipis. Selain pengelolaan sampah. Menurut ilmu kesehatan
itu pola pengelolaan sampah secara tradisional lingkungan, pengelolaan sampah dipandang baik
seperti tersebut di atas sudah tidak memungkinkan jika sampah tersebut tidak menjadi media berkembang
lagi di lingkungan urban. Hal ini disebabkan karena biaknya bibit penyakit serta sampah tersebut tidak
jumlah penduduk semakin padat, dan rata-rata menjadi medium perantara menyebarluasnya suatu
kepemilikan lahan relatif sempit sehingga pengadaan penyakit. Syarat lainnya yang harus dipenuhi, yaitu
nista mandala sangat sulit karena harga lahan sangat tidak mencemari udara, air dan tanah, tidak
mahal, serta jenis dan kualitas sampah yang menimbulkan bau (tidak mengganggu nilai estetis),
dihasilkan masyarakat modern telah berubah, yaitu tidak menimbulkan kebakaran dan yang lainnya (
volume sampah anorganik cendrung mendominasi. Aswar, A. 1986: 56).
Selain itu dampak kesehatan aktivitas pemeliharan Penelitian ini bertujuan untuk :
ternak babi dan dampak bau yang ditimbulkan dari menginventarisasi dan mendeskripsikan sistem
kotorannya akan menggangu lingkungan sekitar. pengelolaan sampah pemukiman yang dilakukan oleh
Kini pertumbuhan penduduk perkotaan secara masyarakat, dan mengidentifikasi berbagai
tidak terkendali dan juga pertumbuhan penduduk permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan
desa secara alami cendrung meningkatkan jenis dan sampah berbasis masyarakat.
bentuk aktivitas masyarakat dalam berinteraksi
dengan lingkungan alam. Hal ini akan berpengaruh 2. Metode Penelitian
terhadap meningkatnya konsumsi energi dan
produksi sampah dan dampaknya terhadap 2.1 Pengumpulan Data
lingkungan. Perpindahan penduduk dari pedesaaan Pengumpulan data dilakukan dengan observasi
ke perkotaan (urbanisasi), dan kecendrungan (survai) wawancara, dan melalui studi pustaka.
perubahan status desa pinggiran kota menjadi Observasi dilakukan dengan terjun langsung ke
daerah urban merupakan salah satu faktor yang lokasi pengelolaan sampah yang dilakukan oleh
mempercepat pertubuhan penduduk perkotaan yang masyarakat yang ada pada beberapa kabupaten/
ada di Bali dan memberikan kontribusi terhadap kota (Denpasar, Badung dan Gianyar). Dalam
terbentuknya kawasan kumuh (slum area) dan observasi diamati tempat-tempat penampungan
masalah persampahan serta masalah sanitasi sampah di TPS dan penempatan sampah di depan
lingkungan di perkotaan. Diasumsikan, pada tahun perumahan pemukiman penduduk kota, pengamatan
168
I Nyoman Wardi : Pengelolaan Sampah Berbasis Sosial Budaya : Upaya Mengatasi Masalah .....
169
Jurnal Bumi Lestari, Volume 11 No. 1, Pebruari 2011, hlm. 167 - 177
Kecendrungan ini juga merupakan sisi lain yang Efek tidak langsung lain, yaitu berupa penyakit
memacu meningkatnya jumlah sampah anorganik bawaan vektor yang berkembang biak di dalam
(limbah teknologi) pada lingkungan urban atau sampah. Timbunan sampah di tempat sembarangan
pedesaan. dapat menjadi sarang lalat dan tikus. Lalat merupakan
Kecendrungan di atas sedang terjadi di daerah vektor berbagai penyakit perut. Tikus selain merusak
Bali, khususnya pada kota-kota besar yang padat harta benda juga sering membawa pinjal yang dapat
jumlah penduduk dan aktivitas sosial ekonomi dan menyebarkan penyakit Pest.
budaya seperti halnya di Denpasar, Kabupaten Selain itu, sampah yang beserakan, terutama
Badung bagian Selatan, dan Gianyar (Ubud). Sumber bekas-bekas pecahan logam atau wadah plastik yang
sampah di perkotaan umumnya berasal dari kegiatan secara kebetulan menampung air hujan, menjadi
perkantoran, industri (pasar, pariwisata (akomodasi sarang berbiaknya nyamuk yang memicu munculnya
dan restoran) pertokoan, supermarket/minimarket, penyakit DBD yang akhir-akhir ini cendrung
mall, perbengkelan, rumah sakit, dan sampah rumah meningkat di daerah perkotaan.
tangga,dsb. Sementara sumber sampah di daerah Timbunan sampah di suatu tempat terbuka
pedesaan lebih banyak berasal dari kegiatan ekonomi (open dumping ) yang membusuk secara alami dapat
warung dan pasar tradisional (pasar tenten), kegiatan menimbulkan bau dan pemandangan yang kurang
ritual, dan sampah rumah tangga. sedap, sehingga dapat mengurangi nilai estetis
Gambaran umum produksi sampah pada lingkungan. Selain mengganggu aktivitas dan
beberapa kabupaten/kota khususnya di Denpasar kenyamanan hidup sehari-hari warga di sekitarnya,
dan Badung dapat dicermati seperti tabel 1. timbunan sampah yang cukup lama di suatu tempat
seperti halnya di Bali yang dikenal sebagai daerah
3.2 Dampak Terhadap Lingkungan dan tujuan wisata internasional, dapat menimbulkan
Kesehatan Masyarakat protes dan mengurangi kedatangan atau kunjungan
Secara umum, dampak yang ditimbulkan oleh wisatwan. Secara tidak langsung, kejadian ini akan
sampah dapat membawa efek langsung dan tidak berpengaruh pada kelangsungan hidup
langsung. Efek langsung merupakan akibat yang kepariwisataan, mata pencaharian dan pendapatan
disebabkan karena kontak langsung dengan sampah warga sekitarnya.
tersebut. Misalnya sampah beracun, sampah yang Selain itu, jika tumpukan sampah dalam waktu
korosif terhadap tubuh, yang karsinogenik, lama terjadi di sekitar tempat suci (seperti kasus TPA
teratogenik dan lainnya. Selain itu, ada pula sampah di Suwung-Sanur Barat dan proses ritual di Pura
yang mengandung kuman patogen sehingga dapat Sakenan Desa Serangan, Denpasar-Selatan), kondisi
menimbulkan penyakit. Sampah ini dapat berasal dari ini sangat menggangu kenyamanan dan kekhidmatan
sampah rumah tangga selain sampah industri (Slamet, para bhakta (jemaah) dalam melakukan ritualnya.
S.1996: 154 -155). Sampah juga dapat menimbulkan keracunan,
Dampak tidak langsung dapat dirasakan oleh atau bencana kebakaran akibat gas metan atau
masyarakat akibat proses pembusukan, pembakaran, puntung rokok yang dibuang oleh pemulung;
dan pembuangan sampah. Dekomposisi sampah Pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya
biasanya terjadi secara aerobik, dilanjutkan secara sering menimbulkan tersumbat atau macetnya saluran
fakultatif dan secara anaerobik apabila oksigen telah air irigasi subak, atau meluapnya air ke jalan di
habis. Dekomposisi anaerob akan menghasilkan perkotaan sehingga mempercepat rusaknya
cairan yang disebut leachate berserta gas. Leachate prasarana transportasi (jalan).
atau lindi adalah cairan yangmengandung zat padat
tersuspensi yang sangat halus dan hasil penguraian 3.3 Mekanisme dan Kendala Pengelolaan
mikroba.Tergantung dari kualitas sampah, maka Sampah Pada Beberapa Desa Di Bali
leachate bisa pula didapat mikroba patogen, logam 1) Faktor Pendorong Pengelolaan Sampah oleh
berat dan zat yang berbahaya. Mengalirnya lindi Masyarakat
akan berdampak terhadap kesehatan masyarakat, Berdasarkan hasil observasi dan wawancara
karena tercemarnya air sungai, air tanah, tanah dan dapat diungkapkan, beberapa faktor yang
udara. mempengaruhi masyarakat Bali melakukan swakelola
170
I Nyoman Wardi : Pengelolaan Sampah Berbasis Sosial Budaya : Upaya Mengatasi Masalah .....
sampah, di antaranya : (1) kesadaran terhadap masyarakat miskin. Sejak tahun 2003 hingga Agustus
tantangan permasalahan sampah yang timbul dan 2007, 47 KK yang kurang mampu (miskin)
cendrung semakin kompleks di lingkungannya, (2) medapatkan guliran bantuan CBD dengan berbagai
desa sebagai daerah atau tujuan wisata (eco-tourism), bidang usaha, yaitu : pedagang, tukang pijit refleksi/
(3) lomba kebersihan lingkungan yang diprakarsai massage, penyewaan payung pantai, warung pantai,
oleh pemerintah, (4) peran proaktif LSM lingkungan bengkel, usaha menjarit pakaian, tukang cukur, jasa
untuk memberdayakan masyarakat dalam angkutan gerobak sampah, dan yang lainnya.
pengelolaan sampah, dan (5) kesadaran budaya Bantuan CBD tahun-tahun berikutnya kemudian
(lingkungan sakral/suci); Namun kebanyakan faktor dialihkan untuk pengelolaan lingkungan khususnya
yang memotivasi munculnya pengelolaan sampah untuk menangani permasalahan sampah
oleh masyarakat desa tersebut akibat terjadinya (pengangkutan sampah rumah tangga) yang sedang
sinergis dari berbagai faktor tersebut di atas. dihadapi oleh desa.
Umumnya yang terjadi di lapangan, yaitu Menurut informasi dari pengurus Bapedes
pengelolaan berawal dari jasa pengangkutan sampah (Badan Pembangunan Desa Adat Seminyak) yang
ke TPA kemudian berkembang menjadi pengolahan menangani masalah pembangunan di tingkat desa
sampah menjadi kompos. menyatakan, tempat untuk membuang sampah di
Misalnya, kegiatan pengelolaaan sampah di Desa Seminyak semakin sulit, sementara sampah
Desa Sanur Kaje ( Depo Cemara) berawal dari prakarsa yang dihasilkan oleh rumah tangga dan pengusaha
para ibu kelompok arisan yang ada di Gang Mawar pariwisata yang ada di sekitarnya cendrung
dan Gang Nuri tahun 2002. Menghadapi meningkat. Sementara itu, permasalahan sampah
permasalahan sampah yang tidak teratasi karena yang berhasil diangkut oleh pihak DKP untuk Desa
terletak di gang yang sempit, sementara jumlah Adat Seminyak yang luasnya mencakup 186 ha baru
penduduk dan produksi sampah terus meningkat, mencapai sekitar 30 % dan pihak jasa pengangkutan
maka dalam kegiatan arisan tersebut disepakati untuk sampah swasta mencapai sekitar 20 %. terutama
mengelola sampah secara swadaya degan bangunan penanganan sampah-sampah yang berada di pinggir-
di atas lahan 2,5 are yang berstatus meminjam dari pinggir jalan yang cukup lebar . Sementara itu,
Kadus setempat. Kelompok pengelola sampah yang sampah-sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga
beranggotakan 30 orang didasari oleh rasa cinta dan para pengusaha lokal (pengusaha bungalow, vila,
lingkungan bersih dan sehat. Pembentukan kelompok atau penginapan) yang kebanyakan terdapat di
Desa Sadar Lingkungan di Desa Sanur Kaje yang sepanjang gang atau jalan-jalan yang sempit (yang
digerakan oleh para kaum ibu ini, sudah sering tidak bisa dilalui oleh truk) tidak mendapatkan
mewakili lomba PKK di tingkat Kabuten, Provinsi pelayanan. Sebagai daerah tujuan wisata
dan bahkan tingkat Nasional. Dalam lomba tersebut, internasional, orang asing umumnya mengehendaki
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan lingkungan yang bersih dan sehat, dan tidak
pengelolaan sampah secara swakelola menjadi salah memperkenankan warga setempat untuk membakar
satu kriteria penilaian yang mengantarkan kelompok sampah, apalagi membiarkan sampah berserakan di
ini meraih juara I di tingkatKabupaten, Provinsi dan pinggir jalan (informan : I Komang Ruditha/Ketua
Nasional. Pengelolan sampah ini dibina oleh yayasan Bapedes, dan I Nyoman Wirta/Bag. Keuangan
PPLH ( Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup ) yang Bapedes/28 November 2007).
berkantor di Sanur.Sejak Januari 2007, depo Cemara Berangkat dari kenyataan permasalahan itu,
mulai memproduksi kompos. akhirnya Desa Adat Seminyak yang digerakan oleh
Demikian pula halnya pengelolaan sampah pengurus Bapedes (Badan Pembangunan Desa)
menjadi kompos di Desa Seminyak- Kuta. yang didukung warga desa, pihak LPD dan pihak
Pengelolaan sampah menjadi kompos di Desa ini pengelolan hotel dan bungalow/vila, restoran,dan
tergolong ralatif baru yaitu mulai akhir tahun 2007. Pemda Kabupaten Badung, memutuskan membuat
Munculnya ide pengolahan sampah organik menjadi jasa pelayanan pengakutan sampah dengan pick up
kompos berawal dari adanya bantuan dana CBD mini ukuran 3 m3 masuk ke gang-gang. Kemudian
(Cimmunity Base Development) pasca bom Oktober dalam waktu 3 bulan desa mampu menambah 1
2002 sebanyak Rp.200 juta untuk membantu armada truk, dan pada tahun 2006 desa mendapatkan
171
Jurnal Bumi Lestari, Volume 11 No. 1, Pebruari 2011, hlm. 167 - 177
172
I Nyoman Wardi : Pengelolaan Sampah Berbasis Sosial Budaya : Upaya Mengatasi Masalah .....
Teknologi pengolahan sampah yang berasal pelanggan umumnya dari pengusaha kebun
dari Jepang), yaitu proses fermentasi bunga yang ada di sekitar, beberapa dari petani
menggunakan kranjang plastik ( ukuran p 60 x untuk pupuk sawah. Menurut informasi dari
lb 40 Cm, tinggi 30 Cm dengan isian 5 kg) petugas di lapangan, selama ini, belum ada
dengan sistem tutup bagian atas dan ditumpuk pelanggan tetap yang membeli komposnya. Hal
dengan keranjang plastik lain, demikian ini dialami juga oleh depo yang ada di Desa
seterusnya. Selama proses fermentasi dilakukan Temesi, dan Sanur Kauh. Namun di depo Desa
yang memakan waktu sekitar 21 hari, sampah Seminyak, permintaan kompos oleh hotel belum
yang difermentasi tidak diaduk, tetapi setiap hari terpenuhi (masih kekurangan produksi
harus disiram. kompos);
d) Pembalikan dan Penyiraman
Setelah 10 hari, kotak fermentasi dibuka dan Selain swakelola sampah yang dilakukan oleh
sampah dikeluarkan dan ditampung/ditumpuk beberapa desa dan pemerintah kabuten, pemerintah
di luar dalam bentuk bujur sangkar. Tumpukan Provinsi Bali juga telah membuat IPST ( Instalasi
sampah yang sudah lapuk tersebut setiap Pengelolaan Sampah Terpadu ) untuk menghasilkan
minggu harus dibalik dengan tetap melakukan energi listrik dengan melibatkan 4 Kabupaten/Kota,
penyiraman dengan air secukupnya dan secara yaitu Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan atau
merata. dikenal SARBAGITA. Kegiatan tersebut dipusatkan
e) Pencacahan dan Pengayakan di TPA Suwung-Sanur yang termasuk wilayah
Setelah 3 minggu dibolak-balik, sampah yang Denpasar Timur.
sudah lapuk siap untuk dicacah dengan mesin
pencacah. Hasil sampah yang telah dicacah 3) Kendala Dalam Pengelolaan Sampah
didiamkan selama 3 4 hari agar kering dan Hambatan yang sering dihadapi oleh
mudah untuk diayak. Pengayakan akan masyarakat desa dalam pengelolaan sampah, yaitu
menghasilkan butiran-butiran kompos dan sisa seperti berikut.
ayakan (ampas) yang akan didaur lagi sebagai a) Masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk
stater dengan sampah baru yang siap untuk melakukan swakelola sampah dengan baik dan
difermentasi. aman; Hal ini dibuktikan dari banyaknya temuan
Kasus di Desa Sanur Kauh, pencacahan pembuangan sampah yang tidak pada
dilakukan 2 kali, yaitu sebelum dan setelah tempatnya ( ke sungai, laut, atau tempat terbuka
proses fermentasi. Hal ini dilakukan karena lainnya), masih banyak warga belum mau ikut
kebanyakan sampah organik (sisa upacara) yang dalam sistem pengelolaan sampah desa, serta
dihasilkan terdiri atas daun kelapa (janur/ belum banyak lembaga sosial atau lembaga adat
busung dan selepan/daun kelapa tua) yang yang menyisipkan masalah lingkungan
berserat, tebal dan dalam kondisi masih segar, khususnya pengelolaan sampah ke dalam
dan lapuknya agak lama. rumusan hukum adat (awig-awig atau
f) Packing (Pengantongan Kompos) perarem);
Proses selanjutnya yaitu hasil ayakan yang telah b) Sulitnya mendapatkan lahan untuk depo
menjadi butiran-butiran kompos kemudian pengelolaan sampah;
dimasukan ke dalam kantong plastik dan c) Sampah yang ditempatkan oleh warga di depan
kantong kampil., dengan satuan ukuran kantong rumah (TPS) tidak terpilah, Sisa bangunan
5 kg, 10 kg, 15 kg, dan 20 kg, yang siap untuk seperti beton, genteng, sampah hasil tebangan,
dijual; Harga kompos berkisar Rp1000/kg. dicampur aduk dengan sampah plastik, daun
Menurut informasi dari pengelola Depo Cemara dsb Selain itu, sampah yang ditempatkan di
(Desa Sanur Kaje), total waktu yang diperlukan pinggir-pinggir jalan atau depan rumah
dalam pengolahan sampah dari sejak awal penduduk atau ada di TPS sering diaduk-aduk
hingga menghasilkan kompos berkisar 40 hari. oleh para pemulung yang ingin mencari sampah
g) Pemasaran Hasil ( Kompos) anorganik yang yang mempunyai nilai ekonomi,
Menurut informasi dari petugas operasional sehingga kondisi sampah berserakan dan
lapangan ( informan: I Wayan Winata /18 sangat menggangu nilai estetik
November 2007), hasil pengolahan sampah (pemandangan) ;
dalam bentuk kompos dijual secara eceran . Para
173
Jurnal Bumi Lestari, Volume 11 No. 1, Pebruari 2011, hlm. 167 - 177
174
I Nyoman Wardi : Pengelolaan Sampah Berbasis Sosial Budaya : Upaya Mengatasi Masalah .....
kesakralan, (kesucian), nilai tabu, trimandala, budaya terkait dengan sekulerisasi budaya, dan
desa-kala-patra (tempat-waktu-ruang), dan tri hita sifat permisifisme warga lokal sebagai akibat dari
karana ( keseimbangan lingkungan transendental, desakan budaya asing yang mengutamakan
lingkungan sosial, dan lingkungan alam). rasionalisme, materialisme dan komersialisme
Upaya strategis yang perlu dilakukan dalam (komodifikasi budaya), hedonisme,
pembedayaan sosial dan budaya dalam pengelolaan individualisme, dan pragmatisme dalam bersikap
sampah di Bali, yaitu : dan berperilaku.
a) Mengaktualisasikan dan meningkatkan peranan d) Mengintensifkan kegiatan gotong royong
lembaga adat (desa adat/banjar) sebagai bersih lingkungan melalui lembaga sosial seperti
pengemban visi dan misi Tri Hita Karana, desa, banjar, kumpulan pemuda-pemudi (seke
khususnya dalam konteks pengelolaan sampah teruna-teruni), subak, dsb.
untuk mengatasi permasalahan lingkungan. e) Menggalakkan upaya 3 R (reduce, reuse dan
Kenyataan membuktikan, lembaga adat selama recycle) sampah di antara warga komunitas
ini masih lebih banyak berkutat pada aktivitas desa, dan para pelaku usaha.
ritual adat/agama, serta kurang memperhatikan f) Mengubah paradigma petani (krama subak)
isu-isu lingkungan aktual di sekitarnya. dalam penggunaan pupuk, agar tidak hanya
Pemberdayaan sosial dapat dalam bentuk tergantung pada pupuk anorganik, tetapi juga
penyuluhan dan latihan untuk meningkatkan mulai menggunakan pupuk organik/kompos
pengetahuan, kesadaran dan keterampilan dari yang dihasilkan dari pengolahan sampah
warga dan prajuru desa/banjar dalam (menuju pertanian organik);
pengelolaan sampah, penyisipan aturan g) Meningkatkan peran aktif para ibu rumah
lingkungan (pengelolaan sampah) dalam aturan tangga (PKK) dalam pengelolaan sampah rumah
adat (awig-awig desa) atau pararem di tingkat tangga (seperti di Desa Seminyak-Kuta Utara
banjar, penanganan sampah secara langsung Kab. Badung). Upaya pengelolaan sampah
dan melakukan kontrol sosial secara lebih menjadi kompos di tingkat rumah tangga mampu
intensif. mengurangi sampah ke TPS/TPA. Selain itu,
b) Mengubah paradigma budaya masyarakat Bali kompos yang dihasilkan dapat digunakan untuk
(cultural engineering), terutama yang berkebun di pekarangan rumah.
bermukim di sepanjang Daerah Aliran Sungai h) Megimplementasikan aturan pengelolaan
(DAS), yaitu dengan mengubah orientasi rumah lingkungan (sampah) secara efektif melalui
pemukiman dari ke jalan menjadi ke sungai, mekanisme reward (bagi yang berjasa) dan
sehingga menjadikan sungai sebagai halaman punishment (bagi yang melanggar);
depan rumah dan tidak dijadikan sebagai tempat i) Melanjutkan, mengembangkan dan
pembuangan sampah; Perubahan paradigma ini meningkatkan peran aktif LSM Lingkungan dan
sangat relevan dengan budaya Bali (Hindu) pemerintah (DKP/DKLH dan BAPEDAL) dalam
yang juga dikenal sebagai budaya atau agama memotivasi, memfasilitasi, berkordinasi dan
tirtha ( agama air suci). membantu pengadaan sarana dan prasarana
c) Aktualisasi nilai kesakralan budaya dan pengelolaan sampah untuk masyarakat desa
lingkungan (sumberdaya alam yang vital) dan (pengadaan lahan dan bangunan, wadah
kawasan/tempat suci yang bermanfaat untuk sampah, truk pengangkut sampah, mesin
menjaga dan memelihara kebersihan dan sifat pencacah sampah dengan segala
alamiah lingkungan. Hal ini dapat dilakukan perlengkapannya, pembelian kompos,dsb);
dengan zonasi kawasan kesucian, yaitu
menentukan batas-batas kawasan suci (sakral) 2) Manfaat Pengelolaan Sampah Berbasis Sosial
baik secara fisik di lapangan maupun ketentuan Budaya
dalam aturan yang disepakati bersama dalam Upaya pemberdayaan pengelolaan sampah
bentuk awig-awig (hukum adat) atau perarem dapat berhasil, jika masyarakat mendapatkan atau
yang jelas dan parameternya terukur. Zonasi merasakan manfaat atau kegunaan kegiatan tersebut
kawasan suci yang didukung keberadaan awig- yang dinikmatinya baik secara langsung maupun
awig atau perarem merupakan mekanisme yang tidak langsung. Manfaat pemberdayaan pengelolaan
sangat bermanfaat untuk mengantisipasi sampah berbasis sosial dan budaya di Bali, di
kecendrungan terjadinya degradasi nilai antaranya seperti berikut.
175
Jurnal Bumi Lestari, Volume 11 No. 1, Pebruari 2011, hlm. 167 - 177
a) Menampung tenaga kerja; Jumlah tenaga kerja g) Lingkungan bersih, sehat, aman dan asri
yang diperlukan untuk setiap depo pengelolaan (estetis), sehingga aktivitas sosial dan budaya
sampah sangat tergantung pada jumlah dapat berjalan nyaman dan lancar, serta
masyarakat yang dilayani, kualitas dan kuantitas kelangsungan hidup kepariwisataan untuk
sampah, kapasitas depo, dan faktor meningkatkan tarap hidup dan kesejahteraan
ketersediaan finansial. Umumnya untuk ukuran masyarakat di sekitarnya lebih terjamin. Hal ini
depo dengan luasan lahan 5 10 are, (melayani merupakan investasi nilai yang tidak terhitung
satu kelurahan yang ada di perkotan) jumlah harganya dan mempunyai makna yang sangat
tenaga kerja yang diperlukan berkisar 20 25 penting dalam kehidupan sosio-kultural dan
orang yang terdiri atas: kordinator/manajer, dalam kerangka pembangunan berkelanjutan;
petugas administrasi, wakil ketua (tenaga
operasional lapangan), sopir pengangkut 4. Simpulan dan Saran
sampah dan tenaga pembantu pengangkat
sampah, petugas pemilah dan pengolah 4.1 Simpulan
sampah, dan waker. 1) Sampah yang dikelola dengan baik oleh
b) Sebagai pekerjaan sambilan untuk mendapatkan masyarakat dapat memberikan keuntungan
penghasilan tambahan; Pada umumnya dalam bentuk kompos, keuntungan ekonomi
pengelolaan sampah yang terletak di desa, maka dalam bentuk pendapatan desa, menampung
penduduk di sekitarnya, selain bekerja sebagai tenaga kerja lokal untuk mengurangi
petani/peternak, atau ibu rumah tangga, mereka pengangguran, dan keuntungan sosial lainya
dapat berperan sebagai tenaga tidak tetap yang tidak ternilai harganya (external cost),
(tenaga lepas), seperti sebagai pemulung atau seperti kesehatan dan estetika, dan yang
pengangkut sampah dengan gerobak untuk bersangkutan dapat mengaktualisasikan diri
melayani pengambilan sampah pada gang-gang dalam kegiatan sosial budaya di desa.
kecil dengan penghasilan tertentu. Di samping Sebaliknya sampah yang tidak dikelola dengan
itu, para pemilah sampah di depo, selain baik dapat mengganggu estetika lingkungan
mendapatkan upah bulanan juga mendapatkan (bau dan pemandangan yang tidak sedap)
hasil tambahan dari residu, dalam bentuk sisa bahkan dapat menjadi sumber bencana
makanan untuk ternak babi/sapi, kayu bakar, penyakit bagi masyarakat sekitarnya, dan
dan barang-barang bekas lain (botol, kaleng, penceraman udara;
pecahan kaca (beling), kardus, potongan 2) Keberadaan dan prakarsa yayasan NGO (LSM)
logam,dsb.) yang mempunyai nilai ekonomi yang bekerja sama dengan lembaga pemerintah
untuk menambah penghasilan. dan pihak swasta, mempunyai peranan penting
c) Sebagai salah satu sumber pendapatan sebagai pembina untuk memberikan pencerahan
(retribusi) bagi lembaga desa/banjar; kepada masyarakat lokal melalui penyuluhan
d) Meningkatkan kesadaran dan partisipasi dan pelatihan keterampilan pengelolan sampah,
masyarakat dalam mengatasi masalah dan sebagai fasilitator dalam mencarikan
lingkungan sehingga dapat mengurangi bantuan, dan menjadi motivator dalam
pencemaran air, tanah dan udara (perlindungan pembentukan pengelolaan sampah berbasis
atmosfir) dan penyakit bawaan yang masyarakat. Selain itu, peran NGO (LSM)
ditimbulkan oleh sampah; sangat penting dalam mengubah persepsi dan
e) Secara sosio-kultural, para pekerja yang berasal perilaku masyarakat terhadap sampah yang
dari desa sekitar tetap dapat melakukan cendrung dinilai negatif (kotor dan menjijikan)
kewajiban sosial dalam bentuk kegiatan ritual menjadi positif (bernilai ekonomis dan estetis);
adat/agama yang di Bali dikenal dengan istilah 3) Model pengelolaan sampah yang berbasis
ngayah, sehingga tidak terisolasi dari integritas sosial dan budaya dapat dilakukan secara
komunitas desa adat/banjar); adaptif dengan memperhatikan aspek
f) Revitalisasi nilai budaya (kearifan budaya), yaitu karakteristik sosial dan budaya masyarakat,
budaya Bali selain berkontribusi pada produksi aspek ruang (lingkungan), volume dan jenis
sampah, juga berperan aktif dalam mengatasi sampah yang dihasilkan.
masalah lingkungan/sampah (budaya bersifat 4) Pola pengelolaan sampah berbasis sosail-
aktual dan fungsional); budaya sebaiknya dilakukan secara sinergis
176
I Nyoman Wardi : Pengelolaan Sampah Berbasis Sosial Budaya : Upaya Mengatasi Masalah .....
(terpadu) dari berbagai elemen (Desa, serta untuk pengadaaan /perekrutan tenaga
pemerintah, LSM, pengusaha /swasta, sekolah, pengelola sampah yang lebih memadai,
dan komponen lain yang terkait) dengan pengadaan lahan untuk depo, dan beaya untuk
menjadikan komunitas lokal sebagai objek dan mensubsidi pengelola sampah dalam bentuk
subjek pembangunan, khususnya dalam pembelian kompos;
pengelolaan sampah untuk menciptakan 4) Komunikasi dan kordinasi antarinstansi yang
lingkungan bersih, sehat, aman, asri, dan lestari. terkait dalam pengelolaan sampah perlu lebih
ditingkatkan dan diintensifkan untuk
4.2 Saran menghindari terjadinya tumpah tindih program
1) Perlu digalakan upaya melakukan pemilahan kegiatan di lapangan (masyarakat), seperti
sampah dari sumber ( organik dan anorganik) kordinasi antara Bapedalda dengan DKLH atau
dengan memberikan bantuan wadah DKP di tingkat Kota/Kabupaten, dan dengan
penampungan sampah secara memadai. Selain dinas pertanian dan perkebunan, demikian pula
itu, perlu dimotivasi pengelolaan sampah antara desa dinas dengan desa adat.
menjadi kompos pada masing-masing rumah 5) Perlu ditingkatkan kesadaran para pekerja
tangga, untuk mengurangi volume sampah ke pengelola sampah secara langsung mengenai
TPA dampak kesehatan bila tidak menggunakan
2) Menetapkan jadwal waktu penempatan/ peralatan pelindung. Selain itu, perlu dibuat
pembuangan dan pengambilan sampah di TPS jaminan kesehatan bagi karyawan yang terlibat
melalui kesepakatan bersama yang dituangkan dalam pengelolaan sampah, melalui pemeriksaan
dalam aturan adat (pararem) sehingga kondisi kesehatan secara rutin dan bantuan obat-
lingkungan tampak teratur dan ada saat-saat obatan yang diperlukan.
tanpa sampah sehingga tidak menganggu
aspek estetis (bau dan pemandangan tidak Ucapan Terima Kasih
sedap) Terima kasih atas bantuan dana dan kesempatan yang
3) Kebijakan anggaran pengelolaan sampah dalam diberikan oleh Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup
bentuk APBD perlu ditingkatkan untuk Regional Bali, NTT dan NTB kepada Pusat Penelitian
memperbanyak kotak-kotak sampah (rubbis fin), Lingkungan Hidup Universitas Udayana untuk
yaitu wadah untuk sampah organik dan sampah melakukan penelitian pengelolaan sampah
anorganik pada gang-gang yang sempit, untuk pemukiman berbasis sosial budaya.
memperbanyak armada pengangkutan sampah
Daftar Pustaka
Adimihardja, K., dan H. Hikmat. 2003. Participatory Research Appraisal : Pengabdian dan Pemberdayaan
Masyarakat. Penerbit Humaniora, Bandung.
Aswar, A. 1986. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Mutiara Sumber Widya, Jakarta.
Bapedal. 2010. UU No.32 Th. 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta.
Hannigan, J.A. 1995. Environmental Sociology: A Social Constructionist Perspective. Routledge, London
and New York;
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 1997. Agenda 21 Indonesia: Strategi Nasional Untuk
Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2008. Undang Undang Republik Indonesia No.18 Tahun 2008
tentang Pengelolan Sampah. Jakarta
Slamet, S. 1996. Kesehatan Lingkungan. Gadja Mada University Press, Yogyakarta.
177