You are on page 1of 11

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keberhasilan suatu bangsa tergantung pada keberhasilan pembangunan
manusianya. Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan lebih diarahkan
pada upaya menurunkan angka kematian bayi, balita, dan anak. Balita (anak
bawah lima tahun) merupakan salah satu periode penting dalam tahap tumbuh
kembang. Masa ini berlangsung cepat dan merupakan masa golden age dalam
tahap kehidupan manusia (Santrock, 2009). Pertumbuhan dan perkembangan
balita sangat mempengaruhi kehidupan anak pada periode selanjutnya. Tahap
tumbuh kembang balita masih tergantung pada orang tua dan harus dipenuhi
sesuai dengan kebutuhan anak. Evelin dan Djamaludin (2010) menyatakan
kebutuhan yang harus dipenuhi pada masa ini adalah kebutuhan gizi (asuh),
kebutuhan emosi dan kasih sayang (asih), dan kebutuhan stimulasi dini (asah).
Pemenuhan kebutuhan dalam proses tumbuh kembang diharapkan dapat
dipenuhi dengan optimal sehingga balita mampu beradaptasi dan lewati masa
ini dengan sukses. Balita dalam proses adaptasi dapat dengan mudah
mengalami kesakitan karena kekebalan tubuh yang belum sempurna.

Kekebalan tubuh pada manusia merupakan mekanisme pertahanan yang


terbentuk untuk mencegah masuk dan menyebarnya agen infeksi. Peningkatan
kekebalan tubuh dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi secara aktif
terhadap antigen, sehingga jika suatu hari terpajan dengan antigen serupa tidak
akan menimbulkan penyakit (Ranuh, dkk., 2008). Imunisasi merupakan usaha
memberikan kekebalan kepada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke
dalam tubuh agar tubuh bereaksi dan membentuk zat anti untuk mencegah
terhadap penyakit tertentu (Hidayat, 2008). Proverawati dan Andhini (2010),
menyatakan imunisasi bermanfaat untuk anak agar mencegah penyakit yang
dapat menyebabkan cacat serta kematian, sedangkan untuk keluarga dapat

1
2

mengurangi kecemasan dan mencegah biaya pengobatan yang tinggi bila anak
sakit. Lebih lanjut disampaikan bahwa bayi yang mendapatkan imunisasi
dasar lengkap akan terlindung dari beberapa penyakit berbahaya serta
mencegah penularan kepada lingkungan sekitar. Penyakit berbahaya yang
dapat dicegah dengan imunisasi yaitu tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus,
poliomielitis, campak, dan hepatitis (Cahyono, 2010). Penyakit tersebut dapat
dicegah dengan pemberian imunisasi, salah satu imunisasi untuk mencegah
penyakit difteri, pertusis, tetanus, dan hepatitis adalah imunisasi DPT-HB.
Imunisasi DPT-HB diberikan sebanyak tiga kali dalam rentang waktu tertentu
untuk memberikan kekebalan dan anak dapat tumbuh sehat.

Kesehatan anak di dunia, khususnya di negara berkembang masih tergolong


rendah, di mana 11 juta anak di bawah 5 tahun meninggal setiap tahun, 4 juta
anak berusia di bawah 1 bulan, jutaan lainnya hidup dengan gangguan
kesehatan akibat polio, diare, cacat bawaan, dan perkembangan lambat
berjalan dan bicara (Partiwi, 2009 dalam Ismet, 2014). Kematian anak pada
umumnya dipicu oleh faktor yang dapat dicegah seperti kurang gizi dan
infeksi. Majalah Farmacia edisi September 2012 dalam Ismet, 2014
menyatakan kematian balita sebesar 1,4 juta jiwa per tahun, antara lain
disebabkan oleh batuk rejan 294.000 (20%), tetanus 198.000 (14%), dan
campak 540.000 (38%). WHO (2013) mengemukakan bahwa bahwa angka
kematian balita akibat infeksi dapat dicegah dengan pemberian imunisasi.
Indonesia termasuk dalam 10 negara dengan cakupan angka tinggi anak tidak
diimuniasi, yaitu sekitar 1,3 juta anak.

Cakupan imunisasi lengkap didapatkan anak pada usia 0-11 bulan, yaitu satu
kali imunisasi HB-0, satu kali BCG, tiga kali DPT-HB, empat kali polio, dan
satu kali imunisasi campak. Data Profil Kesehatan Indonesia (2015)
melaporkan cakupan imunisasi DPT-HB1 cenderung rendah yaitu 2.136.780
jiwa (45%) dan DPT-HB3 sebanyak 2.317.059 jiwa (49,7%). Kalimantan
Tengah menempati urutan ke 21 dari 33 provinsi dengan cakupan imunisasi
3

DPT-HB1 36.384 jiwa (80,2%) dan DPT-HB3 sebanyak 34.634 jiwa (76,4%)
(Data Profil Kesehatan Indonesia, 2015).

Data Puskesmas Tampang Tumbang Anjir Kabupaten Gunung Mas


melaporkan cakupan imunisasi pada tahun 2014, yaitu DPT-HB1 sebanyak
126,5%, DPT-HB2 sebanyak 109,2%, dan DPT-HB3 sebanyak 118,6%.
Cakupan imunisasi pada tahun 2015 DPT-HB1 sebanyak 129,2%, DPT-HB2
sebanyak 109,2%, dan DPT-HB3 sebanyak 106%. Berdasarkan data cakupan
imunisasi DPT-HB tahun 2014 dan 2015 dengan tingkat pencapaian UCI
(Universal Coverage Imunization) imunisasi DPT-HB mengalami peningkatan
dan melebihi target yang ditetapkan sebesar 80%. Hal tersebut menunjukkan
keberhasilan dalam cakupan imunisasi DPT-HB pada tahun 2014 dan 2015.
Sedangkan pada tahun 2016 dari perhitungan 1 semester yaitu dari bulan
Januari-Juni, cakupan imunisasi DPT-HB1 sebanyak 67% (109 orang), DPT-
HB2 sebanyak 63% (103 orang), dan DPT-HB3 sebanyak 59% (97 orang).
Hasil cakupan imunisasi tersebut belum dapat disimpulkan untuk pencapaian
target UCI karena jumlah balita yang diimunisasi DPT-HB belum memenuhi
jumlah cakupan sampai akhir tahun yaitu bulan Desember 2016. Cakupan
imunisasi lengkap DPT-HB di wilayah kerja Puskesmas Tampang Tumbang
Anjir Kabupaten Gunung Mas dari bulan Januari September 2016, yaitu di
Kelurahan Tampang Tumbang Anjir pencapaian sebesar 60% (51 imunisasi
lengkap dari 85 sasaran tahunan); Desa Petak Bahandang pencapaian sebesar
19% (19 imunisasi lengkap dari 26 sasaran tahunan); Desa Tanjung Riu
pencapaian sebesar 40% (4 imunisasi lengkap dari 10 sasaran tahunan); dan
Desa Teluk Nyatu pencapaian sebesar 39,02% (16 imunisasi lengkap dari 41
sasaran tahunan). Maka rata-rata pencapaian cakupan imunisasi DPT-HB di
wilayah kerja Puskesmas Tumbang Anjir Kabupaten Gunung Mas dari bulan
Januari-September 2016 yaitu sebesar 55,56% (90 imunisasi lengkap dari 164
sasaran tahunan).
4

Berdasarkan data di atas, khususnya melalui data pada tahun 2014 dan 2015
dapat diketahui bahwa tingkat pencapaian imunisasi DPT-HB di Puskesmas
Tampang Tumbang Anjir Kabupaten Gunung Mas berdasarkan UCI
(Universal Coverage Imunization) mengalami peningkatan dan melebihi target
yang ditetapkan sebesar 80%, hal ini menunjukkan program cakupan
imunisasi DPT-HB memperoleh keberhasilan. Namun tingkat keberhasilan
tersebut belum diketahui secara pasti ditentukan oleh siapa, terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi seperti adanya keterlibatan dan kerja sama antara
orang tua balita, petugas kesehatan, dan kader posyandu dalam pemberian
imunisasi DPT-HB agar tepat waktu dan lengkap. Kegiatan imunisasi secara
umum sering dilakukan di Posyandu dan dikoordinir oleh Kader Posyandu
dalam kegiatan. Petugas kesehatan sebagai tim yang melakukan imunisasi,
sedangkan orang tua balita yang mendapat informasi tentang kegiatan
imunisasi akan membawa balita ke Posyandu. Maka peran aktif dari kader
posyandu juga sangat menentukan keberhasilan pencapaian cakupan imunisasi
di posyandu.

Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber daya


Masyarakat (UKBM) yang dikelola dari, oleh, untuk, dan bersama
masyarakat, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan
kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar. Posyandu
yang tersebar di Indonesia sebanyak 266.827 posyandu balita (Kementerian
Kesehatan RI, 2011). Data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah pada
tahun 2014 melaporkan jumlah posyandu tercatat sebanyak 2210 posyandu
dan yang masih aktif sebanyak 2202 posyandu dengan strata pratama
sebanyak 995 (45,02%), strata madya sebanyak 936 (42,35%), strata purnama
sebanyak 217 (9,82%), dan strata mandiri sebanyak 62 (2,81%). Sedangkan
data dari Dinas Kesehatan Gunung Mas tahun 2014 melaporkan terdapat
sebanyak 137 posyandu balita, dan meningkat pada tahun 2015 menjadi
sebanyak 140 posyandu aktif, dengan klasifikasi posyandu pratama sebanyak
49 posyandu, madya sebanyak 86 posyandu, dan purnama sebanyak 5
5

posyandu. Puskesmas Tampang Tumbang Anjir Kabupaten Gunung Mas


memiliki 7 posyandu yang dibina di mana tersebar di empat desa, yaitu di
Kelurahan Tampang Tumbang Anjir terdapat posyandu Kasih Ibu, Mekar,
Manggis, Melati II; desa Tanjung Riu terdapat melati I; Desa Teluk Nyatu
terdapat posyandu Melati III; dan Desa Petak Bahandang terdapat posyandu
Mawar. Posyandu perlu mendapat perhatian dari semua lapisan masyarakat
dan upaya untuk menjalankan peran dan fungsi posyandu.

Upaya peningkatan peran dan fungsi posyandu bukan semata-mata tanggung


jawab pemerintah saja, namun semua komponen yang ada di masyarakat
termasuk kader. Peran kader dalam penyelenggaraan posyandu sangat besar
karena selain sebagai pemberi informasi kesehatan kepada masyarakat juga
sebagai penggerak masyarakat untuk datang ke posyandu dan melaksanakan
perilaku hidup bersih dan sehat (Depkes RI, 2012). Kualitas posyandu perlu
ditingkatkan sehingga mampu menjangkau semua lapisan masyarakat, maka
peningkatan kualitas layanan kader posyandu menjadi tonggak penting yang
harus diperhatikan. Kader posyandu disertai dengan peningkatan pengetahuan
dan pemahaman, diharapkan mengetahui proses tata laksana posyandu yang
efektif (Iswarawanti, 2010).

Posyandu dijalankan oleh kader-kader posyandu. Kader posyandu merupakan


tenaga sukarela dipilih dari masyarakat untuk membantu mengembangkan
kesehatan masyarakat dengan menjalankan kegiatan di posyandu yang di
antaranya meningkatkan cakupan imunisasi (Sulistyorini, dkk, 2010). Kader
adalah anggota masyarakat setempat yang dengan sukarela terlibat dalam
kegiatan kesehatan. Masyarakat harus menyadari keberadaan kader posyandu
yang membantu dalam meningkatkan derajat hidup masyarakat khususnya di
wilayah setempat. Peran kader dalam memotivasi ibu-ibu yang memiliki balita
untuk membawa anaknya ke posyandu memberikan kontribusi yang besar
dalam upaya kesejahteraan dan keberhasilan pembangunan di Indonesia.
Langkah kongkrit peran kader adalah mengadakan kegiatan posyandu setiap
bulan pada tanggal yang sama sehingga pada kegiatan posyandu kader
6

memudahkan ibu untuk menggingat tanggal tersebut. Adapun tugas yang


dilakukan oleh kader posyandu saat kegiatan posyandu berlangsung seperti
pendaftaran, penimbangan, pencatatan, penyuluhan, dan pemberian makanan
tambahan serta pelayanan yang dapat dilakukan oleh kader (Kementerian
Kesehatan RI, 2009 dalam Israwanti, 2010).

Kegiatan kader yang dilakukan di dalam posyandu adalah mempersiapkan


alat-alat seperti timbangan, memotivasi masyarakat yaitu dengan cara
memberitahu ibu-ibu untuk datang ke posyandu, menghubungi pokja
(kelompok kerja) posyandu, yaitu menyampaikan rencana kegiatan-kegiatan
pada kantor desa, menentukan pembagian tugas di antara kader posyandu baik
untuk persiapan maupun untuk pelaksanaan kegiatan. Kegiatan kader di luar
posyandu yaitu melaksanakan kunjungan rumah, menggerakan masyarakat
untuk menghadiri dan ikut serta dalam kegiatan. Peran kader dalam
meningkatkan cakupan imunisasi di antaranya memberikan penyuluhan dan
memberikan informasi yang bertujuan agar ibu-ibu balita dapat mengetahui
tentang imunisasi dan sadar akan pentingnya imunisasi tersebut. Hal ini akan
menambah kemauan ibu-ibu membawa anaknya untuk diimunisasi sehingga
bayi dan anak-anak dapat tercegah dari penyakit berbahaya dan mematikan.
Pencegahan tersebut akan berdampak positif pada penurunan jumlah angka
kematian bayi dan anak-anak, dan bisa meningkatkan jumlah cakupan
imunisasi sesuai target yang telah ditetapkan. Peran kader posyandu
merupakan salah satu indikator kegagalan atau keberhasilan cakupan
imunisasi (Susanti dan Handoko, 2013).

Kader di Indonesia ada lebih dari 1 juta dari sekitar 266.827 posyandu balita
yang tersebar di seluruh wilayah, artinya terdapat sekitar 3-4 orang kader per
posyandu (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Data Dinas Kesehatan
Kabupaten Gunung Mas melaporkan terdapat sebanyak 717 kader dan yang
terlatih sebanyak 317 kader. Puskesmas Tampang Tumbang Anjir Kabupaten
Gunung Mas memiliki 35 kader yang melakukan kegiatan posyandu dari 7
posyandu yang ada. Keberhasilan cakupan imunasisasi pada tahun 2015
7

mencapai target UCI melibihi 80%, akan tetapi bertolak belakang dengan hasil
observasi dan wawancara yang dilakukan penulis pada masyarakat khususnya
ibu balita sebanyak 10 orang di Puskesmas Tampang Tumbang Anjir
Kabupaten Gunung Mas tentang peran kader posyandu dalam pelaksanaan
kegiatan posyandu. Dapat diketahui bahwa sebagian ibu balita yaitu sebanyak
6 orang (60%) mengeluhkan bahwa kader masih kurang optimal dalam
memberikan informasi kepada ibu balita tentang manfaat imunisasi terutama
pada ibu balita yang tidak hadir dalam pelaksanaan posyandu. Oleh karena itu
dirasakan perlu untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara peran
kader posyandu balita terhadap pemberian imunisasi DPT-HB di Puskesmas
Tampang Tumbang Anjir Kabupaten Gunung Mas.

1.2 Perumusan Masalah


Keberhasilan pembangunan kesehatan diarahkan pada upaya menurunkan
angka kematian balita. Balita merupakan masa penting pertumbuhan dan
perkembangan manusia atau sering disebut golden age karena dapat
mempengaruhi kehidupan pada periode selanjutnya. Pemenuhan tahap tumbuh
kembang diharapkan dapat diberikan secara optimal karena balita masih dalam
masa adaptasi sehingga mudah mengalami kesakitan. Kesakitan yang dialami
karena balita masih belum memiliki mekanisme pertahanan tubuh yang
sempurna untuk mencegah masuknya agen infeksi. Agen infeksi dapat dicegah
dengan meningkatkan kekebalan tubuh dengan upaya pemberian imunisasi.
Imunisasi dilakukan dengan cara memberikan kekebalan kepada bayi dengan
memasukkan vaksin agar tubuh bereaksi dan membentuk zat anti untuk
mencegah penyakit tertentu. Penyakit difteri, pertusis, tetanus, dan hepatitis
jika tidak ditangani sejak awal dapat menyebabkan kecacatan bahkan
kematian. Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan memberikan
imunisasi DPT-HB.

Imunisasi DPT-HB diberikan pada anak usia kurang dari satu tahun dengan
periode waktu tertentu. Imunisasi dapat diperoleh di posyandu di mana
merupakan salah satu upaya kesehatan yang bersumber masyarakat. Kesehatan
8

bersumber masyarakat ini dikelola sendiri oleh masyarakat dengan melibatkan


semua pihak terkait, khususnya petugas kesehatan. Pelaksanaan kegiatan
posyandu dilakukan oleh kader kesehatan dan merupakan tenaga sukarela
dipilih dari masyarakat. Kader kesehatan melakukan koordinasi dengan tenaga
kesehatan untuk membantu masyarakat yang memiliki balita untuk
mendapatkan imunisasi DPT-HB di posyandu. Peran kader posyandu menjadi
salah satu indikator kegagalan atau keberhasilan cakupan imunisasi. Maka dari
itu penting untuk mengetahui adakah hubungan antara peran kader posyandu
balita dengan pemberian imunisasi DPT-HB di Puskesmas Tampang Tumbang
Anjir Kabupaten Gunung Mas Provinsi Kalimantan Tengah?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara peran kader
posyandu balita dengan pemberian imunisasi DPT-HB di Puskesmas
Tampang Tumbang Anjir Kabupaten Gunung Mas Provinsi Kalimantan
Tengah.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Mengidentifikasi peran kader posyandu balita di wilayah kerja
Puskesmas Tampang Tumbang Anjir Kabupaten Gunung Mas Provinsi
Kalimantan Tengah;
b. Mengidentifikasi pemberian imunisasi DPT-HB di Puskesmas Tampang
Tumbang Anjir Kabupaten Gunung Mas Provinsi Kalimantan Tengah;
c. Menganalisis hubungan antara peran serta kader posyandu balita dengan
pemberian imunisasi DPT-HB di Puskesmas Tampang Tumbang Anjir
Kabupaten Gunung Mas Provinsi Kalimantan Tengah.
9

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi balita dan Keluarga
Memperoleh pelayanan kesehatan dasar, mendapatkan informasi kesehatan
yang mendukung perilaku sehat, imunisasi lengkap, sehat gizi, sehingga:
a. Balita memperoleh imunisasi DPT-HB lengkap sehingga balita terhindar
dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi;
b. Ibu menimbang balita setiap bulan sehingga terpantau pertumbuhannya;
c. Mendukung perilaku hidup bersih dan sehat; dan
d. Ibu balita memperoleh bantuan dalam pemecahan masalah kesehatan.

1.4.2 Bagi Puskesmas


Sebagai bahan masukan bagi petugas puskesmas dan kader kesehatan dalam
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada balita dalam pemberian
imunisasi DPT-HB.

1.4.3 Manfaat bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan


Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan sumber
data bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian berikutnya yang terkait
dengan program hubungan antara peran kader posyandu balita dengan
pemberian imunisasi DPT-HB.

1.5 Penelitian Terkait


1.5.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Kader Posyandu Dalam
Kegiatan Imunisasi Dasar Lengkap di Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan
Rasimah Ahmad Tahun 2015 (Andriani dan Puadi, 2016).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ability
(pengetahuan), clarity (pemahaman), help (dukungan organisasi), incentive
(motivasi) dan evaluation (pembinaan) kader terhadap kinerja kader
posyandu di wilayah kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Tahun
2015. Jenis penelitian ini yaitu kuantitatif yang bersifat analitik dengan
desain cross sectional. Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas
Perkotaan Rasimah Ahmad pada tanggal 8 Juni sampai 21 Juni 2015.
10

Populasi dalam penelitian ini seluruh kader posyandu balita yang ada di
wilayah kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Tahun 2015, yaitu
sebanyak: 115 orang, pengambilan sampel yaitu menggunakan teknik total
sampling, tapi pada saat penelitian, peneliti menggunakan kriteria inklusi
dan eksklusi, jadi jumlah sampel yang didapat adalah 85 orang.Instrumen
dalam penelitian ini yaitu menggunakan kuesioner. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh ability (pengetahuan) dan
evaluation (pembinaan) kader terhadap kinerja kader posyandu di wilayah
kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad. Sedangkan clarity
(pemahaman) , help (dukungan organisasi), incentive (motivasi), kader
berpengaruh terhadap kinerja kader posyandu di wilayah kerja Puskesmas
Perkotaan Rasimah Ahmad.

1.5.2 Hubungan Peran Kader Posyandu Dengan Upaya Peningkatan Cakupan


Imunisasi Campak di Puskesmas Buladu Kecamatan Kota Barat Kota
Gorontalo. (Jusuf, Paramata, dan Aswad, 2015).
Setiap kader posyandu memiliki peran hal dalam pelaksanaan posyandu.
Semakin baik peran kader maka semakin baik pula cakupan imunisasi
campak dikarenakan peran kader posyandu sangat penting terhadap
pelaksanaan posyandu dan juga memotivasi ibu balita untuk membawa
balita ke posyandu untuk mendapatkan imunisasi. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui hubungan peran kader posyandu dengan upaya
peningkatan cakupan imunisasi campak di Puskesmas Buladu Kecamatan
Kota Barat Kota Gorontalo Tahun 2015. Desain penelitian ini menggunakan
jenis penelitian Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah
sebanyak 31 responden dengan menggunakan teknik sampling Accidental
Sampling, maka didapatkan jumlah sampel sebanyak 31 responden. Hasil
analisis univariat didapatkan peran kader posyandu yang aktif sebanyak 24
responden (77.4%) dan cakupan imunisasi campak yang disuntik sebanyak
23 balita (74.2%) dan hasil analisis bivariat menggunakan Chi-Square
didapatkan nilai p value =0.031 (<=0.05). kesimpulannya terdapat
11

hubungan yang bermakna antara peran kader posyandu dengan upaya


peningkatan cakupan imunisasi campak di Puskesmas Buladu Kecamatan
Kota Barat Kota Gorontalo Tahun 2015. Disarankan agar kader posyandu
yang ada di Puskesmas Buladu agar dapat memotivasi ibu balita untuk
membawa balita ke posyandu.

1.5.3 Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi DPT-HB di Puskesmas


Alalak Selatan Banjarmasin (Sari, 2013).
Semakin menurunnya minat ibu setiap bulannya dalam memberikan
imunisasi DPT-HB pada bayi, hal ini dipengaruhi oleh suatu tanggapan yang
salah mengenai imunisasi DPT-HB tersebut. Sehingga berakibat
meningkatnya angka kematian bayi yang disebabkan berbagai macam
penyakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT-HB di Puskesmas Alalak Selatan
Banjarmasin. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan
teknik pengambilan sampel dilakukan secara accidental sampling dengan
instrument penelitian berupa kuesioner yang dibagikan langsung pada ibu
yang mengimunisasi bayinya di Puskesmas Alalak Selatan. Hasil penelitian
yang dilakukan terhadap 78 responden di Puskesmas Alalak Selatan
Banjarmasin pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT-HB didapatkan
sebagian besar responden mempunyai pengetahuan cukup 51 orang (65,39).

You might also like