You are on page 1of 54

i

IDENTIFIKASI BAHAN PEWARNA DENGAN REAKSI WARNA

DOSEN PENGAJAR :

DEWI SARI MULIA, M.Si., Apt

SUSI NOVARYATIIN, M.Si

MUHAMMAD RIZKI F.P, M.Si., Apt

ASISTEN DOSEN :

SUNARDI, Amd.Farm

GABRILE NATASIA, Amd.Farm

EMIE MAHDALENA, Amd.Farm

DISUSUN OLEH :

KHAIRIANNUR (15.71.016745) NIDYA (15.71.016329)

RANI DWI A. (15.71.016325) MIRNAWATI (15.71.016332)

NOVITA SARI (15.71.016923)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI D-III FARMASI
2017
ii

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan Laporan mata kuliah Analisis Bahan Tambahan Pangan &
Kosmetik dengan Judul Identifikasi Bahan Pewarna Dengan Reaksi Warna.
Laporan ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan Laporan ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan Laporan ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki Laporan ini.
Akhir kata kami berharap semoga laporan bermanfaat untuk masyarakat
dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Palangkaraya, Oktober 2017

Penulis
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ...................................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah .............................................................................. 5

C. Batasan Masalah.................................................................................... 6

D. Rumusan Masalah ................................................................................. 6

E. Tujuan Percobaan .................................................................................. 6

F. Manfaat Percobaan ................................................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 7

A. Makanan ................................................................................................ 7

B. Kerupuk ................................................................................................. 8

C. Bahan Tambahan Pangan .................................................................... 10

D. Pewarna ............................................................................................... 15

E. Rhodamin B ........................................................................................ 21

F. Methanil yellow .................................................................................. 23

G. Identifikasi Pewarna ............................................................................ 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 25

A. Waktu dan Tempat Percobaan ............................................................ 25

B. Metode Percobaan ............................................................................... 25

C. Instrumen Pecobaan ............................................................................ 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 28

A. Hasil Pengamatan ................................................................................ 28

B. Pembahasan ......................................................................................... 33
iv

BAB V PENUTUP ................................................................................................ 47

A. Kesimpulan ......................................................................................... 47

B. Saran .................................................................................................... 47

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara umum kesehatan merupakan hal yang paling utama yang sangat
diperlukan dalam diri setiap orang. Karena kesehatan merupakan faktor utama
penentu kelangsungan hidup kita. Tanpa adanya kesehatan, seluruh aktivitas
yang akan kita lakukan tidak akan berjalan dengan lancar. Kesehatan menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 adalah keadaan
sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Kesehatan sangat berhubungan dengan makanan. Makanan sangat
mempengaruhi kesehatan seseorang. Manusia membutuhkan makanan sebagai
sumber tenaga untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu,
makanan yang dikonsumsi haruslah bergizi, aman, sehat, dan tidak
menimbulkan gangguan kesehatan serta layak untuk dikonsumsi.
Makanan merupakan salah satu kebutuhan primer dari kehidupan
manusia. Tanpa adanya makanan, manusia tidak mungkin bertahan hidup.
Pada zaman primitif, manusia memakan sesuatu yang memang bisa dimakan
dan hanya diolah dengan sangat sederhana, namun karena kemajuan zaman,
manusia mendapat hasrat untuk mendapat cita rasa yang lebih dari makanan
yang disantapnya. Karena itulah, dalam pengolahan makanan, manusia
melakukan banyak inovasi, seperti menemukan bumbu, bahan makanan yang
baru, maupun cara pengolahannya.
Dalam pengelolaan makanan selalu diusahakan untuk menghasilkan
produk makanan yang disukai dan berkualitas baik. Makanan yang tersaji
harus tersedia dalam bentuk dan aroma yang lebih menarik, rasa enak, warna
dan konsistensinya baik serta awet, untuk mendapatkan makanan seperti yang
diinginkan maka sering pada proses pembuatanya dilakukan penambahan
Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang disebut zat aditif kimia (Widyaningsih
dan Murtini, 2006). BTP pada umumnya merupakan bahan kimia yang telah
diteliti dan diuji sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang ada. BTP yang
2

sering ditambahkan kedalam makanan antara lain bahan pewarna, pengawet,


penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental, pemanis dan sebagainya.
Penambahan bahan tambahan pangan ke dalam produk sering
dilakukan oleh produsen guna menghemat biaya produksi, mengawetkan
makanan, membentuk makanan menjadi lebih baik dan menarik perhatian
konsumen. Bahan Tambahan Pangan adalah senyawa (atau campuran berbagai
senyawa) yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dan minuman dalam
proses pengolahan, pengemasan dan penyimpanan dan bukan merupakan
bahan (Ingredient) utama. Bahan Tambahan Pangan tersebut dapat berupa
pengawet, pewarna, pemanis, penyedap, antioksidan, antikempal, dan
pengemulsi (Purba, 2009).
Salah satu jenis BTP yang sering ditambahkan ke dalam makanan agar
makanan terlihat lebih menarik adalah pewarna. Warna merupakan salah satu
sifat yang sangat penting dari makanan, disamping juga nilai gizi, cita rasa,
atau tekstur yang baik. Oleh karena itu, warna menimbulkan banyak pengaruh
terhadap konsumen dalam memilih suatu produk makanan. Penambahan zat
pewarna pada minuman dan makanan bertujuan untuk memberi kesan menarik
bagi konsumen.
Bahan pewarna merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang
digunakan pada produk olahan makanan dan minuman untuk memberikan
warna yang menarik pada produk. Pewarna terbagi menjadi dua jenis yaitu
pewarna alami dan pewarna sintetis. Pewarna alami adalah bahan pewarna
yang dapat diperoleh di alam. Misalnya warna hijau dari daun suji, warna
kuning dari kunyit dan lain sebagainya. Pewarna sintetis adalah pewarna yang
dibuat oleh manusia dari campuran bahan-bahan kimia. Karakteristik dari zat
pewarna sintetis adalah warnanya lebih cerah, lebih homogen dan memiliki
variasi warna yang lebih banyak bila dibandingkan dengan zat pewarna alami.
Zat warna sintetis mempunyai banyak kelebihan bila dibandingkan dengan zat
warna alami antara lain keanekaragaman warna, kestabilan warna, lebih
mudah disimpan dan lebih tahan lama Bahan pewarna sintetik menjadi pilihan
utama bagi sektor industri karena memiliki banyak kelebihan antara lain
harganya relatif murah, mempunyai kekuatan mewarnai lebih kuat, warnanya
3

beragam, stabil, mudah disimpan, praktis dan tahan lama (Winarno et al,
2004). Meskipun begitu, penggunaan bahan pewarna alam lebih aman
daripada pewarna sintetik.
Pewarna sintetis ada yang boleh ditambahkan ke dalam makanan dan
ada juga yang tidak boleh. Alasan tidak diperbolehkannya beberapa pewarna
sintesis ditambahkan ke dalam makanan adalah dilihat dari keamanan dalam
mengkonsumsi zat pewarna tersebut. Ponceau 4R, Carmoisin, Briliant Blue,
Tartrazin, atau Allura Red merupakan pewarna sintetis yang masih
diperbolehkan penggunaannya dan ada pula zat warna sintesis yang tidak
boleh ditambahkan ke dalam makanan karena dapat membahayakan tubuh
manusia adalah rhodamin B dan methanil yellow.
Pemakaian pewarna sintetis selain memiliki dampak positif bagi
produsen serta konsumen, dapat pula menimbulkan dampak negatif terutama
bagi konsumen. Apabila dibandingkan dengan pewarna alami, pewarna
sintetis lebih memiliki dampak negatif bagi kesehatan. Hal ini dikarenakan
zat-zat sintetis jika pemakaian yang terus menerus dan dalam jangka waktu
yang lama, akan mempengaruhi organ di dalam tubuh. Penggunaan bahan
pewarna baik pewarna buatan yang diperbolehkan maupun yang dilarang
dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Pewarna yang dilarang dapat
meracuni ginjal dan mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker
karena umumnya pewarna yang dipakai merupakan pewarna tekstil (Irianto
dan Waluyo, 2007).
Rhodamin B merupakan bahan yang biasa dipakai oleh industri tekstil
sehingga memiliki sifat toksik dan karsinogenik jika masuk ke dalam tubuh
manusia. Tetapi sekarang ini banyak produsen nakal yang menambahkan
rhodamin B ke dalam makanan yang diproduksinya dengan tujuan untuk
memperoleh dan meperbaiki warna merah yang berkurang akibat penambahan
bahan lain. Rhodamin B sangat berbahaya jika masuk ke dalam tubuh manusia
baik dengan crara terhirup, tertelan atau terserap oleh kulit. Penggunaan
rhodamin B dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan, dalam
konsentrasi tinggi rhodamin B dapat menyababkan kerusakan hati.
4

Methanil yellow merupakan bubuk yang berwarna kuning kecoklatan


yang biasa digunakan dalam produk tekstil, kayu dan cat tembok. Pewarna ini
sering disalahgunakan untuk memberikan warna kuning pada makanan
padahal zat pewarna ini dilarang penggunaannya dalam makanan. Bahaya
utama terhadap kesehatan akibat paparan metanil yellow dalam waktu lama
dapat menyebabkan kanker pada saluran kemih dan kandung kemih. Gejala
akut bila terpapar metanil yellow yaitu iritasi pada kulit, gangguan
penglihatan. Jika terhirup akan menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan,
dalam jumlah banyak bisa menimbulkan kerusakan jaringan dan peradangan
pada ginjal.
Menurut penelitian Badan Pengawas Obat dan Makanan dari dari
Februari 2001 sampai dengan Mei 2003, terdapat 49% jajanan yang
mengandung rhodamin B, boraks 11% dan formalin 33% dari 315 sampel
jajanan yang diteliti dari seluruh Indonesia. Selanjutnya pada tahun 2004
ditemukan 147 jajanan yang mengandung pewarna berbahaya dari 38 sampel
jajanan yang mengandung boraks dari 521 sampel jajanan anak sekolah yang
tidak memenuhi syarat. Pada tahun 2005, terdapat 344 jajanan yang tidak
memenuhi syarat dan 90 diantaranya mengandung pewarna yang dilarang.
Hasil penelitian di Yogyakarta juga menemukan sebanyak 10% jajanan yang
tidak memenuhi syarat dari 620 sampel jajanan yang didapatkan dari 128
Sekolah Dasar. Diantara produk jajanan tersebut 4% mengandung rhodamin B
dan 1% mengandung methanil yellow.
Kerupuk adalah makanan yang sangat popular di Indonesia.
Masyarakat Indonesia sering mengkonsumsi kerupuk sebagai cemilan dan
juga sebagai lauk makan. Kerupuk memiliki rasa yang gurih. Kerupuk
biasanya dibuat dengan berbahan dasar tepung, ada juga yang ditambahkan
dengan daging ikan, udang, kedelai dan lain-lainnya dengan variasi bentuk
tergantung pada kreativitas pembuatanya. Selain itu, biasanya kerupuk juga
sering ditambahkan dengan bahan tambahan seperti pewarna agar lebih
menarik dan menambah selera makanan tersebut. Untuk menghasilkan
kerupuk dengan warna yang cerah dan tahan lama terkandang produsen dapat
menambahkan pewarna sintetis berbahaya seperti rhodamin B dan methanil
5

yellow ke dalam produksinya. Hal ini bertujuan agar mengurangi biaya


produksi sehingga menghasilkan keuntungan yang lebih banyak. Untuk
mengetahui adanya rhodamin B dan methanil yellow dalam makanan dapat
dilakukan dengan uji reaksi warna dengan menggunakan reagen NH4OH 10%,
HCl pekat, H2SO4 pekat dan NaOH 10%.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan percobaan tentang
adanya kandungan pewarna rhodamin B dan methanil yellow dalam kerupuk
dengan uji reaksi warna dengan menggunakan reagen NH4OH 10%, HCl
pekat, H2SO4 pekat dan NaOH 10 %.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat
diidentifikasi penelitian masalanya, yaitu :
1. Makanan merupakan salah satu kebutuhan primer dari kehidupan manusia.
2. Bahan Tambahan Pangan adalah senyawa atau campuran senyawa yang
sengaja ditambahkan ke dalam makanan dan bukan merupakan bahan
utama.
3. Bahan pewarna merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang
digunakan pada produk olahan makanan dan minuman untuk memberikan
warna yang menarik pada produk.
4. Bahan pewarna yang digunakan pada produk olahan makanan dapat
berupa pewarna alami dan sintetis.
5. Rhodamin B merupakan bahan yang biasa dipakai oleh industri tekstil
tetapi sering disalahgunakan sebagai bahan tambahan pangan yang
memberikan warna merah.
6. Methanil yellow merupakan bubuk yang berwarna kuning kecoklatan yang
biasa digunakan dalam produk tekstil, kayu dan cat tembok dan sering
disalahgunakan untuk memberikan warna kuning pada makanan.
7. Bahaya pewarna sintetis yang dilarang dapat mengakibatkan gangguan
fungsi ginjal, hati, dan kanker.
8. Untuk mengidentifikasi adanya kandungan rhodamin B dan methanil
yellow dalam makanan dapat dilakukan dengan uji reaksi warna.
6

C. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini yaitu :
1. Sampel yang digunakan dalam identifikasi rhodamin B adalah Sosis.
2. Sampel yang digunakan dalam identifikasi methanil yellow adalah Biskuit
Gula.
3. Uji reaksi warna dilakukan dengan menambahkan reagen NH4OH 10%,
HCl pekat, H2SO4 pekat dan NaOH 10%.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah yang telah
disebutkan diatas dapat diketahui rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana prinsip dasar identifikasi rhodamin B dan methanil yellow ?
2. Apakah kerupuk basah mengandung bahan rhodamin B ?
3. Apakah kerupuk kering mengandung bahan methanil yellow ?
4. Sampel makanan apa saja yang mengandung bahan rhodamin B dan
methanil yellow ?
E. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui prinsip dasar identifikasi rhodamin B dan methanil
yellow.
2. Untuk mengetahui adanya kandungan rhodamin B pada kerupuk basah.
3. Untuk mengetahui adanya kandungan methanil yellow dalam kerupuk
kering.
4. Untuk mengetahui sampel makanan yang mengandung rhodamin B dan
methanil yellow.
F. Manfaat Percobaan
Manfaat dari percobaan ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui
prinsip dasar dan cara identifikasi rhodamin B dan methanil yellow yang
terdapat pada makanan dengan menggunakan uji reaksi warna yaitu dengan
cara menambahkan reagen NH4OH 10%, HCl pekat, H2SO4 pekat dan NaOH
10%.
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Makanan
Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan
setiap saat dan dimanapun ia berada serta memerlukan pengelolaan yang baik
dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Tanpa adanya makanan dan minuman,
manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Adapun pengertian makanan
menurut WHO (World Health Organization) yaitu semua substansi yang
diperlukan tubuh, kecuali air dan obat-obatan dan substansisubstansi yang
dipergunakan untuk pengobatan (Balinawati et al, 2004).
Makanan diperlukan untuk kehidupan karena makanan merupakan
salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Makanan berfungsi
untuk memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan atau perkembangan serta
mengganti jaringan tubuh yang rusak, memperoleh energi untuk melakukan
aktivitas sehari-hari, mengatur metabolisme dan berbagai keseimbangan air,
mineral, dan cairan tubuh yang lain, juga berperan di dalam mekanisme
pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit (Notoatmodjo, 2003).
Makanan sehat merupakan makanan yang higienis dan bergizi
mengandung zat hidrat arang, protein, vitamin, dan mineral. Agar makanan
sehat bagi konsumen diperlukan persyaratan khusus antara lain cara
pengolahan yang memenuhi syarat, cara penyimpanan yang betul, dan yang
sesuai dengan ketentuan. Makanan sehat selain di tentukan oleh macam
makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak,vitamin dan mineral
juga ditentukan oleh kondisi sanitasi (Notoatmodjo, 2003).
Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa
makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit,
diantaranya :
1. Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki.
2. Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan
selanjutnya.
8

3. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat
dari pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit.
dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan.
Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang
dihantarkan oleh makanan (food borne illness).
Makanan yang kita konsumsi biasanya selain makan pokok ada juga
makanan jajanan. Pada umumnya anak - anak lebih menyukai jajanan
diwarung maupun kantin sekolah dari pada makanan yang telah tersedia
dirumah dengan warna-warna yang menarik. Hampir sebagian besar industri
makanan baik skala kecil maupun besar menggunakan zat pewarna sebagai
bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberikan warna
pada makanan.
B. Kerupuk
Kerupuk merupakan makanan khas Indonesia dan sudah sangat dikenal
oleh masyarakat. Kerupuk sangat beragam dalam bentuk, ukuran, warna, bau,
rasa, kerenyahan, ketebalan ataupun nilai gizinya (Purba dan Rusmarilin,
2006).
Kerupuk atau krupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan
tepung tapioka dicampur bahan perasa seperti udang, ikan atau bahan perasa
yang lain. Kerupuk dibuat dengan mengukus adonan sebelum dipotong tipis-
tipis, dikeringkan di bawah sinar matahari atau alat pengering lain dan
digoreng dengan minyak goreng yang banyak.
Kerupuk adalah suatu jenis makanan kering yang terbuat dari
bahanbahan yang mengandung pati cukup tinggi. Pengertian lain menyebutkan
bahwa kerupuk merupakan jenis makanan kecil yang mengalami
pengembangan volume membentuk produk yang porus dan mempunyai
densitas rendah selama proses penggorengan. Demikian juga produk ekstrusi
akan mengalami pengembangan pada saat pengolahannya. Pengembangan
kerupuk merupakan proses ekspansi tiba-tiba dari uap air dalam struktur
adonan sehingga diperoleh produk yang volumenya mengembang dan porus.
Pada dasarnya kerupuk mentah diproduksi dengan gelatinisasi pati adonan
pada tahap pengukusan, selanjutnya adonan dicetak dan dikeringkan. Pada
9

proses penggorengan akan terjadi penguapan air yang terikat dalam gel pati
akibat peningkatan suhu dan dihasilkan tekanan uap yang mendesak gel pati
sehingga terjadi pengembangan dan sekaligus terbentuk rongga-rongga udara
pada kerupuk yang telah digoreng (Koswara, 2009).
Berdasarkan penggunaan proteinnya, kerupuk dibagi menjadi kerupuk
tidak bersumber protein dan kerupuk bersumber protein. Kerupuk sumber
protein merupakan kerupuk yang mengandung protein, baik protein hewani
maupun nabati. Sedangkan kerupuk bukan sumber protein, tidak ditambahkan
bahan sumber protein seperti ikan, udang, kedelai dan sebagainya dalam
proses pembuatannya.
Dari segi gizi, apabila diamati komposisinya, kerupuk dapat
merupakan sumber kalori yang berasal dari pati (dan lemak apabila telah
digoreng), serta sumber protein (apabila ikan dan udang benar-benar
ditambahkan). Dari hasil analisis di laboratorium ditemukan bahwa kadar
protein kerupuk mentah bervariasi dari 0,97 % sampai 11,04 % berat basah
(dengan kadar air yang bervariasi dari 9,91 % sampai 14 %). Sedangkan kadar
patinya bervariasi dari 10,27 % sampai 26,37 % berat basah. Sesudah
digoreng, komposisinya berubah karena hilangnya sebagian kadar airnya
(karena menguap) dan masuknya minyak goreng ke dalam kerupuk. Hasil
analisis laboratorium menunjukkan bahwa kadar air kerupuk yang telah
digoreng berkurang menjadi sekitar 1,05 % sampai 5,48 %, sedangkan kadar
lemak yang asalnya sekitar 1,40 % sampai 12,10 % menjadi sekitar 14,83%
sampai 25,33 % berat basah (Koswara, 2009).
Di pasaran dapat dijumpai bermacam-macam jenis kerupuk, sehingga
kadang-kadang membingungkan konsumen untuk memilihnya. Ada yang
disebut kerupuk ikan atau udang, kerupuk mie, kerupuk gendar (dibuat dari
nasi), kerupuk kulit (dibuat dari kulit kerbau atau sapi), kerupuk sayuran dan
sebagainya. Dilihat dari namanya saja jelas bahwa masing-masing mempunyai
kekhususan. Berdasarkan bahan-bahan pemberi rasa yang digunakan dalam
pengolahannya, dikenal kerupuk udang, kerupuk ikan, kerupuk terasi dan
beberapa jenis lainnya. Berdasarkan cara pengolahan, rupa dan bentuk
10

kerupuk dikenal beberapa kerupuk seperti kerupuk mie, kerupuk kemplang,


kerupuk atom, kerupuk merah dan lain sebagainya (Koswara, 2009).
C. Bahan Tambahan Pangan
Pengertian Bahan Tambahan Pangan (BTP) Dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 033 Tahun 2012 adalah bahan yang tidak di maksudkan
untuk dikonsumsi secara langsung dan atau tidak diperlakukan sebagai bahan
baku pangan, dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja
ditambahkan kedalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan,
pengolahan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan dan atau
pengangkutan pangan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan
suatu komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara
langsung atau tidak langsung.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033
Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan disebutkan syarat bahan
tambahan pangan yang digunakan tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi
secara langsung dan/atau tidak diperlakukan sebagai bahan baku pangan,
dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan
ke dalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan, pengolahan,
perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan dan/atau pengangkutan
pangan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen
atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak
langsung. Dan tidak termasuk cemaran atau bahan yang ditambahkan ke
dalam pangan untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai gizi.
Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat
meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan,
membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah
preparasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi
menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut:
1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam
makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud
penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan
membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna, dan pengeras.
11

2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan


yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara
tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat
perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan
ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja
ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah untuk penanganannya
yang masih terus terbawa kedalam makanan yang terus dikonsumsi.
Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu
pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentisida),
antibiotika, dan hidrokarbon aromatik polisiklis (Cahyadi, 2009).
Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan
apabila:
1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam
pengolahan.
2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah
atau tidak memenuhi persyaratan.
3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan
dengan cara produksi yang baik untuk pangan.
4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.
(Cahyadi, 2009).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun
2012 tentang bahan tambahan pangan yang diizinkan antara lain :
1. Antibuih (Antifoaming agent) adalah bahan tambahan pangan untuk
mencegah atau mengurangi pembentukan buih. Contohnya Kalsium
alginat (Calcium alginate).
2. Antikempal (Anticaking Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk
mencegah mengempalnya produk pangan. Contohnya Kalsium karbonat
(Calcium carbonate).
3. Antioksidan (Antioxidant) adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah
atau menghambat kerusakan pangan akibat oksidasi. Contohnya Asam
askorbat (Ascorbic acid).
12

4. Bahan Pengkarbonasi (Carbonating Agent) adalah bahan tambahan


pangan untuk membentuk karbonasi di dalam pangan. Contohnya Karbon
dioksida (Carbon dioxide).
5. Garam Pengelmusi (Emulsifying Salt) adalah bahan tambahan pangan
untuk mendispersikan protein dalam keju sehingga mencegah pemisahan
lemak. Contohnya Dikalium fosfat (Dipotassium orthophosphate).
6. Gas Untuk Kemasan (Packaging Gas) adalah bahan tambahan pangan
berupa gas, yang dimasukkan kedalam kemasan pangan sebelum, saat
maupun setelah kemasan diisi dengan pangan untuk mempertahankan
mutu pangan dan melindungi pangan dari kerusakan. Contohnya Nitrogen
(Nitrogen).
7. Humektan (Humectant) adalah bahan tambahan pangan untuk
mempertahankan kelembaban pangan. Contohnya Natrium Laktat (Sodium
lactate).
8. Pelapis (Glazing Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk melapisi
permukaan pangan sehingga memberikan efek perlindungan dan
penampakan mengkilap. Contohnya Lilin kandelila (Candelilla wax).
9. Pemanis (Sweetener) adalah bahan tambahan pangan berupa pemanis
alami dan pemanis buatan yang memberikan rasa manis pada produk
pangan. Contohnya Sorbitol (Sorbitol).
10. Pembawa (Carrier) adalah bahan tambahan pangan yang digunakan untuk
memfasilitasi penanganan, aplikasi atau penggunaan bahan tambahan
pangan lain atau zat gizi di dalam pangan dengan cara melarutkan,
mengencerkan, mendispersikan atau memodifikasi secara fisik bahan
tambahan pangan lain atau zat gizi tanpa mengubah fungsinya dan tidak
mempunyai efek teknologi pada pangan. Contohnya Propilen Glikol
(Propylene glycol).
11. Pembentukan Gel (Gelling Agent) adalah bahan tambahan untuk
membentuk gel. Contohnya Asam alginat (Alginic acid).
12. Pembuih (Foaming Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk
membentuk atau memelihara homogenitas dispersi fase gas dalam pangan
berbentuk cair atau padat. Contohnya Gom xanthan (Xanthan gum).
13

13. Pengatur keasaman (Acidity Regulator) adalah bahan tambahan pangan


untuk mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman
pangan. Contohnya Asam asetat (Acetic acid).
14. Pengawet (Preservative) adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah
atau menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian, dan perusakan
lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme.
Contohnya Asam benzoat (Benzoic acid).
15. Pengembang (Raising Agent) adalah bahan tambahan pangan berupa
senyawa tunggal atau canpuran untuk melepaskan gas sehingga
meningkatkan volume adonan. Contohnya Amonium karbonat
(Ammonium carbonate).
16. Pengemulsi (emulsifier) adalah bahan tambahan pangan untuk membantu
terbentuknya campuran yang homogen dari dua atau lebih fase yang tidak
tercampur seperti minyak dan air. Contohnya Lesitin (Lecithins).
17. Pengental (Thickener) adalah bahan tambahan pangan untuk meningkatkan
viskositas pangan. Contohnya Natrium laktat (Sodium lactate).
18. Pengeras (Firming agent) adalah bahan tambahan pangan untuk
memperkeras atau mempertahankan jaringan buah dan sayur. Contohnya
Trikalsium sitrat (Tricalcium citrate).
19. Penguat Rasa (Flavour enhancer) adalah bahan tambahan pangan untuk
memperkuat atau memodifikasi rasa dan aroma yang telah ada dalam
bahan pangan tanpa memberikan rasa atau aroma baru. Contohnya Asam
L-glutamat dan garamnya (L-Glutamic acid and its salts).
20. Peningkat volume (Bulking Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk
meningkatkan volume pangan. Contohnya Gom arab (Arabic gum).
21. Penstabilan (Stabilizer) adalah bahan tambahan pangan untuk
menstabilkan sistem dispersi yang homogen pada pangan. Contohnya
Lesitin (Lecithins).
22. Peretensi warna (Colour Retention Agent) adalah bahan tambahan pangan
yang dapat mempertahankan, menstabilkan, atau memperkuat intensitas
warna pangan tanpa menibulkan warna baru. Contohnya Magnesium
karbonat (Magnesium carbonate).
14

23. Perisa (Flavouring) adalah bahan tambahan pangan berupa preparat


konsentrat yang digunakan untuk memberi flavour dengan pengecualian
rasa asin, manis, dan asam.
24. Perlakuan Tepung (Flour Treatment Agent) adalah bahan tambahan
pangan yang ditambahkan pada tepung untuk memperbaiki warna, mutu
adonan, termasuk bahan pengembang adonan, pemucat dan pematang
tepung. Contohnya Amonium klorida (Calcium chloride).
25. Pewarna (Colour) adalah bahan tambahan pangan berupa pewarna alami
dan pewarna sintetis, yang ketika ditambahkan pada pangan mampu
memberi atau memperbaiki warna. Contohnya Kurkumin CI Nomor
75300 (Curcumin) dan Karmoisin.
26. Propelan (Propellant) adalah bahan tambahan pangan berupa gas untuk
mendorong pangan keluar dari kemasan. Contohnya Nitrogen dan
Propana.
27. Sekuestan (Sequestrant) adalah bahan tambahan pangan yang dapat
mengikat ion logam polivalen untuk membentuk kompleks sehingga
meningkatkan stabilitas dan kualitas pangan.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 033 Tahun 2012 juga
disebutkan BTP yang dilarang digunakan dalam makanan terdiri atas beberapa
golongan sebagai berikut :
1. Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya
2. Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt)
3. Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC)
4. Dulsin (Dulcin)
5. Formalin (Formaldehid)
6. Kalium bromat (Potassium Bromate)
7. Kalsium Klorat (Potassium Chlorat)
8. Kloramfenikol (Choramphenicol)
9. Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils)
10. Nitrofurazon (Nitrofurazone)
11. Dulkamara (Dulcamara)
12. Kokain (Cocaine)
15

13. Nitrobenzen (Nitrobenzene)


14. Sinamil Antranilat (Cinnamyl Anthranilate)
15. Dihidrosafrol (Dihydrosafrole)
16. Biji Tonka (Tonka Bean)
17. Minyak Kalamus (Calamus Oil)
18. Minyak Tansi (Tansy Oil)
19. Minyak Sasafras (Sasafras Oil)
D. Pewarna
Warna adalah salah satu kriteria untuk mengidentifikasi suatu objek.
Pada analisis spektrokimia, spektrum radiasi elektromagnetik digunakan untuk
menganalisis spesies kimia dan menelaah interaksinya dengan radiasi
elektromagnetik (Khopkar, 1990).
Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas
suatu benda termasuk juga makanan, antara lain warna dapat memberikan
petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makan tersebut, sehingga warna
dari suatu produk makanan ataupun minuman merupakan salah satu ciri yang
sangan penting. Bahan pewarna makanan kadang-kadang ditambahkan dalam
makan untuk membantu mengenali identitas atau karakteristik dari suatu
makan, mempertegas warna alami dari makan; untuk mengkoreksi variasi
alami dalam warna, menjaga keseragaman warna, dimana variasi tersebut
biasa terjadi pada intensitas warna dan memperbaiki penampilan makanan
yang mengalami perubahan warna alaminya selama proses pengolahan
maupun penyimpanan.
Zat warna adalah senyawa organik berwarna yang digunakan untuk
member warna suatu objek. Terdapat banyak sekali senyawa organik berwarna
saaat ini, namun hanya beberapa saja yang sesuai untuk zat warna. Molekul
zat warna gabungan dari zat organik tidak jenuh dengan kromofor sebagai
pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan serat zat
organik tidak jenuh yang dijumpai dalam pembentukan zat warna adalah
senyawa aromatik antara lain senyawa hidrokarbon aromatik dan turunannya,
fenol dan turunannya serta senyawasenyawa hidrokarbon yang mengandung
16

nitrogen. Gugus kromofor adalah gugus yang menyebabkan molekul menjadi


berwarna (Hardjono, 1991).
Menurut Winarno (1997), yang dimaksud dengan zat pewarna adalah
bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki warna makanan yang
berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi
warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan menarik. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033 Tahun 2012 tentang
Bahan Tambahan Pangan yang dimaksud dengan pewarna adalah bahan
tambahan pangan berupa pewarna alami dan pewarna sintetis, yang ketika
ditambahkan atau diaplikasikan pada pangan, mampu memberi atau
memperbaiki warna.
Tujuan dari penambahan zat pewarna makanan menurut Winarno
(2002), yaitu:
1. Memberikan kesan menarik bagi konsumen.
2. Menyeragamkan dan menstabilkan warna makanan.
3. Menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan.
Secara garis besar, berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat
pewarna yang termasuk dalam golongan bahan tambahan pangan, yaitu
pewarna alami dan pewarna sintetis (Cahyadi, 2009).
1. Pewarna Alami
Banyak warna cemerlang yang dipunyai oleh tanaman dan hewan
yang dapat digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna
alami ikut menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid, riboflavin, dan
kobalamin), merupakan bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa
(karamel) ke bahan olahannya (Cahyadi, 2009).
Bahan pewarna alami memiliki beberapa sifat-sifat khusus yang
setiap bahannya memiliki sifat yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh
bahan dasar pewarna alami tersebut misalnya dari daun atau dari umbi dan
lain sebagainya.
Tabel 1 Sifat- sifat Bahan Pewarna Alami
Kelompok Warna Sumber Kelarutan Stabilitas
Gula
Karamel Cokelat Air Stabil
dipanaskab
17

Peka
Jingga
terhadap
Anthosianin Merah Tanaman Air
panas dan
Biru
pH
Stabil
Tampak
Flavonoid tanaman Air terhadap
kuning
panas
Stabil
Leucoantho Tidak
Tanaman Air terhadap
sianin berwarna
panas
Stabil
Tidak
Tannin Tanaman Air terhdap
berwarna
panas
Sensitif
Kuning,
Batalain Tanaman Air terhadap
merah
panas
Tanaman Stabil
Kuning-
Quinon bakteria Air terhadap
hitam
lumut panas
Stabil
Xhanton Kuning Tanaman Air terhadap
panas
Tampak Stabil
Tanaman/
Karotenoid kuning- Lipida terhadap
hewan
merah panas
Sensitif
Hijau, Lipida dan
Klorofil Tanaman terhadap
Cokelat air
panas
Sensitif
Merha,
Heme Hewan Air terhadap
cokelat
panas
Sumber : Cahyadi, 2009
2. Pewarna Sintetis
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, zat warna hasil
rekayasa teknologipun kian berkembang. Oleh karena itu berbagai zat
warna sintetik diciptakan untuk berbagai jenis keperluan misalnya untuk
tekstil, kulit, peralatan rumah tangga dan sebagainya (Djalil et al, 2005).
Di negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui berbagai
prosedur pengujian sebelum digunakan sebagai pewarna makanan. Proses
pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan pemberian asam
sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau
logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik
18

sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa dulu yang
kadang-kadang berbahaya dan seringkali tertinggal dalam hal akhir, atau
terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya (Cahyadi, 2009).
Menurut Cahyadi (2009) berdasarkan kelarutannya pewarna buatan
dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Dye
Dye adalah zat pewarna yang umum bersifat larut dalam air,
sehingga larutannya menjadi berwarna dan dapat digunakan untuk
mewarnai bahan. Pelarut yang dapat digunakan selain air adalah
propelin glikol, gliserin, atau alkohol, sedangkan dalam semua jenis
pelarut organik, dye tidak dapat larut. Dye terdapat dalam bentuk
bubuk, granula, cairan, campuran warna, pasta, dan dispersi (Cahyadi,
2009).
b. Lake
Zat pewarna ini dibuat melalui proses pengendapan dan
absorpsi dye pada radikal (Al atau Ca) yang dilapisi dengan
alumunium hidrat (alumina). Lapisan alumina ini tidak larut dalam air,
sehingga lake ini tidak larut pada hampir semua pelarut. Lake sering
kali digunakan untuk produk-produk yang mengandung lemak dan
minyak serta produk yang padat airnya rendah, misalnya campuran
adonan kue dan donat, permen, permen karet, dan lain-lain.
Dibandingkan dengan dye, maka lake pada umumnya bersifat lebih
stabil terhadap cahaya, kimia, dan panas sehingga harga lake umumnya
lebih mahal daripada harga dye (Cahyadi, 2009).
Tabel 2 Bahan pewarna sintetis yang diizinkan di Indonesia
Pewarna Nomor Indeks Warna (C.I.No.)
Tartrazinee 19140
Qunoline Yellow 47005
Sunset Yellow FCF 15985
Carmoisine 14720
Ponceau 4R 16255
Erythrosine 45430
Allura Red 16035
Indigotine 73015
Brilliant Blue FCF 42090
19

Hijau FCF 42053


Brown HT 20285
Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan RI. No. 033 Tahun 2012
Sering sekali terjadi penyalahgunaan pemakaian pewarna untuk
sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna tekstil dan kulit untuk
mewarnai bahan pangan. Bahan tambahan pangan yang ditemukan adalah
pewarna yang berbahaya terhadap kesehatan seperti Amaran, Auramin,
Methanyl Yellow dan Rhodamin B. Jenis-jenis makanan jajanan yang
ditemukan mengandung bahan-bahan berbahaya ini antara lain sirup, saus,
bakpau, kue basah, pisang goreng, tahu, kerupuk, es cendol dan manisan
(Yuliarti, 2007).
Tabel 3. Bahan pewarna sintetis yang dilarang di Indonesia

Nomor Indeks Warna


Pewarna
(C.I.No)
Auramine (Food Yellow No.14) 41000
Butter Yellow (Basic Orange No.12) 11020
Chrysoidine (Basic Violet No.14) 11270
Chrysoine (Food Yellow No.8) 14270
Citrus Red No. 2 12156
Fast Red E (Food Red No. 4) 16045
Guinea Green B (Food Red No. 5) 42085
Magenta (Acid Green No. 3) 42510
Methanil Yellow (Food Yellow No.2) 13065
Oil Oranges SS (Solvent Yellow No. 2) 12100
Oil Oranges XO (Solvent Yellow No. 7) 12140
Oil Yellow AB (Solvent Yellow No. 5) 11380
Oil Yellow AB (Solvent Yellow No. 6) 11390
Ponceau 3 R(Red G) 16155
Ponceau SX (Food Red No. 1) 14700
Ponceau 6R (Food Red No. 8) 16290
Rhodamine B (Food Red No. 1) 45170
Sudan I (Solveent Yellow No. 2) 12055
Scarlet GN (Food Red No. 2) 14815
Violet 6B 42640
Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033 Tahun 2012
Kembali kepada kepercayaan saat ini bahwa zat-zat alami
bagaimanapun aman dibandingkan zat-zat sintetis di laboratorium. Hal ini
pastilah disebabkan oleh keadaan kasusnya. Perubahan, baik genetik dan
budaya telah melengkapi manusia dengan berbagai mekanisme perlindungan
dan perlakuan yang mengurangi unsur bahaya dari lingkungan alam.
20

Disetujui bahwa jumlah suatu zat aditif yang diizinkan untuk


digunakan dalam bahan pangan harus merupakan kebutuhan minimum untuk
mendapatkan pengaruh yang dikehendaki. Jika penggunaan bahan-bahan
tersebut secara terus menerus dan melebihi dari kadar yang sudah ditentukan,
maka akan terakumulasi (tertimbun) dalam tubuh yang akhirnya dapat
merusak jaringan atau organ tertentu. Sebagai contoh, karena tingginya kadar
bahan pewarna maka hati akan bekerja keras untuk merombaknya agar dapat
dikeluarkan dari hati (Irianto dan Waluyo, 2007).
Pemakaian bahan pewarna sintetis dalam pangan walaupun
mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat
membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan dan
mengembalikan warna pangan dari bahan dasar yang hilang atau berubah
selama pengolahan, ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak
diinginkan dan bahkan mungkin memberi dampak negatif terhadap kesehatan
manusia (Cahyadi, 2009).
Beberapa hal yang mungkin memberi dampak negatif tersebut terjadi
apabila :
1. Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil namun
berulangulang.
2. Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jangka waktu lama.
3. Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda-beda yaitu
tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu makanan
seharihari, dan keadaan fisik.
4. Berbagai masyarakat menggunakan bahan pewarna sintetis secara
berlebihan.
5. Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang
tidak memenuhi persyaratan.
Pewarna makanan harus memiliki syarat aman dikonsumsi, artinya
kandungan bahan pada pewarna tersebut tidak mengakibatkan gangguan
pencernaan maupun kesehatan saat dikonsumsi dalam jumlah sedikit ataupun
banyak serta tidak menunjukkan bahaya apabila dikonsumsi secara terus-
21

menerus. Oleh sebab itu kadang suatu bahan pewarna sintetis diperbolehkan
dipakai, tetapi dikemudian hari tidak diperkenankan (Femelia, 2009).
E. Rhodamin B
Rhodamin B adalah zat warna sintetik berbentuk serbuk kristal
berwarna kehijauan, berwarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada
konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah
(Trestiati, 2003). D & C Red 19 termasuk golongan pewarna xanthene basa
(Marmion, 1984). Rhodamin B dibuat dari meta-dietilaminofenol dan ftalik
anhidrid. Kedua bahan baku ini bukanlah bahan yang boleh dimakan
(Nainggolan dan Sihombing, 1984).
Pemerian rhodamin B yaitu hablur hijau atau serbuk ungu kemerahan
dan berfluoresensi. Rhodamin B sangat mudah larut dalam air dan dalam
alkohol; sukar larut dalam asam encer dan dalam larutan alkali. Rhodamin B
digunakan sebagai pewarna untuk sutra, katun, wol, nilon, serat asetat, kertas,
tinta dan pernis, sabun, pewarna kayu, bulu, kulit dan pewarna untuk keramik
China (Budavari, 1996).
Rhodamin B dapat digunakan untuk pewarna kulit, kapas, wool, serat
kulit kayu, nilon, serat asetat, kertas, tinta dan vernis, sabun, dan bulu (Merck
Index, 2006).
Penggunaan Rhodamin B dalam pangan tentunya berbahaya bagi
kesehatan. Adanya produsen pangan yang masih menggunakan rhodamin B
pada produknya mungkin dapat disebabkan oleh pengetahuan yang tidak
memadai mengenai bahaya penggunaan bahan kimia tersebut pada kesehatan
dan juga karena tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah. Selain itu,
rhodamin B sering digunakan sebagai pewarna makanan karena harganya
relatif lebih murah daripada pewarna sintetis untuk pangan, warna yang
dihasilkan lebih menarik dan tingkat stabilitas warnanya lebih baik daripada
pewarna alami. Rhodamin B sering disalahgunakan pada pembuatan kerupuk,
terasi, cabe merah giling, agaragar, aromanis/kembang gula, manisan, sosis,
sirup, minuman, dan lainlain. Ciri-ciri pangan yang mengandung rhodamin B
antara lain :
1. Warnanya cerah mengkilap dan lebih mencolok.
22

2. Terkadang warna terlihat tidak homogen (rata)


3. Ada gumpalan warna pada produk
4. Bila dikonsumsi rasanya sedikit lebih pahit.
Biasanya produk pangan yang mengandung Rhodamin B tidak
mencantumkan kode, label, merek, atau identitas lengkap lainnya. Menurut
World Health Organitation, Rhodamin B berbahaya bagi kesehatan manusia
karena sifat kimia dan kandungan logam beratnya. Rhodamin B mengandung
senyawa klorin (Cl). Senyawa klorin merupakan senyawa halogen yang
berbahaya dan reaktif. Jika tertelan, maka senyawa ini akan berusaha
mencapai kestabilan dalam tubuh dengan cara mengikat senyawa lain dalam
tubuh, hal inilah yang bersifat racun bagi tubuh. Selain itu, Rhodamin B juga
memiliki senyawa pengalkilasi (CH3-CH3) yang bersifat radikal sehingga
dapat berikatan dengan protein, lemak, dan DNA dalam tubuh.
Penggunaan Rhodamin B pada makanan dalam jangka waktu yang
lama akan dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker. Namun
demikian, bila terpapar rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu
singkat akan terjadi gejala akut keracunan rhodamin B. Bila rhodamin B
tersebut masuk melatui makanan maka akan mengakibatkan iritasi pada
saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan dengan yang ditandai
dengan urin yang berwarna merah ataupun merah muda. Jangankan lewat
makanan, menghirup rhodamin B dapat mengakibatkan gangguan kesehatan,
yakni terjadinya iritasi pada saluran pernafasan. Demikian pula apabila zat
kimia ini mengenai kulit maka kulit pun akan mengalami iritasi. Mata yang
terkena Rhodamin B juga akan mengalami iritasi yg ditandai dengan mata
kemerahan dan timbunan cairan atau edema pada mata. Hasil suatu penelitian
menyebutkan bahwa pada uji terhadap mencit, rhodamine B menyebabkan
terjadinya perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis dan jaringan di
sekitarnya mengalamidisintegrasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai
dengan adanya piknotik(sel yang melakukan pinositosis) dan hiperkromatik
dari nukleus, degenerasi lemak dan sitolisis dari sitoplasma (Cahyadi, 2006)
23

F. Methanil yellow
Methanyl Yellow adalah zat warna sintetis berbentuk serbuk berwarna
kuning kecoklatan, larut dalam air, agak larut dalam benzene, eter, dan sedikit
larut dalam aseton. Methanyl yellow umumnya digunakan sebagai pewarna
tekstil dan cat serta sebagai indicator reaksi netralisasi asam-basa. Methanyl
yellow adalah senyawa kimi azo aromatic amin.
Pewarna methanyl yellow sangat berbahaya jika terhirup, mengenai
kulit, mengenai mata, dan tertelan. Dampak yang terjadi dapat berupa iritasi
pada saluran pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, dan bahaya
kanker pada kandungan dan saluran kemih. Apabila tertelan dapat
menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, panas, rasa tidak enak dan
tekanan darah rendah. Bahaya lebih lanjutnya yakni menyebabkan kanker dan
kandungan pada saluran kemih. Pewarna ini merupakan tumor promoting
agent. Methanyl yellow memiliki LD50 sebesar 5000mg/kg pada tikus dengan
pemberian secara oral (Gupta, 2003).
G. Identifikasi Pewarna
Analisis kualitatif zat pewarna dapat dilakukan dengan beberapa cara
seperti cara reaksi kimia, cara kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis
(KLT) dan spektrofotometer sinar tampak.
1. Reaksi Kimia
Cara reaksi kimia dilakukan dengan cara menambahkan pereaksi-pereaksi
berikut : HCl pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10%, dan NH4OH 10%. Lalu
diamati perubahan warna yang terjadi pada masing-masing sampel yang
sudah dilakukan pemisahan dari bahan-bahan pengganggu (Cahyadi,
2008).
2. Kromatografi Kertas
Sejumlah cuplikan ditambahkan dengan asam asetat encer kemudian
dimasukkan benang wool bebas lemak dipanaskan di atas penangas air
sambil diaduk-aduk. Benang wool dicuci dengan air hingga bersih.
Pewarna dilarutkan dari benang wool dengan penambahan amoniak 10%
diatas penangas air hingga sempurna. Totolkan pada kertas kromatografi,
juga totolkan baku pembanding. Elusi dengan eluen I (etilmetalketon :
24

aseton : air = 70 : 30 : 30) den eluen II (2 g NaCl dalam 100 ml etanol


50%) (Cahyadi, 2008).
3. Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatogafi Lapis Tipis (KLT) adalah metode kromatografi cair yang
paling sederhana. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang dapat dipakai
dengan dua tujuan. Pertama, digunakan untuk uji identifikasi senyawa
baku. Untuk meyakinkan identifikasi dapat dilakukan dengna
menggunakan lebih dari 1 fase gerak dan jenis semprot. Teknik spiking
dengan menggunakan senyawa baku yang telah diketahui sangat
dianjurkan untuk lebih memantapkan pengambilan keputusan identifikasi
senyawa. Kedua digunakan untuk analisis kuantitatif dengan KLT.
Pertama bercak diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan
ukuran luas atau densitometri. Cara kedua adalah dengan mengerok bercak
lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut
dengan metode analisis lain, misalkan dengan metode spektrofotometri
(Rohman, 2007).
25

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Percobaan


Waktu dan tempat pelaksanaan praktikum ini dilakukan pada tanggal
26 Oktober 2017, dilaksanakan di Laboratorium Biologi dan Laboratorium
Kimia Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Palangka Raya.
B. Metode Percobaan
Penelitian ini merupakan eksperimen atau percobaan (experiment
research) dengan pendekatan laboratorium yang dilakukan melalui
serangkaian percobaan.
C. Instrumen Pecobaan
1. Alat
a. Beaker glass 100 mL
b. Batang pengaduk
c. Botol semprot
d. Gelas ukur 100 mL
e. Pipet ukur 10 mL
f. Kertas saring
g. Pipet tetes
h. Corong kaca
i. Tabung reaksi
j. Rak tabung reaksi
k. Mortir & Stamper
l. Blender
m. Timbangan Analitik
n. Ball Pipet
2. Bahan
a. HCl pekat
b. NaOH 10%
c. NH 4OH 10%
d. H2SO4 pekat
e. Methanil yellow
26

f. Rhodamin B
g. Sosis (sampel)
h. Biskuit Gula (sampel)

3. Cara Kerja
a. Identifikasi Rhodamin B dengan Reaksi Warna

Timbang sebanyak 20 gram sampel

Larutkan dengan 10 mL aquadest dan homogenkan


kemudian saring tampungan

Ambil filtrat masing-masing sebanyak 5 mL,


Masukan ke dalam 4 tabung reaksi

Lakukan uji reaksi dengan menambahkan pereaksi


HCl pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10% dan NH4OH
10% sebanyak 3 tetes

Amati reaksi yang terjadi

Jika terbentuk warna merah muda maka sampel


menunjukan hasil yang positif mengandung
Rhodamin B
27

b. Identifikasi Methanil Yellow dengan Reaksi warna

Timbang sebanyak 20 gram sampel

Larutkan dengan aquadest dan homogenkan


kemudian saring tampungan

Ambil filtrat masing-masing sebanyak 5 mL,


Masukan ke dalam tabung reaksi

Lakukan uji reaksi dengan menambahkan pereaksi


HCl pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10% dan NH4OH
10% sebanyak 3 tetes

Amati reaksi yang terjadi

Jika terbentuk warna merah ungu maka sampel


menunjukan hasil yang positif pada reaksi HCl
pekat, H2SO4 pekat. Hasil Positif pada pereaksi ,
NaOH 10% dan NH4OH 10% jika terbentuk warna
jingga
28

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
1. Hasil pengamatan Baku
a. Kontrol Positif Rhodamin B
Perlakuan Hasil
Timbang rhodamin B 0,1 g
Merah Pekat
Larutkan dengan 100 mL aquadest
Larutan merah
Masukan masing-masing 5 mL ke
dalam 4 tabung reaksi
Larutan merah
Lakukan uji reaksi dengan
menambahkan 3 tetes
1. Larutan Merah Muda
1. HCl pekat
2. Larutan Merah Muda
2. H2SO4 pekat
3. Larutan Merah Muda
3.NaOH 10%
4. Larutan Merah Muda
4.NH4OH 10%

(+) Positif Rhodamin B


Amati perubahan yang terjadi
b. Methanil Yellow
Perlakuan Hasil
Timbang methanil yellow 0,1 g Kuning

Larutkan dengan 100 mL aquadest Larutan Kuning

Masukan masing-masing 5 mL ke Larutan Kuning


dalam 4 tabung reaksi

Lakukan uji reaksi dengan


menambahkan 3 tetes
1. HCl pekat 1. Larutan Merah Ungu
2. H2SO4 pekat 2. Larutan Merah Ungu
3.NaOH 10% 3. Larutan Jingga
4.NH4OH 10% 4. Larutan Jingga

Amati perubahan yang terjadi (+) Positif Rhodamin B


29

2. Identifikasi Sampel
a. Identifikasi rhodamin B pada kerupuk basah
No Perlakuan Hasil
Timbang sampel 20 g 20,0507 g 20,0507 g

Larutkan dengan 100 mL aquadest Merah Muda Merah Muda

Saring dan tampung Merah Muda Merah Muda

Masukan masing-masing 5 mL ke Merah Muda Merah Muda


dalam 4 tabung reaksi

Lakukan uji reaksi dengan


menambahkan 3 tetes 1. Larutan 1. Larutan
1. HCl pekat Keruh Endapan Keruh Endapan

1
Merah Muda Merah Muda
2. H2SO4 pekat 2. Larutan 2. Larutan
Keruh Endapan Keruh Endapan
Merah Muda Merah Muda
3. NaOH 10% 3. Larutan 3. Larutan
Keruh Endapan Keruh Endapan
Merah Muda Merah Muda
4. NH4OH 10% 4. Larutan 4. Larutan
Keruh Endapan Keruh Endapan
Amati perubahan yang terjadi Merah Muda Merah Muda

(-) negatif (-) negatif


Rhodamin B Rhodamin B
30

b. Identifikasi methanil yellow pada kerupuk kering


No Perlakuan Hasil
Timbang sampel 20 g 20,0932 g 20,0932 g

Larutkan dengan 100 mL Larutan Kuning Larutan Kuning


aquadest

Larutan Kuning Larutan Kuning


Saring dan tampung

Larutan Kuning Larutan Kuning


Masukan masing-masing 5 mL
ke dalam 4 tabung reaksi
1

Lakukan uji reaksi dengan


menambahkan 3 tetes 1. Larutan Bening 1. Larutan Bening
5.HCl pekat 2. Larutan Bening 2. Larutan Bening
6.H2SO4 pekat 3. Larutan Bening 3. Larutan Bening
7.NaOH 10% 4. Larutan Bening 4. Larutan Bening
8.NH4OH 10%

(-) Negatif (-) Negatif


Amati perubahan yang terjadi Methanil Yellow Methanil Yellow
31

3. Data Kelas Rhodamin B


Hasil Pengamatan
Kel Nama Sampel NH4OH NaOH H2SO4 P HCl
10% 10% P
(-)putih (-)putih (-)putih (-)putih
1 Pudding kemerah kemerah kemerah kemerah
mudaan mudaan mudaan mudaan
(+) merah (+) merah (+) merah (+) merah
2 Krupuk Lilit Merah muda muda muda muda
(-) keruh (-) keruh (-) keruh (-) keruh
3 Sosis merah muda merah muda merah muda merah muda
(-) merah (-) merah (-) merah (-) merah
4 Kue Lapis muda muda muda muda
5 Saos (-) merah (-) merah (-) merah (-) merah
(-) merah (-) merah (-) merah (-) merah
6 Getuk muda pucat muda pucat muda pucat muda pucat
7 Mie Yamin (-) jingga (-) jingga (-) jingga (-) jingga
(-) merah (-) merah (-) merah (-) merah
8 Kue Apam muda muda muda muda
9 Bon Cabe (-) merah (-) merah (-) merah (-) merah
(-) merah (-) merah (-) merah (-) merah
10 Kue Ongol-Ongol muda pucat muda pucat muda pucat muda pucat
(-) bening (-) bening (-) bening (-) bening
11 Bolu Gulung kemerah kemerah kemerah kemerah
mudaan mudaan mudaan mudaan
(-) kuning (-) kuning (-) kuning (-) kuning
12 Jelly Merah bening bening bening bening

4. Data Kelas Methanil yellow


Hasil Pengamatan
Kel Nama Sampel NH4OH NaOH 10% H2SO4 P HCl
10% P
(-) putih (-) putih (-) putih (-) putih
1 Bolu Kuning kekuningan kekuningan kekuningan kekuningan
Kerupuk Lilit (-) kuning
2 (-) kuning pucat (-) kuning pucat (-) kuning pucat
pucat
Kuning
3 Biskuit Gula (-) bening (-) bening (-) bening (-) bening
4 Rainbow Cake (-) kuning (-) kuning (-) kuning (-) kuning
(-) kuning
5 Bingka Kentang (-) kuning keruh (-) kuning keruh (-) kuning keruh
keruh
(-)larutan keruh (-)larutan keruh (-)larutan keruh (-)larutan
6 Bingka Ambon ada endapan ada endapan ada endapan keruh ada
putih putih putih endapan putih
7 Nasi Kuning (-) kuning (-) kuning (-) kuning (-) kuning
8 Siomay (-) kuning (-) kuning (-) kuning (-) kuning
9 Roti Manis (-) kuning (-) kuning (-) kuning (-) kuning
Risol Singkong (-) kuning
10 (-) kuning pucat (-) kuning pucat (-) kuning pucat
pucat
Kukus
11 Kripik Singkong (-) kuning (-) kuning (-) kuning (-) kuning
12 Jelly Kuning (-) kuning (-) kuning (-) kuning (-) kuning
32

bening bening bening bening


33

B. Pembahasan
KHAIRIANNUR (15.71.016745)
Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia. Makanan memiliki
fungsi yang sangat penting bagi manusia diantaranya berfungsi untuk
memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan atau perkembangan serta
mengganti jaringan tubuh yang rusak, memperoleh energi untuk melakukan
aktivitas sehari-hari, mengatur metabolisme dan berbagai keseimbangan air,
mineral, dan cairan tubuh yang lain, juga berperan di dalam mekanisme
pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit.
Salah satu ciri makanan yang baik adalah makanan yang sehat.
Makanan yang sehat merupakan makanan yang tidak mengandung bahan yang
dapat merugikan makhluk hidup yang mengkonsumsinya. Makanan sehat
merupakan makanan yang higienis dan bergizi mengandung zat hidrat arang,
protein, vitamin, dan mineral. Agar makanan sehat bagi konsumen diperlukan
persyaratan khusus antara lain cara pengolahan yang memenuhi syarat, cara
penyimpanan yang benar, dan pengangkutan yang sesuai dengan ketentuan.
Dalam pengelolaan makanan selalu diusahakan untuk menghasilkan
produk makanan yang disukai dan berkualitas baik. Makanan yang tersaji
harus tersedia dalam bentuk dan aroma yang lebih menarik, rasa enak, warna
dan konsistensinya baik serta awet, untuk mendapatkan makanan seperti yang
diinginkan maka sering pada proses pembuatanya dilakukan penambahan
Bahan Tambahan Pangan (BTP).
Bahan Tambahan Pangan adalah senyawa (atau campuran berbagai
senyawa) yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dan minuman dalam
proses pengolahan, pengemasan dan penyimpanan dan bukan merupakan
bahan (Ingredient) utama. Bahan Tambahan Pangan tersebut dapat berupa
pengawet, pewarna, pemanis, penyedap, antioksidan, antikempal, dan
pengemulsi.
Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki
warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan
atau untuk member warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan
menarik. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033
34

Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan yang dimaksud dengan pewarna
adalah bahan tambahan pangan berupa pewarna alami dan pewarna sintetis,
yang ketika ditambahkan atau diaplikasikan pada pangan, mampu memberi
atau memperbaiki warna.
Pewarna terbagi menjadi dua jenis yaitu pewarna alami dan pewarna
sintetis. Pewarna alami adalah bahan pewarna yang dapat diperoleh di alam.
Misalnya warna hijau dari daun suji, warna kuning dari kunyit dan lain
sebagainya. Pewarna sintetis adalah pewarna yang dibuat oleh manusia dari
campuran bahan-bahan kimia. Karakteristik dari zat pewarna sintetis adalah
warnanya lebih cerah, lebih homogen dan memiliki variasi warna yang lebih
banyak bila dibandingkan dengan zat pewarna alami. Zat warna sintetis
mempunyai banyak kelebihan bila dibandingkan dengan zat warna alami
antara lain keanekaragaman warna, kestabilan warna, lebih mudah disimpan
dan lebih tahan lama Bahan pewarna sintetik menjadi pilihan utama bagi
sektor industri karena memiliki banyak kelebihan antara lain harganya relatif
murah, mempunyai kekuatan mewarnai lebih kuat, warnanya beragam, stabil,
mudah disimpan, praktis dan tahan lama (Winarno et al, 2004). Meskipun
begitu, penggunaan bahan pewarna alam lebih aman daripada pewarna
sintetik.
Pewarna sintetis ada yang boleh ditambahkan ke dalam makanan dan
ada juga yang tidak boleh. Alasan tidak diperbolehkannya beberapa pewarna
sintesis ditambahkan ke dalam makanan adalah dilihat dari keamanan dalam
mengkonsumsi zat pewarna tersebut. Ponceau 4R, Carmoisin, Briliant Blue,
Tartrazin, atau Allura Red merupakan pewarna sintetis yang masih
diperbolehkan penggunaannya dan ada pula zat warna sintesis yang tidak
boleh ditambahkan ke dalam makanan karena dapat membahayakan tubuh
manusia adalah rhodamin B dan methanil yellow.
Rhodamin B adalah zat warna sintetik berbentuk serbuk kristal
berwarna kehijauan, berwarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada
konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah.
Rhodamin B dapat digunakan untuk pewarna kulit, kapas, wool, serat kulit
kayu, nilon, serat asetat, kertas, tinta dan vernis, sabun, dan bulu.
35

Penggunaan rhodamin B pada makanan dan minuman dalam waktu


lama kronis) akan mengakibatkan kanker dan gangguan fungsi hati. Namun
demikian, bila terpapar rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu
singkat akan terjadi gejala akut keracunan rhodamin B. Bila rhodamin B
tersebut masuk melalui makanan akan mengakibatkan iritasi pada saluran
pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan dengan urine yang berwarna
merah maupun merah muda. Selain melalui makanan dan minuman, rhodamin
B juga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, jika terhirup akan terjadi
iritasi pada saluran pernafasan. Mata yang terkena rhodamin B juga akan
mengalami iritasi yang ditandai dengan mata kemerahan dan timbunan cairan
atau udem pada mata.Jika terpapar pada bibir dapat menyebabkan bibir akan
pecah-pecah, kering, gatal, bahkan kulit bibir terkelupas (Yulianti, 2007).
Methanyl Yellow adalah zat warna sintetis berbentuk serbuk berwarna
kuning kecoklatan, larut dalam air, agak larut dalam benzene, eter, dan sedikit
larut dalam aseton. Methanyl yellow umumnya digunakan sebagai pewarna
tekstil dan cat serta sebagai indicator reaksi netralisasi asam-basa. Methanyl
yellow adalah senyawa kimi azo aromatic amin. Methanil yellow sering
disalahgunakan untuk memberikan warna kuning pada makanan.
Percobaan kali ini bertujuan untuk mengetahui adanya kandungan
rhodamin B dan methanil yellow yang terdapat pada makanan dengan metode
reaksi warna. Reaksi warna yaitu adanya perubahan warna pada sampel karena
adanya penambahan suatu reagen. Sampel yang digunakan pada percobaan ini
adalah kerupuk basah untuk identifikasi rhodamin B dan kerupuk kering untuk
identifikasi methanil yellow.
Sebelum melakukan identifikasi terhadap sampel, dilakukan terlebih
dahulu larutan baku atau kontrol positif dari rhodamin B . Baku rhodamin B
dibuat dengan melarutkan sejumlah rhodamin B dengan aquadest sehingga
membentuk warna merah muda kemudian ditambahkan dengan reagen HCl
pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10% dan NH4OH 10% sebanyak 3 tetes kemudian
amati yang terjadi. Warna larutan tersebut berubah menjadi merah muda.
Sehingga kontrol positif tersebut dapat dijadikan pembanding dari sampel
Sosis. Untuk methanil yellow dilakukan dengan melarutkan sejumlah methanil
36

yellow dengan aquadest sehingga membentuk warna Kuning. Kemudian


ditambahkan dengan reagen HCl pekat, H2SO4 pekat sebanyak 3 tetes warna
larutan tersebut berubah menjadi Merah Ungu dan pada saat larutan ditambah
dengan NaOH 10% dan NH4OH 10% sebanyak 3 tetes akan membentuk
warna larutan berwarna jingga. Sehingga kontrol positif tersebut dapat
dijadikan pembanding dari sampel Biskuit Gula.
Selanjutnya dilakukan identifikasi Rhodamin B pada sampel yang
dilakukan sebanyak 2 kali atau Duplo. Sampel Sosis adalah sampel yang
digunakan dalam identifikasi rhodamin B. Pada sampel Sosis bagian yang
digunakan seluruh dari sosis tersebut karena semua bagian sosis memiliki
warna merah. Pertama yang harus dilakukan adalah menghancurkan dengan
menggunakan blender. penghancuran ini bertujuan agar sampel Sosis dapat
larut dengan aquadest kemudian ditimbang sebanyak 20,0507 g dan
dilarutkan dengan 100 mL aquadest membentuk warna merah muda. Setelah
itu disaring dan diambil filtratnya masing-masing sebanyak 5 mL dan
masukkan ke dalam 4 tabung reaksi. Pada tabung 1 larutan sampel
ditambahkan dengan reagen HCl pekat sebanyak 3 tetes dan warna berubah
menjadi keruh dan terdapat endapan merah muda. Pada tabung 2 ditambahkan
dengan H2SO4 pekat sebanyak 3 tetes dan warna berubah menjadi keruh dan
terdapat endapan merah muda. Pada tabung 3 ditambahkan dengan NaOH
10% sebanyak 3 tetes dan warna berubah menjadi keruh dan terdapat endapan
merah muda. Pada tabung 4 ditambahkan dengan NH4OH 10% sebanyak 3
tetes dan warna berubah menjadi keruh dan terdapat endapan merah muda.
Percobaan ini dilakukan Duplo dan mendapatkan hasil yang sama. warna
berubah menjadi keruh dan terdapat endapan merah muda dengan larutan baku
atau kontrol positif menunjukan bahwa sampel Sosis tidak mengandung
rhodamin B. Percobaan ini dilakukan Duplo dan mendapatkan hasil yang
sama.
Selanjutnya dilakukan identifikasi methanil yellow pada sampel yang
dilakukan sebanyak 2 kali. Sampel Biskuit Gula adalah sampel yang
digunakan dalam identifikasi methanil yellow kemudian ditimbang sebanyak
20,0932 g dan digerus pada mortar sambil dilarutkan dengan 100 mL aquadest
37

membentuk larutan warna kuning. Setelah itu disaring dan diambil filtratnya
masing-masing sebanyak 5 mL dan masukkan ke dalam tabung reaksi. Pada
tabung 1 larutan sampel ditambahkan dengan reagen HCl pekat sebanyak 3
tetes dan terjadi perubahan warna menjadi bening. Pada tabung 2 ditambahkan
dengan H2SO4 pekat sebanyak 3 tetes dan terjadi perubahan warna menjadi
bening. Pada tabung 3 ditambahkan dengan NaOH 10% sebanyak 3 tetes dan
terjadi perubahan warna menjadi bening. Pada tabung 4 ditambahkan dengan
NH4OH 10% sebanyak 3 tetes dan terjadi perubahan warna menjadi bening.
Perubahan warna yang tidak sama dengan larutan baku atau kontrol positif
menunjukan bahwa sampel Biskuit Gula tidak mengandung methanil yellow.
Percobaan ini dilakukan Duplo dan mendapatkan hasil yang sama.
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa sampel
Sosis dan Biskuit Gula tidak mengandung rhodamin B dan methanil yellow
sehingga Sosis dan Biskuit Gula aman untuk dikonsumsi.
38

NOVITA SARI (15.71.016923)


Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau
memberi warna pada makanan. Zat warna adalah senyawa organik berwarna yang
digunakan untuk memberi warna suatu objek (Jana, 2007). Pewarna buatan
memiliki kelebihan yaitu warnanya homogen dan penggunaannya sangat efisien
karena hanya memerlukan jumlah yang sangat sedikit. Akan tetapi kelemahannya
adalah jika pada saat proses terkontaminasi logam berat, pewarna jenis ini akan
berbahaya.
Pewarna kimia didefinisikan sebagai bahan kimia aktif karena itu
memerlukan perhatian yang lebih besar daripada aditif lunak (bland) seperti
emulsifier. Pewarna pangan alami adalah diekstraksi dan diisolasi dari tanaman
dan hewan yang berbeda yang tidak memberikan efek yang membahayakan
sehingga dapat digunakan dalam beberapa pangan dalam jumlah tertentu. Pewarna
ini memiliki kestabilan yang rendah, kurang cerah dan tidak merata, namun sangat
murah. Namun, pewarna sintetik dan produk metabolitnya jika dikonsumsi dalam
jumlah besar memungkinkan toksik dan menyebabkan kanker, deformasi dan lain-
lain (Vries 1996). Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan
makanan, karena meskipun makanan tersebut lezat, tetapi penampilannya tidak
menarik waktu disajikan, akan mengakibatkan selera orang yang akan
memakannya menjadi hilang (Moehyi,1992).
Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak dan teksturnya yang sangat baik
tidak akan dimakan yang tidak sedap dipandang. Studi pada manusia
menunjukkan bahwa pewarna pangan dapat menginduksi reaksi-reaksi alergi
secara lebih luas hanya dalam individu-individu sensitive (Babu and Shenolikar,
1995).
Uji pewarna sintetis, uji ini dilakukan pada sampel makanan ringan yang
kurang terkenal dan tidak memiliki merk yang banyak beredar dipasaran. Sampel
yang digunakan sebanyak 20,0507 gram pada sosis (Rhodamin B) dan biskuit
gula sebanyak 20,0932 gram (methanil yellow) dengan dilarutkan di aquadest
sebanyak 100ml.
Kemudian menyiapkan tabung reaksi sebanyak 4 tabung dengan berisi
fitrat sebanyak 5ml lalu, tabung yang sudah berisi fitrat ditambahkan atau
39

diteteskan ke masing-masing tabung dengan larutan HCL Pekat, H2SO4 Pekat,


NaOH 10%, NH4OH 10% semua berubah warna yang tadi merah muda menjadi
keruh terdapat endapa merah muda. Setelah itu kami bandingkan dengan yang
Rhodamin B baku dan Methanil Yellow warna berbeda dengan sampel yang kami
gunakan.
Berdasarkan teori Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari
beberapa metoda yang praktis tetapi teliti untuk mengidentifikasi adanya pewarna
sintetik dan bila perlu dapat membedakan jenis pewarna sintetik dalam makanan.
Hal tersebut penting sekali bagi laboratorium pangan, pembuat kebijaksanaan dan
organisasi pelindung konsumen agar mempunyai suatu teknik atau metoda
analisis yang cepat cara kerjanya dan dapat membedakan antara zat pewarna
makanan dengan pewarna tekstil (Devianti et al, 2010).
Hasil yang didapatkan pada praktikum tidak terjadi perubahan warna pada
tiap sampel yang menunjukkan kemungkinan pada makanan tersebut tersebut
tidak terlihat jelas bahwa produk makanan tersebut tidak terdapat penambahan
pewarna di dalam proses pembuatannya sehingga sulit di deteksi secara subjektif
sehingga lebih baik menggunakan uji objektif.
Factor lain yang bisa menyebabkan tidak terdeteksinya pewarna pada
makanan ini adalah kandungan pewarna sintesis yang terdapat pada produk
jumlahnya sedikit sehingga uji ini tidak bisa mendeteksi pewarna tersebut.
Sehingga dapat disimpulkan pada HCl pekat bewarna keruh terdapat
endapan warna merah muda, H2SO4 pekat bewarna keruh terdapat endapan warna
merah muda , NaOH 10 % bewarna keruh terdapat endapan warna merah muda ,
NH4OH 10 % bewarna keruh terdapat endapan warna merah muda berwarna pada
sampel sosis. Pada sampel biskuit gula di simpulkan bahwa pada HCl pekat
bewarna bening, H2SO4 pekat berwarna bening, NaOH 10% berwarna bening,
NH4OH 10% berwarna bening.
40

RANI DWI APRILIAH ( 15.71.016325 )


Pada praktikum identifikasi bahan pewarna dengan reaksi warna disini zat
pewarna yang ingin diidentifikasi adalah pewarna yang sangat sering didengar
yaitu rhodamin b dan methanil yellow pada bahan pangan yaitu dari makanan
yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Pada praktikum ini praktikan dibagi jadi
12 kelompok dengan berbagai macam sampel yang dibawa pada saat praktikum.
Bahaya kronis dari penggunaan Methanil Yellow dalam jangka panjang
menyebabkan gangguan kesehatan pada fungsi hati, gangguan kandung kemih,
bahkan kanker. Beberapa penyalahgunaan Rhodamin B dan Methanil Yellow
pada pangan, antara lain pada kerupuk, terasi, gulali serta sirup berwarna merah.
Inilah yang memicu terjadinya banyak penyakit baru pada tubuh kita
seperti penyakit berbahaya seperti kanker ( Asmarani, 2009).
Pertama tama sampel ditimbang 20 gram dan dilarutan dengan aquadest
hingga 100 mL dihomogenkan lalu saring kemudian hasil filtrat tersebut diambil
masing masing 5 mL dimasukan kedalam 4 tabung reaksi kemudian dilakukan
pengujian reaksi warna dengan menambahkan Hcl Pekat, H2SO4 Pekat, NaOH
10%,NH4OH 10% yang mana masing masing sebanyak 3 tetes .
jika warna larutan uji tersebut berubah atau bereaksi dengan berubah
warna menjadi merah muda maka sampel tersebut positif mengandung Rhodamin
B kemudian lakukan hal yang sama pada sampel yang kedua untuk
mengidentifikasi methanil yellow jika larutan uji tersebut bereaksi dengan
berubah warna menjadi merah ungu pada pereaksi Hcl pekat dan H2SO4 Pekat
maka sampel tersbut dikatakan positif dan apabila hasil pada pereaksi NaOH 10%
dan NH4OH 10% merubah warna menjadi jingga hasil tersebut dinyatakan positif
mengandung methanil yellow.
Pada tabel hasil pengamatan dapat dilihat hasil dari 12 kelompok terbut
dimana 11 kelompok hasilnya negatif mengandung rhodamin b namun pada
kelompok 2 dengan sampel kerupuk lilit merah hasilnya positif dengan perubahan
warna merah muda pada semua pereaksinya. Kemudian hasil dari methanil yellow
disini 1 sampai 12 kelompok negatif karena tidak ada perubahan atau reaksi warna
pada sampel dengan semua pereaksinya.
41

Dengan hasil disini kita jangan menganggap makanan semua aman disini harus
diperhatikan lingkungan si penjual bias saja para penjual memang tidak
menggunakan bahan yang berbahaya untuk pewarna tapi bagaimana dengnan
pengawet jadi pra konsumen harus berhati hati dan lebih cermat dalam memilih
makanan kalaupun membeli makanan yang bermerek sekalipun pastikan makanan
dilihat nomor registernya dan tanggal kadar luarsanya juga.
42

NIDYA (15.71.016329)

Pewarna makanan merupakan salah satu jenis bahan tambahan pangan


yang dapat memperbaiki penampakan makanan. Penambahan bahan tambahan
pangan mempunyai beberapa tujuan, di antaranya adalah memberi kesan menarik
bagi konsumen, menyeragamkan dan menstabilkan warna, serta menutupi
perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan. Pewarna dibedakan
menjadi dua, yaitu pewarna alami dan sintetik. Bahan pewarna alami adalah
bahan pewarna dari sumber nabati, hewani, atau mineral. Pewarna ini lebih aman
diguna kan untuk mewarnai bahan pangan. Pewarna dibedakan menjadi dua,
yaitu pewarna alami dan sintetik. Bahan pewarna alami adalah bahan pewarna
dari sumber nabati, hewani, atau mineral. Pewarna ini lebih aman digunakan
untuk mewarnai bahan pangan (Cahanar, 2006).

Pewarna buatan untuk makanan diperoleh melalui proses sintesis kimia buatan
yang mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang mengandung
pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi. Beberapa contoh pewarna buatan
yaitu :
1. Warna kuning : tartrazin, sunset yellow
2. Warna merah : allura, eritrosin, amaranth.
3. Warna biru : biru berlian
Bila dibandingkan dengan pewarna sintetis, bahan pewarna alami mempunyai
kelemahan- kelemahan yaitu:
1. Memberikan aroma dan rasa khas yang tidak diinginkan
2. Konsentrasi pigmen rendah
3. Stabilitas pigmen rendah
4. Keseragaman warna yang kurang baik
5. Spektrum warna tidak seluas seperti pada pewarna sintetis

Pewarna tambahan alami ataupun sintetis telah digunakan secara luas pada
makanan, kosmetik dan obat-obatan. Banyak negara Uni Eropa memberikan
notifikasi tentang keberadaan pewarna-pewarna illegal yang diketahui memiliki
sifat karsinogenik dan genotoksik seperti Sudan I, Sudan II, Sudan III, Sudan IV,
43

Para Red, Rhodamin B, dan Orange II pada beberapa bahan makanan (EFSA,
2009)
Pada praktikum ini kami ditugaskan untuk mengidentifikasi pewarna sintetis
pada sampel makanan, sampel yang kami gunakan pada praktikum ini yaitu: sosis
dan biskuit gula. Pada sampel sosis kami mengidentifikasi Rhodamin B,
sedangkan untuk biskuit gula kami mengidentifikasi Methanil yellow dengan
reaksi warna.
Mengidentifikasi Rhodamin B pada sampel sosis sebanyak 20,0507 gram
dihomogenkan kemudian dilarutkan dalam aquadest 100 ml serta ditampung
filtratnya larutan berwarna merah muda, kemudian filtrat dimasukkan kedalam 4
tabung masing-masing 5ml larutan berwarna merah muda, semua tabung yang
berisi filtrate ditambahkan sebanyak 3 tetes :
- (+) Hcl pekat : larutan keruh terdapat endapan merah
muda (-) (duplo)
- (+) HSO pekat : larutan keruh terdapat endapan merah muda
(-) (duplo)
- (+) NaOH 10% : larutan keruh terdapat endapan merah muda
(-) (duplo)
- (+) NHOH 10% : larutan keruh terdapat endapan merah muda
(-) (duplo)
Dilakukakan duplo.
Mengidentifikasi Metanil Yellow pada sampel biskuit gula sebanyak
20,0932 gram dihomogenkan kemudian dilarutkan aquadest 100 ml serta
ditampung filtratnya larutan berwarna kuning, filtrat dimasukkan kedalam 4
tabung masing-masing 5ml larutan berwarna kuning, semua tabung yang berisi
filtrat ditambahkan sebanyak 3 tetes :
- (+) Hcl pekat : larutan berwarna bening (-) (duplo)
- (+) HSO pekat : larutan berwarna bening (-) (duplo)
- (+) NaOH 10% : larutan berwarna bening (-) (duplo)
- (+) NHOH 10% : larutan berwarna bening (-) (duplo)
Kedua sampel yang kami uji terlihat tidak teridentifikasi adanya Rhodamin B
maupun Mehtanil Yellow.
44

Dari ke 7 kelompok ada 1 sampel yang teridentifikasi rhodamin b yaitu pada


kelompok 2 :

Mengidentifikasi Rhodamin B pada sampel kerupuk lilit merah


dihomogenkan kemudian dilarutkan dalam aquadest 100 ml serta ditampung
filtratnya larutan berwarna merah muda, kemudian filtrat dimasukkan kedalam 4
tabung masing-masing 5ml larutan berwarna merah muda, semua tabung yang
berisi filtrat ditambahkan sebanyak 3 tetes :
- (+) Hcl pekat : larutan berwarna merah muda (+) (duplo)
- (+) HSO pekat : larutan berwarna merah muda (+) (duplo)
- (+) NaOH 10% : larutan berwarna merah muda (+) (duplo)
- (+) NHOH 10% : larutan berwarna merah muda (+) (duplo)
Sedangkan pada sampel kerupuk lilit kuning tidak teridentifikasi Methanyl
yellow.
Contoh Kontrol positif :
- Control positif sampel yang teridentifikasi Rhodamin B larutan awal
berwarna merah pekat kemudian setelah ditambahkan dengan Hcl pekat,
HSO, NaOH 10% dan NHOH 10% maka larutan berubah warna
menjadi merah muda (+).
- Control positif sampel yang teridentifikasi adanya Methanil Yellow
larutan awalnya berwarna kuning setelah itu ditambahkan dengan Hcl
pekat dan HSO pekat larutan berubah berwarna merah (+) kemudian
ditambahkan dengan NaOH 10% dan NHOH 10% larutan berubah lagi
berwarna ungu (+).

Konsumsi Rhodamin B dalam jangka panjang dapat terakumulasi di dalam


tubuh dan dapat menyebabkan gejala pembesaran hati dan ginjal, gangguan fungsi
hati, kerusakan hati, gangguan fisiologis tubuh, atau bahkan bisa menyebabkan
timbulnya kanker hati. Methanol yellow merupakan zat warna sintetis berbentuk
serbuk padat berwarna kuning kecoklatan, larut dalam air, agak larut dalam
aseton. Methanil yellow dapat menimbulkan iritasi pada pencernaan.
45

MIRNAWATI (15.71.016332)

Pada percobaan identifikasi bahan pewarna dengan reaksi warna secara


analisis kuantitatif dilakukan menambahkan pereaksi HCL pekat, H2SO4 pekat,
NaOH 10 % dan NH4OH 10 % pada masing-masing tabung reaksi sebanyak 3
tetes. Dari hasil percobaan yang telah dilakukan mengenai kandungan Rhodamin
B dan Methanil Yellow. Sampel yang digunakan diperoleh dari penjual jajanan
dikota palangkaraya. Dari hasil pengujian terdapat 1 sampel yang positif
mengandung Rhodamin B dari total 12 sampel sedangkan sampel lainnya negatife
mengandung Rhodamin B. dan dari pengujian sampel untuk menentukan sampel
mengandung Methanil Yellow dengan cara menambahkan pereaksi HCL pekat,
H2SO4 pekat, NaOH 10 % dan NH4OH 10 % pada masing-masing tabung
reaksi sebanyak 3 tetes. Dari hasil percobaan dengan menggunakan 12 sampel dan
12 sampel tersebut negatife mengandung Methanil Yellow.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sosis dan biscuit
(sampel kelompok 3), larutan HCL pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10 %, NH4OH
10 % , Aquadest, dan kertas saring. Serta alat yang digunakan adalah beaker glass
100 ml, timbangan analitik, batang pengaduk, corong, tabung reaksi dan rak, pipet
ukur 10 ml, ball pipet, pipet tetes, blender, mortir dan stamper.
Sebelum melakukan preparasi sampel dan identifikasi Rhodamin B,
timbang sampel sosis sebanyak 20,0507 gram, kemudian dilarutkan dengan
aquadest 100 ml, dihomogenkan serta ditampung filtratnya dan warna sampel
tersebut merah muda, kemudian filtratnya dimasukkan kedalam 4 tabung masing-
masing sebanyak 5 ml warna sampel tersebut tetap warna merah muda, dan semua
tabung berisi filtrat ditambahkan larutan HCL pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10 %,
NH4OH 10 % (dilakukan duplo) dan hasil yang didapatkan putih keruh endapan
merah muda dan terbukti bahwa sampel sosis negatife mengandung Rhodamind
B. kemudian tahap selanjutnya preparasi sampel dan identifikasi Methanil Yellow
pada sampel biscuit, timbang sampel sebanyak 20,0932 gram, kemudian
dilarutkan dengan aquadest 100 ml, dihomogenkan dan ditampung filtratnya,
warna sampel adalah warna kuning, kemudian filtratnya dimasukkan kedalam 4
tabung masing-masing sebanyak 5 ml, semua tabung yang berisi filtrate
ditambahkan HCL pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10 %, NH4OH 10 % (dilakukan
46

duplo) hasil yang didapatkan warna putih bening dan sampel biscuit negatife
mengandung Methanil Yellow.
Salah satu aspek yang diawasi dalam profil keamanan pangan jajanan
yaitu penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang tidak memenuhi syarat
termasuk bahan tambahan memang jelas-jelas dilarang, seperti pewarna, pemanis
dan bahan pengawet. Pelarangan juga menyangkut dosis penggunaan bahan
tambahan makanan yang melampaui ambang batas maksimum yang telah
ditentukan. Hal ini jelas diatur oleh pemerintah dalam Permenkes RI No.
772/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Pangan yang diperkuat oleh
Permenkes No. 1168/Menkes/1999 serta undang-undang keamanan pangan yaitu
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996.
Bahan pewarna sintetis yang dilarang di Indonesia yang didasarkan pada
Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan pewarna, tidak
diizinkan menggunakan zat warna Methanyl Yellow karena pewarna ini hanya
digunakan untuk pewarna industri tekstil (kain), kertas dan cat, tidak boleh
digunakan sebagai bahan tambahan untuk pangan. Methanyl Yellow dengan
senyawa azo yang bersifat karsinogenik dapat menyebabkan timbulnya gangguan
saluran pencernaan, serta dalam jangka waktu lama dapat merusak jaringan hati.
Zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki
atau memberi warna pada makanan. Penambahan pewarna pada makanan
dimaksud untuk memperbaiki warna makanan yang berubah atau memucat selama
proses pengolahan atau memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar
kelihatan lebih menarik.
Zat pewarna sintesis yang sering ditambahkan pada jajanan adalah
Rhodamin B dan Methanyl Yellow, yaitu merupakan zat warna sintetik yang
umum digunakan sebagai pewarna tekstil. Kedua zat ini merupakan zat warna
tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk-produk pangan. Keduanya
bersifat karsinogenik sehingga dalam penggunaan jangka panjang dapat
menyebabkan kanker.
47

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Prinsip dasar identifikasi pewarna dengan reaksi warna adalah dengan
menambahkan pereaksi-pereaksi berikut : HCl pekat, H2SO4 pekat, NaOH
10%, dan NH4OH 10% lalu diamati perubahan warna yang terjadi.
Perubahan warna sampel menjadi merah muda menunjukan bahwa sampel
mengandung Rhodamin B. sedangkan Positif Methanil yellow ditunjuka
denga perubah warna menjadi ungu ketika ditambahkan dengan HCl pekat
dan H2SO4 pekat, dan perubahan warna sampel menjadi jingga saat
ditambahkan dengan NaOH 10% dan NH4OH 10%.
2. Sosis tidak teridentifikasi mengandung rhodamin B.
3. Biskuit Gula tidak teridentifikasi mengandung methanil yellow.
4. Dari sampel yang telah di gunakan apat diketahui bahwa tidak ada sampel
yang teridentifikasi rhodamin B dan methanol yellow.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan yaitu praktikan harus lebih teliti dan lebih
disiplin serta mengikuti prosedur dan aturan dalam melakukan percobaan, agar
didapatkan hasil yang diinginkan. Selain itu, diharapkan alat-alat serta bahan
yang akan digunakan untuk melakukan percobaan disiapkan sesuai dengan
kebutuhan praktikum.
48

DAFTAR PUSTAKA

Azzura, irwansyah. 2013. Pengembangan Usaha Siomay.


http://irwansyahazzura.blogspot.com/2013/01/makalah-pengembangan-
siomay.html/m=1. Diakses tanggal 29 Oktober 2017.
Balinawati., Khomsan., dan Dwiriani. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta:
Penebar Swadaya.
BPOM. 2005. Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam
Makanan. Jakarta.
Budavari, S. 1996. The Merck Index. Edisi 12. WhiteHouse USA: Merck & Co.
Inc
Cahyadi, Wisnu. 2009. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Depkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/MenKes/Per/IX/1988 Tentang
Bahan Tambahan Makanan. Jakarta.
Djalil, A.D., Hartanti, D., Rahayu, W.S., Prihatin, R., Hidayah, N. 2005.
Identifikasi Zat
Warna Kuning Metanil (Metanil Yellow) dengan Metode Kromatografi
Lapis Tipis
(KLT) pada Berbagai Komposisi Larutan Pengembang Jurnal Farmasi,
Vol. 03,
(2), 28-29,.Fakultas Farmasi UMP, Purwokerto.
Femelia, Welly. 2009. Skripsi Analisa Penggunaan Zat Warna Pada Keripik
Balado Yan Diproduksi Di Kecamatan Payakumbuh Barat. Medan :
Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.
Hardjono, S. 1991. Dasar-Dasar Spektroskop. Yogyakarta : Liberty.
Irianto, Kus., & Kusno, Waluyo. 2007. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung:
Yrama Widya.
Kemenkes RI. 2012. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012
Tentang Bahan Tambahan. Jakarta.
Khamid, I.R. (2006). Bahaya Boraks Bagi Kesehatan. Jakarta. Penerbit Kompas.
Nainggolan, G dan Sihombing. 1984. Rodamin B dan Metanil kuning (Metanil
Yellow) sebagai Penyebab Toksik pada Mencit dan Tikus Percobaan.
Unit penelitian gizi Diponegoro. Badan penelitian dan pengembangan
kesehatan Depkes R.I. Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
49

Purba, Elisabet R. 2009. Analisis Zat Pewarna Pada Minuman Sirup yang dijual
Di Sekolah Dasar Kelurahan Lubuk Pakam III Kecamatan Lubuk Pakam.
Medan: Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
Rahayu, WP, Wulandari N, Nurfaidah D, Koswara S, Subarna, Kusumaningrum
HD. 2011. Keamanan Pangan Peduli Kita Bersama. Bogor: IPB Press.
Dalam Karya Tulis Ilmiah Rahmadani, 2013. Identifikasi Boraks Pada
Siomay di Kecamatan Jekan Raya Kota Palangka Raya. Program Studi D-
III Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Palangkaraya. Palangka Raya.
Rahmadani, 2013. Identifikasi Boraks Pada Siomay di Kecamatan Jekan Raya
Kota Palangka Raya. Palangka Raya. Program Studi D-III Farmasi
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Palangkaraya.
Suklan H,.2002. Apa dan Mengapa Boraks Dalam Makanan. Penyehatan Air dan
Sanitasi (PAS) Vol . IV Nomor 7
Sumantri dan Abdul Rohman. 2007. Analisis Makanan. Yogyakarta: Penerbit
UGM
Supriatna, Aan. 2013. Pembuatan Siomay Ikan.
lalaukan.blogspot.co.id/2013/11/pembuatan-siomay-ikan.html?m=1.
Diakses tanggal 29 Oktober 2017.
Syah, D. (2005). Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor:
Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Trestiati, Mela. 2003. Analisis Rhodamin B pada Makanan dan Minuman Jajanan
Anak SD (Studi Kasus : Sekolah Dasar di Kecamatan Margaasih
Kabupaten
Bandung). Bandung : Tesis.Pascasarjana Fakultas Kesehatan Lingkungan.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Vogel. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Diterjemahkan
oleh Setiono L., et all., edisi kelima. Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka.
Widyaningsih, T.D. dan Murtini, E.S 2006. Alternative Pengganti Formalin pada
Produk Pangan. Surabaya: Trubus Agrisarana.
Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Winarno F.G, Rahayu TS. 1994. Bahan Tambahan Untuk Makanan dan
Kontaminan. .Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Yuliarti, N. 2007. Awas! Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: C.V
Andi.
50

LAMPIRAN

Gambar 1 Baku Rhodamin B dibandingkan dengan Sampel Sosis


(Duplo)

Gambar 2 Baku Mathanil Yellow dibandingkan dengan Sampel Biskuit Gula


(Duplo)

Gambar 3 Larutan Sampel Sosis (Kiri) & Larutan Sampel Biskuit Gula
(Kanan)

You might also like