You are on page 1of 3

BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis STEMI ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran
EKG adanya elevasi ST 1 mm, minimal pada 2 sandapan yang berdampingan. Pemeriksaan
enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan
memberikan terapi revaskularisasi tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim.1,2,3

Menurut Irmalita (1996), diagnosis IMA ditegakkan bila didapatkan dua atau lebih dari 3
kriteria, yaitu

Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian nitrat biasa.
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut, EKG
pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST.
Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi
gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika trombus
tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan
gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke dalam unstable angina atau
Non STEMI (Cannon, 2005).
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan
masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik (Patel, 1999).
Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah
yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain aspartate
aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-
MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan cardiac
troponin I dan T (cTnI dan cTnT) (Samsu, 2007). Peningkatan kadar serum protein-
protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard (Nigam, 2007). 1. Adanya nyeri dada
2. Perubahan elektrokardiografi (EKG) 3. Peningkatan petanda biokimia.

Pasien dengan gejala nyeri dada sebelah kiri seperti terdindih beban berat. Nyeri dada
dirasakan 6 jam. Tidak menghilang dengan istirahat. Sesak, mual, muntah, gelisah. Faktor resiko

21
yang dimiliki pasien diantaranya merokok, darah tinggi, kolesterol tinggi. Pada pemeriksaan
penunjang EKG, didapatkan adanya ST elevasi pada anteroseptal. Pada pasien tidak dilakukan
pemeriksaan terhadap enzim jantung akibat keterbatasan fasilitas laboratorium di RS.
Berdasarkan kepustakaan keluhan nyeri dada substernal >30 menit dengan keringat dingin
merupakan gejala IMA STEMI.

Ditunjang dengan EKG yang mendukung terjadinya infark pada anteroseptal. Adanya
ST-elevasi pada EKG telah menyingkirkan diagnosa lain yang termasuk sindrom koroner akut
seperti unstable angina pectoris (UAP) dan Non-STEMI. Sebagian besar pasien dengan
presentasi awal STEMI mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya
didiagnosis sebagai infark miokard gelombang Q. Evolusi tersebut dapat dilihat dengan menilai
EKG serial pada pasien. EKG serial pada pasien ini diawali dengan adanya hyperacute T-Wave
yang berkembang menjadi ST-Elevation, sampai berakhir menjadi Q-wave.

Gambar 9. Evolusi MCI dengan STEMI

Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada,
penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik
dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA. Pemeriksaan
EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan terapi karena bukti kuat menunjukkan
gambaran elevasi ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi
reperfusi. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup

22
mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi
reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di RS dan menghindari
pemulangan cepat pasien dengan STEMI. Pada pasien diberikan terapi cedocard drip dan
nitrokaf untuk mengatasi nyeri. Pasien memenuhi syarat untuk mendapatkan terapi fibrinolitik
karena onset serangan masih dalam golden period. Pasien direncanakan mendapatkan terapi
Streptokinase vial 1.5 juta dalam satu jam, namun obat fibrinolitik tidak tersedia di rumah sakit.
Pasien diberikan obat antitrombotik berupa low-molecular-weight heparin (LMWH) selama 3
hari. Terapi antitrombotik dihentikan pada hari perawatan ke 4 karena pasien mengalami
perdarahan spontan berupa mimisan. Setelah perawatan hari ke-4 keadaan umum pasien
membaik dan pasien direncanakan untuk rawat jalan.

23

You might also like