You are on page 1of 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA DI RUANG ICU RSI SULTAN AGUNG

SEMARANG

Disusun oleh :

ANDANG WIRATAMA

NIM. 690150195

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2016
LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA

A. PENGERTIAN
Penyakit asma merupakan proses inflamasi kronik saluran pernafasan yang
melibatkan banyak sel dan elemennya. Proses inflamasi kronik ini menyebabkan saluran
pernafasan menjadi hiperesponsif, sehingga memudahkan terjadinya bronkokontriksi,
edema, dan hipersekresi kelenjar yang menghasilkan pembatasan aliran udara di saluran
pernafasan dengan manifestasi klinik yang bersifat periodic berupa mengi, sesak nafas,
dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam hari. Gejala ini berhubungan dengan
luasnya inflamasi yang derajatnya bervariasi dan bersifat reversible secara spontan
maupun dengan atau tanpa pengobatan (GINA, 2011).

Pada penderita asma, saluran napas menjadi sempit dan hal ini membuat sulit
bernapas. Terjadi beberapa perubahan pada saluran napas penyandang asma, yaitu
dinding saluran napas membengkak, adanya sekumpulan lendir dan sel-sel yang rusak
menutupi sebagian saluran napas, hidung mengalami iritasi dan mungkin menjadi
tersumbat, dan otot-otot saluran napas mengencang tetapi semuanya dapat dipulihkan ke
kondisi semula dengan terapi yang tepat. Selama terjadi serangan asma, perubahan dalam
paru-paru secara tiba-tiba menjadi jauh lebih buruk, ujung saluran napas mengecil, dan
aliran udara yang melaluinya sangat jauh berkurang sehingga bernapas menjadi sangat
sulit (Black & Hawks, 2014).

B. PENYEBAB
Ada beberapa hal yang merupakan faktor timbulnya serangan asma.
1. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma.
a. Faktor ekstrinsik (alergik)
Reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen yang dikenal seperti
debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
b. Faktor intrinsik (non-alergik)
Tidak berhubungan dengan alergen, seperti common cold, infeksi traktus
respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan
serangan.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2008)
2. Ada dua faktor yang menjadi pencetus asma:
a. Pemicu Asma (Trigger)
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan
(bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Trigger dianggap
menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa
menjurus menjadi asma jenis intrinsik. Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang
diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu
pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun, saluran
pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau
sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan
bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara, asap rokok,
infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan.
b. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus
hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducer
dianggap sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik.
Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung
lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah
alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk ke tubuh
melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau
mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit (Ward et al, 2008).
3. Sedangkan Levy et al (2009) tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Secara
umum pemicu asma adalah:
a. Faktor Predisposisi
1) Genetik
Bakat alergi merupakan hal yang diturunkan dari faktor genetik, meskipun
belum diketahui bagaimana cara penurunannya dengan jelas. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Adanya bakat alergi ini menyebabkan penderita sangat mudah
terkena penyakit asma bronkial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain
itu hipersentivisitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a) Inhalan yang masuk melalui saluran pernapasan, seperti : debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b) Ingestan yang masuk melalui mulut, seperti: makanan dan obat-obatan.
c) Kontaktan yang masuk melalui kontak dengan kulit, seperti: perhiasan,
logam dan jam tangan.
2) Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan asma berhubungan
dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal
ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
3) Stres
Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping
gejala asma yang timbul harus segera diobati, penderita asma yang
mengalami stres/gangguan emosi perlu diberi nasihat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya karena jika stresnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.
4) Lingkungan kerja.
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma.
Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja
di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas.
Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
5) Olah raga atau aktivitas jasmani yang berat.
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktivitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktivitas biasanya
terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
6) Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya
rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan
inflamasi membran mukus.

C. KLASIFIKASI
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan faal paru dapat ditentukan klasifikasi
(derajat) Asma sebagai berikut:
Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis menurut PDPI (2010)
adalah sebagai berikut:
Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal Paru
I. Intermitten Bulanan APE > 80%
-Gejala <1x/minggu - < 2 kali sebulan -VEP1 > 80% nilai
-Tanpa gejala diluar prediksi
serangan -APE > 80% nilai
-Serangan singkat prediksi
-Variabiliti APE <
20%
II. Persisten Ringan Mingguan APE > 80%
-Gejala > - >2 kali sebulan -VEP1 > 80% nilai
1x/minggu, tetapi prediksi
<1x/hari -APE > 80% nilai
-Serangan terbaik
mengganggu -Variabiliti APE
aktivitas dan tidur 20-30%
III. Persisten Sedang Mingguan APE < 60%
-Gejala setiap hari - >1x/minggu -VEP1 60-80%
-Serangan nilai prediksi
mengganggu -APE 60-80% nilai
aktivitas dan tidur terbaik
-Membutuhkan -Variabiliti APE
bronkodilator setiap > 30%
hari
IV. Persisten Berat Kontinyu APE < 60%
-Gejala terus - Sering -VEP1< 60% nilai
menerus prediksi
-Sering kambuh -APE < 60% nilai
Aktivitas fisik terbaik
terbatas -Variabiliti APE
< 30%

J. MANIFESTASI KLINIK
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi
(whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk kronis
dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan berat
didada. Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :
1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma atau
keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma akan
muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi
bronchial di laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada kelainan,
tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran pernafasan. Biasanya
terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan
tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit
tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan
keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi. Pada serangan asma ini dapat dilihat
yang berat dengan gejala-gejala yang makin banyak antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberapa
serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang
lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi
apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal (O'donnell, &
Laveneziana, 2007).

K. PATOFISIOLOGI
Berkaitan dengan gangguan saluran pernapasan yang berupa peradangan dan
bronkokonstriksi, beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar yakni asma
ekstriksi dan asma intrinsik. Berdasarkan klasifikasi tersebut akan dijabarkan masing-
masing dari patofisiologinya.
1. Asma Ekstrinsik
Pada asma ekstrinsik alergen menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa
bronkus yang mengakibatkan konstriksi otot polos, hiperemia serta sekresi lendir
putih yang tebal. Mekanisme terjadinya reaksi ini telah diketahui dengan baik, tetapi
sangat rumit. Penderita yang telah disensitisasi terhadap satu bentuk alergen yang
spesifik, akan membuat antibodi terhadap alergen yang dihirup itu. Antibodi ini
merupakan imunoglobin jenis IgE. Antibodi ini melekat pada permukaan sel mast
pada mukosa bronkus. Sel mast tersebut tidak lain daripada basofil yang kita kenal
pada hitung jenis leukosit. Bila satu molekul IgE yang terdapat pada permukaan sel
mast menangkap satu molekul alergen, sel mast tersebut akan memisahkan diri dan
melepaskan sejumlah bahan yang menyebabkan konstriksi bronkus. Salah satu contoh
yaitu histamin, contoh lain ialah prostaglandin. Pada permukaan sel mast juga
terdapat reseptor beta-2 adrenergik. Bila reseptor beta-2 dirangsang dengan obat anti
asma Salbutamol (beta-2 mimetik), maka pelepasan histamin akan terhalang.
Pada mukosa bronkus dan darah tepi terdapat sangat banyak eosinofil. Adanya
eosinofil dalam sputum dapat dengan mudah diperlihatkan. Dulu fungsi eosinofil di
dalam sputum tidak diketahui, tetapi baru-baru ini diketahui bahwa dalam butir-butir
granula eosinofil terdapat enzim yang menghancurkan histamin dan prostaglandin.
Jadi eosinofil memberikan perlindungan terhadap serangan asma. Dengan demikian
jelas bahwa kadar IgE akan meninggi dalam darah tepi (Black & Hawks, 2014).
2. Asma Intrinsik
Terjadinya asma intrinsik sangat berbeda dengan asma ekstrinsik. Mungkin mula-
mula akibat kepekaan yang berlebihan (hipersensitivitas) dari serabut-serabut nervus
vagus yang akan merangsang bahan-bahan iritan di dalam bronkus dan menimbulkan
batuk dan sekresi lendir melalui satu refleks. Serabut-serabut vagus, demikian
hipersensitifnya sehingga langsung menimbulkan refleks konstriksi bronkus. Atropin
bahan yang menghambat vagus, sering dapat menolong kasus-kasus seperti ini. Selain
itu lendir yang sangat lengket akan disekresikan sehingga pada kasus-kasus berat
dapat menimbulkan sumbatan saluran napas yang hampir total, sehingga berakibat
timbulnya status asmatikus, kegagalan pernapasan dan akhirnya kematian.
Rangsangan yang paling penting untuk refleks ini ialah infeksi saluran pernapasan
oleh flu (common cold), adenovirus dan juga oleh bakteri seperti hemophilus
influenzae. Polusi udara oleh gas iritatif asal industri, asap, serta udara dingin juga
berperan, dengan demikian merokok juga sangat merugikan (Black & Hawks, 2014).

L. PATHWAYS

Faktor Pencetus

Alergi Idiopatik

Edema dinding dada Spasme otot polos Sekresi mucus kenntal


bronkiolus didalam lumen
bronkiolus

Ekspirasi Menekan sisi Diameter Bronkiolus Bersihan jalan


luar bronkiolus mengecil nafas tidak efektif

Ketidakefektifan Intoleransi aktifitas


Dispneu
pola nafas

Gangguan Perfusi paru tidak


pertukuran gas cukup mendapat
ventilasi
M. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah mencapai asma terkontrol sehingga
penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-
hari.
a. Terapi Obat
Penatalaksanaan medis pada penderita asma bisa dilakukan dengan pengguaan
obat-obatan asma dengan tujuan penyakit asma dapat dikontrol dan dikendalikan.
Karena belum terlalu lama ini, yakni baru sejak pertengahan tahun 1990-an mulai
mengental keyakinan di kalangan kedokteran bahwa asma yang tidak terkendali
dalam jangka panjang bisa menyebabkan kerusakan pada saluran pernapasan dan
paru-paru.
Cara menangani asma yang reaktif, yakni hanya pada saat datangnya serangan
sudah ketinggalan zaman. Hasil penelitian medis menunjukkan bahwa para penderita
asma yang terutama menggantungkan diri pada obat-obatan pelega
(reliever/bronkodilator) secara umum memiliki kondisi yang buruk dibandingkan
penderita asma umumnya. Selanjutnya prosentase keharusan kunjungan ke unit gawat
daruat (UGD), keharusan mengalami rawat inap, dan risiko kematiannya karena asma
juga lebih tinggi.
Hal ini membuktikan bahwa pasa asma ekstrinsik, penyebab asma yang mereka
derita adalah karena peradangan (inflamasi), dan bukan karena bronkokonstriksi.
Dengan demikian, dokter masa kini menggunakan obat peradangan sebagai senjata
utama, sedang obat-obatan pelega sebagai pendukung. Keyakinan ini sangat
disokong oleh penemuan obat-obatan pencegah peradangan saluran pernapasan, yang
aman untuk digunakan dalam jangka panjang.
b. Alat-alat hirup
Alat hirup dosis terukur atau Metered Dose Inhaler (MDI) disebut juga inhaler
atau puffer adalah alat yang paling banyak digunakan untuk menghantar obat-obatan
ke saluran pernapasan atau paru-paru pemakainnya. Alat ini menyandang sebutan
dosis terukur (metered-dose) karena memang menghantar suatu jumlah obat yang
konsisten/terukur dengan setiap semprotan.
Sebagai hasil teknologi mutakhir, alat hirup dosis terukur kini bisa digunakan oleh
segala tingkatan usia, mulai dari balita hingga lansia. Alat hirup dosis terukur memuat
obat-obatan dan cairan tekan (pressurized liquid), biasanya chlorofluorocerbous/CFC,
yang mengembang menjadi gas ketika melewati moncongnya. Cairan yang sebutan
populernya adalah propelan tersebut memecah obat-obatan yang dikandung menjadi
butiran-butiran atau kabut halus, dan mendorongnya keluar dari moncong masuk ke
saluran pernapasan atau paru-paru pemakainya.
c. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit
asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta
menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
d. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada
lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus,
termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
e. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat
dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada (Anonim, 2011)

N. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
1. Biodata
2. Keluhan Utama
Pasien mengatakan sesak nafas atau dispnea, batuk, dan mengi/wheesing/napas
berbunyi
3. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu
b) Riwayat alergi dan riwayat penyakit saluran napas bagian bawah (rhinitis,
urtikaria, dan eksim)
c) Riwayat kesehatan masa lalu
Biasanya pasien mempunyai riwayat alergi seperti debu serta cuaca dingin.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Ada anggota keluarga yang menderita asma
e) Riwayat psikososial
f) Kondisi rumah
Tinggal di daerah dengan tingkat polusi tinggi
g) Terpapar dengan asap rokok
b. Pemeriksaan fisik
a. Sistem Pernapasan / Respirasi
Sesak, batuk produktif, tachypnea, orthopnea, barrel chest, penggunaan otot
aksesori pernapasan, Peningkatan PCO2 dan penurunan O2,sianosis, perkusi
hipersonor, pada auskultasi terdengar wheezing, ronchi basah sedang, ronchi
kering musikal.
b. Sistem kardiovaskuler
Diaporesis, tachicardia, dan kelelahan.
c. Sistem Persyarafan atau neurologi
Pada serangan yang berat dapat terjadi gangguan kesadaran
d. Sistem perkemihan
Produksi urin dapat menurun jika intake minum yang kurang akibat sesak nafas.
e. Sistem Pencernaan atau Gastrointestinal
Terdapat nyeri tekan pada abdomen, tidak toleransi terhadap makan dan minum,
mukosa mulut kering.
f. Sistem integument
Berkeringat akibat usaha pernapasan klien terhadap sesak nafas.

O. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang dapat ditegakkan yaitu:
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(bronkospasme), penumpukan sekret, sekret kental.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(bronkospasme).
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(bronkuspasme).
4. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat imunitas.

P. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan/Kriteria
No Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1 Tidak Pencapaian Mandiri 1.
efektifnya bersihan jalan
1. 1. Auskultasi 1. Beberapa derajat
bersihan napas dengan bunyi nafas, spasme bronkus
jalan nafas kriteria hasil catat adanya terjadi dengan
berhubungan sebagai berikut: bunyi nafas, obstruksi jalan nafas
dengan 1. 1.Mempertahank misalnya: mengi dan dapat/tidak
gangguan an jalan napas 2. 2.kaji dan pantau dimanifestasikan
suplai paten dengan frekuensi adanya nafas
oksigen bunyi napas pernafasan, catat advertisius.
(bronkospas bersih atau jelas. rasio 2. Tachipnea
me), 2. 2.Menunjukan inspirasi/ekspira biasanya ada pada
penumpukan perilaku untuk si. beberapa derajat dan
sekret, sekret memperbaiki 3.Catat adanya dapat ditemukan
kental bersihan jalan derajat dispnea, pada penerimaan
nafas misalnya ansietas, distress atau selama stress
batuk efektif dan pernafasan, atau adanya proses
mengeluarkan penggunaan obat infeksi akut.
sekret. bantu. 3. Disfungsi
4. Tempatkan pernafasan adalah
posisi yang variable yang
nyaman pada tergantung pada
pasien, contoh: tahap proses akut
meninggikan yang menimbulkan
kepala tempat perawatan di rumah
tidur, duduk sakit.
pada sandara 4. Peninggian
tempat tidur. kepala tempat tidur
5. Pertahankan memudahkan fungsi
polusi pernafasan dengan
lingkungan menggunakan
minimum, gravitasi.
contoh: debu, 5. Pencetus tipe
asap dll. alergi pernafasan
6. Tingkatkan dapat mentriger
masukan cairan episode akut.
sampai dengan 6. Hidrasi
3000 ml/ hari membantu
sesuai toleransi menurunkan
jantung kekentalan sekret,
memberikan air penggunaan cairan
hangat. hangat dapat
Kolaborasi menurunkan
7. Berikan obat kekentalan sekret,
sesuai indikasi penggunaan cairan
bronkodilator. hangat dapat
menurunkan spasme
bronkus.
7. Merelaksasikan
otot halus dan
menurunkan spasme
jalan nafas, mengi,
dan produksi
mukosa.
2 Pola nafas Perbaikan pola Mandiri
tidak efektif nafas dengan 1.Ajarkan pasien 1. Membantu pasien
berhubungan kriteria hasil pernapasan memperpanjang
dengan sebagai berikut: dalam. waktu ekspirasi
gangguan 1.Mempertahank 2. Tinggikan sehingga pasien
suplai an ventilasi kepala dan bantu akan bernapas lebih
oksigen adekuat dengan mengubah efektif dan efisien.
(bronkospas menunjukan RR: posisi. Berikan 2. Duduk tinggi
me) 16-20 x/menit posisi semi memungkinkan
dan irama napas fowler. ekspansi paru dan
teratur. Kolaborasi memudahkan
2. Tidak 3. Berikan pernapasan.
mengalami oksigen 3. Memaksimalkan
sianosis atau tambahan. bernapas dan
tanda hipoksia menurunkan kerja
lain. napas.
3. Pasien dapat
melakukan
pernafasan
dalam.
3 Gangguan Perbaikan Mandiri
pertukaran pertukaran gas 1. Kaji dan 1. Sianosis mungkin
gas dengan kriteria awasi secara perifer atau sentral
berhubungan hasil sebagai rutin kulit dan keabu-abuan dan
dengan berikut: membrane sianosis sentral
gangguan 1. Perbaikan mukosa. mengindikasikan
suplai ventilasi. 2. Palpasi beratnya
oksigen 2. Perbaikan fremitus. hipoksemia.
(bronkuspas oksigen jaringan3. 3. Awasi tanda- 2. Penurunan
me) adekuat. tanda vital dan getaran vibrasi
irama jantung. diduga adanya
Kolaborasi pengumplan
3.Berikan cairan/udara.
oksigen 3.Tachicardi,
tambahan sesuai disritmia, dan
dengan indikasi perubahan tekanan
hasil AGDA dan darah dapat
toleransi pasien. menunjukan efek
hipoksemia sistemik
pada fungsi jantung.
Dapat memperbaiki
atau mencegah
memburuknya
hipoksia.
4 Risiko tinggi Tidak terjadinya Mandiri
terhadap infeksi dengan 1. Awasi suhu. 1.Demam dapat
infeksi kriteria hasil 2.Diskusikan terjadi karena
berhubungan sebagai berikut: adekuat infeksi dan atau
dengan tidak 1.Mengidentifika kebutuhan dehidrasi.
adekuat sikan intervensi nutrisi. 2. Malnutrisi dapat
imunitas untuk mencegah Kolaborasi mempengaruhi
atau menurunkan 3.Dapatkan kesehatan umum
resiko infeksi. spesimen dan menurunkan
2. Perubahan pola sputum dengan tahanan terhadap
hidup untuk batuk atau infeksi.
meningkatkan pengisapan 3.Untuk
lingkungan yang untuk pewarnaan mengidentifikasi
nyaman. gram, kultur atau organisme penyabab
sensitifitas. dan kerentanan
terhadap berbagai
anti microbial.
Q. EVALUASI
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(bronkospasme), penumpukan sekret, sekret kental.
Kriteria hasil yang diharapkan:
Pencapaian bersihan jalan napas dengan kriteria hasil sebagai berikut:
1. Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih atau jelas.
2. Menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas misalnya batuk
efektif dan mengeluarkan sekret.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(bronkospasme).
Kriteria hasil yang diharapkan:
Perbaikan pola nafas dengan kriteria hasil sebagai berikut:
1. Mempertahankan ventilasi adekuat dengan menunjukan RR: 16-20 x/menit dan
irama napas teratur.
2. Tidak mengalami sianosis atau tanda hipoksia lain.
3. Pasien dapat melakukan pernafasan dalam.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(bronkuspasme).
Kriteria hasil yang diharapkan:
Perbaikan pertukaran gas dengan kriteria hasil sebagai berikut:
1. Perbaikan ventilasi.
2. Perbaikan oksigen jaringan adekuat.
4. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat imunitas.
Kriteria yang diharapakan:
Tidak terjadinya infeksi dengan kriteria hasil sebagai berikut:
1. Mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi.
2. Perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Informasi Obat Nasional Indonesia. Depatemen Kesehatan Republik


Indonesia. Jakarta
Black J.M & Hawks J.H. (2014). Keperwatan Medikal Bedah. Edisi 8-Buku 3. Jakarta:
Salemba Medika.
GINA. 2011. At A Galance Asthma Management Reference. Diakses dari
http://www.ginasthma.org/at-a-galance-asthma-management-reference pada
tanggal 20 Juli 2016
Levy et al. (2009). Diagnostic Spirometryin Primary Care. Primary Care Respiratory
Journal. (www.ncbi.nlm.nih.gov/) Diakses tanggal 23 Juli 2016
O'donnell, D. E., & Laveneziana, P. (2007). Dyspnea And Activity Limitation In COPD:
Mechanical Factors. Journal Of Chronic Obstructive Pulmonary Disease, 4;
225 - 236.
PDPI. 2010. Asma: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan. Diakses dari
http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.pdf pada tanggal 20 Juli 2016
Smeltzer, S, & Bare. 2008. Brunner and Suddarths Textbook of Medical Surgical
Nursing. Philadelpia: Lipincot
Ward, J.P.T, Ward, Jane., Leach, Richard M., & Wiener, Charles M. (2008). At a Glance
Sistem.Respirasi. Jakarta: Erlangga.

You might also like