Professional Documents
Culture Documents
PENULIS
Fajriansyah Miftahul Falah (2714100063)
Hendy Roesma Wardhana (2714100064)
Hakimul Wafda (2714100065)
Herald Mathius Unggul (2714100077)
1
BAB I: PENDAHULUAN
2
3. Bagaimana proses fabrikasi ban?
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui proses fabrikasi pembuatan ban
2. Mengetahui bahan yang digunakan dalam pembuatan ban
3. Mengetahu proses fabrikasi pembuatan ban
1.4 MANFAAT
Manfaat yang diperoleh dalam pembuatan makalah ini antara lain mahasiswa
mengetahui proses fabrikasi pembuatan ban, bahan yang digunakan dalam pembuatan
ban, sekaligus mengetahui proses fabrikasinya.
3
BAB II: TINJAUAN PUSATAKA
Gambar 2.1. 2D CAD pada ban 165/70 R13 Gambar 2.2. 3D CAD
(Korunovic, 2011)
4
2.3 PROPERTIES KOMPONEN TEKNIK
Innerliner
Merupakan lapisan terdalam yang berfungsi sebagai pengganti ban dalam.
Lapisan ini memiliki pori-pori yang sangat rapat sehingga udara tidak dapat menembus
keluar
Ply Cord
Lapisan yang dibuat dari benang polyester ini berfungsi untuk menahan beban
maupun kecepatan.
Apex
Karet keras yang berfungsi untuk menjaga stabilitas saat menikung sekaligus
sebagai tumpuan beban.
Bead Wire
Kawat yang diberi lapisan karet dan berfungsi sebagai pemegang pelek.
Sidewall compound
Bagian dinding ban yang dibuat dari kompon khusus sehingga tahan terhadap
benturan samping namun tetap empuk sehingga berfungsi juga sebagai suspensi.
Sidewall ini sangat berpengaruh terhadap keempukan sebuah ban.
Rim Cushion
Lapisan karet khusus untuk melindungi bead wire di area pelek. Lapisan ini
bersentuhan langsung dengan pelek.
Belt layer
Ada dua lapis yang terbuat dari steel cord. Berfungsi untuk menjaga stabilitas
dan ketahanan di kecepatan tinggi termasuk menjaga agar permukaan ban tetap rata saat
menikung.
Capply
Bahan khusus untuk melindungi steel cord dari panas saat ban berputar cepat.
Under tread compound
Berada di antara tread compound dan capply. Berfungsi sebagai perekat.
Tread Coumpound
Lapisan terluar yang menapak langsung ke jalan. Bahan ini dituntut memiliki
tingkat keausan yang kecil, namun tetap empuk.
5
mengembangkan cara vulkanisasi. Sedangkan yang memiliki ide atau pencetus gagasan
dibuatnya ban adalah Dunlop pada tahun 1888 dan kemudian dikembangkan oleh
Goldrich (Tim Penulis PS, 1999).
6
diperkenalkan pada tahun 1953. Namun meskipun begitu masih tetap di gunakan hingga
sekarang ban dengan menggunakan tube dalam (Billmeyer, 1984)
2.7.1 Sintesis Polimer natural Rubber (Polyisoprene)
Natural Rubber merupakan sebuah high-molecular-weight polimer dari isoprene,
yang pada dasarnya semua semua isoprene memiliki konfigurasi cis-1,4. Polimer
natural memiliki rata-rata derajat polimerisasi sebesar 5000 dan sebuah distribusi besar
dari molecular weight. Natural rubber dapat diperoleh dari sekitar 500 spesies berbeda
tanaman. Tanaman yang biasa di gunakan adalah pohon Hevea Brasiliensis. Karet
berasal dari getah yang didalamnya mengandung 25-40% hidrokarbon karet yang
distabilkan dengan material protein jumlah kecil dan asam lemak. Untuk karet lembaran
adalah hasil dari penambahan sodium bisulfit dalam jumlah kecil untuk memutihkan
karet tersebut. Koagulum tersebut di roll dalam lembaran dengan ketebalan 1 mm dan
dikeringkan di udara pada temperatur 50o C. (Billmeyer, 1984)
2.7.2 Sintesis Polimer Styrene-Butadiene Rubber (SBR)
Karet tersebut dibuat dengan emulsi polimerisasi menggunakan mutual recipe
pada temperatur 50oC. Setelah perang dunia ke 2, kualitas produk ditingkatkan dengan
polimerisasi pada 5oC dengan beberapa dibuat pada temperatur se rendah -10o C atau -
18o C. Perubahan dibuat oleh penggunaan inisiator yang lebih aktif. Seperti cumene
hydroperoxide dan p-methane hydroperoxide, dan penambahan konponen antifreeze
pada campuran. Produk ini dikenal dengan cold rubber. Larutan anionic
copolymerization dari butadiena dan styrene dengan katalis alkalilithium yang
digunakan untuk memproduksi larutan yang dinamakan SBR. Produk tersebut memiliki
distribusi molecular weight sempit, molecular weight lebih tinggi, dan cis-1,4-
polybutadiene kontel lebih tinggi dengan emulsi SBR. penggunaan dan ketahanan crack
lebih baik (Billmeyer, 1984)
2.7.3 Sintesis Polyisobutylene dan Butyl Rubber
Polimerisasi dari isobutilene dan campuran dengan diolefins typifiles adalah
aplikasi industri dari low-temperature cationic polymerization. Isobutilene
berpolimerisasi cepat pada -80o C dengan fiedel-crafts catalysts. Dalam sistem besar
pada -80oC, polimerisasi cepat disebabkan oleh penggelembungan gas BF3 melalui
isobutylene. Panas reaksi dapat diserap dengan menambahkan karbon dioksida padat
pada monomer atau dengan menambahkan sebuah low-boiling diluent seperti pentana
dan etilen yang direflux. Ini adalah tipikal proses, butil rubber yang dimanufaktur
dengan mencampurkan isobutylene dengan 1,5-4,5 % isoprene dan metil klorida
sebagai pencair. Campuran ini diumpankan ke adukan reaktor yang didinginkan pada -
95oC dengan liquid etilen. Larutan katalis, dibuat dari melarutkan anhydrous
alumunium klorida dalam penambahan metil klorida. Polimer terbentuk sekali dengan
produk terbagi yang dicabut secara halus dalam campuran reaksi. Larutan dikeluarkan
dari reaktor secara berlanjut sebagai monomer dan katalis yang ditambahkan. Campuran
produk dilewatkan dalam sebuah volume besar dari air panas yang bergerak dalam
sebuah tangki dimana komponen yang mudah menguap terjadi penguapan dan kembali.
Sebuah antioksidan dan beberapa zinc stearate untuk mencegah aglomerasi dari partikel
7
polimer yang ditambahkan pada poin ini. polimer yang selanjutnya di filter, dikeringkan
dan di ekstruksi. (Billmeyer,1984)
8
lebih tinggi dicapai. Ketahanan robek dari butyl lumayan baik dan tersisa sangat baik
pada temperatur tinggi dan dalam waktu yang lama. Dan kotras terhadap natural rubber.
Sifat elektrik yang baik, seperti yang diperkirakan dari ketidak kutubannya, terlarut
alami. Sifat dinamis dan elastis dari butil ditandai dengan kelembaman melebihi
temperatur antara -30oC ke +40oC, karakteristik dari polimer dengan gesekan internal
tinggi dan kelembapan tinggi. Pelambungan yang lambat dan kenaikan panas tinggi.
9
bantuan manusia. Tidak mungkin proses building bisa dilakukan mesin secara fully
otomatis.
Dari mesin ini, dihasilkan ban utuh namun masih mentah. Bentuknya
menggembung seperti donat tanpa kembangan di bagian luar. Jika diperhatikan
permukaannya seperti ban slick.
7. Curing
Tidak seperti proses building, di bagian ini suhu ruangan mencapai 41 derajat
Celcius. Proses curing merupakan akhir dari proses pembuatan ban.
Di sini ban mentah dicetak dengan suhu sekitar 178 Celcius selama kira-kira 8
menit, tergantung ukuran bannya. Keluar dari mesin curing, ban sudah terbentuk
termasuk profil, tulisan merek, tipe, ukuran ban dan semua informasi yang ada di
dinding ban.
8. Finishing/quality control
Setelah selesai, ban diperiksa secara visual apakah ada cacat atau tidak. Proses
ini tentu saja tidak menggunakan mesin, jadi ketelitian pekerja sangat dibutuhkan.
Selain visual, kontrol juga dilakukan dengan pemeriksaan balance dan menggunakan
sinar X.
Ban tidak mungkin bisa 100% balance seperti pelek, namun ada batasannya. Jika
melebihi batas, berarti ada kesalahan pada proses produksi. Selain itu, kami juga
memiliki laboratorium untuk memeriksa sampel ban yang diambil secara acak demi
menjaga kualitas.
Gambar 2.4 Gambaran Umum Proses Fabrikasi Ban (Sumber: Bridgestone Tire
Indonesia)
10
2.10 GAMBAR MESIN
11
BAB III: MEKANISME PENERAPAN
III. 1 MODIFIKASI BAN MOTIF ALUR RIB SEGITIGA UNTUK
MENINGKATKAN KESELAMATAN BERKENDARA SEPEDA MOTOR
12
panahan dan kekuatan pada 90 semua sisi-sisi ban. Ban dengan struktur bias adalah
yang paling banyak dipakai. Dibuat dari banyak lembar cord yang digunakan sebagai
rangka (frame) dari ban. Cord ditenun dengan cara zig-zag membentuk sudut 40 sampai
65 derajat sudut terhadap keliling lingkaran ban. Ban radial berasal dari kata to radiate
yang berarti memancarkan, telapak ban radial dibuat 1,5 lebih lebar dibandingkan
dengan ban bias. Dibagian sisi telapak ban diselipkan lapisan-lapisan penguat
melingkar, jalur penguat terdiri dari jalinan benangbenang nylon yang melewati garis
tegak lurus telapak pada sudut lurus dari lingkaran kawat-kawat baja (bead) yang
terselubung oleh lapisan karet yang mengikat ban pada pelek (rim) roda memancar dari
garis tengah ban, maka dikenal dengan nama ban radial yang diproses khusus oleh
pabrik ban.
Ban tubeles merupakan ban untuk mobil tanpa ban dalam, maka dikenal dengan
nama ban tubeles. Bagian sisi dalam dari ban tubeles terdapat suatu lapisan tipis karet
lunak yang menutupi seluruh permukaan dalam dan ujung tepian pelek sehingga dapat
mencegah kebocoran. Keuntungan ban tubeles bobotnya lebih ringan sehingga gaya
inersia ban lebih kecil, panas yang timbul lebih kecil karena tidak ada gesekan antara
ban dalam dan ban luar serta lebih praktis bila terjadi kebocoran mudah menambalnya
yaitu, hanya menusukan kedalam ban semen karet pada bagian yang bocor saja dan
dalam 91 waktu singkat. Kendaraan-kendaraan penumpang modern/pribadi sekarang
banyak menggunakan ban tubeles.
13
III.1.4 Batas Thread Wear Indication (TWI)
Thread Wear Indication (TWI) artinya indikator batas pemakaian ban, pada ban
ditandai segitiga. Kode ini menunjukkan batas minimum alur ban. Batas ketebalan alur
ban yang ditunjukkan segitiga berupa tonjolan yang ada di dasar ban. Tanda ini
merupakan ciri fisik yang terletak persis di kedua sisi alur rib ban. Diperkuat lagi
dengan garis tebal yang membentang di antara kedua tanda yang mengindikasikan
kondisi penggunaan ban. Jika ketebalan ban terutama pada grove sudah menyentuh
garis tersebut, menunjukkan ban waktunya diganti.
14
Bila sepeda motor waktu membelok perlu diimbangi sudut kemiringan tertentu
sesuai dengan radius belokan jalan dan tingkat kecepatannya. Sehingga alur rib segitiga
dapat bersinggungan sempurna terhadap permukaan jalan akhirnya dapat memberikan
cengkeraman ban lebih efektif membuat pengendara sepeda motor waktu membelok
tetap stabil dan aman. Spesifikasi dan kode ukuran ban sama dengan standar pabrikan
ban yang ada dipasaran. Pada akhirnya dalam operasionalnya diharapkan dapat
meningkatkan prestasi dan efektifitas daya cengkeraman ban lebih baik bila
dibandingkan dengan motif-motif alur rib ban biasa/konvensional dari pabrikan ban
yang ada dipasaran sekarang ini.
Dari tampilan bidang gesek ban biasa hanya satu bidang sentuh saja
diperkirakan daya cengkeraman rib ban terhadap jalan masih kurang yang
memungkinkan mudah selip atau kepleset saat miring membelok, karena gaya tahanan
kesamping kecil. Sedangkan ban dengan alur rib segitiga mempunyai beberapa bidang
sentuh/gesek yang memungkinkan daya cengkeraman rib ban terhadap permukaan jalan
lebih besar/kuat yang diperkirakan tidak mudah selip atau tidak mudah kepleset saat
miring membelok. Bagi pengendara sepeda motor dengan ban alur rib segitiga lebih
mampu menahan gaya gesek kesamping yang lebih banyak sehingga dapat menjamin
tingkat keamanan dan keselamatan. Maka diharapkan modifikasi ban alur rib segitiga
dapat diandalkan dan dikembangkan teknologi infrastrukturnya untuk andalan ban masa
depan.
15
DAFTAR PUSTAKA
Billmeyer Jr, Freed will. 1984. Textbook of Polymer Science. Canada:John Wiley and Son Inc
Callister, William D.2014. Material Science and Engineering An Introduction. New York:Mc
Gray-Hill Book
Kramer, Richard J. 2010. How Tiers Are Built. Ohio: Goodyear Tire and Rubber Company.
Saunders, K.J.1988. Organic Polymer Chemistry: An Introduction to the Organic Chemistry of
Adhesives, Fibres, Paints, Plastic and Rubbers. Toronto: Capman and Hall Ltd.
Spiegelhalder, B. 1983. Occupational Nitrosamine Exposure: Rubber and Tyre Industry. 1983:
Carcinogenesis
16