You are on page 1of 29

REFERAT

TIROID

Pembimbing :
dr. Camelia Khairun Nisa, Sp. PD

Disusun Oleh :
Dessy Aditya Damayanti
2012730027

BLUD RSUD SEKARWANGI


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN & KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
pada kami sehingga kami dapat menyelesaikan Referat dengan judul Tiroid sesuai pada
waktu yang telah ditentukan.
Laporan ini kami buat sebagai dasar kewajiban dari suatu proses kegiatan yang kami
lakukan yang kemudian diaplikasikan dalam bentuk praktik kehidupan sehari-hari.
Terimakasih kami ucapkan kepada seluruh pembimbing yang telah membantu kami
dalam kelancaran pembuatan laporan ini, Dr. Camelia Khairun Nisa, Sp. PD. Semoga laporan
ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Kami harapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk menambah kesempurnaan
laporan kami.

Sekarwangi, September 2017


BAB I
PENDAHULUAN

Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan.
Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh
ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada
fasia pratrakea sehingga setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya
kelenjar kearah kranial, yang merupakan ciri khas kelenjar tiroid. Sifat inilah yang digunakan
di klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan dileher berhubungan dengan kelenjar tiroid
atau tidak.
Pertumbuhan dan fungsi dari kelenjar tiroid paling sedikit dikendalikan empat
mekanisme : yaitu sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid klasik, di mana hormon pelepas
tirotropin hipotalamus (TRH) merangsang sintesis dan pelepasan dari hormon perangsang
tiroid hipofisis anterior (TSH), yang kemudian pada gilirannya merangsang sekresi hormon
dan pertumbuhan oleh kelenjar tiroid, kemudian deiodininase hipofisis dan perifer, yang
memodifikasi efek dari T4 dan T3, autoregulasi dari sintesis hormon oleh kelenjar tiroid sendiri
dalam hubungannya dengan suplai iodinnya, dan stimulasi atau inhibisi dari fungsi tiroid oleh
autoantibodi reseptor TSH .
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI KELENJAR TIROID


Kelenjar tiroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4 cm - 4 cm, yaitu
pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara
branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang
kemudian membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami decencus dan akhirnya melepaskan
diri dari faring. Sebelum lepas, berbentuk sebagai duktus tiroglosus, yang berawal dari
foramen sekum di basis lidah. Pada umumnya duktus ini akan menghilang setelah dewasa,
tetapi pada beberapa keadaan masih menetap, atau terjadi kelenjar disepanjang jalan ini,
yaitu antara letak kelenjar yang seharusnya dengan basis lidah. Dengan demikian sebagai
kegagalan desensus atau menutupnya duktus akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar
tiroid yang abnormal , persistensi duktus tiroglosus, tiroid lingual, tiroid servikal, sedangkan
desensus yang terlalu jauh akan memberikan tiroid substernal. Branchial pouch keempat
pun ikut membentuk bagian kelenjar tiroid dan merupakan asal sel-sel parafolikuler atau sel
C yang memproduksi kalsitonin.

Gambar 1 : anatomi kelenjar tiroid

Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri atas dua lobus, yang
dihubungkan oleh ismus sehingga bentuknya menyerupai kupu-kupu atau huruf H, dan
menutupi cincin trakea 2 dan 3. Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram.
Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakea sehingga pada setiap
gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat
inilah yang digunakan di klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher
berhubungan dengan kelenjar tiroid atau tidak. Pengaliran darah ke kelenjar berasal dari a.
Tiroidea superior dan a. Tiroidea inferior. Setiap folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala
kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular.
Pembuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakealis.
Selanjutnya dari pleksus ini kearah nodus prefaring yang tepat berada diatas ismus serta ke
kelenjar getah bening pretrakealis, sebagian lagi bermuara di kelenjar getah bening
brakiosefalikus. Hubungan getah bening ini penting untuk menduga penyebaran keganasan
yang berasal dari tiroid.

B. FISIOLOGIS KELENJAR TIROID


Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid, yang mengendalikan kecepatan
metabolisme tubuh. Hormon tiroid mempengaruhi kecepatan metabolisme tubuh melalui 2
cara :

1. Merangsang hampir setiap jaringan tubuh untuk menghasilkan protein.


2. Meningkatkan jumlah oksigen yang digunakan oleh sel.
Jika sel-sel bekerja lebih keras, maka organ tubuh akan bekerja lebih cepat. Untuk
menghasilkan hormon tiroid, kelenjar tiroid memerlukan iodium yaitu elemen yang terdapat
di dalam makanan dan air. Iodium diserap oleh usus halus bagian atas dan lambung, dan
kira-kira sepertiga hingga setengahnya ditangkap oleh kelenjar tiroid, sedangkan sisanya
dikeluarkan lewat air kemih. Hormon tiroid dibentuk melalui penyatuan satu atau dua
molekul iodium ke sebuah glikoprotein besar yang disebut tiroglobulin yang dibuat di
kelenjar tiroid dan mengandung asam amino tirosin. Kompleks yang mengandung iodium
ini disebut iodotirosin. Dua iodotirosin kemudian menyatu untuk membentuk dua jenis
hormon tiroid dalam darah yaitu:
1 Tiroksin (T4), merupakan bentuk yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid, hanya memiliki
efek yang ringan terhadap kecepatan metabolisme tubuh.
2. Tiroksin dirubah di dalam hati dan organ lainnya ke dalam bentuk aktif, yaitu
triiodotironin (T3).
T3 dan T4 berbeda dalam jumlah total molekul iodium yang terkandung (tiga untuk
T3 dan empat untuk T4 ). Sebagian besar (90%) hormon tiroid yang dilepaskan ke dalam
darah adalah T4, tetapi T3 secara fisiologis lebih bermakna. Baik T3 maupun T4 dibawa ke
sel-sel sasaran mereka oleh suatu protein plasma.

Pembentukan dan Sekresi Hormon Tiroid


Ada 7 tahap, yaitu:
1. Trapping
Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang terdapat pada bagian
basal sel folikel. Dimana dalam keadaan basal, sel tetap berhubungan dengan
pompa Na/K tetapi belum dalam keadaan aktif. Pompa iodida ini bersifat energy
dependent dan membutuhkan ATP. Daya pemekatan konsentrasi iodida oleh pompa
ini dapat mencapai 20-100 kali kadar dalam serum darah. Pompa Na/K yang
menjadi perantara dalam transport aktif iodida ini dirangsang oleh TSH.
2. Oksidasi
Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida tersebut
harus dioksidasi terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh suatu enzim peroksidase.
Bentuk aktif ini adalah iodium. Iodium ini kemudian akan bergabung dengan residu
tirosin membentuk monoiodotirosin yang telah ada dan terikat pada molekul
tiroglobulin (proses iodinasi). Iodinasi tiroglobulin ini dipengaruhi oleh kadar
iodium dalam plasma. Sehingga makin tinggi kadar iodium intrasel maka akan
makin banyak pula iodium yang terikat sebaliknya makin sedikit iodium di intra
sel, iodium yang terikat akan berkurang sehingga pembentukan T3 akan lebih
banyak daripada T4.
3. Coupling
Dalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin
(DIT) yang terbentuk dari proses iodinasi akan saling bergandengan (coupling)
sehingga akan membentuk triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4). Komponen
tiroglobulin beserta tirosin dan iodium ini disintesis dalam koloid melalui iodinasi
dan kondensasi molekul tirosin yang terikat pada ikatan di dalam tiroglobulin.
Tiroglobulin dibentuk oleh sel-sel tiroid dan dikeluarkan ke dalam koloid melalui
proses eksositosis granula.
4. Penimbunan (storage)
Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut kemudian
akan disimpan di dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di dalamnya mengandung T3
dan T4), baru akan dikeluarkan apabila ada stimulasi TSH.
5. Deiodinasi
Proses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan iodotirosin. Residu ini
kemudian akan mengalami deiodinasi menjadi tiroglobulin dan residu tirosin serta
iodida. Deiodinasi ini dimaksudkan untuk lebih menghemat pemakaian iodium.

6. Proteolisis
TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang pembentukan
vesikel yang di dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas pengaruh TSH, lisosom
akan mendekati tetes koloid dan mengaktifkan enzim protease yang menyebabkan
pelepasan T3 dan T4 serta deiodinasi MIT dan DIT.

7. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing)


Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran basal dan
kemudian ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di sirkulasi darah
yaitu Thyroid Binding Protein (TBP) dan Thyroid Binding Pre Albumin (TBPA).
Hanya 0,35% dari T4 total dan 0,25% dari T3 total yang berada dalam keadaan
bebas. Ikatan T3 dengan TBP kurang kuat daripada ikatan T4 dengan TBP. Pada
keadaan normal kadar T3 dan T4 total menggambarkan kadar hormon bebas.
Namun dalam keadaan tertentu jumlah protein pengikat bisa berubah. Pada seorang
lansia yang mendapatkan kortikosteroid untuk terapi suatu penyakit kronik
cenderung mengalami penurunan kadar T3 dan T4 bebas karena jumlah protein
pembawa yang meningkat. Sebaliknya pada seorang lansia yang menderita
penyakit ginjal dan hati yang kronik maka kadar protein binding akan berkurang
sehingga kadar T3 dan T4 bebas akan meningkat.

Gambar 2 : fisiologi hormon tiroid


Efek Primer Hormon Tiroid
Sel-sel sasaran untuk hormon tiroid adalah hampir semua sel di dalam tubuh. Efek
primer hormon tiroid adalah:
a) Merangsang laju metabolik sel-sel sasaran dengan meningkatkan metabolisme protein,
lemak, dan karbohidrat.
b) Merangsang kecepatan pompa natrium-kalium di sel sasaran. Kedua fungsi bertujuan
untuk meningkatkan penggunaan energi oleh sel, terjadi peningkatan laju metabolisme
basal, pembakaran kalori, dan peningkatan produksi panas oleh setiap sel.
c) Meningkatkan responsivitas sel-sel sasaran terhadap katekolamin sehingga
meningkatkan frekuensi jantung.
d) Meningkatkan responsivitas emosi.
e) Meningkatkan kecepatan depolarisasi otot rangka, yang meningkatkan kecepatan
kontraksi otot rangka.
f) Hormon tiroid penting untuk pertumbuhan dan perkembangan normal semua sel tubuh
dan dibutuhkan untuk fungsi hormon pertumbuhan.

Pengaturan Faal Tiroid

Gambar 3 : pengaturan faal tiroid


Ada 3 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :
1. TRH (Thyrotrophin Releasing Hormone)
Hormon ini merupakan tripeptida, yang telah dapat disintesis, dan dibuat di
hipotalamus. TRH menstimulasi keluarnya prolaktin, kadang-kadang juga Follicle
Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH).
2. TSH ( Thyroid Stimulating Hormone)
TSH yang masuk dalam sirkulasi akan mengikat reseptor di permukaan sel tiroid
(TSH-Reseptor-TSH-R) dan terjadilah efek hormonal sebagai kenaikan trapping,
peningkatan iodinasi, coupling, proteolisis sehingga hasilnya adalah produksi hormon
meningkat.
3. Umpan balik sekresi hormon
Kedua hormon ini mempunyai efek umpan balik di tingkat hipofisis. T3 selain
berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi
kepekaan hipofisis terhadap rangsangan TRH.

Tubuh memiliki mekanisme yang rumit untuk menyesuaikan kadar hormon tiroid.
Hipotalamus menghasilkan Thyrotropin-Releasing Hormone, yang menyebabkan kelenjar
hipofisa mengeluarkan TSH. TSH merangsang kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon
tiroid dalam darah mencapai kadar tertentu, maka kelenjar hipofisa menghasilkan TSH dalam
jumlah yang lebih sedikit, jika kadar hormon tiroid dalam darah berkurang, maka kelenjar
hipofisa mengeluarkan lebih banyak TSH.

C. EVALUASI KELENJAR TIROID


Pada pasien yang mengalami pembesaran kelenjar tiroid (goiter), pemeriksaan kelenjar
sangatlah penting dan dapat ditunjang dengan memilih tes fungsi tiroid yang optimal, seorang
ahli bedah harus mengetahui metode yang sistematis untuk melakukan pemeriksaan, yang
harus diperhatikan pada pemeriksaan adalah besar, konsistensi, penampang, perlengketan pada
trakea dari kelenjar tiroid, serta melakukan palpasi pada KGB daerah servikal.
Serum T3, T4, TSH dapat diperiksa secara akurat dengan radioimmunoassay, T4 juga
dapat diperiksa dengan metode competitive protein binding. Dengan tes sensitive TSH dapat
digunakan untuk mengetahui keadaan pasien dengan hipertiroid atau hipotiroid, Pengukuran
T3RU secara in vitro dapat secara langsung mengetahui konsentrasi dari tiroksin binding
globulin di dalam serum.
Pengukuran serum T4 dan TSH menggunakan tes sensitive tinggi TSH merupakan cara
terbaik dalam menentukan fungsi tiroid, pengukuran T3 biasanya di barengi dengan
pemeriksaan T3RU untuk mengkoreksi pertukaran ikatan protein. Sebagai contoh pada pasien
yang hamil atau sedang mengkonsumsi esterogen yang tinggi terdapat peningkatan T4 tetapi
T3Runya menurun, jadi nilai tiroid indexnya normal (T4 x T3RU). Pengukuran kadar T3
dilakukan pada pasien dengan kecurigaan hipertiroidism.

D. PENYAKIT KELENJAR TIROID


Di luar kelainan bawaan, kelainan kelenjar tiroid dapat digolongkan menjadi dua
kelompok besar, yaitu penyakit yang menyebabkan perubahan fungsi, seperti hipertiroidisme
dan penyakit yang menyebabkan perubahan jaringan dan bentuk kelenjar, seperti struma
noduler. Fungsi tiroid dapat berkurang, normal atau bertambah. Pengurangan fungsi atau
hipotiroidisme dapat disebabkan oleh penyakit hipotalamus, kerusakan kelenjar hipofisis,
defisiensi yodium, obat antitiroid, dan tiroiditis. Juga terdapat keadaan yang dikenal dengan
hipotiroidisme iatrogenik, yang terjadi sesudah tiroidektomi atau setelah terapi dengan yodium
radioaktif. Hipertiroid dapat terjadi pada struma toksik difus (penyakit Graves), struma nodosa
toksik, pengobatan berlebihan dengan tiroksin, tiroiditis, struma ovarium (jarang), dan
metastasis luas karsinoma tiroid terdeferensiasi. Gangguan autoimun dengan atau tanpa reaksi
radang dapat menyebabkan struma Graves yang bergejala hipertiroid dan struma Hashimoto
yang akhirnya mengakibatkan hipotiroid. Contoh kelainan hiperplasia ialah struma koloid dan
struma endemik. Keganasan terutama disebabkan oleh adeniokarsinoma. Tumor ganas kelenjar
tiroid dapat dibagi sesuai tingkat keganasannya

1. HIPERTIROID (TIROTOKSIKOSIS)
Diagnosa utama :
- BB menurun - kelemahan otot
- nafsu makan menurun - poliuri
- berkeringat - siklus menstruasi terganggu
- suhu tubuh meningkat - infertilitas
- gelisah - murmur
- gynecomastia - exophthalmus, berkunang-kunang
- iodine uptake, T3,T4, T3RU - TSH menurun
- T3 suppression test abnormal - goiter
Hipertiroid biasanya disebabkan oleh hipersekresi goiter (Graves disease) atau oleh
multi nodular toxic goiter (Plummers disease). Amat jarang hipertiroidism disebabkan oleh
akut tiroiditis, mengkonsumsi hormon tiroid, kehamilan, tumor hipofisis, struma ovarium, dan
kelainan lainnya.
Gejala hipertiroid dapat di tegakan dengan peningkatan kadar hormon tiroid dalam
darah. Manifestasi klinik dapat ditandai oleh periode eksaserbasi dan remisi. Pada pasien dapat
dijumpai keadaan hipotiroid sebagai hasil dari pengobatan hipertiroid.

Graves disease adalah penyakit autoimmune, pada banyak kasus diagnosa dapat
mudah di tegakkan hanya dilihat dari gejala yang timbul. Kebanyakan pada pasien dengan
tirotoksikosis terdapat peningkatan kadar T3 dan T4, dan penurunan kadar TSH. Tirotoksikosis
dapat juga dijumpai kadar T4 yang normal sedangkan kadar T3 yang meningkat (T3
toksikosis).
Pada T4 pseudotoksikosis ditemukan kadar T4 yang tinggi sedangkan kadar T3 yang
rendah, hal ini disebabkan gangguan perubahan T4 menjadi T3. tirotoksikosis dapat
menyebabkan gangguan katabolisme yang progesif, kerusakan jantung, sehingga dapat
menyebabkan kematian karena gagal jantung.

Gejala dan tanda :


Pada penderita hipertiroidism dapat ditemukan gejala-gejala takikardia, gelisah, suhu
tubuh meningkat, BB menurun, kelelahan, pandangan berkunang-kunang, dan muka yang
memerah, kulit terasa hangat, berkeringat banyak.
Pada graves disease dapat ditemukan exophthalmus, pretibial mixedema, vitiligo.
Biasanya tanda tersebut tidak terlihat pada single atau multinodular toxic goiter. Reflek achiles
akan memanjang pada hipotiroid dan memendek pada hipertiroid.
Pada pasien dengan hipertiroid yang hebat biasanya dijumpai gejala hiperpireksia,
takikardi, gagal jantung, eksitasi neuromuscular, delirium dan ikterik.

Pemeriksaan laboratorium :
Disini dilakukan pengukuran konsentrasi T3, T4, T3RU dan TSH RIA. Sejarah
pengobatan pada pasien sangat penting untuk diketahui karena banyak obat dan campuran
bahan organic lainnya yang dapat memberikan efek pada serangkaian tes fungsi tiroid.
Pada pemeriksaan lab penderita hipertiroid ringan terdapat kelainan yang sedikit,
karena itu dapat menyulitkan dalam mendiagnosanya, pada keadaan ini ada 2 pemeriksaan
yang dapat membantu yaitu T3 suppression test dan TRH test, pada T3 suppression test pasien
dengan hipertiroid mengalami kegagalan dalam penekanan ambilan tiroid dari radioiodin pada
waktu diberikan T3 exogen. Pada tes TRH, serum TSH tidak meningkat sebagai respon
pemberian TSH pada pasien hipertiroid.
Pada hipertiroidism ditemukan juga keadaan rendahnya kolesterol serum, limfositosis,
dan biasanya hiperkalsemia, dan glukosuria.

Pemeriksaan penunjang :
Anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik, dan penilaian klinik mempunyai peran yang
penting dalam menentukan diagnosis penyakit tiroid. Pemeriksaan laboratorium terdiri dari
pemeriksaan biokimia untuk menetapkan fungsi kelenjar tiroid, penginderaan visual untuk
menetapkan kelainan morfologi kelenjar tiroid, dan pemeriksaan sitologi atau histologi untuk
menetapkan perubahan patologis.

Pemeriksaan biokimia secara radioimunoasay yang dapat memberi gambaran fungsi


tiroid, yaitu dengan mengukur kadar T4, T3, TBG, dan TSH dalam plasma. Kadar T4 total di
dalam serum adalah refleksi tepat fungsi kelenjar tiroid. Kadar T3 total di dalam serum selalu
tinggi pada penderita tirotoksikosis. Penentuan kadar TBG diperlukan untuk interpretasi kadar
T4 dan sampai tingkat tertentu berlaku untuk kadar T3. Kadar TBG dapat berubah pada
kehamilan atau pengobatan dengan sediaan estrogen. Kadar TSH di dalam serum merupakan
pemeriksaan penyaring yang peka untuk hipotiroidisme, oleh karena kadar ini meningkat
sebelum ada pengurangan kadar T4. Antibodi mikrosom dan antibodi tiroglobulin umumnya
meningkat pada penderita dengan tiroiditis autoimun. Imunoglobulin perangsang tiroid
(thyroid stimulating immunoglobulins, TSI) dapat ditemukan pada penderita penyakit Graves.
TSI juga berperan pada patogenesis penyakit ini. Tiroglobulin dapat dideteksi di dalam serum
orang normal, dan penetapan kadarnya dapat digunakan untuk mengetahui kekambuhan
karsinoma tiroid sesudah tireoidektomi total. Sidik radioaktif menggunakan unsur teknetium
(Tc99m) atau yodium (I 131) dapat memperlihatkan gambaran jaringan tiroid yang berfungsi.
Cara ini berguna untuk menetapkan apakah nodul dalam kelenjar tiroid bersifat hiperfungsi,
hipofungsi, atau normal yang umumnya disebut berturut-turut nodul panas, nodul dingin, atau
nodul normal. Kemungkinan keganasan ternyata lebih besar pada nodul yang menunjukkan
hipofungsi, meskipun karsinoma tiroid dapat juga ditemukan pada nodul yang berfungsi
normal.
Pemeriksaan kelenjar tiroid :
Morfologi
- Besar, bentuk, batasnya
- Konsistensi, hubungan dengan struktur sekitarnya
- USG, foto Rontgen
Fungsi
- Uji metabolisme
- Uji fungsi tiroid, kadar hormon
- Antibodi tiroid
Lokasi (dan fungsi)
- Sidik radioaktif/tes yodium radioaktif
Diagnostik patologik
- Fungsi jarum halus untuk pemeriksaan sitologi
- Biopsi insisi/eksisi untuk pemeriksaan histologi

Teknik ultrasonografi digunakan untuk menentukan apakah nodul tiroid yang teraba pada
palpasi adalah nodul tunggal atau multipel, dan berkonsistensi padat atau kistik. Pemeriksaan
ultrasonografi ini terbatas nilainya dalam menyingkirkan kemungkinan keganasan dan hanya
dapat mengenal kelainan di atas penampang setengah sentimeter.
Pemeriksaan sitologi :
Pemeriksaan sitologi nodul tiroid diperoleh dengan aspirasi jarum halus. Cara
pemeriksaan ini berguna untuk menetapkan diagnosis karsinoma tiroid, tiroiditis, atau
limfoma. Cara ini cara baik untuk menduga kemungkinan keganasan dalam nodul tiroid, dan
mulai menggeser kegunaan pemeriksaan radioaktif atau ultrasonografi sebagai pemeriksaan
penunjang diagnosis.

Diagnosa banding :
Ansietas neurosis, gangguan jantung, anemia, penyakit saluran pencernaan,
tuberculosis, myasthenia, kelainan muscular, sindroma menopause, pheocromositoma, primary
ophthalmophaty sangatlah sulit dibadakan dengan penyakit hipertiroid, apalagi pada pasien
dengan pembesaran kelenjar tiroid yang minimal, pasien dapat merasakan nyeri pada saat
tiroid melepaskan hormon tiroid. Pada kondisi ini dapat sembuh dengan sendirinya atau dengan
obat anti tiroid, pengobatan dengan tindakan bedah dan radio aktif iodine tidaklah diperlukan.
Ansietas neurosis merupakan gejala yang sulit dibedakan dengan hipertiroid. Pada
ansietas biasanya fatique tidak hilang pada istirahat, telapak tangan berkeringat, denyut jantung
pada waktu tidur normal, dan tes lab fungsi tiroid normal.
Jika pada pendeita hipertiroid fatique dapat hilang pada saat istirahat, telapak tangan
hangat dan berkeringat, takikardia pada waktu tidur, dan tes fungsi tiroid abnormal.
Penyakit organic nontiroid juga sulit dibedakan dengan hipertiroidism, harus dibedakan
secara garis besar dari kejadian-kejadian yang spesifik pada system organ yang terlibat, dan
juga dengan tes fungsi tiroid.
Gejala-gejala seperti exophthalmus atau ophthalmoplegia harus diperiksa oleh
ophthalmologic, USG, CT scan, MRI scan, dan pemeriksaan neurologis.

Penatalaksanaan :
Pada hipertiroid dapat diterapi secara aktif dengan obat anti tiroid, radioaktif iodine, dan
tiroidektomi. Terapi tergantung dari umur, keadaan umum, besarnya kelenjar, beratnya
keadaan patologis, dan kemampuan pasien dalam melakukan perawatan yang optimal.

1. Obat anti tiroid.


- Propylthiouracil (PTU) 300 1000mg/hari peroral
- Methimazol 30 100mg/hari peroral
Obat ini menginterfensi ikatan iodine dan mencegah penggabungannya dengan
iodotirosin di dalam kelenjar tiroid. Salah satu keuntungan dari terapi ini dari pada dengan
terapi radio iodine dan tiroidektomi adalah dapat mengobati tanpa harus merusak jaringan, dan
jarang terjadi keadaan hipotiroidism setelah terapi.
Obat anti tiroid juga dapat digunakan sebagai terapi definitive atau sebagai terapi persiapan
menuju operasi atau terapi radio aktif iodine. Hasil akhir yang diharapkan adalah membuat
penderita sampai pada keadaan eutiroid state dan hilangnya gejala remisi. Pasien dengan
kelenjar tiroid yang kecil mempunyai prognosis yang baik, gejala remisi yang memanjang
sampai 18 bulan dari pengobatan dapat sembuh pada 30% dari pasien yang ada. Beberapa
pasien dapat terjadi hipotiroidism karena terapi ini. Efek samping yang dapat terjadi adalah
rashes, demam dan agranulositosis. Pengobatan harus dihentikan jika terjadi sakit tenggorokan
dan demam.
2. Radiologi Iodin (I131).
Dapat digunakan secara aman pada pasien yang sudah diterapi sebelumnya dengan obat
anti tiroid dan sudah pada keadaan eutiroid. Indikasi terapi ini adalah untuk orang-orang yang
sudah berusia 40 tahun keatas yang mempunyai resiko pembedahan, dan pada pasien dengan
recurrent hipertiroidism. Terapi ini lebih murah dibandingkan dengan terapi dengan
pembedahan. Terapi ini tidak boleh dilakukan pada pasien dengan leukemia, kanker tiroid,
kelainan congenital, tetapi dapat disarankan untuk terapi tumor jinak tiroid.
Pada pasien yang masih muda bahaya radiasi harus diperhatikan dan dapat menjadi keadaan
hipotiroid. Anak-anak dan wanita hamil tidak boleh diterapi dengan radio iodine.

3. Pembedahan Tiroid
Jenis:
- Biopsi insisi, contoh indikasi: struma difus pradiagnosis
- Biopsi eksisi, contoh indikasi: tumor (nodul) terbatas pradiagnosis
- Tiroidektomi subtotal, contoh indikasi: hipertiroidi (Graves), struma nodosa benigna
- Hemitiroidektomi (istmolobektomi), contoh indikasi: kelainan unilteral (adenoma)
- Tiroidektomi total, contoh indikasi: keganasan terbatas tanpa kelainan kelenjar limfe
- Tiroidektomi radikal, contoh indikasi: keganasan tiroid dengan kemungkinan metastasis ke
kelenjar limfe regional

Subtotal tiroidektomi
Keuntungan dilakukan tiroidektomi adalah dapat menghilangkan keluhan, dan
menurunkan insiden terjadinya hipotiroidism yang bisa didapat oleh terapi radio iodine.
Dilakukan tindakan subtotal tiroidektomi apa bila :
- pada kelenjar tiroid yang sudah membesar.
- Keganasan.
- Terapi untuk anak dan wanita hamil.
- Untuk pasien yang tidak dapat melakukan terapi jangka panjang.
Kelenjar tiroid yang diangkat 3-8 g tanpa mengangkat kelenjar paratiroid dan N.
laryngeal. Angka kematian dari prosedur ini amatlah rendah, kurang dari 0,1%. Subtotal
tiroidektomi adalah cara teraman dan tercepat dalam mengkoreksi keadaan tirotoksikosis,
frekuensi timbulnya kembali hipertiroidism dan hipotiroidism tergantung dari jumlah tiroid
yang diambil. Pada pembedahan yang berhasil dan persiapan preoperasi yang baik, cidera pada
nervus laryngeal dan kel paratiroid didapatkan kurang dari 2% kasus
Persiapan operasi
Resiko dari tindakan tiroidektomi untuk toxic goiter menjadi tidak berarti,sejak
ditemukan kombinasi praoperasi menggunakan kombinasi dari iodides dan obat anti tiroid.
PTU atau obat anti tiroid lainnya dapat digunakan untuk menekan kadar hormon sehingga
dalam keadaan eutiroid keadaan ini dipertahankan sampai dilakukannya operasi. 2-5 potassium
iodide atau lugols iodine dapat diberikan 10-15 hari sebelum pembedahan yang di gabungkan
dengan PTU untuk menurunkan vaskularisasi dari kelenjar tiroid. Thyroid Storm atau krisis
hipertiroid memerlukan penanganan yang segera pada kasus trauma dan tindakan bedah. Maka
jika terjadi keadaan ini adalah ; mencegah keluarnya hormon tiroid dengan memberikan lugol
iodine, atau ipodate sodium. Berikan juga obat penghambat adrenergik (propanolol) untuk
melawan keadaan yang diakibatkan oleh tirotoksikosis, atau menurunkan produksi hormon
tiroid dan perubahan extratiroid T3 dan T4 dengan memberikan PTU. Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah mengkoreksi tanda-tanda vital, dengan pemberian oksigen, sedatif, cairan
IV, kortikosteroid, dan penghilang panas, tergantung dari gejala yang timbul. Reserpin dapat
diberikan pada pasien yang mengalami kegelisahan yang hebat.

2. HIPOTIROID
Definisi Hipotiroid :
Hipotiroid adalah suatu kondisi yang dikarakteristikan oleh produksi hormon tiroid
yang abnormal rendahnya. Ada banyak kekacauan-kekacauan yang berakibat pada
hipotiroid. Kekacauan-kekacauan ini mungkin langsung atau tidak langsung melibatkan
kelenjar tiroid. Karena hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan
banyak proses-proses sel, hormon tiroid yang tidak memadai mempunyai konsekwensi-
konsekwensi yang meluas untuk tubuh.

Etiologi :

Hashimoto's thyroiditis
Lymphocytic thyroiditis (yang mungkin terjadi setelah hipertiroid)
Penghancuran tiroid (dari yodium ber-radioaktif atau operasi)
Penyakit pituitari atau hipothalamus
Obat-obatan : methimazole (Tapazole) dan propylthiouracil (PTU), lithium (Eskalith,
Lithobid), amiodarone (Cordarone), potassium iodide (SSKI, Pima), dan Lugol's
solution
Kekurangan yodium yang berat

Gejala Hipotiroid :
Gejala-gejala hipotiroid seringkali tak kentara, dan tidak spesifik (yang berarti
mereka dapat meniru gejala-gejala dari banyak kondisi-kondisi lain) dan seringkali
dihubungkan pada penuaan. Pasien-pasien dengan hipotiroid ringan mungkin tidak
mempunyai tanda atau gejala-gejala. Gejala-gejala umumnya menjadi lebih nyata ketika
kondisinya memburuk dan mayoritas dari keluhan-keluhan ini berhubungan dengan suatu
perlambatan metabolisme tubuh. Gejala-gejala umum didaftar dibawah:

Kelelahan
Depresi
Kenaikkan berat badan yang sedang
Ketidaktoleranan dingin
Ngantuk yang berlebihan
Rambut yang kering dan kasar
Sembelit
Kulit kering
Kejang-kejang otot
Tingkat-tingkat kolesterol yang meningkat
Konsentrasi menurun
Sakit dan nyeri yang samar-samar
Udem pada kaki

Diagnosis hipotiroid yang dapat dengan mudah dilakukan dan sepenuhnya dirawat dengan
penggantian hormon tiroid. Pada sisi lain, hipotiroid yang tidak dirawat dapat menjurus pada
suatu pembesaran jantung (cardiomyopathy), gagal jantung yang memburuk, dan suatu
akumulasi cairan sekitar paru-paru (pleural effusion).

Diagnosis Hipotiroid :
Suatu diagnosis hipotiroid dapat dicurigai pada pasien-pasien dengan kelelahan, tidak
toleran terhadap dingin, sembelit, dan kulit yang kering dan mengeripik. Suatu tes darah
diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis.

Pemeriksaan laboratorium :
TSH
TRH : dapat membantu membedakan apakah penyakitnya disebabkan oleh suatu
kerusakkan di pituitari atau di hipothalamus. Tes ini memerlukan suntikan hormon TRH
dan dilakukan oleh seorang endocrinologist (spesialis hormon).
Thyroid scan dapat membantu mendiagnosis persoalan yang mendasari tiroid yang lebih
jelas.

Terapi Hipotiroid :

Dengan pengecualian dari kondisi-kondisi tertentu, perawatan hipotiroid memerlukan


terapi seumur hidup. Sebelum synthetic levothyroxine (T4) tersedia, tablet-tablet tiroid yang
dikeringkan dipakai. Tiroid yang dikeringkan didapat dari kelenjar tiroid hewan. Sekarang ini,
suatu sintetik T4 yang murni tersedia secara luas. Oleh karenanya, tidak ada alasan untuk
menggunakan ekstrak tiroid yang dikeringkan. Dengan ketentuan sebagai berikut :

Dosis rata-rata T4 pada orang-orang dewasa adalah kira-kira 1.6 mikrogram per
kilogram per hari. Ini kira-kira 100 sampai 150 mickograms per hari.
Anak-anak memerlukan dosis-dosis yang lebih besar.
Pd pasien yang muda dan sehat, pemakaian hormon pengganti T4 secara penuh dimulai
dari awal terapi.
Pada pasien dengan penyakit jantung yang sebelumnya, metode pengganti hormon ini
mungkin dapat memperburuk kondisi jantung
Pada pasien yang lebih tua tanpa penyakit jantung, memulai dengan dosis penuh
pengganti tiroid mungkin berakibat pada nyeri dada atau serangan jantung. Untuk hal
ini, pasien dengan sejarah penyakit jantung atau mereka yang dicurigai beresiko tinggi,
terapi hormon dimulai dengan 25 mikogram atau kurang, dengan kenaikkan dosis yg
berangsur-angsur dalam 6 minggu.
Idealnya, pengganti T4 sintetik hrs dikonsumsi pada pagi hari, 30 menit sebelum
makan. Obat-obat yang mengandung zat besi atau antasid harus dihindari, karena dapat
mengganggu penyerapan.

3. NODULUS DAN GOITER TIROID


Tiroid nodulus
Masalah yang dihadapi jika menemui pasien dengan tiroid nodular adalah apakah lesi
tersebut simptomatik ataukah merupakan suatu tumor baik jinak ataupun ganas. Diagnosis
bandingnya adalah goiter jinak, intrathyroideal cysts, tiroiditis, atau tumor jinak dan ganas.
Umur, jenis kelamin, tempat tinggal, riwayat keluarga pasien harus jelas, riwayat terapi radiasi
daerah leher juga harus ditanyakan karena pada bayi dan anak-anak kejadian ca tiroid
insidennya tinggi yang terjadi sebagai akibat radiasi. Tiroid nodul ini lebih menyerupai ca pada
pria dari pada wanita, dan pada usia muda dari pada usia tua.
Pemeriksaan perabaan tiroid harus dilakukan secara sistematis, untuk mengetahui
apakah terdapat soliter atau multi nodular tiroid, soliter nodul lebih cenderung dapat menjadi
keganasan dari pada multi noduler. Pada sebagian besar pasien suatu keganasan sulit untuk
ditentukan tanpa dilakukan pemeriksaan mikroskopik, biopsy percutan yang dilakukan oleh
ahli endokrin sitologi sangatlah membantu dalam menegakan diagnosa.
False positive jarang sekali dilaporkan, tetapi pada 20% hasil biopsy yang didiagnosa
sebagai undetermined dan 5% yang terdiagnosa sebagai benigna ternyata adalah suatu
keganasan (malignant). Jika hasil diagnosanya adalah inadekuat maka pemeriksaan harus
diulang kembali. Needle biopsy tidak boleh dilakukan pada pasien yang mempunyai riwayat
terkena radiasi pada leher, karena radiasi seringkali menimbulkan tumor yang multifokal.
Jangan terlalu cepat percaya bila hasilnya negatif, jika ahli sitologi yang berpengalaman tidak
ada maka pemeriksaan radio nuklir dan ultra sound sangatlah membantu.
Pemeriksaan radioiodin dapat digunakan untuk menentukan apakah lesinya single atau
multiple, dan apakah aktif (hot or warm) atau tidak aktif (cold). Pada hot solitary tiroid nodul
dapat menyebabkan hipertiroidsm tetapi jarang terjadi malignant, tetapi pada cold solitary
tiroid nodul 20% dari kejadian yang ada dapat menjadi malignant dan harus diangkat.
Pada pasien bayi dan anak-anak yang menderita tiroid nodul karena terpapar radiasi
pada daerah leher 40% dapat menjadi malignant, Ca tiroid terjadi hampir 50% pada anak yang
menderita cold tiroid nodul, dan tiroidektomi di indikasikan pada pasien ini.
Prinsip-prinsip dasar untuk dilakukan pengangkatan nodular tiroid :
- curiga keganasan
- gejala yang berat
- hipertiroidism
- terjadi substernal ekstensi
- alasan kosmetik
pada solitary nodul tiroid yang terdiagnosa cold pada radioiodin, solid dengan
ultrasound atau dicurigai sebagai keganasan maka biopsy sitologi tidak diperlukan lagi.
Pengobatan nonoperasi diindikasikan pada pasien dengan multinoduler goiter dan hashimoto
tiroiditis kecuali terdapat kecurigaan pada pasien yang rentan terkena radiasi dan pada pasien
yang mempunyai riwayat keluarga yang pernah menderita medullary carcinoma.
Simple atau Nontoxic goiter
Simple goiter dapat terjadi karena factor psikologis, dapat terjadi pada saat pubertas,
menstruasi, hamil, atau pada pasien yang tinggal pada daerah endemic (poor iodine), pada
orang-orang yang sering terekspose dengan goiter food and drug juga dapat terjadi siple goiter.
Goiter dapat terjadi karena congenital defek pada produksi hormon tiroid.
Ada beberapa asumsi bahwa nontoxic goiter timbul akibat kompensasi dari produksi
hormon tiroid yang inadekuat, nontoxic diffuse goiter biasanya merespon administrasi hormon
tiroid, jika tidak di obati maka dapat berubah menjadi multi nodular goiter dengan atau tidak
bersifat racun (toxic) pada beberapa tahun kemudian.
Gejala yang timbul biasanya terdapatnya massa pada leher, dsypnea, dysphagia, atau
gejala yang dapat menghalangi aliran balik vena. Pada diffuse goiter, tiroid membesar simetris,
permukaannya halus. Banyak pasien sudah menjadi multinodular gland baru berkeinginan
untuk berobat.
T4, T3, T3RU dan TSH biasanya dalam jumlah yang normal, sedangkan radioiodin
uptake meningkat, tindakan bedah di indikasikan bila terjadi tekanan yang berlebihan pada
daerah sekitar karena pembesaran tiroid, pemeriksaan biopsy sangat dianjurkan untuk
mengetahui terjadi atau tidaknya keganasan.
Diagnosis Klinis: Indeks wayne

Nilai : 19 : toksik, 11-19 : Equivocal, <11 : non toksik


Struma Nodosa

Struma nodosa atau struma adenomatosa, terutama ditemukan di daerah pergunungan


karena defisiensi yodium. Struma endemik ini dapat dicegah dengan substitusi yodium. Di luar
daerah endemik, struma nodosa karena insufisien yodium struma nodosa ditemukan secara
insidental atau pada keluarga tertentu. Etiologinya umumnya multifaktor. Biasanya tiroid
sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat
dewasa.

Struma multinodosa biasanya terjadi pada wanita berusia lanjut, dan perubahan yang
terdapat pada kelenjar berupa hiperplasia sampai bentuk involusi. Kebanyakan struma
multinodosa dapat dihambat oleh tiroksin.

Gambar 4 : Struma

Biasanya penderita struma nodosa tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipo atau
hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinoduler
yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena
pertumbuhannya sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali
benjolan di leher. Sebagian penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya
tanpa keluhan. Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernapasan karena
menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea jika pembesarannya
bilateral. Pendorongan bilateral demikian dapat dicitrakan dengan foto Roentgen polos (trakea
pedang). Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arah
kontralateral. Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernapasan.
Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernapasan sampai akhirnya terjadi dispnea
dengan stridor inspiratoar. Biasanya struma adenomatosa benigna walaupun besar tidak
menyebabkan gangguan neurologik, muskuloskeletal, vaskuler, atau menelan karena tekanan
atau dorongan. Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea naik untuk
menutup laring dan epiglotis sehingga tiroid terasa berat karena terfiksasi pada trakea.
Hipertiroidi jarang ditemukan pada struma adenomatosa. Sekitar 5% dari struma nodosa
mengalami keganasan. Tanda keganasan ialah setiap perubahan bentuk, perdarahan lokal, dan
tanda penyusupan di kulit, n.rekurens, trakea, atau esofagus. Benjolan tunggal dapat berupa
nodul koloid, kista tunggal, adenoma tiroid jinak, atau karsinoma tiroid. Nodul ganas lebih
sering ditemukan pada laki muda. Struma nodosa lama biasanya tidak dapat dipengaruhi
dengan supresi hormon tiroid (TH) atau pemberian hormon tiroid. Penanganan struma lama
yaitu dengan tiroidektomi subtotal. Tiroid mungkin ditemukan sampai ke mediastinum anterior
terutama pada bentuk modulus yang disebut struma retrosternum. Umumnya struma
retrosternum ini tidak turut naik pada gerakan menelan karena apertura toraks terlalu sempit
dan mungkin asimtomatik. Mungkin ditemukan gejala dan tanda tekanan pada trakea atau
esofagus. Diagnosis ditentukan dengan pemeriksaan yodium radioaktif. Biasanya pengeluaran
struma dapat dilakukan melalui bedah leher, sehingga tidak dibutuhkan torakotomi. Jika letak
di dorsal a. subklavia, harus dilakukan pendekatan melalui torakotomi. Diagnosis banding ialah
tumor lain di mediastinum anterior seperti timoma, limfoma, tumor dermoid, dan keganasan
paru.

Pembedahan pada struma :

Pembedahan struma dapat dibagi menjadi bedah diagnostik dan terapeutik.

Bedah diagnostik berupa :

- Biopsi insisi

- Biopsi eksisi

Bedah terapeutik bersifat ablatif berupa :

- Lobektomi

- Istmolobektomi
- Tiroidektomi subtotal atau total.

Tindak bedah total dilakukan dengan atau tanpa diseksi leher radikal. Untuk struma
nontoksik dan nonmaligna digunakan enukleasi nodulus yaitu eksisi lokal, (istmo-)lobektomi,
atau tiroidektomi subtotal. Pembedahan total dilakukan untuk karsinoma terbatas, dan
pembedahan radikal dilakukan bila ada kemungkinan penyebaran ke kelenjar limfe regional.
Hemitiroidektomi atau (istmo-)lobektomi dapat dilakukan pada kelainan unilateral.

Indikasi tindak bedah struma nontoksik


- Kosmetik (tiroidektomi subtotal)
- Eksisi nodulus tunggal (yang mungkin ganas)
- Struma multinoduler yang berat
- Struma yang menyebabkan kompresi laringatau struktur leher lain
- Struma retrosternal yang menyebabkan kompresi trakea atau struktur lain

4. PENYAKIT INFLAMASI TIROID


A. Acute Suppurative thyroiditis.
Jarang sekali terjadi, mempunyai gejala sakit leher sebagian dengan onset yang
tiba-tiba, diikuti dengan disfagia, demam, menggigil, dan biasanya diikuti dengan ISPA
yang diterapi dengan drainase, mikro organisme yang sering ditemukan adalah
streptococcus, staphylococcus, pneumococcus, coliform.
B. Subacute Thyroiditis.
Merupakan noninfection disorder, ditandai dengan pembengkakan tiroid, sakit
pada kepala dan dada, demam, lemas, malaise, hilangnya BB, pada beberapa pasien
tidak ada nyeri. Harus dibedakan dengan graves disease. Pada subakut tiroiditis LED
dan serum gamma globulin meningkat. Radioiodin uptake sangat rendah dan bisa tidak
ada, dengan peningkatan kadar hormon tiroid. Nyeri biasanya hilang sendiri, aspirin
dan kortikosteroid diberikan tergantung pada keluhan.
C. Hashimotos thyroiditis.
Merupakan jenis tiroiditis yang paling sering terjadi, biasanya ditandai dengan
pembesaran tiroid tidak atau dengan nyeri dan nyeri lepas. Pada umunya lebih sering
terjadi pada wanita dan terkadang menyebabkan disfagia.
Tiroiditis hashimoto dipercaya sebagai penyakit autoimun, pada beberapa
pasien sensitive terhadap jaringan tiroidnya sendiri dan antibody antitiroidnya, titer
serum antimikrosomal, antitiroglobulin antibody yang tinggi sangat membantu dalam
menentukan diagnosa. Diberikan hormon tiroid dengan dosis yang rendah sebagai
terapi, operasi diindikasikan pada keadaan dimana terjadi penekanan organ Karena
pembesaran yang terjadi, curiga malignancy, dan untuk alasan kosmetik. Untuk pasien
dengan choking symptoms pembedahan pada ismus dapat memberikan rasa lega. Jika
tiroid membesar tidak simetris dan gagal untuk mengecil pada pemberian hormon tiroid
eksogen, atau mengandung nodul discrete , maka tiroidektomi dapat di rekomendasika,
needle biopsy dapat juga membantu dalam menegakan diagnosa.
D. Kiedels thyroiditis.
Kondisi yang jarang sekali terjadi, tiroid mengeras seprti kayu dengan fibrosis,
dan inflamasi yang kronik di dalam dan disekitar kelenjar. Proses inflamasi
menginfiltrasi otot dan menyebabkan gejala kompresi pada trachea, hipotiroidism
biasanya timbul dan tindakan bedah diperlukan untuk mengurangi obstruksi pada
trachea atau esophagus.
E. Tumor jinak tiroid.
Tumor jinak tiroid adalah adenomas, involutionary nodules, cysts atau localized
tiroiditis. Hampir semua adenomas adalah type follicular. Adenomas biasanya solitary
dan encapsulated. Alasan utama dilakukannya pengangkatan jika dicurigai
malignancy, over aktifitas fungsional dari produksi hipertiroid dan alasan kosmetik.
F. Tumor ganas tiroid.
Papillary adenokarsinoma.
Papillary adenokarsinoma terjadi 85% dari seluruh Ca tiroid, tumor ini
timbul pada awal masa remaja sebagai solitary nodul, kemudian menyebar melalui
kelenjar limfa dari kelenjar tiroid menuju ke subscapular dan periscapular
limfonodulus, 80% anak-anak dan 20% orang dewasa didapat pembesaran
limfonodulus.
Tumor dapat bermetatase secara mikroskopik ke paru dan tulang,
psammoma bodies tampak pada 60% kasus, mixed papillary-follicular atau
papillary, follicular karsinoma terkadang ditemukan. Tumor ini tumbuh karena
stimulasi dari TSH.
Follicular adenokarsinoma.
Follicular adenokarsinoma terjadi 10% dari seluruh Ca tiroid, timbul lebih
lebih lama dari papillary form, pada palpasi teraba masa yang elastik, kenyal, dan
lembut. terdapat dalam bentuk encapsulated yang mengandung koloid. Secara
mikroskopik follicular karsinoma susah dibedakan dengan jaringan tiroid. Kapsul
dan vaskularisasi invasi dapat digunakan untuk membedakan follicular adenoma
dengan follicular karsinoma. Meskipun dapat menyabar melalui kelenjar limfa,
tetapi cenderung menyebar lebih hebat melalui darah dapat menyebar ke paru, hati,
dan tulang. Metastase ke tulang dapat timbul 10-20 tahun setelah lesi primer terjadi.
Tumor ini mempunyai prognosis yang buruk sama dengan papillary form.
Medullary karsinoma.
Medullary karsinoma mempunyai angka kejadian 2-5% dari Ca tiroid.
Mengandung amiloid, solid, dan keras. Dapat mensekresi kalsitonin. riwayat
medullary karsinoma pada keluarga dengan pheochromocytoma bilateral dan
hiperparatiroid dikenal dengan Sipple sindrom atau type II multiple endokrin
adenomatosus. Pada sipple sindrom, hiperplasi parafollicular cell dan medullary
cancer yang kecil daqpat di diagnosa dengan menemukan serum kalsitonin setelah
distimulasi dengan pentagastrin dan kalsium.
Undifferentiated Karsinoma.
Tumor yang dapat cepat tumbuh ini sering terjadi pada wanita dengan usia muda
dan angka kejadiannya 3% dari semua Ca tiroid. Lesi ini terjadi dari papillary atau
follicular neoplasm. Mempunyai sifat solid, sepat membesar, keras, masa yang difus
irregular melibatkan kelenjar dan menginfasi trachea, otot, dan neurovaskular. dapat
menyebabkan laringeal atau esophageal obstruksi.
Pada pemeriksaan mikroskopik terdapat 3 jenis sel yang khas yaitu; giant cell,
spindle cell, dan small cell. Mitosis sering terjadi pada metastase di paru-paru dan
cervical lymphadenopathy, dapat timbul kembali pasca operasi. Terapi eksternal radiasi
dan kemoterapi bisa dijadikan terapi palliatif pada beberapa pasien, radioiodin tidak
effektif untuk dijadikan terapi, prognosisnya buruk.

Pembedahan pada tumor tiroid :


Terapi pada ca differentiated tiroid adalah pengangkatan melalui tindakan operasi,
untuk papillary ca total lobektomy, atau total lobektomi dengan isthmectomy, dan total
tiroidektomi dapat dilakukan. Subtotal tiroidektomi dijadikan kontraindikasi karena dapat
rekurent sedangkan angka kehidupan menurun. Total tiroidektomi disarankan pada
papillary form ( 1,5cm), follicular dan medullary ca.
Pada tumor yang sudah bermetastase dapat diterapi dengan iodine 131 setelah
dilakukan tiroidektomi atau trioid ablasi dengan radioaktif, untuk follow up dapat
dilakukan pemeriksaan kadar tiroglobulin. Untuk mencegah terjadinya residu tumor maka
total tiroidektomi pada undifferentiated ca, malignant lhympoma, atau sarcoma tumor
harus di eksisi komplit dan diberikan terapi tambahan dengan radioterapi dan kemoterapi.
Doxorubin (adriamicin), vincristin, cloramburasil merupakan obat yang efektiv, ca
ginjal, payudara, paru, biasanya dapat bermetastase ke tiroid, tetapi jarang terjadi bentuk
solitary nodule.

Penanganan Kanker Tiroid :

Operasi. Pada Kanker Tiroid yang masih berdeferensiasi baik, tindakan tiroidektomi
(operasi pengambilan tiroid) total merupakan pilihan untuk mengangkat sebasnyak
mungkin jaringan tumor. Pertimbangan dari tindakan ini antara lain 60-85% pasien dengan
kanker jenis papilare ditemukan di kedua lobus. 5-10% kekambuhan terjadi pada lobus
kontralateral, sesudah operasi unilateral. Terapi ablasi iodium radioaktif menjadi lebih
efektif.

Terapi Ablasi Iodium Radioaktif. Radiasi internal yang disebut sebagai radioiodablatio
menggunakan I131 yang diberikan peroral. Isotop ini diserap oleh usus halus dan masuk ke
sirkulasi darah, kemudian sebagian isotop akan terikat pada folikel tiroid dan sisanya akan
keluar bersama urin. Didalam folikel, isotop tersebut akan memancarkan radiasi beta yang
akan merusak kelenjar tiroid. Radiasi eksternal diberikan pada karsinoma tiroid dengan
residu besar dan tidak mungkin dilakukan operasi lagi. Radiasi eksternal ini menggunakan
Cobalt-60 sebagai terapi paliatif khususnya pada metatasis tulang. Terapi ini diberikan
pada pasien yang sudah menjalani tiroidektomi total dengan maksud mematikan sisa sel
kanker post operasi dan meningkatkan spesifisitas sidik tiroid untuk deteksi kekambuhan
atau penyebaran kanker. Terapi ablasi tidak dianjurkan pada pasien dengan tumor soliter
berdiameter kurang 1mm, kecuali ditemukan adanya penyebaran.

Terapi Supresi L-Tiroksin. Supresi terhadap TSH pada kanker tiroid pascaoperasi
dipertimbangkan. Karena adanya reseptor TSH di sel kanker tiroid bila tidak ditekan akan
merangsang pertumbuhan sel-sel ganas yang tertinggal. Harus juga dipertimbangkan segi
untung ruginya dengan terapi ini. Karena pada jangka panjang (7-15 tahun) bisa
menyebabkan gangguan metabolisme tulang dan bisa meningkatkan risiko patah tulang.

Evaluasi. Keberhasilan terapi yang dilakukan memerlukan evaluasi secara berkala, agar
dapat segera diketahui adanya kekambuhan atau penyebaran. Monitor standar untuk hal
ini adalah sintigrafi seluruh tubuh dan pemeriksaan tiroglobulin serum. Pemeriksaan USG
dan pencitraan lain seperti CT scan, rontgen dada dan MRI tidak secara rutin
diindikasikan. Sintigrafi seluruh tubuh dilakukan 6-12 bulan setelah terapi ablasi pertama.
Bila tidak ditemukan abnormalitas, angka bebas kekambuhan dalam 10 tahun sebesar
90%. Sensitifitas pemeriksaan tiroglobulin untuk mendeteksi kekambuhan atau
penyebaran sebesar 85-95%.

Penyulit bedah tiroid :


Saat kejadian Penyulit
Langsung sewaktu pembedahan Perdarahan
Cedera n.rekurens uni atau bilateral
Cedera pada trakea, esofagus, atau saraf di
leher
Kolaps trakea karena malakia trakea
Terangkatnya seluruh kelenjar paratiroid
Terpotongnya duktus torasikus di leher
kanan
Segera pascabedah Perdarahan di leher
Perdarahan di mediastinum
Udem laring
Kolaps trakea
Krisis tirotoksik
Beberapa jam sampai Hematom
Beberapa hari pascabedah Infeksi luka
Udem laring
Paralisis n.rekurens
Cedera n.laringeus superior
Hipokalsemia
Lama sekali pascabedah Hipotiroid
Hipoparatiroidi / hipokalsemia
Paralisis n.rekurens
Cedera n.laringeus superior
Nekrosis kulit
Kebocoran duktus torasikus

Krisis tirotoksikosis disebabkan pendarahan berlebihan hormon tiroid ke dalam darah


karena pembedahan dan manipulasi kelenjar tiroid pada penderita bedah yang tidak diduga
hipertiroidi. Karena itu setiap penderita struma harus menjalani pemeriksaan yang seksama
prabedah untuk menentukan terdapat hipertiroidi yang tidak nyata secara klinik. Sebaiknya
pembedahan baru dilakukan setelah hipertiroid diobati sehingga penderita sewaktu
pembedahan berada dalam keadaan eutiroidi.
Penyulit hipoparatiroidi terjadi karena kelenjar paratiroid turut terangkat pada
strumektomi. Cedera n. laringeus superior dan atau n.laringeus inferior juga dapat terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Ganong, W.F. 1999, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta.


Sherwood, L, 2001, Fisiologi Manusia dari sel ke system, ECG, Jakarta.
Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam, InternaPublishing, Jakarta, Edisi 5, Jilid III
Sjamsuhidayat R, Wim de Jong : 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, Edisi Revisi,
926-935
MD.Lawrence W Way : Current Surgical Diagnosis & Treatment, Edisi 9, 267-272
Struma. Dalam http://www.schilddruesen-praxis.at/Data/uploads/.
Anatomi Thyroid. Dalam http://www.thaiclinic.com/images.

You might also like