Professional Documents
Culture Documents
TIROID
Pembimbing :
dr. Camelia Khairun Nisa, Sp. PD
Disusun Oleh :
Dessy Aditya Damayanti
2012730027
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
pada kami sehingga kami dapat menyelesaikan Referat dengan judul Tiroid sesuai pada
waktu yang telah ditentukan.
Laporan ini kami buat sebagai dasar kewajiban dari suatu proses kegiatan yang kami
lakukan yang kemudian diaplikasikan dalam bentuk praktik kehidupan sehari-hari.
Terimakasih kami ucapkan kepada seluruh pembimbing yang telah membantu kami
dalam kelancaran pembuatan laporan ini, Dr. Camelia Khairun Nisa, Sp. PD. Semoga laporan
ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Kami harapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk menambah kesempurnaan
laporan kami.
Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan.
Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh
ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada
fasia pratrakea sehingga setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya
kelenjar kearah kranial, yang merupakan ciri khas kelenjar tiroid. Sifat inilah yang digunakan
di klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan dileher berhubungan dengan kelenjar tiroid
atau tidak.
Pertumbuhan dan fungsi dari kelenjar tiroid paling sedikit dikendalikan empat
mekanisme : yaitu sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid klasik, di mana hormon pelepas
tirotropin hipotalamus (TRH) merangsang sintesis dan pelepasan dari hormon perangsang
tiroid hipofisis anterior (TSH), yang kemudian pada gilirannya merangsang sekresi hormon
dan pertumbuhan oleh kelenjar tiroid, kemudian deiodininase hipofisis dan perifer, yang
memodifikasi efek dari T4 dan T3, autoregulasi dari sintesis hormon oleh kelenjar tiroid sendiri
dalam hubungannya dengan suplai iodinnya, dan stimulasi atau inhibisi dari fungsi tiroid oleh
autoantibodi reseptor TSH .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri atas dua lobus, yang
dihubungkan oleh ismus sehingga bentuknya menyerupai kupu-kupu atau huruf H, dan
menutupi cincin trakea 2 dan 3. Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram.
Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakea sehingga pada setiap
gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat
inilah yang digunakan di klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher
berhubungan dengan kelenjar tiroid atau tidak. Pengaliran darah ke kelenjar berasal dari a.
Tiroidea superior dan a. Tiroidea inferior. Setiap folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala
kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular.
Pembuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakealis.
Selanjutnya dari pleksus ini kearah nodus prefaring yang tepat berada diatas ismus serta ke
kelenjar getah bening pretrakealis, sebagian lagi bermuara di kelenjar getah bening
brakiosefalikus. Hubungan getah bening ini penting untuk menduga penyebaran keganasan
yang berasal dari tiroid.
6. Proteolisis
TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang pembentukan
vesikel yang di dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas pengaruh TSH, lisosom
akan mendekati tetes koloid dan mengaktifkan enzim protease yang menyebabkan
pelepasan T3 dan T4 serta deiodinasi MIT dan DIT.
Tubuh memiliki mekanisme yang rumit untuk menyesuaikan kadar hormon tiroid.
Hipotalamus menghasilkan Thyrotropin-Releasing Hormone, yang menyebabkan kelenjar
hipofisa mengeluarkan TSH. TSH merangsang kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon
tiroid dalam darah mencapai kadar tertentu, maka kelenjar hipofisa menghasilkan TSH dalam
jumlah yang lebih sedikit, jika kadar hormon tiroid dalam darah berkurang, maka kelenjar
hipofisa mengeluarkan lebih banyak TSH.
1. HIPERTIROID (TIROTOKSIKOSIS)
Diagnosa utama :
- BB menurun - kelemahan otot
- nafsu makan menurun - poliuri
- berkeringat - siklus menstruasi terganggu
- suhu tubuh meningkat - infertilitas
- gelisah - murmur
- gynecomastia - exophthalmus, berkunang-kunang
- iodine uptake, T3,T4, T3RU - TSH menurun
- T3 suppression test abnormal - goiter
Hipertiroid biasanya disebabkan oleh hipersekresi goiter (Graves disease) atau oleh
multi nodular toxic goiter (Plummers disease). Amat jarang hipertiroidism disebabkan oleh
akut tiroiditis, mengkonsumsi hormon tiroid, kehamilan, tumor hipofisis, struma ovarium, dan
kelainan lainnya.
Gejala hipertiroid dapat di tegakan dengan peningkatan kadar hormon tiroid dalam
darah. Manifestasi klinik dapat ditandai oleh periode eksaserbasi dan remisi. Pada pasien dapat
dijumpai keadaan hipotiroid sebagai hasil dari pengobatan hipertiroid.
Graves disease adalah penyakit autoimmune, pada banyak kasus diagnosa dapat
mudah di tegakkan hanya dilihat dari gejala yang timbul. Kebanyakan pada pasien dengan
tirotoksikosis terdapat peningkatan kadar T3 dan T4, dan penurunan kadar TSH. Tirotoksikosis
dapat juga dijumpai kadar T4 yang normal sedangkan kadar T3 yang meningkat (T3
toksikosis).
Pada T4 pseudotoksikosis ditemukan kadar T4 yang tinggi sedangkan kadar T3 yang
rendah, hal ini disebabkan gangguan perubahan T4 menjadi T3. tirotoksikosis dapat
menyebabkan gangguan katabolisme yang progesif, kerusakan jantung, sehingga dapat
menyebabkan kematian karena gagal jantung.
Pemeriksaan laboratorium :
Disini dilakukan pengukuran konsentrasi T3, T4, T3RU dan TSH RIA. Sejarah
pengobatan pada pasien sangat penting untuk diketahui karena banyak obat dan campuran
bahan organic lainnya yang dapat memberikan efek pada serangkaian tes fungsi tiroid.
Pada pemeriksaan lab penderita hipertiroid ringan terdapat kelainan yang sedikit,
karena itu dapat menyulitkan dalam mendiagnosanya, pada keadaan ini ada 2 pemeriksaan
yang dapat membantu yaitu T3 suppression test dan TRH test, pada T3 suppression test pasien
dengan hipertiroid mengalami kegagalan dalam penekanan ambilan tiroid dari radioiodin pada
waktu diberikan T3 exogen. Pada tes TRH, serum TSH tidak meningkat sebagai respon
pemberian TSH pada pasien hipertiroid.
Pada hipertiroidism ditemukan juga keadaan rendahnya kolesterol serum, limfositosis,
dan biasanya hiperkalsemia, dan glukosuria.
Pemeriksaan penunjang :
Anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik, dan penilaian klinik mempunyai peran yang
penting dalam menentukan diagnosis penyakit tiroid. Pemeriksaan laboratorium terdiri dari
pemeriksaan biokimia untuk menetapkan fungsi kelenjar tiroid, penginderaan visual untuk
menetapkan kelainan morfologi kelenjar tiroid, dan pemeriksaan sitologi atau histologi untuk
menetapkan perubahan patologis.
Teknik ultrasonografi digunakan untuk menentukan apakah nodul tiroid yang teraba pada
palpasi adalah nodul tunggal atau multipel, dan berkonsistensi padat atau kistik. Pemeriksaan
ultrasonografi ini terbatas nilainya dalam menyingkirkan kemungkinan keganasan dan hanya
dapat mengenal kelainan di atas penampang setengah sentimeter.
Pemeriksaan sitologi :
Pemeriksaan sitologi nodul tiroid diperoleh dengan aspirasi jarum halus. Cara
pemeriksaan ini berguna untuk menetapkan diagnosis karsinoma tiroid, tiroiditis, atau
limfoma. Cara ini cara baik untuk menduga kemungkinan keganasan dalam nodul tiroid, dan
mulai menggeser kegunaan pemeriksaan radioaktif atau ultrasonografi sebagai pemeriksaan
penunjang diagnosis.
Diagnosa banding :
Ansietas neurosis, gangguan jantung, anemia, penyakit saluran pencernaan,
tuberculosis, myasthenia, kelainan muscular, sindroma menopause, pheocromositoma, primary
ophthalmophaty sangatlah sulit dibadakan dengan penyakit hipertiroid, apalagi pada pasien
dengan pembesaran kelenjar tiroid yang minimal, pasien dapat merasakan nyeri pada saat
tiroid melepaskan hormon tiroid. Pada kondisi ini dapat sembuh dengan sendirinya atau dengan
obat anti tiroid, pengobatan dengan tindakan bedah dan radio aktif iodine tidaklah diperlukan.
Ansietas neurosis merupakan gejala yang sulit dibedakan dengan hipertiroid. Pada
ansietas biasanya fatique tidak hilang pada istirahat, telapak tangan berkeringat, denyut jantung
pada waktu tidur normal, dan tes lab fungsi tiroid normal.
Jika pada pendeita hipertiroid fatique dapat hilang pada saat istirahat, telapak tangan
hangat dan berkeringat, takikardia pada waktu tidur, dan tes fungsi tiroid abnormal.
Penyakit organic nontiroid juga sulit dibedakan dengan hipertiroidism, harus dibedakan
secara garis besar dari kejadian-kejadian yang spesifik pada system organ yang terlibat, dan
juga dengan tes fungsi tiroid.
Gejala-gejala seperti exophthalmus atau ophthalmoplegia harus diperiksa oleh
ophthalmologic, USG, CT scan, MRI scan, dan pemeriksaan neurologis.
Penatalaksanaan :
Pada hipertiroid dapat diterapi secara aktif dengan obat anti tiroid, radioaktif iodine, dan
tiroidektomi. Terapi tergantung dari umur, keadaan umum, besarnya kelenjar, beratnya
keadaan patologis, dan kemampuan pasien dalam melakukan perawatan yang optimal.
3. Pembedahan Tiroid
Jenis:
- Biopsi insisi, contoh indikasi: struma difus pradiagnosis
- Biopsi eksisi, contoh indikasi: tumor (nodul) terbatas pradiagnosis
- Tiroidektomi subtotal, contoh indikasi: hipertiroidi (Graves), struma nodosa benigna
- Hemitiroidektomi (istmolobektomi), contoh indikasi: kelainan unilteral (adenoma)
- Tiroidektomi total, contoh indikasi: keganasan terbatas tanpa kelainan kelenjar limfe
- Tiroidektomi radikal, contoh indikasi: keganasan tiroid dengan kemungkinan metastasis ke
kelenjar limfe regional
Subtotal tiroidektomi
Keuntungan dilakukan tiroidektomi adalah dapat menghilangkan keluhan, dan
menurunkan insiden terjadinya hipotiroidism yang bisa didapat oleh terapi radio iodine.
Dilakukan tindakan subtotal tiroidektomi apa bila :
- pada kelenjar tiroid yang sudah membesar.
- Keganasan.
- Terapi untuk anak dan wanita hamil.
- Untuk pasien yang tidak dapat melakukan terapi jangka panjang.
Kelenjar tiroid yang diangkat 3-8 g tanpa mengangkat kelenjar paratiroid dan N.
laryngeal. Angka kematian dari prosedur ini amatlah rendah, kurang dari 0,1%. Subtotal
tiroidektomi adalah cara teraman dan tercepat dalam mengkoreksi keadaan tirotoksikosis,
frekuensi timbulnya kembali hipertiroidism dan hipotiroidism tergantung dari jumlah tiroid
yang diambil. Pada pembedahan yang berhasil dan persiapan preoperasi yang baik, cidera pada
nervus laryngeal dan kel paratiroid didapatkan kurang dari 2% kasus
Persiapan operasi
Resiko dari tindakan tiroidektomi untuk toxic goiter menjadi tidak berarti,sejak
ditemukan kombinasi praoperasi menggunakan kombinasi dari iodides dan obat anti tiroid.
PTU atau obat anti tiroid lainnya dapat digunakan untuk menekan kadar hormon sehingga
dalam keadaan eutiroid keadaan ini dipertahankan sampai dilakukannya operasi. 2-5 potassium
iodide atau lugols iodine dapat diberikan 10-15 hari sebelum pembedahan yang di gabungkan
dengan PTU untuk menurunkan vaskularisasi dari kelenjar tiroid. Thyroid Storm atau krisis
hipertiroid memerlukan penanganan yang segera pada kasus trauma dan tindakan bedah. Maka
jika terjadi keadaan ini adalah ; mencegah keluarnya hormon tiroid dengan memberikan lugol
iodine, atau ipodate sodium. Berikan juga obat penghambat adrenergik (propanolol) untuk
melawan keadaan yang diakibatkan oleh tirotoksikosis, atau menurunkan produksi hormon
tiroid dan perubahan extratiroid T3 dan T4 dengan memberikan PTU. Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah mengkoreksi tanda-tanda vital, dengan pemberian oksigen, sedatif, cairan
IV, kortikosteroid, dan penghilang panas, tergantung dari gejala yang timbul. Reserpin dapat
diberikan pada pasien yang mengalami kegelisahan yang hebat.
2. HIPOTIROID
Definisi Hipotiroid :
Hipotiroid adalah suatu kondisi yang dikarakteristikan oleh produksi hormon tiroid
yang abnormal rendahnya. Ada banyak kekacauan-kekacauan yang berakibat pada
hipotiroid. Kekacauan-kekacauan ini mungkin langsung atau tidak langsung melibatkan
kelenjar tiroid. Karena hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan
banyak proses-proses sel, hormon tiroid yang tidak memadai mempunyai konsekwensi-
konsekwensi yang meluas untuk tubuh.
Etiologi :
Hashimoto's thyroiditis
Lymphocytic thyroiditis (yang mungkin terjadi setelah hipertiroid)
Penghancuran tiroid (dari yodium ber-radioaktif atau operasi)
Penyakit pituitari atau hipothalamus
Obat-obatan : methimazole (Tapazole) dan propylthiouracil (PTU), lithium (Eskalith,
Lithobid), amiodarone (Cordarone), potassium iodide (SSKI, Pima), dan Lugol's
solution
Kekurangan yodium yang berat
Gejala Hipotiroid :
Gejala-gejala hipotiroid seringkali tak kentara, dan tidak spesifik (yang berarti
mereka dapat meniru gejala-gejala dari banyak kondisi-kondisi lain) dan seringkali
dihubungkan pada penuaan. Pasien-pasien dengan hipotiroid ringan mungkin tidak
mempunyai tanda atau gejala-gejala. Gejala-gejala umumnya menjadi lebih nyata ketika
kondisinya memburuk dan mayoritas dari keluhan-keluhan ini berhubungan dengan suatu
perlambatan metabolisme tubuh. Gejala-gejala umum didaftar dibawah:
Kelelahan
Depresi
Kenaikkan berat badan yang sedang
Ketidaktoleranan dingin
Ngantuk yang berlebihan
Rambut yang kering dan kasar
Sembelit
Kulit kering
Kejang-kejang otot
Tingkat-tingkat kolesterol yang meningkat
Konsentrasi menurun
Sakit dan nyeri yang samar-samar
Udem pada kaki
Diagnosis hipotiroid yang dapat dengan mudah dilakukan dan sepenuhnya dirawat dengan
penggantian hormon tiroid. Pada sisi lain, hipotiroid yang tidak dirawat dapat menjurus pada
suatu pembesaran jantung (cardiomyopathy), gagal jantung yang memburuk, dan suatu
akumulasi cairan sekitar paru-paru (pleural effusion).
Diagnosis Hipotiroid :
Suatu diagnosis hipotiroid dapat dicurigai pada pasien-pasien dengan kelelahan, tidak
toleran terhadap dingin, sembelit, dan kulit yang kering dan mengeripik. Suatu tes darah
diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis.
Pemeriksaan laboratorium :
TSH
TRH : dapat membantu membedakan apakah penyakitnya disebabkan oleh suatu
kerusakkan di pituitari atau di hipothalamus. Tes ini memerlukan suntikan hormon TRH
dan dilakukan oleh seorang endocrinologist (spesialis hormon).
Thyroid scan dapat membantu mendiagnosis persoalan yang mendasari tiroid yang lebih
jelas.
Terapi Hipotiroid :
Dosis rata-rata T4 pada orang-orang dewasa adalah kira-kira 1.6 mikrogram per
kilogram per hari. Ini kira-kira 100 sampai 150 mickograms per hari.
Anak-anak memerlukan dosis-dosis yang lebih besar.
Pd pasien yang muda dan sehat, pemakaian hormon pengganti T4 secara penuh dimulai
dari awal terapi.
Pada pasien dengan penyakit jantung yang sebelumnya, metode pengganti hormon ini
mungkin dapat memperburuk kondisi jantung
Pada pasien yang lebih tua tanpa penyakit jantung, memulai dengan dosis penuh
pengganti tiroid mungkin berakibat pada nyeri dada atau serangan jantung. Untuk hal
ini, pasien dengan sejarah penyakit jantung atau mereka yang dicurigai beresiko tinggi,
terapi hormon dimulai dengan 25 mikogram atau kurang, dengan kenaikkan dosis yg
berangsur-angsur dalam 6 minggu.
Idealnya, pengganti T4 sintetik hrs dikonsumsi pada pagi hari, 30 menit sebelum
makan. Obat-obat yang mengandung zat besi atau antasid harus dihindari, karena dapat
mengganggu penyerapan.
Struma multinodosa biasanya terjadi pada wanita berusia lanjut, dan perubahan yang
terdapat pada kelenjar berupa hiperplasia sampai bentuk involusi. Kebanyakan struma
multinodosa dapat dihambat oleh tiroksin.
Gambar 4 : Struma
Biasanya penderita struma nodosa tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipo atau
hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinoduler
yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena
pertumbuhannya sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali
benjolan di leher. Sebagian penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya
tanpa keluhan. Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernapasan karena
menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea jika pembesarannya
bilateral. Pendorongan bilateral demikian dapat dicitrakan dengan foto Roentgen polos (trakea
pedang). Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arah
kontralateral. Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernapasan.
Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernapasan sampai akhirnya terjadi dispnea
dengan stridor inspiratoar. Biasanya struma adenomatosa benigna walaupun besar tidak
menyebabkan gangguan neurologik, muskuloskeletal, vaskuler, atau menelan karena tekanan
atau dorongan. Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea naik untuk
menutup laring dan epiglotis sehingga tiroid terasa berat karena terfiksasi pada trakea.
Hipertiroidi jarang ditemukan pada struma adenomatosa. Sekitar 5% dari struma nodosa
mengalami keganasan. Tanda keganasan ialah setiap perubahan bentuk, perdarahan lokal, dan
tanda penyusupan di kulit, n.rekurens, trakea, atau esofagus. Benjolan tunggal dapat berupa
nodul koloid, kista tunggal, adenoma tiroid jinak, atau karsinoma tiroid. Nodul ganas lebih
sering ditemukan pada laki muda. Struma nodosa lama biasanya tidak dapat dipengaruhi
dengan supresi hormon tiroid (TH) atau pemberian hormon tiroid. Penanganan struma lama
yaitu dengan tiroidektomi subtotal. Tiroid mungkin ditemukan sampai ke mediastinum anterior
terutama pada bentuk modulus yang disebut struma retrosternum. Umumnya struma
retrosternum ini tidak turut naik pada gerakan menelan karena apertura toraks terlalu sempit
dan mungkin asimtomatik. Mungkin ditemukan gejala dan tanda tekanan pada trakea atau
esofagus. Diagnosis ditentukan dengan pemeriksaan yodium radioaktif. Biasanya pengeluaran
struma dapat dilakukan melalui bedah leher, sehingga tidak dibutuhkan torakotomi. Jika letak
di dorsal a. subklavia, harus dilakukan pendekatan melalui torakotomi. Diagnosis banding ialah
tumor lain di mediastinum anterior seperti timoma, limfoma, tumor dermoid, dan keganasan
paru.
- Biopsi insisi
- Biopsi eksisi
- Lobektomi
- Istmolobektomi
- Tiroidektomi subtotal atau total.
Tindak bedah total dilakukan dengan atau tanpa diseksi leher radikal. Untuk struma
nontoksik dan nonmaligna digunakan enukleasi nodulus yaitu eksisi lokal, (istmo-)lobektomi,
atau tiroidektomi subtotal. Pembedahan total dilakukan untuk karsinoma terbatas, dan
pembedahan radikal dilakukan bila ada kemungkinan penyebaran ke kelenjar limfe regional.
Hemitiroidektomi atau (istmo-)lobektomi dapat dilakukan pada kelainan unilateral.
Operasi. Pada Kanker Tiroid yang masih berdeferensiasi baik, tindakan tiroidektomi
(operasi pengambilan tiroid) total merupakan pilihan untuk mengangkat sebasnyak
mungkin jaringan tumor. Pertimbangan dari tindakan ini antara lain 60-85% pasien dengan
kanker jenis papilare ditemukan di kedua lobus. 5-10% kekambuhan terjadi pada lobus
kontralateral, sesudah operasi unilateral. Terapi ablasi iodium radioaktif menjadi lebih
efektif.
Terapi Ablasi Iodium Radioaktif. Radiasi internal yang disebut sebagai radioiodablatio
menggunakan I131 yang diberikan peroral. Isotop ini diserap oleh usus halus dan masuk ke
sirkulasi darah, kemudian sebagian isotop akan terikat pada folikel tiroid dan sisanya akan
keluar bersama urin. Didalam folikel, isotop tersebut akan memancarkan radiasi beta yang
akan merusak kelenjar tiroid. Radiasi eksternal diberikan pada karsinoma tiroid dengan
residu besar dan tidak mungkin dilakukan operasi lagi. Radiasi eksternal ini menggunakan
Cobalt-60 sebagai terapi paliatif khususnya pada metatasis tulang. Terapi ini diberikan
pada pasien yang sudah menjalani tiroidektomi total dengan maksud mematikan sisa sel
kanker post operasi dan meningkatkan spesifisitas sidik tiroid untuk deteksi kekambuhan
atau penyebaran kanker. Terapi ablasi tidak dianjurkan pada pasien dengan tumor soliter
berdiameter kurang 1mm, kecuali ditemukan adanya penyebaran.
Terapi Supresi L-Tiroksin. Supresi terhadap TSH pada kanker tiroid pascaoperasi
dipertimbangkan. Karena adanya reseptor TSH di sel kanker tiroid bila tidak ditekan akan
merangsang pertumbuhan sel-sel ganas yang tertinggal. Harus juga dipertimbangkan segi
untung ruginya dengan terapi ini. Karena pada jangka panjang (7-15 tahun) bisa
menyebabkan gangguan metabolisme tulang dan bisa meningkatkan risiko patah tulang.
Evaluasi. Keberhasilan terapi yang dilakukan memerlukan evaluasi secara berkala, agar
dapat segera diketahui adanya kekambuhan atau penyebaran. Monitor standar untuk hal
ini adalah sintigrafi seluruh tubuh dan pemeriksaan tiroglobulin serum. Pemeriksaan USG
dan pencitraan lain seperti CT scan, rontgen dada dan MRI tidak secara rutin
diindikasikan. Sintigrafi seluruh tubuh dilakukan 6-12 bulan setelah terapi ablasi pertama.
Bila tidak ditemukan abnormalitas, angka bebas kekambuhan dalam 10 tahun sebesar
90%. Sensitifitas pemeriksaan tiroglobulin untuk mendeteksi kekambuhan atau
penyebaran sebesar 85-95%.