You are on page 1of 28

THYPOID

A. Pengertian
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman Salmonella thypii ( Arief Mansjoer, 2000).
Tifus abdominalis merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus
halus yang disebabkan oleh Salmonella thypii, yang ditularkan melalui
makanan, mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella
thypii (Hidayat, 2006).
Menurut Nursalam et al. (2008), demam tipoid adalah penyakit infeksi
akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang
lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, Typhoid
adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh Salmonella
thypii dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pada
pencernaan dan gangguan kesadaran yang ditularkan melalui makanan, mulut
atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella thypii.

B. Penyebab
Penyebab typhoid adalah Salmonella thypii. Salmonella para typhi A, B
dan C. Ada dua sumber penularan Salmonella thypii yaitu pasien dengan
demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh
dari demam typhoid dan masih terus mengekresi Salmonella thypii dalam tinja
dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
Salmonella Thyposa merupakan basil gram negatif yang bergerak
dengan bulu getar, tidak berspora. Di Indonesia, thypoid terdapat dalam
keadaan endemik. Pasien anak yang ditemukan berumur di atas satu tahun.
Sebagian besar pasien yang dirawat dibagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-
RSCM Jakarta berumur diatas 5 tahun (Ngastiyah 2005).
C. Patofisiologi
Penularan Salmonella thypii dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita
typhoid dapat menularkan kuman Salmonella thypii kepada orang lain. Kuman
tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap
dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang
tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan
makanan yang tercemar kuman Salmonella thypii masuk ke tubuh orang yang
sehat melalui mulut.
Salmonella thyposa masuk melaui saluran pencernaan kemudian masuk
ke lambung. Basil akan masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus
bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limfoid ini
kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel
retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman
ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya
masuk limpa, usus halus dan kandung empedu ke organ terutama hati dan
limpa serta berkembangbiak sehingga organ-organ tersebut membesar
(Ngastiyah 2005).
Semula klien merasa demam akibat endotoksin, sedangkan gejala pada
saluran pencernaan di sebabkan oleh kelainan pada usus halus. Pada minggu
pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks payers. Ini terjadi pada kelenjar limfoid
usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi
ulserasi plak pyeri (Suriadi 2006).

1
D. Pathway
Salmonella Thyposa

Saluran pencernaan

Lolos dari asam lambung Dimusnahkan oleh lambung

Usus halus

Jaringan limfoid

Otak Aliran darah

SSP Seluruh Tubuh Kel. Limfoid Usus Halus Masuk retikuloendotelial

Mengeluarkan
Merangsang pusat endotoksin Nekrosis usus halus Masuk limfa dan hati
muntah di medulla
oblongata
Pelepasan mediator Ulkus di Plak Pyeri Pembesaran hati dan limfa
inflamasi

Motilitas usus terganggu Nyeri perabaan


kuadran atas
Suhu Tubuh Nyeri kepala
Peristaltik usus Peristaltik usus
Gg. Rasa Gg. Rasa
Hipertermia
nyaman nyaman
nyeri kepala Diare nyeri perut
Konstipasi

Mual Muntah Anoreksia Kekurangan cairan Dehidrasi


Kelemahan Bedrest dan elektrolit
Total

Gg. Pemenuhan Nutrisi Bibir kering dan


Defisit Defisit volume cairan pecah-pecah
Perawatan Diri dan elektrolit
(Oral hygine)

Lidah tertutup Napas berbau


selaput putih kotor tidak sedap
(coated tongue)

2
E. Manifestasi Klinik
Masa inkubasi typhoid 10-20 hari. Klien biasanya mengeluh nyeri kepala dan terlihat
lemah dan lesu disertai demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu.
Minggu pertama peningkatan suhu tubuh naik turun. Biasanya suhu tubuh meningkat
pada malam hari dan menurun pada pagi hari. Pada minggu kedua suhu tubuh terus meningkat
dan pada minggu ketiga suhu berangsur-angsur turun dan kembali normal.
Pada gangguan di saluran pencernaan, terdapat napas berbau tidak sedap, bibir kering dan
pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue) , ujung dan
tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut
kembung (meteorismus). Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya
terjadi konstipasi tetapi juga terdapat diare atau normal menurut Ngastiyah (2005). Umumnya
klien mengalami penurunan kesadaran yaitu apatis sampai somnolent, jarang terjadi stupor,
koma, atau gelisah kecuali terjadi penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan.

F. Data Fokus, Pemeriksaan Diagnostik dan Masalah Keperawatan


Data Fokus
a) Keluhan utama: perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan kurang
bersemangat serta nafsu makan berkurang (terutama selama masa inkubasi)
b) Suhu tubuh biasanya meningkat, demam berlangsung selama 3 minggu bersifat febris
remiten pada malam atau pagi atau setiap hari dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama
minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap harinya, biasanya menurun
pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu kedua,
pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu berangsur turun
dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
c) Pada orangtua dan keluarga juga mengalami kecemasan akibat anggota keluarganya
yang sakit sehingga terkadang mempengaruhi psikologi orangtua atau keluarga.
d) Pemeriksaan fisik :
Mulut: terdapat napas tidak sedap, bibir pecah-pecah dan kering. Lidah tertutup
selaput putih yang kotor sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan

3
Abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung, bisa terjadi konstipasi, bisa juga
diare atau normal.
Hati dan limpa membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.

Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Suryadi (2006) pemeriksaan pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari:
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia
dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada
kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada
batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal
setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan
darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini
dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor:

a. Teknik pemeriksaan Laboratorium


Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal
ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit

4
Biakan darah terhadap Salmonella thypii terutama positif pada minggu pertama
dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah
dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi
dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah
negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
4. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella thypii terdapat dalam serum klien dengan
typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan
pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh Salmonella thypii, klien
membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
5. Pemeriksaan Tubex
Pemeriksaan yang dapat dijadikan alternatif untuk mendeteksi penyakit demam
tifoid lebih dini adalah mendeteksi antigen spesifik dari kuman Salmonella
(lipopolisakarida O9) melalui pemeriksaan IgM Anti Salmonella (Tubex TF).
Pemeriksaan ini lebih spesifik, lebih sensitif, dan lebih praktis untuk deteksi dini infeksi
akibat kuman Salmonella thypii. Keunggulan pemeriksaan Tubox TF antara lain bisa
mendeteksi secara dini infeksi akut akibat Salmonella thypii, karena antibody IgM muncul

5
pada hari ke 3 terjadinya demam. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pemeriksaan
ini mempunyai sensitivitas yang tinggi terhadap kuman Salmonella (lebih dari 95%).
Keunggulan lain hanya dibutuhkan sampel darah sedikit, dan hasil dapat diperoleh lebih
cepat, Anon1 (2010).

G. Penatalaksanaan Medis
Pasien yang di rawat dengan diagnosis observasi tifus abdominalis harus dianggap dan
diperlakukan langsung sebagai pasien tifus abdominalis dan di berikan perawatan sebagai
berikut:
1. Perawatan
o Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam hilang atau 14 hari untuk mencegah
komplikasi perdarahan usus.
o Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya kondisi bila ada
komplikasi perdarahan.
2. Diet
o Makanan mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein
o Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang kerja usus
dan tidak mengandung gas, dapat diberikan susu 2 gelas sehari
o Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
o Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
o Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
3. Obat-obatan
Obat-obat yang dapat di berikan pada anak dengan thypoid yaitu :

o Klorampenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100mg/kgBB/hari (maksimum) 2


gram/hari, diberikan peroral atau intravena. Pemberian kloramfenikol dengan dosis
tinggi tersebut mempersingkat waktu perawatan dan mencegah relaps. Efek
negatifnya adalah mungkin pembentulan zat anti berkurang karena basil terlalu cepat
di musnahkan. Dapat juga diberikan Tiampenikol, Kotrimoxazol, Amoxilin dan
ampicillin disesuaikan dengan keluhan anak. Kloramfenikol digunakan untuk

6
memusnahkan dan menghentikan penyebaran kuman. Diberikan sebagai pilihan
utama untuk mengobati demam thypoid di Indonesia.
o Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila terjadi
dehidrasi dan asidosis diberikan cairan intravena.

H. Pencegahan
Menurut Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (2006), ada 3 strategi pokok untuk
memutuskan transmisi thypoid yaitu:
- Identifikasi dan eradikasi Salmonella thypii baik pada kasus demam thypoid maupun
pada kasus carrier thypoid.
- Pencegahan transmisi langsung dari pasien terinfeksi Salmonella thypii akut maupun
carrier.
- Proteksi pada orang yang beresiko terinfeksi.
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari
toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu
mentah (yang belum dipasteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih
dan hindari makanan pedas karena akan memperberat kerja usus dan pemberian vaksin.

7
INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

A. Definisi
UTI atau urinary traktus infection atau infeksi saluran kemih adalah infeksi yang
terjadi pada saluran perkemihan (Brunner & Suddarth, 2001 ).
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu inflamasi pada epitel saluran kemih
sebagai respons terhadap patogen bakteri yang biasanya berhubungan dengan piuria dan
bakteriuria. Bakteriuria adalah keberadaan bakteri dalam urine; kondisi ini tidak atau
dapat disertai dengan gejala ISK.
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah ditemukannya bakteri pada urin dikandung
kemih, yang umumnya steril. Istilah ini dipakai secara bergantian dengan istilah infeksi
urine. Termasuk pula berbagai infeksi di saluran kemih yang tidak hanya mengenai
kandung kemih (prostatitis, uretritis).
Secara mikro biologi UTI dinyatakan ada jika terdapat bakteriuria bermakna
(ditemukan mikroorganisme patogen 105 ml pada urin pancaran tengah yang
dikumpulkan pada cara yang benar). Abnormalitas dapat hanya berkolonisasi bakteri dari
urine (bakteriuria asimtomatik) atau bakteriuria dapat disertai infeksi simtomatik dari
struktur-struktur traktus urinarius.
Dikatakan bakteriuria positif pada pasien asimtomatis bila terdapat lebih dari 105
unit koloni bakteri dalam sampel urine porsi tengah (midstream), sedangkan pada pasien
simtomatis bisa terdapat jumlah koloni yang lebih rendah.
Insfeksi saluran kemih (ISK) adalah keadaan bertumbuh dan berkembangnya
kuman didalam saluran kemih dengan jumlah yang bermakna.
Pada masa neonates sampai umur 3 bulan, ISK lebih banyak ditemukan pada bayi
laki-laki. Pada usia 3 bulan sampai 1 tahun insidens pada laki-laki sama dengan
perempuan. Sedangkan pada usia sekolah penderita perembuan bandiing laki-laki adalah
3-4 : 1.

8
B. Etiologi
Organisme penyebab infeksi pada saluran kemih yang sering terjadi adalah
Escherichia coli yang menjadi penyebab pada lebih dari 80% kasus. E.coli merupakan
penghuni normal pada kolon. Oranisme lain yang juga dapat menimbulkan infeksi adalah
golongan Proteus, Klebsiella, Enterobakter dan Pseudomas.
Penyebab ISK biasanya bakteri enteric, terutama Escherichia coli pada wanita.
Gejala bervariasi tergantung dari variasi jenis bakteri tersebut. Pada pria dan pasien
dirumah sakit, 30-40% disebabkan proteus, Stafilokok, dan bahkan seudomonas. Bila
ditemukan, kemungkinan besar terdapat kelainan saluran kemih. Namun harus
diperhitungkan kemungkinan kontaminasi jika ditemukan lebih dari satu organisme.
Organisme gram positif kurang berperan dalam UTI kecuali Staphylococcus
saprophyticus, yang menyebabkan 10% hingga 15% UTI pada perempuan muda.
E.coli adalah Penyebab tersering. Penyebab lain adalah klebsiela, enterobakter,
pseudomonas, steptokok, dan stafilokok.
ISK bawah bisa disebabkan oleh Infeksi asenden oleh bakteri enterik gram
negativ tunggal (seperti Echerichia coli) , Infeksi secara simultan dari berbagai patogen.
Faktor risiko: Variasi anatomis yang alamiah, Konsumsi cairan yang tidak adekuat,
Trauma atas prosedur invasif, Kateter urine, Obstruksi salurah kemih, Reflaks
vesikouretra, Stasis urine, Diabetes, Inkontinensia usus, Kondisi imobilisasi, Hubungan
seksual.

9
Beberapa Faktor yang Memungkinkan Terjadinya Sistitis:
1. Peran patogenik dari sel mast di dalam lapisan mukosa kandung kemih.
2. Kekurangan lapisan glikosaminoglikan pada permukaan lumen kandung kemih
sehingga peningkatan permeabilitas jaringan submukosa yang mendasari untuk zat
beracun dalam urin.
3. Infeksi dengan agen (misalnya virus lambat atau bakteri).
4. Produksi toksin dalam urin, reaksi hipersinsitivitas neurogenik atau peradangan
diperantarai secara lokal pada kandung kemih.
5. Manifestasi dari disfungsi otot dasar panggul atau disfungsional pengeluaran urin
serta gangguan autoimun.
(arif muttaqin dan kumala sari, 2011 : 208-209)

Factor Predisposisi Dalam Perkembangan Infeksi Traktus Urinarius Dari


Pielonefritis Akut:
1. Obstruksi aliran urine (misalnya, batu , penyakit prostat)
2. Jenis kelamin perempuan.
3. Umur yang lebih tua
4. Kehamilan
5. Refluks vesikoureter
6. Peralatan kedokteran ( terutama pada kateter menetap)
7. Vesika urinaria neorogenik.
8. Penyalahgunaan analgesic secara kronik.
9. Penyakit ginjal
10. Penyakit metabolic (diabetes mellitus, gout, batu urine)

C. Klasifikasi
UTI umumnya dibagi dalam dua sub kategori besar, UTI bagian bawah
(uretritis,sistitis, prostatitis) dan UTI bagian atas (pielonefritis):

10
a. UTI Bagian Atas (ISK atas melibatkan ginjal, pelvis, dan melibatkan jaringan
medular dalam)
o Pielonefritis adalah infeksi saluran kemih bagian atas, termasuk pelvis dan
parenkim ginjal, juga disebut ISK afebris atau ISK saluran atas.
o Pielonefritis akut merupakan sindrom klinis berupa menggigil, demam dan
nyeri pinggang disertai bakteriuria dan melibatkan saluran kemih atas.
o Pielonefritis kronik (PN) adalah cedera ginjal progresif yang menunjukkan
pembentukan jaringan parut parenkimal pada pemeriksaan IVP, disebabkan
oleh infeksi berulang atau infeksi yang menetap pada ginjal. Akhir akhir ini,
bukti-bukti menunjukkan bahwa pielonefritis kronik terjadi pada pasien UTI
yang juga mempunyai kelainan anatomi utama pada saluran kemih, seperti
refluks vesikoureter (VUR), obstruksi, batu, atau neorogik vesika
urinaria(kurni, 1997; Rose, Rennke,1994).
Diperkirakan bahwa kerusakan ginjal pada pielonefritis kronik yang
juga disebut nefropati refluks, diakibatkan oleh refluks urine terinfeksi
kedalam ureter yang kemudian masuk ke dalam parenkim ginjal (refluks
intrarenal). Pielonefritis kronik akibat VUR (Refluks pesikoureter) adalah
penyebab utama gagal ginjal tahap terahir pada anak-anak, dan secara teoretis
dapat dicegah dengan mengendalikan UTI dan memperbaiki kelainan
instruktural dari saluran kemih yang menyebabkan obstruksi. Sayangnya,
VUR mungkin tidak ditemukan pada masa kanak-kanak, dan kerusakan ginjal
yang progresif dapat tidak diketahui sampai timbul gejala dan tanda ESRD
pada masa dewasa. Refluks pesikoureter (VUR) di definisikan sebagai aliran
urine retrograde dari vesika urinaria memasuki ureter terutama sewktu
berkemih. VUR memiliki derajat dari I sampai V. Derajat I menunjukkan
refluks yang hanya mencapai ureter bagian bawah. Derajat V menunjukkan
refluks massif kedalam pelvis ginjal dan kaliks VUR dapat diketahui dengan
menyuntikkan bahwa kontras kedalam vesika urinaria melalui kateter sampai
vesika urinaria mengalami distensi dan pasien merasa ingin buang air kecil.
Kemudian dibuah radiogram serial mulai dari keadaan vesika urinaria yang

11
terdistensi serta pada saat dan setelah pasien berkemih. Saluran tindakan ini
dikenal dengan nama sistouretrografi berkemih.
VUR dikaitkan dengan malformasi congenital dari bagian ureter yang
berada didalam vesika urinaria, obstruksi pada bagian bawah vesika urinaria
(leher vesika urinaria atau uretra)sistitis. VUR dapat ditemukan pada banyak
pasien terutama anak yang menderita UTI tekuren, dan tampaknya merupakan
cara organism untuk memasuki ginjal. Umumnya diakui bahwa aliran balik
urine terinfeksi memasuki parenkim ginjal mengakibatkan terjadinya jaringan
parut ginjal yang menonjol pada manusia (nefropati refleks). Kesimpulannya,
pielonefritis kronik akibat VUR bertanggung jawab atas 20% sampai 30% dari
gagal ginjal stadium akhir (ESRF) pada anak ( Rose,1987).

b. UTI Bagian Bawah (ISK bawah terbatas pada kandung kemih dan uretra)
Uretritis merupakan peradangan pada uretra. Ada 2 jenis uretritis yaitu
nococcal uretritis dan nonspecific uretritis. Penyebabnya adalah karena kuman gonore
atau kuman lain, kadang kadang uretritis terjadi tanpa adanya bakteri. Penyebab
klasik dari uretritis adalah infeksi yang dikarenakan oleh Neisseria Gonorhoed.Akan
tetapi saat ini uretritis disebabkan oleh infeksi dari spesies Chlamydia, E.Coli atau
Mycoplasma. (Emanuel Rubin, 1982).
Sistitis adalah sindrom klinik peradangan kandung kemih yang ditandai
dengan frekuensi BAK siang dan malam hari, urgensi, dan nyeri panggul serta
etiologi belum diketahui (Arif Muttaqin dan Kumala Sari, 2011 : 208). Penyebab
sistitis interstitial belum diketahui dan kemungkinan multifaktorial. Berbagai etiologi
yang telah diajukan terkait penyebab sistitis tersebut, tidak ada yang cukup
menjelaskan secara baik bagaimana proses tersebut dapat dijelaskan. Hal ini mungkin
menunjukkan bahwa sistitis interstitial merupakan sejumlah kondisi yang belum
terdefinisi dari berbagai patologis yang berbeda, akhirnya hadir sebagai sindrom
klinis frekuensi BAK, urgensi, dan nyeri panggul.
Prostatitis adalah radang pada prostat. Ada 3 jenis prostatitis yaitu allergic
prostatitis, eosinophilic prostatitis, dan non specific granulomatous prostatitis.
Prostatitis adalah infeksi atau inflamasi pada kelenjar prostat yang dapat di sebabkan
12
oleh bakteri (Basuki, 2009). Prostatitis adalah peradangan kelenjar prostat, yang dapat
bersifat akut atau kronis. Prostatitis akut paling sering disebabkan oleh bakteri gram
negatif.
Selain dari dua kategori besar tersebut, ada beberapa jenis UTI atau Urinary
Traktus Infection yaitu:
o Urosepsis adalah perluasan ISK febris secara sistemik; kultur urine dan darah
positif untuk patogen yang biasa yang dapat berkembang menjadi syok sepsis
dan kematian kecuali bila berhasil ditangani.
o Infeksi saluran kemih terisolasi adalah infeksi awal atau infeksi yang terjadi
lama setelah episode infeksi sebelumnya.
o Infeksi saluran kemih berulang/ kambuhan adalah infeksi baru setelah
keberhasilan pengobatan episode infeksi sebelumnya.
o Infeksi saluran kemih persisten adalah bakteriuria berkepanjangan yang di
sebabkan oleh terapi yang tidak tepat atau tidak tuntas, atau muncul dari
keberadaan bakteri dalam beberapa fokus dalam urin, seperti kalkulus atau
benda asing.
o Infeksi kemih nosokomial adalah ISK yang di dapat di rumah sakit.
ISK nosokomial paling sering berkaitan dengan pemakaian kateter
indweling dan sistem drainase kemih atau prosedur atau peralatan urologis
lainnya. Lebih dari 10% pasien rawat inap menggunakan kateter uretra
indweling dan hal ini terus menjadi faktor risiko tunggal terpenting yang
menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi ( Garibaldi, 1987).
Bakteri yang berpotensi patogenik sering dijumpai di area periuretra.
Kateter indweling membentuk suatu mekanisme yang memungkinkan bakteri
tersebut masuk kedalam kandung kemih. Setiap keadaan yang meningkatkan
kolonisasi periuretra akan meningkatkan risiko ISK terkait kateter. Pasien
dengan kateter yang memiliki jenis kelamin wanita, berusia lanjut, sakit berat,
atau tidak mendapat antibiotik kemungkinan besar akan terkolonisasi dan
terjangkit infeksi daripada kelompok setara yang berisiko lebih rendah. Lama
kateterisasi merupakan variabel penting dalam menentukan apakah seorang

13
pasien akan terinfeksi. Bakteri dapat masuk ke kandung kemih pada pasien
dengan kateter melalui beberapa mekanisme : pada saat insersi kateter,
melalui migrasi retrograd bakteri diluar kateter di selaput periuretra, dan oleh
refluks urine dan bakteri ke dalam kandung kemih melalui slang. Secara
umum, hal ini terjadi apabila sistem steril terbuka dan terkontaminasi.
Bakteri dapat masuk ke dalam kandung kemih melalui kontaminasi
kantong atau selang drainase. Apabila permukaan dalam kantong atau slang
terkontaminasi, maka bakteri dapat berpindah melalui refluks ke dalam
kandung kemih, terutama apabila kantong diangkat melebihi tinggi kandung
kemih. Untuk menurunkan risiko kontaminasi berlebihian kantong kateter,
maka kantong tersebut jangan sampai menyentuh lantai. Sistem drainase
tertutup yang steril telah menurunkan risiko ISK nosokomial secara drastis ;
bagaiamanapun, sering terjadinya kebocoran dari sistem drainase tertutup
menyebabkan bakteri dapat masuk ke dalam sistem drainase tertutup. Setelah
dimasukkan, sistem drainase tertutup jangan dibuka untuk memperoleh
spesimen atau untuk melakukan irigasi rutin. Harus digunakan sample port
bersama dengan jarum dan spuit steril. Irigasi harus dilakukan dengan sisterm
irigasi kontinu tertutup. Sistem drainase dan kateter jangan diganti dalam
interval tertentu sebagai strategi pencegahan infeksi. Setelah dipasang,
pencopotan kateter untuk diganti secara rutin akan meningkatkan risiko
infeksi. Sistem drainase harus diganti apabila sistem tersebut kotor atau secara
tidak sengaja terkontaminasi.
o ISK domisiliar terjadi pada orang yang tinggal dalam komunitas saat terjadi
infeksi.
o Infeksi saluran kemih komplikata berhubungnan dengan hematuria, demam,
atau infeksi pada pasien yang terpasang kateter, obstruksi, kalkulus urinarius,
atau abnormalitas anatomis dalam sistem perkemihan.

14
D. Patofisiologi

Secara normal, air kencing atau urine adalah steril alias bebas kuman. Infeksi
terjadi bila bakteri atau kuman yang berasal dari saluran cerna jalan jalan ke urethra atau
ujung saluran kencing untuk kemudian berkembang biak disana. Maka dari itu kuman
yang paling sering menyebabkan ISK adalah E.coli yang umum terdapat dalam saluran
pencernaan bagian bawah.
Pertama tama, bakteri akan menginap di urethra dan berkembang biak disana.
Akibatnya, urethra akan terinfeksi yang kemudian disebut dengan nama urethritis. Jika
kemudian bakteri naik ke atas menuju saluran kemih dan berkembang biak disana maka
saluran kemih akan terinfeksi yang kemudian disebut dengan istilah cystitis. Jika infeksi
ini tidak diobati maka bakteri akan naik lagi ke atas menuju ginjal dan menginfeksi ginjal
yang dikenal dengan istilah pyelonephritis.
Mikroorganisme seperti klamidia dan mikoplasma juga dapat menyebabkan ISK
namun infeksi yang diakibatkan hanya terbatas pada urethra dan sistem reproduksi. Tidak
seperti E. coli, kedua kuman ini menginfeksi orang melalui perantara hubungan seksual.
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang mengatur keseimbangan cairan
tubuh dan elektrolit dalam tubuh, dan sebagai pengatur volume dan komposisi kimia
darah dengan mengeksresikan air yang dikeluarkan dalam bentuk urine apabila berlebih.
Diteruskan dengan ureter yang menyalurkan urine ke kandung kemih. Sejauh ini
diketahui bahwa saluran kemih atau urine bebas dari mikroorganisme atau steril.
Infeksi saluran kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam
traktus urinarius. Masuknya mikroorganisme kedalam saluran kemih dapat melalui :
1) Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat infeksi terdekat (ascending)
yaitu:
a. Masuknya mikroorganisme ke dalam kandung kemih, antara lain: factor anatomi
dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki
sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan urine saat miksi,
kontaminasi fekal, pemasangan alat kedalam traktus urinarius (pemasangan
kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi.
b. Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal.
15
Kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dari
flora normal usus. Dan hidup secara komensal di dalam introitus vagina,
prepusium penis, kulit perineum, dan di sekitar anus. Mikroorganisme memasuki
saluran kemih melalui uretra prostate vas deferens testis (pada pria) buli-buli
ureter, dan sampai ke ginjal

Gambar 1. Masuknya kuman secara ascending ke dalam saluran kemih, (1) Kolonisasi
kuman di sekitar uretra, (2) masuknya kuman melalui uretra ke buli-buli, (3) penempelan
kuman pada dinding buli-buli, (4) masuknya kuman melalui ureter ke ginjal.
2) Hematogen
Sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah sehingga
mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen. Ada beberapa hal yang
mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran
hematogen, yaitu adanya : bendungan total urine yang dapat mengakibatkan distensi
kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan parut.

3) Limfogen
Pielonefritis (infeksi traktus urinarius atas) merupakan infeksi bakteri piala
ginjal, tobulus dan jaringan intertisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri
mencapai kandung kmih melalui uretra dan naik ke ginjal meskipun ginjal 20 %
sampai 25 % curah jantung; bakteri jarang mencapai ginjal melalui aliran darah ;
kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3 %. Pielonefritis akut biasanya
terjadi akibat infeksi kandung kemih asendens. Pielonefritis akut juga dapat terjadi

16
melalui infeksi hematogen. Infeksi dapat terjadi di satu atau di kedua ginjal.
Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada
individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau refluks vesikoureter.

Sistitis (inflamasi kandung kemih) yang paling sering disebabkan oleh


menyebarnya infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran balik urine dari
uretra ke dalam kandung kemih (refluks urtrovesikal), kontaminasi fekal, pemakaian
kateter atau sistoskop.
Uretritis suatu inflamasi biasanya adalah suatu infeksi yang menyebar naik yang
digolongkan sebagai general atau mongonoreal. Uretritis gnoreal disebabkan oleh
niesseria gonorhoeae dan ditularkan melalui kontak seksual. Uretritis
nongonoreal; uretritis yang tidak berhubungan dengan niesseria gonorhoeae biasanya
disebabkan oleh klamidia frakomatik atau urea plasma urelytikum.
Pada usia lanjut terjadinya ISK sering disebabkan karena adanya:
a. Sisa urin dalam kandug kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih
yang tidak lengkap atau krang efektif. Sisa urin yang meningkat mengakibatkan
distensi yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibtkan
penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media
pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi ginjal
sendiri
b. Mobilitas menurun
c. Nutrisi yang kurang baik
d. System Imunitas yang menurun
e. Adanya hambatan pada saluran urin

E. Manifestasi klinis
ISK dapat simtomatik maupun asimtomatik. Pada bayi baru lahir gejala dapat
berupa demam, malas minum, ikterus, hambatan pertumbuhan, atau tanda-tanda sepsis.
Pada masa bayi gejala sering berupa panas yang tidak jelas penyebabnya, nafsu makan
berkurang, gangguan pertumbuhan, kadang-kadang diare atau kencing sangat berbau.
Pada usia prasekolah berupa sakit perut, muntah, demam, urgency dan sering kencing,
17
dan mengompol. Pada usia sekolah gejala spesifik makin nyata berupa mengompol,
sering kencing, sakit waktu kecing atau sakit pinggang.
asimtomatis, terutama pada wanita. Biasanya dengan riwayat ISK simtomatis di
kemudian hari. Terapi singkat biasanya menyebabkan timbulnya ISK simtomatis, akibat
reinfeksi organisme yang lebih virulen.
Disuria, frekuensi miksi atau mikturasi atau berkemih yang bertambah dan nyeri
suprapubik adalah gejala iritasi kandung kemih. Beberapa pasien mengeluh bau yang
tidak menyenangkan atau keruh, dan mungkin hematuria. Bila mengenai saluran kemih
atas, mungkin terdapat gejala-gejala pilonefritis akut seperti demam, mual, dan nyeri
pada ginjal. Namun pasien dengan infeksi ginjal, mungkin hanya menunjukkan gejala
saluran kemih bawah atau tidak bergejala. (Kapita Selekta Jilid I; 523 524).
Demam dan sakit pinggang merupakan gejala ISK bagian bawah (kandung kemih
dan uretra) biasanya lebih ringan, umumnya berupa disuria, polakisuria, atau kencing
mengedan, tanpa demam, dan urgency.
Pada infeksi kronis atau berulang dapat terjadi tanda-tanda gagal ginjal menahun
atau hipertensi serta gangguan pertumbuhan.(Kapita Selekta Jilid II; 485)

F. Pemeriksaan diagnostik
o Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya jumlah bakteri yang bermakna dalam urine
yang seharusnya steril dengan atau tanpa disertai piuria. (Kapita Selekta Jilid II; 485)
o Urin lengkap : tidak ada korelasi pasti antara piuria dan bakteriuria. Tetapi pada
setiap kasus dengan piuria harus dicurigai kemungkinan ISK.Bila ditemukan silinder
leukosit. Kemungkinan pielonefritis perlu dipikirkan.
o Biakan urine : Biakan urine pancaran tengah (Midstream urine dianggap ISK bila
jumlah kuman 100.000 kuman/ml urin. Jumlah kuman antara 10.000 - <100.000
kuman/ml urine dianggap meragukan dan perlu di ulang. Bila < 10.000 kuman /ml
urine dianggap kontaminasi. Bila pengambilan urine dilakukan dengan fungsi
suprapubik atau kateterisasi kandung kemih, maka seberapapun kuman yang
ditemukan dianggap positif ISK (ada juga yang menyebutkan batasan <200 kuman/ml
urin).

18
o Diagnosis pasti ditegakkan dengan kultur organisme melalui urine, terutama sampel
dari urine porsi tengah. Sampel ini dikirimkan segera ke laboratorium atau dalam
waktu 24 jam dalam lemari es dengan suhu 40C. bila sulit, ambil urine pertama kali
yang dikeluarkan pada pagi hari karena penyimpanan semalam dalam kandung kemih
dapat meningkatkan jumlah bakteri.
o Pemakaian kateter untuk diagnosis hanya untuk pasien yang memang memakai
kateter. Aspirasi suprapubik berguna bagi bayi dan dewasa dimana pemeriksaan urine
porsi tengah berulang kali tidak menunjukkan hasil karena kontaminasi atau jumlah
bakteri yang rendah.
o Dipakai Test stick untuk mengetahui adanya proteinuria, hematuria, glukosuria dan
pH. Pemeriksaan secara mikroskopik dikatakan positif bila terdapat pluria (> 2000
leukosit/ml) pada pasien dengan gejala infeksi saluran kemih. Mungkin ditemukan
kuman yang bisa berasal dari kontaminasi vagina. Dicurigai terjadi infeksi bila
terdapat > 105 koloni/ml pada kultur dari urine porsi tengah seorang pasien tanpa
gejala atau dikatakan sebagai bakteri uria bermakna. Namun sering juga dijumpai
pasien ISK dengan kultur < 105 koloni, atau terdapat pertumbuhan satu golongan
kuman, khususny E. Coli, sementara tidak ditemukan kontaminasi dari vagina.
Penemuan kuman pada kateter atau fungsi suprapubik juga merupakan diagnostik.
o Bila terdapat pluria namun kultur tidak tumbuh, kemungkinan jumlah kuman yang
terdapat hanya sedikit, kuman tuberkulosis, kontaminasi dari antiseptik atau antibiotik
yang digunakan pasien atau pada alat, kuman tersebut memerlukan media yang
khusus (misalnya Ureaplasma, Urea lyticum), terdapat batu atau benda asing dengan
infeksi minimal, atau penyakit tubolointerstesial aktif(misalnya nefropati analgesik).
o Penampisan adanya bakteri uria hanya perlu dilakukan pada wanita hamil karena
terdapat kemungkinan 30 40% berkembang menjadi plelonefritis bila hasilnya
positif. (Kapita Selekta Jilid I; 524)
o Lain-lain : data tambahan berupa peninggian laju endapan darah (LED) dan kadar
protein C reaktif, penurunan fungsi ginjal, serta adanya azotemia memberi petunjuk
adanya ISK bagian atas. (Kapita Selekta Jilid II; 485).

19
G. Penatalaksanaan
Asupan cairan ditingkatkan dan mikturisi diperbanyak. Pasien dianjurkan untuk
banyak minum agar diuresis meningkat, diberikan obat yang menyebabkan suasana urine
alkali jika terdapat disuria berat, dan diberikan antibiotik yang sesuai. Biasanya ditujukan
untuk bakteri gram negatif dan obat tersebut harus tinggi konsentrasinya dalam urine
Contoh dan dosis terdapat table 49.2. Diberikan obat-obatan yang sesuai: trimetropim
atau nitrofurantoin digunakan secara luas. Didapatkan bukti bahwa pemberian obat
selama 1 hari (atau hanya satu dosis besar) sama efektifnya dengan pemberian antibiotika
jangka panjang pada infeksi tanpa komplikasi. Pada infeksi traktus urinaria dengan
komplikasi atau dugaan infeksi trakus urinarius bagian atas dibutuhkan terapi yang sesuai
dengan antibiotika spectrum luas.
Wanita dengan bakteriuria asimtomatik atau gejala infeksi saluran kemih bawah
cukup diobati dengan dosis tunggal atau selama 5 hari. Kemudian dilakukan pemeriksaan
urine porsi tengah seminggu kemudian. Jika masih positif, harus dilakukan pemeriksaan
lanjut.
Pada anak-anak dan pria, kemungkinan terdapat kelainan saluran kemih lebih
besar, sehingga sebaiknya diberikan terapi antibiotik selama 5 hari, bukan dosis tunggal
dan diadakan pemeriksan lebih lanjut.Pasien dengan pielonefritis akut harus dirawat
dirumah sakit dan diberikan terapi antibiotic parenteral serta pemeriksaan lanjut. Bila
gejala tidak berkurang, dilakukan USG ginjal untuk mengetahui apakah terdapat
obstruksi.
Terdapat dua jenis ISK rekurens. Yang paling sering adalah kuman baru pada
setiap serangan, berarti reinfeksi, biasanya pada wanita dengan gejala sistitis akut
rekurens atau pasien dengan kelainan anatomi. Pasien diminta banyak minum agar sering
berkemih dengan dianjurkan untuk minum antibiotik segera setelah berhubungan intim.
Pada kasus yang sulit dapat diberikan obat profilaksis dosis rendah sebelum tidur setiap
malam, misalnya nitrofunantoin, trimetropim dan sulfame toksozol biasanya selama 3 6
bulan.
Jenis kedua adalah dimana infeksi persisten dengan kuman yang sama. Di luar
kemungkinan resistensi kuman, ini biasanya merupakan tanda terdapat nidus infeksi

20
seperti batu atau kista. Biasanya diperlukan antibiotik dalam jangka panjang.
Pemeriksaan lebih lanjut yang dilakukan biasanya berupa pemeriksaan mikroskopik urine
dan kultur secara berulang, pielografi intravena, test fungsi ginjal dan ultrasonografi
ginjal. (Kapita Selekta Jilid I; 524 525).

Obat Dosis
Terapi dosis tunggal oral Amoksisilin 3g
Trimetoprim sulfametoksasol 320mg/1600 mg (4 tablet)
Sefaleksin 3g
Intramuscular kanamisin 0,5 g
Terapi konvensial
(5hari)
Pilihan pertama Amoksisilin 250 mg(3x/hari)
Trimetoprim sulfametoksasol 160 mg / 800mg (2x/hari)
Trimetoprim 300 mg(3x/hari)
Nitrofurantoin 100 mg(3x/hari)

Pilihan kedua Norfloksasin 400 mg(3x/hari)


Sefaleksin 1 g (4x/hari)
Sefalotin 1 g/8jam /im atau iv
Gentamisin 0,8 mg/kg 8 jam /im
kanamisin 5mg /kg 8jam /im
Profilaksis (malam atau Nitrofuranoin 50-100 mg
pascasanggama) Trimetoprim 150-300 mg
Trimetoprim sulfametoksasol 40 mg/ 200 mg

Keterangan:
1. Amoxiciliin
Indikasi: Infeksi saluran pernafasan dan kemih, infeksi lain seperti septicemia dan
endokarditis.

21
Kontraindikasi: Pasien dengan reaksi alergi terhadap penisilina
Efek Samping: Pada pasien yang hipersensitif dapat terjadi reaksi alergi seperti
urtikaria, ruam kulit, pruritus, angioedema dan gangguan saluran cerna seperti
diare, mual, muntah, glositis dan stomatitis.

2. Sefaleksin
Indikasi: Infeksi saluran nafas, Otitis media, emfisema, infeksi kulit dan jaringan
lunak dan saluran kemih dan saluran lain.
Kontra Indikasi: Pada Pasien Yang Memiliki Hipersensitivitas Terhadap
Antibiotik Sefalosporin3
Efek Samping: Efek hematologi : neutropenia, trombositopenia, leukositosis,
granulositosis, monositosis, limfositopenia, basofilia, dan leukopenia reversibel.
Efek pada ginjal dan genitourinari : terjadinya peningkatan konsentrasi BUN dan
kreatinin, disfungsi renal, nefropati toksik.Efek pada hati : terjadinya peningkatan
SGOT, ALT, gamma glutamil transferase, dan alkalin fosfatase pada serum.Efek
pada gastrointestinal : nausea, muntah, diare, nyeri pada perut, menurunnya nafsu
makan, flatulensi, candidiasis.Efek lain : sakit dada, efusi pleural, infiltrasi
pulmonary, batuk, rinitis.3 SSP : Agitasi, bingung, halusinasi, sakit kepala. Kulit :
Angiodema, rash, steven- johnsons sindrom, urtikaria.

3. Kanamisin
Indikasi: Infeksi saluran napas, TB, ISK, GO dan supuratif, pertusis, disentri
basiler, diare akut, adneksitis, Penyakit Weil, Profilaksis infeksi pasca operasi
Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap aminoglikosid
Efek Samping: Ototoksisitas, Nefrotoksisitas, Syok, Defisiensi Vit. K dan Vit. B

4. Norfloksasin
Indikasi: infeksi saluran kemih; infeksi spesifik saluran cerna.

22
5. Gentamicin
Indikasi: Infeksi oleh pseudomona aeruginosa, proteus spp, Eschercia Coli,
Klebsiella-enterobacter, serratia spp, citribacter spp, staphylococcus spp.
Kontra Indikasi: Hipersensitif Terhadap Gentamisin Dan Aminoglikosida Lain
Efek Samping: Susunan syaraf pusat : Neurotosisitas (vertigo, ataxia) ;-
Neuromuskuler dan skeletal : Gait instability;- Otic : Ototoksisitas (auditory),
Ototoksisitas. (vestibular);- Ginjal : Nefrotoksik ( meningkatkan klirens
kreatinin;Cardiovaskuler : Edeme;- Kulit : rash, gatal, kemerahan;< 1%;-
Agranulositosis ;- Reaksi alergi;- Dyspnea;- Granulocytopenia;- Fotosensitif;-
Pseudomotor Cerebral;- Trombositopeni.

6. Nitrofurantoin
Indikasi: ISK akut dan kronik
Kontraindikasi: gangguan fungsi ginjal; anak di bawah 3 bulan, defisiensi G6PD
termasuk wanita hamil dan menyusui, porfiria
Efek Samping: anoreksia, mual, muntah, diare; reaksi paru akut dan kronik
(mungkin berhubungan dengan sindrom mirip lupus eritemosus); neuropati
perifer; reaksi alergi mulai dari gatal sampai ke angioudem, ikterus kolestatik,
hepatitis, dermatitis eksfoliatif, eritema multiformis, pankreatitis, artralgia,
kelainan darah, hipertensi intrakranial, alopesia.

Tatalaksana umum atasi demam, muntah, dehidrasi dll dianjurkan minum banyak
anr putih dan jangan membiasakan menahan kencing. Untuk mengatasi disuria
dapat diberikan fenazopiridin (pyridium) 7 10 mg/kgBB/hari. Factor
predidposisi di cari dan dihilangkan. Tatalaksana khusus ditujukan terhadap 3 hal
yaitu pengobatan infeksi akut, pengobatan dan pencegahan infeksi berulang, serta
deteksi dan koreksi bedah terhadap kelainan anatomis saluran kemih.
1. Pengobatan infeksi akut : pada keadaan berat atau demam tinggi dan keadaan
umum lemah segera berikan antibiotik tanpa menunggu hasil biakan urin uji
resistensi kuman. Obat pilihan utama adalah ampisilin. Kontrimoksazol.

23
Sulfisoksazol.. asam nalidiksat. Nitroforantoin dan sefeleksin. Sebagai pilihan
kedua adalah aminoglikosida (gentamisin. Amikasin,dll). Sefotaksim,
karbenisilin, doksisiklin, dll. Terapi diberikan selama 7 hari.
2. Pengobatan dan pencegahan infeksi berulang : 30-50% akan mengalami
infeksi berulang dan sekitar 50% diantaranya tanpa gejala. Maka, perlu
dilakukan biakan ualang pada minggu pertama sesudah selesai pengobatan
fase akut, kemudian 1 bulan, 3 bulan dan seterusnya setiap tiga bulan selama 2
tahun. Setiap infeksi berulang harus diobati seperti pengobatan pada fase akut.
Bila lepas atau reinfeksi terjadi lebih dari 2 kali. Pengobatan dilanjutkan
dengan terapi profilaksis menggunakan obat antiseptic saluran kemih, yaitu
nitrofurantoin, kotrimoksazo, sefaleksin, atau asam mandelamin. Umumnya
diberikan dosis normal satu kali sehari pada malam hariselama 3 bulan. Bila
ISK disertai dengan kelainan anatomis, pemberian obat disesuaikan dengan
hasil uji resistensi dan terapi profilaksis dilanjutkan selama 6 bulan bila perlu
sampai 2 tahun.
3. Koreksi bedah : bila pada pemeriksaan radiologis ditemukan obstruksi, perlu
dilakukan koreksi bedah. Penanganan terhadap refluks tergantung stadium.
Refluks stadium I sampai III biasanya akan menghilang dengan pengobatan
terhadap infeksi. Pada stadium IV dan V perlu dilakukan koreksi bedah
dengan reimplantasi ureter pada kandung kemih (ureteroneosistostomi). Pada
pionefrosis atau pielonefritis atrofik kronik, nefrektomi kadang-kadang perlu
dilakukan. (Kapita Selekta Jilid II; 485)

INTI PENATALAKSANAAN
1. Pencegahan
o Hindari dehidrasi: anjurkan asuapan harian (recommended daily allowance,
RDA) cairan pada dewasa aktif sekitar 30ml/kg/hari.
o Hindari konstipasi (perbanyak asupan cairan, serat diet, dan olah raga
rekreasional).
o Tangani retensi urine, inkontinensia urine atau obstruksi pada saluran keluar
kandung kemih.

24
o Pertimbangan perbaikan sistokel pada wanita pascamenopouse penderita
pengosongan kandung kemih tak sempurna dam ISK kambuhan.
o Ajari wanita mengenai higienis yang baik setelah kek toilet dan berkemih
setelah senggama.
o Tangani infeksi sejak dini, terutama pada pasien dengan penurunan fungsi
imun atau pasien dengan retensi urine, atau disfungsi kemih.
o Lepas kateter yang terpasang dan tangani pasien yang mengalami disfungsi
berkemih dengan program penatalaksanaan alternatif seperti pelatihan
kandung kemih, farmakoterapi untuk inkontinensia urine, kateterisasi
intermiten dan/ atau berkemih terjadwal.

2. Infeksi salurankemih akut


o Penatalaksanaan empiris cukup memadai untuk infeksi yang pertama pada
wanita muda yang tidak sehat; mulai penatalaksanaan empiris sebelum
diperoleh hsil kultur dari sensitivitas untuk infeksi saluran kemih febris atau
komoplikata.
o Antipiretika dan rawat inap dengan cairan intravena diperlukan bila
pielonefritis disertai dengan mual dan muntah yang bermakna atau urosepsis.
o Pilih antibiotika sesuai laporan kultur dan sensitivitas (bila ada indikasi),
frekuensi pemberian, resiko vaginitas, biaya yang di tanggung pasien, dan
risiko peningkatan resistensi bakteri.
o Tekanan kepatuhan pada pemberian antibiotika; tangani infeksi non
komplikata selama 3 hari, infeksi komplikata selama 7 hari, dan ISK febris
selama 14 hari.
o Penanganan suplemen antibiotika dengan analgesik sistem perkemihan
(phyridium tersedia sebagai obat yang di jual bebas) atau obat kombinasi,
seperti urised.
o Mulai penanganan profilaksis menggunakan krem antijamur pada wanita
dengan riwayat vaginitis saat mendapat terapi antibiotika, kecuali bila
diberikan nitrofurantoin.
o Dorong asupan cairan yang memadai; hindari iritan kandung kemih.

25
3. Pencegahan infeksi kambuhan
o Ambil kultur dan sensitivitas pada gejala yang menetap.
o Ambil studi pencitraan (ultrasonografi, ginjal/ ureter/ kandung kemih [KUB],
pielogram intravena) bila hematuria menetap, bila hematuria ditemukan saat
mengisolasi ISK, atau rujuk pasien ke ahli urologi.
o Rujuk keahli urologi bila ada infeksi spesies proteus, klebsiella atau
pseudomonas atau minta studi pencitraan untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya kalkulus urine.
o Singkirkan adanya prostatitis pada pria.
o Rujuk keahli urologi bila penjelasan tentang bakteriuria persisten tidak
teridentifikasi.
o Periksa pencitraan (ultrasonografi) saluran kemih atas pada infeksi saluran
kemih febris.
o Pertimbangkan terapi supresif dosis rendah untuk infeksi febris / kambuhan.
o Pertimbangkan terapi intermiten yang dimulai dari diri sendiri (pasien di ajar
untuk mengambil kultur dengan alat dipslide diikuti dengan penanganan
empiris).
o Pertimbangkan terapi antibiotika supresif pascakoitus bila hubungan antara
koitus dengan ISK dudah di tegakkan.

H. Prognosis
ISK tanpa kelainan anatomis mempunyai prognosis lebih baik bila pengobatan
pada fase akut adekuat dan disertai pengawasan terhadap kemungkinan infeksi berulang
(Kapita Selekta Jilid II; 485)
Infeksi parenkim ginjal dapat menyebabkan kerusakan permanen atau progresif
yang menyebabkan insufisiensi ginjal. Namun sebagian anak dengan infeksi saluran
kemih tidak mengalami kerusakan ginjal. Kerusakan ginjal paling mungkin terjadi pada
anak dengan obstruksi saluran kemih dan pada anak dengan infeksi berat serta refluks
dalam jumlah besar dalam awal kehidupandibawah usia 2 tahun. Untuk sejumlah kecil
anak perempuan yang memiliki infeksi berulang dengan atau tanpa gejala selama masa

26
sekolah, kemungkinan terjadinya kerusakan ginjal berat kecil. Namun jarang ada ahli
yang mengatakan bahwa tidak diperlukan terapi pada infeksi saluran kemih asimtomatik.

I. Web of caution (WOC)


Terlampir

27

You might also like