You are on page 1of 47

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Danau

Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponen-komponen

yang saling berinteraksi sehingga membentuk suatu kesatuan. Danau sebagai suatu

ekosistem, secat-a fisik mempakan suatu tempat yang luas yang mempunyai air yang tetap,

jernih atau beragam dengan aliran tertentu (Lincoln er.al., 1984). Nelson (1973)

menyatakan bahwa danau adalah tempat genangan air yang luas di pedalaman, di mana

terdapat aliran tersendiri dengan air berwarna jernih atau keruh. Genangan air yang terdapat

pada danau dapat bersumber dan mata air atau aliran sungai.

Berdasarkan proses terbentuknya, danau dapat d i b g atas dua, yaitu danau alam

dan danau buatan. Danau alam terbentuk sebagai akibat dan kegiatan alamiah, seperti

bencana alam, kegatan vulkanik, dan kegiaian tektonik (Odum, 1993). Sedangkan danau

buatan tekntuk oleh kegiatan manusia dengan sengaja untuk tujuan-tujuan. tertentu

dengan jalan membuat bendungan pada daerah dataran rendah.

Menurut Ekswsi Sunda yang dilakukan pada tahun 1928 - 1929, Danau

Singkarak dikategorikan sebagai danau v u l h s , yaitu bekas letusan gunung berapi yang

pada masa Kwarter yang ditemukan jenis batu-batuan beku Mllkanis dan instrusi

hampir seluruh daerah diselatar danau tersebut. Daerah tebing dekat pintu Barat clan Timur

danau dilalui oleh duajalur geseran yang menandakan daerah tersebut tidak stabil.

Danau Singkarak memilh luas 11230 krn2 dengan kedalaman rata-rata 136 m.

Sebagai suatu sumberdaya alam dan lingkungan, danau Singkarak memillki arti yang

penting bag kel-udupan manusia, bak bagi masyarakat yang tinggal di sekitar danau,
maupun bagi masyarakat yang tinggal pada daerah aliran sungai tempat air danau keluar

serta masyarakat lain pada umumnya.

Di dalam ekosistem danau terdapat unsur ubiotic, primary producers, conswmers,

dan &composer.s. yang membentuk suatu hubungan tiinbal balik dan saling

mempengaruhl. Semua orgarusme yang ada di danau akan menggunakan air sebagai alat

transportasinya Keadaan dan jumlah orgatusme danau ditentukan oleh tiga ha1 yaitu asal

mulanya t e j d danay erosi dan letak geografisnya(Golterman, 1975).

Bila tidak ada intervensi mnanusia, maka volume air danau relatif tetap yang

ditunjukkan oleh tingkat elevasinya. Surnber air danau dapat berasal dari sungai, air

rembesan (air tanah), dan air hujan. Sebaliknya kehilangan air danau dapat melalui saluran

pengeluaran (o@ows), sungai, rembesan, serta evaporasi (Payne, 1986).

Danau selalu menerima masukan air dari daerah sekitamya (DAS), sehingga

cenderung menerima bahan-bahan terlarut yang terangkut b e m a a n dengan a,ir yang

masuk. Menurut Payne (1986) konsentrasi ionik perairan danau merupakan resultante

ionik dari air yang masuk. Dengan demikian rnaka kualitas air danau sangat tergantung

pada pengelolaan daerah aliran sungai yang mengalir ke danau tersebut.

Pada danau eutrojik umurnnya memilk perairan yang dangkal. Tumbuhan litoral

melimpah, kepadatan plankton besar, sering t e r j d blooming alga dan tingkat penetrasi

&ya umumnya rendah. Pada danau oligotrofik biasanya memilila perairan yang dalam,

dengan lzypolimnion lebih luas dan epilimnion. Tumbuhan litoral jarang dm, kepadatan

plankton rendah, tetapi jumlah spesiesnya tin@. Konsentrasi nutriennya rendah dan
17

blooming plankton jarang terjd, sehingga air danau inemildu penetrasi cahaya yang besar

(Jorgensen, 1983).

Kandungan nutrien di perairan akan mempengarutu produktivitas danau

Produkt~vitasyang tinggi t e r j d pada perairan yang eutrofik, Q mana perairan tersebut

banyak menerima nutrien dan kegiatan manusia Dengan menmgkafnya kegiatan biologi

dalam danau per unit waktu dan volume air tertentu, maka produksi sampah orgamkpun

akan meningkat dan akhimya mengendap di dasar danau sehingga dapat terjd

pendangkalan (Watt, 1974).

Penelitian Sumberdaya Air

Secara garis besar penelitian-penelifian yang telah dilakukan dalarn upaya

mengkaji lebih dalam tentang eksistensi sumberdaya air sebagai input produksi pertanian

dan untuk kebutuhan doinestik dapat cfiklasifikasikan atas 3 aspek, yaitu ( 1 ) aspek
ekonomi, (2) aspek sosial kelembagaan, dan (3) aspek t e h s .

Pada urnumnya penelitian lebih banyak dititik beratkan pada eksistensi sistem

irigasi dan pengaruhnya terhadap kesejahteraan masyarakat petani. Penelitian yang cfititik

beratkan pada penentuan nilai ekonomi air serta pendugaan kurva permintaannya masih

relatif sedikit. Berikut ini akan dikemukakan beberapa penelitian yang terka~tdengan aspek

ekonomis, sebaga~berikut;

1) Wardin (1989) telah melakukan penelitian untuk mengetahti kemarnpuan petani dalam

membayar iyuran biaya opemional dan pernelharaan irigasi Q Kabupaten Maros,

Sulawesi S e h Dan penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa besamya biaya


18

irigasi untuk daerah irigasi sederhana ternyata lebih mahal apabila dibandingkan

dengan daerah irigasi teknis. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan perlutungan

investasi melalui amortisasi pada berbagai tingkat suku bunga dan kemampuan petani

untuk membayar iyuran irigasi yang tercermin dan kebutuhan hidup minimum dan

adanya kelebihan pendapatan dari usaha taninya, maka disimpulkan bahwa sebenamya

petani marnpu untuk membayar iyuran irigasi. Dari pengujian efisiensi irigasi

disimpulkan bahwa pada daerah irigasi teknis variable yang mempunyai pen&

besar terhadap keuntungan adalah, upah tenaga kerja pna, ternak dan obat-obatan.

Sedangkan pada daerah irigasi sederhana variable yang berpengaruh adalah kesuburan

lahan Pada daerah irigasi teknis menunjukkan tingkat efisiensi teknis yang lebih baik

jika dibandingkan dengan daerah irigasi sederhana.

Darusman (1991), dalam penelitiannya telah mengkaji nilai ekonomi air untuk

keperluan pertanian dan rumah tangga di daerah Taman Nasional Gunqg Gede

Pangrango. Dengan menggunakan pendekm willingness to pay duumuskan kurva

permintaan untuk h v i t a s pertanian dan rumah tangga. Dari hasil analisis regresi

dengan menggunakan model logaritma linear diperoleh hasil bahwa perrnintaan air

untuk mnah tangga sangat nyata dipengaruhi oleh faktor-faktor; (a) biaya pengadaan

air, (b) tingkat pedapatan keluarga, dan (c) jumlah anggota keluarga. Sedangkan

untuk akt~vitaspertanian, perrnintaan air sangat nyata dipengasuhi oleh faktor-fakto;

(a) biaya pengadaan air, (b) luas lahan pertanian, dan (c) jenis usaha tani. Dari studi

tersebut d h i l k a n kurva perrnintaan untuk kedua ahvitas yang dlkaji, sehingga dapat

diperlumkan besarnya nilai ekonomi (manfaat) air dan juga besarnya surplus
19

konsumen yang terjadi. Perkuaan nilai manfaat ekonomi air dari Taman Nasional

Gunung M e Pangango untuk keperiuan rumah tangga sebesar Rp 4,181 milyar dan

pertanian sebesar Rp 260 milyar per tahunnya serta surplus konsumen yang diperoleh

sebesar Rp 4,248 milyar per tahun.

3) Ismiarti (1992) cialam penelitiannya yang bertujuan untuk menduga faktor-faktor yang

m e m p e n m perrnintaan air rumah tangga, membuat kurva permintaan air, dan

menduga nilai air sebagai salah satu manfaat hidroiogi Gunung Gede Pangrango

khususnya dari sektor nunah tangga. Dari penelitian yang dilakukan di Sub DAS

Cisokan Tengah-Hiiir DAS Citarwn, Jawa Barat ditemukan bahwa ada tiga faktor

yang mempenganh permintaan air untk keperluan rumah tangga, yaitu biaya

pengadaan air, tingkat penciapatan dan jumlah anggota rumah tangga. kngan

anggapan peuhh bebas lainnya tetap (cuter~sprlbu9, maka hubungan antara jumlah

air yang dikonsumsi dengan biaya pengadaannya pada periode tertentu &@metican

sebagai : Ln Y = 8,647 - 0,550 In XI. Kurva permintaan air yang dibatasi oleh trngkat

biaya minimum berdasarkan pehtungan biaya secara langsung dan biaya maksimurn

b e r m hasil wa- tehdap penawaran k d a a n membayar untuk satu

satuan air, maka nilai air dapat diduga sebesar Rp 146,9 milyar dan surplus konsumen

sebesar Rp 131,9 milyar. Berarti k e b e h Gunung Gede Pangrango d i l h t dari

fungsi hdro1ogi khususnya dan segi produk air yang chkonsumsi rcmqadat d

keperluan rumah tangga di Sub DAS Cisokan Tenga-Hilir DAS Citarum, Jawa Barat

bernilai ekonorni sebesar Rp 146,9 milyar dan keuntungan yang dapat dinikmati oleh

masyarakat setempat adalah sebesar surplus konsumen yaitu sebesar Rp 131,9 milyar.
20

Berdasarkan inetode kontingensi nilai air sebagai manfaat hidrolog adalah sebesar

kesedlaan masyarakat untuk membayar terhadap sejumlah air yang dikonsumsi yaitu

Rp 1,11 triliyun dan sebesar kesediaan masyarakat untuk menerima kompensasinya

sebesar Rp 1,16 triliyun.

Analisis Kebijakan Publik

Analisis kebijakan adalah aktivitas untuk menciptakan pengetahuan tentang

dan dalam proses pembuatan kebijakan (Lasswell 1971, di dalam Dunn, 1994). Untuk

menciptakan pengetahuan tentang proses pembuatan kebijakan, maka analisis

kebijakan meneliti sebab, akibat, dan kinerja kebijakan dan program publik.

Sementara Dunn (1 994) sendiri menyatakan bahwa analisis kebijakan adalah suatu

aktivitas intelektual dan praktis yang ditujukan untuk menciptakan secara kritis,

menilai, dan mengkomunikasikan pengetahuan tentang dan didalam proses kebijakan.

Analisis kebijakan dapat pula dipandang sebagai ilmu yang menggunakan berbagai

metode pengkajian multiple dalam konteks argumentasi dan debat politik untuk

menciptakan, menilai secara kritis, dan mengkomunikasikan pengetahuan yang

relevan dengan kebijakan.

Sebagai suatu disiplin ilmu terapan untuk menghasilkan informasi yang


bersifat deskriptif, evaluatif, dan normatif, analisis kebijakan meminjam berbagai
disiplin ilmu seperti sosiologi, psikologi, administrasi publik, hukum, ekonomi,
filsafat, etika dan berbagai cabang sistem analisis termasuk matematika terapan.
Tetapi perlu digaris bawahi, bahwa analisis kebijakan tidak hanya diciptakan untuk
membangun dan menguji teori-teori deskriptif seperti teori-teori politik, ekonomi dan
sosiologi, melainkan melampaui apa yang bisa dicapai oleh disiplin tradisional
tersebut. Jika disiplin tradisional hanya menjelaskan keteraturan-keteraturan empiris,
maka analisis kebijakan mengkombinansikan dan mentransformasikan substansi dan
metode beberapa displin dan menghasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan
yang digunakan untuk mengatasi masalah-masalah publik tertentu. Hal ini disebabkan
karena tujuan dari analisis kebijakan tidak hanya sekedar memproduksi informasi
tentang 'ffakta", melainkan menghasilkan informasi tentang nilai-nilai dan
serangkaian tindakan-tindakan yang direkomendasikan untuk dipilih.
Ada 3 bentuk analisis kebijakan, yaitu (1) analisis kebijakan prospektif, (2)
analisis kebijakan retrospektif, dan (3) analisis kebijakan terintegrasi (Dunn, 1994).
Analisis kebijakan prospektif adalah suatu analisis kebijakan yang dilaksanakan
untuk memproduksi dan mentransformasikan informasi sebelum aksi kebijakan
dimulai dan diimplementasikan. Menurut Williams (1 97 1, di dalam Dunn, 1994)
analisis kebijakan prospektif merupakan suatu alat untuk mensintesakan informasi
,
yang dipakai dalam merumuskan alternatif dan preferensi kebijakan yang dinyatakan
secara komparatif, diramalkan dalam bahasa kuantitatif dan kualitatif sebagai
pedoman dalam pengambilan kebijakan. Analisis kebijakan retrospektif adalah suatu
analisis kebijakan yang dilakukan untuk menciptakan dan mentransformasikan
informasi setelah aksi kebijakan dijalankan. Analisis kebijakan terintegrasi adalah
merupakan kombinasi dari analisis kebijakan prospektif dan retrospektif, yaitu untuk

menciptakan dan mentransformasikan informasi sebelum dan setelah aksi kebijakan


diambil.
Ada 5 tipe informasi yang dapat dihasilkan oleh analisis kebijakan, yaitu
masalah kebijakan, masa depan kebijakan, aksi kebijakan, hasil kebijakan, dan
kinerja kebijakan (Dunn, 1994). Kelima inforrnasi tersebut dihasilkan dari 5 kegiatan
analisis kebijakan yang meliputi perumusan masalah kebijakann, peramalan masa
depan kebijakan, perancangan kebijakan (rekomendasi), pemantauan hasil kebijakan
dan penilaian kineja kibijakan. Titik sentral dari kelima kegiatan tersebut terletak
pada kegiatan perumusan masalah kebijakan. Apabila inasalah kebijakan tidak
dirumuskan secara tepat, maka infonnasi yang dihasilkan tidak ada gunanya atau
saina dengan "sumpah". Bila dilakukan pemecahan persoalan terhadap masalah yang
dirumuskan secara tidak tepat berarti telah dilakukan kesalahun tlpe ket~ga.Secara
komprehensif mekanisme dari kelima kegiatan analisis kebijakan serta informasi
yang dihasilkannya diilustrasikan pada Gambar 2.

Kinerja

Gambar 2 : Analisis Kebijakan Yang Berorientasi Pada Masalah (Dunn, 1994)

..
23

Analisis Biaya Manfaat Dalam Kebijakan Publik

Salah satu metode analisis biaya manfaat adalah dalam analisis kebijakan

retrospektif. Penerapan ini untuk menciptakan informasi yang bersifat evaluatif dan

normatif. Dengan menggunakan analisis biaya manfaat kita dapat menilai apakah

suatu kebijakan yang telah diambil atau dilaksanakan telah meningkatkan atau

menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan selanjutnya merekomendasikan

alternatif tindakan memperbaiki keadaan, bila yang terjadi adalah penurunan tingkat

kesejahteraan.

Banyak analisis biaya manfaat moderen teiah diterapkan &lam bidang

ekonomi kesejahteraan (weEfare econom~cs),karena secara khusus diarahkan pada

cara bagaimana investasi publik dapat memberikan kontribusi untuk memaksimalkan

pendapatan bersih sebagai ukuran agregat kepuasan (kesejalzteraan) di dalam

masyarakat. I

Menurut Dunn (1994), pada saat diterapkan di sektor publik, maka analisis

biaya manfaat akan memiliki beberapa ciri khusus, yaitu;

(I) Berusaha mengukur semua biaya dan manfaat bagi masyarakat yang

kemungkinan dihasilkan dari program publik, termasuk berbagai ha1 yang

tidak terlihat (bersifat intangible) dalam bentuk uang (moneter). Ukuran

untuk biaya dan manfat adalah nilai ekonomis dan bukan nilai finansial,

karena harga pasar tidak selalu sama dengan nilai ekonomis (Hufschrnidt, et.

al. 1986).
24

(2) Secara tradisional melambangkan rasionalitas ekonomi, karena kriteria

ditentukan dengan pengukuran efisiensi ekonomi secara global. Suatu

kebijakan dikatakan efisien bila manfaat bersih (total manfaat dikurang total

biaya) lebih besar dari no1 dan lebih tinggi dari manfaat bersih yang mungkin

dapat dihasilkan dari sejumlah altematif investasi lainnya.

(3) Masih menggunakan pasar swasta sebagai titik tolak didalam memberikan

rekomendasi, misalnya dalam menentukan biaya kemungkinan dari suatu

investasi selalu dihitung berdasarkan manfaat bersih apa yang mungkin dapat

diperoleh dengan menginvestasikannya di sektor swasta,

(4) Analisis biaya manfaat kontemporer atau analisis biaya manfaat sosial, dapat

juga digunakan untuk mengukur pendistribusian kembali manfaat.

Dalam penggunaan analisis biaya manfaat untuk menganalisig suatu

kebijakan yang telah diambil pada masa lalu, sangat penting untuk

mempertimbangkan semua biaya dan manfaat yang timbul dalam masyarakat baik

yang memiliki kaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan kebijakan

tersebut, baik internal maupun eksternal dan baik yang terukur secara langsung

maupun terukur secara tidak langsung.

Lebih lanjut Dunn (1994), mengemukakan bahwa metode analisis biaya

manfaat sebagai suatu metode dalam analisis kebijakan publik memiliki beberapa

keunggulan dan keterbatasan. Keunggulannya adalah meliputi :


25

(a) Baik biaya maupun manfaat dinyatakan dalam satuan ukuran yang

sama (uang),

(b) Memungkinkan untuk melihat manfaat dan biaya pada masyarakat

secara keseluruhan, dan

(c) Memungkinkan analisis yang dapat membandingkan program secara

luas dalarn lapangan yang berbeda.

Keterbatasannya adalah meliputi ;

(a) Tekanan yang terlalu eksklusif pada efisiensi ekonomi yang dapat

berarti bahwa kriteria keadilan menjadi tidak berarti atau tidak dapat

diterapkan. Dalam pelaksanaannya kriteria Kaldor-Hicks telah

mengabaikan masalah-masalah redistribusi manfaat, sementara

knteria Pareto jarang memecahkan konflik antara efisihsi dan

keadilan.

(b) Nilai uang tidak cukup untuk mengukur daya tanggap

(responsiveness), karena adanya variasi pendapatan antar-

masyarakat.

(c) Ketika harga pasar tidak ada bag suatu barang yang penting, analisis

sering memaksa diri untuk membuat harga bayangars berdasarkan

pendekatan kesediaan membayar (willingness to pay) yang bersifat

subjektif.
26

Semua manfaat dan biaya yang munglun timbul dari suatu kebijakan harm

dipedutungkan secara lengkap, namun dalam *nerapannya sulit untuk dilakukan,

sehingga besar kemunglunan akan terabahn beberapa jenis biaya dan manfaat. Untuk

mengurangi kemmgkmn kesalahan tersebut, dapat dllakukan dengan rnengklasifikasikan

biaya dan manfaat atas : internalitas vs ekstemalitas; nyata vs tidak nyata; pnmer vs

sekunder, dan efisiensi bersih vs efisiensi semu.

Dalam analisis kebijakan restrospektif pa& pemanfaatan SDAL Danau Singkarak,

tipe biaya dan manfaat yang akan cfiperbanhgkan adalah yang bersifat ekstemalitas,

karena yang bersifat internalitas telah dipertutungkan secara lengkap pada saat analisis

prospektif dilakukan. Manfaat dan biaya ekstemalitas yang akan diperbandingkan adalah

mencakup semua jenis biaya baik yang dapat terukur secara langsung maupun tidak

lmgsung dengan cara penaksiran atas dasar dasar harga pasar yang tidak berhubungan

langsung dengan sasaran pokok program (sekunder). Hasil perban- manfat dan

biaya menimbulkan kenaikan &lam agregat pendapatan atau hanya akan menghasilkan

pergeseran pendapatan diantara berbagai kelompok dalam masyarakat.

Menurut Dunn (1994), ada empat cara untuk rnenilai s e e jauh suatu kebijakan

dapat memaksirnalkan kesejahteraan sosial, yaitu:

1. Memaksimaikan kesejahteraan individu secara sirnuitan, yang menuntut agar

peringkat preferensi transitif tunggal dikonstruksikan berdasarkan nilai semua

indlvidu Ber* Dalil Kemustahdan Arrow, ha1 ini tidak mungkm untuk dicapai.

2. Melindungi kesejahteruun Minimum, didasarkan pada knteria Pareto yang menyatakan

bahwa suatu keadaan sosial dikatakan lebih h k dan yang lainnya jika paling tidak ada
27

satu orang yang diuntungkan dan tidak ada satu orangpun yang &ngkan. Pareto

optmum adalah suatu keadaan sosial dl mana tidak munglan membuat satu orang

diuntungkan (betterofl tanpa membuat yang lain duqykan (worse om.

3. Memahimalkan kesejahteraan bersih, &dawkan pada laiteria Kaldor-Hicks yang

menyatakan bahwa suatu keadaan sosial leblh bak dan yang lainnya jika terdapat

perolehan bersih dalam efisiensi (manfaat total d l b g i biaya total) dan jika mereka

yang memperoleh manfaat dapat mengganti mereka yang kehilangan.

4. Memaksimalh kesejahteraun redistribut& berusaha memaksimalkan manfaat

dstributif untuk kelompok-kelompok yang terpilih, seperti secara rasial tertekan,

miskin, atau salat.

Status Kepemilikan Sumberdaya Air dan Hak Pemanfaatannya

Sebagai suatu sumberdaya, Danau Singkarak merupakan sumberdaya yang

paling penting dalam kehidupan manusia yang kebanyakan manusia masih

menganggap sebagai barang anugerah Tuhan yang bebas digunakan oleh siapa saja

atau bersifat bebas (free goods). Air bisa diperoleh tanpa membayar sehingga

mengarah kepada sumberdaya milik bersama (common property resource) yang

pemanfaatannya berdasarkan prinsip " first come first served ". Karena bersifat

terbuka dan menjadi milik umum, maka surnberdaya danau mudah sekali mengalami

perubahan dalam kuantitas dan kualitasnya sebagai akibat dari ketidak jelasan hak-

hak atas pengelolaan dan pemanfaatannya.


Status kepemilikan suatu sumberdaya akan menentukan apakah pengalokasian

sumberdaya tersebut efisien atau tidak. Menurut Tietenberg (1992), status kepemilikan

suatu sumberdaya akan dapat menghasilkan pengalokasian yang efisien &lam mekanisme

pasar hams mernilki 4 ciri penting yaitu; (1) univer.~ality,artinya suatu sumberdaya dimiliki

secara pnbacb dan hak-hak yang melekat dan kepemilikan tersebut dapat diungkapkan
secara lengkap dan jelas, (2) exclwivily, artinya semua manfaat dan biaya yang timbul cian

kepemilikan dan pemanfaatan sumberdaya tersebut, baik secara langsung maupun tidak

langsung hanya dirmliki oleh pemilik sumberdaya tersebut, (3) transiferability, artinya

seluruh hak kepemilikannya itu dapat dipindah tangankan dm satu pemilik ke pihak lain

melalui tt.ansaksi yang bebas, dan (4) enforceabilify, artinya hak kepemilikan tersebut tidak

dapat h p a s atau diambil alih oleh pihak lain secara paksa. Jika salah satu cian keempat

faktor ini tidak terpendu, maka pengalokasian sumberdaya tersebut akan m e n j d tidak

efisien. Lebih lanjut Tietenberg (1994) menyatakan bahwa agar pengalokasian sunlberdaya

air permukaan efisien maka ada dua ha1 yang perlu diperhatikan, yaitu (a) keseimbangan

antara penguman-penggunaan yang saling bersaing, dan (b) variabilitas air yang

seirnbang dm waktu kk waktu dan dapat memendu kebutuhan manusia akan sumberdaya

air. Sumberdaya air harus dialokasikan dengan baik sehingga manfaat bersih marjinal

(marginalnet b e 4 t ) adalah sama untuk semua penggunaannya, di mana manfaat bersih

marjinal adalah jarak vertikal antara kurva perrnintaan terhadap air dengan kurva biaya

marjinal dari ekstraksi dan d i h b w i air dari unit terakhu air yang ddconsumsi. Jika

manfaat bersih mqlnal tidak merata, maka sering t e r j d kenaikan manfaat bersih dengan
adanya transfer air dan pemanfaatan yang memberrkan manfaat bersh yang rendah ke

penggunaanyang memberikan manfaat benih yang lebh tinggi.

Dengan d d a n wajar saja kalau pihak-phak yang terlibat dalam pemanfiaatan

sumberdaya rnilik bersama (common property resources) ti& merniliki kendali dan

tanggung jawab yang jelas terhadap kualitas dan prospek sumberdaya tersebut. Dengan

kata lain sumberdaya ini tidak &kuasai oleh individu atau agen ekonomi tertentu, sehingga

akses terhadap s~mberdayaini tidak dibatasi, yang pada gilirannya akan mendorong

terjadinya pengeksploitasian yang berlebihan yang dapat berdarnpak negatif terhadap

keberlanjutan lingkungan hdup. Setiap orang akan cenderung untuk mengeksploitasi tanpa

mernpehtungkan kepentingan orang lain untuk mengarnbil keuntungan yang sebanyak-

banyaknya. Hal ini Qdasarkan pada suatu persepsi, bahwa orang lain yang punya

kesempkm untuk mengeksploitasi sumberdaya tersebut juga akan bertindak dernikian

Maka terjadilah apa yang Qsebut oleh Hardm (1977)dengan istilah tragdi ma@al ( the

tragedy of the commons).Lebih lanjut Hardin mengilustt-asikan dengan sebuah kasus pada

padang pengembalaan umum. Tiap petem& akan mengembalakan temaknya dalam

jumlah yang sesuai dengan kernam- tanpa memperhmbangkan ketersdaan

rumput @ petemak lainnya, sehmgga terJadtlah pengernbalaan secara b e r l e b h

(overgrazed).

Bila dikaitkan dengan sumberdaya chau, maka ha1 tersebut dapat jugs terjadi di

mana setiap nelayan akan me-p ikan dengan berbagsu cara dan macam peralatan

tanpa memperbmbangkan jumlah persdmn ikan dan kepentingan nelayan lain, sehmgga

pada suatu saat akan terJadr kelangkaan dan bahkan kepunahan terhadap be- jenis
30

ikan tertentu. Konhsi semacam ini Qsebut sebagu penangkapan lkan secara berlebihan

atau overjishing.

Anwar (1999), mengemukakan bahwa sumberdaya air memiliki beberap

karakterisbk khwus, yaitu (a) mobilitus air, dl mana air bersifat cair mudah mengalir,

menguap, dan meresap h b e h q p media, sehingga sulit untuk melaksanakan penegasan

hak atas sumberdaya tersebut secara eksklusif agar dapat dipertukarkan dalam sistem

ekonomi paw, (b) sifat skula ekommi yang melekal, di mana dalam penylmpanan,

penyampaian dan distriiusi air t e r j d skala ekonomi yang melekat pada komocfitas air,

sehinm menyebabkan penawaran air bersifat monopoli alami (natural monopoly); (c)

penawarun uir berobah-obulz menurut wuktu, ruung dun kuulitusnya, di mana &lam

keadaan kekeringan dan banjir sumberdaya air ini hanya dapat ditangani oleh pemerintah

untuk kepentingan umurn; (d) kupasitus &n daya usimilusi duri badan air, di mana zat

cair mempunyai daya larut untuk mengasirnilasikan be- mt padat (pencemur]tertentu

selama daya asimilasinya tidak terlampaui, sehingga mengarah kepada komdtas yang

bersifat umum Q mana setiap orang menganggpya sebagai keranjang sampah; (e)

pen- bisa dilakkzn secara benmtun (sequential use), di mana ketika mengalir

dari hulu ke hilir sampai ke laut, dan dengan beruntunnya penggunaan air selarna

perjalanan alirannya akan merobah kuantitas dan kualitasnya, sehngga menimbulkan

ekstemalitas; (f) penggunuunnyu yung serbaguna (muIti@le use), di mana dengan

kegunaannya yang banyak tersebut maka pihak individu (swasta) dapat memanfaakya

dan sisanya menjadi bamg umum yang dapat menirnbulkan eksternalitas; (g) berbobot

besar dun memukui tempat (bulkines~j,dtambah dengan biaya tinggi untuk mewujudkan
3!

hak-hak k e p e m i l h y a , menjadikan sumberdaya air bersifat akses terbuka (open access);

dan (h) nrlai kultural yang melekat pada sumber&'(~ air, sebagm besar masyarakat mash

mempunyai nilai-nilai yang menganggap air sebaga~barang bebas anugerah Tuhan yang

tidak patut dikomaialisasrkan, sehmgga menjacb kendala dalam alokasinya ke dalam

sistem pasar.

Cara pemanfaatan dan pengembangan suatu SDAL sangat ditentukan oleh

peraturan perundangan baik formal maupun non formal yang mengatur tentang status

kepemilikan dan hak pemanfaatannya. Menurut Bromley & Cernea (1989), tipe

pemilikan dan penguasaan sumberdaya alam dapat dibagi menjadi 4 bagian ; (a)

tanpa pemrllk; (b) milrk masyarakat tertentu; (c) rnrltk pemerintah, dan (d) mrlik

swasta atau prrbadz. Sementara McKean (1992) mengelompokkan pemilikan

sumberdaya alam atas 6 bagian, yaitu; (a) tanpa pemilik; (b) milik masyarakat

tertentu; (c) milik pemerintah yang tidak boleh dirnusuki orang secara sembu~angan;

(d) milik pemerintah yang bisa dimasuki oleh khalayak umum; (e) milik

swasta/perusahaan ; (f) milik pribadi. Kedua klasifikasi ini memiliki persamaan dan

perbeciaan. McKean membagi milik pemerintah menjadi dua bagian dan memisahkan

milik pribadi dengan swasta yang lebih dari satu orang, sedangkan Bromley &

Cernea (1989) tidak melakukan pemisahan. Berdasarkan pembagian di atas, maka

pola pemilikan dan penguasaan SDALdapat dibagi atas 4 kelompok, yaitu;

(a) Tanpa pemilik adalah milik semua orang atau tidak jelas status

kepemilikannya. Tidak ada seorangpun yang berhak untuk memanfaatkan


32

sumberdaya tersebut demi kepentingan pribadi atau kelompoknya serta tidak

bisa mempertahankannya agar tidak digunakan orang lain.

(b) Milik masyarakat atau kornunal adalah milik sekelompok masyarakat yang

telah melembaga dengan norma-norma atau hukum adat yang mengatur

peinanfaatan SDAL dan dapat melarang pihak lain untuk

mengeksploitasinya.

(c) Mil ik pemerintah adalah milik dibawah kewenangan pemerintah sesuai

dengan peraturan perundangan yang berlaku. Individu atau sekelompok

orang dapat memanfaatkannya SDAL tersebut atas izin, persetujuan, lisensi

atau hak pengelolaan dari pemerintah sesuai dengan prosedur yang telah

ditetapkan.

(d) Milik pribadi!swasta adalah milik perorangan atau sekelompok orang secara

syah yang ditunjukkan oleh bukti-bukti kepemilikan yang memiliki kdkuatan

hukum. Pemilik dijamin secara hukum dan sosial untuk menguasai dan

memanfaatkannya dan dapat melarang pihak lain untuk memanfaatkannya.

Undang-undang Dasar 1945 sebagai dasar konstitusional Negara Republik

Indonesia telah mengamanatkan bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakrnuran rakyat.

Kemakrnuran rakyat tersebut haruslah dapat dimiliki oleh generasi masa kini dan

generasi masa depan secara berkelanjutan. Sumberdaya alam bukanlah merupakan

warisan yang kita terima begitu saja dari nenek moyang kita, akan tetapi harus
33

disadari bahwa surnberdaya alam tersebut merupakan titipan yang harus dijaga dan

dipelihara kelestariannya agar dapat dinikmati oleh anak cucu kita pada masa depan.

Baik Undang-undang Dasar 1945 maupun Undang-undang No. 23 tahun 1997

tentang pengelolaan lingkungan hidup tidak merumuskan secara jelas tentang status

kepemilikan sumberdaya alam, melainkan hanya menggariskan masalah hak

pemanfaatannya.

Khusus masalah SDAL di Provinsi Sumatera Barat, sebenarnya di dalam

hukum adatnya ( Hukum Adat Minangkabau), telah ada ketentuan-ketentuan yang

mengatur masalah status kepemilikan dan hak pemanfaatan sumberdaya alam. Dalarn

hukum adat Minangkabau dikenal " tanah uluyut " dengan hirarki; (a) Auk ulu~~at

kaum, dibawa pengawasan mamak kepala kepala waris; (b) hak ulayat suku, yang

berada dibawa pengawasan penghulu suku; (c) huk uluj~uf nugurz, dibawah

pengawasan Dewan Penghulu Nagari; (d) lzak ulayat rajo, yang penguqbnnya

dibawah Majelis Penghulu dari federasi nagari-nagari (Hakimy, 1988). Ulayat

mengandung arti bahwa masyarakat adat hanya boleh mengambil hail dan

menikmati hasil dari tanah yang dikuasai, hanya boleh menguasai saja, tapi tidak

memiliki.

Hak yang tertinggi atas tanah adalah "hak ulayat" dan hak ulayat ini hanya

boleh dimiliki bersama dan tidak boleh dimiliki oleh perorangan. Oleh sebab itu yang

mempunyai hak ulayat adalah nagari, persekutuan dari nagari, kampung, s u b dan

kaum. Fatwah adat dalam ha1 ini;


Hak nun bananpunyo
Harato nun bamiliek,
Hak nun tagantuang,
Miliek nan takabieh

(Hak adalah bersama,


harta adalah milik
hak adalah bergantung,
milik adalah bermasing).

Prinsip yang dianut dalam hukum pertanahan mengenai hak ulayat, yaitu

keterpisahan antara tanah dengan ulayzct. Hak ulayat dimiliki oleh masyarakat hukum

adat, sedangkan anggota masyarakat, perorangan atau badan usaha lainnya hanya

boleh memetik hasilnya dengan prinsip :

" kabau tagak kubangan tingga,


pusako pulang ka nun punyo,
nan tabao sado luluok nun lakek ka badan,

(Kerbau berdiri kubangan tinggal


Harta pusaka kembali ke pemilik
Yang terbawa semua hasil yang telah diambil saja).

Artinya sesudah ulayat tadi dinikmati maka tanah ulayat itu beserta apa yang

tumbuh atau ditanam, dan melekat di atas tanah itu di kembalikan kepada yang

empunya, yaitu masyarakat hukurn adat. Untuk memanfaatkan tanah ulayat oleh

anggota masyarakat, perorangan maupun badan usaha, hukum adat Minangkabau

mewajibkan :

" adat diisi limbago dituang


aluah dituruikjalan ditampuah
di mano bumi dipijak di sinan langiek dijunjuang
di mano rantiang dipatah disinan sumuah digali,
di mano nagari diunyi disinan adat dipakai ",
(Adat diisi lembaga dituang,
alur diturut jalan ditempuh,
di mana bumi dipijak, disana langit dijunjung,
di mana ranting dipatah di sana surnur digali,
di mana negeri dihuni, di sana adat dipakai).
Artinya ada suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh yang memanfaatkan

tanah ulayat itu. Kewajiban itu sesuai dengan kepada objek apa hak ulayat tersebut

melekat, seperti dalam pepatah :

" Ka lawrk babungo kurung


ka rimbo babungo kayu
ka danau babungo pasre
ka sawah babungo ampiang
ka tambang babungo ameh "
(Ke laut wajib membayar bungdsewa atas karang (terumbu karang)
Ke hutan wajib membayar bungatsewa atas kayu
Ke danau wajib rnembayar bungdsewa atas pasir
Ke sawah wajib membayar bungafsewa atas padi
Ke tambang wajib membayar bunga/sewa atas emas).

Dari pepatah di atas tersirat beberapa konsep, antara lain; (a) hak ulayat
I

mencakup laut, hutan/ladang/kebun, danau~sungai,sawah (lahan basah), kawasan

penambangan ;(b) Setiap orang yang mengambil manfaat dari objek ulayat tersebut

wajib rnembayar bungdsewa atau pajak; (c) Istilah karang menyata hasil laut, kayu

hasil hutan, karang hasil laut, pasir hasil danau, padi hasil sawah dan emas hasil

tarnbang.

Tanah ulayat tidak boleh dijual, artinya apa yang menjadi sumber kehidupan

tidak boleh dilepaskan kepada pihak lain ataupun kepada negara menjadi tanah

"negara" yang kemudian oleh negara dikonversi menjadi HGB maupun HGU.

Hukum adat menetapkan, bahwa tanah ulayat "dijua indak dimakan bali, drgadai

indak dimakan sando". Artinya dijual tidak bisa dibeli, digadai tidak bisa

*.
dipinjamkan dengan barang berharga lain. Anak nagari atau anggota kaum yang

memanfaatkan tanah ulayat itu hanya berfungsi sebagai peminjam, seperti ditegaskan

pula oleh hukum adat yang menyatakan " ganggam bauntuok, pagang bumanslang,

hiduik b a p d o k , artinya yang ada hanya hak menikmati, tidak ada hak memiliki.

Suatu sumberdaya yang kepemilikannya bukan pribadilswasta cenderung

terjadi konflik dalam pengelolaan dan pemanfatannya. Pada awal abad ke-19

Mahkamah Inggris telah menetapkan doktrin "hak r~parlan"sebagai bagian dari

hukumnya, kemudian diikuti oleh Arnerika dan selanjutnya sampai ke Meksiko.

Doktrin " lzak rrparlan " adalah suatu doktrin tentang hak berdasarkan pemilikan

lahan. Pemilik lahan yang berdekatan dengan sungai mempunyai wewenang untuk

menerima aliran alamiah sungai tersebut tanpa adanya perubahan jumlah maupun

mutu. Dengan kata lain, pernilik lahan dibahagian hulu tidak diperbolehkan secara

material mengurangi atau menambah aliran alamiah suatu sungai sehingga merugkan

lahan dibagian hilirnya. Doktrin ini mengandung kelemahan untuk diterapkan pada
I

masyarakat moderen, sehingga tidak memungkinkan pemanfaatan air oleh para

pemilik lahan guna irigasi atau kepentingan lainnya. Kemudian doktrin ini

mengalami perubahan menjadi " pemllrk lahan riparian diperbolehkan rnenyadap

atau menggunakun air sungai dalam jumlah yang layak untuk tujuan-tyuan yang

bermanfaat ". Bila jumlah airnya banyak maka pemilik lahan riparian dapat

menggunakan sebanyak yang dibutuhka~ya,sedangkan pada kondisi jumlah air

yang sedikit hams dibagi sesuai dengan perbandingan yang proporsional. Selanjutnya

muncul doktrin baru yang dikenal " hak pemilikan istrmewa " yang dibawa ke
37

Amerika oleh orang-orang Spanyol yang diwarisinya dari hukum sipil Romawi.

D o h n ini " mendahulukan hak pemilikan istrmewa bagi pemanfaatan yang

menguntungkan " yang banyak dipengaruhi oleh kepentingan-kepntingan tambang

emas pada tahun 1849. Suatu ha1 yang menonjol dari doktnn ini adalah azas " bahwa

srapa yang lebih awal, haknya didahulukan". Kemudian muncul sistem baru

sebagai kombionasi dari sistem riparian dan hak pemilikan istimewa yang dikenal

sebagai "sistem izin". Sistem izin memberikan hak untuk menggunakan air dalam

jumlah tertentu pada tempat dan waktu yang terbatas, yang selanjutnya dapat

diperbaharui. Ciri hak riparian dari sistem ini terlihat pada tidak adanya prioritas,

dan ciri hak pemilikan istimewa terletak pada penggunaan dapat diizinkan bagi lahan

bukan riparian (Linsley & Franzini, 1986).

Pendekatan Dalam Penilaian Ekonomi Sumberdaya Alam dan Ligkun@n

Pembangunan ekonorni yang ada di negara maju maupun negara berkernbang,

pada umumnya bertumpu pada sumberdaya alam dan produktivitas sistem alami

(lingkungan). Tujuan yang ingm dicap clan pembangunan ekonomi tersebut adalah untuk

peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui produksi barang-barang dan jasa

konvensional dengan memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan Sebagai

konsekuemi dari pembangunan itu akan terjad~pertumbuhan ekonomi. Pada sisi lain

pertumbuhan ekonomi tersebut sering Q h t i oleh tekanan yang malun berat pada sistem

alarni (sumberdaya dam) dan dampak negatif pada kualitas lingkungan (degradas!).Oleh

sebab itu untuk meghmdari darnpak yang tidak dlingtnkan itu, maka p e m b a n v
38

ekonomi harus dilaksanakan sedemiluan rupa, selungga dapat melestankan produkbvitas

sistem alami jangka panjang.

Menurut Dixon (1993), baik di negara maju maupun di negara berkembang

kegiatan pembangunan ekonomi masih belum diinkan perhatian yang cukup untuk

memelihara sistem alami dan kualitas lingkungan. Hal ini disebabkan oleh suatu

pandangan bahwa antara pertumbuhan ekonomi dan kualitas lingkungan merupakan

alternatif-altematif - kerusakan dalam kualitas lu@myp merupakan biaya yang harus

dibayar dan adanya pertumbuhan ekonomi yang cepat. Dengan kata lain terjadmya

degmdasi lin- adalah merqakan biaya yang harus dibayar dari adanya

pertumbuhan ekonomi. Sebenamya pandangan ini adalah pandangan yang menyesatkan,

sebab kalau pembangunan ekonomi dan kualitas lingkungan diberikan w a n yang


seimbang, maka kondisi yang danikian tidak akan terjadi.

Pada hakekatnya kemunduran yang t q d pada sistem alami dan, kualitas

lingkungan adalah merupakan kehilangan kesempatan untuk memanfaatkannya atau

munculnya tambahan biaya memanfaatkannya Hal ini!ah yang disebut oleh Field (1994)

sebagai konsep opportunity cost, yaitu biaya yang hams diperhitungkan &bat hilangnya

kesempatan untuk memanfaatkan suatu sumberdaya tertentu atau munculnya tambahan

biaya untuk memanfaatkannya, karena sumberdaya tersebut telah d~putuskanuntuk

dIgunakan pada tujuan yang lain. Untuk menentukan nilai rnoneter (uang) dari

hilangnya kesempatan untuk memanfaatkan suatu sumberdaya dan lingkungan atau

timbulnya tambahan biaya untuk mernanfkitkannya, perlu dilakukan pendekatan yang hati-

hati.
39

Penilaian ini sangat penting artinya, karena akan m e n e n h apakah suatu

kebijakan lingkun%an e f e h f atau tidak dan menjadi dasar yang penting untuk

mengembangkan pembangmm yang berwarnawsan lingkungan, disamjing faktor-faktor

sosial budaya, ekonomi, dan politik yang menyewya (Y- 1997).

Konsep Dasar Nilai Ekonomi

Menurut Munasinghe (1992), secara knsephd nilai ekonomi total (total ewnomic

value) dan suatu sumberdaya terdiri atas; (1) nilai guna (use value), clan (2) nilai bukan

guna (non-use value). Nilai guna termasuk didalamnya nilai guna langsung (direct use

value), nilai guna tak-langsung (indirect use r~alue),dan nilai p i l h (option vuluej nilai

guna potensial Mtential use value). Secara maternatis nilai ekonomi total dapat ditulis

dalam persamaan sebagai berikut;

NET =NG +NBG

NET = (NGL + NGTL + NP) + NBG

NET =Nilai Ekonomi Total


NG = N i b Guna
NBG =NilaiBukanGuna
NGL =Nilai Guna Langsung
NGTL =Nilai Guna Talc Langsung
NP =Nilai Pilihan
Secara s k d s pengelompokan nilai ekomrni suatu sumkrdaya bila

dihtkan dengan tingkat tangibilitas penilaian indvidu dapat dilukiskan pada Garnbar 3.
+
Nilai Ekonomi Total

I I I

Niiai Nilai Nilai Guna


I Langsung II Tak I Pilihan Eksistensi Tak Langsung
Lain

asil Yang
ungsional
ikonsumsi

angsung

* Keaneka-
Biomassa ragatnan
Hayati
* Habitat
Terkon-
rotection servasi

Peningkatan Tangibilitas d a i

Garnbar 3 : Pengelompolcan Atribut Nilai Ekonomi Untuk Penilaian Lingkungan


( Sumber : Diadopsi dari Pearce (1992), di dalam Munasinghe, 1993)

Nilai guna langsung ditentukan oleh kontribusi suatu asset lingkungan mernbuat
produksi dan konsumsi sekarang. Nilai guna tidak langsung adalah keuntungan yang
diperoleh secara mendmar dan h g s i jasa yang dixdakan lingkungan untuk mendukung
produksi dan konsumsi sekarang (misalnya h g s i ekologi dalam penyaringan secara
alami air yang tercemar). Selanjutnya nilai pilihan secara mendasar adalah k e l e b h yang
rnana konsumen m a untuk membayar atas suatu asset yang tidak digumkan, untuk
menghdan resiko dan ketidaktersediaannya pada masa yang aka. datang. Akhirnya nilai
eksistensi adalah nilai yang dibedm oleh individu terfiadap keberadaan barang
lingkungan tertentu yang didasadcan pada etka dan norma tertentu.
Selanjutnya Opschoor (1989, di dalarn Yalan, 1997) menam- satu
kelompokkategori nilai lain yaitu nilai masa depan (Bequest kizlue). Nilai masa depan
&benkan oleh seorang individu terfiadap suatu sumberdaya, laem sumberdaya tersebut
dapat digunakan untuk generasi yang akan datang misalnya spesies, dam dan sebagainya.

Teknik Penilaian
Konsep dasar dan hakekat penilaian ekonomi dm semua teknik yang ada
bertumpu pada k e d a a n untuk membayar atau wlllmngnes.~to puy (wrP) dari individu
untuk suatu jasa lmgkwgm atau sumberdaya alami. K d a a n untuk membayar itu sendiri
.didasarkan pada daerah yang berada dibawah kurva perrnintaan seperti diilustrash pada
Gambar 4 berikut ini:
Nilai ID

Gambar 4 : Peningkatan Manfaat Dengan Perbalkan Kualitas Asset


Lingkunsan
Gambar 4 memperlihah bahwa kurva D (So) mengindkasikan perrnintaan

untuk suatu sumberdaya l m g a n (misalnya jumlah kunjungan per bulan). Xo adalah

tmgkat penruntam o r i w pada harga p (misalnya biaya perjalanan termasuk nilai dm

waktu yang dikeluarkan untuk perjalanan). Total WTP atau nilai dari jasa yang disediakan

oleh sumberdaya ligkungan diukur oleh daerah OABF yang terdiri atas dua kompnen

utama, yaitu daerah OEBF atau (pXo), yang menggambadcan biaya total, dan (2) daerah

EBA yang disebut sebagai surplus konsurnen atau keuntungan bersih. Titik A

menunjukkan harga batas pada perrnintaan 0 atau tidak ada

Selanjutnya jka kualitas lingkungan diperbaiki, inaka sebagai respnnya

perrnintaan akan memngkat, di mana kurva D (So) akan berpindah ke D (S,). Tingkat

permirrtaan yang baru adalah X1 (diasurnsikan harganya tetap p), maka total WTP sama

b g a n daerah ODCG dan keuntungan bersih yang barn adalah sebesar daerah EDC.

Dengan dernikian maka perbaikan kualitas lingkungan akan menghasilkan suatu tqmbahan

peningkatan nilai sumberdaya lingkungan sebesar daerah ABCD.

Untuk melakukan penilaian terhadap SDALsampai sekarang telah banyak teknik

yang berkembang. Dalarn pemilihan teknik yang akan dlgunakan harus dlsesuaikan dengan

kamktenstk sumberdaya dan sistem alami yang akan dmlai.

Menurut Hufschrnidt, et.al. (1983), secara garis bewnya penilaian manfaat dari

perubahn kualitas linghngan dapat d i m atas tiga kategori, yaitu (1) t e h k yang

langsung didasarkan pada nilai pasar atau produkhvitas, (2) teknik yang menggunakan Illlai

pasar barang s h t u s i atau pelengkapkomplementer, dan (3) pendekatan yang

menggunakan teknik survey.


43

Dalam menggunakan tektllk penilaian ini, pertama-tama harus d i h t apakah nilai

pasar dari suatu sumberdaya tersedia atau tidak. Jika tersedq rnaka sebahya dgunakan

nilai pasar, tetapi jlka tidak tersedia maka dapat &gun- nilai pasar barang substitusi.

Bib penggunaan nilai pasar barang subsbtmi belum bisa dilakukan, maka baru d~gunakan

teknik survey.

Pendekatan nilai pasar atau p r o d ~ v i t a slebih menitk beratkan pada penilaian

ekonomi dampak kualitas lingkungan pada sistem alami atau sistem buatan rnanusia.

Dampak pada sistem ini d i m i n k a n oleh tingkat produkt~vitassistem (komponen fisik

dan rnanusia) dan &lam produk yang berasal dan padanya dan yang masuk dalarn

hnsaksi pasar. Sedangkan yang termasuk dalam kategori pasar pengganti adalah

barandjasa yang dipasarkan sebagai pengganti jasa lingkungan, nilai milik, biaya

perjalanan dan nilai pasar yang lainnya

Teknrk penilaian berdasarkan survey mempercayakan pada survey l,angsung

kesediaan konsumen untuk membayar (WTP) untuk menentukan nilai suatu sistem alami

atau jasa lmgkungan. Pendekatan ini mencari ukuran pilihan konsumen dalam situsi

hlpotesis clan bukan berdasarkan penlaku konsumen dalam situasi ril. Yang tennasuk

dalam pendekatan ini adalah pendekatan permainan penawaran, pendekatan permainan alih

tukar, pendekatan pilihan tanpa biaya, teknik penilaian prioritas dan teknik penilaian Delpi.

Selanjutnya Munaslnghe (1992) telah menyusun matnk taksonomi dan teknik

peni1aia.n SDALberdasarkan perrilaku yang aktual dan yang potensid seperti dmgkas

pada Tabel 1.
Tabel 1
Taksonomi Tekmk Penilaian Yang Relevan
@ladopsi dari Munasinghe, 1992)

Pasar Implisit Pasar Yang


Keterangan Pasar Konvensional
Dibangun
Ber- Efek Produksi Biaya Pejalanan Pasar Artifisial
Perilaku yang Efek Kesehatan Pe~tmhanUpah
aktual Biaya Depensif Nilai Kepemillkan
Biaya Preventif Barang Pasar Peng-
ganti
Ber- Biaya Pengganti PenilaianKonti-
Perilaku poten-sial Proyek Bayangan ngensi
Lain-lain

Penjelusun:

Teknik efek produkri adalah suatu t e h k penilaian ekonomi terhadap jasa lingkungan

yang ddasarkan pada perubahan yang terjadi pada produksi, bak bersifat peningkatan
i

maupun p e n m a n . Berdasarkan teknik ini nilai jasa perbaikan lingkungan adalah

sebesar tmbahan produksi yang terjixb (dalam unit) akibat adanya upaya perbaikan

kualitas lingkmgan dikali dengan harga perunit atau sebew nilai kerugian yang dapat

d d m r i dari upaya perbaikan W i t a s lingkungan tersebut. Harga per unit yang

dmaksudkan di sini adalah harga pengganti (replacement cost), bukan harp jual,

karena &lam harga jual sudah termasuk keuntungan yang diharapkan.

Teknik efek kesehatan adalah suatu tekmk penilaian jasa lugkmgan yang dhitkan

dengan kondisi kesehatan masyarakat. Berdasarkan metode ini nilai jasa lingkungan

dihitung sebesar biaya berobat (biaya dokter, beli obatabatan , dan lain-lain) yang
45

dikeluarkan masyarakat untuk penyembuhan penyalclt yang ditirnbulkan oleh

penurunan kualitas lmgkungan.

Teknik biayu p e r l u h n adaiah suatu teknik penilaian jasa lingkungan yang

dikaitkan dengan jumlah biaya dikeluarkan untuk mernpertahan kualitas berada pada

suatu tingkat tertentu.

Teknik biaya pencegahan adalah suatu teknik penilaian jasa lin- berdasarkan

jumlah biaya yang dikeluarkan untuk mencegah terjadinya degradasi lingkungan.

Teknik biaya perjalanun adalah suatu t e h k penilaian jasa lingkungan untuk

sumberdaya rekreasional. Penggunaan metode ini memanfaatkan informasi tentang

waktu dan pengeluaran moneter yang dilakukan oleh para pengunjung suatu tempat

relneasi untuk mengadakan perjalanan ke clan dm tempat rekreasi. T e h k ini adalah

untuk memprediksi kurva permintaan untuk pemakaian suatu tempat r e h i baik


i
yang menggunakan pungutan masuk maupun tidak. ,

Teknik perbedaan upah adalah suatu t e h k penilaian jasa lingkungan yang dihtkan

dengan k o d s i lingkungan kerja Upah yang tinggi akan di- pada pekerja yang

bekerja pada daerah yang kualitas lingkungan tempt (kota) kerjanya kurang baik,

sebaga~perangsang agar orang mau bekerja di sana. Teknik ini pertama kali &gunakan

oleh Meyer dan Leone (1977) di dalam Hufkhmictt, at al.(1983) yang ddasarkan

pada suatu pandangan bahwa perbedaan dalam upah berbagai kota ditafsirkan sebagai

cerminan WTP (dalam bentuk upah lebih rendah) untuk hidup dan bekerja cfi kota

dengan kon&si lingkungan dan kenikmatan lain yang lebih tinggi, atau WTA (dalain
46

bentuk upah lebih tin=) untuk hidup dan bekerja di kota dengan kondisi lingkungan

yang kurang bak dan semraut.

Teknik nilai milik adalah sutu t e b k penilaian jasa lingkungan yang Qdawrkan pada

anggapan bahwa perubahan dalam kualitas lingkungan sekitar akan mempengaruhl

aliran manfaat milik pada waktu yang akan datang (Qasumsikan faktor-ffaktor yang

lain tetap) atau harga jualnya akan mengalami perubahan. Menurut Rosen (1970,

dalam Hufschrnidt et.al. 1983), harga kenihatan chdefinisikan sebagai harga tersirat

kamkteristrk suatu milik (misalnya luas, lokasi, kualitas, dan karakteristik unit

perurnahan) dan dipertanyakan pada para pelaku ekonomi dm harga berbagai milik

yang diamati dan jumlah tertentu karakterisbk yang berhubungan dengan hak tersebut.

Teknik barang p a r penggunti, adalah suatu teknik penilaian jasa lingkungan yang

didasarkan pada nilai atau harga barang untuk penydaan b a r a n g - k g sebagai

penggantijasa lingkungan atau sumberdaya dam. ,i

Teknik p a r artijlsial, adalah suatu tekmk penilaian jasa lingkungan dengan jalan

menciptakan pasar tiruan untuk menentukan WTP untuk suatu barang atau jasa

lingkungan.

Teknik biaya pengganti adalah suatu teknik yang dapat chgunakan bila manfaat sosial

bersih pernanfaatan tertentu tak dapat diperWan secara langsung. Berdasarkan

metode ini, nilai barang atau jasa lingkungan dhitung sebesar biaya yang harus

dkeluarkan untuk mengganti atau membuat barang atau jasa lingkungan dapat

memberikan mantaat yang setara dengan sebelumnya.


47

Teknik proyek bayungan, adalah suatu teknik penilaian untuk mengukur nilai

l m g a n yang terkena darnpak dan proyek ash dengan jalan membuat sebuah

proyek bayangan untuk mengganti aset lingkungan tersebut.

Teknik penilaian kontingensi adalah metode teknik survey untuk menanyakan

penduduk tentang nilai yang mereka berikan terhadap suatu komoditi yang tidak

merniliki pasar. Metode ini bisa ditempkan untuk menilai kemhmgan dari penyedman

barang lingkungan pada lingkup masalah yang luas. Metode ini didasarkan pa&

pandangan bahwa bagi orang yang mempunyai p r e f h yang benar tetapl

tersembunyi terhadap suatu jenis barang lingkungan, kemudian diasurnsikan bahwa

orang tersebut mempunyai kemampuan untuk mentmnsformasi fkfkmsi tersebut ke

dalam bentuk nilai moneter (uang). Selanjutnya diasumsikan bahwa orang akan

bertindak pada masa yang akan datang sesuai dengan apa yang ia kaGrkan ketika

situasi hpbtesis disodorkan kepadanya.

Kebijakan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Adanya keterpaduan antara pembangunan ekonomi d m lingkungan adalah

merupakan syarat mutlak untuk melaksanakan pengendalian masalah l


m dan
i

penilaian keberhasilan p e m b a n m secara efektif Untuk mencapai keterpaduan tersebut

cfiperlukan b e h a p aturanaturan atau kebijakan-kebijakan yang mern-

dilakukan untuk pencegahan dan pengurangan tindakan-tdakan pengrusakan lingkungan.

l3abqp altematif insbumen kebijakan telah dikembangkaq didisa, dan dipktekim

untuk menghadapi masalah-masalah lingkungan tersebut.


48

Danau adalah merupakan barang urnum @ublic goods), sehingga eksistensi dan

kondisinya sangat dltentukan oleh sikap dan perilaku masyarakat yang ada disekitarnya

J k i s k i p dan penlaku masyamkatnya lebh banyak merusak dari pada memperbahnya,

maka kondisi lingkungannya akan mengalami degdasi dari waktu ke waktu Kondisi

semacam ini timbul karena status barang umum akan mernicu munculnya perilaku 'tfFee

rider", yaitu apabila & q y a n masyamkat melakukan upaya untuk mengatasinya, rnaka

masyarakat lainnya akan bebas dm kewajiban tersebut.

Ada be- instrumen kebijakan yang dapat digunakan untuk memngani


masalah lingkungan, yaitu (1) pendekatan negosiasi langsung antara pihak-pihak yang

terlibat, (2) pendekatan perintah dan pengenda1ia.n; dan (3) pendekatan m e h s m e pasar.

Tidak ada satu pendekatan yang dapat digunakan untuk segala macam situasi, karena

masing-masing pendekatan tersebut cocok untuk suatu masalah dan tidak untuk yang lain

(Tietenberg 1992). ,i

Pendekatan Negosiasi

Pendekatan negosiasi ini cocok dqpdcan bila pihak-phak yang terlibat relatif

dtsehmgga negosiasi bisa berlangsung dengan efisien. Untuk menjelaskan bagzumana


,

penggunaan pendekatan ini, Tietmberg (1992), rne@uslraslkan sebuah kasus di mana

meorang memutar kaset yang menghasilkan suara musk stereo dengan kerns sehmgga

meqgangu ktmgganya benrpa polusi suara. Bagaunana hubungan antara harga suara per

decible dengan kuantitas s u m per decible dilukiskan pada Gamba. 5.


50

Secar;l teoritis kelihatannya sangat mudah, tetapi dalam kenyataamya sulit untuk

di- karena terbentur dalam masalah hak kepennlikan (property r~ht),s


e
w

texydlah konflik kepen- Untuk mengatasi masalah ini salah satu jalan yang dapat

drtempuh adalah melalui proses m l a n guna menetqkan aturan hak-kepemddan

(propem rules) ataupun aturan liabilitias atau pertanggung jawaban (llab~lrtyrules).

Pengatwan hak akan menentukan siapa yang memegang hak (pemilik stereo atau

tetangga), sedangkan pengaturan pertanggung jawslban akan menentukan siapa yang

-gjawab terhadappehm yang m e n w g g u orang-


Dalarn kasus ini menurut teori Cmse (Coase, 1960 di dalam Y&n, 1997)

dinyatakan bahwa kegagalan pasar dalam pengaiokasian sumberdaya tidak akan terjadi

kalau semua hak-hak telah Qdefiniskan dengan jelas. Selanjutnya dhtakan bahwa di

dunia di mana informasi lengkap, biaya transaksi atau negosiasi rendah, serta pelaksanaan

kontrak yang ketat, distorsi ahbat elsternalitas bisa d~pecahkandengan pendefinigian yang

jelas tentang hak-hak tersebut. Beliau juga memudaskan bahwa alokasi sumberdaya yang

efisien bisa juga dicapai terlepas dari alokasi hak-hak diantara pihak-pihak yang

bermadah. P e l a n yang bisa mengalokasikan hak pada pihak-pihak bermadah dan

suatu alokasi yang efisien bisa tercapai. Efek dari keputusan pengadlan adalah untuk

menrbah distribusi biaya dan keuntungandiantara pihak yang bermasalah.

Bila negosiasi tidak tercapai rnaka pengaddm dapat beralih ke pemberlakuan

aturan jxxtanggmgjawaban-liabilitas.Dengin aturan ini pihak yang terkena darnpak akibat

tindahn pihak terkntu, berhak menerima kompensasi kerusakan sebesar kerugian yang

dideritanya. Dengan demikian pada kasus dr atas, tetangp mengalami ganggum sebesar
area dibawah garis EB. Jlka pemillk stereo me- volume sampai pada tingkat q,

rnaka pemilik stem harm membayar sebesar daerah EBq. Bila pemilik stereo tahu akan

membayar s e b daerah tersebut, maka dia akan menurunkan volume stereonya pada

titik efisien q' .

Pendekatan Regukisi (Command and Control Approach)

Dalam pendekatan ini pemerintah mengeluarkan perintah atau aturan yang harus
cblaksanakan untuk menghmdari kemunglanan tejadinya kemakan lingkungan atau

sumberdaya dam, kemudian melakukan pengendalian untuk memastikan apakah


ketentuan atau atumn-aturan yang telah diktapkan dilaksanakan atau tidak Jika tidak maka
pemerintah dapt memberikan sangsi hukum kepada setiap pelanggar. Ketentuan-
ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah dapat berbentuk suatu standar tertentu yang tak
boleh disimpangi, artinya emisi atau sesuatu yang dikeluarkan oleh suatu pelah ekonomi
tidak boleh melebihi suatu L&UEUI tertentu Atau pemerintah dapat pula m e b
pelm&an atau pembatasan dalam pengyman bahan-bahan dan peralatan-pdatan atau
menganjurkan penggunaan bahan-bahan dan peralatan-peralatan tertentu untuk
menghindamya terJadinya polusi atau kerusakan l w .
Untuk memmpkan p e n d e b ini maka pemenintah, tidak hanya menetapkan
standar-standar yang harus dlpenuhl, m e l a d m harus menyiapkan berbaga~instrumen
teknis dan hukurn untuk melakukan pemanta-tauan dan pernberian sangsi
hukum. Jlka ti& demikian, maka ketentuan-ketentuan yang telah cbtetapkan tidak akan
ada artinya
Dalam penetapan standar-- tersebut, Tietenberg (1992) mengemukan bahwa
ada lima aspek yang perlu & p e r h a m yaitu (1) konsep ambang batas, (2) tataran standar
amblen, (3) keseragaman, (4) waktu allran emal, dan (5) konsentrasr polml. Jlka kelirna

aspek ini telah dipertimbangkan secara matang, maka standar yang ditetapkan akan
mencap tingkat efisiensi yang tinw.
Pendekatan ini mernilki k e l e m a h m - k e l e Qsamping biayanya fmgg~juga
dapat mematikan kegiatan pertumbuhan ekonomi atau dapat pula merangsang pelaku
ekonomi untuk melanggarnya. Bagamam beroperasinya p e n d e w ini dapat dillhat pada
Gambar 6 .

Gambar 6 :Hubungan Antara Biaya Pengurangan Pencemaran Dengan


Tingkat Pencemaran

Gambar 6 memperllhatkan bahwa pemerintah melarang sama sekali k e r n yang

mencemari apabila keuntungan sosial marginal =0 pada titik PI, yaitu di mana

biaya sosial rnargrnal (BSM) relatif tmgg~yaitu pada C1, pada hal sebenarnya p e q p q a n

pencematan 0pbn-d ter1eta.k pada tit& P* dengan biaya C* yang optimal atau

keseimbangannya berada pada E. Bila ha1 ini dipandang sebagai standar yang keterlaluan,

maka orang justru tidak menghmukan sama sekali aturan tersebut. Tetapi kalau

pengendaliannyaterlalu ketat, rnaka akan bisa mernatikan kegiatan ekonomi.


53

Oleh sebab itu war kalau Knees & Schultze (1970, Q dalarn Reksohadqmjo,

1992) mengkntik bahwa pendekatan ini memillla beberapa kelemahan, yaitu (1) tidak

efehE, (2) tidak memberikan insentif pada orang untuk berusaha mengmmgi polusi, dan

f 3) perlu pengawasan term menerus dan kekuatan yang memaksa.

Pendekatan Mekanisme Pasar

Pada dekade teraktur ini pendekatan im mendapat perix&an yang serius baik oleh

praktrsi lingkungan maupun pengambil kebijakan Hal im Qsebabkan karena pendekatan

ini lebih mu& biayanya, bila di- dengan pendekatan lainnya, tetapi leblh

efektif Pendekatan ini menggunakan instrumen ekonomi untuk mencapai efisiensi dalam

alokasi SDAL. Ada beberapa instsumen ekonomi yang dapat Qgumkaq yaitu (1) Pajak,

(2) subsid, (3) denda, (4) pembatasan penggunaan input, (5) pembatasan terhadap output,
I
dan (6) Izin emisi yang bisa Qperjual bellkan

Pajak dan denda. Pembebanan pajak atau denda pada setiap pencemar adalah

merupakm suatu upaya untuk mengatasi agar sipewemar tidak melakukan kegiatan yang

mew& lingkungan. Pendekatan ini pertama kali diperkenalkan oleh Pigou (1932),

sebaga~alternatif kebijakan untuk mengatasi kegagalan pasar yang berkaitan dengan

ekstemalitas seperti terllhat pada Garnbar 7.


0 XI X' x2 X (Polusi)

Gambar 7 : Perpjakan dan Proses Pencemaran Oleh Industri

Gambar 7 memperlihatkan bahwa kurva MAC menggambarkan biaya marginal

penanggulangan polusi, sedangkan kwva MDC menggarnbarkan biaya marginal

kerusakan. Titik X' adalah polusi yang optimal, sedangkan t' adalah permapn pajak

ommal, yang berada pada perpotongan kwva MAC dan MDC. q


f

Bila suatu industri mencemari lingkmgan pada level X, rnaka harus membayar

Ot'EX, yang terdiri atas biaya kerusakan lingkungan sebesar O W , biaya penanggulangan

pencemaran sebesar EXX', dan pajak sebesar Ot'E. Bila biaya pengurangan polusi berada

pada titik tl lebih baik mencemari lingkungan karena manfaat marjinal kurang dan biaya

marjinal yang tercemar (bergemk dari XI ke X'), sedangkan kalau bemda pada titik tz biaya

batas penanggdangan pencemaran lebrh besar dm pada biaya batas kerusakan yang

tercemar, sehmgga pencemar berupaya untuk mengurangi pemmammya (bergerak dari

X2ke X')
55

Dengan adanya pajak ini maka biaya produksi akan meningkat (intemalisasi), dan

akan mendorong perusahaan untu mengurangi h i 1 produksi se- lingkungan akan

menjacb lebih bersih. Kemungkmm lain yang akan tqadi adalah barang lain akan

meningkat, sehmgga timbul realokasi sumberdaya dm produksi barang-bamg yang

mencemari- 1 ke produksi barang-barang yang tidak mencemari lingkungan, dan

dhampkan akan memaksimumkan kemakmuran masyarakat.

Subsidi Dalam pendekatan ini p e m e d membenkan insentif kepada para

pelaku ekonomi untuk merobah metode dalam menangaru polusi untuk memendu standar

lingkungan. Dengan kata lain subsidi merupakan uang suap agar tidak mencemari

lingkmgan E3agaunana penerapan kebijakan subsidt terhadap lingkmpn dapat dilihat

pada Gambar 8.

Biaya Sosial MarJinal

-
I Pembuangan Limbah

Gambar 8 : Subsidi dan Proses Pencanam Oleh Ind&

Gambar 8 mernperlhtkan bahwa selama polusinya OX, akan mendapatkan

subsidi sebesar OL Jad~permdam dirangsang agar mernbers&kan limbahnya sebelum


56

chbuang. Dan bila hbahnya meleblhi OX atau berada cfisebelah kanan X, misalnya

sebesar OW, maka perusahaan akan terangsang untuk mengurangi limbah buangan

menjadi OX Biaya yang &kelwkan adalah OSDX dan karenanya diperoleh subsicfi

sebesar OIDX, rnaka perusahaanakan untung ISD.

Enfluent Charge

Biaya Sosial MarJinal


Pembuangan Limbah

Limbah

Garnbar 9 :Enfluent Carge dan Proses Pencemaran Oleh Indmtri

Garnbar 9 memperlihatkan bahwa dengan eniuent charge sebesar 0 1 perusahaan

tidak akan membuang limbahnya sebesar OX, sehngga perusahaan berhemat sebesar IDS

(karena tidak mernbayar). Di kanan tit& D perusahaan lebih baik membayar entluent

charge dan mencernari lingkungan dm pada menanggung biaya untuk tidak mencemari

lin- Sepanjang garis SDR, perusahaan bemaha menghmdm pencemaran S-Ddan

bila limbah buangan melebihi OX pemahm lebh baik membayar 01. Bila limbah

buangan sebesar OW, perusahaan lebih baik mengumgi OX dan membuang XW tetapi

harus membayar 01. Dengan dernikian maka biaya yang drtanggung oleh perusahaan
57

adalah biaya mengurangi h b a h sebesar OSDX dan pembayaran enfluent charge sebesar

XDRW.

Karena biaya produksi maka perusahaan cenderung mengurangi produksi.

Naiknya biaya produksi tentu akan m e harga jual. Dengan dernikian dapat

dikatakan bahwa perbadm kualitas lmgkwqp dibayar oleh konsurnen produk melalui

harga yang lebih tinggi.

Ijin Emisii Pendekatan ini merupakan suatu kebijakan yang memunglankan ijin

emisi atau bahan pencemar masuk ke dalam lingkungan yang bisa cfiperjual behkan

(tr&erable dischargdemmrsionpermits). P e n d e b ini timbul di- pada konsep

bahwa t q h y a penurunan W t a s lingkungan adalah disebabkan oleh tidak jelasnya

status kepernilikan sumberdaya yang bernilai (yang bisa dimanfkatkan) atau milik urnurn.

Dengan adanya pemberian hak untuk menggumkan sumberdaya atau m e n g e l d ernisi-

polusi, akan dapat mendorong pengelolaan sumberdaya secaraberkelanjutan

Untuk melepaskan setiap unit ernisi atau bahan ke lingkungan harus ijinnya

diperoleh atau diili. Setiap perusahaan harus mengambil keputusan, apakah akan

mengurangi polusi dan memmggung biaya untuk melakukannya, atau mendapatkan ijin

emisi dengan suatu harga terkntu. Biaya pemqpm polusi akan merung& sejalan

dengan sejalan dengan meningkatnya tataran polusi. Perusahaan hanya akan melakukan

penan%an polusi sampai pada tititik di rnana biaya p e m q y m polusi sama dengan harga

ijin emisi. Dan bila biaya penanganan limbah lebih besar dm pada ijin emisi, maka lebih

baik perusahaan membeli ijin emisi.


58

Dalarn setiap ijin emisi pemerintah harus menentukan berapa banyak emisi yang

dlperbolehkan untuk mencapai suatu tingkat polusi yang optrmal. Untuk jelasnya

bagaunana ijin emisi itu dapat dipindahtangankan atau diper~ualbelrkan, cerrnati Gambar

10.

Gambar 10 : Ijin Emisi dan Efisiensi Alokasi Sumberdaya Alarn


dan Lingkmgan

Misalnya pada suatu daerah perusahaan A memiliki ijin 10, sedangkan ijin

seluruhnya adalah 25. Tentu perusahaan yang lain, katakanlah perusahaan B hanya

memilikr 15 ijin. Perusahaan A harus mengontrol 15 unit emisi dan perusahaan B hams

mengontrol 10 unit ernisi. Kedua perusahaan ini memiliki insentif untuk melakukan

transaksi per&gangan izin emisi. Pada gambar di atas terlihat bahwa bhya marjinal

perusahaan A (sebesar I) lebih tin= dari biaya marjlnal perusahaan B (sebesar S).

Perusahaan A bisa menurunkan biayanya jika dia biasa membeli ijin emisi dari perusahaan

B. Perusahaan B akan lebh menguntungkan jlka ia bisa menjual ijin emisinya diatas S.
59

Transaksi perdagangan akan berlangsung sampa pada titik di mana biaya mqlnal kedua

perusahaan tersebut sama. Akhunya pada trngkat biaya marjinal sebesar D tenqai

keseimbangan, & rnana perusahaan A mermliki 16 ijin (10 + 6) clan perusahaan B mermllki

ijin sebanyak 9 (15 - 6).

Insentif yang dihasilkan oleh sistem ini meyalankan bahwa pmmhaan-pensahaan

memanfaatkan fleksibilitas ini untuk me- tujuan mereka pada biaya serendah

mungkin Secara teoritis sitem ini kelihatannya memang mudah tetapi dalam penerapannya

sangat rumit dan kadang-kadang duzilai tidak efisien, karena untuk memperoleh legitimasi

atas distribusi ijin ernisi ini tentu melalui proses yang sangat kompleks.

Teori Tentang Persepsi Masyarakat

Persepsi adalah merupakan suatu proses pengamatan individu yang berasal


I

dari komponen kognisi, yang dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti pengalaman,

pendidikan, umur, kebudayaan agamatkepercayaan clan sebagainya. Manusia

mengamati sesuatu objek psikologk yang berupa peristiwa, ide atau situasi tertentu

dengan kacamata yang diwarnai oleh nilai kepribadiannya. Pada tahap selanjutnya

berperan komponen konasi yang menentukan kesediaanlkesiapan jawaban berupa

tindakan terhadap objek. Atas dasar tindakan ini, maka situasi semula kurangltidak

seimbang menjadi seimbang. Keseimbangan ini mengandung arti bahwa antara objek

yang dilihat sesuai dengan penghayatannya di mana unsur nilai dan norma dirinya

dapat menerima secara rasional dan emosional. Keseimbangan akan kembali jika

persepsi dapat diubah melalui komponen kognisi. Timbulnya keseimbangan baru ini
60

akan menghasilkan perubahan sikap di mana tiap komponen mengolah masalahnya

dengan baik.

Menurut Krech (1975), persepsi atau pemaknaan individu terhadap suatu

objek kemudian akan membentuk struktur kognisi di dalam dirinya. Data yang

diperoleh terhadap suatu objek tertentu akan masuk ke dalam kognisi mengikuti

prinsip organisasi kognitif yang sama dan proses ini tidak hanya berkaitan dengan

"penglihatan" tetapi juga melalui semua indera manusia.

Selanjutnya, menurut Krech (1975) masuknya objek persepsi selalu melalui

dua faktor, yaitu faktor structural dan faktor fungsiorkal. structural berasal dari

linglkungan yang berbentuk rangsangan fisik dengan dampak terhadap sistem syaraf

manusia secara fisiologik, sedangkan faktor fungsional sangat ditentukan oleh

kebutuhan, suasana hati, pengalaman masa lalu dan daya ingatnya. Seorang individu

akan menangkap berbagai gejala atau rangsangan diluar dirinya melalui inddra yang

dimilikinya dan selanjutnya akan memberikan interpretasi terhadap rangsangan

rangsangan tersebut. Hasil interpretasi ini akan merupakan bagaimana pengertian atau

pemahaman seseorang terhadap lingkungannya. Proses diterimanya rangsangan

sampai rangsangan itu disadari dan dimengerti disebut persepsi (Irwanto, 1989).

Sears (1988) menyatakan, bahwa pendekatan kogmtif memandang perilaku

sebagai sesuatu yang menyolok terutama yang ditentukan oleh persepsi seseorang

terhadap situasi sosial. Orang akan mengelompokkan dan mengkategorikan objek,

memusatkan perhatian pada aspek-aspek situasi yang menyolok dan pada umumnya

membentuk pemahaman yang saling berkaitan mengenai ha1 tersebut. Dalam


61

pengelolaan SDALperilaku sosial memegang peranan yang penting. Semakin mudah

objek tersebut masuk ke dalam pengorganoisasian tingkah laku, menunjukkan

semakin besar nilai sosial objek tersebut. Demikian juga bila semakin berarti suatu

objek bagi seseorang maka semakin besar kemungkinan objek tersebut masuk ke

dalam organisasi perseptualnya dan sekaligus juga semakin besar dampaknya kepada

corak tingkah laku orang tersebut. Setiap objek yang dipersepsi akan tampak sebagai

suatu totalitas yang terorganisir dan memiliki arti, terutama bagi orang yang

mernpersepsinya. Dalam proses tersebut akan mungkin terjadi penambahan atau

pengurangan elemen dari objek yang dipersepsinya. Hal ini akan mengakibatkan

corak persepsi antara individu yang satu dengan lainnya menjadi tidak sama, karena

masing-masing memberi makna tersendiri terhadap objek persepsinya walaupun

dalam kenyataannya objek tersebut pada dasarnya sama. Selanjutnya dapat dipahami

bahwa tidak semua objek yang berada dalam lingkungan masuk ke dalam brsepsi

seseorang secara bersamaan dalam rnasa tertentu. Pada saat tertentu akan ada objek

yang menjadi pusat perhatian yang masuk ke dalam persepsi, sementara itu objek lain

rnenjadi pranata yang melatarbelakang objek tersebut. Hal ini sangat tergantung pada

kriteria yang digunakan oleh individu yang bersangkutan.

Menurut Krech (1975) penentuan atau penilaian adalah bersifat selektif dan

didasarkan pada faktor fungsional. Proses tersebut tidak hanya berhtan dengan

penilaian objek yang menjadi pusat perhatian individu, tetapi juga berhubungan

dengan makna objek tersebut bagi individu yang bersangkutan. Keseluruhan proses
62

tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kebutuhan, kesiagaan mental,

suasana hati, situasi dan kondisi serta aspek-aspek sosial budaya lainnya.

Pada saat seseorang memandang suatu objek, maka orang tersebut akan

mempersepsinya sebagai totalitas yang masuk sebagai bagan dari dirinya. Persepsi

ini akan diberinya corak sesuai dengan ha1 yang telah ia tangkap atau ketahui

mengenai totalitas objek tersebut. Hasil dari keseluruhan proses ini akan masuk ke

dalam kerangka kognisinya sebagai hasil pemaharnan individu terhadap semua

masukan yang pernah ditangkap dan masih melekat pada kognisi. Kerangka kognisi

ini disebut juga sebagai kerangka referensi. Disamping dipengaruhi oleh pemahaman

individu terhadap masukan, kerangka kognisi juga dipengaruhi oleh pengalaman

masa lalu.

Persepsi bukanlah sesuatu ha1 yang memiliki sifat statis, tetapi terbuka

terhadap berbagai informasi yang muncul dari lingkungan. Sehingga menurut Krech

(1 975) perubahan persepsi dapat terjadi akibat berkembangnya pemahaman terhadap

lingkungan ataupun ahbat terjadinya perubahan kebutuhan nilai-nilai yang dianut,

sikap dan sebagainya. Dengan demikian dapat diambil suatu pemahaman bahwa

persepsi masyarakat yang ada disekitar Danau Singkarak akan dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan lokasi tempat

tinggalnya. Pada glirannya persepsi masyarakat tersebut akan mempengaruhi sikap

dan perilakunya terhadap pemanfaata;? dan pelestarian SDAL Danau Singkarak.

You might also like