You are on page 1of 49

CASE REPORT

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

Di Susun Oleh:

M. Faza Akroma

1102012149

Pembimbing:

Dr. Fahmi Attaufany, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN ILMU THT

RSUD SOREANG

2017

1
BAB I

PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS
Nama : An. Athar Maulana Sidik
Usia : 1 Tahun
Agama : Islam
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Lebak Muncang, Cilampeni RT 04 RW 08 Kab. Bandung
No. Rekam medis : 528907
Tanggal Pemeriksaan : 09 Februari 2017

II. ANAMNESA (Alloanamnesis)


Keluhan utama : Keluar cairan pada telinga kiri

Pasien datang diantar oleh ibunya ke Poliklinik THT RSUD Soreang dengan
keluhan keluar cairan dari telinga kiri sejak 6 bulan yang lalu. Ibu pasien
memberikan keterangan bahwa cairan yang keluar dari telinga kiri anaknya bersifat
hilang-timbul. Awalnya pasien mengalami demam yang disertai batuk pilek, sebelum
mengalami keluhan keluar cairan dari telinga kiri. Pasien saat ini masih terlihat pilek.
Cairan yang keluar dari telinga kiri berwarna biru kehijauan, agak kental, dan tidak
berbau.

Ibu pasien mengaku awalnya cairan berwarna bening, lama kelamaan cairan
berubah menjadi biru kehijauan. Ibu pasien mengakui bahwa anaknya terkadang
sering terlihat menggaruk telinga kirinya semenjak keluar cairan. Pasien juga sering
menangis pada saat keluar cairan ditelinga kirinya. Ibu pasien mengaku terkadang
suka mengorek-ngorek telinga pasien dengan cotton bud.

Ibu pasien juga mengeluh respon komunikasi dengan pasien agak terganggu
sejak keluhan timbul. Gangguan kesadaran, kejang-kejang, trauma di kepala atau
sekitar telinga, dan muntah menyemprot disangkal ibu pasien. Pasien sebelumnya
tidak pernah megalami keluhan keluar cairan dari telinga. Pasien baru pertama kali

2
berobat ke dokter THT. Kaluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa
seperti yang dialami oleh pasien.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda-tanda vital : TD : Tidak dilakukan pemeriksaan


: RR : 20 x/menit
: Nadi : 90 x/menit
: Suhu : 36,8 C

Berat badan : 12 kg

Status Generalis

Kepala : Simetris
Mata : Konjungtiva : tidak anemis
Sklera : tidak ikterik
Pupil : Isokor, miosis (+)
Leher : Status lokalis
Thoraks : tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Edema (-/-)
Sianosis (-/-)
Neurologis : Refleks fisiologis: tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks patologis: tidak dilakukan pemeriksaan
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan

3
Status Lokalis:

TELINGA

Auris
Bagian Kelainan
Dextra Sinistra
Kelainan kongenital - -
Radang dan tumor - -
Preaurikula
Trauma - -
Nyeri tekan tragus - +
Kelainan kongenital - -
Radang - -
Aurikula
Tumor - -
Trauma - -
Edema - -
Hiperemis - -
Nyeri tekan - -
Retroaurikula
Sikatriks - -
Fistula - -
Fluktuasi - -
Kelainan kongenital - -
Kulit Tenang Merah muda
Canalis Sekret - +
Acustikus Serumen - -
Externa Edema - -
Jaringan granulasi - -
Massa - -

Intak (+) (-)


Membran
Retraksi (-) (-)
Timpani
Refleks cahaya (+) (-)

4
Perforasi (-) (+) perforasi

Gambar

Auris
Tes Pendengaran
Dextra Sinsitra
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan

HIDUNG

Nasal
Pemeriksaan
Dextra Sinistra
Keadaan Bentuk dan Bentuk (Normal), Bentuk (Normal),
Luar ukuran deformitas (-) deformitas (-)

Rhinoskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan


Anterior

Rhinoskopi
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Posterior

TENGGOROKAN

Bagian Keterangan

Mulut Tidak dilakukan pemeriksaan karena pasien tidak kooperatif

Tonsil Tidak dilakukan pemeriksaan karena pasien tidak kooperatif

5
Faring Tidak dilakukan pemeriksaan karena pasien tidak kooperatif

Laring Tidak dilakukan pemeriksaan karena pasien tidak kooperatif

MAKSILOFASIAL

- Bentuk : Simetris
- Nyeri Tekan : tidak dilakukan pemeriksaan

LEHER

Kelenjar Getah Bening & Massa : Tidak dilakukan pemeriksaan karena pasien tidak
kooperatif

III. RESUME

Telah diperiksa pasien Laki-laki (1 tahun) yang mengeluhkan keluar cairan


pada telinga kiri sejak 6 bulan yang lalu. Keluar cairan pada telinga kiri pasien yang
bersifat hilang timbul. Cairan berwarna biru kehijauan, agak kental, dan tidak berbau.
Ibu pasien mengakui bahwa anaknya terkadang sering terlihat menggaruk telinga
kirinya. Pasien juga sering menangis pada saat keluar cairan ditelinga kirinya. Ibu
pasien mengaku terkadang suka mengorek-ngorek telinga pasien dengan cotton bud.
Ibu pasien juga mengeluh respon komunikasi dengan pasien agak terganggu sejak
keluhan timbul. Riwayat batuk pilek diakui. Gangguan kesadaran, kejang-kejang,
trauma di kepala atau sekitar telinga, dan muntah menyemprot disangkal ibu pasien.
Pasien sebelumnya tidak pernah megalami keluhan keluar cairan dari telinga. Pasien
baru pertama kali berobat ke dokter THT. Keluarga pasien tidak ada yang mengalami
keluhan serupa seperti yang dialami oleh pasien.

Pemeriksaan telinga:

Auricular Dx. Auricular Sin.


Nyeri tekan Tragus - +
Sekret - +
Serumen - -

6
Membran timpani Intak Perforasi

IV. DIAGNOSIS BANDING

Otitis Media Supuratif Kronik tipe benign AS


Otitis Media Supuratif Kronik tipe Maligna AS
Otitis Media Akut AS

V. DIAGNOSIS KERJA

Otitis Media Supuratif Kronik tipe benign AS

VI. SARAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Kultur sekret telinga dan uji resistensi obat


Foto Rontgen Schuller dan Stenver

VII. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

Obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid

: (Polymyxin B Sulfate, Neomycin sulfate, fludrocortisone Acetat, lidocaine


HCL) ear drop 3 x 5 tetes/hari AS

Amoxicillin syrup 2 x sehari 1 sendok teh (dosis 20-50mg/kgbb/hari)

Cetrizine syrup 2x 2.5 mg

Non medikamentosa :

Ear Plug

Edukasi :

Jangan mengorek-ngorek telinga

Telinga tidak boleh kemasukan air

7
Segera berobat bila menderita infeksi saluran napas

Konsumsi obat secara teratur

Menjaga higiene telinga

Kontrol ke dokter jika keluhan masih ada

VIII. PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad malam

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI TELINGA

Telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.

Telinga luar, yang terdiri dari aurikula dan canalis auditorius eksternus.
Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler
yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis.

Anatomi telinga tengah

Telinga tengah terdiri dari 3 bagian yaitu membran timpani, cavum timpani
dan tuba eustachius.

1. Membrana timpani

Membrana timpani memisahkan cavum timpani dari kanalis akustikus


eksternus. Letak membrana timpani pada anak lebih pendek, lebih lebar dan lebih

9
horizontal dibandingkan orang dewasa. Bentuknya elips, sumbu panjangnya 9-10 mm
dan sumbu pendeknya 8-9 mm, tebalnya kira-kira 0,1 mm.

Membran timpani terdiri dari 2 bagian yaitu pars tensa (merupakan bagian
terbesar) yang terletak di bawah malleolar fold anterior dan posterior dan pars flacida
(membran sharpnell) yang terletak diatas malleolar fold dan melekat langsung pada os
petrosa. Pars tensa memiliki 3 lapisan yaitu lapisan luar terdiri dari epitel squamosa
bertingkat, lapisan dalam dibentuk oleh mukosa telinga tengah dan diantaranya
terdapat lapisan fibrosa dengan serabut berbentuk radier dan sirkuler. Pars placida
hanya memiliki lapisan luar dan dalam tanpa lapisan fibrosa.

Vaskularisasi membran timpani sangat kompleks. Membrana timpani


mendapat perdarahan dari kanalis akustikus eksternus dan dari telinga tengah, dan
beranastomosis pada lapisan jaringan ikat lamina propia membrana timpani. Pada
permukaan lateral, arteri aurikularis profunda membentuk cincin vaskuler perifer dan
berjalan secara radier menuju membrana timpani. Di bagian superior dari cincin
vaskuler ini muncul arteri descendent eksterna menuju ke umbo, sejajar dengan
manubrium. Pada permukaan dalam dibentuk cincin vaskuler perifer yang kedua,
yang berasal dari cabang stilomastoid arteri aurikularis posterior dan cabang timpani
anterior arteri maksilaris. Dari cincin vaskuler kedua ini muncul arteri descendent
interna yang letaknya sejajar dengan arteri descendent eksterna.

2. Kavum timpani

Kavum timpani merupakan suatu ruangan yang berbentuk irreguler diselaputi


oleh mukosa. Kavum timpani terdiri dari 3 bagian yaitu epitimpanium yang terletak di
atas kanalis timpani nervus fascialis, hipotimpananum yang terletak di bawah sulcus
timpani, dan mesotimpanum yang terletak diantaranya.

Batas cavum timpani :

Atas : tegmen timpani

Dasar : dinding vena jugularis dan promenensia styloid

Posterior : mastoid, m.stapedius, prominensia pyramidal

Anterior : dinding arteri karotis, tuba eustachius, m.tensor timpani

10
Medial : dinding labirin

Lateral : membrana timpani

Kavum timpani berisi 3 tulang pendengaran yaitu maleus, inkus, dan stapes.
Ketiga tulang pendengaran ini saling berhubungan melalui artikulatio dan dilapisi
oleh mukosa telinga tengah. Ketiga tulang tersebut menghubungkan membran timpani
dengan foramen ovale, sehingga suara dapat ditransmisikan ke telinga dalam.

Maleus merupakan tulang pendengaran yang letaknya paling lateral. Malleus


terdiri 3 bagian yaitu kapitulum mallei yang terletak di epitimpanum, manubrium
mallei yang melekat pada membran timpani dan kollum mallei yang menghubungkan
kapitullum mallei dengan manubrium mallei. Inkus terdiri atas korpus, krus brevis
dan krus longus. Sudut antara krus brevis dan krus longus sekitar 100 derajat. Pada
medial puncak krus longus terdapat processus lentikularis. Stapes terletak paling
medial, terdiri dari kaput, kolum, krus anterior dan posterior, serta basis stapedius/foot
plate. Basis stapedius tepat menutup foramen ovale dan letaknya hampir pada bidang
horizontal.

Dalam cavum timpani terdapat 2 otot, yaitu :

M.tensor timpani, merupakan otot yang tipis, panjangnya sekitar 2 cm, dan
berasal dari kartilago tuba eustachius. Otot ini menyilang cavum timpani ke
lateral dan menempel pada manubrium mallei dekat kollum. Fungsinya untuk
menarik manubrium mallei ke medial sehingga membran timpani menjadi
lebih tegang.
M. Stapedius, membentang antara stapes dan manubrium mallei dipersarafi
oleh cabang nervus fascialis. Otot ini berfungsi sebagai proteksi terhadap
foramen ovale dari getaran yang terlalu kuat.

3. Tuba eustachius

11
Kavitas tuba eustachius adalah saluran yang menghubungkan kavum timpani
dan nasofaring. Panjangnya sekitar 31-38 mm, mengarah ke antero-inferomedial,
membentuk sudut 30-40 dengan bidang horizontal, dan 45 dengan bidang sagital.
1/3 bagian atas saluran ini adalah bagian tulang yang terletak anterolateral terhadap
kanalis karotikus dan 2/3 bagian bawahnya merupakan kartilago. Muara tuba di faring
terbuka dengan ukuran 1-1,25 cm, terletak setinggi ujung posterior konka inferior.
Pinggir anteroposterior muara tuba membentuk plika yang disebut torus tubarius, dan
di belakang torus tubarius terdapat resesus faring yang disebut fossa rosenmuller.
Pada perbatasan bagian tulang dan kartilago, lumen tuba menyempit dan disebut
isthmus dengan diameter 1-2 mm. Isthmus ini mudah tertutup oleh pembengkakan
mukosa atau oleh infeksi yang berlangsung lama, sehingga terbentuk jaringan
sikatriks. Pada anak-anak, tuba ini lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal
dibandingkan orang dewasa, sehinggga infeksi dari nasofaring mudah masuk ke
kavum timpani.

FISIOLOGI PENDENGARAN

Telinga secara anatomis terbagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah dan
dalam. Telinga luar dan tengah berperan dalam transmisi suara melalui udara menuju telinga
bagian dalam yang terisi cairan. Pada telinga dalam ini, terjadi amplifikasi energi suara. Di
sana juga terdapat dua macam sistem sensoris yaitu koklea yang mengkonversikan

12
gelombang suara menjadi impuls saraf dan vestibular apparatus yang berguna untuk
keseimbangan.
Pendengaran merupakan persepsi saraf terhadap suara yang terdiri dari aspek identifikasi
suara dan lokalisasinya. Suara merupakan sensasi yang dihasilkan saat getaran longitudinal
molekul lingkungan luar yang menghantam membran timpani. Gelombang suara merupakan
getaran udara yang merambat yang terdiri dari area bertekanan tinggi disebabkan kompresi
molekul udara dan area bertekanan rendah yang disebabkan oleh rarefaction molekul.
Kecepatan suara adalah sekita 344 m/s pada suhu 20C di permukaan air laut. Semakin tinggi
suara dan altitudenya, kecepatan rambat suara makin tinggi.

Suara dikarakteristikan berdasarkan tone, intensitas dan kualitas. Pitch atau tone
ditentukan oleh frekuensi getaran. Makin besar frekuensinya, makin tinggi pitch-nya. Telinga
manusia mampu mendengar suara dengan frekuensi dari 20 sampai 20.000 Hz. Namun, yang
paling sensitif adalah antara 1000-4000 Hz. Suara pria dalam percakapan normalnya sekitar
120 Hz sedangkan wanita mencapai 250 Hz. Jumlah pitch yang dapat dibedakan oleh orang
normal adalah sekitar 2000, tetapi musisi yang terlatih dapat lebih dari itu. Suara yang paling
mudah dibedakan nadanya adalah suara dengan frekuensi 1000-3000 Hz. Lebih atau kurang
dari itu akan semakin sulit dibedakan.

Intensitas atau kekerasan tergantung oleh amplitudo gelombang suara atau perbedaan
tekanan antara daerah gelombang bertekanan tinggi akibat kompresi dan daerah bertekanan
rendah akibat rarefaction. Dalam interval suara yang dapat didengar, makin besar
amplitudonya, makin keras suara tersebut terdengar.

Kekerasan atau kebisingan suara diukur dengan satuan dB (desibel)yang merupakan


pengukuran logaritmis dari intensitas dibandingkan dengan suara teredup yang bisa didengar
(ambang pendengaran). Suara dengan kebisingan melebihi 100 dB dapat menyebabkan
kerusakan permanen pada koklea.

Suara dengan range 120 sampai 160 dB seperti alarm kebakaran maupun pesawat jet
diklasifikasikan sebagai suara yang menyakitkan; 90-110 dB (subway, bass drum, gergaji
mesin) diklasifikasikan sebagai suara yang ekstrem tinggi; 60-80dB (alarm jam, lalu lintas
yang bising, percakapan) diklasifikasikan sebagai sangat keras; 40-50 dB (hujan, bising
ruangan normal) moderate, dan 30 dB (bisikan, perpustakaan) sebagai redup.

13
Timbre atau kualitas suara tergantung pada overtone yang merupakan frekuensi tambahan
yang menumpuk pada pitch atau tone dasar. Misalnya adalah nada C pada terompet akan
terdengar berbeda antara piano dengan terompet. Overtone inilah yang dapat menyembabkan
suara dapat memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari pinna (telinga), meatus akustikus eksterna dan membran
timpani (eardrum). Pinna adalah struktur menonjol yang merupakan kartilago terbalut kulit.
Fungsi utamanya adalah mengumpulkan dan menghubungkan suara menuju meatus akustikus
eksterna. Karena bentuknya, pinna secara parsial membatasi suara yang berasal dari belakang
sehingga timbrenya akan berbeda. Dengan begitu, kita dapat membedakan apakah suaranya
berasal dari depan atau belakang.

Lokalisasi suara yang berasal dari kanan atau kiri ditentukan oleh dua hal. Pertama
adalah gelombang suara mencapai telinga yang lebih dekat terlebih dahulu sebelum sampai
ke telinga yang lebih jauh. Kedua adalah saat mencapai telinga yang lebih jauh, intensitas
suaranya akan lebih kecil dibandingkan telinga yang lebih dekat. Selanjutnya, korteks
auditori mengintegrasikan kedua hal tersebut untuk menentukan lokalisasi sumber suara.
Oleh karena itu, lokalisasi suara akan lebih sulit dilakukan jika hanya menggunakan satu
telinga.

Jalur masuk pada telinga luar dilindungi oleh rambut halus. Kulit yang membatasi
kanal tersebut berisi kelenjar keringat termodifikasi yang menghasilkan serumen (earwax),
yang akan menangkap partikel-partikel asing yang halus.

Membran timpani (gendang telinga)


Membran timpani berada pada perbatasan telinga luar dan tengah. Area tekanan
tinggi da rendah pada gelombang suara akan menyebabkan membran timpani bergetar ke
dalam dan ke luar.

Supaya membran tersebut dapat secara bebas bergerak kedua arah, tekanan udara
istirahat pada kedua sisi membran timpani harus sama. Membran sebelah luar terkekspos
pada tekanan atmosfer yang melewati meatus akustikus eksterna sedangkan bagian dalam
menghadapi tekanan atmosfer dari tuba eustachius yang menghubungkan telinga tengah ke

14
faring. Secara normal, tuba ini tertutup tetapi dapat dibuka dengan gerakan menguap,
mengunyah dan menelan.

Pada perubahan tekanan eksternal yang cukup signifikan seperti saat dalam pesawat,
membran timpani menonjol dan menimbulkan rasa nyeri ketika tekanan luar telinga berubah
sementara bagian dalam tidak berubah. Pembukaan tuba eustachius dengan menguap dapat
membantu untuk menyamakan tekanan tersebut.

Telinga tengah
Telinga tengah mengirimkan pergerakan vibratori dari membran timpani menuju
cairan pada telinga dalam. Ada tiga tulang ossicle yang membantu proses ini yaitu malleus,
incus dan stapes yang meluas dari telinga tengah. Malleus menempel pada membran timpani
sedangkan stapes menempel pada oval window yang merupakan gerbang menuju koklea
yang berisi cairan.

Saat membran timpani bergetar, tulang-tulang tersebut bergerak dengan frekuensi


yang sama, mentransmisikan frekuensi tersebut dari menuju oval window. Selanjutnya, tiap-
tiap getaran menghasilkan pergerakan seperti gelombang pada cairan di telinga dalam dengan
frekuensi yang sama dengan gelombang suara aslinya.

Sistem osikular mengamplifikasikan tekanan dari gelombang suara pada udara dengan
dua mekanisme untuk menghasilkan getaran cairan pada koklea. Pertama adalah karena
permukaan area dari membran timpani lebih besar dari oval window, tekanan ditingkatkan
ketika gaya yang mempengaruhi membran timpani disampaikan oleh ossicle ke oval window
(tekanan=gaya/area). Kedua adalah kerja dari ossicle memberikan keuntungan mekanis

15
lainya. Kedua hal tersebut meningkatkan gaya pada oval window sampai 20 kali. Tambahan
tekanan tersebut penting untuk menghasilkan pergerakan cairan pada koklea.

Beberapa otot tipis di telinga tengah dapat berkontraksi secara refleks terhadap suara
keras (70dB) menyebabkan membran timpani menebal dan menyebabkan pembatasan
gerakan pada rangkaian ossicle. Pengurangan pergerakan pada struktur telinga tengah akan
mengurangi transmisi dari suara yang keras tersebut ke telinga dalam guna melindungi bagian
sensoris dari kerusakan. Refleks tersebut berlangsung relatif lambat, terjadi setidaknya sekitar
40 msec sesudah pajanan terhadap suara keras. Oleh karena itu, hanya bisa melindungi dari
suara yang berkepanjangan, bukan suara yang sangat tiba-tiba seperti ledakan.

Koklea
Koklea adalah sebuah struktur yang menyerupai siput yang merupakan bagian dari
telinga dalam yang merupakan sistem tubular bergurung yang berada di dalam tulang
temporalis. Berdasarkan panjangnya, komponen fungsional koklea dibagi menjadi tiga
kompartemen longitudinal yang berisi cairan. Duktus koklear yang ujungnya tidak terlihat
dikenal sebagai skala media, yang merupakan kompartemen tengah. Bagian yang lebih di
atasnya adalah skala vestibuli yang mengikuti kontur dalam spiral dan skala timpani yang
merupakan kompartemen paling bawah yang mengikuti kontur luar dari spiral.

Cairan di dalam skala timpani dan skala vestibuli disebut perilimfe. Sementara itu,
duktus koklear berisi cairan yang sedikit berbeda yaitu endolimfe. Bagian ujung dari duktus
koklearis di mana cairan dari kompartemen atas dan bawah bergabung disebut dengan
helikotrema. Skala vestibuli terkunci dari telinga tengah oleh oval window, tempat stapes
menempel. Sementara itu, skala timpani dikunci dari telinga tengah dengan bukaan kecil
berselaput yang disebut round window. Membran vestibular tipis membentuk langit-langit

16
duktus koklear dan memisahkannya dari skala vestibuli. Membran basilaris membentuk
dasar duktus koklear yang memisahkannya dengan skala timpani. Membran basilar ini sangat
penting karena di dalamnya terdapat organ korti yang merupakan organ perasa pendengaran.

Sel Korti dan Sel Rambut


Dalam organ korti pada satu koklea terdapat sekitar 15.000 sel rambut yang menjadi
reseptor suara. Sel-sel tersebut tersusun dalam baris paralel empat. Satu baris berupa sel
rambut dalam dan tiga lainnya merupakan sel rambut dalam. Pada masing-masing sel rambut
akan ada penonjolan sekitar 100 rambut yang dikenal sebagai stereosilia (mikrovili yang
diperkuat dengan aktin).

Sel-sel rambut ini merupakan mekanoreseptor yang menghasilkan sinyal neural ketiga
permukaan rambutnya mengalami deformasi secara mekanis berkaitan dengan pergerakan
cairan di telinga dalam. Stereosilia ini berkontak dengan membran tektorial, struktur mirip
tenda yang menjalar pada seluruh panjang organ korti.

Kerja mirip piston yang dilakukan stapes melawan oval window menghasilkan
gelombang tekanan pada kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat dikompresi, tekanan
dihamburkan dalam dua arah ketika stapes menyebabkan oval window menggembung ke
belakang yaitu dengan pergeseran round window dan defleksi membran basilar.

Gelombang tekanan tersebut akan menekan perilimfe ke depan pada kompartemen


atas, kemudian ke helikotrema dan ke kompartemen bawah. Selanjutnya, hal tersebut
menyebabkan round window menggembung ke arah luar (ke arah telinga tengah) untuk
mengkompensasi peningkatan tekanan. Ketika stapes bergerak ke arah belakang dan menarik
oval window ke arah telinga tengah, perilimfe akan bergeser ke arah berlawanan,

17
menggantikan area yang tadinya diisi window round. Jalur ini tidak menghasilkan persepsi
suara, hanya mengurangi tekanan saja.

Gelombang tekanan yang berkaitan dengan persepsi suara akan


menggunakan shortcut. Gelombang tekanan pada kompartemen atas ditransfer melalui
membran vestibular yang tipis ke duktus koklear dan melalui membran basilar ke
kompartemen bawah. Hal tersebut selanjutnya akan memfasilitasi round window untuk
menggembung ke arah luar dan dalam. Perbedaan utama pada jalur ini adalah transmisi
gelombang tekanan melalui membran basilar menyebabkan membran tersebut bergerak ke
atas dan ke bawah atau bergetar yang sinkron dengan gelombang tekanan. Akibatnya sel
rambut pada organ korti yang ada di sana juga ikut bergerak.

Sel rambut yang berfungsi untuk mendengar adalah sel rambut dalam. Sel tersebut
mentransformasikan gaya mekanis suara menjadi impuls elektris pendengaran. Stereosilia
pada sel reseptor tersebut berkontak dengan membran tektorial yang kaku sehingga sel
tersebut akan membelok kembali (bolak-balik), saat membran basilar yang berosilasi
menggeser posisinya.

Gerakan bolak-balik tersebut akan menyebabkan pembukaan dan penutupan kanal


kation secara mekanis pada sel rambut menghasilkan depolarisasi atau hiperpolarisasi sesuai
dengan frekuensi suara penstimulus.

Stereosilia pada masing-masing sel rambut tersusun ke dalam baris-baris yang


berurutan sesuai dengan tinggi (seperti tangga). Tip links, yang merupakan CAMs (cell
adhesion molecules), menghubungkan ujung stereosilia dalam barisan tersebut. Saat
membran basilar bergerak ke atas, bundle stereosilia membengkok ke arah membran yang
paling tinggi, meregangkan tip links tersebut. Peregangan tersebut akan membuka kanal
kation.

K+ lebih banyak ditemukan di endolimfe daripada yang ditemukan di dalam sel.


Beberapa kanal kation memang sudah terbuka dalam keadaan istirahat yang memungkinkan
K+ mengalir. Semakin banyak kanal yang terbuka, lebih banyak K+ yang memasuki sel
rambut. Tambahan K+ ini akan mendepolarisasi sel rambut. Sebaliknya, saat membran
basilaris turun, terjadilah hiperpolarisasi karena makin banyak K+ yang tidak bisa masuk sel.

18
A. Definisi OMSK
Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis di mukoperiosteum
telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah
menetap atau berulang lebih dari 12 minggu dan biasanya diikuti oleh penurunan
pendengaran dalam beberapa tingkatan. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau
berupa nanah.

Tipe klinik OMSK dibagi atas dua, yaitu tipe tubotimpanal (tipe rinogen, tipe
sekunder, OMSK tipe jinak) dan tipe atikoantral (tipe primer, tipe mastoid, OMSK tipe
ganas). OMSK tipe ganas ini dapat menimbulkan komplikasi ke dalam tulang temporal dan
ke intrakranial yang dapat berakibat fatal.

B. Epidemiologi

OMSK adalah salah satu penyebab gangguan telinga pada berbagai negara, terutama
berkembang. Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosio-ekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada
orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit hitam di
Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul
oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah
minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status
kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya
prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang.

Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi
penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia akibat OMSK
melibatkan 65330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya (39200 juta)
menderita kurang pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK di
Indonesia adalah 3,8% atau diperkirakan sekitar 6,6 juta penduduk Indonesia dan pasien
OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di
Indonesia.

C. Etiologi

Terjadinya OMSK disebabkan oleh keadaan mukosa telinga tengah yang tidak normal
atau tidak kembali normal setelah proses peradangan akut telinga tengah, keadaan tuba

19
Eustachius yang tertutup dan adanya penyakit telinga pada waktu bayi. Terjadinya OMSK
hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa.
Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis),
mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Proses infeksi ini sering disebabkan oleh
campuran mikroorganisme aerobik dan anaerobik yang multiresisten terhadap standar yang
ada saat ini. Kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK ialah Pseudomonas
aeruginosa sekitar 50%, Proteus sp. 20% dan Staphylococcus aureus 25%. Fungsi tuba
Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak.

Beberapa penyebab OMSK antara lain :


1. Lingkungan
2. Genetik
3. Otitis media sebelumnya.
4. Infeksi
5. Infeksi saluran nafas atas
6. Autoimun
7. Alergi
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada OMSK:
1. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi
sekret telinga purulen berlanjut.
2. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada
perforasi.
3. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme
migrasi epitel.
4. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat
diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan
dari perforasi.

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis
majemuk, antara lain :
1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.
2. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.
3. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total
4. Perforasi membran timpani yang menetap.

20
5. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada telinga
tengah.
6. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid.
7. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.
8. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan
mekanisme pertahanan tubuh.

D. Patogenesis

Patogensis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini merupakan
stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk diikuti
dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Perforasi sekunder pada OMA dapat terjadi
kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga tengah misal perforasi kering. Beberapa penulis
menyatakan keadaan ini sebagai keadaan inaktif dari otitis media kronis. OMA dengan
perforasi membran timpani menjadi OMSK apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan.
Sumbatan Tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama terjadinya OMA.

Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan akan
membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan
udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang
belum sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang
datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah
menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan OMA daripada dewasa.

Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui
tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah.

Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah
yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel
lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah
permeabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah.

Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan
mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel
peradangan pada telinga tengah. Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa
berubah bentuk dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified

21
respiratory epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel
respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak
serta pembuluh darah. Kondisi ini menyebabkan peningkatan pengeluaran sekret. Perforasi
membran timpani terjadinya nekrosis jaringan akibat toxin nekrotik yang dikeluarkan oleh
bakteri. Penyembuhan OMA ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan dan kembali ke
bentuk lapisan epitel sederhana, membran timpani yang berangsur normal dan kemudian
menutup serta sekret yang tidak ada lagi. Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih
dari 2 bulan maka keadaan ini disebut Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK).

E. Klasifikasi OMSK

OMSK dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu:

1. Tipe Benigna (tanpa kolesteatoma)


Tipe jinak (benigna) disebut juga sebagai tipe tubotimpanal dengan perforasi yang letaknya
sentral. Biasanya tipe ini didahului dengan gangguan fungsi tuba yang menyebabkan kelainan
di kavum timpani. Tipe ini disebut juga dengan tipe mukosa karena proses peradangannya
biasanya hanya pada mukosa telinga tengah, tidak mengenai tulang, dan disebut juga tipe
aman karena tidak menimbulkan komplikasi yang berbahaya.

Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:


1.1. Penyakit aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan
infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman masuk
melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen.

1.2. Penyakit tidak aktif


Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga
tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang
dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga.

2. Tipe Maligna (dengan kolesteatoma)


Beberapa nama lain digunakan untuk tipe ini OMSK tipe maligna karena menyebabkan erosi
tulang, tipe bahaya ataupun sering disebut sebagai chronic supurative otitis media with
cholesteatoma. Perforasi membran timpani yang terjadi pada tipe ini biasanya perforasi yang
marginal yang dihasilkan dari suatu kantong retraksi dan muncul di pars plasida, merupakan
perforasi yang menyebabkan tidak ada sisa pinggir membran timpani (annulus timpanikus).

22
Oleh sebab itu dinding bagian tulang dari liang telinga luar, atik, antrum, dan sel-sel mastoid
dapat terlibat dalam proses inflamasi sehingga tipe ini disebut penyakit atikoantral.

Kolesteatoma pada OMSK tipe atikoantral adalah suatu kantong retraksi yang dibatasi oleh
epitel sel skuamosa yang diisi dengan debris keratin yang muncul dalam ruang yang
berpneumatisasi dari tulang temporal. Kolesteatoma mempunyai kemampuan untuk tumbuh,
mendestruksi tulang, dan menyebabkan infeksi kronik sehingga suatu otitis media kronik
dengan kolesteatoma sering dikatakan sebagai penyakit yang tidak aman dan secara umum
memerlukan penatalaksanaan bedah.

F. Gejala Klinik OMSK


Gejala Klinis yang sering ditemukan pada pasien dengan OMSK adalah sebagai berikut :
1. Telinga Berair (Otorrhoe)
Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada OMSK tipe jinak,
cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi
mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret
biasanya hilang timbul. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adanya sekret telinga.
Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena
rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan
adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang
mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan
tuberkulosis.

2. Gangguan Pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya
ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan
mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya
didapat tuli konduktif berat.

3. Otalgia (Nyeri Telinga)


Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terjadinya eksaserbasi akut, atau
terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat
hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman
pembentukan abses otak. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti
Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.

23
4. Vertigo

Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya labirinitis atu fistel labirin
akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan
tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif. Keluhan vertigo dapat
terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih
mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan
meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.

5. Nistagmus Spontan

Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna:


1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

G. Diagnosis OMSK

Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:

1. Anamnesis
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali
datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling sering dijumpai
adalah telinga berair, adanya sekret di liang telinga yang pada tipe tubotimpanal sekretnya
lebih banyak dan seperti berbenang (mukous), tidak berbau busuk dan intermiten, sedangkan
pada tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan
jaringan granulasi atau polip, maka sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya
penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.

2. Pemeriksaan Fisik
Kanalis akustikus eksternus : peradangan / krusta
Otoskopi : otorrhea yang berbau, membran timpani perforasi, jaringan granulasi, polip
ataupun kolesteatom
Karakter otorrhea :
Mukoid, tidak berbau : penyakit mukosa telinga tengah / gangguan fungsi tuba
eustakhius

24
purulen : infeksi
purulen berbau : nekrosis jaringan (kolesteatom / keganasan)

Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi dapat
dinilai kondisi mukosa telinga tengah.

Jenis-Jenis Perforasi pada OMSK


1) Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior,
kadang-kadang sub total.

2) Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus.
Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada
pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.

3) Perforasi atik
Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma.

25
Perforasi atik

3. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran tulang dan
udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk menentukan
gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai speech reception threshold
pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran.

Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat
pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak
perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas.

Derajat ketulian nilai ambang pendengaran :


- Normal : -10 dB sampai 26 dB
- Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
- Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
- Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
- Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
- Tuli total : lebih dari 90 dB.

Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu :


1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB
2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 30-50 dB
apabila disertai perforasi.
3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh
menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan hantaran
tulang, menunjukan kerusakan koklea parah.

26
4. Bakteriologi dan Mikrobiologi Sekret Telinga
Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus
aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus pneumonie, H. influensa,
dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid,
Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp.

1.) Bakteri spesifik


Misalnya Tuberkulosis. Dimana Otitis tuberkulosa sangat jarang (kurang dari 1%
menurut Shambaugh). Pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh infeksi paru yang
lanjut. Infeksi ini masuk ke telinga tengah melalui tuba. Otitis media tuberkulosa
dapat terjadi pada anak yang relatif sehat sebagai akibat minum susu yang tidak
dipateurisasi.

2.) Bakteri non spesifik baik aerob dan anaerob.


Bakteri aerob yang sering dijumpai adalah Pseudomonas aeruginosa, stafilokokus
aureus dan Proteus sp. Antibiotik yang sensitif untuk Pseudomonas aeruginosa adalah
ceftazidime dan ciprofloksasin, dan resisten pada penisilin, sefalosporin dan makrolid.
Sedangkan Proteus mirabilis sensitif untuk antibiotik kecuali makrolid. Stafilokokus
aureus resisten terhadap sulfonamid dan trimethoprim dan sensitif untuk sefalosforin
generasi I dan gentamisin.

5. Pemeriksaan radiologi
Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schller berguna untuk menilai
kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif menunjukkan
anatomi tulang temporal dan kolesteatoma.
1. Proyeksi Schuller
Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini
berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan
tegmen.

27
2. Proyeksi Mayer atau Owen,
Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulang-tulang
pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah
mengenai struktur-struktur.
3. Proyeksi Stenver
Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas
memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis.
Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat
menunjukan adanya pembesaran akibat.

28
4. Proyeksi Chause III
Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan
kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat
menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom.

H. Penatalaksanaan
Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang
ulang.Secret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain
disebabkan oleh satu atau beberapa keadaan, yaitu :

1. Adanya perforasi membrane timpani yang permanen, sehingga telinga tengah


berhubungan dengan dunia luar
2. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal
3. Sudah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid
4. Gizi dan higiena yang kurang

Prinsip terapi OMSK tipe aman ialah konservatif atau dengan medikamentosa.Bila
secret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2
3% selama 3-5 hari. Setelah secret berkurang maka terapi dilanjutkan dengan memberikan
obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid .banyak ahli berpendaoat
bahwa semua obat tetes yang dijual di pasaran ini mengandung antibiotika yang bersifat
ototoksik. Oleh sebab itu penulis menganjurkan agar obat tetes telinga jangan diberikan
secara terus menerus lebih dari 1 atau 2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang.Secara
oral diberikan antibiotika dari golongan ampisilin atau eritromisin (bila pasien alergi terhadap

29
penisilin), sebelum hasil tes resistensi diterima.Pada infeksi yang dicurigai karena
penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam klavulanat.

Bila secret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan,
maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti.Operasi ini bertujuan untuk
menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membrane timpani yang perforasi,
mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta
memperbaiki pendengaran.

Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan secret tetap ada, atau terjadinya
infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga perlu
melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi dan tonsilektomi.

timpanoplasti

Prinsip terapi OMSK tipe bahaya ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi.Jadi bila
terdapat OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat ialah dengan melakukan mastoidektomi
dengan atau tanpa timpanoplasti.Terapi konservatif dengan medika mentosa hanyalah
merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan.Bila terdapat abses
subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum
mastoidektomi.

1. OMSK benign aktif


a. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (ear toilet)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang
baik bagi perkembangan mikroorganisme ( Fairbank, 1981).
Cara pembersihan liang telinga ( toilet telinga) :

30
i. Toilet telinga secara kering ( dry mopping). Telinga dibersihkan
dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri antibiotik
berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan diklinik atau dapat
juga dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat
dilakukan setiap hari sampai telinga kering.
ii. Toilet telinga secara basah ( syringing). Telinga disemprot dengan
cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian dengan kapas lidi
steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif
untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan
penyebaran infeksi ke bagian lain dan kemastoid ( Beasles, 1979).
Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan
reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk
antiseptik, misalnya asam boric dengan Iodine.
iii. Toilet telinga dengan pengisapan ( suction toilet) Pembersihan dengan
suction pada nanah, dengan bantuan mikroskopis operasi adalah
metode yang paling populer saat ini. Kemudian dilakukan
pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan polipoid sehingga
sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik
dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang koperatif cara ini
dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anakanak diperlukan anastesi.

Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai sasarannya bila


dilakukan dengan displacement methode seperti yang dianjurkan oleh
Mawson dan Ludmann.

b. Pemberian antibiotika
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :
i. Polimiksin B atau polimiksin E Obat ini bersifat bakterisid terhadap
kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli Klebeilla, Enterobakter,
tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus, B. fragilis Toksik
terhadap ginjal dan susunan saraf.
ii. Neomisin Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif,
misalnya : Stafilokokus aureus, Proteus sp. Resisten pada semua
anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan telinga.

31
iii. Kloramfenikol Obat ini bersifat bakterisid terhadap : Stafilokokus,
koagulase positif, 99% Stafilokokus, koagulase positif, 95%
Stafilokokus group A, 100% E. Koli, 96% Proteus sp, 60% Proteus
mirabilis, 90% Klebsiella, 92% Enterobakter, 93% Pseudomonas, 5%

Dari penelitian terhadap 50 penderita OMSK yang diberi obat tetes


telinga dengan ofloksasin dimana didapat 88,96% sembuh, membaik 8,69%
dan tidak ada perbaikan 4,53%

2. OMSK Maligna
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi.Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum
dilakukan pembedahan.Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya
dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada
OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :
a. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan
konservatif tidak sembuh.Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan
ruang mastoid dari jaringan patologik.Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan
telinga tidak berair lagi.Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
b. Mastoidektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK bahaya dengan infeksi atau
kolesteatoma yang sudah meluas.
Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari
semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga
tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi
tersebut menjadi 1 ruangan. Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua
jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intracranial.
Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur
hidupnya. Pasien harus datang dengan teratur untuk control supaya tidak terjadi
infeksi kembali. Pendengaran berkurang sekali, sehingga dapat menghambat
pendidikan atau karier pasien.
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada
rongga operasi serta membuat meatoplasti yang lebar, sehingga rongga operasi

32
kering permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus liang telinga luar
menjadi lebar.
c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma di daerah
atikapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan
dan dinding posterior liang telinga direndahkan.
Tujuan operasi ialah untuk membuang semua jaringan patologik dari
rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.
d. Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal
juga dengan nama timpanoplasti tipe I. rekonstruksi hanya dilakukan pada
membrane timpani.
Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga
tengah pada OMSK tipe aman dengan perforasi yang menetap.
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang sudah tenang
dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membrane
timpani.
e. Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang
lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenangkan dengan
pengobatan medika mentosa.Tujuan operasi ini ialah untuk menyembuhkan
penyakit serta memperbaiki pendengaran.
Pada operasi ini selain rekonstruksi membrane timpani sering kali
harus dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran.Berdasarkan bentuk
rekonstruksi tulang pendengaran yang dilakukan maka dikenal istilah
timpanoplasti tipe II, III, IV, dan V.
Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi
kavum timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan
jaringan patologis.Tidak jarang pula operasi ini terpaksa dilakukan 2 tahap
dengan jarak waktu 6-12 bulan.

f. Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined Approach Tympanoplasty)

33
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan
pada kasus OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe aman dengan jaringan
granulasi yang luas.
Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran
tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal ( tanpa meruntuhkan dinding posterior
liang telinga).
Membersihkan kolesteatoma dan jaringan granulasi di kavum timpani, dikerjakan
melalui 2 jalan (combined approach) yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid
dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe bahaya
belum disepakati oleh para ahli, oleh karena sering terjadi kambuhnya kolesteatoma
kembali.

I. Komplikasi

Otitis media supuratif, baik yang akut atau kronis mempunyai potensi untuk menjadi
serius dan menyebabkan kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung
pada kelainan patologik yang menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme yang
resisten dan kurang efektifnya pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. biasanya
komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau
suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat
menyebabkan komplikasi.

Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar pertahanan telinga tengah yang normal
dilewati, sehingga infeksi dapat menjalar ke struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama
adalah mukosa kavum timpani, yang mampu melokalisasi infeksi. Sawar kedua adalah
dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Dinding pertahanan ketiga adalah jaringan
granulasi.

Penyebaran secara hematogen dapat diketahui dengan adanya :


1. Komplikasi terjadi pada awal infeksi atau eksaserbasi akut
2. Gejala prodromal tidak jelas
3. Pada operasi, didapatkan dinding tulang teling tengah utuh, dan tulang serta lapisan
muko periosteal meradang dan mudah berdarah

Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui bila :


1. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit

34
2. Gejala prodromal mendahului gejala infeksi
3. Pada operasi ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara fokus supurasi dengan
struktur sekitarnya

Penyebaran melalui jalan yang sudah ada dapat diketahui bila :


1. Komplikasi terjadi pada awal penyakit
2. Serangan labirinitis atau meningitis berulang, mungkin juga dapat ditemukan fraktur
tengkorak, riwayat operasi tulang, atau riwayat otitis media yang sudah sembuh
3. Pada operasi ditemukan jalan penjalaran sawar tulang yang bukan karena erosi

Bila dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi gejala, seperti


otorea terus terjadi, dan pada pemeriksaan otoskopik tidak menunjukkan berkurangnya reaksi
inflamasi dan pengumpulan cairan, maka harus diwaspadai kemungkinan terjadinya
komplikasi. Pada stadium akut, yang dapat merupakan tanda bahaya antara lain; naiknya suhu
tubuh, nyeri kepala, atau adanya malaise, drowsiness, somnolen, atau gelisah. Dapat juga
timbulnya nyeri kepala di bagian parietal atau oksipital, dan adanya mual, muntah proyektil,
serita kenaikan suhu badan yang menetap selama terapi, merupakan tanda komplikasi
intrakranial. Pada OMSK, tanda penyebaran penyakit dapat terjadi setelah sekret berhenti,
karena menandakan adanya sekret purulen yang terbendung.

Pencitraan yang lebih akurat adalah pemeriksaan CT Scan, dimana dapat terlihat erosi
tulang yang merupakan tanda nyata komplikasi dan memerlukan tindakan operasi segera. CT
Scan juga berguna untuk menentukan letak anatomi lesi.

Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari
OMSK berhubungan dengan kolesteatom.

Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam
lintasan :
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
2. Menembus selaput otak.
3. Masuk ke jaringan otak.

Insidensi terjadinya komplikasi dari otitis media kronik dan kolesteatoma sudah
menurun sejak semakin banyaknya antibiotik pada awal abad ke 20. Bagaimanapun,
komplikasi ini dapat terus terjadi, dan bisa berakibat fatal apabila tidak diidentifikasi dan

35
diterapi secara tepat. Terapi dari komplikasi otitis media kronik tidak sama dengan
penanganan terhadap otitis media akut, karena biasanya memerlukan tindakan intervensi
bedah.

Otitis media kronik (OMK) dikenal sebagai infeksi atau inflamasi persisten dari
telinga tengah dan mastoid. Kondisi ini melibatkan perforasi dari membran timpani, dengan
adanya cairan yang keluar dari telinga (otorrhea) secara intermiten atau terus-menerus.
Dengan terjadinya otomastoiditis kronis dan disfungsi dari tuba eustachius yang persisten,
membran timpani melemah, yang meningkatkan kemungkinan atelektasis telinga atau
pembentukan kolesteatoma.

Kedekatan dari telinga tengah dan mastoid ke intratemporal dan intrakranial


meningkatkan risiko infeksi terjadinya komplikasi dari struktur kompartemen yang berlokasi
di sekitar daerah itu. Otitis media akut (OMA) dan komplikasinya leboh sering terjadi pada
anak kecil, sedangkan komplikasi sekunder untuk otitis media kronis dengan atau tanpa
klesteatoma lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua dan dewasa.

Komplikasi dari OMA dan OMK dikenal dengan menggunakan sistem klasifikasi
yang dibagi menjadi komplikasi intracranial dan extracranial. Komplikasi extracranial dibagi
lagi menjadi komplikasi extratemporal dan intratemporal. Pengembangan dan penggunaan
antibiotik yang tepat dapat menurunkan komplikasi yang merugikan. Namun, komplikasi
dapat terus terjadi, dan kewaspadaan klinis diperlukan untuk deteksi dini dan pengobatan.
Selanjutnya, dengan terus berkembangnya patogen yang multi drug resistant, komplikasi ini
mungkin menjadi lebih sering terjadi karena antibiotik yang ada saat ini menjadi kurang
efektif.

I. Komplikasi Extracranial
Abses Subperiosteal
Abses subperiosteal adalah komplikasi extracranial dari OMK yang paling sering
terjadi. Abses ini terjadi di korteks mastoid ketika proses infeksi dalam sel-sel udara mastoid
meluas ke ruang subperiosteal. Perluasan ini paling sering terjadi sebagai akibat dari erosi
korteks sekunder menjadi mastoiditis akut atau coalescent, tetapi juga dapat terjadi sebagai
akibat dari perluasan vaskular sekunder menjadi phlebitis dari vena mastoid. Abses
subperiosteal terlihat lebih sering pada anak-anak muda dengan OMA, tetapi juga ditemukan
pada otitis kronis dengan dan tanpa cholesteatoma. Cholesteatoma dapat menghalangi aditus

36
ad antrum, mencegah terhubungnya dari isi dari mastoid yang terinfeksi dengan ruang telinga
tengah dan tuba eustachius. Obstruksi ini meningkatkan kemungkinan dekompresi yang
infeksius sampai korteks mastoid, menyajikan klinis sebagai abses subperiosteal atau abses
Bezold.
Diagnosis
Seringkali, diagnosis abses subperiosteal dibuat atas dasar klinis. Umumnya, pasien
akan datang dengan gejala sistemik, termasuk demam dan malaise, bersama dengan tanda-
tanda lokal, termasuk daun telinga yang menonjol ke arah lateral dan inferior, dan juga
terdapat daerah yang fluktuatif, eritematosa, dan nyeri di belakang telinga. Bila diagnosis
tidak pasti pada evaluasi klinis, CT scan kontras dapat menunjukkan abses dan mungkin
defek kortikal pada mastoid. Sebuah kasus dapat dibuat untuk CT scan kontras dari tulang
temporal pada semua pasien dengan gejala-gejala ini, untuk membantu dalam perencanaan
terapi dan untuk menyingkirkan kemungkinan komplikasi lainnya. Mastoiditis tanpa abses,
limfadenopati, abses superfisial, dan kista sebasea terinfeksi adalah kemungkinan lain yang
harus disingkirkan.

Abses Bezold
Abses Bezold adalah abses cervical yang berkembang mirip dengan abses
subperiosteal secara patologi. Dengan adanya mastoiditis coalescent, jika korteks mastoid
terkena pada ujungnya, sebagai lawan dari korteks lateral, abses akan berkembang di leher,
dalam sampai sternokleidomastoid. Abses ini dideskripsikan sebagai massa yang dalam dan
lembut pada leher. Karena abses berkembang dari sel-sel udara di ujung mastoid, ini
ditemukan pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa, di mana pneumatisasi dari
mastoid telah diperpanjang sampai ke ujung. Sebagian besar dari abses ini adalah hasil dari
ekstensi langsung melalui korteks, selain itu adalah dari transmisi melalui korteks utuh
dengan cara phlebitis vena mastoid. Meskipun abses Bezold adalah komplikasi dari OMA
dengan mastoiditis yang lebih sering terjadi pada anak-anak, abses ini juga dikenal sebagai
komplikasi dari OMK dengan cholesteatoma.

Diagnosis
CT scan kontras dari leher dan mastoid dianjurkan untuk membuat diagnosis dari
abses Bezold. Presentasi dari pembesaran massa yang dalam dan lembut di leher harus
dibedakan dari inflamasi limfadenopati leher, yang sulit atas dasar klinis saja. CT scan abses
Bezold yang menunjukkan abses melingkar yang meningkat dengan peradangan di
37
sekitarnya, dapat menunjukkan dehiscence tulang di ujung mastoid, dan dapat membantu
dalam perencanaan operasi.

IX. Komplikasi Intratemporal


Labirinitis
Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin, disebut labirinitis umum (general),
dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf berat, sedangkan labirinitis yang terbatas (labirinitis
sirkumskripta) menyebabkan terjadinya vertigo saja atau tuli saraf saja.

Labirinitis terjadi oleh karena penyebaran infeksi ke ruang perilimfa. Terdapat dua
bentuk labirinitis, yaitu labirinitis serosa dan labirinitis supuratif. Labirinitis serosa dapat
berbentuk labirinitis serosa difus dan labirinitis serosa sirkumskripta. Labirinitis supuratif
dibagi dalam bentuk labirinitis supuratif akut difus dan labirinitis supuratif kronik difus.

Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin, disebut labirinitis umum (general),
dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf berat, sedangkan labirinitis yang terbatas (labirinitis
sirkumskripta) menyebabkan terjadinya vertigo saja atau tuli saraf saja.

Labirinitis terjadi oleh karena penyebaran infeksi ke ruang perilimfa. Terdapat dua
bentuk labirinitis, yaitu labirinitis serosa dan labirinitis supuratif. Labirinitis serosa dapat
berbentuk labirinitis serosa difus dan labirinitis serosa sirkumskripta. Labirinitis supuratif
dibagi dalam bentuk labirinitis supuratif akut difus dan labirinitis supuratif kronik difus.

Pada labirinitis serosa toksin menyebabkan disfungsi labirin tanpa invasi sel radang,
sedangkan pada labirinitis supuratif, sel radang menginvasi labirin, sehingga terjadi
kerusakan yang ireversibel, seperti fibrosis dan osifikasi.

Pada kedua bentuk labirinitis itu operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan
infeksi dari telinga tengah. Kadang-kadang juga diperlukan drainase nanah dari labirin untuk
mencegah terjadinya meningitis. Pemberian antibiotika yang adekuat terutama ditujukan
kepada pengobatan otitis media kronik dengan atau tanpa kolesteatoma.

Gejala
Terjadi tuli total di sisi yang sakit. Vertigo ringan dan nistagmus spontan biasanya ke
arah telinga yang sehat dapat menetap sampai beberapa bulan atau sampai sisa labirin yang

38
berfungsi dapat mengkompensasinya. Tes kalori tidak menimbulkan respon di sisi yang sakit
dan tes fistula pun negatif, walaupun terdapat fistula.

Kolesteatoma
Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi jaringan epitel
(keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma bertambah
besar. Seringkali kolesteatoma dihubungkan dengan kehilangan pendengaran dan infeksi
pada telinga yang menghasilkan cairan pada telinga. Tetapi dapat juga tanpa gejala.

Istilah kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johannes Muller pada tahun 1838
karena disangka kolesteatoma merupakan suatu tumor, ternyata bukan. Beberapa istilah lain
yang diperkenalkan oleh para ahli antara lain adalah: keratoma (Schucknecht), squamous
epiteliosis (Birrel, 1958), kolesteatosis (Birrel. 1958), epidermoid kolesteatoma (Friedman,
1959), kista dermoid (Fertillo, 1970), epidermosis (Sumarkin, 1988).

1.) Kolesteatom Kongenital


Kolesteatoma kongenital terjadi karena perkembangan dari proses inklusi pada
embrional atau dari sel-sel epitel embrional. Karena itu kolesteatoma ditemui di belakang
dari membran tympani yang intak, tanpa berlanjut ke saluran telinga luar dengan tidak adanya
faktor-faktor yang lain seperti perforasi dari membran tympani, atau adanya riwayat infeksi
pada telinga.
Berdasarkan teori klasik oleh Derlacki dan Clemis (1965), kolesteatoma kongenital
terjadi pada di belakang membran tympani yang intak, tanpa riwayat infeksi sebelumnya.

Namun definisi ini telah berubah setelah diketajui bahwa hampir 70% anak akan
mengalami sekurang-kurangnya satu kali episode otitis media.4Oleh karena itu Levenson, dkk
(1989) membuat modifikasi definisi kolesteatoma kongenita (Tabel 1)

Tabel 1. Kriteria Kolesteatoma Kongenital Telinga Tengah


1. Terdapatnya masa putih pada membran tympani yang normal
2. Pars tensa dan flaccida yang normal
3. Tidak adanya riwayat otorrhea ataupun perforasi sebelumnya
4. Tidak ada riwayat prosedut otologi sebelumnya
5. Riwayat otitis media sebelumnya bukan merupakan kriteria eksklusi

39
Tipikal kolesteatom kongenital ditemukan pada bagian anterior mesotympanum atau
pada area sekitar tuba eustachius, dan sering terjadi pada awal kanak-kanak (6 bulan sampai 5
tahun). Penelitian Levenson menunjukkan bahwa rata-rata usia terjadinya kolesteatoma
kongenital adalah 4,5 tahun dengan perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan
3:1. Dua pertiga kasus terjadi pada kuadran anteroposterior membran tympani.

Etiologi dan patogenesis kolesteatoma belum diketahui dengan jelas. Dua teori yang
sering digunakan adalah kegagalan involusi penebalan epitel ektodermal yang terjadi pada
masa perkembangan fetus pada bagian proksimal ganglion genikulatum, serta teori terjadinya
metaplasi mukosa telinga tengah.

2) Kolesteatom Aquisita
Kolesteatoma aquisita dibagi menjadi dua, yaitu primer dan sekunder. Faktor
terpenting dari kolesteatoma aquisita, baik primer maupun sekunder, adalah epitel skuamous
keratinisasi tumbuh melewati batas normal. Kolesteatoma aquisita primer merupakan
manifestasi dari perkembangan membran tympani yang retraksi. Kolesteatoma aquisita
sekunder sebagai konsekuensi langsung dari trauma pada membrane tympani.

Jika terjadi disfungsi tuba Eustachius, maka terjadilah keadaan vakum pada telinga
tengah. Sehingga pars flaccida membrana tympani tertarik dari terbentuklah kantong
(retraction pocket). Jika kantong retraksi ini terbentuk maka terjadi perubahan abnormal pola
migrasi epitel tympani, menyebabkan akumulasi keratin pada kantong tersebut. Akumulasi
ini semakin lama semakin banyak dan kantong retraksi bertambah besar ke arah
medial. Destruksi tulang-tulang pendengaran sering terjadi pada kasus ini. Pembesaran
dapat berjalan semakin ke posterior mencapai aditus ad antrum menyebar ke tulang mastoid,
erosi tegmen mastoid ke durameter dan atau ke lateral kanalis semisirkularis yang dapat
menyebabkan ketulian dan vertigo.

Patogenesis kolesteatoma aquisita sekunder diterangkan dengan beberapa teori, yaitu:


teori implantasi, teori metaplasi, dan teori invasi epitelial. Menurut teori implantasi, epitel
skuamous terimplantasi ke telinga tengah sebagai akibat pembedahan, adanya benda asing,
atau trauma.

Berasarkan teori metaplasia, epitel terdeskuamasi diubah menjadi epitel skuamosa


stratified keratinisasi akibat terjadinya otitis media akut berulang ataupun kronis. Sedangkan
mekanisme menurut teori invasi epitel adalah bahwa kapanpun terjadi perforasi pada

40
mambran tympani, epitel squamous akan bermigrasi melewati tepi perforasi dan bejalan ke
medial sejajar dengan permukaan bawah gendang telinga merusak epitel kolumnar yang ada.

Telah diyakini bahwa proses ini disebabkan infeksi kronik yang terus berlangsung
dalam cavum tympani. Pertumbuhan papiler ke dalam yang menyebabkan perkembangan
kolesteoma bermula pada pars flaccida. Reaksi peradangan pada ruang Prussack (Prussacks
space), yang biasanya disebabkan ventilasi yang buruk pada daerah ini dapa menyebabkan
perusakan membran basal menyebabkan pertumbuhan dan proliferasi tangkai sel epitel ke
dalam.

Sekali kantong atau kista epitel skuamosa terbentuk dalam rongga telinga tengah,
terbentuk lapisan-lapisan deskuamasi epitel dengan kristal kolestrin mengisi
kantong. Matriks epitel yang mengelilinginya meluas ke ruang-ruang yang ada di ruang atik,
telinga tengah dan mastoid. Perluasan proses ini diikuti kerusakkan tulang dinding atik,
rantai osikular, dan septa mastoid untuk memberi tempat bagi kolesteatom yang bertambah
besar.

Dulu dianggap bahwa tekanan yang terjadi karena kolesteatom yang membesar
menyebabkan destruksi tulang. Kini terbukti bahwa erosi tulang disebabkan karena adanya
enzim osteolitik atau kolagenase yang disekresi oleh jaringan ikat subepitel. Proses
osteogenesis ini disertai osteogenesis dalam mastoid dengan adanya sklerosis. Infeksi pada
kolesteatoma bukan hanya menyebabkan sklerosis mastoid yang cepat tetapi juga
peningkatan proses osteolitik.

Fistula Labirin
Fistula labirin terus menjadi salah satu komplikasi yang paling umum dari otitis
kronis dengan cholesteatoma, dan telah dilaporkan terjadi pada sekitar 7% dari kasus.
Beberapa keadaan ini lebih mengganggu ahli bedah otologic daripada terdapatnya sebuah
labirin terbuka yang ditemukan pada saat operasi cholesteatoma. Risiko kehilangan
pendengaran sensorineural yang signifikan sebagai akibat manipulasi bedah membuat labirin
terbuka dan pengelolaannya menjadi topik yang sangat kontroversial.

Karena lokasinya di dekat antrum, kanalis semisirkularis horizontal adalah bagian


yang paling sering terlibat dari labirin, dan menyumbang sekitar 90% dari fistula ini.

41
Meskipun kanal horisontal biasanya terlibat, fistula dapat terjadi di kanal posterior dan
superior, dan di koklea itu sendiri. Fistula koklea dikaitkan dengan insidensi terjadinya
gangguan pendengaran yang jauh lebih tinggi ditemui dibandingkan dengan labirin fistula.

Erosi tulang dari kapsul otic dapat terjadi melalui dua proses yang berbeda. Dengan
terdapatnya cholesteatoma, mediator diaktifkan dari matriks, atau tekanan dari cholesteatoma
itu sendiri, dapat menyebabkan osteolisis dan membuka labirin. Namun, fistula labirin dapat
terjadi dari resorpsi kapsul otic karena mediator inflamasi bila tidak ada cholesteatoma, yang
biasanya terjadi pada OMK dengan granulasi.

Salah satu alasan kontroversi dalam membahas fistula ini adalah kurangnya sistem
pembagian stadium yang dapat diterima. Beberapa sistem telah diusulkan. Sistem
diperkenalkan oleh Dornhoffer dan Milewski, sistem ini berkaitan dengan keterlibatan labirin
yang mendasarinya. Fistula dengan erosi tulang dan endosteum utuh diklasifikasikan sebagai
stadium I fistula. Jika endosteum ini terkena, namun ruang perilymphatic tidak, fistula ini
diklasifikasikan sebagai stadium II a. Ketika perilymph ini terkena oleh penyakit atau sengaja
disedot, fistula dikategorikan sebagai stadium II b. Stadium III menunjukkan bahwa labirin
membran dan endolymph telah terganggu oleh penyakit atau intervensi bedah.

Diagnosis
Pasien yang memiliki erosi yang signifikan dari labirin klasik ini datang dengan
vertigo subjektif dan tes fistula yang positif pada pemeriksaan. Sayangnya, gambaran klasik
tidak sensitif dalam identifikasi preoperatif fistula. Vertigo periodik atau disekuilibrium yang
signifikan ditemukan pada 62% sampai 64% dari pasien yang memiliki fistula sebelum
operasi. Tes fistula positif dalam 32% sampai 50% dari pasien yang ditemukan memiliki
fistula selama eksplorasi bedah. Meskipun kehilangan pendengaran sensorineural ditemukan
di sebagian besar pasien (68%), itu bukan indikator yang sensitif untuk fistula. Meskipun
adanya gangguan pendengaran sensorineural, vertigo, atau tes fistula positif pada pasien yang
memiliki cholesteatoma harus meningkatkan kecurigaan untuk fistula, tidak adanya tanda-
tanda tadi tidak menjamin labirin tulang utuh. Hal ini sebagai alasan bahwa pendekatan bedah
yang bijaksana adalah dengan mengasumsikan adanya fistula di setiap kasus cholesteatoma,
untuk mencegah komplikasi yang tak terduga.

Walaupun pencitraan universal untuk semua pasien yang memiliki cholesteatoma


belum standar, tinjauan literatur menunjukkan bahwa penggunaan pencitraan CT pra operasi

42
meningkat. Karena ketidakmampuan untuk secara akurat mendiagnosis fistula preoperatif
atas dasar klinis, peningkatan dalam pencitraan merupakan upaya untuk meningkatkan
deteksi suatu labirin, nervus facialis, atau dura yang terkena, untuk membantu dalam
perencanaan operasi. Sayangnya, kemampuan untuk mendeteksi fistula secara akurat pada
CT pra operasi telah dilaporkan sebagai 57% sampai 60%. Dalam laporan saat ini CT scan
tidak lebih sensitif daripada anamnesis dan pemeriksaan fisik dalam mendeteksi fistula
labirin. Diagnosis definitif untuk fistula hanya dibuat intraoperatif, yang menegaskan kembali
kebutuhan untuk menangani semua kasus cholesteatoma dengan hati-hati.

Mastoiditis Coalescent
Mastoiditis adalah spektrum penyakit yang harus didefinisikan dengan tepat untuk
diterapi secara memadai. Mastoiditis, didefinisikan sebagai penebalan mukosa atau efusi
mastoid, adalah umum dalam suatu otitis akut atau kronis, dan dilihat secara rutin pada CT
scan. Mastoiditis secara klinis menyajikan postauricular eritema, nyeri, dan edema, dengan
daun telinga ke arah posterior dan inferior. Pemeriksaan lebih lanjut diindikasikan untuk
menentukan pengobatan yang paling tepat.

Diagnosis
Dengan adanya mastoiditis klinis, CT scan harus dilakukan untuk mengevaluasi abses
subperiosteal atau mastoiditis coalescent. Mastoiditis Coalescent adalah proses akut, infeksi
tulang mastoid, dengan kehilangan karakteristik tulang trabekuler. Ini adalah komplikasi yang
jarang terjadi, dan terlihat biasanya pada anak-anak muda dengan OMA. Klasik, mastoiditis
coalescent digambarkan sebagai terjadi di mastoid yang terpneumatisasi pada OMA yang
tidak sempurna diobati, sedangkan otitis kronis dan cholesteatoma terjadi pada tulang
temporal sklerotik. Namun, sebanyak 25% dari kasus mastoiditis coalescent telah dilaporkan
terjadi pada tulang temporal sklerotik dengan OMK dan cholesteatoma.

Facial Paralysis
Otogenic yang menyebabkan kelumpuhan saraf wajah termasuk OMA, OMK tanpa
cholesteatoma, dan cholesteatoma. Yang pertama biasanya terjadi dengan saluran tuba pecah
dalam segmen timpani, yang memungkinkan kontak langsung mediator inflamasi dengan
saraf wajah itu sendiri. OMK dengan atau tanpa cholesteatoma dapat mengakibatkan
kelumpuhan wajah melalui keterlibatan saraf pecah, atau melalui erosi tulang. Kelumpuhan
wajah sekunder untuk OMA sering terjadi pada anak dengan paresis tidak lengkap yang
43
datang tiba-tiba dan biasanya singkat dengan pengobatan yang tepat. Di sisi lain, kelumpuhan
sekunder pada OMK atau cholesteatoma sering menyebabkan kelumpuhan wajah progresif
lambat dan memiliki prognosis yang lebih buruk.

Diagnosis
Diagnosis kelumpuhan wajah otogenic dibuat atas dasar klinis. Paresis atau
kelumpuhan wajah pada OMA, OMK, atau cholesteatoma bukanlah diagnosis yang sulit
untuk dibuat hanya dengan pemeriksaan sendiri. Peran diagnostik pencitraan CT
dipertanyakan. Meskipun CT scan tidak diperlukan, dapat berguna dalam perencanaan terapi
dan konseling pasien. Ketika cholesteatoma melibatkan saluran tuba, juga dapat mengikis
struktur seperti labirin atau tegmen. Selanjutnya, tingkat erosi tulang dari kanal tuba dan
derajat keterlibatannya lebih dapat dinilai pada CT.

X. Komplikasi Intracranial
Meningitis
Meningitis adalah komplikasi intrakranial yang paling umum dari OMK, dan OMA
adalah penyebab sekunder yang paling umum dari meningitis. Dalam seri terbaru komplikasi
OMK, meningitis terjadi pada sekitar 0,1% dari subyek. Meskipun ini tetap merupaka
komplikasi yang signifikan, tingkat kematian akibat meningitis otitic telah menurun secara
signifikan, dari 35% di era preantibiotic sampai 5% di era postantibiotic. Meningitis dapat
muncul dari tiga rute otogenic yang berbeda: penyebaran hematogen dari meninges dan ruang
subarachnoid, menyebar dari telinga tengah atau mastoid melalui saluran yang telah terjadi
(fisura Hyrtl), atau melalui erosi tulang dan penyuluhan langsung. Dari ketiga kemungkinan,
meningitis otogenic paling umum adalah hasil dari penyebaran hematogen.

Diagnosis
Diagnosis cepat meningitis bergantung pada pengenalan dari tanda-tanda peringatan
oleh dokter. Tanda-tanda bahwa harus meningkatkan kecurigaan komplikasi intrakranial
termasuk demam persisten atau intermiten, mual dan muntah; iritabilitas, letargi, atau sakit
kepala persisten. Tanda-tanda yang juga membantu diagnosis proses intrakranial meliputi
perubahan visual; kejang onset baru, kaku kuduk, ataksia, atau status mental menurun. Jika
ada tanda-tanda mencurigakan itu terjadi, pengobatan segera dan pemeriksaan lebih lanjut
sangat penting. Antibiotik spektrum luas, seperti sefalosporin generasi ketiga, harus diberikan
44
selama tes diagnostik sedang dilakukan. CT scan atau MRI kontras akan menunjukkan
peningkatan karateristik meningeal dan menyingkirkan komplikasi intrakranial tambahan
yang dikenal terjadi pada hingga 50% dari kasus ini. Dengan tidak adanya efek massa yang
signifikan pada pencitraan, pungsi lumbal harus dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis
dan memungkinkan untuk kultur dan tes sensitivitas.

Abses Otak
Abses otak adalah komplikasi intrakranial kedua yang paling umum dari otitis media
setelah meningitis, tetapi mungkin yang paling mematikan. Berbeda dengan meningitis, yang
lebih sering disebabkan oleh OMA, otak abses hampir selalu merupakan hasil dari OMK.
Lobus temporal dan otak kecil yang paling sering terkena dampaknya. Abses ini berkembang
sebagai hasil dari perpanjangan hematogen sekunder menjadi tromboflebitis di hampir semua
kasus, tetapi erosi tegmen dengan abses epidural dapat menyebabkan abses lobus temporal.
Hasil kultur dari abses ini biasanya steril, dan, bila positif, biasanya mengungkapkan flora
campur, namun Proteus yang lebih sering dikultur daripada patogen lain. Perkembangan
klinis yang terlihat pada pasien ini terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama digambarkan
sebagai tahap ensefalitis, dan termasuk gejala seperti flu yaitu gejala demam, kekakuan,
mual, perubahan status mental, sakit kepala, atau kejang. Tahap ini diikuti oleh laten, diam
atau di mana gejala akut mereda, namun kelelahan umum dan kelesuan bertahan. Tahap
ketiga dan terakhir menandai kembalinya gejala akut, termasuk sakit kepala parah, muntah,
demam, perubahan status mental, perubahan hemodinamik dan peningkatan tekanan
intrakranial. Tahap ketiga adalah disebabkan rongga abses yang pecah atau meluas.

Diagnosis
Seperti dengan meningitis, setiap gejala yang mungkin mengindikasikan keterlibatan
intrakranial membutuhkan tindakan cepat. Dengan adanya gejala ini, CT scan atau MRI
kontras harus dipesan sementara IV antimikroba terapi dimulai. Untuk abses otak, MRI lebih
unggul. Meskipun MRI memberikan detil yang lebih baik mengenai abses sendiri, CT scan
memberikan informasi berharga tentang erosi tulang mastoid, dan dapat membantu dalam
menentukan penyebab abses dan pilihan pengobatan yang paling tepat. Pencitraan itu sendiri
adalah diagnostik abses parenkim yang signifikan, dan evaluasi menyeluruh dari pencitraan
diperlukan untuk menyingkirkan komplikasi intrakranial secara bersamaan, atau bukti
tekanan intrakranial meningkat.

45
Trombosis Sinus Lateral
Sinus sigmoid atau trombosis sinus lateralis merupakan komplikasi yang terkenal dari
otitis media dimana tercatat 17% sampai 19% kasus dari komplikasi intrakranial. Kedekatan
dari telinga tengah dan sel udara mastoid ke sinus vena dural memudahkan mereka untuk
menjadi trombosis dan tromboflebitis sekunder terhadap infeksi dan peradangan di telinga
tengah dan mastoid. Keterlibatan sinus sigmoid atau lateral dapat hasil dari erosi tulang
sekunder untuk OMK dan cholesteatoma, dengan perpanjangan langsung dari proses menular
ke ruang perisinus, atau dari penyebaran ruang dari tromboflebitis vena mastoid. Setelah
sinus telah terlibat, dan trombus intramural berkembang, dapat menghasilkan sejumlah
komplikasi yang serius. Hidrosefalus Otitic dikenal untuk mempersulit sejumlah besar kasus
ini. Bekuan yang terinfeksi dapat menyebar ke arah proximal melibatkan pertemuan sinus
(torcular herophili) dan sinus sagital, menyebabkan hidrosefalus yang mengancam jiwa, atau
menyebar ke arah distal untuk melibatkan vena jugularis interna. Keterlibatan vena jugularis
interna meningkatkan risiko emboli paru septik.
Diagnosis
Presentasi klasik dari trombosis sinus sigmoid atau lateral adalah adanya demam
tinggi yang tajam dalam pola "picket fence", sering terlihat dengan sakit kepala dan malaise
umum. Seperti banyak komplikasi ini, tingkat kecurigaan yang tinggi diperlukan karena
demam spiking mungkin tumpul oleh penggunaan antibiotik bersamaan. Dengan adanya
demam tinggi spiking, atau kepedulian untuk tekanan intrakranial meningkat, CT scan harus
dikontraskan dilakukan untuk melihat tromboflebitis. Dinding sinus akan lebih cerah dengan
kontras dan menghasilkan tanda delta karakteristik yang berkaitan dengan trombosis sinus.
Dengan adanya trombosis sinus signifikan, sebuah Venogram resonansi magnetik MRI
dijamin, karena mereka dapat digunakan serial untuk mengevaluasi propagasi gumpalan atau
resolusi.

Abses Epidural
Adanya abses epidural sering dapat membahayakan dalam perkembangan. Abses ini
berkembang sebagai hasil dari penghancuran tulang dari cholesteatoma atau dari mastoiditis
coalescent. Tanda-tanda dan gejala tidak berbeda secara signifikan dari yang ditemukan
dalam OMK. Kadang-kadang, iritasi dural dapat mengakibatkan peningkatan otalgia atau
sakit kepala yang berfungsi sebagai tanda menyangkut di latar belakang OMK. Karena
komplikasi ini tidak begitu jelas dalam presentasi klinis, sehingga sering ditemukan secara
kebetulan pada saat operasi cholesteatoma atau CT scan untuk keperluan lain.

46
Diagnosis
Tidak seperti komplikasi intrakranial lainnya, tidak ada gejala yang sensitif atau
spesifik sugestif dari proses penyakit ini. Kecurigaan klinis yang tinggi diperlukan untuk
mendiagnosis abses epidural sebelum operasi. Kehadiran otalgia meningkat atau sakit kepala
sebaiknya meningkatkan kecurigaan untuk komplikasi intrakranial. CT scan atau MRI
kontras cukup untuk mendiagnosis abses ini. Bahkan dengan evaluasi yang cermat, diagnosis
ini sering dibuat pada saat operasi.

Otitic Hydrocephalus
Otitic hidrosefalus digambarkan sebagai tanda-tanda dan gejala menunjukkan
peningkatan tekanan intrakranial dengan LCS yang normal pada pungsi lumbal, yang dapat
hadir sebagai komplikasi dari OMA, OMK, atau operasi otologic. "Hidrosefalus Otitic"
sampai sekarang belum dipahami seluruhnya, begitu juga dari sisi patofisiologi Ini adalah
sebuah ironi karena kondisi ini dapat ditemukan tanpa otitis, dan pasien tidak memiliki
ventrikel yang melebar menunjukkan tanda hidrosefalus. Symonds, yang menciptakan istilah
otitic hidrosefalus, merasa bahwa kondisi ini dikembangkan dari infeksi sinus (transversal)
lateral, dengan perluasan thrombophlebitis ke pertemuan sinus untuk melibatkan sinus sagital
superior. Peradangan atau infeksi dari sinus sagital superior mencegah penyerapan LCS
melalui vili arachnoid, sehingga tekanan intrakranial meningkat. Hal ini biasanya terjadi
tromboflebitis menular sebagai akibat dari infeksi otologic, tetapi beberapa kasus juga
terdapat pada kasus tanpa operasi otologic atau otitis. Selanjutnya, meskipun trombosis sinus
lateral biasanya ditemukan pada hidrosefalus otitic, kasus telah dilaporkan tanpa trombosis
sinus dural.

Diagnosis
Diagnosis hidrosefalus otitic membutuhkan tingkat kecurigaan yang tinggi untuk
mengenali gejala sugestif. Gejala-gejala yang ditemukan pada pasien ini adalah akibat dari
tekanan intrakranial yang meningkat dan menyebar termasuk sakit kepala, mual, muntah,
perubahan visual, dan kelesuan. Kehadiran gejala ini memerlukan pemeriksaan menyeluruh
dan pencitraan. Pemeriksaan fundoscopic harus dilakukan untuk mengevaluasi papilledema
sebagai bukti tekanan intrakranial meningkat. MRI dan MRV harus dilakukan untuk
mengevaluasi untuk pembesaran ventrikel, atau komplikasi intrakranial yang lain, seperti
trombosis sinus yang signifikan dengan obstruksi. Peningkatan tekanan intrakranial dengan

47
gejala klinis dan papilledema tanpa adanya dilatasi ventrikel atau meningitis sudah cukup
untuk membuat diagnosis ini. MRV akan mengkonfirmasi keberadaan dan tingkat trombosis
sinus dural, tetapi tidak diperlukan untuk membuat diagnosis hidrosefalus otitic

48
DAFTAR PUSTAKA

Zainul, A., Djaafar, Z.A., Helmi dan Restuti, R.D. Kelainan Telinga Tengah. Dalam
Soepardi, Efiaty Arsyad, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala & Leher Edisi Ke-enam. Jakarta: FKUI

Snow, J.B. and Ballenger, J.J. 2003. Ballenger Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery
sixteenth edition. United States: BC Decker Inc

Luran, R. dan Wajdi, F. 2001. Pemakaian Antibiotika Topikal pada Otitis Media Supuratif
Kronis Jinak Aktif. Cermin Dunia Kedokteran No.132

Djaafar, Z.A. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi Efiaty Arsyad, dkk. 2001. Buku ajar
ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher Edisi kelima. Jakarta: FKUI

Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi Efiaty
Arsyad, dkk. 2001. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher
Edisi kelima. Jakarta: FKUI

Adams FL, Boies LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta; Balai Penerbit
FKUI; 1997

Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid. Dalam: Effendi
H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997: 88-
118

49

You might also like