You are on page 1of 19

DEMAM BERDARAH DENGUE

I. Definisi

Demam dengue (DD ) dan demam berdarah dengue (DBD ) adalah jenis
penyakit demam akut yang disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus lagi
dengan genus Flavivirus dikenal dengan nama Virus dengue. Pada DBD terjadi
perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau
penumpukan cairan di rongga tubuh .Penyakit ini ditemukan manusia oleh nyamuk Aedes
Aegypti.

II. Epidemiologi

Infeksi virus dengue merupakan masalah kesehatan global . Kejadian luar biasa
penyakit sering dilaporkan dari berbagai Negara. Diperkirakan setiap tahun sekitar 50
juta manusia terinfeksi virus dengue yang 500.000 di antaranya memerlukan rawat inap
adalah anak-anak.

Manifestasi klinis Jumlah kasus Meninggal


kasus %
Demam dengue 5.931 5 0.08
Demam berdarah dengue 5.844 21 0.36
Sindrom syok dengue 2.165 169 7.81
Jumlah 13.940 195 1.39
Sumber: Data Departemen Ilmu kesehatan Anak RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo, RSUP Dr. HAsan Sadikin, RSUD Dr. Soetomo RSUP Dr. Sarjito RSUP
Dr. Karyadi, dan RSUP Dr. Mohammad Hoesin.

III. Etiologi
Infeksi virus dengue dapat ditularkan memalui gigitan vector nyamuk Stegomiya
aegipty ( dahulu disebut Aedes aegipty) dan Stegomiya albopictus ( dahulu Aedes
albopctus ). Transmisi virus tergantung dari faktor biotik dan abiotic. Termasuk dalam
faktor biotik adalah faktor virus, vector nyamuk , dan penjamu manusia Sedangkan faktor
abiotic adalah suhu lingkungan, kelembaban dan curah hujan

Virus dengue
Termasuk genus Flavivirus dari family Flaviviridae. Berdasarkan sifat antigen dikenal
ada 4 serotipe virus dengue, yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4. MAsing-
masing serotype mempunyai beberapa galur ( strain) genotype yang berbeda. Serotipe
yang dapat ditemukan yang paling banyak beredar di suatu Negara atau area geografis
tertentu berbeda-beda. Di Indonesia ke 4 serotype virus dengue tersebut dapat ditemukan
dan DENV-3 merupakan galur yang paling virulen.

Vektor nyamuk

Pada saat ini nyamuk Stegomiya aegipzy (Aedes aegipty) disebut sebagai spesies
kosmopolitan yang banyak ditemukan di berbagai belahan dunia antara 45 lintang utara
dan 35 lintang selatan. Nyamuk ini merupakan nyamuk domestik yang mempunyai
afmitas tinggi untuk menggigit manusia (antropofllik) serta dapat menggigit lebih dari
satu individu (multiple-bite) untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Pola hidup seperti ini
menyebabkan nyamuk tersebut .menjadi vektor yang sangat potensial untuk menularkan
virus dengue dari satu individu ke individu lain. Hanya nyamuk betina yang menggigit
manusia.

Stegomiya albopictus (Aedes albopictus) selain dapat menularkan keempat jenis


virus dengue, juga merupakan vektor untuk 22 spesies arbovirus lain.

Pejamu

Saat nyamuk menghisap darah manusia yang sedang mengalami viremia, virus masuk ke
dalam tubuh nyamuk, yaitu dua hari sebelum timbul demam sampai 5-7 hari fase demam.
Nyamuk kemudian menularkan virus ke manusia lain. Kerentanan untuk timbulnya
penyakit pada individu antara lain ditentukan oleh status imun dan faktor genetik pejamu.
Faktor Abiotik

Suhu lingkungan, kelembaban, dan curah hujan, telah diketahui berperan dalam penyebaran
penyakit dengue. Perubahan iklim secara global dilaporkan membuat nyamuk mengalami
dehidrasi sehingga untuk mempertahankan diri nyamuk akan lebih sering menggigit manusia.

IV. Patogenesis Infeksi Dengue


Berhubungan dengan
1. Faktor Virus, yaitu serotype, jumlah, virulensi.
2. Faktor Pejamu, genetic, usia, status gizi, penyakit komorbid, dan interaksi
antara virus pejamu.
3. Faktor lingkungan, musim, curah hujan, suhu udara, kepadatan penduduk,
mobiitas penduduk, dan kesehatan lingkungan.

Peran sistem imun dalam infeksi virus dengue adalah sebagai berikut : Infeksi pertama kali
(primer) menimbulkan kekebalan seumur hidup untuk serotipe penyebab.

o Infeksi sekunder dengan serotipe virus yang berbeda (secondary heterologous infection) pada
umumnya memberikan manifestasi klinis yang lebih berat dibandingkan dengan infeksi primer
Bayi yang lahir dari ibu yang memiliki antibodi dapat menunjukkan manifestasi klinis berat
walaupun pada infeksi primer

o Perembesan plasma sebagai tanda karakteristik untuk DBD terjadi pada saat jumlah virus
dalam darah menurun

o Perembesan plasma terjadi dalam waktu singkat (24-48 jam) dan pada pemeriksaan patologi
tidak ditemukan kerusakan dari sel endotel pembuluh darah

Imunopatogenesis

Secara umum patogenesis infeksi virus dengue diakibatkan oleh interaksi berbagai komponen
dari respons imun atau reaksi inflamasi yang terjadi secara terintegrasi. Sel imun yang paling
penting dalam berinteraksi dengan virus dengue yaitu sel dendrit, monosit/makrofag, sel endotel,
dan trombosit. Akibat interaksi tersebut akan dikeluarkan berbagai mediator antara lain sitokin,
peningkatan aktivasi sistem komplemen, serta terjadi aktivasi limfosit. Apabila aktivasi sel imun
tersebut berlebihan, akan diproduksi sitokin (terutama proinflamasi), kemokin, dan mediator
inflamasi lain dalam jumlah banyak. Akibat produksi berlebih dari zat-zat tersebut akan
menimbulkan berbagi kelainan yang akhirnya menimbulkan berbagai bentuk tanda dan gejala
infeksi virus dengue.

Untuk lebih memahami imunopatogenesis infeksi virus dengue, ini diuraikan mengenai respons
imun humoral dan selular, mekanisme autoimun, peran sitokin dan mediator lain, serta peran
sistem komplemen.

Respons Imun Humoral

Respons imun humeral diperankan oleh limfosit B dengan menghasilkan antibodi spesifik
terhadap virus dengue, Antibodi spesifik untuk virus dengue terhadap satu serotipe tertentu juga
dapat menimbulkan reaksi silang dengan serotipe lain selama enam bulan. Antibodi yang
dihasilkan dapat menguntungkan dalam arti melindungi dari terjadinya penyakit, namun
sebaliknya dapat pula menjadi pemicu terjadinya infeksi yang berat melalui mekanisme
antibody-dependent enhancement (ADE).

Antibodi anti dengue yang dibentuk umumnya berupa imunoglobulin (1g) G dengan aktivitas
yang berbeda. Antibodi terhadap protein B dapat berfungsi baik untuk neutralisasi maupun
berperan dalam mekanisme ADE. Antibodi terhadap protein NS1 berperan dalam
menghancurkan (lisis) sel yang terinfeksi melalui baantuan komplemen (complement dependent
lysis). Diketahui bahwa antibodi terhadap protein prM pada virion imatur juga berperan dalam
mekanisme ADE.
Virus dengue mempunyai empat serotipe yang secara antigenik berbeda. Infeksi virus dengue
primer oleh satu serotipe tertentu dapat menimbulkan kekebalan yang menetap untuk serotipe
bersangkutan (antibodi homotipik). Pada saat yang bersamaan, sebagai bagian dari kekebalan
silang (cross immunity) akan dibentuk antibodi untuk serotipe lain (antibodi heterotipik).
Apabila kemudian terjadi infeksi oleh serotipe Yang berbeda, maka antibodi heterotipik yang
bersifat non atau subneutralisasi berikatan dengan virus atau partikel tertentu dari virus serotipe
yang baru membentuk kompleks imun. Kompleks imun akan berikatan dengan reseptor Fcy yang
banyak terdapat terutama pada monosit dan makrofag, sehingga memudahkan virus menginfeksi
sel. Virus bermultiplikasi di dalam sel dan selanjutnya virus keluar dari sel, sehingga terjadi
viremia. Kompleks imun juga dapat mengaktifkan kaskade sistem komplemen untuk
menghasilkan C3a dan C5a yang mempunyai dampak langsung terhadap peningkatan
permebailitas vaskular.

Respons Imun Selular

Respons imun selular yang berperan yaitu limfosit T (sel T). Sama dengan respons imun
humoral, respons sel T terhadap infeksi virus dengue dapat menguntungkan sehingga tidak
menimbulkan penyakit atau hanya berupa infeksi ringan, namun juga sebaliknya dapat terjadi hal
yang merugikan bagi pejamu. Sel T spesiflk untuk virus dengue dapat mengenali sel yang
terinfeksi virus dengue dan menimbulkan respons beragam berupa proliferasi sel T,
menghancurkan (lisis) sel

terinfeksi dengue, serta memproduksi berbagai sitokin. Pada penelitian in vitro, diketahui bahwa
baik sel T CD4 maupun sel T CD8 dapat menyebabkan lisis sel target yang terinfeksi dengue.
Dalam menjalankan fungsinya sel T CD4 lebih banyak sebagai penghasil sitokin dibandingkan
dengan fungsi menghancurkan sel terinfeksi virus dengue. Sebaliknya, sel T CD8 lebih berperan
untuk lisis sel target dengan produksi sitokin.

Pada infeksi sekunder oleh virus dengue serotipe yang berbeda, ternyata sel T memori
mempunyai aviditas yang lebih besar terhadap Serotipe yang sebelumnya dibandingkan dengan
serotipe virus yang baru. Fenomena ini disebut sebagai original antigenic sin. Dengan demikian,
fungsi lisis terhadap virus yang baru tidak optimal, sedangkan produksi sitokin berlebihan.
Sitokin yang dihasilkan oleh sel T pada umumnya berperan dalam memacu respons inflamasi
dan meningkatkan permeabilitas sel endotel vaskular.

Mekanisme Autoimun

Di antara komponen protein virus dengue yang berperan dalam pembentukan antibodi spesifik
yaitu protein B, prM, dan NSl. Protein yang paling berperan dalam mekanisme autoimun dalam
patogenesis infeksi virus dengue yaitu protein NSl. Antibodi terhadap protein NSl dengue
menunjukkan reaksi silang dengan sel endotel dan trombosit, sehingga menimbulkan gangguan
pada kedua sel tersebut serta dapat memacu respons inflamasi. Sel endotel yang diaktivasi oleh
antibodi terhadap protein NS1 dengue ternyata dapat mengekspresikan sitokin, kemokin, dan
molekul adhesi. Selain antibodi terhadap protein NS1, ternyata antibodi terhadap prM juga dapat
menyebabkan reaksi autoimun. Autoantibodi terhadap protein prM tersebut dapat bereaksi silang
dengan sel endotel. Proses autoimun ini diduga kuat karena terdapat kesamaan atau kemiripan
antara protein NS1 dan prM dengan komponen tertentu yang terdapat pada sel endotel dan
trombosit yang disebut sebagai molecular mimicry. Autoantibodi yang bereaksi dengan
komponen dimaksud, mengakibatkan sel yang mengandung molekul hasil ikatan antara
keduanya akan dihancurkan oleh makrofag atau mengalami kerusakan. Akibatnya, pada
trombosit terjadi penghancuran sehingga menyebabkan trombositopenia dan pada sel endotei
terjadi peningkatan permeabilitas yang mengakibatkan perembesan plasma.

Peran Sitokin dan Mediator lnfamasl Lain

Sitokin merupakan suatu molekul protein dengan fungsi yang sangat beragam dan berperan
penting dalam respons imun tubuh melawan infeksi. Dalam lingkup respons inflamasi, secara
umum sitokin mempunyai sifat proinflamasi dan antiinflamasi. Pada keadaan respons fisiologis,
terjadi keseimbangan antara kedua jenis sitokin tersebut. Apabila sitokin diproduksi dalam
jumlah yang sangat banyak dan reaksinya berlebihan, akan merugikan pejamu.
Pada infeksi virus dengue, sitokin juga berperan dalam menentukan derajat penyakit. Infeksi
yang berat dalam hal ini DBD (apalagi SSD) ditandai dengan peningkatan jenis dan jumlah
sitokin yang sering disebut sebagai badai sitokin (cytokine storm atau cytokine tsunami). Dalam
melakukan fungsinya berbagai sitokin saling berhubungan dan saling memengaruhi satu dengan
yang lainnya berupa suatu kaskade. Sitokin mana yang paling berperan menyebabkan penyakit
yang berat, beberapa penelitian menghasilkan hasil yang beragam. Hal ini disebabkan karena
beberapa alasan, antara lain variasi dalam waktu pengambilan sampel pemeriksaan, usia, batasan
derajat penyakit, dan juga faktor genetik yang berbeda. Dari beberapa penelitian sitokin yang
perannya paling banyak dikemukakan yaitu TNF-a, IL-1B, IL-6, IL8, dan IFN-y Mediator lain
yang sering dikemukakan mempunyai peran penting dalam menimbulkan derajat penyakit berat
yaitu kemokin CXCL9, CXCL-10 dan CXCL- 11 yang dipicu oleh IFN-y

Peran Sistem Komplemen

Sistem komplemen diketahui ikut berperan dalam patogenesis infeksi virus dengue. Pada pasien
DBD atau SSD ditemukan penurunan kadar komplemen. sehingga diduga bahwa aktivasi sistem
komplemen mempunyai peran dalam patogenesis terjadi penyakit yang berat.

Kompleks imun virus dengue dan antibodi pada infeksi sekunder dapat mengaktivasi sistem
komplemen melalui jalur klasik.

V. Manifestasi klinis dan perjalanan Penyakit Infeksi Virus Dengue Infeksi


Virus Dengue.
Infeksi Virus
Dengue

asimtomatik simtomatik

Expanded
Demam tidak Demam
dengue
khas ( sindrom Demam dengue berdarah
syndrome/orga
virus ) dengue
nopati

Tanpa Dengan DBD dengan


DBD nonsyok
pendarahan pendarahan syok

Sindrom virus

Bayi, anak-anak, dan dewasa yang telah terinfeksi virus dengue, terutama untuk pertama
kalinya (infeksi primer ), dapat menunjukkan manifestasi klinis berupa demam sederhana
tidak khas, yang sulit dibedakan dengan demam akibat infeksi virus lain.Ruam
makulopapular dapat menyertai demam atau pada saat penyembuhan. Gejala gangguan
saluran napas atau gangguan pecernaan dapat ditemukan.

Demam dengue

Sering ditemukan pada anak besar, remaja, dan dewasa. Setelah melalui masa inkubasi
rata-rata 4-6 hari ( rentang 3-14 hari ), timbul gejala berupa demam, myalgia, sakit
punggung, dan gejala konstitusional lain yang tidak spesifik, seperti rasa lemah ( malaise
), nyeri retroorbita saat mata digerakkan atau ditekan, anoreksia, dan gangguan rasa
kecap. Demam mendadak, tinggi ( 39 C-40 C ), terus menerus, bifasik, berlangsung 2-7
hari, gejala lain dapat berupa gangguan pencernaan , nyeri perut, sakit tenggorok, depresi.
Manifestasi perdarahan pada umumnya sangat ringan berupa uji tourniquet yang positif
atau beberapa petekie spotan. Pada beberapa demam dengue terdapat pendarahan masif.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan jumlah leukosit yang normal, meningkat pada
fase awal dan menurun selama fase demam. Jumlah trombosit dapat normal/ menurun
(100.000/ul-150.000/ul) sangat jarang ditemukan kurang dari 50.000/ul. Peningkatan
hematokrist sampai 10% mungkin ditemukan karena dehidrasi akibat demam tinggi,
mufoto dada posisi tah, atau karena asupan cairan.

Demam berdarah dengue

Manifestasi dimulai dengan demam tinggi mendadak 2-7 hari, terus-menerus, bifasik.
Demam disertai dengan gejala lain yang sering ditemukan pada demam dengue seperti
muka kemerahan, anoreksia, myalgia dan arthralgia. Gejala laind apat berupa nyeri
epigastrik, mual, muntah nyeri di daerah subkostal kanan atau nyeri abdomen difus,
kadang disertai sakit tenggorok. Faring dan konyungtiva yang kemerahan ( pharyngeal
injection dan ciliary injection )ndapat diketemukan pada pemeriksaan fisis. Demam dapat
mencapai suhu 40 C dan dapat disertai kejang demam.

Manifestasi perdarahan dapat berupa uji tourniquet yang positif, petekie spontan yang
dapat diketemukan didaerah ekstremitas, aksila, muka dan palatum mole.

Kadang disertai dengan perdarahan ringan saluran cerna, hematuria lebih jarang
ditemukan. Perdarahan hebat , pa

Hepatomegali ditemukan sejak fase demam, dengan pe,besaran yang bervariasi antara 2-4
cm bawah arkus kosta. Pada DBD terjadi kebocoran plasma yang secara klinisberbentuk
efuest pleura, apabila kebocoran plasma lebih berat dapat ditemukan asites.

Pemeriksaan rontgen foto dada posisi lateral decubitus kanan, efusi pleura terutama di
hemithoraks kanan merupakan temuan yang sering dijumpai.

Peningkatan nilai hematocrit ( > 20% dari data dasar ) dan penurunana kadar protein
plasma terutama albumin serum ( > 0,5 g/dL dari data dasar ) merupakan tanda indirek
kebocoran plasma. Kebocoran plasma berat menimbulkan berkurangnya volume
intravascular yang akan menyebabkan syok hipovolemi yang dikenal sebagai sindrom
syok dengue ( SSD ) yang memperburuk prognosis.

Perjalanan penyakit Demam Berdarah Dengue.

Manisfestasi klinis DBD terdiri atas 3 fase yaitu fase demam, kritis serta konvalesens ,
setiap fase perlu pemantauan yang cermat, karena setiap fase mempunyai resiko yang
dapat memperberat keadaan sakit.

Fase Demam.

Pada kasus ringan semua tanda dan gejala sembuh seiring dengan menghilangnya
demam. Penurunan demam terjadi secara lisis, artinya suhu tubuh menurun segera, tidak
secara bertahap. Menghilangnya demam dapat disertai dengan berkeringat dan perubahan
pada laju nadi dan tekanan darah.

Fase Kritis ( fase syok )

Fase kritis terjadi pada saat demam turun ( time of fever defervescence ), pada saat ini
terjadi puncak keboran plasma sehingga pasien mengalami syok hipovolemi.

Warning signs umumnya terjadi menjelang akhir fase demam, yaitu antara hari sakit ke
3-7. Muntah terus menerus dan nyeri perut hebat merupakan petunjuk awal perembesan
plasma dan bertambah hebat saat pasien masuk keadaan syok.

Kelemahan, pusing atau hipotensi postural dapat terjadi selama syok. Perdarahan mukoa
spontan atau perdarahan ditempat pengambilan darah merupakan manisfestasi perdarahan
penting.

Umumnya lebih lambat.hematocrit diatas data dasar merupakan tanda awal perembesan
plasma, dan pada umumnya didahului oleh leukopenia ( < 5.000 sel/mm3 ).

Peningkatan hematocrit mendahului perubahan tekanan darah serta volume nadi, oleh
karena itu pengukuran hematocrit berkala sangat penting, apabila makin meningkat
berarti kebutuhan cairan intravena untuk mempetahankan volume intravascular
bertambah.
Beberapa pasien masuk ke fase kritis perembesan plasma dan kemudian mengalami syok
sebelum demam turun, pada pasien tersebut peningkatan hematocrit serta
trombositopenia terjadi sangat cepat. Selain itu pada pasien DBD baik yang disertai syok
atau tidak dapat terjadi keterlibatan organ misalnya hepatitis berat, ensefalitis,
miokarditis, dan/atau perdarahan hebat, yang dikenal sebagai expanded dengue
syndrome.

Fase penyembuhan ( fase konvalesens )

Apabila pasien dapat melalui fase kritis yang berlangsung sekitar 24-48 jam, terjadi
reabsorpsi cairan dari ruang ekstravaskular kedalam ruang intra vascular yang
berlangsung secara bertahap pada 48-72 jam berikutnya.

Keadaan umum dan nafsu makan membaik, gejala gastrointestinal mereda, status
hemodinamik stabildan diuresis menyusul kemudian.

Jumlah lekosit mulai meningkat segera setelah penurunan suhu tubuh akan tetapi
pemulihan jumlah trombosit

Sindrom syok dengue

Sindrom syok dengue merupakan syok hipovolemik yang terjadi pada DBD, yang
diakibatkan penigkatan permeabilitas kapier yang disertai perembesan plasma.

1. Syok terkompensasi
Sistem kardiovaskular mempertahankan sirkulasi melalui peningkatan isis
sekuncup, laju jantung dan vasokontriksi perifer. Sistem pernapasan melakukan
kompensasi berupa quite tachypnea. Pemberian cairan yang adekuat pada
umumnya akan memberikan prognosis baik. Bila keadaan kritis luput dari
pengalaman sehingga pengobatan tidak diberikan dengan cepat dan tepat, maka
pasien akan jatuh kedalam syok terdekompensasi.

2. Syok dekompensasi
Pada keadaan syok dekompensasi, upaya fisiologis untuk mempertahankan sistem
kardiovaskular telah gagal, pada keadaan ini tekanan sistolik dan diastolic telah
menurun, disebut syok hipotensif. Slah satu tanda perburukan klinis utama adalah
perubahan kondisi menta karena penurunan perfusi otak. Pasien menjadi gelisah,
bingung letargi.

VI. Diagnosis laboratorium

Pemeriksaan laboratorium untuk infeksi virus dengue adalah:

1. Isolasi virus
Inokulasi pada nyamuk atau pada sel mamalia. Hanya dilakukan di laboratoriumbesar,
untuk penelitian

2. Deteksi asam nukleat virus


Genome virus dengue yang terdiri dari asam ribonukleat dapat di deteksimelalui
pemeriksaan reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR). Hanya di
laboratorium besar, dan biaya pemeriksaan ini mahal.

3. Deteksi antigen virus dengue


Deteksi antigen virus dengue yang banyak dilaksanakan pada saat ini adalah pemeriksaan
NS1 antigen virus dengue, yaitu suatu glikoprotein yang diproduksi oleh semua flavivirus
dan penting bagi suatu kehidupan dan replikasi virus. Protein ini dapat dideteksi sejalan
dengan viremia yaitu sejak hari pertama demam da menghilang setelah 5 hari, sensitivitas
tinggi pada 1-2 hari demam dan kemudian makin menurun setelahnya.

4. Deteksi respon imun serum/ uji serologi serum imun


Imunoglobulin M anti dengue umumnya dapat terdeteksi pada hari sakit kelima, dan
tidak terdeteksi pada hari sakit kelima, dan tida terdeteksi setelah Sembilan puluh hari.
Pada infeksi dengue primer , igG anti dengue muncul lebih lambat dibandingkan dengan
igM anti dengue, namun pada infeksi sekunder muncul lebih cepat. Kadar IgG anti
dengue bertahan lama dalam serum.
IgM IgG Interpretasi
(+) (-) Infeksi primer
(+) (+) Infeksi sekunder
(-) (+) Pernah terinfeksi*
(-) (-) Tidak ada infeksi

5. Parameter hematologi
Parameter hematologi terutama pemeriksaan hitung leukosit, nilai hematocrit, dan jumlah
trombosit sangat penting dan merupakan bagian dari diagnosis klinis demam berdarah
dengue .

VII. Kriteria diagnosis Infeksi dengue

Diagnosis klinis demam dengue:


Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus, bifasik,
Manifestasi perdarahan baik spontan seperti petekie, purpura, ekimosis, epistaksis,
pendarahan gusi, hematemesis, dan atau melena, maupun berupa uji tourniquet
positif.
Nyeri kepala, myalgia, arthralgia, nyeri retroorbital.
Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah, atau di sekitar rumah
Leukopenia <4000/mm3
Trombositopenia <100.000/mm3
Diagnosis kliis demam berdarah dengue:
Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus ( kontinua)
Manifestasi perdarahan baik yang spontan seperti petekie, purpura, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan atau melena; maupun berupa uji
Tourniquette yang positif.
Nyeri kepala, myalgia, arthralgia, nyeri retroorbital.
Dijumpai kasus Demam Berdarah Dengue baik di lingkungan sekolah, rumah, atau di
sekitar rumah.
Hepatomegali
Terdapat kebocoran plasma yang ditandai dengan salah satu tanda/gejala:
o Peningkatan nilai hematocrit > 20% dari pemeriksaan awal atau dari data
populasi menurut umur.
o Ditemukan adanya efusi pleura , asites
o Hipoalbuminemia , hipoproteinemia
Trombositopenia < 100.000/mm3

Demam disertai dengan dua atau lebih manifestasi klinik, ditambah bukti
perembesan plasma dan trombositopenia cukup untuk menegakkan diagnosis DBD.

Tanda Bahaya (warning sign)

Klinis :

Demam turun tetapi keadaan anak memburuk


Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen
Muntah yang menetap
Letargi, gelisah
Perdarahan mukosa
Pembesaran hati
Akumulasi cairan
Oliguria

Laboratorium:

Peningkatan kadar hematocrit bersamaan dengan penurunan cepat jumlah trombosit,


hematocrit awal tinggi.

Syok terkompensasi
Takikardia
Takipnea
Tekanan nadi ( perbedaanantara sistolik dan diastolic ) < 20 mmHg
Waktu pengisian kapiler > 2 detik
Kulit dingin
Produksi urin menurun, < 1 ml/kgBB/jam
Anak gelisah

Syok dekompensasi

Takikardia
Hipotensi ( sistolik dan diastolic turun)
Nadi cepat dan kecil
Pernapasan Kusmaull atau hiperpne
Sianosis
Kulit lembab dan dingin
Profound shock, nadi tidak teraba datekana darah tidak terukur

Kriteria Diagnosis Laboratoris

Kriteria diagnosis Laboratoris diperlukan untuk survailans epidemiologi terdiri atas:

Probable dengue, apabila diagnosis klinis diperkuat oleh hasil pemeriksaan serologi anti-dengue

Confirmed dengue, apabila diagnosis klinis diperkuat dengan deteksi genome virus Dengue pada
pemeriksaan NS1, atau apabila didapatkan serokonversi pemeriksaan IgG dan IgM ( dari
negative menjadi positif) pada pemeriksaan serologi berpasangan.

VIII. Tatatalaksana Infeksi dengue

Skrining tersangka infeksi dengue di Triase


Tersangka Infeksi Dengue

Demam 2-7 hari mendadak tinggi, kontinua, nyeri kepala, myalgia, arthralgia, nyeri retroorbital,
manifestasi perdarah ( spontan/rumple leede), leukosit < 4000/mm3 , dan kasus DBD di
lingkungan

UMUM Menolak makan dan minum, muntah persisten

Warning sign Nyeri perut hebat, hepatomegaly yang nyeri tekan


,letargi, gelisah, akumulasi cairan, hematocrit awal tinggi,
demam turun tetapi keadaan anak memburuk.

Tanda dan gejala syok Terkompensasi dan dekompensasi

Tanda dan gejala keterlibatan organ Ensefalitis-ensefalopati, perdarahan hebat seperti


melena, hematemesis, hematokesia, hematuria, urin
berwarna gelap(hemoglobinuria), gangguan jantung,
gagal ginjal akut, Haemolytic Uraemic Sydrome

Indikasi social Rumah jauh atau tidak ada orangtua/wali yang dapat
diandalkan untuk merawat anaknya di rumah

Tidak Ya

Rawat jalan;Nasihat
kepada orangtua

Rawat inap: demam


dengue, demam berdarah
Apakah terdapat
ya dengue, demam berdarah
warning signs?
dengue dengan syok,
Tatalaksana pasien rawat inap demam berdarah dengue expanded dengue
syndrome
Tatalaksana yang tepat akan mengurangi morbiditas dan mortalitas DBD
.pengobatan DBD bersifat simtomatis dan suportif, terapi suportif berupa penggantian cairan
yang merupakan pokok utama dalam tatalaksana DBD. Berbeda dengan DD, pada DBD terjadi
kebocoran plasma yang apabila cukup banyak, maka akan menimbulkn syok hipovolemi (
demam berdarah dengan syok / sindrom syok dengue) dengan mortalitas yang tinggi.
Perembesan plasma terutama terjadi saat tubuh turun. Pemeriksaan nilai hematocrit merupakan
indicator yang sensitif untuk mendeteksi ferajat perembesan plasma, sehingga jumlah cairan
yang diberikan harus sesuai dengan hasil pemeriksaan hematokrit. Perlu di perhatikan bahwa
kebocoran plasma pada demam berdarah dengue bersifat sementara, sehingga penggantian cairan
plasma yang dalam jumlah banyak dan dalam waktu lama dapat menyebabkan kelebihan cairan.

Penggantian cairan

Jenis cairan
Cairan kristaloid merupaka cairan pilihan untuk pasien DBD. Tidak dianjurkan
pemberian cairan hipotonik < 6 bulan. Pada keadaan permeabilitas meningkat,
volume cairan yang bertahan akan semakin berkurang sehingga lebih mudah terjadi
kelebihan cairan pada pemberian cairan hipotonis. Cairan koloid hiperonkotik seperti
dextran 40 atau HES walaupun lebih lama bertahan namun memiliki efek samping
seperti alergi, mengganggu fungsi koaguasi, dan berpotensi mengganggu fungsi
ginjal. Jenis cairan ini hanya diberikan pada 1). Perembesan plasma masif yang
ditunjukkan dengan nilai hematokrit yang makin meningkat atau tetap tinggi
sekalipun telah diberi cairan kristaloid yang adekuat, atau 2).pada keadaan syok yang
tidak berhasil dengan bolus cairan kristaloid yang kedua. Pada bayi < 6 bulan
diberikan cairan Nacl 0.45 % atas dasar pertimbangan fungsi fisologis yang berbeda
dengan anak yang lebih besar.
Jumlah cairan
Volume cairan diberiksan disesuaikan dengan berat badan, kondisi klinis dan temuan
laboratorium. Pada pasien dengan obesitas pemberian cairan harus hati-hati karena
mudah terjadi kelebihan cairan, maka pemberian harus berdasar berat badan ideal.
Banyak ditemukan di klinis adalah pasien yang belum menunjukkan peningkatan
hematokrit yang berarti ( pada keadaan ini diagnosis yang ditegakkan masih DD),
namun dikhawatirkan merupakan fase awal sakit DBD, maka volume cairan yang
diberikan cukup rumatan atau sesuai kebutuhan. Volume cairan di tingkatkan apabila
heatokrit naik. Pemberian cairan dihentikan apabila keadaan umum stabil dan telah
melewati fase kritis, pada umumnya pemberian cairan dihentikan setelah 24-48 jam
keadaan umum anak stabil.

Antipiretik :

Parasetamol 10-15 mg/kgbb/kali diberikan apabila suhu >38OC dengan interval 4-6 jam, hindari
pemakaian aspirin/NSAIDS/ibuprofen. Beri kompres hangat

Nutrisi

Apabila pasien masih bisa minum, dianjurkan minum yang cukup, terutama cairan yang
mengandung elektrolit

Tatalaksana sindrom syok dengue

Syok pada infeksi dengue merupakan syok hipovolemik akibat terjadi perembesan plasma, fase
awal berupa syok terkompensasi dan fase selanjutnya terdekompensasi. Prinsip utama
tatalaksana SSD adalah pemberian cairan yang cepat dengan jumlah yang adekuat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hadinegoro SR, Moedjito, I dan Chairulfatah A. Pedoman diagnosis dan


tatalaksana Infeksi virus dengue pada anak. UKK infeksi dan penyakit tropis
Ikatan Dokter anak Indonesia. 2014

2. Soedarmo S, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI. Buku Ajar Infeksi dan
Pediatri Tropis . Ikatan dokter anak Indoensia. 2015

You might also like