Professional Documents
Culture Documents
DAFTAR ISI 1
PEMBAHASAN 2
DEFINISI 2
JENIS-JENIS DIABETES MELITUS 2
FISIOLOGI NORMAL 3
PATOFISIOLOGI DIABETES 4
ETIOLOGI 7
DIAGNOSIS DIABETES MELITUS 8
PENATALAKSANAAN DIABETES MELITUS 8
ASUHAN KEPERAWATAN 10
PENGKAJIAN 10
DIAGNOSIS KEPERAWATAN 10
INTERVENSI KEPERAWATAN 10
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN 12
EVALUASI KEPERAWATAN 12
DAFTAR PUSTAKA 13
PEMBAHASAN
DEFINISI
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal
bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari
makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas,
mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan
penyimpanannya.
PATOFISIOLOGI DIABETES
Diabetes Tipe I. Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di
samping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial
(sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar; akibatnya, glukosa tersebut
muncul dalam urin (gllukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan dieksresikan ke
dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan
cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-
asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini
akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibtakan peningkatan
produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan
Keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam-basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas
berbau aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran,
koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama dengan cairan dan elektrolit
sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan
mengatasi gejala hiperglikemia serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai
pemantauan kadar glukosa darah yang sering merupakan komponen terapi yang
penting.
Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan,
dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II.
Meskipun terjadi sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II,
namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu,
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes
tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan
dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang
lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar
glukosanya sangat tinggi).
Salah satu kensekuensi tidak terdeteksinya penyakit diabetes selama bertahun-
tahun adalah bahwa komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya, kelainan mata,
neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi sebelum diagnosis
ditegakkan.
Penanganan primer diabetes tipe II adalah dengan menurunkan berat badan,
karenan resistensi insulin berkaitan dengan obesitas. Latihan merupakan unsur yang
penting pula untuk meningkatkan efektivitas insulin. Obat hipoglikemia oral dapat
ditambahkan jika diet dan latihan tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa darah.
Jika penggunaan obat oral dengan dosis maksimal tidak berhasil menurunkan kadar
glukosa hinggga tingkat yang memuaskan, maka insulin dapat digunakan. Sebagian
pasien memerlukan insulin untuk sementara waktu selama periode stres fisiologik
yang akut, seperti selama sakit atau pembedahan.
ETIOLOGI
Diabetes Tipe I
Diabetes tipe I ditandai dengan penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi faktor
genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya, infeksi virus)
diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.
Faktor-faktor Genetik. Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri; tetapi, mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA (human leucocyte antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun
lainnya.
Faktor-faktor Imunologi. Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu
respons otoimun. Respons ini merupakan respons abnormal di mana antibodi terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Otoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen (internal) terdeteksi pada saat diagnosis dibuat dan
bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda klinis diabetes tipe I. Riset
dilakukan untuk mengevaluasi efek preparat imunosupresif terhadap perkembangan
penyakit pada pasien diabetes tipe I yang baru berdiagnosis atau pada pasien
pradiabetes (pasien dengan antibodi yang terdeteksi tetapi tidak memperlihatkan
gejala klinis diabetes). Riset lainnya menyelidiki efek protektif yang ditimbulkan
insulin dengan dosis kecil terhadap fungsi sel beta.
Faktor-faktor Lingkunga. Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap
kemungkinan faktor-faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai
contoh, hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
Interaksi antara faktor-faktor genetik, imunologi dan lingkungan dalam
etiologi diabetes tipe I merupakan pokok perhatian riset yang terus berlanjut.
Meskipun kejadian yang menimbulkan destruksi sel beta tidak dimengerti
sepenuhnya, namun pernyataan bahwa kerentanan genetik merupakan faktor dasar
yang melandasi proses terjadinya diabetes tipe I merupakan hal yang secara umum
dapat diterima.
Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan
memegang peranan dalam dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu
terdapat pula faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya
diabetes tipe II. Faktor-faktor ini adalah:
Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
Obesitas
Riwayat keluarga
polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
Diagnosis DM dapat dipastikan apabila hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu 200 mg/dl dan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl.
Glukosa Plasma Puasa Glukosa Plasma 2 Jam
Setelah Makan
Normal <100 mg/dl <140 mg/dl
Diabetes 126 mg/dl 200 mg/dl
2. Olahraga
Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula
darah tetap normal. Prinsipnya, tidak perlu olahraga berat, olahraga ringan
asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan.
Beberapa contoh olahraga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi,
bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olahraga akan memperbanyak
jumlah dan juga meningkatkan penggunaan glukosa.
b) Terapi Farmakologi
1) Insulin
Insulin adalah hormon yang dihasilkan dari sel pankreas dalam merespon
glukosa. Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino tersusun
dalam 2 rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30
asam amino. Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam
pengendalian metabolisme, efek kerja insulin adalah membantu transport glukosa
dari darah ke dalam sel.
2) Obat Antidiabetik Oral
Obat-obat antidiabetik oral ditujukan untuk membantu penanganan pasien
diabetes melitus tipe 2. Farmakologi antidiabetik oral dapat dilakukan dengan
menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat.
Golongan Sulfonilurea
Golongan obat ini bekerja merangsang sekresi insulin dikelenjar pankreas,
oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel langerhans pankreas masih
dapat berproduksi. Obat golongan ini merupakan pilihan untuk diabetes
dewasa baru dengan berat badan normal.
Golongan Biguanida
Golongan ini yang tersedia adalah metformin, metformin menurunkan
glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat
selular dan menuurunkan produksi gula hati. Metformin juga menekan nafsu
makan.
Golongan Tiazolidindion
Golongan obat ini memiliki kegiatan farmakologis yang luas dan berupa
penurunan kadar glukosa dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan
bagi insulin dari otot, jaringan lemak dan hati, sebagai efeknya penyerapan
glukosa ke dalam jaringan lemak dan otot meningkat.
Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Obat ini bekerja secara secara kompetitif menghamnbat kerja enzim
glukosidase alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan
hiperglikemia postpandrial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak
menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin.
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis
apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien
untuk menanggulangi penyakitnya.
Aktivitas/ Istirahat : Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot,
tonus otot menurun.
Sirkulasi: Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, takikardi,
perubahan tekanan darah
Integritas Ego: Stress, ansietas
Eliminasi: Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
Makanan / Cairan: Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet,
penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
Neurosensori:Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia,gangguan penglihatan.
Nyeri / Kenyamanan: Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
Pernapasan: Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya
infeksi / tidak)
Keamanan: Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan
mencerna dengan tepat.
2. Risiko tinggi cedera maternal yang berhubungan dengan perubahan kontrol diabetik, profil
darah abnormal anemia, hipoksia jaringan, dan perubahan respons imun.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosis 1: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna dan menggunakan nutrient dengan tepat.
Hasil yang diharapkan:
a. Nutrisi klien dapat terpenuhi,
b. Klien akan mempertahankan glukosa darah puasa antara 60-100 mg/dl 1 jam
prapartum tidak lebih 140 mg/dl.
c. Klien akan sering mengungkapkan pemahaman tentang aturan individu dan
kebutuhan pemantauan diri.
Rencana Intervensi Rasional
Mandiri
1 Kaji masukan kalori dan pola makan 1 Membantu dalam mengevaluasi pemahaman
dalam 24 jam. klien tentang diet dan atau pentingnya
menaati aturan diet.
2 Tinjau ulang pentingnya makan 2 Makan sedikit dan sering menghindari
kudapan yang teratur bila menggunakan hiperglikemia postprandial dan ketosis
insulin. puasa atau kelaparan.
Kolaborasi
3 Diskusikan dosis, jadwal, dan tipe 3 Penggunaan jumlah besar karbohidrat
insulin. sederhana untuk mengatasi hipoglikemia
menyebabkan nilai glukosa darah meningkat
cepat. Kombinasi karbohidrat dengan
protein mempertahankan normoglikemia
lebih lama dan membantu mempertahankan
stabilitas glukosa sepanjang hari.
4 Sesuaikan diet atau cara pemberian 4 Pembagian dosis mempertimbangkan
insulin untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan maternal dan rasio waktu makan
individu. terhadap makanan dan memungkinkan
kebebasan dalam penjadwalan makanan.
Dosis total setiap hari berdasarkan usia
gestasi, berat badan klien, dan glukosa
serum.
2. iagnostik2: Risiko tinggi cedera materal yang berhubungan dengan perubahan pada
D
kontrol diabetik, profil darah abnormal atau anemia hipoksia jaringan, dan perubahan imun.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan, mencakup
tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat,
dan bukan atas petunjuk petugas kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan
bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain.
EVALUASI KEPERAWATAN
Merupakan hasil perkembangan klien dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang
hendak dicapai.
DAFTAR PUSTAKA