You are on page 1of 11

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1
PEMBAHASAN 2
DEFINISI 2
JENIS-JENIS DIABETES MELITUS 2
FISIOLOGI NORMAL 3
PATOFISIOLOGI DIABETES 4
ETIOLOGI 7
DIAGNOSIS DIABETES MELITUS 8
PENATALAKSANAAN DIABETES MELITUS 8
ASUHAN KEPERAWATAN 10
PENGKAJIAN 10
DIAGNOSIS KEPERAWATAN 10
INTERVENSI KEPERAWATAN 10
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN 12
EVALUASI KEPERAWATAN 12
DAFTAR PUSTAKA 13
PEMBAHASAN
DEFINISI
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal
bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari
makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas,
mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan
penyimpanannya.

Pada diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat


menurun, atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Keadaan
ini menimbulkan hiperglikemia yang dapat mengakibatkan komplikasi metabolik akut
seperti diabetes ketoasidosis dan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik
(HHNK). Hiperglikemia jangka panjang dapat ikut menyebabkan komplikasi
mikrovaskuler yang kronis (penyakit ginjal dan mata) dan komplikasi neuropati
(penyakit pada saraf). Diabetes juga disertai dengan peningkatan insidens penyakit
makrovaskuler yang mencakup infark miokard, stroke dan penyakit vaskuler perifer.
Jenis-jenis Diabetes Melitus:
1) Tipe I: Diabetes melitus tergantung insulin (insulin-dependent
diabetes mellitus [IDDM])
2) Tipe II: Diabetes melitus tidak tergantung insulin (non-insulin-
dependent diabetes mellitus [NIDDM])

JENIS-JENIS DIABETES MELITUS


1 Diabetes Melitus Tipe I
Diabetes tipe ini disebabkan kerusakan sel-sel pulau Langerhans yang
disebabkan oleh reaksi otoimun.
Pada pulau Langerhans kelenjar pankreas terdapat beberapa tipe sel, yaitu
sel , sel , dan sel . Sel-sel memproduksi insulin, sel-sel memproduksi
glukagon, sedangkan sel-sel memproduksi hormon somastin. Namun demikian
serangan autoimun secara selektif menghancurkan sel-sel .
Destruksi otoimun dari sel-sel pulau Langerhans kelenjar pankreas
langsung mengakibatkan defesiensi sekresi insulin. Defisiensi insulin inilah yang
menyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai DM Tipe I. Selain
defisiensi insulin, fungsi sel-sel kelenjar pankreas pada penderita DM Tipe I
juga menjadi tidak normal. Pada penderita DM tipe I ditemukan sekresi glukagon
yang berlebuhan oleh sel-sel pulau Langerhans. Secara normal, hiperglikemia
akan menurunkan skresi glukagon, tapi hal ini tidak terjadi pada penderita DM
tipe I, sekresi glukagon akan tetap tinggi walaupun dalam keadaan hiperglikemia,
hal ini memperparah kondisi hiperglikemia. Salah satu manifestasi dari keadaan
ini adalah cepatnya penderita DM tipe I mengalami ketoasidosis diabetik apabila
tidak mendapatkan terapi insulin.
2 Diabetes Melitus Tipe 2
Penyebab dari DM tipe 2 karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu
merespon insulin secara normal, keadaan ini disebut resistensi insulin.
Disamping resistensi insulin, pada penderita DM tipe 2 dapat juga timbul
gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun
demikian, tidak terjadi pengerusakan sel-sel langerhans secara autoimun
sebagaimana terjadi pada DM tipe I. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin
pada penderita DM tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut.
Obesitas yang pada umumnya menyebabkan gangguan pada kerja insulin,
merupakan faktor risiko yang biasa terjadi pada diabetes tipe, dan sebagian besar
pasien dengan diabetes tipe 2 bertubuh gemuk. Selain terjadi penurunan kepekan
jaringan pada insulin, yang telah terbukti terjadi pada sebagian besar dengan
pasien diabetes tipe 2 terlepas pada berat badan, terjadi pula suatu defisiensi
jaringan terhadap insulin maupun kerusakan respon sel terhadap glukosa dapat
lebih diperparah dengan meningkatnya hiperglikemia, dan kedua kerusakan
tersebut dapat diperbaiki melalui manuve-manuver terapeutik yang mengurangi
hiperglikemia tersebut.
FISIOLOGI NORMAL
Insulin disekresikan oleh sel-sel beta yang merupakan salah satu dari empat tipe sel
dalam pulau-pulau Langerhans penkreas. Insulin merupakan hormon anabolik atau
hormon untuk menyimpan kalori (storage hormone). Apabila seseorang makan
makanan, sekresi insulin akan meningkat dan menggerakkan glukosa ke dalam sel-sel
otot, hati serta lemak. Dalam sel-sel tersebut, insulin menimbulkan efek berikut ini:
Menstimulasi penyimpanan glukosa dalam hati dan otot (dalam
bentuk glikogen)
Meningkatkan penyimpanan lemak dari makanan dalam jaringan
adiposa
Mempercepat pengangkutan asam-asam amino (yang berasal dari
protein makanan) ke dalam sel
Insulin juga menghambat pemecahan glukosa, protein dan lemak yang disimpan.
Selama masa puasa (antara jam-jam makan dan pada saat tidur malam),
pankreas akan melepaskan secara terus-menerus sejumlah kecil insulin bersama
dengan hormon penkreas lain yang disebut glukagon (hormon ini disekresikan oleh
sel-sel alfa pulau Langerhans). Insulin dan glukagon secara bersama-sama
mempertahankan kadar glukosa yang konstan dalam darah dengan menstimulasi
pelepasan glukosa dari hati.
Pada mulanya, hati menghasilkan glukosa melalui pemecahan glikogen
(glikogenolisis). Setelah 8 hingga 12 jam tanpa makanan, hati membentuk glukosa
dari pemecahan zat-zat selain karbohidrat yang mencakup asam-asam amino
(glukoneogenesis).

PATOFISIOLOGI DIABETES
Diabetes Tipe I. Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di
samping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial
(sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar; akibatnya, glukosa tersebut
muncul dalam urin (gllukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan dieksresikan ke
dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan
cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-
asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini
akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibtakan peningkatan
produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan
Keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam-basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas
berbau aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran,
koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama dengan cairan dan elektrolit
sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan
mengatasi gejala hiperglikemia serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai
pemantauan kadar glukosa darah yang sering merupakan komponen terapi yang
penting.

Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan

dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan,
dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II.
Meskipun terjadi sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II,
namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu,
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes
tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan
dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang
lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar
glukosanya sangat tinggi).
Salah satu kensekuensi tidak terdeteksinya penyakit diabetes selama bertahun-
tahun adalah bahwa komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya, kelainan mata,
neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi sebelum diagnosis
ditegakkan.
Penanganan primer diabetes tipe II adalah dengan menurunkan berat badan,
karenan resistensi insulin berkaitan dengan obesitas. Latihan merupakan unsur yang
penting pula untuk meningkatkan efektivitas insulin. Obat hipoglikemia oral dapat
ditambahkan jika diet dan latihan tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa darah.
Jika penggunaan obat oral dengan dosis maksimal tidak berhasil menurunkan kadar
glukosa hinggga tingkat yang memuaskan, maka insulin dapat digunakan. Sebagian
pasien memerlukan insulin untuk sementara waktu selama periode stres fisiologik
yang akut, seperti selama sakit atau pembedahan.

Berikut ini tanda klasik dari diabetes yaitu :


1. Sering Buang Air kecil
Buang air kecil akan menjadi sering jika terlalu banyak glukosa dalam darah. Jika
insulin (yakni hormon yang mengendalikan gula darah) tidak ada atau sedikit maka ginjal
tidak dapat menyaring glukosa untuk kembali ke dalam darah. Kemudian ginjal akan menarik
tambahan air dari darah untuk menghancurkan glukosa. Hal ini membuat kandung kemih
penuh dan sering buang air kecil
2. Sering merasa haus
Karena sering buang air kecil, maka orang akan menjadi lebih sering haus. Serta
proses penghancuran glukosa yang sulit maka air di dalam darah tersedot untuk
menghancurkannya, sehingga seseorang perlu minum lebih banyak untuk menggantikan air.

3. Nafsu makan Meningkat


Orang yang diabetes insulinnya bermasalah akibatnya asupan gula ke dalam sel-sel
tubuh kurang yang membuat pembentukan energi kurang. Kondisi ini membuat otak berpikir
tubuh kurang energi akibat asupan makanan yang kurang sehingga menimbulkan rasa lapar
dan perasaan ingin terus makan.

ETIOLOGI
Diabetes Tipe I
Diabetes tipe I ditandai dengan penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi faktor
genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya, infeksi virus)
diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.
Faktor-faktor Genetik. Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri; tetapi, mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA (human leucocyte antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun
lainnya.
Faktor-faktor Imunologi. Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu
respons otoimun. Respons ini merupakan respons abnormal di mana antibodi terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Otoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen (internal) terdeteksi pada saat diagnosis dibuat dan
bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda klinis diabetes tipe I. Riset
dilakukan untuk mengevaluasi efek preparat imunosupresif terhadap perkembangan
penyakit pada pasien diabetes tipe I yang baru berdiagnosis atau pada pasien
pradiabetes (pasien dengan antibodi yang terdeteksi tetapi tidak memperlihatkan
gejala klinis diabetes). Riset lainnya menyelidiki efek protektif yang ditimbulkan
insulin dengan dosis kecil terhadap fungsi sel beta.
Faktor-faktor Lingkunga. Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap
kemungkinan faktor-faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai
contoh, hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
Interaksi antara faktor-faktor genetik, imunologi dan lingkungan dalam
etiologi diabetes tipe I merupakan pokok perhatian riset yang terus berlanjut.
Meskipun kejadian yang menimbulkan destruksi sel beta tidak dimengerti
sepenuhnya, namun pernyataan bahwa kerentanan genetik merupakan faktor dasar
yang melandasi proses terjadinya diabetes tipe I merupakan hal yang secara umum
dapat diterima.

Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan
memegang peranan dalam dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu
terdapat pula faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya
diabetes tipe II. Faktor-faktor ini adalah:
Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
Obesitas
Riwayat keluarga

DIAGNOSIS DIABETES MELITUS


Diagnosis DM biasanya diikuti dengan adanya gejala poliuria, polidipsia,

polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
Diagnosis DM dapat dipastikan apabila hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu 200 mg/dl dan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl.
Glukosa Plasma Puasa Glukosa Plasma 2 Jam
Setelah Makan
Normal <100 mg/dl <140 mg/dl
Diabetes 126 mg/dl 200 mg/dl

PENATALAKSANAAN DIABETES MELITUS


Pada penatalaksaaan diabetes melitus, langkah pertama yang harus dilakukan
adalah penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olahraga. Apabila
dalam langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai, dapat dikombinasi
dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik oral,
atau kombinasi keduanya.
a) Terapi non farmakologi
1. Pengaturan diet
Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat, protein dan lemak. Tujuan pengobatan diet pada
diabetes adalah:
Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar
glukosa darah mendekati kadar normal.
Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati
kadar yang optimal.
Mencegah komplikasi akut dan kronik.
Meningkatkan kualitas hidup.
Terapi nutrisi direkomendasikan untuk semua pasien diabetes melitus,
yang terpenting dari semua terapi nutrisi adalah pencapaian hasil metabolis
yang optimal dan pencegahan serta perawatan komplikasi.

2. Olahraga
Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula
darah tetap normal. Prinsipnya, tidak perlu olahraga berat, olahraga ringan
asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan.
Beberapa contoh olahraga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi,
bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olahraga akan memperbanyak
jumlah dan juga meningkatkan penggunaan glukosa.

b) Terapi Farmakologi
1) Insulin
Insulin adalah hormon yang dihasilkan dari sel pankreas dalam merespon
glukosa. Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino tersusun
dalam 2 rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30
asam amino. Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam
pengendalian metabolisme, efek kerja insulin adalah membantu transport glukosa
dari darah ke dalam sel.
2) Obat Antidiabetik Oral
Obat-obat antidiabetik oral ditujukan untuk membantu penanganan pasien
diabetes melitus tipe 2. Farmakologi antidiabetik oral dapat dilakukan dengan
menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat.
Golongan Sulfonilurea
Golongan obat ini bekerja merangsang sekresi insulin dikelenjar pankreas,
oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel langerhans pankreas masih
dapat berproduksi. Obat golongan ini merupakan pilihan untuk diabetes
dewasa baru dengan berat badan normal.
Golongan Biguanida
Golongan ini yang tersedia adalah metformin, metformin menurunkan
glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat
selular dan menuurunkan produksi gula hati. Metformin juga menekan nafsu
makan.
Golongan Tiazolidindion
Golongan obat ini memiliki kegiatan farmakologis yang luas dan berupa
penurunan kadar glukosa dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan
bagi insulin dari otot, jaringan lemak dan hati, sebagai efeknya penyerapan
glukosa ke dalam jaringan lemak dan otot meningkat.
Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Obat ini bekerja secara secara kompetitif menghamnbat kerja enzim
glukosidase alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan
hiperglikemia postpandrial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak
menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin.
ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis
apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien
untuk menanggulangi penyakitnya.
Aktivitas/ Istirahat : Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot,
tonus otot menurun.
Sirkulasi: Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, takikardi,
perubahan tekanan darah
Integritas Ego: Stress, ansietas
Eliminasi: Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
Makanan / Cairan: Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet,
penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
Neurosensori:Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia,gangguan penglihatan.
Nyeri / Kenyamanan: Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
Pernapasan: Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya
infeksi / tidak)
Keamanan: Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan
mencerna dengan tepat.
2. Risiko tinggi cedera maternal yang berhubungan dengan perubahan kontrol diabetik, profil
darah abnormal anemia, hipoksia jaringan, dan perubahan respons imun.

INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosis 1: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna dan menggunakan nutrient dengan tepat.
Hasil yang diharapkan:
a. Nutrisi klien dapat terpenuhi,
b. Klien akan mempertahankan glukosa darah puasa antara 60-100 mg/dl 1 jam
prapartum tidak lebih 140 mg/dl.
c. Klien akan sering mengungkapkan pemahaman tentang aturan individu dan
kebutuhan pemantauan diri.
Rencana Intervensi Rasional
Mandiri
1 Kaji masukan kalori dan pola makan 1 Membantu dalam mengevaluasi pemahaman
dalam 24 jam. klien tentang diet dan atau pentingnya
menaati aturan diet.
2 Tinjau ulang pentingnya makan 2 Makan sedikit dan sering menghindari
kudapan yang teratur bila menggunakan hiperglikemia postprandial dan ketosis
insulin. puasa atau kelaparan.

Kolaborasi
3 Diskusikan dosis, jadwal, dan tipe 3 Penggunaan jumlah besar karbohidrat
insulin. sederhana untuk mengatasi hipoglikemia
menyebabkan nilai glukosa darah meningkat
cepat. Kombinasi karbohidrat dengan
protein mempertahankan normoglikemia
lebih lama dan membantu mempertahankan
stabilitas glukosa sepanjang hari.
4 Sesuaikan diet atau cara pemberian 4 Pembagian dosis mempertimbangkan
insulin untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan maternal dan rasio waktu makan
individu. terhadap makanan dan memungkinkan
kebebasan dalam penjadwalan makanan.
Dosis total setiap hari berdasarkan usia
gestasi, berat badan klien, dan glukosa
serum.

2. iagnostik2: Risiko tinggi cedera materal yang berhubungan dengan perubahan pada
D
kontrol diabetik, profil darah abnormal atau anemia hipoksia jaringan, dan perubahan imun.

Hasil yang diharapkan:


a. Klien tetap normotensif.
b. Klien tetap mempertahankan normoglikemia.
c. Klien bebas dari komplikasi.

Rencana Intervensi Rasional


Mandiri:
1 Perhatikan klasifikasi diabetes, kaji 1 Klien memiliki risiko mengalami
derajat control diabetic. komplikasi.
2 Kaji adanya edema 3 Ibu diabetic cenderung kelebihan retensi
cairan dan hipertensi karena kehamilan
(HKK) akibat perubahan vascular.
Kolaborasi:
3 Pantau kadar gula setiap kunjungan. 3 Mendeteksi ancaman ketoasidosis.
4 Instuksikan pemberian insulin sesuai 4 Kebutuhan insulin tidak sama jumlahnya.
pemberian.
5 Dapatkan urinalisis dan kultur urine, 5 Membantu, mencegah atau mengatasi
berikan antibiotic sesuai indikasi. pielonefritis.
6 Kumpulkan specimen untuk eksresi 10 Kemungkinan perubahan vascular dapat
protein total, ibus, kreatrini nitrogen, merusak fungsi ginjal pada klien dengan
urea darah, dan kadar asam urat. diabetes berat.

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan, mencakup
tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat,
dan bukan atas petunjuk petugas kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan
bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain.

EVALUASI KEPERAWATAN
Merupakan hasil perkembangan klien dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang
hendak dicapai.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. Keperawatan medikal bedah. Kedokteran 2001


https://www.scribd.com/doc/88445539/Makalah-Kmb-1-Tentang-Asuhan-Keperawatan-
Diabetes-Melitus
https://ainicahayamata.wordpress.com/nursing-only/keperawatan-medikal-bedah-kmb/askep-
diabetes-melitus/
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/06/08/lmh6cj-wew-penderita-diabetes-
di-indonesia-melonjak-pesat.
(http://nursingbegin.com/askep-dm/
Diabetes Melitus Page 1

You might also like