You are on page 1of 10

Jurnal KELAUTAN, Volume 4, No.

2 Oktober 2011 ISSN : 1907-9931

OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI KHITIN DARI CANGKANG


RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN MESIN EKSTRAKSI
OTOMATIS
Hafiluddin
Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Truojoyo
Jl. Raya Telang PO BOX 2 Kamal Bangkalan
email: abi_hafi@yahoo.com

Abstract

Chitin is one of the natural polymer compound which is totally generous sufficient and most total after
cellulose. This research directed to know optimisation process for the extraction of chitin from the carapax
crabs by using automatic machine extraction. The research covered the activity which is appearance of
utomatic machine extraction making that consist of determination level of the first extraction of optimation
process. This study to analyzied the composition of raw material quality of chitin and standard of optimation of
chitin extraction process. At last, this research determined continu of level optimation extraction process
include study in characteristic quality of chitin. This study conducted refers to exhibit time combination during
the process especially for demineralisasi and deproteinasi of chitin. Analysis for chitin extraction consist of
rendemen, ash value, nitrogen value, water value, whaiteness level and deasetilasi level. The result have
influence significant to examined parameter as ash value, nitrogen value, water value, whiteness level and
deasetilasi level. Optimum condition obtained from demineralisasi process at 100 0C temperature for 60
minutes and deproteinasi process at 100 0C temperature for 60 minutes by 9.279% rendemen; 7.257% water;
0.6398% ash, 5.4068% total nitrogen, 50.2% whaiteness level and 21.3% deasetilasi level.
Key words: Chitin, Extraction, Carapax, Crab
juta metrik ton, dimana kurang lebih 10-
55% (basis kering) merupakan khitin dan
PENDAHULUAN khitosan.
Meskipun ketersediaan khitin pada
Sejak pertama kali ditemukan pada spesies itu cukup banyak, namun
jamur di tahun 1811 oleh Profesor Henri kenyataannya masih mengalami kesulitan
Braconnot, seorang pimpinan Taman dalam pengadaan bahan baku limbah yang
Botani Akademi Sains di Nancy, Perancis tersedia dari spesies tersebut untuk skala
dan berhasil diisolasikan dari serangga komersial. Hal ini dikarenakan penyebaran
pada tahun 1830-an, keberadaan khitin lokasi industri pengolahan penghasil bahan
semakin banyak memperlihatkan baku khitin dan khitosan di berbagai
peranannya dalam berbagai bidang antara negara yang demikian luas. Secara relatif,
lain kedokteran, pertanian, pengolahan tingginya tingkat kerusakannya juga
pangan, pengolahan air (air minuman dan merupakan faktor yang dapat membuat
limbah cair), bioteknologi, kosmetika dan sumber bahan baku ini sulit.
lain-lain. Berdasarkan Infofish Tahun 1999,
Khitin diproduksi dengan cara sekitar 35-45% bahan baku khitin berasal
demineralisasi dan deproteinasi sumber dari hasil proses produk udang kupas beku
bahan bakunya. Deacetylasi khitin (headless shell-on). Pada proses peeling
menggunakan alkali akan menghasilkan (pengupasan), yang meliputi pembuangan
khitosan. Hampir 10% dari perdagangan kulit dan kepala, total produksi limbah
global produk-produk perikanan, terdiri yang dihasilkan dapat mencapai sekitar 40-
dari spesies yang kaya akan bahan-bahan 45%. Sedangkan bahan baku yang berasal
khitin dan khitosan. Saat ini dari spesies- dari kepiting dan rajungan terlihat bahwa
spesies tersebut telah diproduksi sekitar 9 untuk setiap pendaratan kepiting umumnya
40
Jurnal KELAUTAN, Volume 4, No.2 Oktober 2011 ISSN : 1907-9931

diperkirakan mencapai 1,35 juta metrik ton dan penggunaan pemanas uap (Sutomo,
dan lebih dari 70% bahan ini terbuang 1996). Peralatan tersebut masih banyak
selama proses pengolahannya. memiliki kekurangan yang berarti,
Potensial khitin dunia yang besar ini diantaranya adalah kapasitasnya yang
diperkirakan akan mencapai sekitar kecil, kepraktisan dalam pengoperasian,
118.000-150.000 metrik ton. Berdasarkan penetapan suhu dan waktu proses yang
gambaran ini, mendatang diperkirakan tidak akurat serta tingkat kerusakan dari
sudah 100% limbah dapat terkonversi alat yang begitu tinggi, seperti mudah
menjadi khitin. Bahkan jika separuh dari pecah dan rusak. Untuk itu maka
limbah yang ada dibuat untuk diperlukan suatu mesin ekstraksi yang
memproduksi khitin, maka akan dihasilkan dapat mengefektifkan aktivitas itu
sekitar 38.000 metrik ton produk khitin semuanya. Peralatan ekstraksi ini
(Subasinghe dalam Infofish 1999). diharapkan merepresentasikan proses
Indonesia sebagai negara maritim yang dalam skala komersial, memiliki kontrol
ditunjang dengan sumber bahan baku yang otomatis, dan memudahkan dalam proses
berlimpah tentunya sangat berpotensi besar penanganan, sehingga diharapkan produk
sebagai negara produsen khitin dan khitin yang dihasilkan memiliki mutu yang
khitosan dunia. Namun masyarakat baik. Tujuan dari penelitian ini adalah
sampai saat ini masih sangat sedikit yang untuk mengetahui tingkat optimasi proses
mengetahui tentang manfaat dan teknologi ekstraksi khitin dari cangkang rajungan
khitin dan khitosan. Untuk itu perlu dengan mesin ekstraksi otomatis.
adanya upaya pengembangan khitin dan
khitosan tersebut. METODE PENELITIAN
Penelitian yang mempelajari proses
ekstraksi khitin masih terbatas pada Waktu dan Tempat
penggunaan udang sebagai bahan baku, Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
sedangkan bahan baku yang berasal dari April sampai Juni 2004 di Laboratorium
hasil laut lainnya masih sangat sedikit, Teknik dan Manajemen Industri Hasil
terutama rajungan. Hal ini mungkin Perikanan, Laboratorium Biokomia Hasil
dikarenakan masih belum besarnya bahan Perikanan, Jurusan Teknologi Hasil
baku yang ada serta komposisi kimianya, Perikanan-Fakultas Perikanan dan Ilmu
terutama kadar abunya yang demikian Kelautan, Laboratorium Biokimia Pusat
besar, sehingga menyulitkan didalam Antar Universitas, Institut Pertanian
proses ekstraksinya. Selain itu, penelitian Bogor.
yang dilakukan masih terbatas juga pada
pengaruh sifat fisika dan kimia dari khitin Bahan dan Alat
dan khitosan yang dihasilkan, seperti Raja Bahan-bahan yang digunakan dalam
(1998) yang mempelajari proses penelitian ini terdiri dari: bahan baku
demineralisasi khitin dari limbah udang, cangkang rajungan yang berasal dari
Alamsyah (1999) dan Sugiartini (2000) Muara Angke dan Mini Plant PT Philips
yang mempelajari proses demineralisasi Seafood di daerah Jakarta Utara yang
khitin dari limbah rajungan. umumnya berasal dari perairan laut Jawa.
Namun penelitian-penelitian yang Bahan ekstraksi khitin, yaitu berupa HCl
menuju pada pengoptimalan proses teknis, NaOH teknis, dan air. Bahan untuk
ekstraksi khitin masih terbatas pada analisis, yaitu berupa asam sulfat, asam
penggunaan alat ekstraksi yang sederhana, borat, tablet kjeldahl, barium klorida, dan
seperti menggunakan beaker glass dengan asam asetat.
pemanas hot plate (Suptijah et al. 1992)
41
Jurnal KELAUTAN, Volume 4, No.2 Oktober 2011 ISSN : 1907-9931

Sedangkan alat-alat yang digunakan b. Deproteinasi


pada penelitian ini terdiri dari: Alat Residu khitin hasil demineralisasi
ekstraksi khitin yaitu berupa mesin selanjutnya dicampur dengan larutan
ekstraksi otomatis, gelas ukur, bakul, NaOH 3,5% nisbah 1:10 (b/v).
nampan. Alat untuk analisis, yaitu berupa Campuran dimasukkan kembali dalam
oven, tanur, kjeltek system, timbangan alat ekstraksi kemudian dilakukan
analitik, cawan. pemanasan dengan suhu 90 dan 100 0C
selama 30, 45, 60 menit dan kecepatan
Penentuan Tingkat Optimasi Proses pengadukan 60 rpm. Larutan NaOH
Ekstraksi Awal selanjutnya dikeluarkan melalui lubang
Beberapa hal yang dilakukan pada saringan, sedangkan residu padatan
proses ekstraksi awal ini terdiri atas khitin dikeluarkan melalui lubang
analisis komposisi mutu bahan baku pengeluaran padatan kemudian
serpihan cangkang rajungan yang akan dilakukan pencucian dengan air sampai
digunakan dan berupa kajian penentuan pH netral.
tingkat optimasi proses ekstraksi
berdasarkan Suptijah et al. (1992). Analisis Khitin
Analisis yang dilakukan pada bahan
Penentuan Tingkat Optimasi Proses baku meliputi : kadar air, kadar abu, kadar
Ekstraksi Lanjutan protein. Sedangkan analisis terhadap
Kajian utama penelitian ini adalah khitin meliputi : rendemen, kadar air
untuk melihat kombinasi antara suhu dan (AOAC 2005), kadar abu (AOAC 2005),
waktu selama proses ekstraksi, terutama kadar nitrogen (AOAC 2005), derajat putih
tahap demineralisasi dan deproteinasi (Food Chemical Codex III 1981) dan
proses pembuatan khitin. Prosedur proses derajat deasetilasi (Suptijah et al. 1992).
pembuatan khitin pada penelitian ini
berdasarkan pada metode yang dilakukan Rancangan Percobaan
oleh Suptijah et al. (1992) dengan Rancangan percobaan yang digunakan
melakukan beberapa modifikasi. untuk analisis mutu khitin adalah
(a) Demineralisasi Rancangan Acak Lengkap (RAL) Tunggal.
Bahan baku berupa serpihan cangkang Menurut Steel dan Torrie (1989) model
rajungan dengan ukuran 3,27 mm, matematik Rancangan Acak Lengkap
dilarutkan selama beberapa jam dalam Tunggal adalah sebagai berikut :
alat ekstraksi dengan menggunakan
larutan HCl 1 N nisbah 1:7 (b/v)
Yij i ij
sebagai pengekstrak. Kemudian Dimana : Yij = Nilai Pengamatan
dilakukan pemanasan pada suhu 90 = Nilai rata-rata pengamatan
dan 100 0C selama 30, 45, 60 menit i = Pengaruh perlakuan ke-i
dengan kecepatan pengadukan 60 rpm. ij = Galat Percobaan
Setelah proses demineralisasi, larutan
pengekstrak selanjutnya dikeluarkan Data yang diperoleh selanjutnya
melalui lubang pembuangan yang dilakukan analisis ragam. Jika F hitung <
dilengkapi saringan. Residu khitin Ftabel, maka perlakuan yang diberikan
terdemineralisasi yang berupa padatan memberikan pengaruh yang berbeda nyata
dikeluarkan dan dicuci dengan air dan jika F hitung > Ftabel maka perlakuan
sampai pH netral. yang diberikan tidak memberikan
pengaruh yang berbeda nyata.

42
Jurnal KELAUTAN, Volume 4, No.2 Oktober 2011 ISSN : 1907-9931

Untuk mengetahui perbedaan antar tergolong besar, yaitu sebesar 34,1844%.


perlakuan yang dicobakan, data Kadar protein ini juga lebih besar dari
selanjutnya dilakukan analisis lanjutan pada hasil analisis yang dilakukan oleh
dengan menggunakan uji lanjut Tukey. Sugihartini (2000), yaitu sebesar 16,16%.
Tingginya kadar abu dan kadar protein
HASIL DAN PEMBAHASAN pada bahan baku ini dikarenakan jenis
bahan yang dikandungnya serta fungsi dari
Komposisi Mutu Bahan Baku cangkang dalam melindungi kelanjutan
Komposisi bahan baku serpihan hidup dari rajungan tersebut. Berdasarkan
cangkang rajungan meliputi: analisis kadar hasil penelitian Multazam (2002)
air, kadar abu, dan kadar protein. Hasil menyatakan bahwa kadar abu dan protein
analisis kimia bahan baku serpihan pada cangkang rajungan adalah sebesar
cangkang rajungan tersebut dapat dilihat 44,28% dan 18,18%. Besarnya kadar abu
pada Tabel 1. ini disumbangkan dari mineral Ca, P, dan
Tabel 1. Hasil Analisis Kimia Serpihan Mg yaitu masing-masing sebesar 19,97%;
Cangkang Rajungan 1,81% dan 1,29% dari total berat cangkang
Rata-rata Rata-rata yang ada. Sedangkan besarnya protein
Parameter dikarenakan peranannya sebagai
(% bb) (% bk)
Kadar air 9,0826 9,9885 pembentukan pigmen, dimana rata-rata
kadar protein yang dikandungnya sebesar
Kadar abu 54,6885 60,1517
18,18%.
Kadar protein 34,1844 -
Tingginya kadar abu dan protein dari
bahan baku ini akhirnya menunjukan
Hasil analisis kimia bahan baku
bahwa proses ekstraksi yang akan
serpihan cangkang rajungan pada Tabel 1
dilakukan memerlukan modifikasi yang
terlihat bahwa kadar air serpihan cangkang
besar, diantaranya adalah konsentrasi dari
rajungan yang akan digunakan sebagai
bahan kimia yang digunakan, waktu proses
bahan baku khitin sudah tergolong sedikit
yang lebih lama, serta kondisi optimum
sehingga bahan baku serpihan cangkang
proses yang akan dilakukan, seperti suhu
rajungan yang akan digunakan sudah
proses dan kecepatan pengadukan.
termasuk kering walaupun masih tinggi
dibandingkan dengan hasil analisis yang
Optimasi Proses Ekstraksi Khitin Awal
dilakukan oleh Multazam (2002), yaitu
Hasil analisis kadar abu yang
sebesar 4,32%. Hal ini diduga karena
dihasilkan pada penelitian ekstraksi khitin
proses pengeringan yang dilakukan,
awal ini berkisar antara 36,97% sampai
dimana kemungkinan kondisinya sangat
52,10% (bb) atau 39,54% sampai 53,58%
beragam, seperti sinar matahari yang ada,
(bk). Hasil analisis kadar abu setelah
penanganan bahan selama proses
proses demineralisasi ekstraksi khitin
pengeringan, dan kadar air awal.
tersebut selengkapnya dapat dilihat pada
Berdasarkan hasil analisis terhadap
Tabel 2.
kadar abu terlihat bahwa, kadar abu yang
ada dari bahan baku tersebut memiliki
kandungan yang besar, yaitu sebesar
54,6885%. Kadar abu ini lebih tinggi dari
pada hasil analisis yang dilakukan oleh
Sugihartini (2000), yaitu sebesar 46,28%.
Untuk kadar protein yang diperoleh dari
serpihan cangkang rajungan tersebut juga

43
Jurnal KELAUTAN, Volume 4, No.2 Oktober 2011 ISSN : 1907-9931

Tabel 2. Hasil analisis kadar abu proses pencucian yang dilakukan, dimana mineral
demineralisasi ekstraksi khitin yang sudah tereduksi masih tersisa dan
awal ikut dalam proses analisis.
Kadar abu (%) Mima et al. (1983) dalam Hong et al.
PERLAKUAN Berat Berat (1997) menyatakan bahwa cangkang
basah kering rajungan memiliki kandungan abu yang
A0B0 50,65 52,43 sangat tinggi, hal ini dikarenakan
A1B1 36,97 39,54 komposisi bahan penyusunannya yang
A1B2 41,36 42,89 memang memiliki kadar abu atau mineral
A1B3 52,10 53,58 yang tinggi, sehingga proses
A2B1 44,36 47,45 demineralisasi dalam ekstraksi khitin dari
A2B2 45,19 46,21 cangkang rajungan dengan menggunakan
A2B3 48,87 50,86 HCl 1 N diperlukan waktu selama 12 jam
dan dilakukan sebanyak 2 kali pada suhu
Berdasarkan hasil analisis kadar abu ruang.
setelah proses demineralisasi tersebut
terlihat bahwa, proses dimineralisasi yang Penentuan Tingkat Optimasi Proses
dilakukan masih belum sesuai dengan Ekstraksi Lanjutan
ketentuan pasar atau standar yang ada, Proses ekstraksi selanjutnya dilakukan
yaitu 2,5% (Subasinghe dalam Infofish, dengan tahapan proses demineralisasi
1999). Masih tingginya kadar abu tersebut sebanyak 2 kali dan deproteinasi sebanyak
kemungkinan disebabkan masih belum 1 kali. Karakteristik khitin dari cangkang
sempurnanya proses demineralisasi yang rajungan yang dihasilkan dari berbagai
dilakukan. Hal ini dikarenakan bahan baku perlakuan yang diberikan tersebut adalah:
cangkang rajungan yang digunakan (a) Rendemen
kemungkinan memiliki kandungan mineral Hasil analisis terhadap rendemen
atau kadar abu yang tinggi atau produk khitin terlihat bahwa rendemen
kemungkinan proses demineralisasi pada produk khitin yang dihasilkan berkisar
ekstraksi khitin tersebut belum sempurna, antara 8,963% sampai 18,381% (bk). Data
seperti misalnya rendahnya konsentrasi lengkap hasil perhitungan rendemen
HCl yang digunakan, lama dan suhu produk khitin tersebut dapat dilihat pada
proses demineralisasi yang belum optimal, Gambar 1.
masih belum sempurnanya proses

44
Jurnal KELAUTAN, Volume 4, No.2 Oktober 2011 ISSN : 1907-9931

20
18,381
18 17,301 17,063

16

14
12,821
Rendemen (%)

12

10 9,279 9,534
8,963
8

0
A0B0 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
Perlakuan

Gambar 1. Histogram rendemen khitin

Berdasarkan Gambar 1. dapat dilihat Hasil penelitian terlihat bahwa kadar


bahwa proses demineralisasi sangat abu produk khitin yang dihasilkan rata-rata
berpengaruh terhadap rendemen khitin berkisar antara 0,1349% sampai 6,1994%
yang dihasilkan. Semakin lama proses (bb) atau 0,1487% sampai 6,5255% (bk).
demineralisasi ekstraksi khitin yang Kadar abu paling rendah didapatkan dari
dilakukan terlihat bahwa rendemen khitin perlakuan A1B3 (demineralisasi selama 60
yang dihasilkan cenderung lebih rendah menit dan proses deproteinasi selama 30
dibandingkan dengan proses menit) yaitu sebesar 0,1349% (bb) atau
demineralisasi ekstraksi khitin dengan 0,1487% (bk). Sedangkan kadar abu
waktu yang lebih cepat. Berdasarkan tertinggi diperoleh melalui perlakuan
gambar tersebut terlihat juga bahwa A2B3 (demineralisasi selama 45 menit dan
penggunaan perlakuan proses deproteinasi deproteinasi selama 30 menit) yaitu
dengan waktu yang berbeda cenderung sebesar 6,1994% (bb) atau 6,5255% (bk).
tidak memberikan perubahan yang berarti Data selengkapnya kadar abu proses
terhadap rendemen khitin yang dihasilkan. ekstraksi khitin tersebut dapat
(b) Kadar Abu diperlihatkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil analisis kadar abu khitin


Perlakuan
Kadar abu (%)
A0B0 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
Berat basah 0,2108 0,6398 0,2665 0,1349 4,7154 6,0223 6,1994
Berat kering 0,2309 0,6990 0,2931 0,1487 4,8942 6,2631 6,5255

(c) Kadar Nitrogen diperoleh dengan perlakuan A2B2


Hasil penelitian menunjukkan (demineralisasi selama 45 menit dan
bahwa kadar nitrogen produk khitin yang deproteinasi selama 45 menit) yaitu
dihasilkan berkisar antara 2,4364% sampai sebesar 2,3634%, sedangkan kadar
5,4068%. Kadar nitrogen terendah nitrogen terbesar diperoleh dengan

45
Jurnal KELAUTAN, Volume 4, No.2 Oktober 2011 ISSN : 1907-9931

perlakuan A1B1 (demineralisasi selama 60 kadar nitrogen produk khitin yang


menit dan deproteinasi selama 60 menit) dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 4.
yaitu sebesar 5,4068%. Data selengkapnya

Tabel 4. Hasil analisis kadar nitrogen khitin

Kadar Perlakuan
Nitrogen (%) A0B0 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
Ulangan 1 3.2914 5.3369 5.2061 5.2974 2.7124 2.1449 2.8995
Ulangan 2 3.5449 5.4768 4.8853 5.231 2.8729 2.7278 2.8842
Rata-rata 3.4182 5.4068 5.0457 5.2642 2.7926 2.4364 2.8918

(d) Kadar Air Kadar air terendah diperoleh


Kadar air khitin yang dihasilkan pada dengan perlakuan A2B2 (demineralisasi
penelitian ini adalah berkisar antara selama 45 menit dan deproteinasi selama
3,8389% sampai 9,2634% (bb) atau 45 menit) yaitu sebesar 3,8389% (bb) atau
3,9922% sampai 10,2092% (bk) yang 3,9922% (bk). Sedangkan kadar air
terlihat pada Tabel 5. tertinggi diperoleh dari perlakuan A1B3
(demineralisasi selama 60 menit dan
Berdasarkan hasil tersebut, kadar air deproteinasi selama 30 menit) yaitu
pada khitin hasil penelitian ini sudah sebesar 9,2634% (bb) atau 10,2090 (bk).
memenuhi standar mutu dari produk khitin Hasil analisis terhadap kadar air khitin dari
yang diterima dipasarkan, meskipun hasil berbagai perlakuan yang diberikan dapat
tersebut masih tergolong cukup tinggi. dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil analisis kadar air khitin pada berbagai perlakuan yang dicobakan
Perlakuan
Kadar air (%)
A0B0 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
Berat basah 8.7496 7.2571 9.1913 9.2634 4.1556 3.8389 4.9832

Berat kering 9,5886 7,8256 10,1222 10,2092 4,3359 3,9922 5,2499

tergolong baik karena telah memenuhi


(e) Derajat Putih standar mutu yang dipublikasikan dalam
Derajat putih khitin yang dihasilkan infofish yaitu berwarna kuning sampai
pada penelitian ini adalah berkisar antara putih. Hasil analisis derajat putih khitin
37,10% sampai 50,10%. Secara umum dapat dilihat pada Tabel 6.
derajat putih yang dihasilkan tersebut

Tabel 6. Hasil analisis derajat putih khitin


Kadar Perlakuan
Nitrogen(%) A0B0 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
Ulangan 1 37.6 50.3 48.5 39.8 44.8 45.3 43.8
Ulangan 2 37.1 50.1 48.3 39.5 44.5 45 43.9
Rata-rata 37.35 50.2 48.4 39.65 44.65 45.65 43.85

46
Jurnal KELAUTAN, Volume 4, No.2 Oktober 2011 ISSN : 1907-9931

Penggunaan warna putih sebagai 12,0% sampai 31,0%. Derajat deasetilasi


parameter mutu khitin dihubungkan tertinggi diperoleh dengan perlakuan
dengan kemurnian khitin dari senyawa- A2B2 (proses demineralisasi selama 45
senyawa lain, seperti mineral dan protein menit dan proses deproteinasi selama 30
yang membawa senyawa protein. Semakin menit) yaitu sebesar 31,0%. Sedangkan
putih warna khitin yang dihasilkan maka derajat deasetilasi paling rendah diperoleh
mutu khitin semakin bagus karena dengan perlakuan A2B3 (demineralisasi
kandungan senyawa-senyawa pengotor selama 45 menit dan proses deproteinasi
seperti mineral semakin sedikit. selama 60 menit yaitu sebesar 12%
(Gambar 2). Semakin pendek waktu
(f) Derajat Deasetilasi deproteinasi derajat deasetilasi khitin
Derajat deasetilasi yang dihasilkan semakin tinggi.
dalam penelitian ini adalah berkisar antara
35
31
30
Derajat deasetilasi(%)

25
21,3 20,4
20 17,3
17
15 13,3
12
10

0
A0B0 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
Perlakuan

Gambar 2. Histogram derajat deasetilasi khitin dari berbagai perlakuan

Kondisi Optimum Proses Ekstraksi (perlakuan 0) dilihat dari kadar air, derajat
Khitin putih dan derajat deasetilasi yang lebih
Kondisi optimum untuk tinggi disamping kriteria yang lain yang
menghasilkan khitin yang lebih mendekati telah memenuhi standar khitin dalam
standar mutu diperlihatkan pada Tabel 7. infofish (1999).
yaitu pada perlakuan demineralisasi 100
0
C selama 60 menit dan deproteinasi 100 KESIMPULAN
0
C selama 60 menit, yaitu dengan
rendemen yang dihasilkan 9,279%, kadar Berdasarkan hasil studi
air 7,257%, kadar abu 0,6398%, total perbandingan secara manual dari mesin
nitrogen 5,4068%, derajat putih 50,2% dan ekstraksi otomatis tersebut, ternyata mesin
derajat deasetilasi ebesar 21,3%. ekstraksi ini memiliki beberapa kelebihan
Pengambilan perlakuan tersebut sebagai dibandingkan dengan alat ekstraksi yang
perlakuan yang paling optimum didasarkan ada, diantaranya adalah aktivitas
pada kandungan abunya yang sudah kecil penanganan selama proses yang lebih
dan disamping itu standar mutu yang lain mudah dilakukan, kondisi proses operasi
sudah terpenuhi. Perlakuan optimum yang dapat dikontrol (suhu dan lama
tersebut juga mempunyai mutu yang lebih proses ekstraksi dapat disesuaikan), serta
bagus dibandingkan dengan standar

47
Jurnal KELAUTAN, Volume 4, No.2 Oktober 2011 ISSN : 1907-9931

tingkat pemakaian energi dan tenaga Multazam. 2000. Prospek Pemanfaatan


manusia yang sedikit. Cangkang Rajungan (Portunus sp)
Berbagai perlakuan yang diberikan sebagai Suplemen Pakan Ikan.
pada proses ekstraksi khitin ternyata Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil
memberikan pengaruh yang nyata terhadap Perikanan. Fakultas Perikanan dan
parameter yang diamati yaitu kadar abu, Ilmu Kelautan. Institut Pertanian
kadar nitrogen, kadar air, derajat putih dan Bogor. Bogor.
derajat deasetilasi. Kondisi optimal proses Setiyani, E. 1997. Pengaruh Suhu dan
ekstraksi khitin diperoleh dari perlakuan Waktu Deasetilasi Khitin Menjadi
proses demineralisasi 100 0C selama 60 Khitosan dari Cangkang Rajungan.
menit dan deproteinasi 100 0C selama 60 Skripsi. FATETA. IPB.
menit, yaitu dengan rendemen yang Steel, D. G. R dan Torrie, H. J. 1993.
dihasilkan 9,279%, kadar air 7,257%, Prinsip dan Prosedur Statistika.
kadar abu 0,6398%, total nitrogen Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
5,4068%, derajat putih 50,2% dan derajat Sugihartini, L. 2000. Pengaruh
deasetilasi 21,3%. Konsentrasi Asam Klorida dan
Waktu Dimeneralisasi Khitin
DAFTAR PUSTAKA Terhadap Mutu Khitosan dari
Cangkang Rajungan. Skpripsi.
Subasinghe, S. 1999. Chtitin from Jurusan Teknologi Hasil Perikanan.
Shellfish Waste-Health Benefits Fakultas Perikanan dan Ilmu
Over Shadowing Industrial Uses. Kelautan. IPB. Bogor.
Infofish International. No 3: 58-65. Suptijah, P., E. Salamah, H. Sumaryanto,
Raja, B. D. S. 1998. Mempelajari S. Purwaningsih dan J. Santoso.
Produksi dan Sifat Fisika Kimia 1992. Pengaruh Berbagai Isolasi
Khitosan dan Limbah Berbagai Jenis Khitin Kulit Udang Terhadap
Udang Serta Aplikasinya. Thesis. Mutunya. Laporan Penelitian
Pasca Sarjana. Institut Pertanian Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan.
Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Alamsyah, A. 1999. Modifikasi Kelautan. IPB. Bogor.
Pembuatan Khitosan Larut Air. Sutomo. 1997. Studi Pembuatan Khitosan
Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil dari Kulit Udang Menggunakan
Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Pemanas Uap Air. Skripsi. Jurusan
Food Chemical Codex. 1981. National Teknologi Hasil Perikanan. Instiut
Academy Press. Wasington D.C Pertanian Bogor.
Hong K. N dan Samuel P. M. 1989.
Preparation of Chitin and Chitosan
dalam Muzzarelli dan Peter, G.M.
1997. Chitin Handbook. European
Chitin Society.
Mima, S., Miya M., Iwamoto R.,
Yoshikawa, S. 1983. Journal
Application Polymer dalam Hong,
K. N, Samuel P. M. 1989.
Preparation of Chitin and Chitosan.
Department of Food Science and
Technology, Catholic University.
Korea Utara.
48
Jurnal KELAUTAN, Volume 4, No.2 Oktober 2011 ISSN : 1907-9931

49

You might also like