Professional Documents
Culture Documents
2.2.1.3. Alkaloid....................................................................................... 6
i
DAFTAR TABEL
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Badan Pengawas
Obat dan Makanan dalam rangka menangani penyalahgunaan bahan
berbahaya. Langkah langkah yang dilakukan meliputi berbagai aspek, yaitu
regulasi (antara lain penyusunan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan
Kepala Badan POM Nomor 43 dan Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengawasan
Berbahaya yang Disalahgunakan dalam Pangan, Revisi Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 75 tahun 2014 tentang perubahan kedua Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 44 tahun 2012), pengawasan baik terhadap produk pangan
maupun pengawasan terhadap bahan berbahaya mulai dari importir, distributor
sampai ke pengecer, penyuluhan kepada masyarakat, serta kegiatan lainnya
seperti Kegiatan Pasar Aman dari Bahan Berbahaya dengan memberdayakan
petugas pengelola pasar untuk melakukan pengawasan dan kajian penambahan
zat pemahit pada formalin.
1
suatu kajian awal mengenai potensi berbagai jenis bahan alam dari sumber
tanaman, binatang dan mikroba untuk digunakan sebagai pengawet pangan.
Pada kajian ini, akan menyajikan overview zat antimikroba dari sejumlah sumber
tanaman, binatang, dan mikroba berikut potensi aplikasinya pada sistem pangan
serta aspek regulasi dan beberapa permasalahan dalam aplikasinya pada
pangan.
Kajian ini meliputi kajian literatur tentang bahan-bahan alam dari sumber
tanaman, binatang, dan mikroba yang mengandung zat antimikroba yang
berpotensi digunakan sebagai bahan pengawet pangan alternatif.
Tujuan dari kajian ini adalah untuk memberikan overview tentang beragam
bahan alam yang memiliki potensi digunakan sebagai pengawet pangan alam,
aspek regulasi dan berbagai kendala dalam aplikasinya.
2
BAB 2
PEMBAHASAN
Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia untuk dapat bertahan hidup. Komponen
utama dari bahan pangan terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak. Kerusakan bahan
pangan ini umumnya disebabkan oleh mikroorganisme melalui proses enzimatis dan
oksidasi, terutama yang mengandung protein dan lemak sementara karbohidrat mengalami
dekomposisi (Barus, 2009).
Proses pengawetan adalah upaya menghambat kerusakan pangan dari kerusakan yang
disebabkan oleh mikroba pembusuk yang mungkin memproduksi racun atau toksin. Tujuan
pengawetan yaitu menghambat atau mencegah terjadinya kerusakan, mempertahankan
mutu, menghindarkan terjadinya keracunan dan mempermudah penanganan dan
penyimpanan. Berbagai teknik yang dikenal telah digunakan untuk mengawetkan pangan
antara lain dengan menggunakan pendinginan atau pemanasan, pengasapan, dan
penggunaan pengawet pangan baik sintetis maupun alami.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan
Pangan, bahan pengawet pangan merupakan bahan tambahan pangan untuk mencegah
atau menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian, dan penguraian lainnya terhadap
pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Beberapa jenis bahan pengawet sintetis
yang diizinkan digunakan sebagai bahan pengawet pangan antara lain asam sorbat dan
garamnya, asam benzoat dan garamnya, etil p-hidroksibenzoat, metil p-hidroksibenzoat,
sulfit, nisin, nitrit, nitrat, asam propionat dan garamnya, dan lisozim hidroklorida.
Selain penggunaan bahan pengawet sintesis tersebut, beberapa bahan kimia yang dilarang
digunakan untuk pangan seperti formalin dan boraks yang diketahui berdampak buruk
terhadap kesehatan, sering disalahgunakan oleh oknum pengusaha untuk mengawetkan
pangan.
Hal ini mendorong adanya kecenderungan sebagian pihak untuk kembali menggunakan
bahan pengawet pangan yang bersumber dari bahan bahan alam. Penelitian mengenai
potensi pengawet alami yang dikembangkan dari tanaman rempah (seperti jahe, kayu
manis, daun salam, dll) maupun dari produk hewani (seperti lisozim, laktoperoksidase,
kitosan dan sebagainya) sendiri sebenarnya telah banyak dilakukan di berbagai institusi baik
di dalam negeri maupun luar negeri.
Bahan pengawet dan antioksidan alami ini hampir terdapat pada semua tumbuh-tumbuhan
dan buah-buahan tersebar di seluruh tanah air (Barus, 2009). Secara tradisional masyarakat
telah menggunakan bahan-bahan tumbuhan untuk mengawetkan bahan pangan. Seperti
misalnya untuk mengawetkan nira kelapa, aren maupun lontar, mereka biasanya
menggunakan bahan-bahan tumbuhan seperti: daun manggis, kulit buah manggis, daun
manggis hutan, daun jambu biji, daun jambu mete dan kayu nangka. Bahan-bahan
tumbuhan ini ternyata dapat menghambat proses kerusakan nira selama proses
penyadapan, sehingga diperoleh nira yang lebih baik. Bumbu makanan seperti kunyit,
bawang putih, lengkuas, sereh dan lain-lain digunakan oleh masyarakat untuk mengawetkan
makanan seperti dendeng. Bahan-bahan tersebut setelah diteliti ternyata mengandung
berbagai senyawa bioaktif yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba. Kunir
3
digunakan untuk menghambat ketengikan minyak kelapa. Pada kunyit telah ditemukan
senyawa yang mempunyai sifat sebagai antioksidan yaitu kurkuminoid (Putra, 2014).
Bahan alam telah dikenal mengandung berbagai jenis senyawa antimikroba yang
memegang peranan penting dalam sistem pertahanan alami atau kompetisi pada semua
jenis organisme, baik dari mikroorganisme sampai serangga, binatang, dan tanaman
(Rahman, 2007).
Tanaman yang banyak ditemukan mengandung senyawa antimikroba antara lain fraksi
minyak esensial dari daun (rosemary, sage, kemangi, oregano, thyme, dan marjoram),
bunga atau tunas (cengkeh), umbi (bawang putih dan bawang merah), biji (jintan, adas,
pala, dan peterseli), rimpang (asafoetida), buah (lada dan kapulaga), atau bagian lain dari
tanaman (Gutierrez et al., 2008 dan Lis-Balchin, 1997). Secara umum, tanaman obat dan
rempah-rempah dan beberapa kandungan antimikrobanya termasuk GRAS, dikarenakan
baik penggunaannya secara tradisonal tidak ditemukan menimbulkan efek negatif atau
karena adanya studi toksikologi. Sampai saat ini penggunaanya sebagai pengawet pangan
masih belum dieksploitasi secara optimal sebagai zat antimikroba alternatif.
Tumbuhan dapat mensintesa berbagai jenis senyawa bioaktif yang dapat berperan sebagai
anti mikroba, seperti senyawa fenol dan turunannya, terpena dan terpenoid, alkaloid,
polipeptida dan steroid (Putra, 2014). Efek antimikroba muncul dengan menyebabkan
kerusakan struktur dan fungsi membran sel (Tajkarimi et.al, 2010). Zat-zat pada tanaman
dapat mempengaruhi sel mikroba melalui berbagaimacam mekanisme, termasuk
menyerang fosfolipid bilayer dari membran sel, mengganggu sistem enzim, berinteraksi
dengan material genetik dari bakteri, dan membentuk asam lemak hidroperoksidase yang
disebabkan oleh oksigenase dari asam lemak tidak jenuh (Tajkarimi et.al, 2010).
4
insekta, maupun herbivora (Cowan, 1999 dalam Putra, 2014). Beberapa senyawa fenol
yang mempunyai daya antimikroba adalah fenol sederhana dan asam fenolat, kuinon,
ksanton, flavonoid, tanin, serta koumarin. Beberapa contoh senyawa fenol dan mekanisme
kerjanya dalam menghambat mikroba ditunjukkan dalam Tabel 1.
Asam kafeat
2 Kuinon Plumbagin, Kuinon mampu membentuk Paiva, et al.,
diisolasi dari akar kompleks yang irreversible (2003) dan
Plumbago dengan residu asam amino Cowan
scandens, nukleofilik pada protein (1999)
dilaporkan transmembran pada
Plumbagin memiliki sifat membran plasma,
antibakteri dan polipeptida dinding sel,
antikapang serta enzim-enzim yang
terdapat pada permukaan
membran sel, sehingga
mengganggu kehidupan
sel.
3 Ksanton -mangostin, Bertindak sebagai inhibitor Iinuma, et
senyawa ksanton pada proses sintesis al. (1996)
yang diisolasi dari dinding sel, yaitu dengan
kulit buah mengikat peptida yang
manggis, memiliki menjadi senyawa prekursor
-mangostin daya antimikroba peptidoglikan dalam dinding
terhadap sel bakteri (Bockholt, 1994).
Staphylococcus
aureus.
4 Flavonoid Katekin Sifat antimikroba flavonoid Cowan,
ditemukan pada disebabkan karena (1999)
apel, anggur, kemampuannya
pear dan teh, membentuk kompleks
secara in vitro dengan dinding sel bakteri,
mampu serta protein ekstraseluler
Katekin
menghambat
Vibrio cholerae,
mutan
Streptococcus
dan Shigella.
5
No Senyawa Contoh struktur Contoh sumber Mekanisme kerja Sumber
molekul tanaman menghambat mikroba
5 Tannin Galotanin, Tanin dapat membentuk Cowan
prosianidin. kompleks dengan protein (1999) dan
Tanin bersifat transmembran, enzim- Scalbert,
toksik terhadap enzim pada permukaan (1991)
kapang, bakteri membran, dan protein pili
dan khamir, serta (adesin), melalui ikatan
menghambat hidrogen, sehingga dapat
Galotanin perkembangan mengganggu kehidupan
virus. mikroba.
6 Koumarin Jinten (Carun -- Cowan
carvi), dan (1999),
dilaporkan Hamburger
Koumarin mampu dan
menghambat Hostettmann
bakteri, kapang (1991)
dan virus.
melaporkan,
koumarin dapat
menghambat
Candida albicans.
Keterangan: Sumber dikutip dari Putra, 2014
Terpena dan terpenoid mempunyai daya antimikroba terhadap bakteri, kapang, virus dan
protozoa (Hill, 1993 dalam Putra, 2014). Sebagai contoh Friedilin, terpenoid pada bunga
Mammea siamensis, memiliki daya penghambatan terhadap bakteri Staphylococcus aureus
dan Bacillus subtilis. Mekanisme penghambatannya diduga melalui perusakan lipidbilayer
membran sel akibat gugus hidrofobik yang dimilikinya (Cowan, 1999 dalam Putra, 2014).
Gambar 1. Friedilin
2.2.1.3. Alkaloid
2.2.1.4. Polipeptida
Menurut Black (2005), sifat antimikroba polipeptida disebabkan oleh karena kemampuannya
merusak membran sel (Putra, 2014). Polipeptida yang mampu merusak membran sel adalah
polipeptida yang memiliki residu asam amino bermuatan positif seperti lisin, histidin dan
arginin (Cowan, 1999 dalam Putra, 2014). Sebagai contoh fabatin, polipeptida pada buncis,
dilaporkan dapat menghambat Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan
Enterococcus hirae (Cowan, 1999 dalam Putra, 2014).
6
2.2.1.5. Steroid
Kerja steroid dalam menghambat mikroba, adalah dengan merusak membran plasma
sehingga menyebabkan bocornya sitoplasma ke luar sel yang selanjutnya menyebabkan
kematian sel (Smith dan Shay, 1966 dalam Putra, 2014). Subhadhirasakul dan Pechpongs
(2005) melaporkan, -sitosterol yang diisolasi dari ekstrak kloroform Mammea siamensis
menunjukkan daya penghambatan terhadap Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis
(Putra, 2014).
Gambar 2. -Sitosterol
Dewasa ini, penggunaan antimikroba alami seperti ekstrak dari tumbuhan untuk
mengawetkan bahan pangan banyak mendapat perhatian para peneliti. Penggunaan
campuran ekstrak kayu manis (Cinnamomum cassia) dan kucai (Allium tuberosum) untuk
mengawetkan bahan pangan telah diteliti oleh Mau, et al. (2001). Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa ekstrak tersebut mempunyai potensi untuk mengawetkan, sari buah
jeruk, daging babi dan susu.
Lin, et al. (2004) melaporkan ekstrak larut air dari tumbuhan oregano dan cranberry mampu
menekan perkembangan Listeria monocytogenes pada irisan daging sapi dan ikan yang
disimpan pada suhu 4 C. Bahan aktif yang terdapat pada oregano dan cranberry adalah
senyawa-senyawa fenolat.
Ekstrak metanol dan etanol kulit kayu Saccoglottis gabonensis efektif menghambat
pertumbuhan bakteri-bakteri yang biasanya berkembang pada nira seperti Leuconostoc
mesenteroides dan Lactobacillus plantarum, yang mana ekstrak metanolnya lebih efektif
dibandingkan ekstrak etanolnya (Faparusi dan Bassir, 1973).
Bawang mempunyai kandungan senyawa antibakteri dan antifungal seperti allisin dan
tiosulfonat. Hasil penelitian terhadap ekstrak minyak esensial dari bahwa bawang (hijau,
kuning, dan merah) serta bawang putih yang dilakukan oleh Benkeblia N., 2004
menunjukkan bahwa ekstrak bawang dah bawang putih tersebut memiliki aktivitas
antibakteri terhadap dua bakteri yaitu, Staphylococcus aureus, Salmomella Enteritidis, dan
tiga fungi yaitu, Aspergillus niger, Penicillium cyclopium dan Fusarium oxysporum. Bawang
putih yang paling tinggi daya hambatnya dan bawang hijau yang aktivitas antimikrobanya.
Pada tabel 2 berikut ini ditunjukkan beberapa rempah-rempah dan tanaman obat yang
memiliki aktivitas antimikroba.
7
Tabel 2. Beberapa rempah-rempah dan tanaman obat (herb) yang memiliki aktivitas
antimikroba
Kemangi Oregano
Rosemary Sage Thyme
Cengkeh
Bahan-bahan pengawet alami dari sumber tanaman hampir terdapat pada semua tumbuh-
tumbuhan dan buah-buahan yang tersebar di seluruh tanah air (Barus, 2009). Pada Tabel 3
ditunjukkan beberapa contoh hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa institusi di
Indonesia mengenai bahan alami dari tanaman yang berpotensi untuk dijadikan sebagai
pengawet pangan baik secara in vitro ataupun aplikasinya pada pangan.
8
Table 3. Berbagai bahan pengawet alami dari sumber tanaman di Indonesia
10
Kandungan Objek target
No Tanaman / Buah Gambar Produk Hasil peenelitian Sumber
Zat Aktif aktivitas zat
x 106 CFU/g, sedangkan dengan penambahan
ekstrak segar 20% pada jam ke-36
mencapai 5.6 x 105 CFU/g. Untuk total kapang-
khamir pada mie basah, baik mentah maupun
matang, dengan penambahan ekstrak kunyit
tidak melewati batas maksimum menurut SNI
yaitu 104 CFU/g. Begitu juga halnya dengan
total koliform. Pada mie basah dengan
penambahan ekstrak kunyit tidak terdapat
mikroba koliform. Nilai pH akhir dari mie basah
dengan penambahan ekstrak kunyit masih
tergolong basa. Mie basah mentah dengan
penambahan ekstrak kunyit memiliki Aw 0.919,
sedangkan mie basah matang dengan
penambahan ekstrak kunyit memiliki Aw 0.942.
Mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit
memiliki penampakan yang kurang menarik,
karena mie basah dengan penambahan ekstrak
kunyit berwarna merah kecoklatan.
4 Jeruk nipis Asam sitrat, Salmonella dan Karkas Dekontaminasi perasan jeruk nipis dengan Rahardjo
asam malat, Escherichia coli ayam konsentrasi yang berbeda (5, 10, dan 15 %) (2012)
asam laktat broiler pada lama perendaman 5 dan 10 menit nyata
dan asam (P<0,05) menurunkan jumlah bakteri
tartarat Salmonella sampai dengan 96,43 persen.
Dekontaminasi juga mampu menurunkan
jumlah bakteri Escherichia coli sampai dengan
57,38 persen, namun tidak terdapat perbedaan
pengaruh yang nyata antara konsentrasi dan
lama perendaman terhadap jumlah bakteri
pada karkas dada ayam
broiler.
-- Nasi Konsentrasi sari buah jeruk nipis yang efektif Haq, dkk
untuk mengawetkan nasi sebanyak 1,8 kg (2010)
yang disimpan dalam penghangat nasi adalah
0,93%.cara penambahan sari jeruk nipis yang
11
Kandungan Objek target
No Tanaman / Buah Gambar Produk Hasil peenelitian Sumber
Zat Aktif aktivitas zat
paling tepat adalah sebelum penanak nasi, dan
cara penyimpanan yaitu disimpan dalam alat
penghangat nasi pemanas nasi. Sari buah jeruk
nipis dengan konsentrasi 0,93% mampu
mengawetkan nasi hingga 109,1 jam atau
sekitar 4,5 hari dan setelah masa pengawetan
selama 4 hari sampel nasi mengalami
penurunan pH, penurunan kadar air sebesar
0,79%, kenaikan kadar karbohidrat sebesar
6,516%, dan kenaikan kadar protein sebesar
0,858%.
5 Picung atau Asam sianida, -- Ikan Penggunaan daging biji kluwak dengan 2% Hangesti
kluwak (Pangium asam kembung garam telah mampu mengawetkan ikan (2006)
edule Reinw) hidnokarpat, kembung segar selama enam hari, tanpa
asam glorat, mengubah mutu.
dan tanin .
6 Jahe, laos, kunyit, Jahe dan -- Ikan dan Hasil penelitian menunjukkan: Purwani dan
beluntas dan beluntas: daging 1) sifat fisik ikan dan daging yang diawetkan Muwakhidah
kluwak minyak atsiri dengan jahe, laos, kunyit, beluntas dan (2008)
Kluwak: kluwak pada hari ke -1 (24 jam), dalam
flavonoid keadaan masih baik dan tekstur masih
Daun beluntas Kunyit: kenyal, sedangkan pada hari ke-2 (48 jam),
kurkumin, sudah mulai menunjukkan tanda-tanda
desmetoksik kerusakan dengan tekstur mulai lunak;
umin dan 2) masa simpan ikan berdasarkan total
bidestometo mikrobia pada hari ke-0 dan 1 nilai p>0,01
ksikumin yang menunjukkan tidak berbeda nyata.
Jahe Pada hari ke-0, jumlah total mikrobia pada
perlakuan dengan jahe 15%, kunyit 10% dan
kluwak 15% jumlahnya lebih kecil
dibandingkan pada kontrol, sedangkan
perlakuan dengan beluntas 15% dan laos
15% jumlah total mikrobia lebih besar
dibandingkan pada kontrol. Total mikrobia
pada hari ke-1 (24 jam), perlakuan dengan
12
Kandungan Objek target
No Tanaman / Buah Gambar Produk Hasil peenelitian Sumber
Zat Aktif aktivitas zat
jahe, laos, kunyit dan kluwak dosis 15%,
jumlahnya lebih rendah dibandingkan pada
kontrol, sedangkan pada beluntas 15%
jumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan
kontrol ;
3) masa simpan daging berdasarkan total
mikrobia pada hari ke-0 dan 1 nilai p>0,01
sehingga tidak berbeda nyata. Total mikrobia
pada perlakuan dengan jahe, laos, kunyit,
beluntas dan kluwak dengan dosis 15%
pada hari ke-0 maupun hari ke-1 (24 jam),
jumlahnya lebih kecil dibandingkan pada
kontrol;
4) daya terima ikan oleh konsumen
menunjukkan p<0,01 yang berarti berbeda
nyata. Ikan yang paling disukai adalah ikan
dengan penambahan pengawet laos 15%,
sedangkan daya terima ikan yang kurang
disukai konsumen adalah ikan yang
diawetkan dengan kluwak 15%;
5) daya terima daging oleh konsumen
menunjukkan nilai p<0,01 sehingga berbeda
nyata. Daging yang paling disukai adalah
daging dengan penambahan pengawet laos
15%, sedangkan daya terima daging yang
kurang disukai konsumen adalah daging
yang diawetkan dengan kluwak 15%.
13
Kandungan Objek target
No Tanaman / Buah Gambar Produk Hasil peenelitian Sumber
Zat Aktif aktivitas zat
7 Mengkudu Scopoletin, Bakteri pembusuk In vitro1) Ekstrak etanol buah mengkudu (Morinda Dewi (2010)
(Morinda citrifolia, glikosida, daging segar, antara citrifolia, L.) mempunyai aktivitas
L.) imunostimula, lain, Bacillus cereus penghambatan, pada uji zona hambat
Alizarin, ATCC 1178, menunjukkan aktivitasnya cenderung lebih
Acubin, L. Staphylococcus aktif terhadap bakteri gram positif, daripada
Asperuloside, saprophyticus ATCC gram negatif.
dan flavonoid, 15305, Enterobacter 2) Nilai MIC ekstrak etanol buah mengkudu
Vitamin C. aerogenes ATCC (Morinda citrifolia, L.) untuk E. coli ATCC
13048, dan 11229 adalah 58 mg, E. aerogenes ATCC
Escherichia coli 13048 adalah 72 mg dan B. cereus ATCC
ATCC 11229 1178 adalah 33 mg, S. saprophyticus ATCC
15305 adalah 69 mg.
3) Nilai MBC tidak ditemukan karena aktivitas
senyawa antibakteri hanya bersifat
bakteriostatik (menghambat pertumbuhan
bakteri).
8 Bawang putih Allicin Staphylococcus Bakso Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Tamal, dkk
(Allium Sativum, L) aureus peningkatan level ekstrak (10%, 20%, 30%) (2011)
bawang putih menurunkan total bakteri, tidak
ditemukan adanya bakteri Staphylococcus
aureus, mempertahankan kelentingan, nilai
kesukaan terhadap citarasa meningkat dan
meningkatkan kekenyalan bakso. Perlakuan
perendaman bakso dengan ekstrak bawang
putih hingga level 30% merupakan perlakuan
yang terbaik.
Bakteri pembusuk Ikan Perendaman dalam ekstrak bawang putih dapat Putro, dkk
(seperti bakteri gram kembung menghambat pertumbuhan bakteri, baik bakteri (2008)
negatif: pembusuk maupun bakteri pembentuk
Acinetobacter spp., histamin. Konsentrasi ekstrak bawang putih 2,
Achromobacter spp., 4, dan 6% dapat memperpanjang daya simpan
Pseudomonas spp., ikan kembung segar pada suhu kamar 6 jam
Moraxella spp., lebih lama dibandingkan dengan kontrol.
Aeromonas spp., Disamping itu, perlakuan perendaman ekstrak
Flavobacterium spp., bawang putih dapat meningkatkan nilai
14
Kandungan Objek target
No Tanaman / Buah Gambar Produk Hasil peenelitian Sumber
Zat Aktif aktivitas zat
Shewanella spp.,. organoleptik ikan (kenampakan, mata, insang
sedangkan dari dan lendir di permukaan kulit pada ikan
kelompok bakteri mentah). Sebaliknya, perendaman dalam
gram positif: ekstrak bawang putih tidak berpengaruh nyata
Bacillus spp., terhadap kandungan air dan Total Volatile
Micrococcus spp., Bases (TVB) ikan. Walaupun demikian, bawang
Clostridium spp., putih memiliki potensi sebagai bahan pengawet
Corinebacterium alami untuk memperpanjang kesegaran ikan.
spp., dan
Lactobacillus spp.,
Bakteri pembentuk
histamin
9 Kulit buah Alkaloid, Eschericia coli, In vitro Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula Naufalin
Kecombrang flavonoid, Bacillus subtilis, kulit buah kecombrang mampu menghambat (2013)
(Nicolaia spesiosa polifenol, Botytris 2 pertumbuhan bakteri Eschericia coli dan
Horan) steroid, cinerea, dan khamir Bacillus subtilis, kapang Botytris 2 cinerea, dan
saponin dan Saccharomyces khamir Saccharomyces cerevisiae. Aktivitas
minyak atsiri cerevisiae. antimikroba formula kulit buah kecombrang
pada bakteri sebesar 14,610 - 28,077 mm,
pada kapang Botytris cinerea sebesar 22,910 -
32,433 mm, dan pada khamir Saccharomyces
cerevisiae sebesar 21,710 - 32,357 mm.
10 Daun kecombrang 2,3-butanadiol, E. Coli, S. Aureus In vitro Ekstrak air daun kecombrang bersifat Sukandar,
fenol antibakteri E. Coli (zona hambat 10 mm/100%), dkk (2011)
S. Aureus (zona hambat 8,663 mm/20%.
Ekstrak air daun kecombrang memiliki
komponen utama 2,3-butanadiol (tR=5,28,
area=29,38, kemiripan 90 %) dan fenol (tR=
6,83,area=2,26, kemiripan 90 %).
11 Bunga Alkaloid, -- Tahu, Hasil penelitian menunjukkan bubur dari bubuk Naufalin dkk
kecombrang flavonoid, Ikan kecombrang menghasilkan tahu dengan (2015)
polifenol, sifat kimia dan mikrobiologi lebih baik daripada
steroid, bubur dari bunga segar, dengan nilai Formol
saponin, dan 1,68 ml NaOH 0,1 N/g dan total mikroba 2,18 x
minyak atsiri 105 cfu/g; konsentrasi bubur 3 persen (b/v)
15
Kandungan Objek target
No Tanaman / Buah Gambar Produk Hasil peenelitian Sumber
Zat Aktif aktivitas zat
sudah dapat memperpanjang masa simpan
tahu menjadi 3 hari atau 72 jam. Sedangkan
pada ikan perlakuan bubur dari bunga
kecombrang segar dengan konsentrasi 5 % dan
waktu simpan 5 hari merupakan interaksi
perlakuan terbaik dilihat dari sifat mikrobiologi
ikan segar, yaitu menghasilkan ikan dengan
nilai total mikroba sebesar 1,41 x 105 cfu/g,
jumlah ini masih dibawah ambang batas layak
konsumsi Standar Nasional Indonesia
(maksimal 5,0 x 105 cfu/g); serta memberikan
nilai sensori ikan nila goreng dengan nilai bau
amis 3,15 (agak amis-tidak amis); tekstur
daging 2,45 (agak kompak-kompak); flavor
kecombrang 3,55 (agak terasa-tidak
terasa) dan nilai kesukaan 2,40 (agak suka-
suka).
12 Daun dan buah - Daun: Bacillus cereus, In vitro Pada konsentrasi 80 g/disk, ekstrak buah Kusuma et
(matang dan Tannin, Salmonella thypi, salam matang menunjukkan aktivitas yang baik al. (2011)
mentah) Salam Alkaloid, Tricophyton terhadap Salmonella thypi, sementara daun
(Syzygium Steroid, mentagrophytes, dan salam dan buah salam mentah menunjukkan
polyanthum) Triterpenoid, Candida albicans aktivitas yang sedang. Ekstrak daun salam,
Flavonoid buah mentah dan buah matang menunjukkan
- Buah aktivitas yang sedang terhadap Bacillus cereus.
matang: Aktivitas yang baik juga diamati terhadap
Saponin, Candida albicans pada konsentrasi 80 g/disk)
Tannin, kecuali pada daun S. Polyanthum. Pada
Alkaloid, konsentrasi tersebut ketiganya menunjukkan
Triterpenoid , aktivitas yang rendah sampai sedang terhadap
Flavonoid T. Mentagrophytes.
- Buah
mentah:
Tannin,
Alkaloid,
Steroid,
16
Kandungan Objek target
No Tanaman / Buah Gambar Produk Hasil peenelitian Sumber
Zat Aktif aktivitas zat
Triterpenoid,
Flavonoid
13 Daun jambu biji Tannin, -- Ikan nila Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga Nurhadi, et
(Psidium guajava) minyak atsiri, taraf perlakuan yakni penggunaan ekstrak daun al. (2012)
alkaloid, jambu biji 15% (A1), penggunaan ekstrak daun
flavonoid, dan jambu biji 20% (A2), dan penggunaan ekstrak
paktin daun jambu biji 25% (A3) berpengaruh
terhadap nilai organoleptik, nilai total koloni
bakteri (TPC) serta nilai total volatile base
(TVB) kecuali nilai pH. Penggunaan ekstrak
daun jambu biji perlakuan A2 (ekstrak daun
jambu biji 20%) adalah perlakuan yang terbaik
menurut uji organoleptik, namun untuk
perlaukan 25% (A3) adalah yang terbaik
menurut uji pH, total koloni bakteri (TPC), dan
total volatile base (TVB), dan dapat disimpulkan
bahwa perlaukuan A3 adalah yang terbaik.
14 Kembang Sepatu Polifenol, -- Mie Hasil penelitian menunjukkan bahwa Oktiarni dkk
(Hibiscus rosa diglukosida basah penambahan ekstrak rebus kembang sepatu (2013)
sinensis Linn.) sianidin, asam 30% v/v pada mie basah, dapat mengawetkan
askorbat, mie selama 44 jam. Penggunaan ekstrak bunga
serat, kembang sepatu pada mie basah matang tidak
niasin, begitu mempengaruhi kualitas kimia dari mie
riboflavin, basah. Mie basah matang tersebut memiliki
tiamin, air, kadar protein yaitu 13,16%, kadar air 55,18%,
hibicetin, kadar abu 0,79%, kadar lemak 2,76%, dan
alkaloid kadar karbohidrat 27,5%.
15 Daun Daun sosor -- Ikan Ikan kembung disimpan dalam rasio ikan dan Susanto dkk
sosor bebek bebek: kembung es yang berbeda (1:1 (kontrol), 1:1, 3:1, 5:1 (2011)
(Kalanchoe Glikosida (dengan perlakuan bahan alami) selama 12
pinnata Jahe: phenol hari. Parameter yang diamati adalah perubahan
Lamk.Pers) dan seperti organoleptik, Total Plate Count (TPC), dan
jahe merah shogaol, Total Volatile Basic Nitrogen (TVBN). Perlakuan
(Zingiber offi gingerols, daun sosor bebek 20% dan jahe merah 9%
cinalle var. sesquiterpene dengan perbandingan ikan dan es yang erbeda
17
Kandungan Objek target
No Tanaman / Buah Gambar Produk Hasil peenelitian Sumber
Zat Aktif aktivitas zat
Amarum) s, bisapolene, yang terbaik pada perbandingan antara ikan
zingiberene, dan es (1:1).
zingiberol,
sesquiphelland
rene, and
curcumene
16 Daun Berenuk Alkaloid, Escherichia coli In vitro Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan Ardianti dan
(Crescentia cujete saponin, tanin, ATCC 25922 dan rasio bahan: pelarut dan lama ekstraksi Kusnadi
Linn.) dan polifenol Staphylococcus memberikan pengaruh nyata (=0.05) terhadap (2014)
aureus ATCC 29213 parameter yang diteliti. Perlakuan terbaik
diperoleh dari rasio bahan : pelarut 1:10 dan
lama ekstraksi 20 menit dengan rendemen
26.24%, total fenol 825.40 g/g, aktivitas
antibakteri terhadap Escherichia coli ATCC
25922 sebesar 18.33 KHM 50% dan
Staphylococcus aureus ATCC 29213 sebesar
22.33 mm KHM 25%.
17 Daun melinjo Saponin, -- Telur Hasil penelitian untuk nilai Haugh Unit terbaik Lestari dkk
(Gnetum gnemon flavonoida dan sampai pada pengamatan hari ke 42 adalah (2011)
L.) tanin hanya perlakuan pemberian ekstrak melinjo
30% dengan lama perendaman 36 jam
(A30B36) yang masih memiliki nilai Haugh
Unit 34.26 0.18% dengan kualitas C. Untuk
nilai Indeks Yolk pada pengamatan hari ke 35
hanya perlakuan ekstrak melinjo 30% dan lama
perendaman 24 dan 36 jam (A30B24 dan
A30B36) yang memiliki nilai indeks yolk 0.26
0.01% - 0.28 0.01%. Sedangkan pada
pengamatan hari ke 42 sama dengan hari ke 35
dengan nilai indeks yolk 0.24 0.01% - 0.25
0.00%. Disimpulkan bahwa pemberian ekstrak
melinjo dan lama perendaman dapat
mempertahankan kualitas dan memperpanjang
masa simpan telur ayam ras.
18
Kandungan Objek target
No Tanaman / Buah Gambar Produk Hasil peenelitian Sumber
Zat Aktif aktivitas zat
18 Asap Cair Fenol, karbonil -- Ikan Perlakuan penyimpanan pada suhu ruang Hardianto
dan asam- tongkol dapat bertahan hingga 2 hari. Perlakuan terbaik dan Yunianta
asam organik berdasarkan parameter kimia (kadar air, kadar (2015)
protein, TVB, TBA, dan pH) dan organoleptik
(rasa, aroma, tekstur, dan warna ) adalah
perlakuan lama perendaman 2 jam dengan
jenis asap cair dari tempurung kelapa.
Perendaman 2 jam lebih baik dari pada
perendaman 1 dan 3 jam. Sedangkan jenis
asap cair dari tempurung kelapa lebih baik dari
pada yang berasal sari tongkol jagung.
-- Ikan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada Himawati
pindang karakteristik kimia yaitu kadar air (61-67%), pH (2010)
layang (5-7), fenol (0,226-0,566%), sedangkan
karakteristik mikrobiologi (TPC) (1,85.104-
3,15.105Cfu/gr). Pada karakteristik sensoris
(warna, aroma, tekstur, dan keseluruhan) ikan
pindang dengan perlakuan asap cair
redestilasi (konsentrasi 25%,30%,35%) lebih
disukai daripada perlakuan asap cair destilasi
(konsentrasi 1%,2%,3%). Ditinjau dari sifat
kimia, mikrobiologi, dan sensoris perlakuan
asap cair redestilasi berbeda nyata dengan
perlakuan asap cair destilasi. Peninjauan
terhadap sifat kimia dan mikrobiologi perlakuan
asap cair redestilasi 35% adalah perlakuan
yang paling baik, sedangkan dari sifat sensoris
perlakuan asap cair redestilasi 30% paling
disukai oleh panelis dibandingkan perlakuan
yang lainnya.
19
2.2.2. Senyawa Antimikroba yang Berasal dari Mikroba
2.2.2.1. Bakteriosin
Nisin merupakan bakteriosin yang tahan panas yang dihasilkan oleh Lactococcus
lactis subsp. lactis dan merupakan satu-satunya antimikorba yang disetujui
digunakan untuk lebih dari 50 negara diseluruh dunia (Gyawali & Ibrahim, 2014).
Organisme yang dihambat oleh nisin adalah gram positif (Staph. aureus, M.
luteus) dan bakteri pembentuk spora (Bacillus cereus and Clostridium) (Davies et
al., 1999; Rajendran et al., 2013). Membran sitoplasma dari bakteri ini dipermeasi
oleh nisin, sehingga menyebabkan kebocoran (leakage) metabolit intraselular
dan mengganggu potensi membran (Lucera et al., 2012). Karena nisin tidak
efektive melawan gram negatif dan fungi, penggunaannya terbatas pada
antimikroba yang dapat dihambat oleh nisin (Juneja et al., 2012).
20
rentang nilai pH. Pediosin AcH telah terbukti efisasinya terhadap organisme
pembusuk dan patogenik seperti L. monocytogenes, Enterococcus faecalis, S.
aureus, dan Cl. Streptomyces natalensis (Bhunia, et al, 1988).
Menurut Mani-Lopez dkk. (2012) asam asetat, asetat, diasetat dan asam
dehidroasetat memiliki efektivitas sebagai antimikroba terhadap yeast dan bakteri
dalam produk susu dan daging dan produk daging. Asam laktat dan laktat efektif
terhadap bakteri dalam daging dan produk daging dan makanan fermentasi,
sementara natrium propionat efektif dalam produk daging. Sebuah studi in vitro
oleh Alvarez-Ordonez, et al. (2010) menunjukkan bahwa asam asetat adalah
antimikroba terbaik terhadap Salmonella Typhimurium dengan urutan penurunan
efektifitas asam organik lainnya sebagai berikut:
asetat > laktat > sitrat > klorida. Menurut Galvez et al. (2011), asam organik dan
garamnya dikombinasikan dengan bakteriosin mengakibatkan peningkatan
inaktivasi bakteri dan daya hambat pertumbuhan serta peningkatan kelarutan
dan aktivitas molekul bakteriosin.
21
2.2.3. Zat Antimikroba yang Berasal dari Hewan
2.2.3.1. Chitosan
2.2.3.1. Laktoferin
Laktoferin adalah glikoprotein pengikat besi terisolasi dari susu yang memiliki
berbagai aktivitas antimikroba terhadap bakteri (misalnya, L. monocytogenes, E.
coli, Klebsiella dan Carnobacterium) dan virus (Gyawali & Ibrahim, 2014).
Penggunaannya telah disetujui di Amerika Serikat untuk aplikasi pada produk
daging (Juneja et al, 2012;. USDA-FSIS, 2010). Mekanisme kerjanya diduga
dengan cara membatasi akses nutrisi melalui iron chelating dan/atau
pendestabilisasi membran bagian luar (Gyawali & Ibrahim, 2014).
Sebuah studi pada bakso Turki menunjukkan bahwa laktoferin dan campuran
laktoferin dan nisin meningkatkan umur simpan produk dengan menurunkan
secara signifikan jumlah total bakteri aerobik, coliform, E. coli, bakteri total
psychrophilic, pseudomonas spp., ragi dan jamur (Colak, Hampikyan, Bingol, &
Aksu, 2008).
2.2.3.2. Lisozim
Lisozim adalah enzim bakteriolitik yang diisolasi dari susu mamalia dan telur
burung dan memiliki status GRAS sebagai bahan tambahan makanan FDA
(FDA, 1998). Menurut Juneja et al. (2012) lisozim putih dari telur memiliki
aktivitas bakteriolitik yang diakibatkan oleh hidrolisis -1,4 linkage antara asam
22
N-asetilmuramat dan N-asetil-glukosamin di dinding sel mikroba Gram-positif
peptidoglikan. Lisozim memiliki efektivitas yang lebih baik terhadap bakteri Gram-
negatif apabila dikombinasikan dengan detergent dan chelator (misalnya EDTA),
nisin dan laktoferin (Branen & Davidson, 2004). Banyak studi yang menunjukkan
aplikasi lisozim sebagai pengawet pada daging, produk daging, ikan, produk
ikan, susu dan produk susu, buah-buahan dan sayuran (Gyawali & Ibrahim,
2014).
Dalam sebuah studi pada daging cincang menggunakan kombinasi kitosan dan
lisozim, umur simpan produk tersebut meningkat melalui penghambatan
pertumbuhan B. cereus, E. coli dan Pseudomonas fluorescens, serta
pengurangan jumlah Staph. aureus yang signifikan. Kombinasi ini juga
menurunkan oksidasi lipid (Rao et al., 2008).
Efisasi dari bahan alami seperti minyak esensial tergantung pada faktor-faktor
seperti struktur kimia dari komponennya, konsentrasi, interaksi dengan matriks
makanan, kesesuaian spektrum aktivitas antimikroba dengan target
mikroorganisme dan metode aplikasinya (Tiwari et al., 2011).
Untuk hasil penelitian aktivitas antimikroba dari rempah-rempah dan minyak atsiri
terkadang tidak konsisten hasilnya. Hal itu dikarenakan bahan baku rempah-
rempah mempunyai umur panen yang beragam dan berbeda-beda varietasnya
sehingga kandungan bahan aktifnya juga bervariasi yang akan berpengaruh
terhadap efektivitasnya. (Widyaningrum dan Winarni, 2007)
Tantangan untuk aplikasi praktis dari zat antimikroba yang berasal dari sumber
alam terutama yang berasal dari tumbuhan adalah untuk mengoptimalkan
kombinasi dosis yang rendah untuk mempertahankan keamanan pangan dan
umur simpan, dan meminimalkan aroma yang tidak diinginkan dan perubahan
sensori terkait dengan penambahan konsentrasi minyak esensial yang tinggi.
(Widyaningrum dan Winarni, 2007)
23
esensial jika diaplikasikan ke dalam pangan menjadi berkurang dikarenakan
interaksi dengan komponen pangan. Secara umum, diperlukan konsentrasi
minyak esensial yang lebih tinggi dalam pangan dibandingkan dalam media
laboratorium.
24
persetujuan/penolakan dari Kepala Badan diberikan paling lama 6 (enam) bulan
sejak diterimanya permohonan secara lengkap.
25
Gambar 5. Permohonan Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan
Untuk Bahan Tambahan Pangan dan Bahan Penolong
26
BAB 3
KESIMPULAN
Bahan pengawet pangan dari bahan alami merupakan sumber antimikroba yang
potensial dan aman. Namun, data tentang penggunaan yang efektif dalam
prakteknya maupun data toksikologi untuk mengetahui keamanannya masih
terbatas dan hanya tersedia untuk beberapa kasus saja. Penelitian yang lebih
mendalam perlu dilakukan antara lain untuk:
menentukan takaran yang diperlukan untuk aplikasinya dalam pangan baik
dalam bentuk segar,ekstrak maupun minyak atsiri, sehingga diperoleh
konsentrasi yang efektif tetapi masih diterima secara sensoris.
mendapatkan kajian toksikologi apabila data keamanan penggunaaannya
tidak tersedia.
memperoleh bahan pengawet alami dalam bentuk yang praktis, mudah
didapatkan, dan menarik secara ekonomis
Indonesia kaya akan sumber daya alam yang kemungkinan mengandung zat
aktif yang berkhasiat sebagai bahan pengawet yang belum dimanfaatkan untuk
produk pangan, sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap bahan-bahan
tersebut untuk mengetahui kandungan dan efektivitas penggunaannya dan
selanjutnya dapat memperoleh dimanfaatkan oleh masyarakat. Sementara itu,
dukungan dari pemerintah diperlukan dalam hal kajian keamanan dan perizinan
penggunaannya. Keberhasilan dari pemanfaatan pengawet pangan dari sumber
alami juga memerlukan komunikasi yang baik dan mewadai antara industri,
pemerintah, dan konsumen.
27
DAFTAR PUSTAKA
Alvarez-Ordonez, A., Fernandez, A., Bernardo, A., & Lopez, M. (2010). Acid
tolerance in Salmonella typhimurium induced by culturing in the presence of
organic acids at different growth temperatures. Food Microbiology, 27, 44-49.
Barus, P. 2009. Pemanfaatan Bahan Pengawet dan Antioksidan Alami Pada
Industri Bahan Makanan Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam
Bidang Ilmu Kimia Analitik pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara.
Benkeblia, N., (2004). Antimicrobial activityof essential oil extracts of various
onions (Allium cepa) and garlic (Allium sativum). Lebensm.-Wiss. u.-Technol. 37 :
263268
Bhunia, A. K.; Johnson, M. C.; Ray, B. (1988). Purification, characterization and
antimicrobial spectrum of a bacteriocin produced by Pediococcus acidilactici. J.
Appl. Bacteriol., 65, 261268.
Hamburger, H., and K. Hostettmann. 1991. The link between phytochemistry and
medicine. Phytochem., 30:3864-3874.
Branen, J. K., & Davidson, P. M. (2004). Enhancement of nisin,lysozyme and
monolaurin antimicrobial activities by ethylenediaminetetraacetic acid and
lactoferrin. Journal of Food Microbiology, 90, 63-74.
Coma, V. (2008). Bioactive packaging technologies for extended shelf life of
meat-based products. Meat Science, 78, 90e103.
Davies, E. A., Milne, C. F., Bevis, H. E., Potter, R. W., Harris, J. M., Williams, G.
C., et al. (1999). Effective use of nisin to control lactic acid bacterial spoilage in
vacuum-packed bologna-type sausage. Journal of Food Protection, 62, 1004-
1010.
Dewi, S. K., (2010). Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Mengkudu
(Morinda Citrifolia, Linnaeus) terhadap Bakteri Pembusuk Daging Segar. Skripsi.
Fakultas Biologi Universitas Sebelas Maret.
Du, Y., Zhao, Y., Dai, S., & Yang, B. (2009). Preparation of watersoluble chitosan
from shrimp shell and its antibacterial activity.
Fallico, V., McAuliffe, O., Ross, R. P., Fitzgerald, G. F., & Hill, C. (2011). The
potential of lacticin 3147, enterocin AS-48, lacticin 481, variacin and sakacin P for
food biopreservation. In C.
FDA. (1998). Direct food substances affirmed as generally recognized as safe:
egg white lysozyme. Federal Register, 63, 12421-12426.
Friedman, M., & Juneja, V. K. (2011). Benficial applications of chitosans. In M.
Rai, & M. Chikindas (Eds.), Natural antimicrobials in food safety and quality (pp.
131-153). Oxfordshire, UK: CAB International.
Galvez, A., Abriouel, H., Lucas, R., Jos_e, M., & Burgos, G. (2011). Bacteriocins
for bioprotection of foods. In M. Rai, & M. Chikindas (Eds.), Natural antimicrobials
in food safety and quality (pp. 39-61). Oxfordshire, UK: CAB International.
Gasilan. (2015). Regulasi Chitosan. Disampaikan pada Pertemuan Pembahasan
Chitosan
28
Georgantelis, D., Ambrosiadis, I., Katikou, P., Blekas, G., & Georgakis, S. A.
(2007). Effect of rosemary extract, chitosan and atocopherol on microbiological
parameters and lipid oxidation of fresh pork sausages stored at 4 C. Meat
Science, 76, 172-181.
Gutierrez, J.; Rodriguez, G.; Barry-Ryan, C.; Bourke, P. The antimicrobial
efficacy of plant essential oil combinations and interactions with food ingredients.
Int. J. Food Microbiol. 2008, 124, 9197.
Gyawali, R., & Ibrahim, S. A. (2014). Natural products as antimicrobial agents.
Food Control, 46, 412-429.
Handika, I., (2013). Aktivitas Antimikrobia Ekstrak Temulawak (Curcuma
Xanthorhiza Roxb) terhadap Pertumbuhan Mikrobia Perusak Ikan dalam Sistem
Emulsi Tween 80, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Hangesti. 2006. Picung atawa kluwak. Iptek dan Kesehatan. www.republika.co.id.
Haq, G, I., Permanasari, A., Sholihin, H., (2010). Efektivitas Penggunaan Sari
Buah Jeruk Nipis terhadap Ketahanan Nasi. Jurnal Sains dan Teknologi Kimia
Vol 1 (1):44-58.
Hardianto, L. dan Yunianta (2015). Pengaruh Asap Cair Terhadap Sifat Kimia
dan Organoleptik Ikan Tongkol. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 (4):
p.1356-1366.
Himawati, E., (2010). Pengaruh Penambahan Asap Cair Tempurung Kelapa
Destilasi dan Redestilasi Terhadap Sifat Kimia, Mikrobiologi, dan Sensoris Ikan
Pindang Layang (Decapterus spp) Selama Penyimpanan. Skripsi. Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Juneja, V. K., Dwivedi, H. P., & Yan, X. (2012). Novel natural food antimicrobials.
Annual Reviews in Food Science and Technology, 3, 381-403.
Kusuma, I. W., Kuspradini, H., Arung, E. T., Aryani, F., Min, Y. H., Kim, J. S.,
Kim, Y. U., (2011). Biological Activity and Phytochemical Analysis of Three
Indonesian Medicinal Plants, Murraya koenigii, Syzygium polyanthum and
Zingiber purpurea. J Acupunct Meridian Stud 4(1):7579
Langa, S., Landete, J. M., Martn-Cabrejas, I., Rodrguez, E., Argues, J. L., &
Medina, M. (2013). In situ reuterin production by Lactobacillus reuteri in dairy
products. Food Control, 33, 200-206.
Lestari, S., Malaka, S., Garantjang, S., (2011). Pengawetan Telur dengan
Perendaman Ekstrak Daun Melinjo (Gnetum gnemon Linn). Universitas
Hasanuddin.
Lis-Balchin, M.; Deans, S. G. Bioactivity of selected plant essential oils against
Listeria monocytogenes. J. Appl. Microbiol. 1997, 82, 759762.
Lucera, A., Costa, C., Conte, A., & D. Nobile, M. A. (2012). Food applications of
natural antimicrobial compounds. Frontiers in.
Mani-Lopez, E., Garca, H. S., & Lopez-Malo, A. (2012). Organic acids as
antimicrobials to control Salmonella in meat and poultry products. Food Research
International, 45, 713-721.
Mau, J.L., C.P. Chen and P.C. Hsieh. 2001. Antimicrobial effect of extracts from
Chinese chive, cinnamon, and corni fructus. J. Agric. Food Chem., 49: 183-188.
29
Naufalin, R., (2013), Aktivitas Antimikroba Formula Kulit Buah Kecombrang
(Nicolaia Speciosa Horan) sebagai Pengawet Alami pada Pangan. Seminar
Nasional PATPI 2013 26-29 Agustus 2013., Volume: 978-602-9030-49-5.
Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Naufalin, R., Rukmini, H. S., Erminawati, (2015), Potensi Bunga Kecombrang
sebagai Pengawet Alami pada Tahu dan Ikan.
http://www.researchgate.net/publication/260335791.
Nurhadi, Ilza, M., dan Syahrul, (2012), Effects of Guava Leaf Extract (Psidium
Guajava) on Quality Enhancement of Fresh Tilapia (Oreochromis niloticus),
Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan, Universitas Riau.
Okarini, I.A. dan Swacita. I.B.N., (1997). Pengaruh konsentrasi temulawak
(Curcuma xanthorriza ROXB.) dan lama penyimpanan pada suhu 5 oC terhadap
kualitas daging ayam broiler. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan, 2 (2): 37-45.
Oktiarni, D., Ratnawati, D., Sari, B., (2013). Pemanfaatan Ekstrak Bunga
Kembang Sepatu (Hibiscus rosa sinensis Linn.) sebagai Pewarna Alami dan
Pengawet Alami pada Mie Basah. Prosiding Semirata FMIPA Universitas
Lampung.
Pasaraeng, E., Abidjulu, J., Runtuwene, M. R. J., (2013). Pemanfaatan Rimpang
Kunyit (Curcuma domesticaVal) dalam Upaya Mempertahankan Mutu Ikan
Layang (Decapterussp). Jurnal MIPA Unsrat Online 2 (2) 84-87.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 39 Tahun 2013 Tentang Standar Pelayanan Publik Di Lingkungan Badan
Pengawas Obat Dan Makanan.
Peraturan Kepala Badan POM No. 36 Tahun 2013 tentang Batas Maksimum
Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengawet
Peraturan Menteri Kesehatan No.033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan
Pangan
Puspitasari-Nienaber, N.L, Rahayu W.P., dan Arwijlan N., (1997). Sifat
antioksidan dan antimikroba rempah-rempah dan bumbu tradisional . Seminar
Sehari Khasiat dan keamanan rempah, bumbu dan jamu tradisional .PAU-IPB.23
him.
Putra, I. N. K., (2014). Potensi Ekstrak Tumbuhan Sebagai Pengawet Produk
Pangan. Media Ilmiah Teknologi Pangan. Vol. 1 ( 1): 8195.
Putro, S., Dwiyitno, Hidayat, J. F., dan Pandjaitan, M., (2008). Aplikasi Ekstrak
Bawang Putih (Alium Sativum) untuk Memperpanjang Daya Simpan Ikan
Kembung Segar (Rastrelliger kanagurta). Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan Vol. 3 No. 2.
Rahardjo, A. H. D., (2012). Efektivitas Jeruk Nipis dalam Menurunkan Bakteri
Salmonella dan Escherichia Coli pada Dada Karkas Ayam Broiler. IJAS Vol 2
No.3.
Rahman, M. S., (2007). Handbook of Food Preservation. Second Edition. CRC
Press Taylor & Francis Group, Boca Raton. P. 237-254.
Rao, M. S., Chander, R., & Sharma, A. (2008). Synergistic effect of
chitooligosaccharides and lysozyme for meat preservation. Lebensmittel-
Wissenschaft und-Technologie, 41, 1995-2001.
30
Roller, S., Sagoo, S., Board, R., OMahony, T., Caplice, E., Fitzgerald, G., et al.
(2002). Novel combinations of chitosan, carnocin and sulphite for the
preservation of chilled pork sausages. Meat Science, 62, 165-177.
Scannell, A. G. M., Hill, C., Buckley, D. J., & Arendt, E. K. (1997). Determination
of the influence of organic acids and nisin on shelflife and microbiological safety
aspects of fresh pork sausage. Journal of Applied Microbiology, 83, 407-412.
Sihombing, P. A., (2007). Aplikasi Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica) sebagai
Bahan Pengawet Mie Basah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
Singh, N.; Singh, R. K.; Singh, A.; Bhuniab, A. K. Efficacy of plant essential oils
as antimicrobial agents against Listeria monocytogenes in hotdogs. LWT-Food
Sci. Technol. 2003, 36, 787794.
Siragusa, G. R., Cutter, C. N., & Willett, J. L. (1999). Incorporation of bacteriocin
in plastic retains activity and inhibits surface growth of bacteria on meat. Food
Microbiology, 16, 229-235.
Sukandar, D., Radiastuti, N., Jayanegara, I., Ningtiyas, R., (2011). Karakterisasi
Senyawa Antibakteri Ekstrak Air Daun Kecombrang (Etlingera elatior) Valensi
Vol. 2 ( 3): 414-419.
Sumayani, Kusdarwati, R., dan Cahyoko , Y., (2008). Daya Antibakteri Perasan
Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga) dengan Konsentrasi Berbeda Terhadap
Pertumbuhan Aeromonas hydrophila secara In Vitro. Berkala Ilmiah Perikanan
Vol. 3 No. 1, April 2008.
Sun, Y., Li, Y., Song, H., & Zhu, Y. (2011). Microbial fermentation for food
preservation. In M. Rai, & M. Chikindas (Eds.), Natural antimicrobials in food
safety and quality (pp. 77-94). Oxfordshire, UK: CAB International.
Susanto, E., Agustini, T. W., Swastawati, F., Surti, T., Fahmi, A. S., (2011)
Pemanfaatan Bahan Alami Untuk Memperpanjang Umur Simpan Ikan Kembung
(Rastrelliger neglectus), Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XIII (2): 60-69.
Tajkarimi, M.M., Ibrahim, S.A., Cliver, D.O., Review Antimicrobial herb and spice
compounds in food, Food Control 21 (2010) 11991218.
Tamal, M.A., Abustam, E., dan Rahim, L., (2011). Kajian Kualitas Bakso Sapi
Hasil Rendaman dengan Pengawet Dari Ekstrak Bawang Putih (Allium Sativum,
L) secara Fisikokimia dan Mikrobiologi. Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Tiwari, B. K., Valdramis, V. P., Bourke, P., & Cullen, P. (2011). Application of
plant-based antimicrobials in food preservation. InM. Rai, & M. Chikindas (Eds.),
Natural antimicrobials in foodsafety and quality (pp. 204e223). Oxfordshire, UK:
CABInternational.
Yuharmen, Eryanti, Y., Nurbalatif, (2002). Uji Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri
Dan Ekstrak Metanol Lengkuas (Alpinia galanga). FMIPA, Universitas Riau.
Zhou, G. H., Xu, X. L., & Liu, Y. (2010). Preservation technologies for fresh meat
e A review. Meat Science, 86, 119-128.
31