You are on page 1of 14

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pemikiran ke arah penemuan atom dan penelitian inti atom terus berkembang. Pertanyaan
paling menarik dan terus berkembang sepanjang sejarah adalah apa yang akan terjadi apabila kita
terus membelah suatu benda atau materi. Adakah sebuah partikel dasar atau elementer yang
berukuran paling kecil dimana partikel atau materi lain pun tersusun atas partikel elementer
tersebut.
Dari banyak literatur yang dapat kita peroleh sekarang ini, yang paling menarik adalah
perkembangan teori tentang atom sebagai sebuah partikel terkecil dari suatu unsur.
Pada abad ke-5 SM, filsuf Yunani Democritus mengungkapkan keyakinannya bahwa semua
materi terdiri atas partikel yang sangat kecil dan tidak dapat dibagi lagi, yang dinamakan atomos
(berarti tidak dapat dibelah atau dibagi). Walaupun gagas Democritus tidak dapat diterima oleh
kebanyakan teman-temannya terkhusus Plato dan Aristoteles, namun gagasan ini tetap bertahan.
Pendapat para filsuf Yunani tentang atom pada dasarnya dapat dikategorikan dalam dua
kelompok. Anaxagoras, Leucippos dan Democritus berpendapat bahwa pembagian suatu benda
bersifat diskontinuatau tidak dapat berlangsung terus-menerus. Sementara itu, Aristoteles sekitar
abad ke-empat sebelum masehi mengusulkan bahwa pembagian materi akan bersifat kontinu
yang artinya dapat dilakukan secara terus-menerus. Tidak terdapat perbedaan penafsiran antara
dua kelompok filsuf ini dalam mengartikan kata atomos, keduanya sepakat bahwa atomos berarti
tidak dapat dibagi-bagi lagi. Hanya saja terdapat perbedaan mengenai penting-tidaknya konsep
atomos dipergunakan dalam mempelajari suatu materi.

Pada tahun 1808, seorang Ilmuwan Inggris John Dalton, merumuskan definisi yang
presisi tentang blok penyusun materi yang tidak dapat dibagi lagi, yang disebut dengan atom.
Berdasarkan teori atom Dalton, dapat didefinisikan atom sebagai unit terkecil dari suatu unsur
yang dapat melakukan penggabungan kimia. Dalton membayangkan suatu atom yang sangat
kecil dan tidak dapat dibagi. Tetapi, serangkaian penyelidikan yang dimulai pada tahun 1850-an
dan dilanjutkan pada abad ke-19 secara jelas menunjukkan bahwa sesungguhnya atom memiliki
struktu r internal; yaitu, atom tersusun atas partikel yang lebih kecil lagi, yang disebut partikel
subatom. Penelitian tersebut mengarah pada penemuan tiga partikel subatom, elektron, proton
dan neutron.

2. Sejarah Perkembangan Atom

John Dalton, seorang ilmuwan Inggris pada abad pertengahan menggunakan konsep
atom untuk menjelaskan reaksi-reaksi kimia. Menurutnya, reaksi kimia terjadi akibat
penggabungan dan pemisahan atom-atom. Jumlah atom-atom yang terlibat dalam reaksi kimia
adalah tertentu dan persenyawaan serta pemisahan atom-atom tersebut memenuhi hukum
perbandingan tertentu yang tetap. Hukum perbandingan tetap ini mengisyaratkan adanya hukum
lain yang lebih mendasar yaitu hukum kekekalan massa; bahwa massa tidak dapat diciptakan dan
tidak dapat dimusnahkan melalui reaksi kimia. Ekivalensi massa-energi pada waktu itu belum
dikenal. Energi yang dihasilkan dalam reaksi-reaksi kimia berasal dari pemutusan ikatan antar
atom. Konsep atom sangat luas dipergunakan untuk menjelaskan reaksi-reaksi kimia tanpa
adanya pengetahuan sedikitpun tentang atom itu sendiri.

J.J. Thompson, pada pertengahan abad 19 atau tepatnya pada tahun 1858 J. J. Thompson
melakukan percobaan dengan menggunakan tabung lucutan yang menghasilkan sinar katoda.
Sinar ini ternyata bermuatan listrik karena dapat dibelokkan oleh medan listrik maupun medan
magnet. Jenis muatan sinar katodaini adalah negatif yang selanjutnya disebut sebagai elektron.
Thompson memperkirakan bahwa elektron ini sebagai partikel elementer penyusun atom.
Elektron merupakan partikel sub atomik pertama yang dikenal manusia. Berdasarkan penemuan
ini, Thompson mengajukan sebuah model atom untuk menjelaskan hasil-hasil eksperimen
maupun prediksi teoritis yang muncul saat itu dengan nama model kue kismis. Atom dipandang
sebagai sebuah bola bermuatan positif yang dinetralisir oleh elektron-elektron yang tersebar
merata di seluruh volume bola.
Pada saat yang hampir bersamaan dengan penemuan elektron oleh Thompson, Antoine-
Henri Becquerel tahun 1896 menemukan gejala radioaktivitas alamiah pada unsur radium.
Materi-materi yang dipancarkan unsur tersebut berhasil diidentifikasi sebagai sebuah gelombang
elektromagnetik (sinar ), elektron (sinar ) dan partikel (atom inti helium). Penemuan
radioaktivitas radium ini seolah-olah memperkuat ide Thompson tentang model atom yang
diajukannya.

Ernest Rutherford, pengujian tentang model atom Thompson dilakukan oleh Rutherford
dengan menggunakan partikel yang sangat energetik untuk membombardir lempengan emas
setebal 104 mm. Berkas partikel yang berfungsi sebagai peluru (proyektil) diarahkan
menuju sasaran atom emas oleh suatu kolimator kemudian partikel yang terhambur diamati oleh
sebuah detektor.
Dalam percobaan ini Rutherford memandang partikel sebagai representasi partikel
klasik. Rutherdord dan rekan kerjanya mengharapkan sudut simpangan partikel yang

terhambur sangat kecil mengingat partikel hanya berinteraksi dengan atom emas yang
diasumsikan merupakan sebuah bola netral dengan elekron-elektronnya tersebar merata
diseluruh volume bola yang dinetralisir oleh muatan positif yang juga tersebar merata diseluruh
volume bola. Rutherford mengamati sebagian partikel terhambur dengan sudut hamburan
yang lebih kecil dari 1 ( 1), namun Ruterhford juga mengamati fakta eksperimental lain
yang mengejutkan; terdapat beberapa partikel yang terhambur dengan sudut hambur sangat
besar bahkan ada yang terhambur dengan = 180 atau mengalami tumbukan antar muka (head
on) yaitu partikel dipantulkan kembali tepat satu garis dengan arah datangnya.

Neils Bohr, pada tahun 1912, ketika Neils Bohr (1885-1962) menjadi mahasiswanya
Rutherford di Manchester of University. Bohr mengetahui bahwa model orbital ini, meskipun
sangat menarik, bukan tidak terkoreksi sama sekali, karena tidak dapat menjelaskan, seperti
misalnya, mengapa seluruh atom hidrogen mempunyai sifat kimia yang identik. Berdasarkan
fisika klasik, elektron tidak dapat berada dalam orbit dalam berbagai radius, dan akibatnya ada
kekontinuan tingkat energi dari elektron. Sekalipun demikian, hidrogen berjalan sebelum semua
atom-atomnya mempnyai energi yang sama. Lebih jauh lagi, bahkan jika elektron dari masing-
masing atom bermula dari sebuah orbit yang stabil khususnya, pada saat itu orbitnya akan
berubah karena terjadi tumbukan diantara atom-atom.
Bohr menyelesaikan masalah model atom Rutherford setelah dia kembali ke Copenhagen
pada tahun 1913, mencoba memperkenalkan gagasan baru kuantum dari Planck dan Einstein ke
dalam model ini. Beberapa pembatasan dari persamaan
2
2 =

adalah bahwa ada batas orbit yang mungkin ditempati. Bohr berhasil menemukan batasan
tersebut untuk pertama kalinya, sebuah deskripsi kuantitatif dari atom.

Kondisi Bohr merupakan penjelasan paling baik saat ini hubungannya dengan sifat
gelombang dari elektron, ini lebih dulu 10 tahun setelah catatan asli dari Bohr ditemukan.
Dengan meninjau bahwa sebuah gelombang berdiri pada sebuah tali yang kedua ujungnya diikat
dapat mempunyai panjang gelombang tertentu, ditentukan oleh keadaan bahwa harus berjumlah
kelipatan bilangan bulat dari setengah panjang gelombang pada tali. Dengan cara yang sama,
bahwa hanya ada gelombang berdiri dari elektron yang ada pada sebuah atom. Jadi, kondisi intuk
sebuah gelombang berdiri pada sebuah lingkaran berjari-jari diberikan oleh
= 2
Dimana n adalah sebuah bilangan bulat ( 1,2,3, ) dan 2 merupakan keliling dari

lingkaran. Keadaan ini, jika dihubungkan dengan persamaan = , maka untuk panjang

gelombang dari sebuah elektron diberikan oleh



= = =
2 2

yang mana itu merupakan persamaan non-klasik yang menghubungkan kelajuan elektron dan
jari-jari orbit. Jika kedua ruas dikuadratkan, kita akan mendapatkan
2 2
2 2 =
4 2 2
yang disebut keadaan kuantum Bohr.
PEMBAHASAN

2.1 Inti Atom Rutherford

Rutherford bersama dua orang muridnya (Hans Geiger dan dan Ernerst Masreden)
melakukan percobaan yang dikenal dengan hamburan sinar alfa () terhadap lempeng tipis emas.
Sebelumya telah ditemukan adanya partikel alfa, yaitu partikel yang bermuatan positif dan
bergerak lurus, berdaya tembus besar sehingga dapat menembus lembaran tipis kertas. Percobaan
tersebut sebenarnya bertujuan untuk menguji pendapat Thompson, yakni apakah atom itu betul-
betul merupakan bola pejal yang positif yang bila dikenai partikel alfa akan dipantulkan atau
dibelokkan.
Dari pengamatan mereka, didapatkan fakta bahwa apabila partikel alfa ditembakkan pada
lempeng emas yang sangat tipis, maka sebagian besar partikel alfa diteruskan (ada
penyimpangan sudut kurang dari 1), tetapi dari pengamatan Marsden diperoleh fakta bahwa satu
diantara 20.000 partikel alfa akan membelok sudut 90 bahkan lebih.
Berdasarkan gejala-gejala yang terjadi, diperoleh beberapa kesimpulan bahwa atom
bukan merupakan bola pejal, karena hampir semua partikel alfa diteruskan; Jika lempeng emas
tersebut dianggap sebagai satu lapisan atom-atom emas, maka di dalam atom emas terdapat
partikel yang sangat kecil yang bermuatan positif. Partikel tersebut merupakan partikel yang
menyusun suatu inti atom, berdasarkan fakta bahwa 1 dari 20.000 partikel alfa akan dibelokkan.
Bila perbandingan 1:20.000 merupakan perbandingan diameter, maka didapatkan ukuran inti
atom kira-kira 10.000 lebih kecil daripada ukuran atom keseluruhan.
Cara paling mungkin bagi sebuah partikel alfa ( m = 4u) untuk dapat dibelokkan hingga
mencapai sudut yang sangat besar adalah bila terjadi tumbukan tunggal dengan suatu objek yang
sangat padat (massif). Rutherford mengusulkan bahwa muatan dan massa atom terpusatkan pada
pusatnya, dalam suatu daerah yang disebut inti (nucleus).
Gambar 2.1

Gambar 2.1 melukiskan geometri hamburan dalam kasus ini. Proyektil bermuatan ze,
menderita gaya tolak oleh muatan positif inti sebesar :

()()
=
4 2

Dengan proyektil dianggap berada diluar inti. Elektron-elektron atom, dengan massa
yang lebih kecil tidak banyak mempengaruhi lintasan proyektil, pengaruh pada hamburan
diabaikan. Massa inti dianggap besar sekali dibanding dengan massa proyektil sehingga inti atom
tidak ada gerak pental yang diberikan pada inti, energi kinetic awal dan akhir K dari proyektil
sama besar.

Dari gambar 2.1 Proyektil menempuh suatu lintasan berbentuk hiperbola dalam koordinat polar r
dan , persamaan hiperbola adalah :
1 1 2
= + ( 1)
8 2

Pada gambar 2.2 kedudukan awal partikel adalah pada = 0, dan kedudukan akhir yaitu
= , 8. Dengan adanya koordinat akhir dan awal maka persamaan disederhanakan
menjadi
2 1 2 1
= =
8 2 2 4 2

Gambar 2.2

Hamburan partikel bermuatan oleh inti atom disebut hamburan Rutherford, yang terbagi dalam
tiga bagian.

2.1.1 .Fraksi Partikel yang dihamburkan pada Sudut yang Lebih Besar daripada

Jika lembaran tipis setebal satu atom, suatu lapisan tunggal atom yang tersusun sangat
rapat seperti pada gambar 2.3 . Masing-masing atom terlihat seperti sebuah piringan atom, yang
luasnya bernilai 2 . Jika lembar tersebut mengandung N buah atom, maka nilai luas totalnya
menjadi 2. Untuk suatu hamburan yang lebih besar daripada , parameter impaknya berada
antara nol dan b, yang mempunyai arti jarak hampiran proektil ke inti atom berada dalam daerah
pirigan bundar seluas 2 . Saat semua proyektil dianggap tersebar merata pada luas lembaran,
fraksi proyektil yang berada dalam luas tersebut adalah 2 / 2 .

Jika t adalah ketebalan lembar hambur dan A adalah luasnya, adalah kerapatan dan M
adalah massa molekul bahan pembuat lembar. Volume lembar adalah , dan massanya


Jumlah molnya bernilai , maka Jumlah atom atau inti atom persatuan volume, berharga

1
= A =

Gambar 2.3

Fraksi partikel yang dihamburkan pada sudut yang lebih besar daripada adalah tidak
lain merupakan jumlah partikel yang menghampiri sebuah atom dalam suatu cakupan 2 ,
dengan anggapan bahwa semua partikel dating tersebar merata pada luas lembar hambur.

2.1.2 . Rumus Hamburan Rutherford dan Bukti Percobaan

Gambar 2.4

Fraksi, df adalah

= (2 )

2 1 1
= ( 2 ) ( )
2 4 2 2

2 1 1
Jadi; || = (2) (4)2 2 2 2
Probabilitas bagi sebuah partikel untuk dihamburkan kedalam detector bergantung pada
df, namun df hanya memberi peluang kepada semua proyektil yang dihamburkan pada sudut
kedalam d, maka semua proyektil akan terdistribusi secara merata disekitar cincin yang
mempunyai luas adalah = (2), probabilitas per satuan luas bagi hamburan harus
diketahui untuk menghitung laju arah hambur proyektil kedalam detector, Maka:

2
2 2 1
() = ( ) ( )
4 2 2 4 4 1
2

Persamaan diatas merupakan rumus hamburan Rutherford.

Rumus ini diuji kebenarannya denngan melakukan percobaan menggunakan partikel-partikel alfa
(z = 2) dengan mengamati hamburannya dari berbagai jenis lembar tipis logam.

a) () . Terlihat pada gambar 2.5 dengan hasil menampakkan secara jelas ketergantungan
() pada t secara linear, pada sudut hamburan, hamburan tunggal lebih berperan daripada
hamburan jamak.Secara teori statistic acak dari hamburan jamak, probabilitas hamburan pada
sudut besar berbanding lurus dengan akar pangkat dua dari hamburan tunggal, sehingga didapat
1
() 2 .

Gambar 2.5

b). ( 2 . Terlihat pada gambar 2.6. Pada pengujian ini digunakan beraneka jenis bahan
penghambur dengan ketebalan yang hampir (namun tidaklah tepat) sama. Hasil yang diperoleh
sesuai dengan kebergantungan linear dari () pada Z2.
Gambar 2.6

c). () 1/ 2 . Untuk menguji nya, ketebalan lembar hamburan dipertahankan dan dengan
mengubah laju-laju partikel alfanya. Hal ini dicapai dengan memperlambat partikel alfa yang
dipancarkan dari sumber radioaktif dengan mempergunakan lembar tipis mika. Terlihat pada
gambar 2.7.

Gambar 2.7

2.1.3. Jarak Hampiri Terdekat Partikel Hamburan Inti Penghambur

Semakin dekat partikel menghampiri inti atom, maka semakin besar pula energi potensial yang ia
peroleh

1 2
=
4
Karena energi potensial maksimum yang dimiliki, energi kinetik minimum juga dimiliki, terjadi
pada nilai minimum darir. Dengan V = 0 saat partikel berada jauh dari inti atom, maka energi
total yang dimiliki E=K=1/2mv2. Sewaktu partikel menghampiri inti atom, K menurun dan V
bertambah, tetapi V + K tetap tidak berubah, maka berlaku:

1 1 2 1
= 2 min + = 2
2 4 2

Gambar 2.8

Momentum sudut juga bernilai kekal, saat jauh dari inti atom, momentum sudut partikel adalah
mvb dan pada rmin , momentum sudutnya menjadi :

Mvb=mvminrmin

Persamaan untuk memperoleh nilai rmin, yaitu :

1 2
1 2 2 1 2
= ( 2 )+
2 2 4

Energi kinetic partikel tidaklah nol pada rmin kecuali b=0. Partikel akan kehilangan seluruh energi
kinetiknya sehingga mencapai jarak terdekat ke inti atom, maka d disebut dengan jarak hampiri
terdekat

1 2
=
4
Partikel selalu berada diluar daerah sebaran muatan inti, hukum hamburan Rutherford yang
diturunkan dengan anggapan bahwa partikelnya tetap berada diluar inti, akan tetap berlaku pada
peristiwa hamburannya.

3. Spektrum Garis

Gambar 3.1

Pada suatu atom radiasi elektromagnetnya dapat dibagi menjadi spektrum kontinu dan
spektrum diskrit atau garis. Untuk spektrum kontinu , panjang gelombang radiasi yang
dipancarkan merentang dari suatu nilai minimum hingga maksimum. Spektrum garis adalah jika
sebuah gas diletakkan didalam tabung kemudian arus listrik dialirkan kedalam tabung, gas akan
memancarkan cahaya. Cahaya yang dipancarkan oleh setiap gasa adalah berbeda-beda dan
merupakan karakteristik dari gas tersebut. Cahaya dipancarkan dalam bentuk spektrum garis dan
bukan spektrum yang kontinu.

Kenyataan bahwa gas memancarkan cahaya dalam bentuk spektrum garis diyakini
mempunyai kaitan erat dengan struktur atom. Maka spektrum garis atomic dapat digunakan
untuk menguji kebenaran dari sebuah model atom.

Pada umumnya, penafsiran tentang spektrum garis menjadi rumit pada atom-atom
kompleks, maka akan dibahas spektrum garis dari atom tersederhana, yaitu atom hidrogen.
Karena kesederhanaan atomnya yang hanya memiliki satu elektron, memperlihatkan keteraturan
dalam spektrum pancar dan serapnya, seperti terlihat pada gambar 3.2. Tidak semua spektrum
garis yang tampak pada spektrum pancarnya juga hadir dalam spektrum serapnya.

Gambar 3.2

Untuk atom hidrogen, deret panjang gelombang ini ternyata mempunyai pola tertentu
yang dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan matematis. Balmer menyatakan deret untuk gas
hidrogen dengan persamaan berikut

2
= 364.5 2
4

Persamaan diatas disebut dengan deret balmer, dimana panjang gelombang dinyatakan
dalam satuan nanometer (nm).

Beberapa orang lain kemudian menemukan deret-deret yang lain selain dari deret balmer
(no= 2) sehingga dikenal adanya deret Lyman(no=1), deret Paschen (no=3), deret Bracket (no=4)
dan deret Pfund (no=5).

Pola-pola deret ini serupa dan dapat dirangkum dalam suatu persamaan yang disebut deret
spektrum hidrogen :
1 1 1
= ( 2 2)

Dimana R adalah konstanta Rydberg yang nilainya 1,097 x 10-7m-1.

Jika panjang gelombang spektrum pancar hidrogen diubah kedalam frekuensi, maka akan
dijumpai sifat menarik yaitu jumlah sepanjang frekuensi tertentu memberikan frekuensi lain
yang juga terdapat dalam spektrum hidrogen. Setiap model atom hidrogen yang berhasil harus
dapat menerangkan keteraturan aritmetik dalam berbagi spektrum pancarnya .

You might also like