You are on page 1of 10

UNIVERSITAS INDONESIA

Distribusi Obat di Rumah Sakit

Di susun oleh :

Hesti Hamdanah Octa Viapin 1306376036

Mia Aulia Andira 1306375941

Nuha 1306375891

Rini Yuliyanti 1306375815

Sinta Ayu Anggraini 1306375821

Kelas G 305

MANAJEMEN RUMAH SAKIT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK 2015
Pendahuluan

Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan/menyerahkan


Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan
sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan
ketepatan waktu. Rumah Sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin
terlaksananya pengawasan dan pengendalian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai di unit pelayanan.

Penggunaan obat merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis, dimana terkait
beberapa komponen, mulai dari diagnosa, pemilihan dan penentuan dosis obat, petunjuk
pemakaian obat, cara pengemasan, pemberian label dan kepatuhan penggunaan obat oleh
penderita. Faktor kunci dalam pengembangan pelayanan rumah sakit adalah bagaimana
meningkatkan mutu pelayanan medik. Mutu pelayanan medik merupakan indikator penting baik
buruknya pelayanan rumah sakit yang terkait dengan safety (keselamatan), karena itu upaya
pencegahan medication error sangatlah penting.

Rumah sakit harus menerapkan sistem distribusi obat yang benar untuk perawatan
sehingga pelayanan obat di suatu rumah sakit terkoordinasi dan terkendali oleh Instalasi Farmasi
Rumah Sakit (IFRS). Selain itu, dengan rumah sakit menerapkan sistem distribusi obat yang baik
maka akan mengurangi medication error. Keberhasilan terapi tidak lepas dari peran farmasis
dalam aspek penyaluran obat pada penderita yang meyangkut tepat obat, tepat waktu, tepat dosis,
tepat cara pemakaian, tepat lama pemakaian, tepat kombinasi, serta biaya obat yang dikeluarkan
oleh penderita ditekan seefisien mungkin.
A. Sistem Distribusi Obat
Sistem distribusi obat berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No 58 tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit di unit pelayanan dapat dilakukan
dengan beberapa cara, yaitu :
1. Sistem persedian lengkap di ruangan (Floor stock)
a. Pada sistem ini, Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi
Farmasi.
b. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang disimpan di
ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan.
c. Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola (di atas
jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada penanggung jawab
ruangan.
d. Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock kepada
petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.
e. Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan interaksi Obat
pada setiap jenis Obat yang disediakan di floor stock.

Keuntungan sistem ini, yaitu :

Obat yang diperlukan segera tersedia bagi pasien


Peniadaan pengembalian obat yang tidak terpakai ke IFRS
Pengurangan penyalinan resep
Pengurangan jumlah personel IFRS

Keterbasan sistem ini, yaitu :

o Kesalahan obat sangat meningkat karena resep obat tidak dikaji langsung oleh
apoteker
o Persediaan obat di ruang perawat meningkat dengan fasilitas ruangan yang sangat
terbatas
o Pencurian obat meningkat
o Meningkatnya bahaya karena kerusakan obat
o Penambahan modal investasi untuk menyediakan fasilitas penyimpanan obat sesuai di
setiap daerah perawatan pasien
o Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obat
o Meningkatnya kerugian karena kerusakan obat
2. Sistem Resep Perorangan
Pada sistem ini, Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui
Instalasi Farmasi.
Keuntungan menggunakan sistem ini, yaitu :
Semua resep dikaji langsung oleh apoteker yang dapat memberi keterangan atau
informasi kepada perawat berkaitan dengan obat yang dipakai.
Memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker-dokter-perawat-penderita.
Pengendalian perbekalan yang mudah
Mempermudah penagihan biaya kepada pasien

Keterbatasan menggunakan sistem ini, yaitu :

o Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai ke penderita


o Jumlah kebutuhan personel di IFRS meningkat
o Memerlukan jumlah perawat waktu yang lebih banyak untuk penyimpanan obat di
ruangan pada waktu konsumsi obat
o Terjadinya kesalahan obat karena kurang pemeriksaan sewaktu penyiapan konsumsi.
3. Sistem Unit Dosis
Pada sistem ini, Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau
ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk
pasien rawat inap.
Ada 3 metode sistem distrubsi obat dosis unit :
a. Sistem distribusi obat dosis unit sentralisasi, yaitu distribusi yang
dilakukan oleh IFRS ke semua daerah perawatan penderita rawat inap di RS s
ecara keseluruhan.
b. Sistem distribusi obat dosis unit desentralisasi, yaitu distribusi yang
Dilakukan oleh beberapa cabang IFRS di sebuah RS. Pada dasarnya sama deng
an sistem
distribusi obat persediaan lengkap di ruang, hanya saja dikelola seluruhnya oleh
apoteker yang sama dengan pengelola dan pengendalian oleh IFRS sentral
c. Sistem distribusi obat dosis unit kombinasi sentralisasi dan desentralisasi, yaitu
distribusi obat biasanya hanya untuk dosis mula dan dosis dalam keadaan darurat
dilayani cabang IFRS. Dosis selanjutnya dilayani IFRS sentral. Semua pekerjaan
tersentralisasi, seperti pengemasan dan pencampuran sediaan intravena juga dimulai
dari IFRS sentral.
4. Sistem Kombinasi
Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi a + b atau b + c atau a + c.
Keuntungan sistem ini, yaitu :
Semua resep individu dikaji langsung oleh apoteker
Adanya kesempatan interaksi profesional antara apoteker-dokter-perawat-pasien
Obat yang diperlukan dapat segera tersedia bagi pasien
Beban IFRS dapat berkurang

Keterbatasan sistem ini, yaitu :

o Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai ke pasien (obat resep individu)


o Kesalahan obat dapat terjadi (obat dari floor stock lengkap)

B. Alur Distribusi Obat di Rumah Sakit secara Umum


Alur distribusi obat di rumah sakit secara umum berawal dari gudang farmasi ke
instalasi farmasi lalu ke ruangan dan menyerahkannya ke pasien yang berada di ruangan
tersebut. Pertama-tama petugas gudang farmasi cek obat di gudang apakah ada atau tidak,
jika obat yang dibutuhkan tersedia maka petugas gudang memberikannya ke petugas depo
farmasi. Lalu kedua petugas ini melakukan serah terima dan tanda tangan. Setelah itu
petugas depo akan membawanya ke setiap departeman.
C. Distribusi Obat ke Apotek

Di dunia distribusi obat, penyaluran obat di atur oleh peraturan terbaru dari menteri
kesehatan NOMOR 34 TAHUN 2014 sebagai perubahan dari NOMOR
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi, akan tetapi disini hanya
membahas izin dan sistem alur distribusi dengan tujuan melindungi masyarakat dari
peredaran obat dan bahan obat yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan
khasiat/manfaat. Pasal 21 (1) PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan bahan obat
kepada industri farmasi, PBF dan PBF Cabang lain, apotek, instalasi farmasi rumah sakit
dan lembaga ilmu pengetahuan. (2) Penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker
penanggung jawab. (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
surat pesanan untuk lembaga ilmu pengetahuan ditandatangani oleh pimpinan lembaga

Prinsip Penjualan Obat Di dunia penjualan obat dikenal 2 jenis obat berdasarkan
sistem peresepan, obat resep atau dikenal ethical drug dan obat non resep atau dikenal
dengan OTC serta obat lainnya yang dijual tanpa resep. Obat dengan resep inilah yang
sering menggunakan sistem komisi, karena harga eceran tertinggi yang harus nya di
terapkan sesuai peraturan tidak berlaku karena bergantung pada kesepakatan.

Untuk pendistribusian obat dari gudang farmasi ke apotek dapat dilakukan dengan;

1. Apotek membuat surat permintaan barang ke gudang farmasi


2. Gudang mengecek dan menyiapakan kebutuhan obat
3. Untuk distibusi ada 2 pilihan yaitu;
a. Pertama: Gudang yang akan mengantarkan ke apotek
b. Kedua: apotek yang akan mengambil ke gudang
4. Serah terima barang
5. Apotek akan meng-input barang ke dalam sistem computer/ditulis secara manual

D. Alur Distribusi Obat Rawat Inap


Berdasarkan Laporan Praktek Kerja Apoteker di RSU Kabupaten Tangerang, alur
distribusi obat rawat inap adalah sebagai berikut.

Berdasarkan gambar alur diatas dapat dijelaskan bahwa untuk pendistribusian obat
untuk pasien rawat inap di RSU Kabupaten Tangerang adalah pertama, visit dokter,
apoteker, dan perawat; kemudian dokter menuliskan rencana terapi obat; Apoteker
menuliskan obat dikartu instruksi obat; selanjutnya apoteker menulis etiket/keterangan
mengenai obat tersebut; alur selanjutnya adalah asisten apoteker menyiapkan obat tersebut.
Untuk pasien umum, petugas kasir membuat kwitansi tagihan obat. Kemudian, kwitansi
tersebut diserahkan kepada pasien untuk kemudian dilakukan pembayaran. Setelah obat
dibayar oleh pasien, petugas aministrasi mengentri data tersebut dan selanjutnya pasien
umum mengambil sendiri obat di depo farmasi rawat inapnya. Sedangkan untuk pasien
BPJS, pasien melampirkan resep dan berkas BPJS untuk diberikan kepada kasir. Kemudian,
petugas administrasi mengentri data tersebut dan selanjutnya obat diantarkan oleh asisten
apoteker kepada perawat untuk selanjutnya diserahkan kepada pasien sesuai KIO
(Keterangan Informasi Obat).
Berdasarkan Laporan Praktek Kerja Apoteker di RSUP Fatmawati Cilandak Jakarta
Selatan, alur distribusi obat rawat inap di RS tersebut adalah sebagai berikut. Di RS tersebut,
memiliki Depo Instalasi Rawat Inap dimana depo tersebut menyediakan perbekalan bagi
pasien rawat inap. Sistem distribusi yang digunakan di Depo Instalasi Rawat Inap adalah
resep individual (individual prescription), floor stock serta dosis unit.
Pada sistem resep individual, resep obat akan dikirim ke depo Instalasi Rawat Inap
oleh perawat. Obat disiapkan sesuai dengan resep dan didistribusikan kepada pasien. Sistem
ini diterapkan untuk penyediaan resep puyer pasien anak-anak, sediaan cair, infus, obat yang
dipakai dalam keadaan tertentu (seperti obat diare), dan obat untuk dibawa pulang.
Pada sistem distribusi floor stock, kelompok obat dan alat kesehatan tertentu
disimpan di ruang perawatan untuk digunakan oleh seluruh pasien. Biaya penggunaan obat-
obat/alat kesehatan ini dihitung sebagai biaya perawatan. Obat yang termasuk dalam
kelompok ini adalah obat penggunaan umum yang terdiri dari obat yang tertera dalam daftar
yang telah ditetapkan oleh TFT dan IFRS yang tersedia di unit perawat. Sistem distribusi
floor stock juga diterapkan pada penggunaan obat dan alat kesehatan yang ada di dalam
lemari emergency. Depo Instalasi Rawat Inap memiliki beberapa lemari emergency yang
berisi obat dan alat kesehatan life saving. Lemari-lemari ini disediakan di ruang HCU (High
Care Unit) yang ada di setiap lantai gedung ruang rawat inap. Tiap lemari emergency berisi
obat dan alat kesehatan dengan jumlah yang telah distandardisasi. Obat dan alat kesehatan
yang terdapat dalam lemari emergency dapat langsung digunakan tanpa harus menunggu
penyediaan dari depo. Setiap penggunaan obat dan alat kesehatan dari lemari emergency
akan dicatat oleh perawat. Setiap hari, petugas Depo Instalasi Rawat Inap akan datang untuk
mengecek persediaan obat dan alat kesehatan yang ada di dalam lemari emergency. Bila ada
pengurangan jumlah obat/alat kesehatan, petugas Depo Instalasi Rawat Inap akan mencatat
nama pasien yang menggunakan beserta dengan jenis dan jumlah obat/alat kesehatan yang
digunakan di lembar insidentil pasien untuk dimasukkam ke dalam tagihan obat dan alat
kesehatan pasien. Selanjutnya, petugas Depo Instalasi Rawat Inap akan mengisi kembali
lemari emergency sesuai dengan standar jumlah obat/alat kesehatan.
Sistem distribusi terakhir adalah sistem distribusi dosis unit, yaitu sistem distribusi
obat yang diresepkan oleh dokter untuk penderita selama 24 jam. Penyediaan obat dosis unit
dilakukan dengan cara mengemas obat-obat pasien ke dalam kemasan dosis unit tunggal
yang cukup untuk suatu waktu tertentu. Untuk penyediaan obat dosis unit, satu petugas
Depo Instalasi Rawat Inap bertanggung jawab terhadap sejumlah pasien yang dirawat pada
salah satu bagian lantai (utara atau selatan) gedung ruang rawat inap yang menerapkan
sistem ini. Proses penyiapan obat dosis unit dilakukan di pagi hari, dimulai dari pemilahan
obat, penyiapan obat kedalam kemasan dosis unit, pengecekkan kembali, hingga peletakkan
kemasan dosis unit di dalam troley dosis unit sesuai dengan nama pasien. Selanjutnya, di
sore hari, petugas Depo Instalasi Rawat Inap yang bertanggung jawab akan mengantarkan
obat dengan menggunakan troley dosis unit ke ruangan perawat untuk selanjutnya dilakukan
serah terima dan dilakukan pengecekkan kembali.

Kesimpulan

Pengelolaan distribusi obat di rumah sakit diadakan untuk mencegah terjadinya


medical error. Pengelolaan distribusi ini memiliki berbagai sistem dari floor stock, resep
perorangan, dan unit dosis. Floor stock, obatnya disimpan di depo atau diserahkan ke pasien
di rawat inap, resep perorangan berdasarkan resep setiap pasien, dan unit dosis berdasarkan
dosis unit yang dapat dipakai beberapa hari. Secara umum distribusi obat dimulai dari
gudang farmasi, lalu ke Instalasi dan didistribusikan ke setiap departemen, apakah akan
digunakan untuk rawat jalan atau rawat inap. Selain itu, PBF juga dapat langsung
mendistribusikan obat ke apotek, dibedakan pengelolaannya antara obat resep dan non-
resep.

Referensi
Kementrian Kesehatan. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.58
Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

Musrimawarni LI. 2009. Clinical Errors Pada Bangsal dengan Penerapan Sistem UUD
(Unit Dose Dispensing) Dan Non UUDi RSUD Dr. Moewardi Surakarta. [Online]
Diunduh dari http://eprints.ums.ac.id/3314/1/K100040116.pdf [Diakses pada 25
April 2016]

Noviani, I., dkk. 2014. Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Kabupaten
Tangerang 01 Oktober - 30 November 2014. [online] diunduh dari:
http://www.academia.edu/9893509/Managemen_per_II. [Akses 26 April 2016].

Rachmanisa, Emma. 2014. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di RSUP Fatmawati
Cilandak Jakarta Selatan Periode 1 Juli 31 Agustus 2013. Depok; FF UI.

Sulistyaningtyas. 2010. Sistem Distribusi Obat di Rumah Sakit. Dapat diakses


di: http://www.academia.edu/7439194/207256906-Sistem-Distribusi-Obat-Dan-
Alkes-Di-Rumah-Sakit. [26 April 2016].

You might also like