Professional Documents
Culture Documents
CARING
ANAK DENGAN GANGGUAN RETARDASI MENTAL DAN REMAJAN DENGAN
GANGGUAN KONSEP DIRI
Disusun oleh :
ANAK AGUNG GEDE DWITIYO ARI W
010113A009
FAKULTAS KEPERAWATAN-S1
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
UNGARAN
2016
0
DEFINISI RETARDASI MENTAL
Keterbelakangan Mental (Retardasi Mental, RM) adalah suatu keadaan yang ditandai
dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata disertai dengan
berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri (berpelilaku adaptif), yang mulai
timbul sebelum usia 18 tahun. Orang-orang yang secara mental mengalami
keterbelakangan, memiliki perkembangan kecerdasan (intelektual) yang lebih rendah dan
mengalami kesulitan dalam proses belajar serta adaptasi sosial. 3% dari jumlah penduduk
mengalami keterbelakangan mental.
Retardasi mental adalah kelainan ataua kelemahan jiwa dengan inteligensi yang
kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak).
Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala
yang utama ialah inteligensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia
(oligo: kurang atau sedikit dan fren: jiwa) atau tuna mental (W.F. Maramis, 2005: 386).
Pada Wikipedia (The Free Encyclopedia, 2010), dinyatakan: Mental retardation (MR)
is a generalized disorder, characterized by significantly impaired cognitive functioning
and deficits in two or more adaptive behaviors with onset before the age of 18. It has
historically been defined as an Intelligence Quotient score under 70. The term mental
retardation is a diagnostic term denoting the group of disconnected categories of
mental functioning such as idiot, imbecile, and moron derived from early IQ
tests, which acquired pejorative connotations in popular discourse.
Retardasi mental merupakan kelemahan yang terjadi pada fungsi intelek. Kemampuan
jiwa retardasi mental gagal berkembang secara wajar. Mental, inteligensi, perasaan, dan
kemauannya berada pada tingkat rendah, sehingga yang bersangkutan mengalami
hambatan dalam penyesuaian diri.
Retardasi mental adalah kelainan atau kelemahan jiwa dengan inteligensi yang kurang
(subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya
terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala yang utama
ialah inteligensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo:
kurang atau sedikit dan fren: jiwa) atau tuna mental (W.F. Maramis, 2005: 386).
Retardasi mental (RM) adalah suatu keadaan dimana seseorang memiliki kemampuan
mental yang tidak mencukupi (WHO).
1
American Association on Mental Deficiency (AAMD) membuat definisi retardasi
mental yang kemudian direvisi oleh Rick Heber (1961) sebagai suatu penurunan fungsi
intelektual secara menyeluruh yang terjadi pada masa perkembangan dan dihubungkan
dengan gangguan adaptasi sosial.
ETIOLOGI
Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari retardasi mental. Untuk mengetahui
adanya retardasi mental perlu anamnesis yang baik,
pemeriksaan fisik dan laboratorium. Penyebab dari
retardasi mental sangat kompleks dan multifaktorial.
Walaupun begitu terdapat beberapa factor yang
potensial berperanan dalam terjadinya retardasi
mental seperti yang dinyatakan oleh Taft LT (1983)
dan Shonkoff JP (1992) dibawah ini.
Penyebab retardasi mental dapat terjadi mulai dari
fase pranatal, perinatal dan postnatal. Beberapa
penulis secara terpisah menyebutkan lebih dari 1000 macam penyebab terjadinya
retardasi mental, dan banyak diantaranya yang dapat dicegah. Ditinjau dari penyebab
secara langsung dapat digolongkan atas penyebab biologis dan psikososial.
Penyebab biologis atau sering disebut retardasi mental tipe klinis mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Pada umumnya merupakan retardasi mental sedang sampai sangat berat
2. Tampak sejak lahir atau usia dini
3. Secara fisis tampak berkelainan/aneh
4. Mempunyai latar belakang biomedis baik pranatal, perinatal maupun postnatal
5. Tidak berhubungan dengan kelas sosial
Penyebab psikososial atau sering disebut tipe sosiokultural mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut :
1. Biasanya merupakan retardasi mental ringan
2. Diketahui pada usia sekolah
3. Tidak terdapat kelainan fisis maupun laboratorium
4. Mempunyai latar belakang kekurangan stimulasi mental (asah)
2
5. Ada hubungan dengan kelas sosial
Melihat struktur masyarakat Indonesia, golongan sosio ekonomi rendah masih
merupakan bagian yang besar dari penduduk, dapat diperkirakan bahwa retardasi mental
di Indonesia yang terbanyak adalah tipe sosio-kultural.
Penyebab retardasi mental tipe klinis atau biologikal dapat dibagi dalam:
a. Penyebab pranatal
1) Gangguan metabolisme
Gangguan metabolisme asam amino yaitu Phenyl Keton Uria (PKU), Maple Syrup Urine
Disease, gangguan siklus urea, histidiemia, homosistinuria, Distrofia okulorenal Lowe,
hiperprolinemia, tirosinosis dan hiperlisinemia. Gangguan metabolisme lemak yaitu
degenerasi serebromakuler dan lekoensefalopati progresif. Gangguan metabolisme
karbohidrat yaitu galaktosemia dan glycogen storabe disease.
2) Kelainan Kromosom
Kelainan kromosom muncul dibawah 5 persen kehamilan, kebanyakan kehamilan yang
memilki kelainan kromosom berakhri dengan kasus keguguran hanya setenggah dari satu
persen yang lahir memiliki kelainan kromosom, dan akan meninggal segera setelah lahir.
bayi yang bertahan, kebanyakan akan memiliki kelainan down syndrome, atau trisomy
21. Manusia normal memiliki 46 kromosom (23 pasang). orang dengan kelainan down
syndrome memiliki 47 kromosom (23 pasang + 1 kromosom pada kromosom ke 21).
3) Infeksi maternal selama kehamilan
yaitu infeksi TORCH dan Sifilis. Cytomegali inclusion body disease merupakan penyakit
infeksi virus yang paling sering menyebabkan retardasi mental. Infeksi virus ringan atau
subklinik pada ibu hamil dapat menyebabkan kerusakan otak janin yang bersifat fatal.
Penyakit Rubella kongenital juga dapat menyebabkan defisit mental.
4) Komplikasi kehamilan
Meliputi toksemia gravidarum, Diabetes Mellitus pada ibu hamil yang tak terkontrol,
malnutrisi, anoksia janin akibat plasenta previa dan solutio plasenta serta penggunaan
sitostatika selama hamil.
b. Penyebab perinatal
1) Prematuritas
3
Dengan kemajuan teknik obstetri dan kemajuan perinatologi menyebabkan meningkatnya
keselamatan bayi dengan berat badan lahir rendah sedangkan bayi-bayi tersebut
mempunyai resiko besar untuk mengalami kerusakan otak, sehingga akan didapatkan
lebih banyak anak dengan retardasi mental.
2) Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan
teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami
asfiksia pada saat dilahirkan.
3) Kernikterus
Kernikterus adalah sindrom neurologis akibat pengendapan bilirubin tak terkonjugasi di
dalam sel-sel otak.
4) Hipoglikemia: menurunnya kadar gula dalam darah.
c. Penyebab postnatal
1) Infeksi (meningitis, ensefalitis)
2) Trauma fisik
3) Kejang lama
4) Intoksikasi (timah hitam, merkuri)
7
1) Anak prasekolah (0 5 tahun): perkembangan motorik sangat tertunda, sedikit atau tidak
berbicara, mendapat mamfaat dari pelatihan mengerjakan sendiri (misalnya makan
sendiri).
2) Usia sekolah (6 21 tahun): biasanya berjalan kecuali jika terdapat ketidakmampuan
motorik, dapat memahami dan merespon pembicaraan, dapat mengambil mamfaat dari
pelatihan mengenai kesehatan dan kebiasaan lain yang dapat diterima.
3) Dewasa (21 tahun keatas): melakukan kegiatan rutin sehari-hari dan memperbesar
perawatan diri sendiri, memerlukan petunjuk dan pengawasan ketat dalam lingkungan
yang dapat dikendalikan.
Gejala klinis retardasi mental terutama yang berat sering disertai beberapa kelainan fisik
yang merupakan stigmata congenital yang kadang-kadang gambaran stigmata mengarah
kesuatu sindrom penyakit tertentu. Dibawah ini beberapa kelaianan fisik dan gejala yang
sering disertai retardasi mental, yaitu :
1) Sindrom Cockayne
2) Sindrom Lowe
8
3) Galactosemia
4) Sindrom Down
5) Kretin
1) Mukolipidosis
2) Penyakit Niemann-Pick
3) Penyakit Tay-Sachs
c. Korioretinitis
1) Lues congenital
2) Penyakit Sitomegalovirus
3) Rubella Pranatal
d. Kornea keruh
1) Lues Congenital
2) Sindrom Hunter
3) Sindrom Hurler
4) Sindrom Lowe
2. Kejang
2) Hipersilinemia
9
3) Hipoglikemia, terutama yang disertai glikogen storage disease I, III, IV, dan VI
4) Phenyl ketonuria
1) Arginosuccinic asiduria
2) Hiperammonemia I dan II
3. Kelainan kulit
a. Bintik caf-au-lait
1) Atakasia-telengiektasia
2) Sindrom bloom
3) Neurofibromatosis
4) Tuberous selerosis
4. Kelainan rambut
a. Rambut rontok
2) Ataksia telangiektasia
10
c. Rambut halus
1) Hipotiroid
2) Malnutrisi
5. Kepala
a. Mikrosefali
b. Makrosefali
1) Hidrosefalus
2) Neuropolisakaridase
3) Efusi subdural
6. Perawakan pendek
a. Kretin
b. Sindrom Prader-Willi
7. Distonia
a. Sindrom Hallervorden-Spaz
11
PATOFISIOLOGI RETARDASI MENTAL
Fungsi intelektual
3. Kecemasan keluarga 6. Gangguan komunikasi
4. Kurang pengetahuan verbal menurun
5. Koping keluarga tidak 7. Gangguan bermain
efektif. 8. Isolasi social
9.Kerusakan interaksi 1. Resiko
sosial ketergantungan
2. Resiko cedera
12
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada anak yang menderita
retardasi mental,yaitu:
1. Kromosom kariotipe
2. EEG (Elektro Ensefalogram)
3. CT (Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic Resonance Imaging)
4. Titer virus untuk infeksi congenital
5. Serum asam urat (Uric acid serum)
6. Laktat dan piruvat
7. Plasma asam lemak rantai sangat panjang
8. Serum seng (Zn)
9. Logam berat dalam darah
10. Serum tembaga (Cu) dan ceruloplasmin
11. Serum asam amino atau asam organik
12. Plasma ammonia
13. Analisa enzim lisozom pada lekosit atau biopsy kulit:
14. Urin mukopolisakarida
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu
tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart dan
Sudeen, 1998).
Hal ini temasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain
dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta
keinginannya.
15
Sedangkan menurut Beck, Willian dan Rawlin (1986) menyatakan bahwa konsep diri adalah
cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fisikal, emosional intelektual , sosial dan
spiritual.
Menurut Stuart dan Sudeen ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
konsep diri. Faktor-foktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, Significant Other (orang yang
terpenting atau yang terdekat) dan Self Perception (persepsi diri sendiri).
1. Teori perkembangan.
Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap sejak lahir seperti
mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam melakukan kegiatannya
memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi
lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pangalaman
budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri
atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata.
Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar diri
sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri
pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi orang yang dekat, remaja
dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting
sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi.
Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi individu
terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan
diri dan pengalaman yang positif. Sehingga konsep merupakan aspek yang kritikal dan dasar
dari prilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang
dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan
16
intelektual dan penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari
hubungan individu dan sosial yang terganggu.
Konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian. Pembagian Konsep diri tersebut di kemukakan
oleh Stuart and Sundeen ( 1991 ), yang terdiri dari :
Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini
mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh
saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru
setiap individu (Stuart and Sundeen , 1991). Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian
tubuhnya, menerima stimulus dari orang lain, kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan
mulai sadar dirinya terpisah dari lingkungan ( Keliat ,1992 ).
Gambaran diri ( Body Image ) berhubungan dengan kepribadian. Cara individu memandang
dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang realistis
terhadap dirinya manarima dan mengukur bagian tubuhnya akan lebih rasa aman, sehingga
terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri (Keliat, 1992). Individu yang stabil,
realistis dan konsisten terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan kemampuan yang
mantap terhadap realisasi yang akan memacu sukses dalam kehidupan.
Banyak Faktor dapat yang mempengaruhi gambaran diri seseorang, seperti, munculnya
Stresor yang dapat menggangu integrasi gambaran diri. Stresor-stresor tersebut dapat berupa :
1. Operasi.
Seperti : mastektomi, amputsi, luka operasi yang semuanya mengubah gambaran diri.
Demikian pula tindakan koreksi seperti operasi plastik, protesa dan lain lain.
17
Seperti : hemiplegi, buta, tuli dapat mengakibatkan depersonlisasi yaitu tadak mengkui atau
asing dengan bagian tubuh, sering berkaitan dengan fungsi saraf.
Seperti : sering terjadi pada seseorang yang mengalami gangguan jiwa, seseorang tersebut
mempersiapkan penampilan dan pergerakan tubuh sangat berbeda dengan kenyataan.
Seperti : seseorang yang sedang menjalani intensif care yang memandang imobilisasi sebagai
tantangan, akibatnya sukar mendapatkan informasi umpan balik engan penggunaan lntensif care
dipandang sebagai gangguan.
Hal ini berkaitan dengan tumbuh kembang dimana seseorang akan merasakan perubahan
pada dirinya seiring dengan bertambahnya usia. Tidak jarang seseorang menanggapinya dengan
respon negatif dan positif. Ketidakpuasan juga dirasakan seseorang jika didapati perubahan
tubuh yang tidak ideal.
Umpan balik ini adanya tanggapan yang tidak baik berupa celaan, makian sehingga dapat
membuat seseorang menarik diri.
Hal ini berkaitan dengan kultur sosial budaya yang berbeda-setiap pada setiap orang dan
keterbatasannya serta keterbelakangan dari budaya tersebut menyebabkan pengaruh pada
gambaran diri individu, seperti adanya perasaan minder.
Beberapa gangguan pada gambaran diri tersebut dapat menunjukan tanda dan gejala, seperti :
1. Syok Psikologis.
18
Syok Psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi
pada saat pertama tindakan.syok psikologis digunakan sebagai reaksi terhadap ansietas.
Informasi yang terlalu banyak dan kenyataan perubahan tubuh membuat seseorang menggunakan
mekanisme pertahanan diri seperti mengingkari, menolak dan proyeksi untuk mempertahankan
keseimbangan diri.
2. Menarik diri.
Seseorang menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan , tetapi karena tidak
mungkin maka seseorang lari atau menghindar secara emosional. Seseorang menjadi pasif,
tergantung , tidak ada motivasi dan keinginan untuk berperan dalam perawatannya.
Setelah seseorang sadar akan kenyataan maka respon kehilangan atau berduka muncul.
Setelah fase ini seseorang mulai melakukan reintegrasi dengan gambaran diri yang baru.
Tanda dan gejala dari gangguan gambaran diri di atas adalah proses yang adaptif, jika tampak
gejala dan tanda-tanda berikut secara menetap maka respon seseorang dianggap maladaptif
sehingga terjadi gangguan gambaran diri yaitu :
2. Ideal Diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku berdasarkan
standart, aspirasi, tujuan atau penilaian personal tertentu (Stuart and Sundeen ,1991).
Standart dapat berhubungan dengan tipe orang yang akan diinginkan atau sejumlah aspirasi,
cita-cita, nilai- nilai yang ingin di capai . Ideal diri akan mewujudkan cita-cita, nilai-nilai yang
19
ingin dicapai. Ideal diri akan mewujudkan citacita dan harapan pribadi berdasarkan norma
sosial (keluarga budaya) dan kepada siapa ingin dilakukan .
Ideal diri mulai berkembang pada masa kanakkanak yang di pengaruhi orang yang penting
pada dirinya yang memberikan keuntungan dan harapan pada masa remaja ideal diri akan di
bentuk melalui proses identifikasi pada orang tua, guru dan teman.
Menurut Ana Keliat ( 1998 ) ada beberapa faktor yang mempengaruhi ideal diri yaitu :
3. Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk
mengklaim diri dari kegagalan, perasan cemas dan rendah diri.
Agar individu mampu berfungsi dan mendemonstrasikan kecocokan antara persepsi diri dan
ideal diri. Ideal diri ini hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi dari
kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai (Keliat, 1992 ).
3. Harga Diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa
jauh prilaku memenuhi ideal diri (Stuart and Sundeen, 1991).
Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang
tinggi. Jika individu sering gagal , maka cenderung harga diri rendah. Harga diri diperoleh dari
diri sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah di cintai dan menerima penghargaan dari orang
lain (Keliat, 1992). Biasanya harga diri sangat rentan terganggu pada saat remaja dan usia lanjut.
Dari hasil riset ditemukan bahwa masalah kesehatan fisik mengakibatkan harga diri rendah.
20
Harga diri tinggi terkait dengam ansietas yang rendah, efektif dalam kelompok dan diterima
oleh orang lain. Sedangkan harga diri rendah terkait dengan hubungan interpersonal yang buruk
dan resiko terjadi depresi dan skizofrenia. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai
perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga diri
rendah dapat terjadi secara situasional ( trauma ) atau kronis ( negatif self evaluasi yang telah
berlangsung lama ). Dan dapat di ekspresikan secara langsung atau tidak langsung (nyata atau
tidak nyata).
Menurut beberapa ahli dikemukakan faktor-Fator yang mempengaruhi gangguan harga diri,
seperti :
1. Perkembangan individu.
Faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti penolakan orang tua
menyebabkan anak merasa tidak dicintai dan mengkibatkan anak gagal mencintai dirinya dan
akan gagal untuk mencintai orang lain. Pada saat anak berkembang lebih besar, anak mengalami
kurangnya pengakuan dan pujian dari orang tua dan orang yang dekat atau penting baginya. Ia
merasa tidak adekuat karena selalu tidak dipercaya untuk mandiri, memutuskan sendiri akan
bertanggung jawab terhadap prilakunya. Sikap orang tua yang terlalu mengatur dan mengontrol,
membuat anak merasa tidak berguna.
Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya hak untuk gagal dan
berbuat kesalahan. Ia membuat standart yang tidak dapat dicapai, seperti cita cita yang terlalu
tinggi dan tidak realistis. Yang pada kenyataan tidak dapat dicapai membuat individu
menghukum diri sendiri dan akhirnya percaya diri akan hilang.
Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa rendah diri.
21
Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak mampu membangun harga diri anak
dengan baik. Orang tua memberi umpan balik yang negatif dan berulang-ulang akan merusak
harga diri anak. Harga diri anak akan terganggu jika kemampuan menyelesaikan masalah tidak
adekuat. Akhirnya anak memandang negatif terhadap pengalaman dan kemampuan di
lingkungannya.
5. Pengalaman traumatik yang berulang,misalnya akibat aniaya fisik, emosi dan seksual.
Penganiayaan yang dialami dapat berupa penganiayaan fisik, emosi, peperangan, bencana
alam, kecelakan atau perampokan. Individu merasa tidak mampu mengontrol lingkungan.
Respon atau strategi untuk menghadapi trauma umumnya mengingkari trauma, mengubah arti
trauma, respon yang biasa efektif terganggu. Akibatnya koping yang biasa berkembang adalah
depresi dan denial pada trauma.
4. Peran
Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang
berdasarkan posisinya di masyarakat ( Keliat, 1992 ). Peran yang ditetapkan adalah peran
dimana seseorang tidak punya pilihan, sedangkan peran yang diterima adalah peran yang terpilih
atau dipilih oleh individu. Posisi dibutuhkan oleh individu sebagai aktualisasi diri.
Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok
dengan ideal diri. Posisi di masyarakat dapat merupakan stresor terhadap peran karena struktur
sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan serta posisi yang tidak mungkin dilaksanakan
( Keliat, 1992 ).
Stress peran terdiri dari konflik peran yang tidak jelas dan peran yang tidak sesuai atau peran
yang terlalu banyak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus di
lakukan menurut Stuart and sundeen, 1998 adalah :
22
1. Kejelasan prilaku dengan penghargaan yang sesuai dengan peran.
2. Konsisten respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan .
3. Kesesuain dan keseimbangan antara peran yang di emban.
4. Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.
5. Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidak sesuain perilaku peran.
Menurut Stuart and Sunden Penyesuaian individu terhadap perannya di pengaruhi oleh
beberapan faktor, yaitu :
1. Kejelasan prilaku yang sesuai dengan perannya serta pengetahuan yang spesifik tentang
peran yang diharapkan .
1. Transisi Perkembangan.
2. Transisi Situasi.
Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah atau berkurang orang yang
berarti melalui kelahiran atau kematian, misalnya status sendiri menjadi berdua atau menjadi
orang tua. Perubahan status menyebabkan perubahan peran yang dapat menimbulkan ketegangan
peran yaitu konflik peran, peran tidak jelas atau peran berlebihan.
23
3. Transisi sehat sakit.
Stresor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran diri dan berakibat diri dan
berakibat perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua kompoen konsep
diri yaitu gambaran diri, identitas diri peran dan harga diri. Masalah konsep diri dapat di
cetuskan oleh faktor psikologis, sosiologi atau fisiologi, namun yang penting adalah persepsi
seseorang terhadap ancaman.
Selain itu dapat saja terjadi berbagai gangguan peran, penyebab atau faktor-faktor ganguan
peran tersebut dapat di akibatkan oleh :
5. Keragu-raguan peran
6. Perubahan kemampuan fisik untuk menampilkan peran sehubungan dengan proses menua
8. Ketergantungan obat
4. Ketegangan peran
7. Kejenuhan pekerjaan
5. Identitas
Identitas adalah kesadarn akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang
merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh (Stuart
and Sudeen, 1991). Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan yang
memandang dirinya berbeda dengan orang lain. Kemandirian timbul dari perasaan berharga
(aspek diri sendiri), kemampuan dan penyesuaian diri.
Seseorang yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya. Identitas diri terus
berkembang sejak masa kanak-kanak bersamaan dengan perkembangan konsep diri. Hal yang
penting dalam identitas adalah jenis kelamin (Keliat,1992). Identitas jenis kelamin berkembang
sejak lahir secara bertahap dimulai dengan konsep laki-laki dan wanita banyak dipengaruhi oleh
pandangan dan perlakuan masyarakat terhadap masing-masing jenis kelamin tersebut. Perasaan
dan prilaku yang kuat akan indentitas diri individu dapat ditandai dengan:
Karakteristik identitas diri dapat dimunculkan dari prilaku dan perasaan seseorang, seperti :
1. Individu mengenal dirinya sebagai makhluk yang terpisah dan berbeda dengan
orang lain
2. Individu mengakui atau menyadari jenis seksualnya
3. Individu mengakui dan menghargai berbagai aspek tentang dirinya, peran, nilai
dan prilaku secara harmonis
4. Individu mengaku dan menghargai diri sendiri sesuai dengan penghargaan
lingkungan sosialnya
5. Individu sadar akan hubungan masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang
6. Individu mempunyai tujuan yang dapat dicapai dan di realisasikan
DAFTAR PUSTAKA
26
Suliswati, dkk. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta : EGC
Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia, Jakarta: EGC
Wong, Donna L., Dkk. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediaktrik, Jakarta: EGC
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Volume 1. Jakarta: EGC
Surya, Hendra. (2007). Percaya Diri Itu Penting. Jakarta: Elex Media Komputindo
Yusuf, Munafir & Intan safitri. (2006). Bereaksi Menarik Diri. Solo: Tiga Serangkai
Wylie, Ruth C. (1979). The Self Concept, Volume 2. USA: Nebraska Press
27