You are on page 1of 133

ISSN 0854-3461

Volume 30, Nomor 1, Pebruari 2015

JURNAL SENI BUDAYA


Jurnal Seni Budaya Mudra merangkum berbagai topik kesenian, baik yang menyangkut konsepsi, gagasan, fenomena
maupun kajian. Mudra memang diniatkan sebagai penyebar informasi seni budaya sebab itu dari jurnal ini kita memperoleh
dan memetik banyak hal tentang kesenian dan permasalahannya.

Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan dalam media lain. Persyaratan seperti yang
tercantum pada halaman belakang (Petunjuk untuk Penulis). Naskah yang masuk dievaluasi dan disunting untuk
keseragaman format, istilah dan tata cara lainnya.

Terakreditasi dengan Peringkat B dari 22 Agustus 2013 sampai 22 Agustus 2018 (Akreditasi berlaku selama 5 (lima) tahun
sejak ditetapkan), berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor: 58/DIKTI/Kep/2013, tanggal 22 Agustus 2013.

Ketua Penyunting Wakil Ketua Penyunting


I Gede Arya Sugiartha I Wayan Setem

Penyunting Pelaksana Penyunting Ahli


Diah Kustiyanti Made Mantle Hood (University Putra Malaysia) Ethnomusicologist
Tri Haryanto, S,SKar., M.Si
Jean Couteau. (Sarbone Francis) Sociologist of Art
Dru Hendro, S.Sen., M.Si
Ron Jenkins. (Wesleyan University) Theatre
Dra. Antonia Indrawati, M.Si
I Putu Gede Sudana (Universitas Udayana Denpasar) Linguistics
Suminto, S.Ag., M.Si
Putu Agus Bratayadnya, SS., M.Hum Tata Usaha dan Administrasi
Dra. Ni Made Rai Sunarini, M.Si Ni Wayan Putu Nuri Astini
I Made Gerya, S.Sn., M.Si

Alamat Penyunting dan Tata Usaha:


UPT. Penerbitan ISI Denpasar, Jalan Nusa Indah Denpasar 80235, Telepon (0361) 227316, Fax. (0361) 236100 E-Mail:
penerbitan@isi-dps.ac.id Hp. 081337488267

Diterbitkan
UPT. Penerbitan Institut Seni Indonesia Denpasar. Terbit pertama kali pada tahun 1990. Dari diterbitkan sampai saat ini
sudah 5 (lima) kali berturut-turut mendapat legalitas akreditasi dari Dikti, 1998-2001 (C), 2001-2004 (C), 2004-2007 (C),
2007-2010 (B), 2010-2013 (B), 2013-2018 (B).

Dicetak di Percetakan
Koperasi Bali Sari Sedana, Jl. Gajah Mada I/1 Denpasar 80112, Telp. (0361) 234723. NPWP: 02.047.173.6.901.000,
Tanggal Pengukuhan DKP: 16 Mei 2013

Mengutip ringkasan dan pernyataan atau mencetak ulang gambar atau label dari jurnal ini harus mendapat izin langsung
dari penulis. Produksi ulang dalam bentuk kumpulan cetakan ulang atau untuk kepentingan periklanan atau promosi
atau publikasi ulang dalam bentuk apa pun harus seizin salah satu penulis dan mendapat lisensi dari penerbit. Jurnal ini
diedarkan sebagai tukaran untuk perguruan tinggi, lembaga penelitian dan perpustakaan di dalam dan luar negeri. Hanya
iklan menyangkut sains dan produk yang berhubungan dengannya yang dapat dimuat pada jumal ini.

Permission to quote excerpts and statements or reprint any figures or tables in this journal should be obtained directly
from the authors. Reproduction in a reprint collection or for advertising or promotional purposes or republication in any
form requires permission of one of the authors and a licence from the publisher. This journal is distributed for national
and regional higher institution, institutional research and libraries. Only advertisements of scientific or related products
will be allowed space in this journal.
ISSN 0854-3461
Volume 30, Nomor 1, Pebruari 2015

JURNAL SENI BUDAYA


1. Bunyi Ngumbang Ngisep Gender Wayang Bali dalam Kajian Semiotika
Ary Nugraha Wijayanto, Ketut Sumerjana.................................................................................. 1

2. Aspek Organologis Gender Wayang


I Ketut Yasa...................................................................................................................................... 8

3. Estetika Hegemoni Talempong Pacik di Sumatra Barat


Andar Indra Sastra.......................................................................................................................... 18

4. Menguak Ideologi di Balik Kehadiran Mabarung Seni Pertunjukan di Kabupaten Buleleng


I Nyoman Chaya.............................................................................................................................. 37

5. Estetika Randai Analisis Tekstual dan Kontekstual


Sri Rustiyanti................................................................................................................................... 47

6. Kebangkitan Pasantian di Bali pada Era Globalisasi


I Komang Sudirga, I Gde Parimartha, I Wayan Dibia, I Made Suastika ................................. 57

7. Implikasi Pragmatik Bahasa Ungkap Tari Bondhan


Maryono........................................................................................................................................... 65

8. Menyikapi Seni Pertunjukan Tradisional sebagai Media Pengembangan Bangsa


Mahdi Bahar.................................................................................................................................... 76

9. Idiologi Estetik Dalang Wayang Topeng Malang


Robby Hidajat.................................................................................................................................. 83

10. Analisa Stuktur Komposisi Si Bongkok dengan Sulingnya Karya Amir Pasaribu dan
Sumatran Fiesta Karya Ben Pasaribu
Ance Juliet Panggabean.................................................................................................................. 91

11. Strategi Pengembangan Manajemen Pesta Kesenian Bali Berbasis Sinergisitas Kearifan Lokal,
Budaya Nasional, dan Pengetahuan Global
I Nyoman Suarka, I Wayan Rai S., I Nyoman Dhana, Ni Made Wiasti .................................... 105

12. Testimoni I Wayan Beratha: Seniman Alam yang Kreatif dan Lumbung Keilmuan
I Ketut Gde Asnawa........................................................................................................................ 114

Media Komunikasi Seni Budaya.


Diterbitkan oleh: UPT. Penerbitan Institut Seni Indonesia Denpasar
Terbit tiga kali setahun
Volume 30, 2015 VolumeMUDRA Jurnal
30, Nomor Seni Budaya
1, Pebruari 2015
p1-7
ISSN 0854-3461

Bunyi Ngumbang Ngisep Gender Wayang Bali


dalam Kajian Semiotika
ARY NUGRAHA WIJAYANTO 1,
KETUT SUMERJANA2.

1.
Program Studi Pengkajian Musik Nusantara, Program Pasca Sarjana,
Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Indonesia.
2.
Program Studi Seni Musik, Fakultas Seni Pertunjukan,
Institut Seni Indonesia Denpasar, Indonesia.
E-mail: arynugrahayahoo.com

Bunyi merupakan sebuah tanda yang eksistensinya dapat ditangkap sistem indra. Sebagai tanda, bunyi
merupakan sebuah pesan komunikasi yang dijabarkan dalam tingkatan-tingkatan intepretasi makna. Proses
dialektika bunyi terhadap sistem intepretasi memerlukan relasi ilmu pengetahuan untuk memahami keunikan
maknanya. Salah satu bunyi yang mempunyai keunikan dialektika terhadap sistem intepretasi adalah
ngumbang ngisep gender wayang dalam sistem karawitan Bali sehingga fokus penelitian pada intepretasi
makna bunyi ngumbang ngisep gender wayang Bali. Penelitian menggunakan teori semiotika dengan
metode kuantitatif-kualitatif yang menitikberatkan pada proses semiosis. Pengumpulan data dilakukan
dengan pengukuran bunyi, wawancara terhadap partisipan. Analisis data tiga tahapan yang dikemukakan
oleh Nattiez yaitu analisis struktural, latar belakang dan proses kognisi pada bunyi ngumbang ngisep
gender wayang Bali. Proses semiosis menggunakan segitiga makna dan tahapan Nattiez memperoleh hasil
bahwa bunyi ngumbang ngisep gender wayang merupakan tanda yang mempunyai makna sebagai simbol
keseimbangan dan semangat.

Sound of Ngumbang Ngisep Gender Wayang Bali in Semiotika Studys

Sound is one sign which its existence can be a prey to indras system. As sign as, sound constitutes
one enlightened communication order deep intepretation levels meanings. Sound dialectic process to
intepretation system require knowledge relationship to understand its meaning uniqueness. One of sound
that have dialectic uniqueness to system intepretation is ngumbang ngisep gender wayang in karawitans
Bali system so in focus research on intepretation sound meaning ngumbang ngisep wayang Bali. Research
utilizes semiotikas theory by mixed method who emphasizes on semiosiss process. Data collecting
by sound measurement, interview to participant. Data analysis use three step Nattiez which is analysis
structural, History and kognisi on sound ngumbang ngisep gender wayang Bali. Semiosiss process use
triangle meaning and Nattiezs step show result that ngumbang ngisep gender wayang Bali constitutes sign
that have balance and spirit meaning.

Keywords: Ngumbang ngisep, sign, gender wayang, and semiotic.

Bunyi merupakan sebuah tanda yang eksistensinya satu bunyi yang mempunyai keunikan dialektika
dapat ditangkap sistem indra. Sebagai tanda, bunyi terhadap sistem intepretasi adalah bunyi ngumbang
merupakan sebuah pesan komunikasi yang dijabarkan ngisep dalam sistem karawitan Bali.
dalam tingkatan-tingkatan intepretasi makna.
Proses dialektika bunyi terhadap sistem intepretasi Munculnya ngumbang ngisep pada sistem karawitan
memerlukan obyek sehingga diperlukan relasi ilmu Bali tidak lepas dari konteks filosofi Rwa Bhineda
pengetahuan untuk memahami maknanya. Salah dalam masyarakat yang diwujudkan ke dalam konsep

1
Ary Nugraha Wijayanto, dkk. (Bunyi Ngumbang Ngisep Gender Wayang...) MUDRA Jurnal Seni Budaya

gamelan berpasangan yaitu instrumen pengumbang- masyarakat. Latar belakang munculnya ngumbang
pengisep yang bertujuan membentuk keseimbangan ngisep gender wayang Bali sebagai sebuah tanda
akustik. Rai (dalam Ardana, 2011: 117) bahwa tidak mudah karena unsur-unsurnya terintegrasi
bunyi ngumbang ngisep dihasilkan secara sengaja secara sempurna membentuk sebuah bunyi dan akar
dari instrumen pengumbang-pengisep sehingga sejarah yang bersifat universal yaitu filosofi rwa
menghasilkan unsur keindahan atau estetika akustik bhineda. Fungsi bunyi ngumbang ngisep gender
dan merupakan implementasi Rwa Bhineda. wayang Bali dalam masyarakat selama ini diketahui
sebagai pengiring dalam seni pertunjukkan terutama
Membicarakan kata sengaja memberikan teka- dalam partunjukkan wayang.
teki terhadap pembentukan bunyi ngumbang ngisep
sebagai sebuah tanda karena diperlukan relasi ilmu Membicarakan bunyi ngumbang ngisep gender
pengetahuan yang luar biasa untuk membentuknya. wayang laras slendro sebagai sebuah tanda tidak
Secara visual, bunyi ngumbang ngisep merupakan lepas dari semiotika. Sausurre (dalam Nattiez, 1990)
tanda imajiner melalui konstruksi instrumen mengungkapkan bahwa tanda merupakan relasi
pengumbang-pengisep sedangkan secara audio antara konsep dan imaji. Konsep yang dimaksud
merupakan tanda nyata karena bunyinya dapat Sausure adalah pertanda yang dilihat sebagai makna
di indera. Konstruksi instrumen pengumbang- yang terungkap melalui fungsi dan nilai dalam karya
pengisep yang menarik dan mempunyai bunyi sedangkan imaji bunyi merupakan penanda yang
ngumbang ngisep yang unik adalah gender wayang dilihat sebagai bentuk atau wujud fisik yang dapat
laras slendro. dikenal melalui wujud karya.

Gender wayang Bali merupakan instrumen Konsep mengenai tanda yang kedua ditawarkan
berpasangan yang mempunyai keunikan pada oleh Pierce dengan konsep triadic atau teori
konstruksi instrumen, terdiri dari kombinasi logam segitiga makna yang terdiri dari tiga elemen utama,
pada wilah dan bambu pada tabung resonator. yakni representamen, obyek, dan interpretant.
Kontruksi dan kombinasi material memberikan Representamen atau tanda merupakan sesuatu yang
representament pada proses kognisi mengenai dapat ditangkap oleh panca indera, yang merujuk
imaji bunyi yang dihasilkan. Sedangkan secara pada representasi sesuatu. obyek merupakan acuan
audio, bunyi ngumbang ngisep gender wayang tanda, dan intepretant merupakan pengguna tanda
Bali mempunyai karakter yang halus, lembut atau konsep pemikiran dari orang yang ingin
dan bergelombang sehingga untuk memahami memberikan makna pada tanda. Konsep tanda oleh
makna bunyi ngumbang ngisep gender wayang Sausurre dan Pierce mempunyai persamaan yaitu
memerlukan transformasi audio ke visual untuk menekankan pada proses semiosis yaitu sebuah
dapat memberikan intepretasi. proses pemaknaan tanda.

Transformasi audio ke visual memberikan langkah Proses pemaknaan tanda sebuah obyek yang
awal untuk memahami makna bunyi ngumbang dilakukan oleh Sausurre dan Pierce memberikan
ngisep gender wayang sebagai sebuah fenomena landasan dasar untuk menggunakan semiotika dalam
fisis yang diuraikan dalam komponen-komponen mengkaji musik atau bunyi. Jean Nattiez (1990)
atau struktur pembentuk bunyi terutama elemen semiologi musik merupakan fungsi sebuah karya
frekuensi. Transformasi audio-visual untuk musik berkerja dalam masyarakat sehingga untuk
memahami bunyi ngumbang ngisep sebagai sebuah memahami tanda semiologi diperlukan tiga tahapan
tanda secara tidak langsung diuraikan dalam lontar yaitu analisis struktural musik, latar belakang
Prakempa yang diterjemahkan oleh I Made Bandem budaya dan proses kognisi dalam persepsi.
(1986) yang mengisyaratkan dualisme suara-
warna. Nattiez (1990) dalam Music and Discourse
memberikan sebuah pemahaman bahwa analisis
Sebagai fenomena fisis, unsur-unsur bunyi musikal sebagai langkah awal memerlukan dualisme
ngumbang ngisep gender wayang. Bali tidak audio-visual yang merupakan bagian dalam
lepas dari latar belakang dan fungsinya di dalam keilmuan fisika yang mempunyai landasan untuk

2
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

memberikan pikiran menuju sebuah konteks budaya ngumbang ngisep Gender Wayang Bali dipahami
yang melatar belakangi sebuah karya musik. Konsep dan dibaca dalam proses kognisi pendengar.
yang ditawarkan Nattiez mempunyai kesamaan
dengan Lontar Prakempa yang diterjemahkan KAJIAN TEORI
oleh I Made Bandem (1986) dalam pupuh atau isi
lontar secara eksplisit dijelaskan mengenai konsep Hui (2011) menyatakan bahwa pemahaman terhadap
dualisme suara-warna walaupun masih terlihat bunyi merupakan realitas metapor alam dan budaya
samar, di mana suara mempunyai masing-masing seperti memahami frekuensi dan pitch sebagai
warna begitu sebaliknya. ekspresi budaya. Hal ini memberikan gambaran
bahwa bunyi sebagai esensi dasar dari musik
Lontar Prakempa sebagai pondasi dalam mempunyai hubungan dengan filosofi masyarakat.
mengintepretasikan makna gamelan Bali dimulai Alperson (1994) bahwa musik sejak dulu mempunyai
dari dualisme audio-visual yang merupakan bagian hubungan dengan filosofi yang berkaitan dengan
dari ilmu fisika. Dualisme suara-warna yang aktifitas, mendengar, dan membuat musik sehingga
ditawarkan dalam lontar Prakempa ataupun audio- masyarakat memahami musik dari sisi material dan
visual oleh Nattiez memberikan ruang berpikir makna.
untuk memberikan landasan memahami kajian latar
belakang budaya yang membentuk bunyi ngumbang Ditinjau dari sisi material maka setiap instrumen
ngisep gender wayang dan proses persepsi pendengar musik mempunyai konsep yang berbeda dalam
terhadap bunyi tersebut. menghasilkan bunyi. Gitar, Biola menggunakan
string sebagai produksi suara berbeda dengan
Berdasarkan uraian di atas maka fokus penelitian seruling yang menggunakan prinsip kolom udara,
adalah memahami bunyi ngumbang ngisep gender gong yang menggunakan impedansi bunyi. Hanslick
wayang Bali sebagai tanda yang berhubungan (dalam Alperson, 1994) konsep produksi suara atau
dengan bunyi itu sendiri, latar belakang munculnya bunyi berkaitan dengan makna dari sebuah sumber
ngumbang ngisep serta proses kognisi yang terjadi bunyi.
ketika mendengar bunyi sehingga mendapatkan
sebuah intepretasi makna bunyi ngumbang ngisep Makna bunyi berkaitan dengan elemen musikal
gender wayang Bali laras slendro. yang dapat memberikan sensasi pada pendengar,
berkaitan dengan ekspresi yang dihasilkan. Hanslick
Penelitian menggunakan metodologi kuantitatif- menambahkan bahwa makna musik merupakan
kualitatif. Teknik pengumpulan data kuantitatif hubungan mimesis dari alam dengan ekspresi dari
adalah dengan pengukuran bunyi nada ngumbang gambaran aktifitas budaya masyarakat. Sebagai
ngisep Gender Wayang Bali dengan menggunakan mimesis dari alam, apa yang diwujudkan dari
program Sound Forge 6.0 sedangkan teknik pengalaman apa yang dilihat oleh persepsi dari
pengumpulan data untuk kualitatif dilakukan alam, contoh bunyi yang dibentuk dari mimesis
dengan wawancara terstruktur dan studi pustaka suara burung, dimana suara burung merupakan
untuk mengetahui latar belakang dan proses kognisi tanda skalar, tidak ada melodi, harmoni namun
pada bunyi ngumbang ngisep. hanya sebuah indek pola irama. Namun ketika
ekspresi manusia bekerja dengan sistem filosofi
Analisis data proses semiosis dibagi menjadi maka menghasilkan sebuah melodi dan harmoni
tiga tahapan. Tahap pertama adalah suara nada yang menarik yang merupakan pengembangan dari
ngumbang ngisep Gender Wayang Bali dibaca dan pola irama suara burung.
dipahami sebagai tanda fisik. Tahapan ini analisis
mempergunakan FFT yang terdapat dalam program Tanda atau representament adalah sesuatu yang
Sound Forge 6.0 untuk menguraikan komponen berbentuk fisik, dapat ditangkap oleh panca
frekuensi yang membentuk struktur bunyi ngumbang indera manusia dan merupakan sesuatu yang
ngisep. Tahap kedua bunyi ngumbang ngisep merepresentasikan hal lain di luar tanda itu sendiri.
dipahami sebagai tanda yang mempunyai latar Menurut Peirce tanda terdiri dari tiga hal yaitu
belakang. Tahap ketiga adalah tanda berupa suara ikon, indek dan simbol. Ikon adalah tanda yang

3
Ary Nugraha Wijayanto, dkk. (Bunyi Ngumbang Ngisep Gender Wayang...) MUDRA Jurnal Seni Budaya

muncul dari perwakilan fisik. Indek merupakan wakili. Indek merupakan tanda yang paling penting
tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat pada semiotika musik. Semua elemen musikal
sedangkan simbol berupa tanda yang muncul dari mengisyaratkan dapat dipandang sebagai indek,
kesepakatan. sedangkan simbol adalah lambang yang tidak
menggambarkan lambang seperti contoh burung
Sebuah tanda dapat menjadi ikon, indek ataupun garuda melambangkan Republik Indonesia.
simbol. Tanda menjadi sebuah ikon apabila ada
kemiripan atau menyerupai lambang tersebut. Pemahaman tanda apakah menjadi simbol, indek
Pierce menambahkan bahwa ikon adalah kemiripan atau ikon diperlukan obyek dan interpretant. Obyek
tanda fisik yang berkaitan dengan apa diwakili. adalah acuan tanda yang merupakan referensi dari
Kemiripan demikian dapat berupa bentuk, misalnya tanda yang ditunjuk tanda. Intepretant atau pengguna
foto, lukisan, peta jenis tertentu dari diagram juga tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang
ikonik sebab terdapat adalah kemiripan struktural. menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu
Secara audio, penyajian dari naik-turun legato dan makna tertentu atau makna yang ada dalam benak
noktah dimainkan dengan putus-putus notasi musik seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.
dapat dipersyaratkan seperti ikon. Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah
bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika
Indeks adalah tanda yang terkoneksi dengan tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi.
hubungan sebab akibat pada apa yang lambang

Obyek

Representamen Intepretant
atau tanda

Gambar 1. Diagram segitiga makna Pierce.


Gambar 1. Diagram segitiga makna Pierce.
Konsep Pierce mengenai segitiga makna memberikan Tahap kedua adalah mengkaji latar belakang budaya
Konsep Pierce mengenai segitiga
gagasan bagi Nattiez untuk menggunakan semiologi makna memberikan
dan konteks gagasan bagi struktural
dari perbedaan Nattiez untuk
musikal yang
menggunakan semiologi dalam
dalam mengkaji musik. Nattiez (1990) dalam mengkaji musik. Nattiez (1990) dalam
dapat di intepretasikan oleh para Music and
sejarawan dan
Discourse,
Music and Discourse,semiologi
semiologi musik
musikmerupakan
merupakanbagaimana fungsidalam
musikolog sebuahkaitannya
karya musik
dengan sebagai
penerimaan
seni fungsi
bagaimana bekerjasebuah
di dalam masyarakat
karya sehingga proses
musik sebagai semosis dibagi
norma-norma serta menjadi
standar tiga
yangtahapan.
ada. Nattiez
Tahap pertama adalah menganalisis
seni bekerja di dalam masyarakat sehingga proses kelengkapan struktural musik dimana
menambahkan bahwa dalam pemahaman hal tersebut tahap
semosisdapat
dibagidilakukan
menjadi tigapada tataranTahap
tahapan. perangkat
pertamafisika seperti
keduafrekuensi,
nilai etis warna suara dan
dan filosofi berbagaimenjadi
masyarakat
unsur di dalamnya.
adalah menganalisis Analisis
kelengkapan komponen
struktural musik fisika hal
dilakukan dalam dalam
yang mendasar dualisme audio-visual,
memberikan pemahaman
sebuah obyek audio dirubah dalam
dimana hal tersebut dapat dilakukan pada tataran obyek visual untuk memperdalam, mempermudah
mengenai sebuah obyek berada di dalam masyarakat.
analisis
perangkat fisika struktural musik. warna suara dan
seperti frekuensi, Tahap ketiga adalah mempresentasikan melalui
berbagai unsur di dalamnya. Analisis komponen proses kognitif serta perceptual yang digunakan
Tahap kedua adalah mengkaji
fisika dilakukan dalam dualisme audio-visual, latar belakang budaya
ketika dan membangun
seseorang konteks darisebuahperbedaan
pemahaman,
struktural musikal yang dapat di
sebuah obyek audio dirubah dalam obyek visual intepretasikan oleh
terjadi dalam tataran psikologi. Nilaidalam
para sejarawan dan musikolog subjektifitas
untuk kaitannya
memperdalam, dengan penerimaan analisis
mempermudah norma-norma dan serta standar
obyektifitas yang ada.dalam
dipertukarkan Nattiez
memahami
menambahkan
struktural musik. bahwa dalam pemahaman tahap kedua nilai
sebuah obyek. etis dan filosofi masyarakat
menjadi hal yang mendasar dalam memberikan pemahaman mengenai sebuah obyek
berada di dalam masyarakat. Tahap ketiga adalah mempresentasikan melalui proses
kognitif serta perceptual yang digunakan ketika seseorang membangun sebuah
pemahaman, terjadi dalam tataran psikologi. Nilai subyektifitas dan obyektifitas
4 dipertukarkan dalam memahami sebuah obyek.

NGUMBANG NGISEP GENDER WAYANG BALI


Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

NGUMBANG NGISEP Pada tataran audio-visual, bunyi ngumbang ngisep


GENDER WAYANG BALI gender wayang Bali merupakan tanda fisik nyata
yang mewakili obyek yaitu pengumbang pengisep.
Ngumbang ngisep gender wayang Bali merupakan Struktur bunyi yang didengar melalui sistem
tanda yang mempunyai berbagai tingkatan intepretasi audiotori bersifat kompleks dan subyektif sehingga
karena tidak hanya berposisi sebagai sebuah bunyi diperlukan transformasi visual untuk menguraikan
dengan strukturnya tetapi berkaitan erat dengan komponen-komponen penyusun bunyi agar
konsep filosofi masyarakat keseimbangan dualisme memperoleh intepretasi yang obyektif mengenai
Rwa Bhineda dan keunikan bunyinya yang mampu bunyi ngumbang ngisep gender wayang Bali.
sebagai sebuah stimulus dalam memberikan
rangsang terhadap sistem persepsi. Transformasi audio-visual melalui pengukuran
bunyi ngumbang, ngisep dan ngumbang-ngisep
Ngumbang ngisep sebagai sebuah fenomena bunyi instrumen gender wayang Bali laras slendro
merupakan tanda yang memerlukan pendekatan memperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan pada
visual dan audio-visual. Secara visual, bunyi frekuensi fundamental nada-nada pengumbang
ngumbang ngisep gender wayang merupakan dengan pengisep dan durasi yang diperlukan untuk
intepretasi yang bersifat imajiner karena tanda fisik bunyi ngumbang ngisep teredam. Untuk melihat
yang diperoleh oleh indera penglihatan berupa hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 1. dan
konstruksi pengumbang-pengisep gender wayang Gambar 1, 2, 3 di bawah ini.
Bali.

Tabel 1. Frekuensi Fundamental (fo).


Wilah fo ngisep (Hz) fo ngumbang (Hz) fo ngumbang ngisep (Hz)
1 172 166 166 dan 172
2 201 195 195 dan 201
3 234 228 228 dan 234
5 266 260 260 dan 266
6 308 302 302 dan 308
1 357 350 350 dan 357
2 415 408 408 dan 415
3 476 470 470 dan 476
5 541 535 535 dan 541
6 629 622 622 dan 629

Gambar 2. Transformasi visual dan analisis struktur bunyi ngumbang gender wayang.

Gambar 2 merupakan proyeksi visual bunyi telu yang mempunyai durasi teredam 13,824 detik
ngumbang dan analisis struktur bunyi pada nada dengan frekuensi fundamental yaitu 470 Hz.

5
Ary Nugraha Wijayanto, dkk. (Bunyi Ngumbang Ngisep Gender Wayang...) MUDRA Jurnal Seni Budaya

Gambar 3. Transformasi visual dan analisis bunyi ngisep gender wayang.

Gambar 3 merupakan proyeksi visual bunyi ngisep nada telu yang mempunyai durasi teredam 14,471
gender wayang dan analisis struktur bunyi pada detik dengan frekuensi fundamental yaitu 478 Hz.

Gambar 4. Transformasi visual dan analisis bunyi ngumbang ngisep gender wayang.

Gambar 4. merupakan proyeksi visual bunyi wilayah subsonik, sonik maupun ultrasonik sehingga
ngumbang ngisep gender wayang dan analisis jangkauan bunyi yang dihasilkan yaitu lebih lebar
struktur bunyi pada nada telu yang mempunyai dan memberikan dampak pelayangan bunyi. Selain
durasi teredam 7,829 detik dengan dua frekuensi itu dualisme frekuensi pengumbang-pengisep
fundamental yaitu 470 Hz dan 478 Hz. memperpendek durasi bunyi yang dihasilkan. Hal
ini menunjukkan bahwa bunyi ngumbang ngisep
Transformasi audio-visual yang berfungsi gender wayang Bali sebagai sebuah indek yang
untuk menganalisis perangkat struktural bunyi mewakili obyek instrumen pengumbang-pengisep
menunjukkan bahwa terdapat node-antinode disebabkan oleh dualisme frekuensi.
sebagai tanda pada bunyi ngumbang ngisep gender
wayang sehingga menyebabkan bunyi mampu Eksistensi dualisme frekuensi nada pengumbang-
diintepretasikan bergelombang atau ombak. pengisep tidak lepas dari konsep filosofi Rwa
Timbulnya node-antinode bunyi ngumbang ngisep Bhineda dan fungsinya dalam aktivitas masyarakat.
gender wayang Bali disebabkan oleh kecilnya Sebagai sebuah tanda yang mewakili dualisme Rwa
selisih frekuensi nada instrumen pengumbang Bhinedda, dualisme frekuensi nada pengumbang-
dengan pengisep dimana frekuensi fundamental pengisep gender wayang Bali mempunyai makna
ngumbang lebih rendah 6-7 Hz dari pada frekuensi bahwa dua hal yang berbeda tidak harus bersifat
fundamental ngisep. destruktif tapi konstruktif dan saling mengisi untuk
mewujudkan sebuah makna keteraturan bunyi.
Dualisme frekuensi nada pengumbang-pengisep
memberikan kontribusi terhadap hadirnya elemen Makna keteraturan bunyi sebagai sebuah
frekuensi non-harmoni yang menyusun warna intepretasi dari dualisme frekuensi nada mempunyai
suara ngumbang ngisep gender wayang baik dalam nilai ganda yaitu nilai yang berhubungan dengan

6
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

akustik dan psikososial. Nilai keseimbangan akustik merupakan sebuah tanda yang mampu menjadi
mempunyai makna bahwa, dualisme frekuensi sebuah stimulus bagi sistem indera dan persepsi
bersifat konstruktif terlihat dari proporsi akustik yang memberikan semangat. Hal ini memberikan
frekuensi yang merata pada masing-masing
yang menunjukkan persebaran komponen elemen wilayah suara sedangkan
intepretasi bahwanilai keseimbangan
bunyi ngumbang ngisep gender
psikososial mempunyai makna bahwa dualisme
frekuensi yang merata pada masing-masing wilayah frekuensi merupakan sebuah tanda yang
wayang Bali merupakan simbol keseimbangan dan
suara mampu menjadi
sedangkan nilai sebuah stimulus psikososial
keseimbangan bagi sistem indera dan persepsi yang memberikan
semangat.
semangat. Hal ini memberikan intepretasi bahwa bunyi ngumbang ngisep gender wayang
mempunyai makna bahwa dualisme frekuensi
Bali merupakan simbol keseimbangan dan semangat.

Pengumbang- Rwa bhinedda Sistem


pengisep gender indera dan
wayang Bali persepsi

Bunyi Dualitas Keteraturan Simbol


ngumbang frekuensi bunyi dalam keseimbangan
ngisep gender nada-nada ruang dan semangat
wayang bali

Bagan 1. Proses semiosis bunyi ngumbang ngisep gender wayang Bali.


Bagan 1. Proses semiosis bunyi ngumbang ngisep gender wayang Bali.

SIMPULAN SIMPULAN Danesi, Marcel. (2010), Pesan, Tanda dan Makna,


Jala Sutra, Yogyakarta.
ngumbang
BunyiBunyi ngumbangngisep
ngisepgender
genderwayang Bali mempunyai tingkatan intepretasi. Ditinjau
wayang Bali
mempunyai tingkatan
dari struktur intepretasi.
merupakan Ditinjaubunyi
indek karena daringumbang
Nattiez, (1990), Music
Jean.dihasilkan
ngisep oleh and Discourse: Toward
dualitas
struktur merupakan indek karena bunyi ngumbang a Semiology of Music,
frekuensi nada yang sama pengumbang-pengisep, jika dikaitkan dengan latar belakang Princeton University Press,
ngisepdan
dihasilkan oleh dualitas frekuensi nada yang
persepsi intepretant maka bunyi ngumbang ngisep New Jersey.
gender wayang merupakan simbol
pengumbang-pengisep,
sama keseimbangan dan semangatjika dikaitkan dengan
latar belakang dan persepsi intepretant maka bunyi Tolbert, Elizabeth. (2001), Music and Meaning:
DAFTAR
ngumbang ngisepRUJUKAN
gender wayang merupakan simbol An Evolution Story, Peabody of Conservatory John
Alperson, Philip.
keseimbangan dan semangat (1994), The Philosophy of Music: Formalism
Hopkins and USA.
University, Beyond, tanpa
penerbit.
DAFTAR RUJUKAN Tsun Hui, Hung. (2011), One music? Two music?
Ardana, I Ketut. (2011), Gending Gesuri Karya I Wayan How manyBeratha: Sebuah
music Lelambatan
cognitive etnomusicologial,
Tradisional Bali, dalam Mudra Jurnal
Alperson, Philip. (1994), The Philosophy of Music: Seni Budaya,bahavioural and fMRI2011,
Volume 26. No. 2 Juli UPT.on vocal and
study
Penerbitan Institut Seni Indonesia Denpasar, Denpasar.
Formalism and Beyond, tanpa penerbit. instrumental rhythim processing (Disertasi Program
Magister S2), State University, Ohio.
Bandem, I Made. (1986), Prakempa: Sebuah Lontar Gambelan Bali, Akademi Seni Tari
Ardana, I Ketut. (2011), Gending Gesuri Karya I
Indonesia Denpasar, Denpasar.
Wayan Beratha: Sebuah Lelambatan Tradisional Vasilakis, Nestor. (2001), Perceptual and physical
Bali,Danesi, Mudra (2010),
dalam Marcel. Jurnal Seni Budaya, Volume
Pesan, Tanda dan Makna, Jala properties of amplitude fluctuation and their
Sutra, Yogyakarta.
26. No. 2 Juli 2011, UPT. Penerbitan Institut Seni musical significance (Disertasi Program Magister
Indonesia Denpasar, Denpasar.
Nattiez, Jean. (1990), Music and Discourse: Toward S2),a University
Semiology ofof California, Los Angeles.
Music, Princeton
University Press, New Jersey.
Bandem, I Made. (1986), Prakempa: Sebuah Lontar
Gambelan
Tolbert,Bali, Akademi
Elizabeth. Seni Music
(2001), Tari Indonesia
and Meaning: An Evolution Story, Peabody of
Denpasar, Denpasar.John Hopkins University, USA.
Conservatory

7
8
I Ketut Yasa (Aspek Organologis Grnder Wayang) VolumeMUDRA
30, Nomor 1, Pebruari
Jurnal 2015
Seni Budaya
p 8 - 17
ISSN 0854-3461

Aspek Organologis Gender Wayang

I KETUT YASA

Jurusan Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan,


Institut Seni Indononesia Surakarta, Indonesia.
E-mail: denmassalim88@gmail.com

Gender wayang adalah salah satu perangkat gamelan Bali yang termasuk golongan tua atau kuno. Perangkat
ini terdiri dari dua pasang instrumen gender wayang. Masing-masing Instrumen memiliki sepuluh bilah dan
lima nada dengan laras slendro. Dimainkan oleh seorang penabuh dengan kedua tangan menggunakan dua
buah panggul sambil memukul dan menutup sekaligus. Aspek organologi gender wayang meliputi bahan,
teknik, proses dan atau kronologi pembuatan. Komponen gender wayang terdiri dari: bilah, telawah/
pelawah (rancakan), dan panggul. Juga dipaparkan tentang tangga nada dan frekuensi yang terdapat dalam
suara yang dihasilkan gender wayang.

Organology Aspect of Gender Wayang Instrument


Gender wayang is one of the Balinese ensamble which is included as old instrument. This ensamble is
consists of two pairs of instruments. Each of them have 10 parts and tones with selendro sound. It is
performed by a player by two hands used two panggul while hitting dan pressing directly. The aspect of
organology of Gender Wayang covers material, technique, process and creating chronology. The gender
wayang component consists of: parts, telawah/pelawah, rancakan, and panggul. It is also described about
the tones dan frequencies within voices of Gender Wayang.

Keywords: Gender Wayang, two pairs of instruments and organology.

Perangkat gamelan Bali yang termasuk golongan tua dimainkan dengan menggunakan dua alat pukul
atau kuno adalah gender wayang adalah salah satu oleh seorang penabuh.
perangkat gamelan perunggu yang memiliki jumlah
instrumen yang relatif sedikit, yaitu sepasang gender Bandem (1983: 18) dalam Ensiklopedi Gambelan
gede (pamade), dan sepasang gender barangan Bali mengemukakan bahwa gender adalah
(kantil). Bentuk dan bagian-bagian instrumennya metallophonees yang bilahnya dibuat dari krawang
hampir sama, hanya saja ukurannya yang berbeda perunggu digantung di atas resonator bambu yang
yaitu gender pamade ukurannya sedikit lebih besar ditopang dengan tumpuan besi agar tidak bersentuhan
dari gender kantil, sehingga disebut gender gede. satu sama lainnya. Gender pada mulanya memakai
1-15 bilah yang dipukul dengan sebuah panggul,
Membicarakan pengertian gender, Hastanto tangan kanan memukul dan tangan kiri menutupnya.
(1995/1996: 8) mengemukakan bahwa gender Ada pula gender rambat dimainkan dengan kedua
adalah jenis instrumen pukul yang sumber bunyinya tangan, sambil memukul dan menutup sekaligus.
berbentuk bilah terbuat dari bahan perunggu, logam Gender itu dibuat berpasangan dan berfungsi
ataupun besi digantung berjajar dengan tali khusus sebagai pembawa melodi gending.
pada rancakan setiap bilahnya diberi resonator
berwujud tabung terbuat dari bambu terletak tepat Apa bila dicermati kedua pendapat tersebut di atas
di bawah masing-masing bilah. Instrumen ini masing-masing memiliki titik penekanan, yakni

8
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

pendapat pertama yang ditekankan adalah gender Di dalam setiap penampilannya gender gede
dalam pengertian yang dikhususkan pada gender (pamade) maupun gender barangan selalu ditata
wayang, sedangkan pendapat yang kedua adalah secara berpasangan, bisa dengan cara berhadap-
pengertian gender secara umum. Dalam arti gender hadapan maupun secara berdampingan. Karena
tidak hanya gender wayang namun juga gender setiap pasangan, pengerawitnya harus selalu
rambat, instrumen gangsa (pamade dan kantil) mengadakan kontak, lebih-lebih ketika sedang
dalam kebyar maupun angklung. Instrumen bilah memainkan gending yang penuh dengan jalinan baik
(pamade dan kantil) ini memang dipukul dengan lewat tangan kanan maupun tangan kiri. Salah satu
sebuah alat pemukul (panggul), bukan sepasang. pengrawit akan memainkan tabuhan polos (on beat),
Perlu diinfomasikan, bahwa untuk resonator sedangkan pasangannya akan memainkan tabuhan
sekarang ini ada juga yang menggunakan dari sangsih (off beat), sehingga akan menghasilkan
bahan paralon seperti gender wayang warga putra jalinan yang sangat rumit dan harmonis. Pada
Bali di Sala. Begitu pula tumpuan (cagak) tidak gending-gending tertentu permainan off beat bisa
terbatas dengan bahan besi, namun ada yang dari terjadi pada pengrawit yang memainkan tabuhan
bambu atau kayu. Apalagi dalam instrumen gender polos.
wayang, tidak memungkinkan menggunakan
cagak berbahan besi, karena dalam instrumen Di samping itu gender yang berpasangan antara
tersebut cara pemasangannya secara khusus, yaitu gender satu dengan yang lainnya menurut Wayan
dicencang secara menggantung di sela-sela tabung Beratha memiliki frekuensi sedikit berbeda yaitu
(bagian bibir), sehingga dapat diatur sedemikian yang satu sedikit lebih tinggi disebut dengan suara
rupa. Seperti misalnya jikalau para penggender pengisep dari pasangannya yang disebut suara
menginginkan agak tinggi (agar bilah-bilah gender pengumbang. Khusus mengenai getaran nada-
tidak bersentuhan dengan rancakan) cagak tersebut nadanya, gender wayang memiliki ombak sedikit
dinaikkan. Begitu pula sebaliknya jika ingin lebih pelan dibanding dengan ombak suara nada-
agak rendah (agar tangan tidak terganggu ketika nada gamelan Bali lainnya (wawancara dengan
menabuh), cagak tersebut dilorotkan. Wayan Beratha pada 8 Juli 1997). Perbedaan
getaran ini menurut Nyoman Rembang (wawancara
Dengan demikian yang dimaksud dengan gender dengan Nyoman Rembang pada 7 Juli 1997) ada
dalam tulisan ini adalah jenis instrumen pukul hubungannya atau disesuaikan dengan suara dalang
yang sumber bunyinya berbentuk bilah terbuat yang pada umumnya memiliki ombak yang relatif
dari kerawang atau campuran dari tembaga dan pelan.
timah. Bilah-bilah tersebut digantung berjajar
secara horizontal dengan tali (jangat) lewat lubang- Salah satu fungsi dari perangkat gender wayang
lubang bilah tepat di atas masing-masing resonator adalah untuk karawitan pertunjukan wayang kulit
berwujud tabung-tabung terbuat dari bambu dan parwa, yaitu pertunjukan wayang yang menggunakan
atau paralon yang telah dipasang dalam rancakan. lakon Maha Bharata. Jika untuk Karawitan Drama
Untuk menahan jangat agar tidak lepas, setiap Tari Wayang Wong dan atau Wayang Kulit yang
lubang bilah diganjal dengan sepotong bambu kecil memakai lakon Ramayana, perangkat yang terdiri
yang disebut juluk. Di sela-sela dua bilah ditopang dari dua pasang gender tersebut, ditambah dengan
dengan tumpuan (cagak) dari bahan bambu dan berbagai alat perkusi di antaranya: sepasang kendang
atau kayu, agar bilah-bilah tidak bersentuhan satu krumpungan (lanang,wadon), sebuah kempur,
sama lain, atau tidak bersentuhan dengan masing- cngcng, kajar, klenang, dan sebuah instrumen
masing resonator yang berada di bawahnya. Bilah tiup yaitu suling. Perangkat ini kemudian lebih
berjumlah 10 dan berlaras slendro, dimainkan oleh dikenal dengan nama gamelan batl atau bebatlan.
seorang pengrawit dengan menggunakan dua buah Disebut gamelan batel atau bebatelan, karena di
panggul, sehingga di dalam memainkannya si dalam pertunjukan Ramayana (kulit/wong) lebih
pengrawit memukul dan menutup sekaligus banyak mengunakan perbendaharaan gending-
gending batel. Gending-gending ini dinilai sangat

9
I Ketut Yasa (Aspek Organologis Grnder Wayang) MUDRA Jurnal Seni Budaya

cocok untuk mengiringi wayang tokoh raksasa dan yang telah ditentukan. Petuding berasal dari
kera. Seperti dimaklumi dalam lakon Ramayana akar kata tuding yang artinya petunjuk. Dalam
lebih banyak diperankan oleh wayang tokoh raksasa kaitannya dengan pelarasan gamelan petuding
dan kera. Adapun kharakter gending batel adalah adalah petunjuk nada dibuat dari bambu santong
bentuknya paling pendek dan digarap dengan tempo atau jelepung yang benar-benar kering, agar suara
cepat dan volume keras, serta dimainkan secara petuding bisa stabil (Rai, 1997: 4).
berulang-ulang.
Demikian pula mengenai rancakan dapat dimulai
Untuk keperluan karawitan pertunjukan wayang, dari bagian mana saja. Misalnya mulai dari bagian
seperti telah disinggung di depan, bahwa yang adeg-adeg dan sebagainya. Jadi tidak harus berurutan
digunakan adalah sepasang gender gede (pamade) mulai dari bagian-bagian tertentu. Misalnya harus
dan sepasang gender barangan. Oleh karena itu, mulai dari bagian rancakan yang paling atas dan
dalam pemaparan berikutnya tidak dibahas tentang sebaliknya. Berbeda dengan pembuatan pencon
instrumen-instrumen selain gender wayang. Khusus khususnya dalam instrumen trompong, harus dibuat
di Buleleng, dalam pertunjukan wayang bahkan dari ukuran terkecil atau nada tertinggi.
hanya menggunakan satu pasang gender yaitu
gender gede (pamade). Karena di daerah tersebut Data-data digali lewat studi pustaka, pengamatan
ada sistem adokar (satu andong). Untuk keperluan dan wawancara. Studi pustaka dilakukan sebelum
mengangkut seluruh peralatan wayang termasuk terjun ke lapangan. Pengamatan dilakukan di
dalang dan pemain lainnya boleh dikatakan tempat-tempat pembuatan atau pande gamelan yang
tempatnya sangat terbatas. ada di Bali khususnya di Gianyar dan Klungkung.
Pengamatan juga dilakukan di tempat-tempat
Perangkat gender wayang dalam pengklasifikasian pembuatan rancakan dan panggul di Abiankapas,
gamelan Bali, digolongkan ke dalam gamelan tua Denpasar. Selanjutnya wawancara dilakukan ketika
yang diperkirakan sudah ada sebelum abad XIV dalam pengamatan memerlukan penjelasan lebih
(Rembang, 1977: 1). Namun kapan tepatnya atau lanjut.
abad ke berapa kehadiran gender wayang belum
dapat diketahui secara pasti. Hanya ada sebuah ASPEK ORGANOLOGIS GENDER WAYANG
sumber yang menyatakan bahwa istilah gender
wayang semula dikenal dengan istilah Selonding Secara garis besar, dalam instrumen gender wayang
Wayang (Rembang, wawancara 7 Juli 1997). Juga, terdapat tiga komponen yaitu (1) bilah, (2) rancakan,
dalam kakawin Bharatayuda disebutkan istilah dan (3) panggul. Masing-masing komponen ini akan
Selonding Wayang seperti yang ditulis oleh Japp dibahas mengenai bentuk, ukuran, bahan, proses
Kunst (1968: 77). pembuatan, dan daerah/ tempat pembuatan.

Dalam tulisan ini, sesuai dengan judulnya akan Bilah


dibahas gender wayang dari aspek organologisnya Bilah gamelan dalam bahasa Bali disebut don
yang meliputi: bilah, rancakan, dan panggul. Bagian- gamelan, memiliki dua jenis bentuk yakni (1)
bagian ini, dibahas tentang bahan, bentuk, proses belahan penyalin, dan (2) kalor. Bilah belahan
dan atau kronologi pembuatannya. Khusus dalam penyalin bentuknya mirip dengan penyalin yang
proses pembuatan, bilah dan rancakan memiliki dibelah dua atau bambu yang dibelah dua, sehingga
tahapan yang hampir sama. Artinya pembuatannya juga dikenal dengan sebutan belahan tiying.
dapat dimulai dari bagian mana saja. Misalnya Bilahan kalor bentuknya mirip dengan atap rumah
pembuatan bilah dapat dimulai dari nada/bilah yang yang semua sisi bagian atap rumah diberi atap. Atap
mana saja (wawancara I Wayan Pager pada 11 Juli rumah seperti ini disebut dengan bentuk ngelimas,
1997). Karena dalam pelarasan (mencari nada yang sehingga bentuk kalor dalam bilah gamelan juga
tepat), bilah tersebut dilaras berdasarkan petuding dikenal dengan bentuk ngelimas.

10
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

proses peleburan krawang dan pembentukan bilah


memerlukan bara api dari arang. Kayu yang baik
untuk dijadikan bahan arang adalah yang berasal
dari pohon kamboja (jepun). Selain itu boleh juga
dipakai kayu-kayu yang lainnya seperti pohon kopi,
dan pohon cemara.

1. Proses pembuatan bilah


Pembuatan bilah termasuk bilah-bilah gender
wayang dilakukan melalui proses dengan dua tahap
yaitu pembuatan dalam prapen dan di luar prapen.
Seperti yang dilakukan di perusahan pembuatan
gamelan milik Made Gableran yang berlokasi
di Blahbatuh Gianyar. Demikian pula proses
pembuatan gamelan Jawa seperti yang dilakukan
oleh Panji Gamelan Temtrem Sarwanto di Ledoksari
Solo. Tempat pengikiran dan prapen dipisahkan
Gambar1. Bilah ngelimas gender wayang. menjadi dua bangunan.
Pemasangan kedua bentuk bilah tersebut dalam
Pengerjaan dalam prapen, pertama-tama yang
rancakan memiliki sedikit perbedaan yaitu bilah
dilkukan adalah peleburan krawang atau campuran
berbentuk kalor dipasang dengan cara digantung
tembaga dan timah menjadi lempengan dengan
dengan tali khusus yang disebut jangat, sedangkan
mempergunakan alat penyinggen (penyangkan).
bilah berbentuk belahan penjalin dipasang dengan
Lempengan ini kemudian dibentuk bilahan ngelimas.
cara dipaku (Bali: dipacek) lewat lubang yang telah
Dalam proses pembentukan ini dikerjakan oleh tiga
disediakan pada bilah. Seperti halnya pemasangan
pemalu (tukang palu) dan seorang penglamus. Bilah
bilah-bilah saron dalam gamelan Jawa. Kedua
yang telah terbentuk rapi ini selanjutnya diserahkan
bentuk bilah gamelan seperti yang diterangkan di
ke bagian pengikiran yang pengerjaannya dilakukan
depan, itu berlaku untuk gamelan Bali. Sementara
di luar prapn.
untuk instrumen gender wayang pada umumnya
menggunakan bilah berbentuk kalor yang
Di tempat pengikiran (bangunan di luar prapen),
dipasang dengan cara digantung. Mengingat dalam
bilah-bilah tadi dikikir, kemudian dipanggur.
musikalitas gender wayang sangat dibutuhkan suara
Pengikiran dilakukan oleh seorang pengikir dan
ngrumpyung sebagai ciri khas utama gender
pangguran juga dilakukan oleh seorang pemanggur.
wayang. Ngrumpyung (ngeriung) adalah suara
Dari hasil pengikiran dan pemangguran, bilah
getaran (reng) yang muncul dari bilah gender setelah
tersebut selanjutnya dilaras untuk mencari nada yang
ditabuh atau dipukul dengan alat yang disebut
tepat berdasarkan petuding yang telah ditentukan.
panggul. Suara ini muncul karena ada sedikit jeda
Tahap selanjutnya bilah yang nadanya dianggap
antara dipukul dengan dipitet atau ditutup.
sudah sesuai dengan petuding, diperhalus dengan
pasir atau serbuk dari batu bata dan batu apung.
Bilah-bilah gender wayang dibuat dari bahan
krawang. Jenis krawang yang baik untuk bahan
Urut-urutan dalam pembuatan bilah-bilah tidak
bilah-bilah gender maupun gamelan Bali lainnya
harus mulai dari nada yang terkecil sebagaimana
menurut beberapa pand gamelan adalah krawang
dalam pembuatan pencon trompong. Menurut
yang dicampur dari timah dan tembaga yang selisih
Wayan Pager seorang pande gamelan dari Blahbatuh
campurannya satu berbanding tiga. Akan lebih baik
Gianyar Bali, bahwa bilah gender bisa mulai dari
lagi apabila dicampur sedikit emas paling sedikit
yang mana saja, artinya bisa dari yang terkecil,
sepersepuluh timah atau satu berbanding sepuluh.
menengah ataupun dari nada terbesar. Berat bahan
Krawang yang merupakan pecahan dari instrumen
yang standar masing-masing bilah gender adalah
gong, kempur, kajar dan sebagainya dapat dibeli di
10 ons. Tetapi ada juga pemesan yang membuat
pasar-pasar dan/atau toko-toko di Bali. Di dalam

11
I Ketut Yasa (Aspek Organologis Grnder Wayang) MUDRA Jurnal Seni Budaya

bilah gender yang bahannya lebih dari sepuluh Bertitik tolak dari pendapat di atas, dalam
ons, sehingga daun (bilah) gender kelihatan agak Karawitan Bali juga ada hal semacam itu. Misalnya
besar (lebar dan panjang) dan atau agak tebal. Hal ketika rebab dan suling mengiringi tembang yang
ini sangat bergantung kepada selera para pemesan dilantunkan oleh penari arja. Namun hingga kini
(wawancara dengan Wayan Pager pada 11 Juli belum ada yang mengenal dengan istilah sub-laras
1997). slendro yang disebut dengan slendro miring. Padahal
sesungguhnya laras slendro dalam karawitan Bali
Bilah-bilah gender yang berukuran sedang (umum) cukup banyak macamnya. Ada slendro angklung,
seperti yang terdapat di STSI (ISI) Surakarta dan gerantang (untuk gending-gending joged bumbung),
di Pura Agung Saraswati UNS Surakarta, yang dan ada laras gender wayang, laras gnggong,
memiliki ukuran seperti berikut. Gender Gede yang masing-masing memiliki laras slendro yang
(pamade): bilah terbesar (nada terendah memiliki berbeda. Supanggah (1991: 33) mengemukakan,
panjang 30 cm, lebar tujuh setengah cm dan tebal perbedaan pelarasan dari masing-masing perangkat
setengah cm, sedangkan bilah gender gede terkecil yang berlaras slendro di atas, dalam karawitan
(nada tertinggi) panjang 20 cm, lebar lima setengah disebut dengan konsep embat.
cm, dan tebal satu cm. Gender Barangan: bilah
terbesar (nada terendah), panjang 24 cm, lebar enam Seperti telah disinggung di depan, bahwa gender
cm, dan tebal hampir satu cm, sedangkan bilah wayang memiliki sepuluh bilah. Ke sepuluh bilah
gender barangan terkecil (nada tertinggi): panjang tersebut menggunakan lima nada yang masing-
17,5 cm, lebar empat cm, dan tebal hampir dua cm. masing memiliki simbol dan nama. Di dalam notasi
dingdong nada-nada tersebut menggunakan simbol
Tempat pembuatan gender wayang tidak merupakan Sandang Aksara Bali (peganggon) yang masing-
tempat khusus, artinya tidak ada pande yang masing diberi nama tedong dibaca ndong; talng
khusus hanya membuat gender wayang. Seperti dibaca ndng; suku dibaca ndung; carik dibaca
yang terdapat di Blahbatuh Gianyar milik Pande ndang; dan ulu dibaca nding. Di dalam notasi
Made Gableran (ada dua prapen), selain membuat Kepatihan menurut Hastanto (1991: 74) nada-nada
gender wayang juga membuat gamelan Bali lainnya tersebut diberi simbol angka Arab seperti berikut.
seperti gong kebyar, semara pagulingan, angklung,
bebarongan, dan sebagainya. Nama nada : penunggul gulu dhadha lima nem
Singkatan : pn gl dd lm nm
2. Laras, nada, dan simbol Simbol : 1 2 3 5 6
Dalam seni karawitan Bali mengenal dua sistem
laras yaitu slendro dan pelog. Masing-masing Urutan nada-nada gender wayang tersusun dari kiri
laras digunakan secara terpisah dan menyendiri ndong ndeng ndung ndang nding ndong ndng
baik dalam seni vokal maupun suara instrumental. ndung ndang nding (2 3 5 6 1 2
Gender wayang menggunakan laras slendro yang 3 5 6 1). Pengambilan wilayah nada-nada
susunan nada-nadanya dalam satu gembyangan antara gender wayang ged dengan barangan ada
memiliki jarak yang hampir sama rata, yang selisih sedikit perbedaan. Pengambilan wilayah nada-nada
jarak-jaraknya tidak mencolok. Berbicara mengenai gender wayang barangan dimulai dari gembyang
laras slendro Hastanto (1991: 75) mengemukakan: atas (gembyang kedua).
Laras slendro mempunyai sub laras yang disebut
slendro miring. Karena gamelan telah tertentu Contoh.
frekuensinya maka yang dapat melagukan slendro Gender wayang gede: 2 3 5 6 1 2 3 5 6 1
miring hanyalah rebab (instrumen gesek dan vokal. Gender wayang barangan: 2 3 5 6 1 2 3 5 6 1
Slendro miring sebagai sub-laras slendro kerap
digunakan dalam rebab dan vokal. Biasanya sub-
laras ini bila disajikan memberikan sentuhan rasa Dengan demikian, nada-nada gender wayang
sedih. barangan satu gembyang lebih tinggi dari nada-
nada gender wayang gede.

12
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

Di samping itu, antara perangkat gender wayang Mengenai jenis ombak suara yang dipilih dalam
yang satu dengan perangkat gender wayang satu perangkat gamelan sangat tergantung dari
lainnya ada juga yang patutan (titilarasnya) keinginan pembuatnya dan selera pemesan gamelan
berbeda yaitu ada yang nadanya besar/rendah, tersebut. Khusus untuk perangkat gender wayang
sedang dan kecil/tinggi, ini sangat tergantung seperti telah disinggung di depan, pemilihan
dengan selera pemiliknya. Sugriwa et. al. (1978: ombak ada hubungannya atau disesuaikan juga
18) mengemukakan bahwa dalam gender wayang dengan suara dalang. Dalang-dalang di Bali pada
ada tiga patutan yaitu 1) Segarawera; 2) Pudak umumnya memiliki ombak suara yang relatif
Setegal; dan 3) Sekar Kamoning. Segarawera pelan.
memiliki patutan yang terbesar, Pudak Setegal
memiliki patutan menengah, dan Sekar Kamoning 3. Pelawah
mempunyai patutan terkecil. Menurut Nyoman Pelawah juga disebut dengan Telawah/Selawah atau
Rembang (wawancara pada 9 Juli 1997) bahwa dalam bahasa Jawa rancakan, (istilah berikutnya
gender wayang memiliki patutan : Pudak Setegal, penulis gunakan rancakan). Instrumen gender
Sekar Kamoning, dan Asep Menyan. Pudak Setegal wayang menggunakan dua macam rancakan yaitu
patutan gender wayang yang suaranya paling besar, 1) rancakan yang memakai alas (duplak); dan 2)
Sekar Kamoning yang suaranya sedang (menengah) rancakan tanpa alas. Rancakan memakai alas yaitu
dan Asep Menyan suara terkecil. resonatornya berupa tabung diberi alas terbuat
dari kayu. Sementara rancakan yang tanpa alas,
Dengan demikian, apabila kedua pendapat di resonatornya tidak diberi alas, sehingga lengsung
atas digabung atau disusun kembali, maka di menyentuh tanah atau lantai. Agar dapat dijelaskan
dalam gender wayang akan terdapat empat jenis secara lebih lengkap, maka dalam paparan berikutnya
patutan yaitu 1) Segarawera; patutan terbesar; 2) akan dipaparkan yang memakai duplak.
Pudak Setegal; patutan besar (sedikit lebih kecil
dari Segarawera); 3) Sekar Kamoning; patutan Nama bagian-bagian rancakan yang memakai
menengah (sedang); dan 4) Asep Menyan; patutan duplak adalah seperti berikut.
yang terkecil atau tertinggi. a. Adeg-adeg, terdiri dari dua buah yang dipasang
pada samping kiri dan kanan\
Dalam pengantar juga telah disinggung bahwa b. Kuping, dipasang pada masing-masing adeg-
setiap pasang gender wayang selalu ada perbedaan adeg bagian atas.
frekuensi antara nada gender yang satu (pengumbang) c. Resonator, berjumlah sebuluh buah tabung dari
dengan gender pasangannya (pengisep). Adanya bambu dan atau paralon, dipasang persis di
perbedaan frekuensi antara pengumbang dengan bawah masing-masing bilah.
pengisep untuk setiap pasangan dalam gamelan d. Penyela, dipasang antara tabung yang satu
tersebut, akan menimbulkan suara ombak atau dengan lainnya, dibuat dari kayu atau bambu.
pelayangan. Ombak ini merupakan salah satu e. Pengenceng, besi berukuran 3mm yang
karakteristik dari gamelan Bali termasuk gender ditusukkan pada bagian atas tabung-tabung.
wayang). Menurut Rai (1997: 6), ada tiga istilah f. Jejuluk, ada dua macam yaitu (1) terbuat dari
yang sering dipergunakan untuk menentu- kan kawat sebesar paku reng bambu berbentuk
perbedaan frekuensi antara pengumbang dengan lingkeran kecil, dipasang pada kuping untuk
pengisep yaitu (1) a pengejer, (2) a pengumbang cantelan jangat gantungan bilah; (2) potongan
bulus, dan (3) a pengumbang lambat. A pengejer bambu kecil-kecil, untuk mengganjal jangat di
artinya ombak suaranya cepat, karena perbedaan bawah lubang bilah.
frekuensi antara pengisep dengan pengumbang g. Cagak, terbuat dari kayu dan atau bambu sebagai
sangat besar. Selanjutnya a pengumbang bulus tumpuan antara bilah satu dengan lainnya agar
artinya ombak suara dari gamelan itu sedikit lebih tidak saling bersentuhan.
lambat dari a penjejer. Terakhir, a pengumbang h. Jangat, tali terbuat dari kulit sapi untuk
lambat artinya ombak dari gamelan itu betul-betul gantungan bilah-bilah gender dan gantungan
lambat karena selisih frekuensinya sangat kecil. cagak.

13
I Ketut Yasa (Aspek Organologis Grnder Wayang) MUDRA Jurnal Seni Budaya

Proses pembuatan rancakan, dapat dimulai dari


bagian apa saja, artinya tidak harus mulai dari
adeg-adeg, atau dari duplak dan seterusnya.
Apabila bagian-bagian yang disebut tadi telah
selesai dikerjakan seluruhnya, maka pembuatannya
dilanjutkan pada tahap merakit. Kemudian, apabila
rancakan yang telah dirakit akan diukir, maka
rakitan tersebut dibongkar kembali (sementara)
untuk keperluan pengukiran.

Adapun motif-motif ukiran yang digunakan


antara lain: patra kuta mesir, mas-masan, batun
timun, kakulan, seg-seg, krurok, karangan sa,
dan karangan manuk guwak (gagak). Menurut
Made Sija (wawancara, 9 Juli 1997), bahwa
pada mulanya pada adeg-adeg bagian atas hanya
menggunakan karangan gajah, karena binatang
Gambar 2. Gender Wayang gajah melambangkan suatu kekuatan.

Ukuran rancakan antara gender gede dengan gender


barangan ada sedikit perbedaan. Seperti misalnya
gender milik warga Putra Bali di Surakarta, memiliki
ukuran yakni gender gede: panjang 95 cm, lebar 12
cm, dan tinggi 58 cm. Gender barongan: panjang
80 cm, lebar 12 cm, dan tinggi 54 cm. Begitu pula
setiap perangkat gender wayang memiliki ukuran
yang bervariasi, karena tergantung besar-kecil bilah
yang digunakan.

Rancakan gender wayang (bagian duplak dan


adeg-adeg), dibuat dari bahan pohon nangka yang
didatangkan dari daerah Banyuwangi, Malang, dan
Pekalongan. Rancakan gender wayang bagian kuping
(yang dipasang pada adeg-adeg) dibuat dari bahan
kayu eben dan ada juga dari bahan tanduk. Bahan
ini didatangkan dari pulau Sumbawa (wawancara
dengan Made Tegug pada 8 Juli 1997). Bambu
(bumbung) untuk resonator didapatkan dari daerah
pedesaan di Klungkung, sedangkan resonator dari
paralon mudah didapat di toko-toko di Bali.

Gambar 3. Ukiran Rancakan Gender Wayang bagian


duplak, adeg-adeg (atas), dan adeg-adeg (sudut bawah)

14
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

Panggul
Alat untuk menabuh (memainkan) gamelan Bali
khususnya gender wayang disebut dengan panggul.
Dalam memainkan gender wayang menggunakan
sepasang panggul yang bentuknya serupa (kembar).
Panggul gender dapat dibagi menjadi tiga bagian
yaitu (1) bungane; (2) katik; dan (3) anteg-anteg.

Bungan (bunganya) adalah bagian panggul


yang langsung bersentuhan dengan bilah gender.
Bentuknya bulat pipih dan dibuat dari kayu yang
keras misalnya bentawas, pucuk putih (kembang
sepatu), kayu pakel, kayu sotong (jambu biji), dan
pohon kemliling. Sealanjutnya katik adalah tangkai
panggul bagian yang dipegang oleh kedua tangan
pemain (pengrawit). Bentuknya bulat panjang
(menyerupai betis) dengan ukuran panjang sekitar
15 cm sampai 20 cm, dan lebar dengan garis tengah
sekitar tiga cm. Dibuat dari kayu eben. Terakhir
anteg-anteg, adalah bagian dari panggul yang terletak
antara katik dan bungane. Bentuknya menyerupai
baong capung (leher binatang capung), dan dibuat
dari bahan tanduk kerbau dan atau kijang. Anteg-
anteg dipasang secara longgar antara bungan dan
tangkai untuk mendapatkan suara gemericik yang
diakibatkan sentuhan baik dengan tangkai maupun
bungane. Anteg-anteg ini dipasang secara longgar
pada tangkai panggul sehingga menimbulkan suara
gemericik. Adapun maksud dan tujuan dari anteg-
anteg ini adalah agar mendapatkan nuansa suara
Gambar 4. Ukiran Rancakan Gender Wayang bagian lain, selain suara gender itu sendiri. Rembang
adeg-adeg, penyela, dan duplak. mengemukakan, bahwa suara yang ditimbulkan
oleh anteg-anteg ini, untuk mewakili suara cng-
Sebelum dirakit untuk kedua kalinya, bagian cng (cimbal), agar nuansa menjadi lebih ramai
ukiran dan bagian lainnya (yang tidak diukir) (wawancara, 7 Juli 1997).
diperhalus (digosok dengan ambril). Selanjutnya
dicat (biasanya dengan bagian-bagian warna merah, Ukuran panggul gender wayang gede dengan
diselingi warna biru dan hitam), serta dicat warna panggul gender barangan ada sedikit perbedaan, yaitu
emas (prada) pada terukir). Tahap selanjutnya tangkai panggul gender wayang barangan sedikit
adalah membuat bumbung untuk resonator. Tiap lebih pendek. Panggul gender wayangbiasanya
resonator harus dilaras sesuai nada bilah gender juga untuk memainkan gender rambat, dan gender
yang diberi resonator. Oleh karena itu, pembuatan barangan yang terdapat pada perangkat gamelan
resonator dilakukan dengan sangat hati-hati dan palegongan, smara pagulingan, bebarongan, dan
seksama. Setelah resonator selesai dibuat dengan gong kebyar yang menggunakan instrumen gender.
hasil memuaskan, kemudian daun (bilah) gender
dan resonatornya dipasang pada rancakan masing- Di dalam pembuatan panggul gender, semua
masing. Proses terakhir, adalah menyatukan suara bagian-bagiannya (bungan, anteg-anteg, dan
dari seluruh instrumen yang membangun gamelan katik) dibuat dengan menggunakan mesin bubut
itu sendiri. Untuk keperluan ini, tukang laras bisa agar hasil garapannya kelihatan rapi dan simetris.
saja melakukan pelarasan kembali agar gender Setelah bagian-bagian tersebut selesai, selanjutnya
wayang suaranya betul-betul menyatu.

15
I Ketut Yasa (Aspek Organologis Grnder Wayang) MUDRA Jurnal Seni Budaya

diperhalus dengan cara digosok mengunakan Pengambilan wilayah nada gender wayang gede/
ambril, kemudan bagian bungan dicat merah. Pada pamade dengan gender wayang barangan, ada
bagian depan bungane dibuat lukisan bunga pucuk sedikit perbedaan yaitu gender gede/pamade
(kembang sepatu) dengan cat emas (prada) agar menggunakan wilayah nada satu gembyang di
kelihatan menarik. bawah nada terendah dari gender barangan. Di
samping itu, antara perangkat gender wayang yang
satu dengan perangkat gender wayang lainnya juga
ada yang patutannya (titilarasnya) berbeda. Ada
yang menggunakan titilaras yang sangat rendah/
besar, besar, menengah (sedang), dan titilaras yang
tinggi/kecil. Hal ini sangat tergantung dengan selera
(masyarakat) pemiliknya. Yang terbesar dinamakan
patutan segara wera, yang besar disebut dengan
patutan pudak setegal, yang menengah patutan
sekar kamoning, dan yang kecil/tinggi disebut
dengan asep menyan.

DAFTAR RUJUKAN

Bandem, I Made. (1983), Ensiklopedi Gamelan


Bali, Proyek Penggalian Pembinaan, Pengembangan
Seni Klasik/Tradisional/ dan Kesenian Baru
Pemerintah Daerah I Bali, Denpasar.
Gambar 5. Panggul Gender wayang.

Hastanto, Sri. (1995/1996), Rekaman Musik


Tradisional Indonesia (Laporan Proyek Pem
SIMPULAN buatan Master), Direktorat Jenderal Kebudayaan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Dalam penyajiannya, instrumen gender wayang Indonesia, Jakarta.
selalu ditata secara berpasangan. Mengingat
antara gender yang satu dengan lainnya memiliki Rai, I Wayan S. Peranan Sruti dalam Pepatutan
frekuensi nada yang sedikit berbeda yaitu yang Gamelan Semar Pagulingan Saih Pitu, Orasi Ilmiah
satu sedikit lebih tinggi yang disebut dengan suara pada Dies Natalis ke XXX dan Wisuda Sarjana ke
pengisep dari pasangannya yang disebut dengan IX, Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar 2 April
suara pengumbang. Adanya perbedaan freuensi 1997, Sekolah Tinggi Seni Indonesia, Denpasar.
frekuensi antara pengumbang dengan pengisep
untuk setiap pasangan dalam gamelan tersebut akan Rembang, I Nyoman. (1977), Daftar Klasifikasi
menimbulkan suara ombak atau pelayangan. Gamelan Bali, dalam Kertas Sarasehan Karawitan
Ombak ini merupakan salah satu karakteristik Bali, diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan
penting gamelan Bali termasuk gender wayang. Kebudayaan Jawa Tengah, Agustus 1977.
Ada tiga istilah yang sering dipergunakan untk
menentukan perbedaan frekuensi antara pengumbang Sugriwa, I Gusti Bagus (Eds.) (1978), Aneka
dengan pengisep yakni (1) A pengejer, artinya Pewayangan Bali, Yayasan Pewayangan Daerah
ombank suaranya cepat, (2) A pengumbang bulus, Bali, Denpasar.
artinya ombang suaranya sedang (menengah), dan
(3) A pengumbang lambat, artinya gamelan tersebut Supanggah, Rahayu. (1990), Balungan dalam
ombak suaranya lambat. Untuk keperluan gender Jurnal Seni Pertunjukan Indonesia, Masyarakat
wayang, menggunakan ombak pelan atau lambat, Musikologi Indonesia, Tahun I No. 1, 1990, Yayasan
karena disesuaikan dengan suara dalang, yang pada Masyarakat Masyarakat Musikologi Indonesia,
umumnya mempunyai suara yang berombak pelan. Surakarta.

16
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

Yasa, I Ketut. (2003), Trompong Kebyar Kajian Rembang, I Nyoman. (70 th.), Mpu Karawitan Bali,
Aspek Organologis dan Latar Belakang Budaya wawancara pada 7 Juli 1997 di rumahnya Desa
dalam Bheri Jurnal Ilmiah Musik Nusantara Volume Sesetan, Denpasar.
2, No. 1 September 2003, Jurusan Seni Karawitan,
Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Pager, I Wayan. (35 th.), Pande Gamelan Bali,
Denpasar, Denpasar. wawancara 11 Juli 1997 di rumahnya Desa
Blahbatuh, Gianyar.
Nara Sumber:
Beratha, I Wayan. (71 th.), Mpu Karawitan Bali, Sija, I Made. (65 th.), Seniman Dalang, wawancara
wawancara pada 8 Juli 1997 di rumahnya Banjar 11 Juli 1997 di rumahnya Desa Bona, Gianyar,
Abian Kapas, Denpasar. Bali.

Tegug, I Made. (70 th.), Pengrajin Panggul,


wawancara 11 Juli 1997 di rumahnya Banjar Abian
Kapas, Denpasar.

17
Andar Indra Sastra (Estetika Hegemoni Talempong Pacik di Sumatra Barat) VolumeMUDRA
30, Nomor 1, Pebruari
Jurnal 2015
Seni Budaya
p 18 - 36
ISSN 0854-3461

Estetika Hegemoni Talempong Pacik di Sumatra Barat

ANDAR INDRA SASTRA

Jurusan Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan,


Institut Seni Indonesia Padangpanjang, Indonesia.
E-mail: andarstsipp@gmail.com.

Munculnya konsep talempong pacik di Sumatra Barat tidak dapat dilepaskan dari pengaruh dan kekuasaan
para tokoh-tokoh pendidikan yang mempunyai latar belakang pendidikan musik Barat. Pengaruh dan
kekuasaan tersebut mulai dapat dirasakan ketika munculnya konsep talempong pacik pada awal tahun
1970-an melalui mata kuliah di Jurusan Minangkabau Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI)
Padangpanjang. Talempong pacik (pegang) yang dipelajari di antaranya adalah lagu Cak Dindin, dan lagu
Tupai Bagaluik. Lagu Cak Dindin menggunakan 5 (lima) buah talempong, dan lagu Tupai Bagaluik dengan
6 (enam) buah talempong. Keduanya mengalami tekstualitas oleh kebudayaan modern hegemoni; baik
talempong sebagai satu sistem musik maupun sebagai sistem musikal. Talempong sebagai sistem musik
ditata dengan instrumen musik diatonis, dan talempong sebagai sistem musikal merupakan penjelmaan dari
konsep harmoni musik melalui penggalan akor. Penelitian ini bermaksud mengkaji fenomena tersebut dalam
penyajiannya di Sumatera Barat. Mengkaji fenomena tersebut menggunakan teori bentuk estetis dengan
metode kualitatif yang dibantu oleh data kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa talempong
pacik yang dipelajari oleh para mahasiswa di kampus Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang, Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) Seni dulunya SMKI, dan sanggar-sanggar seni di Sumatra Barat tidak sesuai
dengan konsep talempong renjeang anam salabuhan yang dimiliki oleh masyarakat Minangkabau secara
umum.

Hegemony aesthetical of Talempong Pacik in West Sumatra


The emergence of the concept of talempong pacik in West Sumatra cannot be separated from the influence
and authority of educational leaders with a background in Western music. This influence and authority
began to be felt when the concept of talempong pacik first appeared at the beginning of the 1970s through
one of the subjects taught in the Minangkabau Department at Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI),
Padangpanjang. The talempong pacik (in which the instruments are held in the players hands) that was
studied included the pieces Cak Dindin and Tupai Bagaluik. Cak Dindin uses 5 talempong and Tupai Bagaluik
uses 6 talempong. Both have been textualized by modern culture hegemony; both talempong as a music
system and as a musical system. As a music system, talempong uses diatonically tuned instruments, and
as a musical system, talempong is the manifestation of the concept of musical harmony through fragments
of chords. The goal of this research is to study these phenomena in the performance of talempong in West
Sumatra. The phenomena are studied using a theory of aesthetical form with a qualitative method, assisted
by qualitative data. The results of the research show that the talempong pacik that is studied by students on
the campus of Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang, at the specialist art school Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) Seni formerly SMKI, and in various art groups in West Sumatra does not correspond
to the concept of talempong renjeang anam salabuhan that belongs to the Minangkabau community in
general.

Keywords: Aesthetics, hegemony, and talempong pacik.

18
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

Estetika berasal dari bahasa Yunani aisthetika oleh tiga orang pemain dan masing-masing pemain
berarti hal-hal yang dapat diserap oleh pancaindera. memegang dua buah talempong. Talempong
Oleh karena itu estetika sering diartikan sebagai direnjeang (direnjeng atau ditenteng) dengan
persepsi indera (sence of perception) serta berbagai tangan kiri dan diguguah (ditabuh) dengan tangan
macam perasaan yang ditimbulkannya (Ali, 2011: kanan menggunakan pangguguah (pemukul)
1-2, Pramono, 2009: 1). Dharsono mengatakan khusus dan membentuk alur melodi pendek khas
bahwa estetika kini tidak lagi semata-mata menjadi talempong Minangkabau kaum akademisi
permasalahan falsafi, di dalamnya menyangkut menyebutnya talempong pacik. Boestanoel Arifin
bahasan ilmiah berkaitan dengan karya seni Adam mengatakan bahwa istilah talempong di
(Dharsono, 2007: 3). Estetika berarti mempelajari Minangkabau mengacu pada jenis instrumen
seni sebagai obyek keindahan menyenangkan idiophone yang memiliki banyak bentuk, ukuran,
yang dapat dicermati panca indera dengan segala dan jenis bahan yang dimainkan dengan cara
kompleksitasnya. Kata obyek dan keindahan dipukul. Dalam pengertian yang paling umum,
pada dasarnya tidak terlepas dengan subyek yang talempong adalah alat berbentuk gong kecil terbuat
berperan memberi nilai. Antara obyek dan subyek dari campuran logam dan dimainkan dengan cara
merupakan sesuatu yang mutlak untuk melihat dipukul (Adam, 1986/1987: 9-10). Talempong
persoalan estetika. Estetika tidak hanya menyangkut renjeang termasuk dalam pengertian yang paling
persoalan nilai indah atau tidak indah, melainkan umum sebagaimana dimaksud Adam.
persoalan rasa. Kapan sesuatu itu punya nilai
rasa menyenangkan? Ketika terjadi interaksi dan Talempong renjeang tradisi dengan talempong
kepentingan antara obyek dan subyek dengan segala pacik merupakan dua fenomena berbeda dari
ciri keindahan yang melekat padanya. Interaksi padangan subyek yang berkepentingan. Tradisi
antara manusia dengan gejala yang menyenangkan biasanya digunakan untuk menggantikan kata yang
merupakan hubungan dialogis karena ada berkaitan dengan masa lalu, seperti kepercayaan,
kepentingan atas nilai. Rasa menyenangkan tidak kebudayaan, nilai-nilai, perilaku atau pengetahuan
hanya terletak pada benda sebagai obyek, keindahan yang diturunkan secara turun temurun (Suyono,
juga tidak terletak pada subyek yang mempunyai 1995: 5). Tradisi merupakan milik suatu kelompok
kepentingan akan keindahan. Keindahan merupakan pendukung kebudayaan tertentu; demikian tradisi,
fenomena dialektis antara obyek dan subyek yang maka tradisional berkaitan dengan kebiasaan yang
berkepentingan. Subyek yang berkepentingan dalam diwariskan dari generasi dengan segala ciri yang
topik yang dibicarakan berkaitan dengan hegemoni. melekat dengannya (Sedyawati, 1981: 39). Tradisi
Hegemoni merupakan pengaruh kekuasaan atas adalah keseluruhan benda material dan gagasan yang
suatu kelompok dengan ideologi yang dianutnya berasal dari masa lalu namun benar-benar masih
dengan cara sistematis (Sugono, 2009: 516). Edward ada kini, belum dihancurkan, dirusak, dibuang, atau
Said dalam bukunya Orientalisme menegaskan dilupakan. Melalui pernyataan Shils (1981: 12),
bahwa hegemoni merupakan suatu pandangan Sztompka mempertegas bahwa tradisi berarti segala
bahwa gagasan tertentu lebih berpengaruh dari sesuatu yang disalurkan atau diwariskan dari masa
gagasan yang lain sehingga kebudayaan tertentu lalu ke masa kini (Sztompka, 2008: 69-70). Artinya,
lebih dominan dari kebudayaan lain. Pada talempong tradisi adalah produk budaya yang
hakikatnya tak lebih sebagai bentuk legitimasi atas diwariskan dari masa lalu ke masa kini. Talempong
superioritas kebudayaan Barat terhadap inferioritas renjeang lebih bersifat membumi dari sudut pandang
terhadap kebudayaan Timur (Said, 2010: x). yang berkepentingan, artinya talempong renjeang
Estetika hegemoni berati membicarakan subyek sebagai produk budaya digunakan atas dasar adanya
yang berkepentingan terhadap obyek yang secara kepentingan yang melekat dengan kehidupan sosial
musikal mampu memberi kepuasan estetis, yakni masyarakat Minangkabau. Dari pandangan yang
talempong. berkepentingan, talempong pacik muncul sebagai
fenomena baru dalam tradisi akademis. Hanefi dkk
Talempong adalah salah satu jenis perkusi ritmis mengatakan bahwa istilah [talempong] telempong
di Minangkabau (Sumatra Barat) yang terdiri dari pacik mulai diperkenalkan oleh para pengajar musik
enam momong (pencon). Talempong dimainkan tradisional di Konservatori Karawitan (KOKAR)

19
Andar Indra Sastra (Estetika Hegemoni Talempong Pacik di Sumatra Barat) MUDRA Jurnal Seni Budaya

Padangpanjang yang sekaligus menjadi pengajar di hegemoni itu muncul dalam talempong pacik di
Akademi Seni Karawitan (ASKI) Padangpanjang Sumatra Barat, dan bagaimana dengan talempong
sekitar tahun 1965 sampai 1970. Melalui kesepakatan tradisional milik kelompok masyarakat, akan
bersama dari para pengajarnya seperti Irsyad Adam, dianalisis dari sudut pandang estetika hegemoni.
Akhyar Adam, Murad St. Saidi, Datuak Jo Labiah
dan Beostanoel Arifin Adam selaku Direktur ASKI Membedah masalah tersebut penulis menggunakan
Padangpanjang pada masa itu. Tujuan utama teori bentuk estetis. Menurut Parker dalam The
penamaan ini adalah untuk keperluan penelitian dan Liang Gie, bentuk estetik dapat terwujud jika
kelancaran proses belajar mengajar di lingkungan memperhatikan enam azas, yaitu (1) The principle of
lembaga pendidikan kesenian KOKAR dan ASKI organic unity (azas kesatuan). Nilai suatu karya seni
Padangpanjang (Hanefi, dkk, 2002: 11). Kebaruan tergantung pada hubungan timbal balik dari setiap
tersebut dilandasi atas kepentingan nilai yang dianut unsur; (2) The principle of theme (azas tema). Dalam
oleh para tokoh yang juga berkepentingan, yang karya terdapat, suatu ide induk atau peran tunggal
secara tidak sadar telah terjadi pemkasaan ideologi berupa bentuk, warna, irama, obyek, dan makna yang
musik yang dianutnya terhadap talempong tradisi menjadi pusat perhatian sebagai kunci pemahaman
dalam artikel ini disebut estetika hegemoni. Estetika orang; (3) The principle of thematic variation (azas
hegemoni tidak hanya berhenti pada talempong variasi menurut tema). Tema dari suatu karya seni
pacik, tetapi juga berlanjut pada talempong kreasi harus disempurnakan dan diperbagus dengan terus-
dan dalam perkembangan selanjutnya disebut menerus, agar tidak menimbulkan kebosanan; (4)
talempong goyang. Hajizar mengatakan bahwa The principle of balance (azas keseimbangan).
Talempong kreasi merupakan bentuk baru dalam Keseimbangan meruakan kesamaan dari unsur-
penyajian talempong yang memadukan talempong unsur yang berlawanan atau bertentangan; (5)
pacik dengan talempong melodi. Talempong melodi The principle of evolution (azas perkembangan).
membawakan vokabuler dendang (vocal) ritmis Proses awal sebagai penentu proses selanjutnya
Minangkabau, dan talempong pacik berperan dan bersama-sama menciptakan suatu makna yang
sebagai ritme pengiringnya. Dalam perkembangan menyeluruh; (6) The principle of hierarchy (azas
selanjutnya, talempong kreasi digunakan untuk tata jenjang). Dalam karya yang rumit, perlu adanya
mengiringi tari-tari kreasi Minangkabau, seperti suatu unsur yang memegang kedudukan pemimpin
tari piriang, tari rantak, tari bagurau dan lain-lain. secara tegas tema demi kepentingan yang lebih
Talempong kreasi pertama membawakan lagu besar (Gie, 1983: 48).
Andam Oi dan ditampilkan pertama kali tahun
1968 di kator Gubenur Sumatra Barat (Hajizar, Metode yang digunakan adalah metode kualitatif
wawancara 12-10-2013). Talempong goyang adalah yang dibantu dengan data kualitatif, sedangkan
transpormasi dari talempong kreasi dalam bentuk pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
orkestrasi, melodi talempong sudah dilengkapi studi kasus. Metode kualitatif dirasa tepat dalam
dengan nada-nada kromatik, baik talempong penelitian ini karena penulis ingin memahami
pembawa melodi maupun talempong pengiring. secara baik masalah yang ada melalui pengamatan
Orkestrasi talempong goyang mampu membawakan langsung dan wawancara mendalam dengan para
berbagai macam jenis dendang (vokal) atau lagu, informan. Studi kasus dipilih karena penulis sudah
baik yang berasal dari pop Minang, Indonesia, memilki gambaran umum mengenai talempong
dangdut dan lain-lain. Hal tersebut disebabkan oleh di Minangkabau dan ingin mengkaji tentang
instrumentasi musik talempong sudah ditata kasus spesifik yang terjadi pada talempong pacik
dalam bentuk orkestrasi musik, serta dimainkan di Sumatera Barat. Kasus tersebut diteliti secara
bersama instrument musik lainnya, seperti orgen, komprehensif dengan mewawancarai pihak-
gitar bass, set drum, seruling, bansi dan saluang. pihak terkait, antara lain tokoh-tokoh akademisi,
Bansi dan saluang merupakan jenis alat musik tiup pemain talempong dan para informan lainnya yang
Minangkabau yang nadanya distandarisasi menurut memahami tentang talempong tradisional sebagai
konsep musik diatonis Barat. Bagaimana estetika bahan perbandingan.

20
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

TALEMPONG PACIK e, f, g, a dan B, c, d, e, f, g. Penyebutan struktur nada


yang dimulai dari nada C diurut dengan sebutan do,
Talempong pacik merupakan produk kaum re, mi, fa, sol, la 1, 2, 3, 4, 5, 6. Struktur nada
akademisi dilandasi sistem musik diatonis yang yang dimulai dari nada B dibaca dengan sebutan
ditopang oleh pikiran kebudayaan modern. Asril si, do, re, mi, fa, sol -7, 1, 2, 3, 4, 5. Mangkoan
mengatakan bahwa munculnya kebudayaan modern bunyi talempong dengan menggunakan sistem
pada awal abad XX memberi dampak terhadap musik diatonis pada umumnya dilakukan oleh
kehidupan sosial masyarakat Minangkabau. Nilai- kaum akademisi di perguruan tinggi seni, sekolah
nilai estetika modern hegemoni dengan pola menengah kejuruan (SMK) seni serta sanggar-
konsumerisme mengalami proses tekstualitas oleh sanggar seni yang dibentuk oleh para alumni dan
kebudayaan Barat. Pada gilirannya estetika modern orang-orang yang mempunyai pengetahuan tentang
itu turut mempengaruhi sistem mangkoan bunyi musik diatonis di Sumatra Barat. Mangkoan bunyi
(Gamelan: sistem pelarasan) talempong di Sumatra dengan menggunakan prinsip diatonis tersebut
Barat, seperti munculnya istilah talempong pacik dapat dibedakan menjadi dua model sebut saja
yang secara akademis dijadikan pembenaran untuk model A, dan model B. Sistem mangkoan bunyi
kebutuhan penelitian (Muchtar, wawancara pada 12 talempong kedua model tersebut dapat dilihat pada
Pebruari 2014). Sistem mangkoan bunyi diatonis bagan berikut.
menghasilkanNo dua bentuk
Urutanstruktur
Nada nada, yaitu c, d, Interval
Frekuensi Pasangan Talempong
(Hz) (Cent) Model Akor
No Urutan Nada Frekuensi Interval Pasangan Talempong
1 2 3
(Hz) 4
(Cent) Model5 Akor
1 (do) C + 24 530.83 Hz
1 2 3 4 5
159.56 Cent Talempong Dasar
1 (do) C + 24 530.83 Hz
2 (re) D - 15 582.08 Hz
159.56 Cent Talempong Dasar
225.84 Cent
2 (re) D - 15 582.08 Hz Talempong Paningkah
3 (mi) E + 10 663.19 Hz
225.84 Cent
100.60 Cent Talempong Paningkah
3 (mi) E + 10 663.19 Hz
4 (fa) F + 10 702.87 Hz
100.60 Cent
191.58 Cent
4 (fa) F + 10 702.87 Hz
5 (sol) G+2 785.12 Hz Talempong Anak
191.58 Cent
Satu sistem musik 677.58 Cent
5 (sol) G+2 785.12 Hz Talempong Anak
Satu sistem musik 677.58 Cent
Bagan 1. Urutan nada dasar, frekuensi, interval, pasangan talempong kaum akademisi model A
Bagan 1. Urutan nada dasar, frekuensi, interval, pasangan talempong kaum akademisi model A
Bagan 1. Urutan nada dasar, frekuensi, interval, pasangan talempong kaum akademisi model A
Urutan Nada Frekuensi Interval Pasangan Talempong
No (Hz) (Cent) Model Akor
Urutan Nada Frekuensi Interval Pasangan Talempong
No
1 2 (Hz)
3 (Cent)
4 Model5 Akor
1 (7) si B4 + 6 495.81 Hz
1 2 3 4 5
118.15 Cent
1 (7) si B4 + 6 495.81 Hz
2 (1) do C5 + 24 530.83 Hz
118.15 Cent
159.56 Cent Tlp.Paningkah
2 (1) do C5 + 24 530.83 Hz
3 (2) re D5 - 15 582.08 Hz Tlp.Paningkah
159.56 Cent Tlp. Anak
225.84 Cent
3 (2) re D5 - 15 582.08 Hz
4 (3) mi E5 + 10 663.19 Hz 225.84 Cent Tlp. Anak
4 (3) mi E5 + 10 663.19 Hz 100.60 Cent Tlp.Dasar
5 (4) fa F5 + 10 702.87 Hz 100.60 Cent
191.58 Cent Tlp.Dasar
5 (4) fa F5 + 10 702.87 Hz
6 (5) sol G5 + 2 785.12 Hz 191.58 Cent
6 (5) sol Satu sistem
G5 + 2 musik 785.12 Hz 795.73 Cent
Bagan 2. Urutan nada
Satu dasar,
sistem frekuensi, interval, 795.73
musik pasangan talempong kaum akademisi model B
Cent
Bagan 2. Urutan nada dasar, frekuensi, interval, pasangan talempong kaum akademisi model B
Bagan 2. Urutan nada dasar, frekuensi, interval, pasangan talempong kaum akademisi model B 21
Bagan di atas perlu ada beberapa penjelasan terkait dengan Hz, Cent, akor, dan frekuensi.
Hastanto mengatakan bahwa Hz adalah nama singkatan dari seorang ahli fisika Jerman (Dr.
Bagan di atas perlu ada beberapa penjelasan terkait dengan Hz, Cent, akor, dan frekuensi.
Hertz) yang menemukan sesuatu yang berbunyi disebabkan karena getaran, oleh sebab itu
Hastanto mengatakan bahwa Hz adalah nama singkatan dari seorang ahli fisika Jerman (Dr.
diberi nama frekuensi artinya beberapa kali. Tinggi rendah nada dengan demikian disebabkan
Hertz) yang menemukan sesuatu yang berbunyi disebabkan karena getaran, oleh sebab itu
karena perbedaan frekuensi atau jumlah getaran tersebut. Dr. Hertz kemudian mencari
diberi nama frekuensi artinya beberapa kali. Tinggi rendah nada dengan demikian disebabkan
Andar Indra Sastra (Estetika Hegemoni Talempong Pacik di Sumatra Barat) MUDRA Jurnal Seni Budaya

Bagan 1 dan 2 perlu ada beberapa penjelasan terkait talempong, secara bertahap namun pasti bahwa
dengan Hz, Cent, akor, dan frekuensi. Hastanto cita rasa estetis mulai bergeser mengikuti ideologi
mengatakan bahwa Hz adalah nama singkatan musik Barat. John Fiske mengatakan bahwa sistem
dari seorang ahli fisika Jerman (Dr. Hertz) yang pengetahuan adalah ideologi. Ideologi bekerja
menemukan sesuatu yang berbunyi disebabkan dalam ranah budaya, sehingga membuat sistem
karena getaran, oleh sebab itu diberi nama frekuensi kapitalis tersebut tampak begitu alami dan seolah
artinya beberapa kali. Tinggi rendah nada dengan tiada lagi pilihan lain (Fiske, 2011: 17). Mangkoan
demikian disebabkan karena perbedaan frekuensi bunyi talempong pacik mereka lakukan melalui
atau jumlah getaran tersebut. Dr. Hertz kemudian media musik diatonis, seperi key boord, piano, atau
mencari beberapa kali getaran tersebut di dalam recorder.
kurun waktu satu detik dalam bahasa Inggrisnya
disebut cicles per second disingkat dengan cps. Penggunaan alat musik seperti key boord, piano,
Untuk menghormati penemunya maka satuan atau recorder untuk mangkoan bunyi talempong
tersebut selanjutnya disebut Hertz disingkat dengan berarti ikut terseret kalau tidak dapat dikatakan
Hz (Hastanto, 2012: 60). Dalam hal frekuensi, sebagai budak ideologi untuk mengikuti jalan
John Backus mengatakan standar frekuensi picth pikiran kebudayaan modern. Secara tersirat Suka
Amerika dikatakan bahwa frekuensi oktaf C tengah Harjana mengatakan kita lebih suka menengok
C4 dan C 5 dengan rincian: C4 = 261.63, Cis = dan memasuki kebun orang lain untuk mengambil
277.18, D4 293.66, Dis = 311.13, E4 = 329.63, F4 buah dari tanaman yang kita tidak menanamnya
= 349.23, Fis = 369.99, G4 = 392.00, Gis = 415.30, (Harjana, 2003: 18). Bagi Hastanto, kesan demikian
A = 440.00, Ais = 466.16, B4 = 493.88, dan untuk dikatakan sebagai berikut.
wilayah C5 = 523.25, Cis = 554.37, D5 = 587.33, Hal itu disebabkan karena sebagian besar anggota
Dis = 622.25, E5 = 659.26, F5 = 698.46, Fis = masyarakat bangsa ini telah meninggalkan tradisi
739.99, G5 = 783.99, Gis = 830.61, A5 = 880.00, mereka dan beranggapan telah memasuki budaya
Ais = 932.23, B5 = 897.77, dan wilayah nada C6 baru yang mereka namakan modern. Pada hal itu
belum tentu benar, jangan-jangan mereka tidak
= 1046.50 (Backus, 1977: 134). Wilayah nada
masuk di dalam budaya modern tetapi tanpa terasa
talempong pacik kaum akademisi berada dalam telah menjadi gelandangan budaya, yaitu telah
rentangan B4 dan G5 lihat yang bercetak tebal - meninggalkan rumah lamanya budaya tradisinya
hasil identifikasi nada si rendah dan sol. Demikian tetapi tidak dapat masuk ke rumah baru budaya
pula dengan Cent, Hastanto mengatakan bahwa modern (Hastanto, 2012: 1).
dalam ilmu akustik, jarak antara dua bunyi (interval)
mempunyai satuan ukuran yang disebut cent yang Baik Harjana maupun Hastanto menekankan
diindonesiakan menjadi sen (Hastanto, 2012: 20). terjadinya perubahan ideologi atau mengambil
Kedua satuan ukuran itu dalam penulisan artikel ini buah dari tanaman yang kita tidak menanamnya
digunakan untuk memberikan gambaran konkret atau meninggalkan tradisi mereka, berarti terjadi
tentang tinggi rendahnya bunyi dan jarak antara perubahan citra mental dan dapat mengakibatkan
dua bunyi talempong. Tentang akor, Karl-Edmund terjadinya perubahan rasa estetis pada talempong,
Priyer Sj mengatakan bahwa akor satu dalam musik karena anggota masyarakat mulai meninggalkan
diatonis terdiri dari tiga nada, yaitu 1-3-5, akor dua tradisi mereka.
2-4-6, dan akor tiga 3-5-7 (Priyer, 1980: 6-12).
Sistem pengaturan tinggi rendahnya bunyi yang
Sistem mangkoan bunyi (penalaan) kedua model dilakukan berdasarkan sistem musik diatonis,
bagan di atas merupakan bentuk hegemoni yang menurut Peterman ndak masuak tibo diraso atau
terjadi pada talempong tradisi Minangkabau tidak masuk tiba dirasa (Peterman, wawancara pada
mereka menyebutnya talempong pacik. Hegemoni 5 Juni 2013). Pandangan yang sama juga diberikan
tersebut dapat dirasakan ketika membaca urutan oleh Erwin Dt. Sampono bahwa bunyinyo lai
nada mengacu pada sistem sol mi sa si, yaitu manyarupoi bunyi talempong tapi ndak kanai tibo
pembacaan yang lazim digunakan dalam membaca diraso (bunyinya ada menyerupai bunyi talempong,
simbol not-not dalam sistem pengetahuan musik tetapi tidak mengena tiba diraso (wawancara
diatonis. Mendiatonisasikan sistem musik pada dengan Dt. Sampono pada 25 Mei 2013). Kedua

22
wawancara pada 5 Juni 2013). Pandangan yang sama juga diberikan oleh Erwin Dt. Sampono
Volume 30, 2015
bahwa bunyinyo lai manyarupoi bunyi talempong tapi ndak kanaiMUDRA tibo diraso (bunyinya ada
Jurnal Seni Budaya
menyerupai bunyi talempong, tetapi tidak mengena tiba diraso (wawancara dengan Dt.
Sampono pada 25 Mei 2013). Kedua informan itu memberi alasan bahwa raso talempong
yang menyenangkan tersebut sesuai dengan standar budaya dan kepekaan raso musikal tuo
informan itu memberi
(tetua)alasan
talempong. raso talempong
bahwaKepekaan raso musikaltalempong
merekalahAnakyangdengan pasanganmenentukan
pada akhirnya nada si dansecara
sol -
yang menyenangkan tersebut
kultural sesuai
tentang dengan
tinggi standar bunyi,7 pasangan
rendahnya dan 5. Nada si rendahyang
talempong dan sol itu dan
tepat padawarna
prinsipnya
suara
budaya dan kepekaan raso musikal
yang dikehendaki. Bagituokaum
(tetua) sama
akademisi, dengan pasangan
di samping perubahantalempng (1) satu, dan
sistem mangkoan 6
bunyi,
pasangan talempong mengikuti
talempong. Kepekaan raso musikal merekalah yang model akor. Bila dicermati, ada dua
(enam) dan disingkat T1 dan T6 dalam talempong model pasangan
talempong kaum
pada akhirnya menentukan secaraakademisi, yaitu 1) tradisi
kultural tentang tersamar;
tadisi merekadan 2) mengikuti sistem
menyebutnya akor. Jantan.
talempong
tinggi rendahnya bunyi, pasangan talempong yang T 1 sampai dengan T6 adalah singkatan untuk
Tradisi
tepat dan warna suara yangTersamar
dikehendaki. Bagi kaum penyebutan urutan bunyi talempong tradisional.
Tradisi tersamar dimaksudkan
akademisi, di samping perubahan sistem mangkoan bahwa dalam pembentukan
Pasangan pasangan
kedua disebut talempong
talempong masih
Dasar dapat
dengan
dilihat rekam jejak konsep
bunyi, pasangan talempong mengikuti model akor. pasangan talempong tradisional. Rekam jejak
nada do dan mi nada 1 dan 3. Untuk nada do tradisi tersebut
dapat
Bila dicermati, ada duadiidentifikasi
model pasanganmelalui ketiga pasangan
talempong dantalempong lihat model
mi sama dengan pasanganB pada bagan 2,2mereka
talempong (dua)
menyebutnya talempong Anak
kaum akademisi, yaitu 1) tradisi tersamar; dan 2) dengan pasangan nada si dan sol - 7 dan 5. Nada
dan 4 (empat) disingkat T2 dan T4 pada pasangan si rendah dan
sol itu
mengikuti sistem akor. pada prinsipnya sama dengan pasangan talempng (1) satu, dan 6 (enam)
talempong tradisional disebut juga talempong dan disingkat
T1 dan T6 dalam talempong tadisi mereka menyebutnya
Paningkah. Talempong talempong
Paningkah Jantan.
atau Tpaningkah
1 sampai
dengan T6 adalah singkatan untuk penyebutan urutan bunyi talempong tradisional. Pasangan
Tradisi Tersamar duo (peningkah dua) dengan pasangan nada 2 dan 4
kedua disebut talempong Dasar dengan nada do dan mi nada 1 dan 3. Untuk nada do dan
Tradisi tersamar dimaksudkan bahwa dalam selanjutnya dibaca re dan fa. Paningkah duo berasal
mi sama dengan pasangan talempong 2 (dua) dan 4 (empat) disingkat T2 dan T4 pada
pembentukan pasangan talempong masih dapat dari pasangan talempong T3 dan T5 pada talempong
pasangan talempong tradisional disebut juga talempong Paningkah. Talempong Paningkah
dilihat rekam jejak konsep pasangan talempong
atau paningkah duo (peningkah dua) dengan tradidisional
pasangan nada mereka
2 dan 4menyebutnya
selanjutnya dibaca talempong
re dan
tradisional. Rekam jejak tradisi
fa. Paningkah tersebutdari
duo berasal pasangan Pangawinan.
dapat talempong T3Perbadingan
dan T5 padaurutantalempongnada,tradidisional
dan kedua
diidentifikasi melalui ketiga
mereka pasangan talempong
menyabutnya talempong Pangawinan.
konsep pasangan
Perbadingan talempong itu dapat
urutan nada, dan dilihat bagan
kedua konsep
lihat model B pada bagan 2, mereka menyebutnya berikut
pasangan talempong itu dapat dilihat bagan berikut ini. ini.

Anak
TalempongAnak
Talempong

Untka u 1 2 3 4 5

Talempong Dasar

Talempong Paningkah

Urutan bunyi, dan Pasangan Talempong Tradisi


Talempong Jantan

Ubptt 1 2 3 4 5 6

Talempong Paningkah

Talempong Pangawinan
Keterangan:
Untka = Urutan nada talempong kaum akademisi
Ubptt = Urutan bunyi pokok talempong tradisi

Bagan 4. Perbandingan urutan nada, dan pasangan talempong


7 kaum akademisi dengan
pasangan talempong tradisional

Bagan di atas menjelaskan tradisi tersamar pada adalah tinggi rendahnya bunyi dan penyebutan
pasangan talempong kaum akademisi dapat urutan nadanya. Konsep nada pokok pada talempong
diidentifikasi melalui pasangan talempong tradisi. tradisi terdiri dari enam nada T1, T2, T3, T4, T5
Artinya bila dipandang dari konsep bunyi pokok, dan T6 (sebuatan untuk urutan bunyi talempong).
pasangan talempong kaum akademisi sama dengan Bagi kaum akademisi, T1 pada talempong tradisi
pasangan talempong tradisi, yang membedakannya berada dalam posisi nada B di bawah c natural -

23
pokok, pasangan talempong kaum akademisi sama dengan pasangan talempong tradisi, yang
membedakannya adalah tinggi rendahnya bunyi dan penyebutan urutan nadanya. Konsep
nada pokok pada talempong tradisi terdiri dari enam nada T1, T2, T3, T4, T5 dan T6
Andar Indra(sebuatan untukHegemoni
Sastra (Estetika urutan bunyi taempong).
Talempong Pacik diBagi kaum
Sumatra akademisi, T1 pada
Barat) MUDRAtalempong tradisi
Jurnal Seni Budaya
berada dalam posisi nada B di bawah c natural - nada B disebut juga dengan si rendah. Dasar
berfikir demikian menjadikan struktur nada talempong kaum akademisi menjadi B, c, d, e, f,
g, dan dibca dengan si - do re mi fa - sol.
nada B disebut juga dengan si rendah. Dasar berfikir musik diatonis. Musik diatonis yang dipayungi
demikian menjadikan struktur nada talempong kaum
Struktur nada di atas dengan jelas dapat dikatakan oleh kebudayaan modern
telah mengikuti caramengandung nilai dan
berpikir konsep
akademisi musik
menjadidiatonis.
B, c, d, e, f, g, dan dibca dengan kekuatan atau hegemoni untuk
Walaupun masih dapat diidentifikasi melalui konsep nada pokok, tetapi mengikuti ideologi
si - do reperubahan
mi fa -rasa
sol. musikal sudah mengikuti arah yang terkandung
konsep di dalamnya.
estetika musik diatonis.Bagi seniman
tradisional, mangkoan bunyi talempong menggunakan sistem musik diatonis dikatakan tidak
Struktur nada di atas dengan
menyentuh jelasKarena
raso (rasa). konsep filosofi Mengikuti
dapat dikatakan mangkoan bunyiSistemyang
Akor mereka miliki bertolak
telah mengikuti
belakangcara denganberpikir
kepekaan raso musik
konsep dalam budaya Mengikuti
mereka,sistem akorsistem
dimana mangkoantunduk
pada prinsipnya bunyi pada
diatonis. dilakukan
Walaupun melalui perantaraan
masih dapat instrumen musik
diidentifikasi musik diatonis.
ilmu harmoni, Musik
satu sistem akordiatonis
dibentukyangoleh tiga
dipayungi
melalui konsep nada oleh
pokok,kebudayaan modern rasa
tetapi perubahan mengandungatau nilai
empatdan kekuatan
nada atau hegemoni
yang berbeda. untuk nada
Tiga atau empat
mengikuti
musikal sudah ideologi
mengikuti yang terkandung
arah konsep di dalamnya.
estetika musik yang berbeda itu, bila dibunyikan secara bersamaan
diatonis.Bagi seniman tradisional, mangkoan bunyi akan terdengar bunyi yang indah menurut prinsip
talempongMengikuti
menggunakan Sistem Akor musik diatonis
sistem estetika musik Barat. Pasangan talempong pacik
dikatakan Mengikuti sistem akor
tidak menyentuh rasopada prinsipnya
(rasa). Karenatunduk pada
yang ilmu harmoni,
diciptakan kaum satu sistem akor
akademisi dibentuk
mengikuti sistem
oleh tiga atau empat nada yang
konsep filosofi mangkoan bunyi yang mereka miliki berbeda. Tiga atau empat nada yang berbeda itu,
akor. Sistem akor dalam pasangan talempong pacik bila
dibunyikan
bertolak belakang secarakepekaan
dengan bersamaan rasoakan terdengar dapat
dalam bunyi dilihat
yang indah
dari menurut
pasangan prinsip estetika
talempong Dasar,
musik Barat. Pasangan talempong
budaya mereka, dimana sistem mangkoan bunyi pacik yang diciptakan kaum akademisi mengikuti
talempong Paningkah dan talempong Anak. sistemUntuk
dilakukan akor.
melaluiSistem akor dalam
perantaraan pasanganmusik
instrumen pacikjelasnya
talempong lebih dapat dilihat dari pasangan
dapat dilihat talempong
bagan berikut.
Dasar, talempong Paningkah dan talempong Anak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat bagan
berikut.
T1 T2 T3 T4 T5

Talempong Dasar Talempong Anak

Talempong Paningkah

Bagan 5. Pasangan talempong


Baganpacik kaum akademisi
5. Pasangan talempong pacik kaum akademisi

Bagan di atas dengan jelas mengatakan bahwa menyebutnya talempong renjeang merupakan cikal
pasangan talempong Dasar adalah T1 dan T3 bakal lahirnya talempong pacik, talempong kreasi
lazim disebut do dan mi. Talempong Paningkah 8dan dalam perkembangan selanjutnya menjadi
dengan pasangan T2 dan T4 dibaca dengan re dan talempong goyang semacam campur sarinya
fa, dan untuk nada kelima T5 disebut sol. Konsep Gamelan Jawa. Terjadinya perubahan sistem
pasangan dan penyebutan pasangan nada talempong mangkoan bunyi dan pasangan talempong tidak
seperti demikian membentuk satu sistem musik lepas dari dinamika perubahan sosial yang terjadi
talempong yang dilandasi prinsip akor dalam dalam kehidupan masyarakat di Sumatera Barat.
ilmu harmoni pada sistem musik diatonis. Prinsip Slamet Suparno mengatakan bahwa perubahan
musik diatonis tersebut meliputi pengaturan tinggi sosial di sebuah wilayah akan menghasilkan gaya
rendahnya nada talempong, penyebutan urutan seni yang khas, sesuai dengan bentuk masyarakat
nada dengan menggunakan sistem sol mi sa si, dan pada waktu itu (Suparno, 2008: 30). Kekhasan
model pasangan talempong mengikuti penggalan tersebut tidak jarang menimbulkan pro dan kontra
akor. Penggalan akor tersebut bila diteruskan sesuai dialektika dan pertentangan, dalam kehidupan
dengan konsep musik diatonis akan menjadi 1 3 5 masyarakat. Pertentangan itu disebabkan oleh
untuk sebutan akor satu dan 2 4 6 akor dua, dan perubahan prinsip estetika talempong mengalami
begitu juga dengan akor lainnya. tranformasi dari estetika berbasis tradisi ke estetika
estetika hegemoni yang dilandasi oleh sistem musik
Sistem mangkoan bunyi yang diadopsi dari sistem diatonis sebagai produk kebudayaan modern,
musik diatonis untuk talempong tradisional mereka terutama dalam bidang estetika musik.

24
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

Model estetika penyajian talempong yang dilandasi menjadi inspirasi diciptakannya lagu talempong
oleh prinsip estetika modern disadari atau tidak oleh para seniman terdahulu. Adapun Lagu-lagu
adanya upaya sistematis untuk merubah sistem talempong pacik yang dijadikan sampel dalam
bunyi, merubah pasangan, merubah harmoni penulisan artikel ini adalah: (1) Lagu Cak Dindin
talempong renjeang anam salabuhan, menimbulkan dan; (2) Lagu Tupai Bagaluik. Dipilihnya Lagu Cak
rasa musikal yang tidak lagi dirasakan batalun dalam Dindin dan Lagu Tupai Bagaluik untuk mewakili
budaya masyarakat Luhak Nan Tigo Minangkabau. talempong yang menggunakan 5 (lima) nada, dan
Batalun merupakan salah satu konsep estetika dalam 6 (enam) nada. Secara musikal, estetika hegemoni
penyajian talempong tradisional dalam masyarakat dalam penyajian talempong pacik dapat dijelaskan
Minangkabau. Bagi kaum tradisional pelanggaran secara berurutan sebagai berikut.
terhadap norma-norma estetik tersebut dikiaskan
dalam ungkapan adatnya jalan lah dialiah rang 1. Lagu Cak Dindin
lalu, cupak lah diasak rang pangaleh (jalan telah Lagu Cak Dindin bertemakan kegembiraan dengan
diasak orang lalu, cupak/takaran telah ditukar orang danyuik berkiar 105 langkah permenit kategori
pedagang) atau dianggap penyimpangan budaya sedang. Sajian lagu Cak Didin oleh para kaum
(cultural stranger). akademisi menjadi bagian dari mata kuliah perkusi
ritmis direkam pada tanggal 30-10-2013 di kampus
Kaum akademisi secara formal menyebut guguah ISI Padangpanjang. Dalam sajian ini terdengar suara
talempong dengan lagu dan penyebutan untuk setiap talempong kurang sempurna, baik rono-nya
talempong renjeang mereka namakan talempong
ini adalah: (1) Lagu Cak Dindin dan; (2) Lagu Tupai (warna suara sipongangnya,
bunyi),Dipilihnya
Bagaluik. Lagu Cak Dindin dan durasi
pacik. Lagu
dan Lagu talempong pacik yang
Tupai Bagaluik untukdipelajari
mewakili ditalempongbunyi
yangatau panjang-pendeknya
menggunakan bunyi
5 (lima) nada, dantalempong
6
kampus(enam)
ASKI/STSI/ISI (Sumatra berdengung. Talempong Anak
nada. Secara musikal, estetika hegemoni dalam penyajian talempong pacik dapat sebagai
Padangpanjang lebih berperan
Barat) tidak lagi diketahui
dijelaskan dari manasebagai
secara berututan asal-usulnya. Di
berikut. pengatur danyuik ketimbang membawakan tema.
samping itu, tema lagu pun tidak didapat penjelasan Tema mereka interpretasikan berdasarkan bunyi
filosofis1.ketikaLagu
lagu-lagu talempong yang dipelajari.
Cak Dindin motif pukulan talempong Dasar. Talempong Dasar
Bagaimana pun aspek filosofi perlu diketahui
Lagu Cak Dindin bertemakan kegembiraan dengan dan memberikan respon dari
danyuik berkiar permenit Anak,
ajakan talempong
105 langkah
dipahami oleh pemain talempong, keperluan dan selanjutnya talempong
kategori sedang. Sajian lagu Cak Didin oleh para kaum akademisi menjadi bagian dari mata Paningkah ikut bermain
tersebutkuliah
tentunya
perkusiberkaitan dengan
ritmis direkam padafenomena sesuaididengan
tanggal 30-10-2013 kampus motif pukulan dan Dalam
ISI Padangpanjang. kehadirannya
apa yang sajian terkandung
ini terdengardibalik
suara lagu
setiap talempong.
talempong kurang dapat membentuk
sempurna, satu kalimat
baik rono-nya lagu. Ketiga
(warna bunyi),
Fenomena sipongangnya,
suara kehidupan yangdan durasi bunyi atau panjang-pendeknya
ditransformasikan bunyi talempong
pasangan talempong berdengung.
tersebut bermain sesuai dengan
menjadiTalempong
lagu talempongAnak lebih berperan
mestilah terkaitsebagai
denganpengatur danyuik
peran ketimbangdan
masing-masing membawakan
mereka tidaktema.
mempunyai
Tema mereka
lingkungan kehidupaninterpretasikan
alam terkaitberdasarkan
denganbunyi motif pukulan
standar talempong
capaian musikalDasar.
dalamTalempong
penyajian lagu
bagaimanaDasar memberikanlagu
diciptakannya respon dari ajakan
talempong. Seting talempong Anak, bagi
talempong dan mereka
selanjutnya
hanyatalempong
sekedar bermain
Paningkah ikut bermain sesuai
sosial tersebut perlu diketahui dan dipahami, agar dengan motif pukulan dan kehadirannya dapat membentuk
talempong. Secara visual penjelasan di atas dapat
pemain satu kalimat mendapatkan
talempong lagu. Ketiga pasangan
gambaran talempong
yang tersebut
dilihatbermain sesuaiangka
pada notasi dengandanperan masing-
grafik di bawah ini
masing dan mereka tidak mempunyai
jelas tentang lagu talempong dengan fenomena yang standar capaian musikal dalam penyajian
beserta analisis dan penjelasannya. lagu
talempong bagi mereka hanya sekedar bermain talempong. Secara visual penjelasan di atas
dapat dilihat pada notasi angka dan grafik di bawah ini berserta analisis dan penjelasannya.
(1) (2)

| j5j j 5 j5j j 5 j5j j 5 j5j j 5_: j5j j 5 j5j j 5


TA
: j5j j 5 j5j j 5 |

| 0 0 0 j3j j 1 _: j3j jk3kj 0 j3j j 1


TD :
jk1kj j1j 0 j3j j 1 |

TP
: | 0 0 0 0 _: j0j jk4kj 4 j0j jk2kj 2 j0j
jk4kj 4 j0j jk2kj 2 |

25
(3) (4)
|j5j j 5 j5j j 5 j5j j 5 j5j j 5 | j5j j 5 j5j j 5
TA :
j5j j 5 j5j j 5 |
jk4kj 4 j0j jk2kj 2 |

Andar Indra Sastra (Estetika Hegemoni Talempong Pacik di Sumatra Barat) MUDRA Jurnal Seni Budaya

(3) (4)
|j5j j 5 j5j j 5 j5j j 5 j5j j 5 | j5j j 5 j5j j 5
TA :
j5j j 5 j5j j 5 |

TD
|j3j jk3kj 0 j3j j 1 jk1kj j1j 0 j3j j 1 | j3j jk3kj 0
:
j3j j 1 jk1kj j1j 0 j3j j 1 |

|j0j jk4kj 4 j0j jk2kj 2 j0j jk4kj 4 j0j jk2kj 2 |j0j


TP
: jk4kj 4 j0j jk2kj 2 j0j jk4kj 4 j0j jk2kj 2 |

(5)
(5)
|TA |j5j j 5 j5j j 5 j5j j 5
j5j j 5 j5j j 5 j5j j 5
10
: j5j j: 5j5j:_j 5 :_
TA

|TD j3j | jk3kj


j3j jk3kj 0 j3j j
0 j3j j 1
1 Satulagu
Satu kalimat kalimat lagu
TD : jk1kj j1j 0 j3j j 1 :_
: jk1kj j1j 0 j3j j 1 :_

|TPj0j: | j0j jk2kj 2 j0j jk2kj 2


jk2kj 2 j0j jk2kj 2
TP : j0j jk2kj 2 j0j jk2kj 2:_
j0j jk2kj 2 j0j jk2kj 2:_
Notasi 1. Lagu Cak1.Dindin
Notasi (Sumber:
Lagu Cak Transkrip
Dindin Yunadi,
(Sumber: 05 s.d 10-
Transkrip 2013) 05 s.d 10- 2013)
Yunadi,
Notasi 1. Lagu Cak Dindin (Sumber: Transkrip Yunadi, 05 s.d 10- 2013)
Penjelasan
Penjelasan Notasi Angka:
Notasi Angka:
Sistem notasi yang digunakan
Sistem notasi yang digunakan adalah
adalah sistem sistemmetode
Cheve Cheve notasi
metode notasi
angka angka
untuk untuk
musik musik Barat
Barat
Huruf Arab 1 berarti bunyi talempong pertama,
Huruf Arab 1 berarti bunyi talempong pertama, disebut do disebut do
Huruf
Huruf Arab Arab bunyi
2 berarti 2 berarti bunyi talempong
talempong kedua,redisebut re
kedua, disebut
Huruf Arab 3 berarti bunyi talempong ketiga,mi
Huruf Arab 3 berarti bunyi talempong ketiga, disebut disebut mi
Huruf
Huruf Arab Arab bunyi
4 berarti 4 berarti bunyi talempong
talempong keempat,keempat,
disebut fadisebut fa
Huruf Arab 5 berarti bunyi talempong kelima,
Huruf Arab 5 berarti bunyi talempong kelima, disebut sol disebut sol

_: :_ :_ tanda
_:berarti berarti tanda
ulang ulang
yang yang digunakan
digunakan untuk menandai saputaransaputaran
untuk menandai (satusatu
(satu siklus) siklus) satu
kalimat lagu.
kalimat lagu.
| | : berarti
: berarti tanda tanda
biteh biteh (birama)
(birama) yang digunakan
yang digunakan untuk pedoman
untuk pedoman dimulainya
dimulainya penulisanpenulisan
notasi sesuai dengan motif pukulan talempong. Jarak antara dua tanda
notasi sesuai dengan motif pukulan talempong. Jarak antara dua tanda biteh | . | | . |
biteh
digunakan digunakan sebagai penyekat
sebagai penyekat antara
antara satu motifsatu motifmotif
dengan dengan motif berikutnya.
berikutnya.
TA TA : berarti Talempong
: berarti Talempong Anak. Anak.
TD : TD Dasar. Dasar.
: berarti Talempong
berarti Talempong
TP TP : berarti Talempong
: berarti Talempong Paningkah. Paningkah.
(1), (2), (3) dst: berarti nomor biteh (birama).
(1), (2), (3) dst: berarti nomor biteh (birama).

Notasi diNotasi di atasdengan


atas terlihat terlihatjelas
dengan jelasmotif
bahwa bahwa motif talempong
pukulan pukulan talempong Anak mengatur
Anak mengatur danyuik danyuik
Notasi di permainan
atas terlihattalempong.
dengan jelas bahwa
Talempong motif
Dasar pada terbentuknya
masuk lagu
pada ketukan saat mulai
ketiga kuat) bergabung
(aksen pada biteh
permainan talempong. Talempong Dasar masuk ketukan ketiga (aksen dankuat) dan
talempong Anakmembentuk
pukulan interaksi mengatur danyuiklagu. Talempong
kedua danPaningkah
satu kalimatdengan
lagu. Pengulangan kalimat
interaksi kedunya kedunya
membentuk kerangkakerangka lagu. Talempong Paningkah dengan motif pukulanmotif pukulan
permainanberbeda
talempong. Talempong
memberi Dasar
kepastian masuk pada lagu lagu
terbentuknya saat berikutnya
mulai dilakukan
bergabung pada dengan
biteh cara yang
kedua dan sama.
berbeda memberi kepastian terbentuknya lagu saat mulai bergabung pada biteh kedua dan
ketukan satu
ketiga kalimat
(aksen lagu.
kuat) Pengulangan
dan interaksi kalimat
kedunya lagu berikutnya
Kontur dilakukan
melodi dalam
satu kalimat lagu. Pengulangan kalimat lagu berikutnya dilakukan dengan cara yang sama. dengan
prosescara yang sama.
pembentukkan satu
membentuk Kontur melodi
kerangka dalam
lagu. proses
Talempong pembentukkan
Paningkah satu kalimat
kalimat lagu
lagu dapat
dapat dilihat
dilihat
Kontur melodi dalam proses pembentukkan satu kalimat lagu dapat dilihat pada notasi grafik pada
pada notasi grafik pada
dengan padaberikut.
motif
pada bagian bagian berikut.
pukulan berbeda memberi kepastian bagian berikut.

26
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

(1) _: (2) (3) :_


(1) _: (2) (3) :_
UT
UT
Do 1 . . .. 0 . .
Do 1 . . .. 0 . .
Re 2 0 .. 0 .. 0 ..
Re 2 0 .. 0 .. 0 ..
Mi 3 0 0 0 . . .0 . . . .0 .
Mi 3 0 0 0 . . .0 . . . .0 .
Fa 4 0 0 0 0 0 ..0 0
0..
0 ..
Fa 4 0 0 0 0 .. .. 0 ..
Sol 5 Sol . 5 . .. .. .. .. .. . . . . . .. . . .. .. .. .. . . . . . . . . . ..

Notasi Grafik 1. Lagu Cak Dindin


Notasi Notasi
GrafikGrafik 1. Cak
1. Lagu Lagu Cak Dindin
Dindin
Penjelasan Notasi
Penjelasan Notasi
UT : berarti urutan talempong yang disusun secara vertikal
UT : berarti urutan talempong yang disusun secara vertikal
: berarti pasangan talempong
: berarti pasangan talempong
(1) , (2), (3) : berarti nomor biteh.
o : berarti
(1) , (2), (3) : berarti
nomortanda istirahat
biteh.
o .
: berarti tanda istirahatpukulan satu, dua, dan tiga bunyi dalam satu ketukan
: berarti motif
. _: :_ motif
: berarti : berarti tandasatu,
pukulan ulang.
dua, dan tiga bunyi dalam satu ketukan
: berarti
_: :_ : berarti tanda ulang. jumlah ketukan di antara dua tanda biteh dan juga sebagai penanda nilai
ketukan dalam lagu talempong.
: berarti: mulai
jumlah ketukan di antara dua tanda biteh dan juga sebagai penanda nilai
terjadinya interaksi musikal tiga motif pukulan talempong
ketukan dalam lagu talempong.
: mulai terjadinya interaksi musikal tiga motif pukulan talempong
Notasi di atas menggambarkan proses terbentuknya satu kalimat lagu. Satu kalimat lagu
mulai terbentuk pada biteh (2) dua, dan kelipatan biteh berikutnya dilakukan dengan motif
Notasididi
Notasi pukulan
atas
atas yang sama untuk
menggambarkan
menggambarkan prosessetiap
proses talempong Anak,
terbentuknya
terbentuknya satu Dasar,
Bandingkan Paningkah.
kalimatdanlagu.
denganSatu Bandingkan
Guakalimat
Cak lagu yang dimilki
Dindin
mulai dengan
terbentuk Gua
pada Cak Dindin
biteh (2) yang
dua, dimilki
dan oleh
kelipatan
satu kalimat lagu. Satu kalimat lagu mulai terbentuk masyarakat,
biteh baik
berikutnyadari segi sistem
dilakukan musik
denganmaupun
motif
oleh masyarakat, baik dari segi sistem musik maupun
pukulan aspek sama
musikaluntuk
dalamsetiap
penyajiaannya. Sistem musik
Anak, talempong
Dasar, tradisional dapat
dan Paningkah. dijelaskan
pada bitehyang
(2) dua, dan kelipatan talempong
biteh berikutnya aspek musikal Bandingkan
dalam penyajiaannya. Sistem musik
melalui bagan berikut.
dengan Gua
dilakukan Cak motif
dengan Dindinpukulan
yang dimilki oleh masyarakat,
yang sama untuk baik dari segi
talempong sistem musik
tradisional dapatmaupun
dijelaskan melalui
aspek talempong
setiap musikal dalam
Anak,penyajiaannya. Sistem musik talempong
Dasar, dan Paningkah. tradisional dapat dijelaskan
bagan berikut.
melalui bagan berikut.
Posisi Bunyi Frekuensi Janjang janjang pasangan talempong
No Pokok (Hz) (Cent)
1 2 3 4 5
T1 A4 + 13 446.36
168.71
T2 B4 06 492.05
Tlp.Pangawinan
12
175.79
T3 C#5 30 544.64
Tlp. Janttan
95.47
T4 D5 35 575.52
254.39
T5 E5 + 19 12
666.62
Tlp. Paningkah

106.50
T6 F5 + 25 708.92
Satu sistem musik 800.86

Bagan 6. Posisi bunyi pokok, frekuensi, Janjang, janjang talempong


Bagan 6. Posisi bunyi pokok, frekuensi, Janjang, janjang talempong kelompok Ateh Guguak Luhak
kelompok Ateh Guguak Luhak Tanah Data
Tanah Data
Catatan:
1. Janjang dengan huruf besar di depan kata Janjang berarti interval atau jarak yang terbentuk antara dua
tingkatan bunyi talempong, janjang dengan huruf kecil di depan kata janjang adalah jarak antara dua
bunyi berdasarkan konsep pasangan talempong. 27
Perbedaan mendasar antara talempong pacik dan talempong tradisional terletak pada danyuik
(tempo), struktur bunyi (nada) dan pasangan talempong. Perbedaan danyuik penyajian
talempong yang dimainkan oleh para akademisi dengan kelompok tradisi berbeda. Danyuik
penyajian talempong akademisi pada lagu Cak Dindin berkisar 105 LM (langkah permenit)
dan termasuk kategori sedang, dan danyuik penyajian talempong tradisi masuk kategori
Andar Indra Sastra (Estetika Hegemoni Talempong Pacik di Sumatra Barat) MUDRA Jurnal Seni Budaya

Catatan: terikat dengan nada dasar, mereka hanya menyebut


1. Janjang dengan huruf besar di depan kata Janjang bunyi pokok, sesuai dengan rasa musikal dan
berarti interval atau jarak yang terbentuk antara pengalaman musikal yang mereka miliki. Pasangan
dua tingkatan bunyi talempong, janjang dengan talempong mengkuti pola akor pada musik diatonis.
huruf kecil di depan kata janjang adalah jarak Bandingkan dengan gua (lagu) Cak Dindin milik
antara dua bunyi berdasarkan konsep pasangan salah satu kelompok tradisional berikut ini.
talempong.
Gua Cak Dindin berasal dari daerah budaya
Perbedaan mendasar antara talempong pacik dan Nagari Pitalah Bungo Tanjuang Luhak Tanah Data
talempong tradisional terletak pada danyuik (tempo), (Kab. Tanah Data), temanya tentang kegembiraan
struktur bunyi (nada) dan pasangan talempong. dengan sajian menggunakan danyuik kategori cepat
Perbedaan danyuik penyajian talempong yang berkisar sekitar 132 L/M; langkah permenit. Sajian
dimainkan oleh para akademisi dengan kelompok Gua Cak Dindin oleh para tuo (tetua) talempong Dt.
tradisi berbeda. Danyuik penyajian talempong Sampono, Hajizar, dan Elizar dinyatakan batalun
akademisi pada lagu Cak Dindin berkisar 105 LM disajikan oleh kelompok Ateh Guguak direkam
(langkah permenit) dan termasuk kategori sedang, pada tanggal 22 Oktober 2013 di Pitalah Bungo
dan danyuik penyajian talempong tradisi masuk Tanjuang. Visualisasi batalun dalam bentuk dan
kategori cepat, yaitu berkisar 132 L/M (langkah struktur gua Cak Dindin dapat dijelaskan pada
permenit). Struktur bunyi talempong tradisi tidak notasi berikut ini.

(1) (2) (3)


| j6j 6 j6j 6 j6j 6 j6j 6 | j6j 6 j6j 6
TJ :
j6j 6 j6j 6 _:
| 0 0 0 0 | j5j 3 jk5jk j5j 0 j5j 3
:
TP jk3jk j3j 0 _:

TPn
: | 0 0 0 0 | 0 0 0 0 _:

(4) (5)
j6j 6 j6j 6 j6j 6 j6j 6 | j6j 6 j6j 6
TJ :
j6j 6 j6j 6 |
jj5j 3 jk5jk j5j 0 j5j 3 jk3jk j3j 0 | j5j 3
TP :
jk5jk j5j 0 j5j 3 jk3jk j3j 0 |
j0j jk2kj 2 j0j jk4kj 4 j0j jk2kj 2 j0j jk4kj 4 |j0j
:
TPn jk2kj 2 j0j jk4kj 4 j0j jk2kj 2 j0j jk4kj 4 |
(6) (7)
j6j 6 j6j 6 j6j 6 j6j 6 | j6j 6 j6j 6 j6j
TJ :
6 j6j 6 |
jj5j 3 jk5jk j5j 0 j5j 3 jk3jk j3j 0 | j5j 3
TP :
jk5jk j5j 0 j5j 3 jk3jk j3j 0 |
j0j jk2kj 2 j0j jk2kj 2 jk0kjk kjk2kjk kjk0kj 2 j0j
TPn : jk2kj 2|j0j jk2kj 2 j0j jk2kj 2 jk0kjk kjk2kjk kjk0kj
2 j0j jk2kj 2 |
variasi I
(8) (9)
j6j 6 j6j 6 j6j 6 j6j 6 | j6j 6 j6j 6
TJ :
j6j 6 j6j 6 |
jj5j 3 jk5jk j5j 0 j5j 3 jk3jk j3j 0 | j5j 3
:
TP jk5jk j5j 0 j5j 3 jk3jk j3j 0 |
j0j jk2kj 2 j0j jk4kj 4 j0j jk2kj 2 j0j jk4kj 4 |j0j
28 :
TPn jk2kj 2 j0j jk4kj 4 j0j jk2kj 2 j0j jk4kj 4 |
(10)
j6j 6 j6j 6 j6j 6 j6j 6 | j6j 6 j6j 6 j6j
TJ : 6 j6j 6 :_
1 KL
jj5j 3 jk5jk j5j 0 j5j 3 jk3jk j3j 0 | j5j 3
TP :
jk5jk j5j 0 j5j 3 jk3jk j3j 0 |
j0j jk2kj 2 j0j jk2kj 2 jk0kjk kjk2kjk kjk0kj 2 j0j
Volume 30, 2015 jk2kj 2|j0j jk2kj 2 j0j jk2kj 2 MUDRA
jk0kjk kjk2kjk Jurnal Seni Budaya
kjk0kj
TPn :
2 j0j jk2kj 2 |
variasi I
(8) (9)
j6j 6 j6j 6 j6j 6 j6j 6 | j6j 6 j6j 6
TJ :
j6j 6 j6j 6 |
jj5j 3 jk5jk j5j 0 j5j 3 jk3jk j3j 0 | j5j 3
:
TP jk5jk j5j 0 j5j 3 jk3jk j3j 0 |
j0j jk2kj 2 j0j jk4kj 4 j0j jk2kj 2 j0j jk4kj 4 |j0j
:
TPn jk2kj 2 j0j jk4kj 4 j0j jk2kj 2 j0j jk4kj 4 |
(10)
j6j 6 j6j 6 j6j 6 j6j 6 | j6j 6 j6j 6 j6j
TJ : 6 j6j 6 :_
1 KL
jj5j 3 jk5jk j5j 0 j5j 3 jk3jk j3j 0 | j5j 3
TP : jk5jk j5j 0 j5j 3 jk3jk j3j 0 :_
j0j jk2kj 2 j0j jk2kj 2jk0kjk kjk2kjk kjk0kj 2j0j
TP : jk2kj 2|j0j jk2kj 2j0j jk2kj 2jk0kjk kjk2kjk
n kjk0kj 2j0j jk2kj 2 :_
variasi II
Notasi 2. Gua Cak Dindin versi Kaum Tradisional (Sumber: Transkrip Jumaidi Syafii 23 s.d 30 -10-2013)
Notasi 2. Gua Cak Dindin versi Kaum Tradisional (Sumber: Transkrip Jumaidi Syafii 23 s.d 30 -10-
2013)
Kita perhatikan notasi di atas, terlihatlah bahwa dengan motif pukulan berbeda dan tunduk dalam
motif pukulan Kita perhatikan
talempong notasi
Jantan di atas,ketegasan
memberi 14 kendali
terlihatlah bahwa motif pukulan talempong
danyuik Jantan memberi
talempong Jantan. Melalui
ketegasan terhadap tema
terhadap tema walapun hanya satu talempong. walapun hanya satu talempong. Hajizar mengatakan
motif pukulan yang juga berbeda, bahwa talempong
walaupun hanya satu talempong yang dimainkan oleh pemain talempong Jantan, namun tetap
Hajizar mengatakan bahwa walaupun hanya satu Pangawinan bergabung pada biteh (3) tiga, dan
mempunyai tugas pokok sebagai imam dan mengatur danyuik pertunjukan. Sebagai imam,
talempong yang dimainkan
pemian talempong olehJantan
pemain talempong
harus interaksi
mampu memberikan ketiganya
stimulus mengawali
(rasangan) pembentukan
pada dua orang melodi
Jantan, namun tetaptalempong
pemain mempunyai tugas pokok dan talempong.
berikutnyaPaningkah Pangawinan. Munculnya kesan bagaluik
Hajizar mengatakan bahwa (bergelut)
sebagai imamstimulus itu dapatdanyuik
dan mengatur pertunjukan.
mengingatkan yang
gua (ritme) apa yangdisebabkan oleh dua
akan dimainkan oranggaluik
adanya pemainatau variasi
berikutnya sesuai dengan
Sebagai imam, pemian talempong Jantan harus tugas po kok, fungsi dan kewenangannya masing-masing
motif pukulan talempong Pangawinan lihat biteh
(wawancara
mampu memberikan dengan(rasangan)
stimulus Hajizar pada 22 Oktober
pada dua 2013). lima dan Paningkah
(5) Talempong (6) enam,merespon dengan
serta biteh 9 (sembilan)
motif pukulan berbeda dan tunduk dalam kendali danyuik talempong Jantan. Melalui motif
orang pemain pukulan
talempongyang juga berbeda, talempong Pangawinan bergabung pada biteh (3) tiga, dan gua Cak
berikutnyaPaningkah dan dan (10) maka penyajian talempong pada
Pangawinan. interaksi
Hajizar mengatakan bahwa pembentukan
ketiganya mengawali stimulus Dindin
melodi dapat dikatakan
talempong. Munculnyabatalun.
kesan bagaluik
itu dapat mengingatkan gua (ritme)
(bergelut) yang apa yang
disebabkan akan galuik atau variasi motif pukulan talempong
oleh adanya
dimainkan dua Pangawinan
orang pemain lihat biteh
berikutnya
(5) lima sesuai
dan (6) enam, serta biteh
Secara visual, melalui notasi
9 (sembilan) grafik
dan (10) makadapat dilihat
dengan tugas penyajian
po kok, talempong
fungsi danpada gua Cak Dindin dapat bagaimana
kewenangannya dikatakan batalun.
bentuk kontur melodi gua Cak Dindin
masing-masing (wawancara dengan Hajizar pada dalam membentuk satu kalimat lagu pada notasi
Secara visual, melalui notasi grafik dapat dilihat bagaimana bentuk kontur melodi gua Cak
22 Oktober 2013). Talempong Paningkah merespon
Dindin dalam membentuk satu kalimat lagu pada grafik berikut
notasi grafik ini. ini.
berikut
(1) (2) _: (3)
UT

T1

T2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 ..

T3 . . .. 0 .

T4 0 ..

T5 0 0 0 0 . .. 0 . . .. 0

T6 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

29
Andar Indra Sastra (Estetika Hegemoni Talempong Pacik di Sumatra Barat) MUDRA Jurnal Seni Budaya

(4) (5)

UT

T1

T2 0 .. 0 .. 0 .. 0 .. 0 .. 0 .. 0 ..

T3 . .. 0 . . .. 0 . . .. 0

T4 0 .. 0 .. 0 ..

T5 . . .. 0 . . .. 0 .

T6 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Variasi I Bagaluik Batalun

(6) (7) (8)

UT

T1

T2 0 .. 0 .. 0 .. 0 .. 0 .. 0 .. 0 ..

T3 . . .. 0 . . .. 0 .

T4 0 .. 0 .. 0 ..

T5 . .. 0 . . .. 0 . . .. 0

T6 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

16

30
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

(9) (10) :_
UT

T1

T2 0 .. 0 .. 0 .. 0 .. 0 .. 0 .. 0 .. 0 .. 0 ..

T3 . . .. 0
. . .. 0

T4 0 ..

T5 . .. 0 . .. 0 . . .. 0
.
T6 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Variasi II Bagaluik Batalun

Notasi Grafik 2. Gua Cak Dindin


Notasi Grafik 2. Gua Cak Dindin
Kontur melodi pada grafik di atas dapat menjelaskan Nagari. Kelihaian binatang yang satu ini sering
Kontur melodi pada grafik di atas dapat menjelaskan kepada kita bahwa terbentuknya satu
kepada kita bahwa terbentuknya satu kalimat lagu menjadi rujukan untuk mengingatkan manusia agar
kalimat lagu mulai dari biteh (3) tiga sampai biteh 10 atau 8 (delapan) biteh untuk saputaran.
mulai dari biteh (3) tiga sampai biteh 10 atau 8 selalu berhati-hati dalam melakukan pekerjaan.
Batalun dapat diidentifikasi ketika munculnya variasi dan kesan bagaluik pada biteh (5) lima
(delapan)s.dbiteh untuk saputaran. Batalun dapat
(6) enam, dan biteh (9) sembilan s.d (10). Perilaku Tupai itu sebagai referensi dalam ungkapan
diidentifikasi ketika munculnya variasi dan kesan adat, yaitu sapandai-pandai Tupai malompek, agak
bagaluik Perbedaan
pada biteh Lagu Cak Dindin versi kaum akademisisakali
(5) lima s.d (6) enam, dan biteh dengan jatuah juo (sepandai-pandai
Gua Cak Tupai melompat,
Dindin milik masyarakat
(9) sembilan s.d (10). agak sekali jatuh jua). Selain
terletak pada prinsip nada dasar dan bunyi pokok, danyuik, pasangan talempong, dan rasa dari itu, bagi seniman,
musikal. perilaku Tupai yang menggelitik Bagalauik dapat
Perbedaan Lagu Cak Dindin versi kaum akademisi berbuah wujud menjadi lagu talempong Tupai
dengana. Gua
Lagu Tupai
Cak Bagaluik
Dindin milik masyarakat terletak Bagaluik. Bagaluik dalam hubungan dengan tupai
Bagaluik
pada prinsip nada dengan
dasar dankatabunyi
cetakpokok,
huruf berdiri adalah nama
danyuik, lagufenomena
adalah talempong, yaitu Tupai
kehidupan duaBagaluik.
ekor tupai saling
Bagaluik dengan huruf
pasangan talempong, dan rasa musikal. cetak miring berkaitan dengan
bercanda yang ditranformasikan ritme
kesan musikal dari permainan menjadi lagu
talempong ketika terjadi interaksi musikal tiga orang pemainTupai
talempong sesuai dengan tugas pokok,
Bagaluik.
fungsi dan kewenangan dalam penyajian talempong renjeang anam salabuhan. Tupai adalah
2. Lagu Tupai Bagaluik
sejenis binatang pengeret yang dapat ditemui di sekitar perkampungan penduduk Desa
Bagaluik Nagari.
dengan kata cetak huruf
Kelihaian berdiriyang
binatang adalah nama
satu Lagu
ini sering Tupairujukan
menjadi Bagaluik yangmengingatkan
untuk dipelajari di Jurusan
lagu talempong, yaitu Tupai Bagaluik. Bagaluik Karawitan Institut Seni
manusia agar selalu berhati-hati dalam melakukan pekerjaan. Perilaku Tupai itu sebagaiIndonesia Padangpanjang
dengan huruf cetak miring berkaitan dengan kesan juga tidak diketahui berasal
referensi dalam ungkapan adat, yaitu: sapandai-pandai Tupai malompek, agak sakali jatuah dari daerah budaya
musikal juo
dari(sepandai-pandai
permainan ritme talempong
Tupai melompat,ketika
agak sekalimana.
jatuh Temanya dapat
jua). Selain dari diidentifikasi, yaitu tentang
itu, bagi seniman,
terjadi interaksi
perilakumusikal tiga menggelitik
Tupai yang orang pemain sesuai dapatTupai
Bagalauik Bagaluik;
berbuah wujud direkam
menjadi pada tanggal 30-10-2013
lagu talempong
dengan tugas pokok, fungsi dan kewenangan dalam dengan danyuik kategori cepat sekitar 120 langkah
penyajian talempong renjeang anam salabuhan. permenit. Visualisasi bentuk dan struktur Lagu
Tupai adalah sejenis binatang pengeret yang dapat Tupai bagaluik dapat dijelaskan pada notasi berikut
ditemui di sekitar perkampungan penduduk Desa 17 ini.

31
ekor tupai saling bercanda yang ditranformasikan menjadi lagu talempong Tupai Bagaluik.

Lagu Tupai Bagaluik yang dipelajari di Jurusan Karawitan Institut Seni Indonesia
Padangpanjang juga tidak diketahui berasal dari daerah budaya mana. Temanya dapat
Andar Indra Sastra (Estetika Hegemoni Talempong Pacik di Sumatra Barat) MUDRA Jurnal Seni Budaya
diidentifikasi, yaitu tentang Tupai Bagaluik; direkam pada tanggal 30-10-2013 dengan
danyuik kategori cepat sekitar 120 langkah permenit. Visualisasi bentuk dan struktur Lagu
Tupai bagaluik dapat dijelaskan pada notasi berikut ini.
(1) (2)

j0j u j5j u | jk5kj j5j u j5j u jk5kj j5j u j5j u _: k5kj


TA :
j5j u j5j u kj5jk j5j u j5j u |
| j0j 1 jk1kj j1j 3 j3j 1 jk1kj j1j 3 _: j3j 1
TD :
jk1kj j1j 3 j3j 1 jk1kj j1j 3 |
| 0 0 0 j0j 2 _: j2j 2 kjk2kj j2j 2
TP :
kj2kj j2j 0 j0j 4 |

(3) (4 )
| k5kj j5j u j5j u jk5kj j5j u j5j u :_ k5kj j5j u
TA :
j5j u jk5kj j5j u j5j u |
|j j3j 1 jk1kj j1j 3 j3j 1 jk1kj j1j 3 :_ jj3j 1
TD :
jk1kj j1j 3 j3j 1 jk1kj j1j 3 |
| jk4kj j4j 4 j4j 4 j2j 2 j0j 2 :_ j2j 2
TP :
kjk2kj j2j 2 kj2kj j2j 0 j0j 4 |

(5) (6)
| k5kj j5j u j5j u jk5kj j5j u j5j u | k5kj j5j u
TA : j5j u jk5kj j5j u j5j u |
1
K
|j j3j 1 jk1kj j1j 3 j3j 1 jk1kj j1j 3 |j j3j 1 L
TD :
jk1kj j1j 3 j3j 1 jk1kj j1j 3 |
| jk4kj j4j 4 j4j 4 j2j 2 j0j 2 | j2j 2 kjk2kj
TP :
j2j 2 kj2kj j2j 0 j0j 4 |
Notasi 3. Lagu Tupai Bagaluik (Sumber: Transkrip Junaidi , 05 s.d 10 2013).
Notasi 3. Lagu Tupai Bagaluik (Sumber: Transkrip Junaidi , 05 s.d 10 2013).

Notasi diNotasi
atas dapat menjelaskan
di atas bahwa talempong
dapat menjelaskan bahwa talempong ekspresi musikalpermainan
Anak memulai permainandengan
ritmedanyuik
dalam Lagu
Anak memulai permainan
yang stabil. Talempongdengan
Dasar danyuik
mengikutiyangajakan permainan
Tupai Bagaluik tidak masuk
talempong Anak, dalam kategori
dan masuk padabatalun,
stabil. Talempong Dasar mengikuti
ketukan pertama ajakankeduanya
aksen lemah; permainanmulai membentuk
karena komponen-komponen yang motif
kerangka melodi. Melalui membentuk
talempong Anak, berbeda,
pukulan dan masuk pada ketukan
talempong pertama masuksatu
Paningkah, sistem
pada musik
ketukan talempong
keempat aksendibentuk
lemah berdasarkan
pada
biteh (1) satu. Memasuki biteh
aksen lemah; keduanya mulai membentuk kerangka (2) dua mulai terbentuk melodi, dan pengulangan berikutnya
sistem musik diatonis estetika hegemoni.
menuju motif
melodi. Melalui pembentukkan satu kalimat
pukulan berbeda, lagu. Puncak ekspresi musikal permainan ritme dalam
talempong
Paningkah,Lagumasuk
Tupai pada
Bagaluik tidak keempat
ketukan masuk dalam aksen batalun,
kategoriSecara karenamelalui
visual, komponen-komponen yang dilihat
notasi grafik dapat
lemah padamembentuk
biteh (1) satu
satu. sistem
Memasuki musik talempong
biteh (2) dua dibentuk berdasarkan
bagaimana bentuksistem
konturmusik diatonis
melodi Lagu Tupai
estetikamelodi,
mulai terbentuk hegemoni.dan pengulangan berikutnya Bagaluik dalam proses pembentukkan satu kalimat
menuju pembentukkan satu kalimat lagu. Puncak lagu seperti notasi grafik berikut ini.

18

32
VolumeSecara
30, 2015 MUDRA
visual, melalui notasi grafik dapat dilihat bagaimana bentuk kontur Jurnal
melodi Seni Budaya
Lagu
Tupai Bagaluik dalam proses pembentukkan satu kalimat lagu seperti notasi grafik berikut
ini.
(1) _: (2) (3)
N

Si u 0 . . . . . . . . . .

Do 1 0 . .. . .. . .. . ..

Re 2 0 . . . .. . .. 0

Mi 3 . . . . . . .

Fa 4 0 . .. . .

Sol 5 . .. . .. . .. . .. . ..

Notasi Grafik 2. Lagu Tupai Bagaluik


Notasi Grafik 2. Lagu Tupai Bagaluik
Grafik di atas dapat menjelaskan kepada kita bahwa utuh (Dharsono, 2007: 83). Prinsip kesatuan dalam
prosesGrafik di atas satu
terbentuknya dapatkalimat
menjelaskan kepada
lagu terjadi padakita bahwa proses talempong
penyajian terbentuknya satudibedakan
dapat kalimat lagumenjadi dua
terjadi pada biteh (2) dua. Pengulangan
biteh (2) dua. Pengulangan kalimat lagu berikutnya kalimat laguaspek, yaitu: (1) aspek fisik, danritme
berikutnya dilakukan dengan yang musikal.
(2) aspek
sama.
dilakukan dengan ritme yang sama. Dari aspek fisik, berupa rono (warna) bunyi, suaro
sipongang (suara berdengung), dan durasi bunyi
Baik talempong pacik maupun talempong tradisional secara teknik musikal tidak berbeda,
Baik talempong pacik maupun talempong (panjang-pendeknya bunyi) talempong sistem
yang membedakannya adalah cita rasa estetis di antara keduanya. Perbedaan rasa estetis itu
tradisional secara teknik musikal tidak berbeda, mangkoan bunyi (pelarasan), dan penguasaan
disebabkan oleh sistem mangkoan bunyi, dan pasangan talempong yang dirubah menurut
yang membedakannya adalah cita rasa estetis teknik. Masing-masing merupakan unsur yang
harmoni musik diatonis Barat. Gindo Putiah mengatakan bahwa secara teknik musikal
di antara keduanya. Perbedaan rasa estetis
memang tidak berbeda dengan talempong tradisional, itu memerlukan, menanggapi
tapi di raso dan menuntut
indak basobok, setiap unsur
artinya
disebabkan mangkoan bunyi,
dirasa tidak ketemu (wawancara dengan Gindo Putiah pada 2 Januari 2014). Tidak ketemu itu musikal
oleh sistem dan lainya kesatuan dalam perbedaan. Aspek
pasangan talempong
disebabkan yang
oleh dirubah
sistem menurut bunyi
mangkoan harmoni tidak lagimerujuk pada permainan
menggunakan raso secara motif pukulan
kultural dantalempong
musik demikian
diatonis juga
Barat.dengan
Gindopasangan
Putiah mengatakan ataua ritme 3 (tiga) pasangan
talempong sudah dirubah menurut prinsip harmoni dalam talempong, yaitu
bahwabentuk
secara teknik musikal memang tidak berbeda talempong Jantan,
penggalan akor dalam sistem musik diatonis selanjutnya disebut estetika hegemoni.Paningkah, dan Pangawinan
denganAnalisis
talempong tradisional,
bentuk estetis daritapi di rasotalempong
penyajain indak menurut
tersebut konsep
dapat tradisional
dijelaskan sebagaiatau talempong Anak,
berikut.
basobok, artinya dirasa tidak ketemu (wawancara talempong Dasar, dan taempong Paningkah secara
dengan Gindo Kesatuan
1. Prinsip Putiah pada Utuh2 Januari 2014). Tidak akademis. Baik dari aspek fisik maupun musikal,
ketemuPrinsip
itu disebabkan sistem mangkoan bunyi
kesatuan utuh dalam penyajian talempongkeduanya
oleh dimaksudkandibangun dari unsur-unsur
keutuhan sesuai dengan
dari unsur-unsur
tidak lagi
pendukung sebagairaso
menggunakan secara
suatu kultural
bentuk karyadanseni. Dharsono
ciri khasnya masing-masing.
mengatakan bahwa Berhasil
kesatuan tidaknya
merupakan
demikian efek yang
juga dengan dicapai
pasangan dalam suatu
talempong sudah susunan pencapaian
atau komposisi di antara
bentuk hubungan
estetik dalamunsurpenyajian
dirubahpendukung karya, harmoni
menurut prinsip sehingga dalamkeseluruhan
bentuk menampilkan
talempongkesan tanggapan
ditandai secara utuh berbagai
oleh menyatunya
(Dharsono,
penggalan akor 2007:
dalam83). Prinsipmusik
sistem kesatuan dalam penyajian
diatonis unsur talempong
menciptakan dapat dibedakan
kesatuan, baikmenjadi
fisik maupun
dua aspek,
selanjutnya yaitu:
disebut (1) aspek
estetika fisik, dan
hegemoni. (2) aspek musikal. Nilai
Analisis Dari talempong
aspek fisik, berupa
sebagai rono
suatu karya seni
bentuk(warna)
estetis bunyi, suaro sipongang
dari penyajain talempong (suara berdengung),
tersebut ataudan durasi
dalam bunyipenyajian
bentuk (panjang-pendeknya
talempong sebagai
dapat dijelaskan sebagai berikut. keseluruhan tergantung dari hubungan timbal balik
dari unsur-unsur yang membentuknya.
1. Prinsip kesatuan utuh 19
Prinsip kesatuan utuh dalam penyajian talempong 2. Prinsip tema
dimaksudkan keutuhan dari unsur-unsur pendukung Penyajian talempong renjeang anam salabuhan
sebagai suatu bentuk karya seni. Dharsono sebagai karya seni tetap memiliki sebuah tema.
mengatakan bahwa kesatuan merupakan efek yang Hajizar mengatakan bahwa tema dalam penyajian
dicapai dalam suatu susunan atau komposisi di talempong renjeang merujuk pada motif pukulan
antara hubungan unsur pendukung karya, sehingga talempong Jantan. Talempong Jantan menjadi
keseluruhan menampilkan kesan tanggapan secara pemusatan nilai dari keseluruhan talempong

33
Andar Indra Sastra (Estetika Hegemoni Talempong Pacik di Sumatra Barat) MUDRA Jurnal Seni Budaya

sebagai karya seni. Tema itu menjadi kunci dan penekanan adanya kesetaraan dalam realitas yang
mengiring imajinasi bagi dua penyaji berikutnya. berbeda. Realitas yang berbeda dalam talempong
Pemusatan nilai secara musikal mampu mengiring renjeang anam salabuhan merupakan bagian dari
imajinasi untuk pemain talempong Paningkah dan sistem musikal yang dibangun 3 (tiga) pasangan
Pangawinan untuk melakukan tugas, fungsi dan talempong. Secara musikal, ketiganya sengaja
kewenangannya (wawancara dengan Hajizar pada dipertentangkan guna membangun keutuhan melodi.
24 Oktober 2013). Secara keseluruhan, prinsip Kesamaan nilai-nilai yang bertentangan dalam
tema juga menjadi dasar penilaian untuk keutuhan penyajian talempong terdapatlah keseimbangan
penyajian talempong. Tema menjadi titik sentral secara estetis yang dapat menimbulkan efek
bagai penghargaan dan pemahaman penikmat dan menyenangkan secara tradisional disebut batalun.
pengamat pernyajian talempong. Tema-tema yang
ada dalam penyajian talempong terkait langsung 5. Prinsip perkembangan
dengan kisah cerita dari setiap guguah talempong Prinsip perkembangan dimaksudkan bahwa
yang dimainkan. proses bagian awal menentukan bagian-bagian
selanjutnya dan bersama menciptakan suatu makna
3. Prinsip variasi menurut tema yang menyeluruh. Bagian awal dimulai dari motif
Prinsip variasi menurut tema disempurnakan pukulan talempong Jantan atau talempong Anak
selama penyajian talempong berlangsung agar yang berperan meletakkan kerangka dasar melodi
tidak menimbulkan kebosanan. Secara musikal sesuai dengan tafsir penyaji pada tema. Hajizar
penyempurnaan dilakukan melalui teknik mengatakan bahwa kerangka dasar melodi melalui
improvisasi dan secara tradisional mereka motif pukulan talempong Jantan dapat mengarahkan
menyebutnya galuik (variasi). Jufri mengatakan imajinasi pemain talempong Paningkah dan pemain
bahwa galuik dapat memberikan pelbagai variasi talempong Pangawinan dalam menentukan motif
penonjolan motif pukulan menurut tema. Variasi pukulan mereka masing-masing (wawancara
tidak hanya berfungsi untuk menjadikan penyajian dengan Hajizar pada 24 Oktober 2013). Ketiganya
lebih dinamis dan menarik, lebih dari itu peran yang merupakan sebuah tindakan musikal yang dilandasi
dilakukannya berfungsi untuk memberi kepastian oleh hubungan sebab dan akibat atau berjalin
terhadap keutuhan tema (wawancara dengan Jufri berkelindan dalam membentuk makna keseluruhan
pada 2 Oktober 2013). Djelantik mengatakan untuk mencapai kepuasan estetis. Kepuasan estetis
bahwa penonjolan dapat dicapai dengan perubahan dalam penyajian talempong muncul dalam dua rasa
ritme [motif pukulan]. Perbuatan yang sengaja ini yang berbeda, yaitu rasa estetis yang dihasilkan oleh
membuat kejutan, dan pada umunya kejutan itu produk tradisi, dan rasa estetis dengan sentuhan
menarik perhatian (Djelantik, 1990: 41). Variasi eststika hegemoni.
menurut tema galuik, merupakan penonjolan-
penonjolan melalui perubahan motif pukulan 6. Prinsip tata jenjang
yang dilakukan pemain talempong Pangawinan. Kalau prinsip variasi menurut tema, prinsip
Prinsip variasi menurut tema, secara musikal keseimbangan dan perkembangan mendukung
dapat menjadi indikator untuk mengkategorikan prinsip utama kesatuan utuh, maka prinsip terakhir
penyajian talempong batalun atau malacak batang. disebut prinsip tata jenjang. Hajizar mengatan bahwa
Malacak batang masuk pada kategori penyajian secara musikal prinsip tata jenjang (tata janjang)
talempong yang tidak mencapai kualitas estetik merupakan penyusunan alur penyajian talempong
secara musikal. yang dimulai dari talempong Jantan, Paningkah
dan Pangawinan. Bajanjang adalah tingkatan
4. Prinsip keseimbangan musikal ketika talempong dimainkan sesuai dengan
Prinisp keseimbangan adalah kesamaan dari unsur- tingkatannya (wawancara dengan Hajizar pada 24
unsur yang berlawanan atau bertentangan. Dalam Oktober 2013). Artinya dalam penyajian talempong
penyajian talempong walapun unsur-unsurnya dikenal prinsip janjang dan bajanjang. Talempong
tampak bertetangan tetapi sesungguhnya saling Jantan atau talempong Anak dikatakan sebagai
memerlukan, karena bersama-sama menciptakan janjang pertama, talempong Paningkah janjang
suatu kebulatan (Gie, 1983: 47). Kesamaan memberi kedua dan talempong Pangawinan sebagai janjang

34
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

ketiga inilah yang dimaksud bajanjang secara sistem sol mi sa si, dan talempong kelompok
musikal. tradisional berpedoman pada bunyi pokok, tanpa
mempersoalkan apa nada dasarnya. Konsep
Bajanjang secara musikal menggambarkan adanya pasangan talempong pacik mengikuti sistem akor
hirarki (tingkatan) musikal dalam upaya membentuk pada ilmu harmoni musik diatonis, sementara itu,
melodi talempong. Melodi talempong dibangun pasangan talempong tardisional memilki rumus
sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan setiap tersendiri. Demikian pula penggarapan musikal,
pasangan talempong. Secara prisip musikal, para pemain talempong pacik kurang memperhatikan
akademisi mampu menyajikan talempong dengan azas tema, tidak mengenal fungsi dan kewenangan
baik, namun mereka belum memahami apa dan masing-masing pemain dalam pengarapan melodi
bagaimana tugas, fungsi, dan kewenangan ketika talempong. Mereka tidak mampu menghadirkan
talempong dimainkan. Oleh sebab itu, galuik atau galuik (variasi) yang dapat memberikan kesan
variasi yang dapat memunculkan kesan bagaluik bagaluik seperti dalam penyajian talempong tradisi.
tidak ditemukan dalam penyajian talempong Sebagai ilustrasi, penyajian talempong traidisi dapat
pacik. Secara estetis, bentuk penyajian talempong dilihat gambar pada halaman berikut.
pacik dapat memenuhi kualifikasi bentuk estetis,
tentunya dengan standar rasa berbeda. Rasa berbeda DAFTAR RUJUKAN
disebakan oleh sistem musikal talempong tradisi
dengan talempong pacik hadir dalam relitas yang Adam, Boestanuel Arifin. (1986/1987), Talempong
berbeda pula. Musik Tradisional Minangkabau, (Laporan
Penelitian). ASKI Padangpanjang, Padangpanjang.
SIMPULAN
Ali, Matius. (2011), Estetika Pengantar Filsafat
Estetika dapat diartikan sebagai persepsi indera Seni, Sanggar Luxor, Yogyakarta.
(sence of perception) serta berbagai macam perasaan
yang ditimbulkannya dari obyek seni yang diamati, Backus, John. (1977), The Acoustical Fondation of
seperti dalam kasus talempong pacik. Konsep Music, W.W Norton & Company Inc., Cambridge
talempong pacik di Sumatra Barat muncul dari New York.
kalangan akademisi beriringan dengan berdirinya
Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI) Darsono (Soni Kartika). (2007), Estetika, Rekayasa
Padangpanjang tahun 1966. Melalui para tokoh Sain, Bandung.
yang mempunyai latar belakang pendidikan musik
Barat, talepong pacik resmi menjadi bagian dari Djelantik, A.A.A., (1990), Pengantar Dasar
mata kuliah yang harus dipelajari mahasiswa pada Ilmu Estetika Instrumental, Sekolah Tinggi Seni
waktu itu masih bernama Jurusan Minangkabau. Indonesia Denpasar, Denpasar.
Melalui para alumni, konsep talempong pacik mulai
diperkenalkan melalu tingkatan pendidikan Sekolah Fiske, John. (2011), Memahami Budaya Populer,
Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Jalsutra, Yogyakarta.
Atas (SMA) atau sederjat menyebar ke seluruh
daerah di Sumatra Barat. Hanefi, dkk.( 2004), Talempong Minangkabau
Bahan Ajar Musik dan Tari, Pusat Penelitian
Tanpa disadari, konsep talempong pacik telah dan Pengembangan Pendidikan Seni Tradisional
menggunakan estetika hegemoni dengan ideoligi Universitas Pendidikan Indonesia (P4ST UPI),
musik yang dianutnya bertentangan dengan Bandung.
konsep talempong tradisional di Minangkabau.
Pertentangan itu disebabkan beberapa hal, yaitu Hardjana, Suka. (1983), Estetika Musik, Departemen
1) sistem mangkoan bunyi; 2) konsep pasangan Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
talempong dan; 3) penggarapan musikal. Sistem
mangkoan bunyi talempong pacik menggunakan Hastanto, Sri. (2012), Ngeng & Reng: Persandingan
prinsip nada dasar, dan tangga nadanya mengkuti Sistem Pelarasan Gamelan Ageng Jawa dan Gong
Kebyar Bali, ISI Surakarta Press, Surakarta.

35
Andar Indra Sastra (Estetika Hegemoni Talempong Pacik di Sumatra Barat) MUDRA Jurnal Seni Budaya

Sedyawati, Edy. (1981), Perkembangan Seni Said, Edward W. (2010), Orientalisme: Menggugat
Pertunjukan Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta. Hegemoni Barat dan Mendudukan Timur Sebagai
Subjek, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Sugono, Dendy. (2008), Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Sztompka, Piotr. (2008), Sosiologi Perubahan
Nasional, Jakarta. Sosial, terj. Alimandan, Prenada Media Group,
Jakarta.
Suparno, T. Slamet. (2008), Seni sebagai Produk
Masyarakat Ataukah Masyarakat sebagai Produk The Liang Gie. (1983), Garis Estetik -Filsafat
Seni, Pidato Pengukuhan Guru Besar Bidang Ilmu Keindahan, Super Sukses, Yogyakarta.
Sosiologi Seni, Institut Seni Indonesia Surakarta,
Surakarta. Nara Sumber:
Dt. Sampono (58 th). Wiraswasta, Tuo (tetua)
Suyono, Haryono. (1995), Kamus Antropologi, telempong Nagari Pitalah Bungo Tanjuang
Akademika Presindo, Jakarta. Kabupaten Tanah Data (Sumatra Barat).

Pramono, Kartini. (2009), Horizon Estetika, Kahfi Hajizar, (56 th). Magister Seni, Pengamat seni,
Offset Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Pengajar Program Seni Karawitan Institut Seni
Yogyakarta. Indonesia (ISI) Padangpanjang.

Prier Sj, Karl-Edmund. (2009), Kamus Musik, Pusat Peterman, (48 th), Ahli Madia, Pengkarya, Pengamat
Musik Liturgi, Yogyakarta. seni, Alumni ASKI Padangpanjang.

36
Volume 30, 2015 VolumeMUDRA Jurnal
30, Nomor Seni Budaya
1, Pebruari 2015
p 37 - 46
ISSN 0854-3461

Menguak Ideologi di Balik Kehadiran Mabarung Seni Pertunjukan


di Kabupaten Buleleng
I NYOMAN CHAYA

Jurusan Seni Tari, Fakultas Seni Pertunjukan,


Institut Seni Indonesia Surakarta, Indonesia.
E-mail: nym_chaya@yahoo.com

Mabarung seni pertunjukan adalah warisan budaya masyarakat Bali Utara yang memiliki pengaruh sangat
besar terhadap perkembangan seni budaya Bali. Ajang mabarung seni pertunjukan memberikan peluang
bagi seniman dalam mengembangkan potensi kreativitasnya. Representasi budaya, yang teraktualisasi
ke dalam mabarung seni pertunjukan, muncul dari ide atau gagasan masyarakat arus bawah (grass-root)
Buleleng. Ini berarti bahwa kehadiran mabarung seni pertunjukan dilandasi oleh sistem nilai kehidupan
masyarakat setempat yang menyangkut persoalan ideologi. Fenomena yang terungkap ke dalam mabarung
seni pertunjukan mencerminkan suatu pencitraan diri melalui tindakan majengah-jengahan, tampil beda,
dan ungkapan sifat ajum (kebanggaan diri). Sehubungan dengan itu, dapat diidentifikasi bahwa representasi
budaya yang melahirkan tradisi mabarung seni pertunjukan di Kabupaten Buleleng dilandasi oleh ideologi
kebebasan dan ideologi eksistensi diri.

Reveals the Ideology Behind the Presence of


Mabarung Performance Arts Buleleng Regency

Mabarung performing arts is a cultural heritage of North Bali which has enormous influence on the
development of art culture. The mabarung performing arts event provides opportunities for artists to
develop creative potential. A cultural representation, which is actualized into mabarung performing arts,
comes from the idea of the grass-root of Buleleng citizen. This means that the presence of the mabarung
performing arts system is based on the value of lives of the local people who issue the ideology. The
phenomenon which is revealed in a mabarung performing art reflects a self-image through action majengah-
jengahan, look different, and expression of the ajum nature (pride). Accordingly, it can be identified that
cultural representations of mabarung performing arts tradition spawned in Buleleng regency is based on the
ideology of freedom and the ideology of self-existence.

Keywords: Mabarung, performing art, and ideology.

Buleleng sebagai wilayah etnis Bali Utara memiliki budaya Bali, Indonesia, dan bahkan budaya dunia.
identitas budaya yang telah membumi menjadi Identitas tersebut di antaranya tercermin dalam
bagian dari kearifan lokal (local genious) sekaligus budaya mabarung yang terpresentasikan ke dalam
menjadi kebanggaan bagi masyarakat Bali Utara. aktivitas mabarung seni pertunjukan.
Dibia (2009: 4) mengatakan bahwa beberapa hal
yang patut menjadi kebanggaan budaya masyarakat Kegiatan mabarung seni pertunjukan di daerah
Bali Utara antara lain dapat dilihat pada keunggulan Bali Utara ditandai oleh peristiwa kesenian yang
budaya daerah ini dengan identitasnya yang kuat, mempersandingkan dua kelompok (sekaa) Gong
kompleksitas nilai dan kearifan lokal (local genius) Kebyar dengan menampilkan komposisi tabuh baru,
yang terkandung di dalamnya, dan besarnya yang kemudian dikenal dengan Mabarung Gong
kontribusi seni budayanya terhadap perkembangan Kebyar (MGK). Peristiwa tersebut terjadi pada

37
I Ketut Yasa (Aspek Organologis Grnder Wayang) MUDRA Jurnal Seni Budaya

tahun 1915 (McPhee, 1966: 328; Goris, tt: 150, muncul semangat untuk dapat lebih unggul dari
Simpen, 1979: 1). Kegiatan ini kemudian tumbuh pada lawan, sehingga selalu pula tumbuh kiat-
subur menjadi kegemaran masyarakat Buleleng kiat untuk meningkatkan kualitas. Dalam hal
sehingga mampu membangun sebuah tradisi seni ini, kegiatan mabarung seni pertunjukan niscaya
budaya yang berkembang menjadi bagian dari memberi peluang kebebasan para seniman dalam
identitas etnis kehidupan masyarakat Bali Utara. mengembangkan potensi kesenimanannya untuk
Bupati Kepala Daerah Kabupaten Buleleng dengan menampilkan karya-karya baru dalam ajang
tegas mengatakan ketika menyampaikan pidatonya mabarung.
pada acara pembukaan Konferensi dan Festival
Internasional Budaya Bali Utara 2009, bahwa Tumbuh-kembangnya tradisi mabarung seni
tradisi mabarung dalam kehidupan seni-budaya pertunjukan di daerah Buleleng didasari oleh ide-
(MGK) merupakan salah satu ciri khas budaya Bali ide yang muncul dari masyarakat arus bawah
Utara yang seyogyanya ditempatkan sebagai bagian (grass-root). Hal ini memberi arti bahwa di balik
dari identitas budaya (kearifan lokal) masyarakat representasi budaya, yang teraktualisasi ke dalam
daerah Kabupaten Buleleng. Budaya MGK di aktivitas mabarung seni pertunjukan tersebut, dan
Buleleng justeru tumbuh dan berkembang menjadi tercermin suatu ideologi yang tertanam dalam alam
tulang punggung kepopuleran gong kebyar yang pikiran warga masyarakat Bali Utara. Ideologi
menurut sejarah terlahir di daerah ini pada awal (ideology) itu sendiri merupakan sistem kepercayaan
abad XX. dan sistem nilai serta representasinya dalam
berbagai media dan tindakan sosial yang dianggap
Tradisi MGK sangat berarti bagi perkembangan seni wajar melengkapi pencapaian tujuan tertentu.
dan budaya karena kontribusinya dalam melahirkan Ideologi adalah segala yang sudah tertanam dalam
karya-karya inovatif. Hal ini dijiwai oleh hakikat diri individu sepanjang hidupnya, menjangkau pada
mabarung, yaitu ajang kehidupan kompetitif seluruh praktik kehidupan, pada tindakan kecil
(majengah-jengahan) untuk dapat menjadi yang dan besar, pada pikiran awam dan ilmiah, pada
terbaik sehingga tiap-tiap pembarung selalu berusaha percakapan tentang cuaca dan iklim politik suatu
mempresentasikan kualitas penampilan secara negeri (Althusser, 2005: 39-42; Takwin, 2003: 16;
optimal. Dengan nuansa kompetitifnya yang tinggi, Piliang, 2003: 18).
setiap mabarung seni senantiasa menghasilkan hasil
penilaian bentuk suatu kemajuan. Oleh karena itu, Bertitik tolak dari hal-hal tersebut, maka perlu
mabarung mempunyai peran sangat penting dan diungkap keberadaan mabarung seni pertunjukan
strategis karena terbukti telah mampu mendorong di Kabupaten Buleleng sebagai sebuah representasi
masyarakat Buleleng untuk menjadi kreatif dan seni budaya yang dapat memberikan ciri kearifan
inovatif. lokal (local genious). Lebih mendasar lagi perlu
diungkap ideologi yang melandasi lahirnya
Ketika MGK tumbuh segar menjadi tradisi dalam tradisi mabarung seni pertunjukan di Kabupaten
pola penampilan seni pertunjukan, beberapa jenis Buleleng.
kesenian yang berkembang di Bali terbawa arus
semangat mabarung. Oleh sebab itu, kegiatan BENTUK MABARUNG SENI PERTUNJUKAN
kompetisi (mabarung) dalam seni pertunjukan yang
semula hanya pada gong kebyar kemudian merebak Sejak kelahirannya di daerah Bali Utara kegiatan
pada bentuk kompetisi jenis seni pertunjukan kompetisi (mabarung) seni mendapat perhatian yang
lainnya. Namun, di antara peristiwa bebarungan luar biasa dari warga setempat. Kegiatan tersebut
seni yang terjadi di Bali yang paling populer adalah terungkap pada suatu peristiwa seni pertunjukan
Mabarung Gong Kebyar (MGK). yang menampilkan dua kelompok kesenian (gong
kebyar) secara bersanding di dalam satu areal
Aktivitas mabarung seni pertunjukan di Buleleng panggung, dan oleh masyarakat Buleleng dikenal
berkembang pesat menjadi bagian dari representasi dengan sebutan gong-mabarung (pertandingan
kehidupan sosial di bidang seni budaya. Dapat gamelan).
dipahami bahwa dalam kegiatan kompetisi selalu

38
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

Fenomena sosial budaya dalam bentuk-bentuk yang terbentuk sebagai kepercayaan-kepercayaan,


kegiatan yang bersifat kompetitif sejatinya telah dan biasanya merupakan inti dari agama; 2) simbol-
lama berkembang dalam kehidupan masyarakat simbol kognitif yang membentuk ilmu pengetahuan;
tradisional di Bali Utara, dan masing-masing 3) simbol-simbol penilaian moral yang membentuk
memiliki istilah tersendiri. Misalnya: mapalu (pada nilai-nilai dan aturan-aturan; dan 4) simbol-simbol
peristiwa sabung ayam atau tajen, adu jangkrik atau pengungkapan perasaan atau simbol-simbol ekspresi
pun perkelahian antar hewan lainnya); mabalap (adu (Bachtiar dalam Alfian, 1995: 66).
kecepatan); makepung (seperti pesta adu kerbau di
Jembrana); mapeksi (adu kebolehan burung gelatik); Dalam kaitan ini, filsuf Susanne K. Langer
makorot atau mabandung (adu layang-layang); mengidentifikasi simbol seni sebagai sebuah simbol
mamed-medan (tarik tambang); dan lain-lainnya. yang hidup (living-form). Karakteristik nilai seni
terletak pada sifat representasionalnya yang mampu
Mabarung seni pertunjukan mulai populer di menghadirkan sebuah pesan. Menurutnya, nilai seni
masyarakat Buleleng sejak munculnya gong kebyar bukanlah terletak pada masalah arti (meaning) untuk
yang kemudian melahirkan Mabarung Gong dimengerti, tetapi kehadiran sebuah pesan (import)
Kebyar (MGK). Pola kompetisi (mabarung) yang untuk diresapkan yang terkait dengan nilai-nilai
dilahirkan melalui MGK inilah mengawali tumbuh- kehidupan membudaya (Sastrapratedja, 1982: 77)
kembangnya aktivitas mabarung seni pertunjukan
di Kabupaten Buleleng. Sebagai wilayah aktivitas Titik tolak berkesenian adalah ekspresi kebudayaan
yang terbingkai dalam ranah kehidupan seni, manusia sangat terkait dengan pandangan jagat/
permasalahan mabarung seni pertunjukan menerpa dunia orang-orang dari kebudayaan masyarakat
ke ranah dunia artistik-estetika. Ini berarti bahwa tersebut. Suatu pandangan tentang dunia tempat
mabarung seni pertunjukan berada dalam wilayah orang-orang mengartikan hidup, mengambil
pemaknaan dunia kesenian, yang melibatkan nilai, dan mencari dasar untuk terus dapat hidup
persoalan garap, dan serta sifat dari suatu pertunjukan mencakup pada endapan-endapan mengenai apa
(kesenian). Panorama pertunjukan dibagi menjadi yang indah, apa yang baik, apa yang benar. Endapan-
dua golongan besar. Pertama, perilaku manusia endapan ini adalah nilai-nilai. Dengan demikian
(performative behaviior) yang disebut sebagai ungkapan seni menyentuh lapisan budaya yang
budaya pertunjukan. Kedua, pertunjukan budaya paling dalam (ethico-mythical nucleus), yakni suatu
(cultural performance) yang mencakup antara lain ungkapan budaya yang menggarap tentang nilai-
pertunjukan seni, olah raga, ritual, festival, dan nilai kehidupan (Kleden, 1998: 5; Sutrisno, 1993: 6;
berbagai bentuk keramaian lainnya (Murgiyanto, Triguna, 1993: xv). Parker (tt: 22) mengatakan:
1996: 155-167). Dalam konteks pembahasan di sini kesenian adalah disengaja, dicipta, berhubung
lebih mengarah pada golongan yang ke dua. Sebab, an dengan tradisi dan kebudayaan; ungkapan seni
ekspresi kesenian hadir melalui proses penciptaan, dibuat dan dinilai pada dirinya sendiri, jadi tidak
yang berpangkal dari pengalaman yang bersumber untuk keperluan lain.
pada persepsi, baik persepsi alamiah-faktual lewat
daya indera dan daya khayali maupun persepsi Mabarung seni pertunjukan, seperti yang terjadi
khayali yang semata-mata menggerakkan daya dalam MGK, dapat dipastikan selalu menghadirkan
angan-angan (Hardjana, 1983: 14). garapan-garapan baru, terutama dalam bidang
tabuh-tabuh kakebyaran. Mereka (para seniman
Mabarung seni pertunjukan sebagai ungkapan kreatif) akan merasa tidak puas apabila dalam suatu
seni budaya berdiri sebagai simbol ekspresi. mabarung tidak menyajikan garapan baru. Mereka
Hal ini mengacu pada teori tentang kebudayaan selalu ingin tampil beda dengan apa yang telah ada
sebagai sistem simbol, yang oleh Talcott Parson sebelumnya. Terkait dengan hal ini, Putu Sumiasa
dikemukakan bahwa, kebudayaan sebagai suatu (77 tahun), seniman (pengendang) kawakan yang
sistem simbol masing-masing memiliki fungsi sarat dengan pengalaman MGK mengatakan:
tersendiri bagi manusia-manusia yang bersangkutan Pokokne asal mekire mabarung, pasti ngae gending
anyar apang sing ada ane nawang tur nengkejutin.
dalam tindakan antar mereka. Keempat perangkat
Pokoknya setiap akan mabarung, pasti membuat
simbol tersebut yaitu 1) simbol-simbol konstitutif gending yang baru supaya tidak ada yang menduga

39
I Ketut Yasa (Aspek Organologis Grnder Wayang) MUDRA Jurnal Seni Budaya

dan mampu membikin kejutan (Wawancara dengan tesebut menunjuk pada suatu pencitraan diri, yang
Putu Sumiasa pada 12 Nopember 2008). terungkap dalam tindakan majengah-jengahan,
tampil beda, dan ungkapan sifat ajum (kebanggaan
Hal ini berarti bahwa kebebasan serta kebaruan diri).
(kreativitas seni) merupakan hal yang paling
dikedepankan ketika para seniman menampilkan Majengah-jengahan pada dasarnya adalah
garapan seni mereka dalam MGK. Hal ini semangat untuk bersaing (competitive pride).
sesungguhnya merupakan gambaran kehidupan Sifat jengah yang melekat pada orang Bali pada
berkesenian yang sesuai dengan sifat kesenian umumnya selalu menjiwai tindakan-tindakan dalam
itu sendiri, yaitu sebuah perilaku budaya yang upaya meningkatkan kualitas kehidupan. Jengah
mengandung unsur-unsur kreatif, subyektif, dan mengejawantah ke dalam fenomena mabarung
inovatif. ketika para pembarung berusaha menunjukkan
survivalitas serta eksistensi diri. Biasanya,
Pada peristiwa MGK terungkap ciri khas kelompok pembarung akan melakukan pembenahan
penampilan tersendiri yang menyertai kemantapan (meningkatkan diri) apabila mereka merasa
artistik-estetika, sehingga penyajiannya selalu sajiannya kurang mendapatkan sambutan meriah
menjadi sebuah tontonan yang sangat memikat. Hal dari penonton, atau sebaliknya merasa sajian yang
ini sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan disuguhkan oleh pihak lawan jauh lebih memukau
penampilan bentuk seni pertunjukan gong kebyar penonton.
pada umumnya yang hadir secara tunggal. Dengan
pola mabarung juga dapat mendorong kemajuan di Sikap tampil beda terungkap melalui penciptaan
bidang seni budaya, khususnya perkembangan seni karya-karya baru dan juga dalam ekspresi penyajian
gaya kebyar yang kemudian mampu melahirkan MGK. Penciptaan menunjuk pada tindakan
genre tari-tari kakebyaran atau tari-tari lepas kreativitas seniman (pencipta) dalam menghasilkan
(Chaya, 1990: 133-134). karya-karya seni baru, yang tampil pada setiap
kegiatan MGK. Kehadiran seniman pencipta dalam
Selain menghadirkan pola-pola garapan kreasi fenomena mabarung seni pertunjukan, juga dalam
baru, penampilan MGK disertai pula oleh ulah para kehidupan kesenian pada umumnya, memiliki
pembarung yang mampu mengundang daya tarik peran sangat sentral. Sebab, dari tangan-tangan
tersendiri. Sajian MGK pada masa lalu terkadang merekalah lahir berbagai karya kreatif-inovatif yang
diselingi pula dengan sajian di luar konteks mengakibatkan mabarung menjadi ajang kehidupan
kreativitas seni, berupa penampilan akrobatik atau yang sangat dramatis dalam dinamika kemajuan
atraksi permainan sulap. Misalnya, di sela-sela seni budaya. Sikap tampil beda ini terkait dengan
jalannya sajian MGK, satu sekaa membubuhinya identifikasi Balyson (1934) yang mengatakan
dengan mendemonstrasikan kehebatan seseorang orang Buleleng memiliki karakter cepat bosan
sedang melakukan adegan mengerikan, dengan sehingga otomatis berimplikasi pada upaya-
menusuk pipi kirinya hingga menembus pipi upaya pembaharuan dalam kekaryaan seni. Kiat
kanannya dengan menggunakan kawat. Ada juga pembaharuan ini selalu melekat pada sikap anggota
yang mendemonstrasikan adegan menjahit mulut sekaa gong yang nota-bene ingin menunjukkan
dengan jarum karung (Sudyatmaka, dalam Dibia, eksistensi diri mereka. Oleh karena itu, dalam setiap
2008: 75). peristiwa mabarung pasti muncul garapan baru.

Hal yang patut digarisbawahi dalam bentuk ma Ajum adalah rasa bangga yang menjelma sebagai
barung seni pertunjukan (MGK) adalah terbukanya ungkapan aktualisasi diri melalui tindakan-tindakan
peluang kebebasan (kreativitas) para seniman ketika mempertunjukkan (pamer) potensi pribadi atau
mereka mengekpresikan kemampuannya, baik kelompok untuk dapat membangun rasa percaya
dalam wujud ekspresi artistik maupun non-artistik. diri. Sifat ajum yang terungkap dalam peristiwa
Semangat mabarung (kompetitif) menumbuhkan MGK pada dasarnya dijiwai oleh niat positif.
kiat-kiat untuk tampil terbaik, sedapat mungkin Artinya, tindakan mempertunjukkan diri tersebut
mencapai tingkat kemasyuran tertentu. Kiat-kiat dilakukan semata-mata untuk memperoleh kepuasan

40
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

diri tanpa harus mengorbankan pihak lain atau dan dinamis. Dengan demikian, tumbuhnya tradisi
lawan. Sifat ajum biasanya muncul dalam tingkah- mabarung dalam seni pertunjukan di Kabupaten
polah para pembarung ketika melakukan aksi dalam Buleleng mengisyaratkan hadirnya sebuah konsep
penampilannya untuk dapat menarik penonton, dari suatu representasi budaya dalam bentuk
misalnya yang dilakukan oleh seorang penabuh percaturan makna-makna kehidupan, yang pada
terompong seperti terlihat dalam gambar di bawah gilirannya memberikan karakteristik pada suatu
ini. pandangan hidup (world-view) dalam bingkai
lokus budaya etnis. Hal yang disebut terakhir
menggiring persoalan ke arah pemahaman terhadap
ideologi mabarung seni pertunjukan di Kabupaten
Buleleng.

Ideologi adalah keberadaan suatu ide yang


menjadi suatu keyakinan individu atau kelompok
sosial teraktualisasi dalam rangka pencapaian tujuan
tertentu. Secara umum dapat dikatakan bahwa
ideologi adalah ide yang dipegang bersama oleh
kelompok sosial dalam kehidupan sehari-harinya
(Thwaites, 2009: 234). Ia merupakan sistem
kepercayaan dan sistem nilai serta representasinya
Gambar 1. Penabuh sedang mendemonstrasikan
permainan terompong (Sumber: Dokumen Nyoman dalam berbagai media dan tindakan sosial (Piliang,
Chaya, 2008). 2003: 18). Ini berarti bahwa ideologi sangat lekat
dengan pandangan hidup seseorang atau kelompok
Bahkan kadang kala muncul pula atraksi yang aneh- sosial yang terbingkai dalam sistem nilai budaya.
aneh, misalnya seorang pengendang memainkan Nilai budaya melibatkan keyakinan umum tentang
kendangnya sambil melambai-lambaikan tangan cara bertingkah laku yang diinginkan dan yang
seakan menari-nari dan berputar-putar dalam posisi tidak diinginkan serta tujuan atau keadaan akhir
duduk memangku kendang. Ada juga yang sambil yang diinginkan atau yang tidak diinginkan. Nilai
bediri mendemonstrasikan permainan kendang merupakan suatu keyakinan yang relatif stabil
yang dipegang dengan cara menggigitnya (biasanya tentang model-model perilaku spesifik yang
digantungkan di leher). diinginkan dan keadaan akhir eksistensi yang lebih
diinginkan secara pribadi atau sosial dari pada
Mabarung sebagai Representasi Ideologi model perilaku atau keadaan akhir eksistensi yang
Masyarakat Buleleng berlawanan atau sebaliknya (Lonner dan Malpass,
Lahirnya tradisi mabarung dalam seni pertunjukan 1994: 49).
di Buleleng merupakan sebuah representasi
budaya yang berakar pada suatu ideologi yang Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk
tertanam dalam masyarakat daerah Den Bukit. mengungkap permasalahan ideologi yang melandasi
(Piliang, 2003: 21) memberikan pengertian tentang kehadiran fenomena mabarung seni pertunjukan di
representasi (representation) sebagai suatu Kabupaten Buleleng diperlukan suatu penafsiran
tindakan menghadirkan atau mempresentasikan dengan mendudukkan mabarung sebagai sebuah
sesuatu lewat sesuatu yang lain di luar dirinya, teks budaya. Artinya, penjelasan terhadap
biasanya berupa tanda atau simbol. Sebagai fenomena mabarung didasarkan pada kemampuan
ajang kompetisi, aktivitas mabarung senantiasa dan tindakan interpretasi terhadap suatu gejala
menghadirkan penampilan yang mencerminkan kehidupan sosial melalui pendekatan budaya, di
semangat kreatif-inovatif. antaranya adalah dengan memperhatikan nilai,
simbol, saling ketergantungan antara pola-pola
Melalui ajang mabarung terbangun motivasi dan budaya dan kepribadian individual. Dalam hal ini
kiat-kiat yang berorientasi pada pemaknaan dari fenomena mabarung seni pertunjukan dipandang
perilaku kehidupan masyarakat yang kompetitif sebagai sebuah simbol dari suatu kebudayaan.

41
I Ketut Yasa (Aspek Organologis Grnder Wayang) MUDRA Jurnal Seni Budaya

Pendekatan ini mengacu pada teori Talcott Parson tingkah laku, tradisi, pranata sosial yang mengatur
yang menyebutkan kebudayaan sebagai suatu cara hidup suatu masyarakat. Pada lapisan yang
sistem simbol. Tentu hal ini tidak lepas dari konteks, terdalam setiap kebudayaan memiliki apa yang
kondisi, dan situasi jiwa zaman yang mengitarinya, disebut ethico-mythical nucleus yaitu kompleksitas
nilai-nilai yang paling asasi yang menjadi central
yang dalam perkembangannya pasti akan terbawa
point of reference bagi orang-orang yang hidup
oleh dinamika sosiokultural dalam bingkai dalam satu lingkup kebudayaan dan serentak menjadi
kontinuitas serta kesangupannya untuk berubah sumber inspirasi bagi kreativitasnya .
(Soedjatmoko, 1983: 60). Pola-pola kelakuan dalam
suatu masyarakat merupakan aktualisasi dari nilai- Hal itu berarti bahwa inti atau sentral dari segala
nilai kehidupan membudaya yang berada dalam ekspresi dalam kehidupan membudaya pada
suatu sistem simbol yang mempunyai arti bagi hakikatnya dijiwai oleh sistem nilai budaya yang
orang-orang yang menggunakannya. berlaku dalam ruang dan waktu. Sebagai suatu
landasan dalam kehidupan sosiokultural, sistem nilai
Menurut Parson, sebagaimana diungkapkan budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari
Bachtiar (1995), ada empat perangkat simbol adat, yaitu mengenai hal-hal yang dianggap amat
kebudayaan yang masing-masing memiliki fungsi bernilai dalam hidup manusia. Dengan demikian,
tersendiri bagi manusia-manusia yang bersangkutan mabarung seni pertunjukan, bagaimanapun juga
dalam tindakan antar mereka. Keempat perangkat adalah perwujudan dari kebudayaan masyarakat
simbol tersebut yaitu 1) simbol-simbol konstitutif Bali Utara yang berpangkal dari lapisan terdalam
yang terbentuk sebagai kepercayaan-kepercayaan (ethico-mythical nucleus), yakni tatanan nilai yang
dan biasanya merupakan inti dari agama; 2) simbol- tertanam dalam kehidupan budaya setempat.
simbol kognitif yang membentuk ilmu pengetahuan;
3) simbol-simbol penilaian moral yang membentuk Tradisi mabarung dalam seni pertunjukan merupakan
nilai-nilai dan aturan-aturan; dan 4) simbol-simbol sebuah produk seni budaya yang tumbuh seiring
pengungkapan perasaan atau simbol-simbol ekspresi dengan semangat jiwa zaman dalam suatu tatanan
(Bachtiar dalam Alfian, 1995: 66). Dalam kaitan nilai-nilai yang mengitarinya. Sedyawati (2007)
ini, mabarung seni pertunjukan termasuk dalam mengatakan di antara semua unsur kebudayaan,
kategori simbol ekspresi. kesenian paling menonjol dalam memberikan
kesan serentak mengenai ciri khas, tata nilai, dan
Sebagai produk budaya, aktivitas mabarung hadir selera suatu bangsa yang memiliki kebudayaan
sebagai bagian dari perwujudan suatu kebudayaan, yang bersangkutan, sehingga kesenian merupakan
yang menyentuh di antara wilayah tiga ranah cermin budaya. Oleh karena itu, representasi budaya
kebudayaan meliputi fakta mental (mantifact), dalam bentuk aktivitas mabarung seni pertunjukan
fakta sosial (sociofact), dan akhirnya pada tataran yang lahir di daerah Kabupaten Buleleng, niscaya
benda-benda yang dihasilkan manusia (artifact). merupakan ungkapan nilai-nilai yang berlaku pada
Kebudayaan mewujud ke dalam 1) kompleksitas ide- situasi dan kondisi sosial-budaya setempat yang
ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, notabene memberikan pengaruh terhadap intensitas
dan sebagainya; 2) kompleksitas aktivitas kelakuan gagasan ideologis yang terbangun dalam kehidupan
berpola manusia dalam masyarakat; dan 3) benda- masyarakatnya. Dalam kaitan ini, Pitirim Sorokin
benda hasil karya manusia (Koentjaraningrat, (dalam Johnson, 1986: 96-02) menyatakan bahwa
1993: 2). Terkait dengan hal ini, Kleden (1998: 5) kunci untuk memahami kenyataan sosial-budaya,
memberikan gambaran tentang kebudayaan dengan di antaranya adalah dengan memperhatikan nilai,
menyitir pikiran Paul Ricoeur, yang menjelaskan simbol, saling ketergantungan antara pola-pola
tiga lapis pengertian kebudayaan seperti berikut. budaya dengan kepribadian individual, serta
Pada lapis pertama, kebudayaan dapat dipandang
mengidentifikasi tema-tema yang mendasar yang
sebagai kumpulan benda-benda yang dihasilkan oleh
sekelompok orang yang hidup bersama dalam suatu
tercermin dalam pelbagai bidang kreativitas budaya
masyarakat: rumah, sawah, tenunan, puri, perahu, dan tindakan manusia lainnya.
dan sebagainya. Pada lapisan yang lebih dalam kita
menemukan sistem nilai, lambang-lambang, pola Sebagai simbol ekspresi budaya masyarakat
Buleleng secara simultan mabarung seni

42
memberikan pengaruh terhadap intensitas gagasan ideologis yang terbangun dalam kehidupan
masyarakatnya. Dalam kaitan ini, Pitirim Sorokin (dalam Johnson, 1986: 96-02) menyatakan bahwa kunci
Volume 30, 2015 memahami kenyataan sosial-budaya, di antaranya adalah dengan memperhatikan
untuk MUDRA Jurnal Seni
nilai,Budaya
simbol, saling
ketergantungan antara pola-pola budaya dengan kepribadian individual, serta mengidentifikasi tema-tema
yang mendasar yang tercermin dalam pelbagai bidang kreativitas budaya dan tindakan manusia lainnya yang
penting.
pertunjukan terkait dengan simbol-simbol budaya pentingnya penempatan ideologi dalam konteks
lainnya di bawah payung tatanan nilai yang tertanam sosial historisnya, sebab studi ideologi tidak dapat
melalui Sebagai simbol ekspresi
proses pembentukan budaya
suatu masyarakat Buleleng
kebudayaan. secara
dipisahkan analisismabarung
darisimultan seni pertunjukan
sosial historis terhadap terkait
dengan simbol-simbol budaya lainnya di bawah payung tatanan nilai yang tertanam melalui proses
Proses ini otomatis membangun iklim kehidupan bentuk-bentuk dominasi yang terangkum dalam
pembentukan suatu kebudayaan. Proses ini otomatis membangun iklim kehidupan yang kemudian menjadi
yang kemudian menjadi referensi terciptanya makna (Thompson, 2007: 207). Upaya identifikasi
referensi terciptanya berbagai produk budaya dalam bentuk-bentuk simbolis, baik dalam tataran konstitutif,
berbagai produk budaya dalam bentuk-bentuk terhadap landasan ideologi yang menjelma ke
kognitif, evaluatif, maupun dalam bentuk simbol ekspresi, seperti yang teraktualisasikan dalam aktivitas
simbolis,mabarung
baik dalamseni tataran
pertunjukan. Dengan demikian,dalam
konstitutif, kognitif, mabarung ideologi
aktivitaspenempatan
pentingnya seni pertunjukan dapat sosial-
dalam konteks
evaluatif,historisnya,
maupun dalamsebabbentuk
studi simbol
ideologiekspresi, digambarkan
tidak dapat dipisahkan dari ke dalamsosio
analisis model sepertiterhadap
historis tersaji dalam
bentuk-bentuk
seperti yang teraktualisasikan dalam aktivitas skema berikut ini.
dominasi yang terangkum dalam makna (Thompson, 2007: 207). Upaya identifikasi terhadap landasan
mabarungideologi
seni pertunjukan.
yang menjelma Dengan
ke dalam demikian,
aktivitas mabarung seni pertunjukan dapat digambarkan ke dalam model
seperti tersaji dalam skema berikut ini.
Proses pembentukan kebudayaan

aan

Tatanan nilai budaya dalam Budaya masyarakat Buleleng


masyarakat Buleleng dalam sistem simbol

Ideologi mabarung seni


pertunjukan

Mabarung seni pertunjukan

Skema
Skema 1.1.Komponen
Komponenbudaya
budayadalam
dalamproses
prosesrepresentasi
representasiideologi
ideologimasyarakat
masyarakatKabupaten
KabupatenBuleleng ke dalam mabarung
Bulelengke
dalam mabarung seni pertunjukan. seni pertunjukan.

Analisis terhadap rangkaian fenomena yang melatarbelakangi kehadiran budaya mabarung seni pertunjukan
Analisis terhadap rangkaian fenomena yang bahwa tekanan politik penjajahan kolonial tentu
di Kabupaten Buleleng dilakukan melalui tindakan interpretasi dengan metode analisa ideologi sebagaimana
melatarbelakangi
dikemukakan kehadiran
Thompson (2007:mabarung
budaya 207-208), yaknimembangkitkan semangat
tiga fase dasar analisis masyarakat
ideologi, Buleleng
meliputi: analisis sosial-
seni pertunjukan di Kabupaten Buleleng dilakukan
historis, analisis wacana, dan tindakan interpretasi. untuk mencita-citakan suatu kebebasan.
melalui tindakan interpretasi dengan metode analisa
ideologi Secara
sebagaimana dikemukakan
sosial-historis Thompson
dapat diungkap Menurut
bahwa proses sejarah,
tumbuh Buleleng adalah
dan berkembangnya tradisiwilayah
mabarung seni
(2007: 207-208),
pertunjukan yakni
(MGK) tigadifase dasarterkait
Buleleng analisis
langsungkerajaan di Balikelahiran
dengan sejarah yang pertama kali mengibarkan
Gong Kebyar di Buleleng sekitar
ideologi, tahun
meliputi:
1915.analisis
Adapun sosial-historis, analisis
situasi kehidupan semangat
sosial budaya padaperang melawan
masa itu diwarnaipenjajah Belanda
oleh sistem untuk politik
kekuasaan
wacana, dan tindakan interpretasi. membebaskan diri dari tekanan politik kolonialisme.
kolonial Belanda dimana Buleleng menjadi pusat administrasi pemerintahan. Dapat dipahami bahwa tekanan
politik penjajahan kolonial tentu membangkitkan Hal semangat
ini ditandaimasyarakat
dengan peristiwa
BulelengPerang
untukBuleleng
mencita-citakan
Secara sosial-historis dapat diungkap bahwa proses
suatu kebebasan. yang berakhir dengan jatuhnya benteng pertahanan
tumbuh dan berkembangnya tradisi mabarung seni di Desa Jagaraga pada tanggal 19 April 1849, dan
Menurut sejarah, Buleleng adalah
pertunjukan (MGK) di Buleleng terkait langsung wilayah kerajaan di Bali
di Desa yangtanggal
Banjar pertama25kali mengibarkan
September 1868semangat
dengan perang
melawan
dengan sejarah penjajah
kelahiran GongBelanda
Kebyaruntuk memebebaskan
di Buleleng diri dari tekanan
kemenangan di pihakpolitik kolonialisme.
Belanda. Selain itu,Haljauh
ini ditandai
sekitar tahun 1915. Adapun situasi kehidupan sosial sebelumnya, Buleleng telah mengalami proses
budaya pada masa itu diwarnai oleh sistem kekuasaan mobilisasi kehidupan sosiokultural yang mencirikan
politik kolonial Belanda dimana Buleleng menjadi tentang sikap keterbukaan warga masyarakatnya
pusat administrasi pemerintahan. Dapat dipahami untuk memperoleh kebebasan. Hal ini terungkap
dalam Sejarah Bali (1980) yang menyebutkan

43
I Ketut Yasa (Aspek Organologis Grnder Wayang) MUDRA Jurnal Seni Budaya

bahwa kerajaan Buleleng sebagai salah satu kerajaan boelelengais artinja caprice, dari, ataoe kepoenjaan
di Bali yang pertama-tama ingin memisahkan diri negeri Boeleleng sebagai sindiran (Balyson, 1934:
dari wilayah pusat kekuasaan raja-raja di Bali yang 191).
berada di istana kerajaan Klungkung (Team, 1980:
68-85). Hal ini dapat ditafsirkan sebagai suatu wacana
yang memberi makna tentang nilai-nilai kebebasan.
Pada umumnya tekanan sosial yang terjadi dalam Nilai kebebasan tergambarkan ketika Balyson
suatu kehidupan masyarakat melahirkan tindakan- menyinggung tentang sifat orang Buleleng yang
tindakan responsif (sebagaimana diklaim dalam berubah-ubah, jani kene nyanan keto (sekarang
teori challenge and respond) sehingga muncul suatu begini nantinya begitu), tusing enteg (tidak tetap
gagasan yang mengarah pada nilai kebebasan. pendirian), celiak-celiuk (berbelak-belok kesana-
Upaya-upaya untuk menemukan kebebasan ini kemari), ngeliunang bikas (bertingkah yang aneh-
teraktualisasi di antaranya ke dalam bentuk aksi aneh). Balyson juga menginformasikan tentang
sosial berupa gerakan atau tindakan pragmatis penampilan sekaa-gong dari Desa Bubunan (pada
seperti halnya yang terjadi ketika meletusnya zamannya) sengaja membuat pola-pola ke luar dari
peristiwa Perang Buleleng dan Perang Banjar aturan-aturan atau hitungan gending yang sudah
melawan Belanda. ada, seperti dinyatakan sebagai berikut.
Penonton di Boeleleng amat heran oleh karena gong
Dalam nuansa kehidupan yang sama, tidak menutup ini terlampaoe koeat tentang karang-mengarang,
gong-gong yang lain meniroe tabiatnja... Segala
kemungkinan munculnya ungkapan pengalaman
apa dikemoekakan, dan dipandang bagoes olehnja,
bathiniah yang tertuang ke dalam bentuk ekspresi ditiroe oleh teman-temannja, tidak dengan sedikit
seni budaya. Oleh karenanya, tindakan kreatif- kritik djoeapoen. Si poeblik asik mendengarnja,
inovatif yang melahirkan seni gaya kebyar, menyusul ditarik hatinja dengan sekeras-kerasnja oleh tabiat si
aktualisasinya ke dalam aktivitas mabarung seni Boeboenan jang penghabisan; memang adjaib benar
pertunjukan (Gong Kebyar) dapat diinterpretasikan kedengaran soeara boenji-boenjian jang berganti-
sebagai ungkapan nilai yang bernafaskan suatu ganti dimainkan. Akan tetapi lambat laoen, entah apa
pemberontakan dalam rangka mengusung cita- sebabnja si poeblik Boeleleng (oleh sebab penjakit
cita kebebasan. Ini berarti, landasan ideologi bosan?) memalingkan moekanja dari pada djenis
lahirnya tradisi mabarung seni pertunjukan di mode ini, ...tidak setoedjoe lagi dengan djenis
muziek jang berazas perhitoengan (Balyson, 1934:
Buleleng terkait dengan sikap masyarakat Buleleng
195).
yang ingin menunjukkan eksistensi dirinya melalui
kegiatan seni budaya dengan mengusung citra
kebebasan. Di kalangan pemerhati seni di daerah Buleleng
termasuk para senimannya, rata-rata melontarkan
Keberadaan ekspresi budaya dalam wujud mabarung wacana tentang watak masyarakat Buleleng yang
seni pertunjukan di Buleleng telah membangun suatu memiliki sifat ajum. Predikat ajum selalu melekat
wacana tentang sikap masyarakat yang bermukim ketika para seniman Buleleng tampil di ajang
di daerah Den Bukit (Bali Utara). Dalam kaitan mabarung, seperti diungkapkan oleh I Made Toya
ini, Balyson (1934) menyebut bahwa masyarakat (81 tahun) dan I Made Teken (60 tahun) sebagai
Buleleng berpenyakit Caprice bulelengais dengan berikut.
Lamon tusing ngelah keneh ajum, lakar tusing
menunjuk masyarakat Den Bukit cepat bosanan nyidaang mangunang gong, apa buin lakar anggon
sehingga selalu menginginkan segala sesuatu yang mabarung (kalau tidak punya rasa ajum, tidak
bersifat aneh dan baru. Balyson mengatakan: akan bisa membangun atau menghidupkan kegiatan
Seorang-orang ataoe soeatoe barang atau kedjadian (kesenian) gong, apalagi akan digunakan untuk
bersifat capricieus, kalaoe sifatnja pada tiap-tiap mabarung). Lamon mabarung, mesti metelah-
waktoe selaloe berlainan, lekas bersalin kemaoean telahan ngedengang ajum (kalau tampil sebagai
(orang Bali membilang: djani kene njanan keto, peserta mabarung, harus habis-habisan menunjukkan
toesing enteg, tjeliak-tjelioek, ngelioenang bikas suatu kebanggaan diri atau ajum) (Wawancara
dsb). Publiek di negeri Boeleleng agak bersifat tanggal 25 Juli 2010 dan 17 Oktober 2008).
capricieus; oleh karena karangan ini mengenai hal
muziek, penoelis sebutkan djenis penjakit ini caprice

44
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

Berdasarkan analisis sosial-historis dan analisis DAFTAR RUJUKAN


wacana sebagaimana dipaparkan di atas dapat
diinterpretasikan hadirnya suatu makna.Tentu Alfian (Eds.). (1995), Persepsi Masyarakat Tentang
hasilnya adalah sebuah hasil interpretasi, yang Kebudayaan, PT Gramedia, Jakarta.
dalam konteks pembahasan ini diupayakan dapat
terangkum butir-butir yang menjadi gagasan Althusser, Louis. (2005), Tentang Ideologi,
ideologis lahirnya tradisi mabarung seni pertunjukan Marxisme Strukturalis, Psikoanalisis dan Cultural
di Buleleng. Dengan demikian dapat dirumuskan Studies (terjemahan dari Essay on Ideology),
bahwa lahirnya mabarung seni pertunjukan di Jalasutra, Yogyakarta.
Buleleng berpangkal pada ideologi kebebasan dan
ideologi eksistensi diri. Balyson. (1934), Gong-Gede (Kebjar) dalam
majalah Bhawanagara No. 11-12, terbitan April-
SIMPULAN Mei 1934.

Mabarung seni pertunjukan terbangun dalam Barker, Chris. (2005), Cultural Studies: Teori dan
bentuk kompetisi yang menampilkan dua atau lebih Praktik, PT. Bentang Pustaka, Bandung.
kelompok/grup kesenian masing-masing berpacu
untuk tampil terbaik, sedapat mungkin mencapai Chaya, I Nyoman. (1990), I Mario, Printis
tingkat kemasyhuran tertentu. Representasi budaya Pembaharuan Tari Bali (Tesis Program Magister
yang terungkap ke dalam penampilan mabarung seni S-2), Program Studi Sejarah Jurusan Ilmu-Ilmu
pertunjukan di Buleleng dapat diidentifikasi sebagai Humaniora, Fakultas Pascasarjana Universitas
suatu pencitraan diri, terungkap dalam tindakan Gadjah Mada, Yogyakarta.
majengah-jengahan, tampil beda, dan ungkapan
sifat ajum (kebanggaan diri) yang melekat pada _______________. (2002), Kebyar Trompong:
sikap masyarakat Buleleng pada umumnya.. Menguak Citra Kebebasan Individual dalam
Kehidupan Kreativitas Tari Bali dalam Jurnal
Ideologi yang melandasi lahirnya tradisi budaya Dewaruci Volume I, No. 2 Oktober 2002, Program
dalam aktivitas mabarung seni pertunjukan di Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Seni Indonesia
Buleleng adalah ideologi kebebasan dan eksistensi Surakarta, Surakarta.
diri. Ideologi kebebasan menunjuk pada peluang
kebebasan seniman dalam merepresentasikan diri, Dibia, I Wayan (Eds.). (2008), Seni Kakebyaran,
baik melalui ekspresi artistik maupun non artistik. Bali Mangsi Foundation, Denpasar.
Ideologi eksistensi diri menunjuk pada kemampuan
(kreativitas) yang terepresentasikan ke dalam _____________. (2009), Seni dan Budaya
tindakan majengah-jengahan, tampil beda, dan Buleleng, Kebanggaan atau Beban Masyarakat?,
ungkapan sifat ajum. dalam Konferensi dan Festival Internasional
Budaya Bali Utara 2009, 30 Juli sampai dengan 2
Kini, eskalasi perkembangan dunia modern telah Agustus 2009 di Buleleng.
menyeret segala aspek sosiokultural menuju ke
suatu pola integrasi kehidupan yang bernaung dalam Goris, R. (tt). Bali, Atlas Kebudayaan, Pemerintah
bingkai kesejagatan sebagaimana dikenal dengan Republik Indonesia.
era globalisasi. Tentu, hal ini membawa dampak
terhadap perkembangan seni dan budaya sehingga Hardjana, Andre. (1983), Kritik Sastra Sebuah
tidak menutup kemungkinan landasan ideologi Pengantar, PT. Gramedia, Jakarta.
yang diterapkan dalam aktivitas mabarung seni
pertunjukan pun terbawa arus perubahan seiring Johnson, Doyle Paul. (1986), Teori Sosiologi Klasik
dengan situasi tuntutan jiwa zaman. dan Modern, PT Gramedia, Jakarta.

45
I Ketut Yasa (Aspek Organologis Grnder Wayang) MUDRA Jurnal Seni Budaya

Kleden, Leo. (1998), Mencari Wajah Indonesia Sukerta, Pande Made. (2004), Perkembangan Gong
dalam Pergeseran Paradigma Kebudayaan, dalam Kebyar di Kabupaten Buleleng, Perubahan dan
Seminar Seni Pertunjukan Indonesia 1998-2001 Kontinuitasnya (Disertasi Program Doktor S-3)
Seri I, bulan Nopember 1998 di Kampus Institut Program Studi Kajian Budaya, Universitas Udayana
Seni Indonesia Surakarta, Surakarta. Denpasar, Denpasar.

Koentjaraningrat. (1993), Kebudayaan, Mentalitas, Sutrisno, Mudji SJ, Fx. dan Christ Verhaak SJ.
dan Pembangunan, PT Gramedia, Jakarta. (1993), Estetika, Filsafat Keindahan, Kanisius,
Yogyakarta.
Lonner, W.J. dan Malpass, R. (1994), Psychology
and Culture, Allyn and Bacon, Inc., Boston. Takwin, Bagus. (2003), Akar-Akar Ideologi,
Pengantar Kajian Konsep Ideologi dari Plato
McPhee, Colin. (1966), Music In Bali, A Study of Hingga Bourdieu, Jalasutra, Yogyakarta.
Form and Instrumental Organization in Balinese
Orchestral Music, Yale University Press, New Team Penyusun Naskah dan Pengadaan Buku
Haven and London. Sejarah Bali, (1980). Sejarah Bali. Pemerintah
Daerah Tk. I Bali, Denpasar.
Murgiyanto, Sal. (1996). Cakrawala Pertunjukan
Budaya, Mengkaji Batas dan Arti Pertunjukan Thompson, John B. (2007), Analisis Ideologi,
dalam Seni Pertunjukan Indonesia. Jurnal Kritik Wacana Ideologi-Ideologi Dunia, IRCiSoD,
Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI), Jogjakarta.
Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta.
Triguna, Ida Bagus Gde Yudha. (1993), Estetika
Parker, De Witt H. (tt). Dasar-Dasar Estetik, ASKI Hindu dan Pembangunan Bali, Program Magister
Surakarta, Surakarta. Ilmu Agama dan Kebudayaan Universitas Hindu
Indonesia, Widya Dharma, Denpasar.
Piliang, Yasraf Amir. (2003), Hipersemiotika: Tafsir
Cultural Studies Atas Matinya Makna, Jalasura, Thwaites, Tony, Lloyd Davis, Warwick Mules.
Yogyakarta. (2009), Introducing Cultural and Media Studies:
Sebuah Pendekatan Semiotik, Jalasutra, Yogyakarta
Sastrapratedja (Eds.). (1982), Manusia dan Bandung.
Multidimensional, Sebuah Renungan Filsafat. PT.
Gramedia, Jakarta. Nara Sumber:
Teken, I Made. (60 th.), Pengrawit, wawancara
Simpen AB, I Wayan. (1979), Sejarah Perkembangan tanggal 25 Juli 2010 di rumahnya, Desa Kalisada,
Gong Gede (Stensilan), Denpasar, 19 Desember Seririt, Buleleng, Bali.
1979.
Toya, I Made. (81 th.). Penari, wawancara tanggal
Sedyawati, Edi. (2007), Keindonesiaan dalam 17 Oktober 2008 di rumahnya, Desa Lokapaksa,
Budaya, Wedatama Widya Sastra, Jakarta. Seririt, Buleleng, Bali.

Soedjatmoko. (1983), Dimensi Manusia dalam Sumiasa, I Putu. (77 th.), Pengrawit, wawancara
Pembangunan, LP3ES, Jakarta. tanggal 12 Nopember 2008 di rumahnya, Desa
Kedis, Busungbiu, Buleleng, Bali.

46
Volume 30, 2015 VolumeMUDRA Jurnal
30, Nomor Seni Budaya
1, Pebruari 2015
p 47 - 56
ISSN 0854-3461

Estetika Randai Analisis Tekstual dan Kontekstual

SRI RUSTIYANTI

Jurusan Seni Tari,


Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung, Indonesia.
E-mail: rustiyantisri@yahoo.com

Tulisan ini mengungkap tekstual dan kontekstual Randai, di antaranya, analisis terhadap gerak galombang
randai, analisis karakter tokoh anak randai, dan sebagai akhir dari rangkaian penelitian ini, mengungkapkan
nilai-nilai yang terdapat pada Randai sebagai realitas budaya, yang pada prinsipnya merupakan bagian yang
tak dapat dipisahkan dari eksistensi masyarakat Minangkabau sebagai penyangga kebudayaan. Ragam
gerak yang digunakan dalam gerak galombang randai itu kiranya tidak hanya sekedar hiasan keindahan
gerak belaka (tangibel), namun ia dapat diterjemahkan, sekaligus merupakan simbol atau lambang yang
bermakna mendidik (intangibel), dan dapat menjadi teladan dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat
adat di Minangkabau.

The Analysis Textual and Contextual af Aesthetic Randai

This paper reveals textual and contextual Randai, among other things, an analysis of Gerak Galombang
Randai, an analysis of the character of Anak Randai, and at the end of the study series, to reveal the
values contained in Randai is a cultural reality, which in principle is an inseparable part of the existence
of Minangkabau communuty as the cultural support. The variety of motion used in Gerak Galombang
Randai is not only a decoration of the motion beauty (tangibel), but it also can be translated, as well as a
symbol or emblem that has educational meanings (intangibel), and can be an example of the daily life of
the indigenous Minangkabau society.

Keywords: Aesthetic, Minang dance, Randai, and textual-contextual analysis.

Analisis tekstual, pembahasan unsur-unsur lain yang didominasi ilmu antropologi. Sesuai
suatu kesenian yang dapat menerangkan bahwa dengan bidangnya bersifat humaniora, yaitu ilmu
keseluruhan arti dan makna simbol dapat dibedakan, yang ingin memahami segala aktivitas manusia
namun arti dan makna simbol-simbol itu tidak dalam hubungannya sosial budaya, maka ciri
dapat dipisahkan. Manusia dapat membedakan arti pendekatannya besifat holistik (Hadi, 2007: 97).
dan makna simbol melalui kebudayaan (Liliweri, Analisis kontekstual, pembahasan yang terbangun
2011: 4). Begitu pula dengan kesenian Randai dari susunan tekstual yang dapat menggambarkan
secara tekstual berkaitan dengan segi-segi teknik makna dan simbolik yang dapat dianalisis dari
yang menentukan ciri-ciri Randai dan bagi yang aspek latar belakang budaya Minangkabau, aspek
menonton memberikan sesuatu pengalaman melihat keberadaan agama Islam di Minangkabau, aspek
yang bersifat kesenirupaan. Antara lain: seni tari, sejarah Minangkabau, aspek kesenian Minangkabau,
seni musik, seni vokal, seni drama, seni sastra, dan dan sebagainya. Makna dalam pemahaman
seni rupa. kontektual adalah sesuatu yang terjadi dalam
interaksi subjek dan objek, sehingga ditemukan
Analisis kontekstual terhadap seni tari artinya hal-hal baru setelah pengamatan secara mendalam
fenomena seni itu dipandang dengan disiplin ilmu sebagai pengayaan makna (Gadamer, 2004: 27).

47
Sri Rustiyanti (Estetika Randai Analisis Tekstual dan Kontekstual) MUDRA Jurnal Seni Budaya

ESTETIKA RANDAI

Analisis Tekstual
1. Seni tari (pencak silat)
Masyarakat Minangkabau, menyebutkan kata tari
diartikan sebagai laku olah gerak dan rasa, yang
dikenal dengan sebutan pamenan (permainan)
yang memiliki akar gerak ilmu beladiri pancak
(Sedyawati, 1998: 72; Murgiyanto, 1991: 276;
Maryono, 1998: 9; Nor, 1986: 26). Motif-motif gerak
dalam Randai mencakup gerak tari, gerak pencak,
dan gerak silat. Randai memiliki unsur-unsur dan Gambar 1. Gerakan serang tangkis yang sering digunakan
ciri-ciri tari, meskipun dengan cara penyajian yang dalam gerak galombang randai (Sumber: koleksi Sri
berbeda. Adapun ciri-ciri umum yang terkandung Rustiyanti, 2002)
dalam tari, antara lain: (1) ekspresi manusia secara
artistik, (2) gerak yang dilakukan oleh manusia, (3)
gerak yang berpola dan berbentuk, (4) gerak stilasi,
(5) mengandung ritme, (6) di dalam ruang, (7)
mempunyai simbol atau arti, dan (8) menyampaikan
pesan. Seringkali pengertian ini tidak terlepas
adanya unsur cerita, dialog, nyanyian, akrobatik,
demonstrasi kekebalan (Sedyawati, 1981: 69, dan
Kapita Selekta, 1984: 111). Penggunaan gerak
dalam gerak gelombang Randai adalah pencak
silat dengan penekanan aspek bentuk dasarnya
pada sikap dan unsur gerak kaki. Sedangkan aspek
dinamik dan kualitas gerak mengalami perubahan
sesuai dengan tujuan. Sebuah gerak pencak dapat Gambar 2. Gerak sauek dan gerak sudueng untuk
menjadi lebih keras, tajam, dan cepat apabila menangkis dan menyerang (Sumber: koleksi Sri Rusti
digunakan dalam bersilat, sebaliknya menjadi yanti, 2002).
lemah dan tidak terlalu tajam apabila dipakai dalam
tari. Berdasarkan filsafat alam (alam berkembang Dengan dasar-dasar silat tersebut, setelah mengalami
jadi guru), semua tingkah laku hewan dapat diambil proses penggarapan muncul gerak silat sebagai dasar
sebagai nama-nama gerak, yaitu aliran silat Kucing bagi seniman Minangkabau untuk menata menjadi
Siam, Harimau Campo, Kambing Hitam, dan Anjing suatu bentuk susunan tari. Pencak mempunyai
Mualim (Jamal, 1985: 17). dua pengertian, yaitu sebagai tarian dan sebagai
permainan. Pencak sebagai tarian merupakan gerak
Selain aliran silat tersebut, ada beberapa inti silat tari yang diwarnai pencak yang pelaksanaannya
Minangkabau, yaitu langkah tigo, langkah ampek, seirama dengan karawitan, sedangkan pencak
dan langkah sambilan. Dari dasar silat ini muncul sebagai permainan dilakukan oleh dua orang dengan
beberapa macam gaya silat menurut daerah masing- melakukan perkelahian bergaya silat, secara fisik
masing dengan menyebutkan nama-nama daerah di pemain berhadapan satu lawan satu dengan gerak
mana silat itu berkembang, di antaranya silat Lintau, saling menyerang, tetapi tidak bersinggungan atau
silat Pangian, silat Kumango, silat Sitaralak, silat tidak bersentuhan, sehingga lebih ditentukan oleh
Gunuang, silat Pariaman, dan silat Pesisir. penyesuaian dengan gerakan lawan yang sedang
dihadapi.

48
diwarnai pencak yang pelaksanaannya seirama dengan karawitan, sedangkan pencak sebagai permainan
dilakukan
Volume 30, oleh
2015 dua orang dengan melakukan perkelahian bergaya silat, secara fisik pemainJurnal
MUDRA berhadapan satu
Seni Budaya
lawan satu dengan gerak saling menyerang, tetapi tidak bersinggungan atau tidak bersentuhan, sehingga
lebih ditentukan oleh penyesuaian dengan gerakan lawan yang sedang dihadapi.

2.
2. Seni
Senimusik
musik(alat-alat karawitan)
(alat-alat karawitan) galembong (tepuk pada celana yang mempunyai
Pada dasarnya Randai dapat diiringi alat-alat musik
Pada dasarnya Randai dapat diiringi alat-alat musik tradisional pisak yang
atau lebar), tepuksekali.
tidak sama tangan, tepukRandai,
Dalam paha, tepuk
alat-
tradisional atau tidak sama sekali. Dalam Randai, kaki, tepuk siku, petik jari, dan
alat musik tradisional dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu musik internal dan musik eksternal. Musik hentakan kaki.
alat-alat
internal musik tradisional
yaitu musik yangdapat dibagi menjadi
dilahirkan dua tubuh
oleh anggota Musik eksternal
manusia, yaitu
seperti bunyialat-alat musik galembong
dari tapuak tradisional
bagian, yaitucelana
(tepuk pada musikyang
internal dan musik
mempunyai eksternal.
pisak yang lebar), Minangkabau, sepertipaha,
tepuk tangan, tepuk saluang,
tepukbansi, talempong,
kaki, tepuk siku,
Musik internal
petik jari, yaitu musik
dan hentakan yang dilahirkan
kaki. Musik oleh alat-alat
eksternal yaitu canang,
musikgandang, danMinangkabau,
tradisional rabab. seperti saluang,
bansi, talempong,
anggota canang,seperti
tubuh manusia, gandang,
bunyi rabab.
dandari tapuak

2 3

4 5

8 6

Keterangan :
Keterangan :
1. Talempong melodi; 2.Talempong dasar; 3. Talempong tinggi; 4. Canang dasar; 5. Canang tinggi; 6. Gandang 1; 7. Gandang
2; 8. Bansi. 1. Talempong melodi; 2.Talempong dasar; 3. Talempong tinggi;
4. Canang dasar; 5. Canang tinggi; 6. Gandang 1;
Gandang instrumen
Gambar 3. 7.Komposisi 2; 8. Bansi.
musik Talempong kreasi (ilustrasi: Ardipal, 2011).
Gambar 3. Komposisi instrumen musik Talempong kreasi
(ilustrasi: Ardipal, 2011).
Peranan alat musik dalam Randai pada hakikatnya adalah sebuah komposisi bunyi yang cukup sederhana
dengan strukturnya, dan tidak semua alat musik dapat sesuai dan dipakai sebagai musik pengiring Randai.
Kalau diamati
Peranan hubungan
alat musik dalamgerak
Randaidan musik
pada pada sebuah musik
hakikatnya Randai,tersebut
maka musik
terdiri berperan sebagai
dari seorang berikut:
peniup 1)
sarunai,
Musik sebagai
adalah sebuahpartner Randai,bunyi
komposisi yaitu memberikan
yang cukup pola-pola tiga ritme
orangdan meloditalempong,
pemukul yang sesuaidandengan
sepuluhtuntutan
orang
gerak gelombang; 2) Musik yang melatarbelakangi
sederhana dengan strukturnya, dan tidak semua gerak tokoh lakon cerita; dan 3) Musik yang
pemukul tambur (masing-masing pemukul tambur memberikan
ilustrasi
alat musiksesuai dengan
dapat sesuaiaspek-aspek
dan dipakaidramatis
sebagai yang
musikterdapatmembawa
dalam cerita Randai.
sebuah tambur yang mempunyai ukuran
pengiring Randai. Kalau diamati hubungan gerak dan yang berbeda-beda).
Kehadiran
musik padabunyi musik
sebuah tradisional
Randai, memang
maka musik tidak mutlak meskipun cukup penting untuk pemberi semangat
berperan
dalam gelombang Randai, sehingga menjadi lebih hidup dan bergairah. Selain difungsikan untuk mengiringi
sebagai berikut: 1) Musik sebagai partner Randai, 3. Seni vokal (dendang/lagu)
gerak gelombang, juga berperan untuk membuka dan menutup acara pertunjukan Randai. Alat musik
yaitu memberikan pola-pola ritme dan melodi yang Secara umum, dendang dapat dibagi menjadi dua
pemanggil dalam pertunjukan Randai sebagai pemberitahu bahwa saat itu akan diadakan pertunjukan
sesuai dengan tuntutan gerak gelombang; 2) Musik jenis, yaitu dendang ratok dan dendang gembira.
Randai. Pemain musik tersebut terdiri dari seorang peniup sarunai, tiga orang pemukul talempong, dan
yang melatarbelakangi
sepuluh orang pemukulgerak
tambur tokoh lakon cerita; dan
(masing-masing pemukul Dilihat dari bentuk
tambur membawa melodinya,
sebuah dendang
tambur yang ratok
mempunyai
3) Musik yang memberikan
ukuran yang berbeda-beda). ilustrasi sesuai dengan termasuk dendang yang berirama bebas, sedangkan
aspek-aspek dramatis yang terdapat dalam cerita kalau dilihat dari unsur syair atau isi pantunnya,
Randai.
3. Seni vokal (dendang/lagu) terlihat bahwa dendang ratok berisi ungkapan
Secara umum, dendang dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perasaan yangratok
dendang gundahdan dan sedih,gembira.
dendang yang meratapi
Dilihat
Kehadiran bunyi musik tradisional memang tidak nasib sambil berdendang
dari bentuk melodinya, dendang ratok termasuk dendang yang berirama bebas, sedangkan kalau dilihat (maratok). Dendang
dari
mutlak meskipun
unsur syair atau isicukup penting
pantunnya, untukbahwa
terlihat pemberidendang gembira merupakan
ratok berisi ungkapan ungkapan
perasaankegembiraan,
yang gundahsyairdan
semangat
sedih, yangdalam gelombang
meratapi Randai,berdendang
nasib sambil atau pantun-pantun
sehingga (maratok). Dendang gembira yang dilantunkan,
merupakan umumnya
ungkapan
menjadi
kegembiraan,lebih
syairhidup dan bergairah.
atau pantun-pantun Selain
yang dilantunkan, berisi
umumnya ungkapan
berisi sukacita.
ungkapan sukacita.
difungsikan untuk mengiringi gerak gelombang,
juga berperan untuk membuka dan menutup acara Dendang berarti lagu, berdendang berarti bernyanyi.3
pertunjukan Randai. Alat musik pemanggil dalam Dendang termasuk salah satu seni musik tradisi
pertunjukan Randai sebagai pemberitahu bahwa Minangkabau yang berbentuk vokal (suara yang
saat itu akan diadakan pertunjukan Randai. Pemain dihasilkan oleh manusia). Dendang adalah suara

49
Sri Rustiyanti (Estetika Randai Analisis Tekstual dan Kontekstual) MUDRA Jurnal Seni Budaya

yang dilagukan manusia dan sangat berfungsi daripada bentuk sastra yang lain (Brahim, 1968:
dalam pelaksanaan sebuah Randai. Suara dendang 47). Menurut Ommaney, bahwa akting merupakan
itu untuk memberi batas peralihan dari adegan keselarasan yang sempurna antara suara dan tubuh
satu ke adegan berikutnya dan untuk menjelaskan untuk menciptakan suatu lakon. Suara ketika
jalan cerita Randai yang tidak begitu penting untuk melontarkan berbagai macam dialog dan tubuh
didialogkan antara para tokoh lakon cerita, sehingga melahirkan berbagai macam gerak, semua itu
dengan dendang jalan cerita tidak terputus dan dapat selaras dan memberi gambaran seorang tokoh yang
diikuti melalui syair dendang yang dinyanyikan dibawakan (Hamzah, 1985: 64).
oleh pendendang (orang yang melagukan dendang).
Namun ada juga pendapat lain yang mengatakan Penokohan adalah proses penampilan tokoh sebagai
bahwa kehadiran dendang dalam Randai berfungsi pemeran dalam suatu cerita, sedangkan pelaku
sebagai pengatur cerita dari satu adegan ke adegan yang melakukan peran tokoh pelaku. Tokoh atau
berikutnya. karakter merupakan bahan baku yang paling aktif
sebagai penggerak jalan cerita, menjalin alur cerita,
Jenis dendang yang digunakan dalan Randai dan pembentuk alur cerita (Soedirosatoto, 1989:
tergantung dari jumlah legaran (adegan) cerita 39). Oleh karena itu, seseorang dalam memainkan
Randai. Sekarang sudah menjadi kesepakatan bagi karakter harus mampu menampilkan citra tokoh
seluruh seniman Randai, bahwa dendang yang seorang pelaku dalam memerankan karakter tokoh
digunakan akan selalu dimulai dengan dendang tidak akan terlepas dari ekspresi yang bersifat
Dayang Daini sebagai dendang persembahan, kejiwaan dan kejasamanian (Anirun, 1978: 11).
kemudian dilanjutkan dendang Simarantang untuk Kedua ekspresi itu untuk menampilkan dan
legaran (adegan) pertama. Dendang untuk legaran- mengungkapkan karakternya. Dalam menampilkan
legaran di tengah menggunakan dendang bebas, perwujudan karakter yang nyata, seorang pelaku
sesuai menurut suasana cerita itu sendiri, dan legaran dituntut satu kemampuan untuk menyatukan dan
terakhir menggunakan dendang Palayaran. mendayagunakan ekspresinya.

Bentuk penampilan dendang dalam Randai untuk 5. Seni sastra (gurindam dan kaba)
menyampaikan sesuatu, misalnya menyampaikan Sebagai seni sastra, Randai adalah cerita yang unik,
keadaan dalam perjalanan, keadaan suasana, bukan saja untuk dibaca, melainkan juga untuk
perpindahan legaran, mengatur langkah gerak. dipertunjukkan sebagai tontonan. Salah satu bentuk
Selain pendendang yang mengalunkan dendang sastra Minangkabau yang paling populer yaitu
yang dibawakannya, juga diikuti oleh anak Randai pantun. Pantun sering digunakan untuk percakapan
(penari gelombang) pada setiap baris akhir dendang (dialog) dalam cerita Randai, percakapan sehari-hari,
secara bersama-sama. Dendang dalam Randai hiasan berpidato, syair dendang, dan sebagainya.
tidak selalu dibarengi dengan karawitan, karena
untuk pengatur gerak langkah dapat diiringi dengan Pantun dalam Randai terdiri dari beberapa baris
dendang saja. dengan jumlah selalu genap. Separuh dari permulaan
merupakan sampiran dan separuh bagian berikutnya
4. Seni drama (akting dan dialog) adalah isi pantun yang sebenarnya. Bentuk pantun
Kedudukan drama dalam Randai merupakan bermacam-macam, ada yang hanya terdiri dari
satu hal yang sangat penting. Randai tidak akan dua baris, ada pula yang terdiri enam sampai dua
terwujud tanpa kehadiran drama, karena seni drama belas baris. Dendang dalam Randai pada umumnya
diantaranya menyangkut masalah akting dan dialog berbentuk pantun, syair, talibun, seloka, dan prosa
sebagaimana Randai. Drama merupakan genus/ liris, yang secara keseluruhan disebut dengan istilah
genre, yaitu jenis sastra yang mempunyai bentuk gurindam randai. Kelima bentuk gurindam tersebut
tersendiri (Tambayong, 1981: 15), dan sastra ini dipakai dalam dendang randai.
termasuk drama kalau sudah diperankan dengan
melibatkan tokoh pelaku yang sesuai dengan naskah 6. Seni rupa (tata busana dan ragam hias)
cerita. Drama termasuk jenis sastra yang langsung Tata busana dalam Randai pada umumnya hampir
berhubungan dan menggambarkan kehidupan sama dengan busana tari Minang atau busana adat

50
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

Minangkabau. Selanjutnya dalam uraian ini akan b. Busana Bundo Kanduang


dibahas busana untuk penari gelombang dan busana Adapun Busana Bundo Kanduang mempunyai
untuk tokoh lakon cerita. Perlengkapan busana makna sebagai berikut: 1) Tangkuluak tanduak,
penari gelombang (anak Randai) lebih sederhana melambangkan tanggung jawab dan kepercayaan
daripada busana tokoh lakon. Anak Randai selalu yang diberikan kepada bundo kanduang yang harus
menggunakan celana galembong, celana yang dijunjung tinggi; 2) Baju kurung, melambangkan
dipakainya merupakan busana khas dalam Randai. demokrasi tetapi tetap pada batas-batas tertentu.
Celana galembong berwarna hitam dan mempunyai Baju kurung melambangkan bahwa si pemakai
pisak yang lebar tidak membatasi langkah gerak terkurung oleh aturan yang sesuai dengan adat dan
(pencak silat) yang mempunyai ruang gerak yang agama; 3) Kaduik jombak batali, melambangkan
besar, sehingga dapat bebas melakukan gerak setiap perjalanan mempunyai maksud tertentu; 4)
dengan sempurna. Kodek, melambangkan bahwa bundo kanduang
harus mempunyai rasa periksa, malu, dan menjaga
a. Busana Niniak Mamak kesopanan; 5) Tarompah, sandal atau selop
Dalam masyarakat Minangkabau seorang penghulu/ yang digunakan untuk alas kaki; 6) Salempang,
niniak mamak merupakan pemimpin kaumnya, melambangkan tanggung jawab yang harus dipikul
orang yang mengatur sanak keluarga yang dalam melanjutkan keturunan.
terhimpun dalam kaum tersebut. Pada setiap unsur
pakaian yang dipakai seorang niniak mamak, itu
membayangkan pemikiran, pendirian, perbuatan,
dan tanggung jawab dari niniak mamak sebagai
penghulu itu sendiri. Oleh karena itulah, seorang
niniak mamak mempunyai pakaian kebesaran
yang terdiri atas: 1) Saluak atau deta, sebagai
penutup kepala melambangkan aturan hidup
masyarakat Minangkabau; 2) Baju hitam longgar,
melambangkan keterbukaan pemimpin dan lapang
dada dalam menghadapi berbagai cobaan; 3) Kain
kaciak/kain sandang; 4) Keris, senjata penghulu
sebagai senjata kebesaran bagi seorang penghulu;
5) Cawek/ikat pinggang, pengikat baju dan celana
yang sudah melekat di badan, dengan tujuan supaya
pemakainya kuat luar dalam, 6) Kain Sampieng; 7)
Tongkat, melambangkan keberanian, tetapi dengan
maksud tidak mencari musuh; dan 8) Sarawa/
Gambar 5. Busana Bundo Kanduang (Sumber:
celana, merupakan celana yang lapang (besar) yang foto Dt. Endang Kuniang nan Kayo, 2012).
melambangkan langkah yang cepat, untuk menjaga
segala kemungkinan yang ada. c. Busana Urang Tuo dan Urang Mudo
Secara umum pakaian harian di Minangkabau
yang dipakai perempuan golongan tua (berumur)
yaitu baju kurung dengan lengan panjang. Bahan
dasar kain tidak harus beludru seperti pada
bundo kanduang, tetapi dapat bermacam-macam
tergantung dari kemampuan si pemakai. Kodek
(sarung) juga disesuaikan kemampuannya. Ada
yang memakai kain songket, kain batik, atau kain
bugis. Selendang yang dipakai pada umumnya
agak pendek dan dililitkan di kepala dengan kedua
ujungnya ke belakang.
Gambar 4. Busana Niniak Mamak (Sumber: foto
Dt. Endang Kuniang nan Kayo, 2012).

51
Sri Rustiyanti (Estetika Randai Analisis Tekstual dan Kontekstual) MUDRA Jurnal Seni Budaya

Sedangkan busana laki-laki, terdiri atas celana karakteristik yang membedakan satu dengan yang
galembong, baju longgar, sampieng, saluak. Secara lainnya, sebagaimana identitas asal, seperti kalimat
garis besar hampir sama dengan pakaian niniak Holt: Tunjukkan bagaimana engkau menari,
mamak, hanya bentuk dan bahannya yang lebih dan saya akan mengetahui dari mana asalmu
sederhana. Dengan demikian, busana orang tua, (Soedarsono, 1991: 115). Petikan kalimat tersebut
laki-laki maupun perempuan hampir sama dengan merupakan ungkapan yang sangat menarik, akibat
busana niniak mamak dan bundo kanduang tetapi dari akrabnya dengan genre tari yang ada di berbagai
sifatnya lebih sederhana, baik bahan kain maupun wilayah di Indonesia, ia bahkan berani menantang
bentuk dan perlengkapannya. setiap orang untuk menari atau hanya bergerak
satu dua sekuen saja. Dalam hal ini terlihat tingkat
Busana anak muda tidak banyak macamnya, satu- pemahamannya akan gerak dari satu kelompok
satunya yang sering dipakai oleh pemuda Minang komunitas masyarakat yang sangat karakteristik
yaitu busana yang terdiri: 1) Celana batik, 2) Baju dibandingkan dengan kelompok yang lain di tengah
putih gunting cina, 3) Peci/kopiah, dan 4) Sarung fenomena kemajemukan berbagai suku di Indonesia.
bugis. Adapun busana perempuan muda hampir Dengan demikian tari merupakan kompleksitas dari
sama dengan perempuan berumur, hanya bentuk dan seluruh kehidupan manusia. Dalam mengkaji suatu
variasinya yang membedakan. Busana perempuan pertunjukan secara konstektual dapat dianalisis dari
muda terdiri atas: 1) Hiasan kepala, baik yang aspek sejarah dan fungsinya (Soedarsono, 2000:
berbentuk suntiang besar atau suntiang berderai, 2) 104 dan 120).
Baju kurung, 3) Sarung songket, 4) Salendang kain
balapak, 5) Slop/sandal, dan 6) Perhiasan, seperti 1. Perspektif sejarah
kalung, gelang, cincin, dan subang. Pembahasan dari perspektif sejarah tidak hanya
terfokus pada sejarah politik dan sosial, karena
Analisis Kontekstual secara historis Randai memiliki peran besar dalam
Jakob Sumardjo dalam Orasi Ilmiah Pidato kehidupan masyarakat Minangkabau. Membaca
Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu sejarah Minangkabau, maka akan ditemukan
Sejarah Kebudayaan, Sekolah Tinggi Seni Indonesia berbagai kekayaan adat dan budaya negeri tersebut.
Bandung pada 11 September 2003 yang berjudul Kearifan adat dan budaya Minangkabau yang
Indonesia Mencari Dirinya, bahwa manusia tidak dilandasi dengan nilai-nilai keislaman telah menjadi
dapat menolak di kebudayaan mana ia dibesarkan, ciri khas daerahnya. Maka salah satu falsafah yang
meskipun setelah dewasa ia dapat mengingkari dikenal dari masyarakat Minangkabau adalahadat
budaya asalnya dan memasuki budaya lain, manusia basandi syarak, syarak basandi kitabullah, syarak
tetap terbebani dengan budaya asalnya. Dalam mangato, adat mamakai. Falsafah ini seolah telah
masyarakat, menakar identitas dapat dipantau mengukuhkan eksistensi Islam dalam kehidupan
melalui tiga bentuk, yaitu identitas budaya, identitas sosial bermasyarakatnya, dan menjadi hal yang
sosial, dan identitas pribadi (Liliweri, 2002: 95). tidak terpisahkan dalam keseharian orang Minang.

Identitas budaya muncul karena seseorang itu Sumber gerak galombang dalam kesenian Randai
merupakan anggota dari sebuah kelompok etnik yaitu Pencak, sebagai sarana pendidikan tradisional
tertentu, sedangkan identitas sosial adalah akibat Minangkabau. Pada awal keberadaannya gerak
dari keanggotaan seseorang dalam suatu kelompok Pencak sebagai ilmu beladiri, boleh dikata sulit
kebudayaan. Identitas sosial dapat berdasarkan umur, didapat karena tidak banyak data tertulis yang
gender, pekerjaan, kelas sosial, dan agama. Adapun ditemukan. Akan tetapi salah satu asumsi yang
identitas pribadi lebih berdasarkan pada keunikan dapat diterima menyatakan bahwa Pencak Silat
karakteristik pribadi seseorang. Identitas pribadi dan India masuk ke Sumatra pada abad VIII, yaitu pada
identitas sosial seseorang yang terbentuk tidak akan waktu Kerajaan Sriwijaya berkuasa. Pada masa
lepas oleh identitas budayanya. Hal ini diperkuat itu, saudagar-saudagar kaya India sering datang
juga oleh seorang antropolog peneliti pertunjukan membawa dagangannya ke Sumatera, dan mereka
di Indonesia Holt yang senada dengan pernyataan diterima sebagai tamu terhormat oleh raja dan
tersebut, bahwa identitas itu memberikan ciri dan kalangan istana. Saudagar-saudagar tersebut tidak

52
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

hanya datang membawa barang dagangan saja, dengan adanya penampilan Randai, masyarakat
tetapi juga sebagai penyebar agama dan pengembang dapat menikmati adanya hiburan. Pada siang hari
kebudayaan bangsa asal mereka (Mansoer, 1970: masyarakat sibuk dengan pekerjaanya masing-
41). Para saudagar tersebut membawa banyak masing, baik sebagai petani maupun nelayan. Pada
dagangan dan sangat berharga, serta membawa malam harinya mereka berbondong-bondong pergi
misi sebagai penyebar agama dan pengembang menyaksikan penampilan Randai yang biasanya
kebudayaan. Bahkan mereka juga membawa para dilaksanakan di arena terbuka dengan penerangan
ahli beladiri untuk melakukan tindakan pengamanan beberapa lampu petromak.
bagi kelancaran usahanya. Para ahli beladiri ini
kemudian menyebarkan pengetahuan dan keahlian 2. Perspektif agama
ilmu beladirinya kepada masyarakat setempat Masyarakat Minangkabau adalah penganut agama
untuk keperluan pengamanan dagangan mereka Islam, bahkan sebagian penganutnya dapat dikatakan
serta kelancaran misi budayanya. Dari asumsi ini, sebagai golongan fanatik. Agama ini telah diterima
sangat mungkin terjadi adanya Pancak (silat) di dan menyatu dengan budaya (adat istiadat) berabad-
Minangkabau berawal dari kedatangan saudagar- abad yang lampau, sehingga dalam kehidupan
saudagar dari India tersebut. masyarakat dituntun oleh norma agama dan adat
yang tak dapat dipisahkan. Sebelum agama Islam
Pada masa lalu Pamenan dan Pancak, terbina sebagai masuk ke Minangkabau, masyarakat telah menganut
materi ajar pendidikan tradisional Minangkabau paham ke Tuhanan. Hal ini tergambar dari pepatah
pada surau-surau yang ada di berbagai pelosok yang berbunyi alam takambang jadi guru (alam
daerah budaya Minangkabau. Materi ajar ini terkembang jadikan guru) yang merupakan landasan
diajarkan sejalan dengan materi ajar lainnya, yaitu dalam membentuk pribadi seseorang dalam agama
pengajaran agama Islam (baca Al-Quran beserta Islam. Pepatah ini menuntut masyarakat supaya
seluruh ajaran yang mengikutinya), pengajaran senantiasa mempelajari alam sekelilingnya seraya
tentang pengetahuan adat istiadat Minangkabau, kebesaran Sang Khalik Maha Pencipta. Dalam ajaran
dan pengajaran-pengajaran praktis lainnya. Semua agama Islam dikatakan, bagi orang yang pandai
bentuk pengajaran itu menuju kepada sasaran untuk membaca akan memperoleh banyak pelajaran-
membentuk manusia Minangkabau siap menghadapi pelajaran yang terdapat pada alam. Dalam Kitab
tantangan hidup yang semakin kompleks tanpa Suci Al-Quran banyak ditemukan ayat-ayat yang
harus meninggalkan identitasnya sebagai orang menyuruh manusia menyelidiki dan mempelajari
Minangkabau. alam, salah satunya adalah :

Minangkabau sebagai salah satu suku yang ada


di Indonesia, merupakan satu-satunya suku yang
menganut sistem matrilineal. Setiap anak yang lahir ( : 190).
secara langsung akan menjadi anggota keluarga
suku ibu, karena di Minangkabau garis keturunan Artinya: Sesungguhnya pada kejadian langit dan
ditarik berdasarkan keluarga ibu, maka anak laki- bumi, silih bergantinya malam dan siang, bagi orang
lakin yang sudah dewasa tinggal di surau dan anak yang memperhatikannya adalah tanda-tanda bagi
perempuan tinggal di rumah. Selain dikenal dengan orang yang berakal (Ali Imran:190).
sistem matrilinialnya, ada beberapa ciri khas lain
yang melekat bagi suku Minangkabau, di antaranya Ajaran dasar adat Minangkabau mempunyai
adalah kebiasaan merantau yang telah membudaya persamaan dengan ajaran agama Islam. Kekuatan
di kalangan orang Minang, dan juga mereka dikenal adat dan agama, seperti yang diungkapkan dalam
sebagai muslim yang taat. pepatah adat bersandi syarak, syarak bersandi
kitabullah. Adat dan agama merupakan pandangan
Penampilan Randai biasanya dilakukan pada malam bagi masyarakat Minangkabau yang merupakan
hari setelah sholat Isya sangat cocok saatnya bagi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dalam
tatanan kehidupan masyarakat. Sebagai masyarakat kegiatan keagamaan perlu juga adanya kesenian
agraris masyarakat Minangkabau tentu merasa untuk memeriahkan pelaksanaannya. Tujuan
terisi kebutuhannya yang lain dalam kehidupannya, kesenian untuk amar makruf nahi munkar, yang

53
Sri Rustiyanti (Estetika Randai Analisis Tekstual dan Kontekstual) MUDRA Jurnal Seni Budaya

artinya mengajak, melakukan perbuatan yang baik, Minangkabau, dan digunakan dalam berbagai
dan mencegah perbuatan yang tercela. Randai pertimbangan adat. Ketiga hal ini merupakan
pada masa lalunya berfungsi sebagai alat untuk tungku bagi pemasakan adat, sedangkan apinya
menyampaikan ajaran agama Islam, yang dimainkan adalah para pemangku adat. Setiap penghulu adat
oleh kaum laki-laki saja sebanyak sembilan orang, hendaknya memahami dan menguasai ketiga
yang kemudian dikenal dengan nama Tari Bujang norma tersebut, sehingga kepemimpinan adat yang
Sambilan (Wawancara dengan Dt. Indo Marajo, 58 dimilikinya dapat menanak rasa keadilan dan
th, Pimpinan Randai di Nagari Tambangan Padang kesejahteraan terhadap kaum yang dipimpinnya.
Panjang). Sedangkan bagi anak Minangkabau pada umumnya,
pemahaman alua-patuik, anggo-tanggo, dan raso-
Pada tahun 1926 Randai menjadi milik masyarakat pareso memiliki fungsi untuk menumbuhkan
surau dan itu berarti kegiatan Randai mendapat jatidiri dan memahami batasan-batasan hidup dalam
dukungan sepenuhnya dari para alim ulama. Sejak bermasyarakat.
1928 mulai berkembang di luar surau dan sudah
mengalami pergeseran nilai dan fungsi. Kaum agama Randai merupakan salah satu kesenian Minangkabau
tidak campur tangan lagi dalam pengembangan yang dikenal dengan sebutan Pamenan Anak
Randai. Bahkan sampai sekarang tidak pernah Nagari. Adat Minangkabau meriah dengan adanya
disebutkan lagi, bahwa Randai pada mulanya adalah berbagai macam bentuk kesenian. Oleh karena itu,
milik kaum agama untuk salah satu media dakwah adat akan menyediakan segala sesuatunya untuk
di masa lampau. perkembangan kesenian. Di kampung-kampung
jarang ditemui kelompok masyarakat yang tidak
Agama tidak mengikat kepada anggota pemain memiliki kesenian, baik Tari, Randai, atau Silat.
Randai, mereka tidak harus beragama Islam yang taat Apabila kesenian ditiadakan, maka akan terasa sepi
beribadah. Randai hanya merupakan perkumpulan dan hambar.
kesenian yang digemari masyarakat Minangkabau.
Akan tetapi karena di Minangkabau pada umumnya Dari uraian ini, dapat diketahui bahwa Randai
mayoritas penduduknya pemeluk Islam, maka tidak merupakan salah satu bentuk kesenian Minangkabau
mustahil kalau perkumpulan Randai anggotanya yang sudah menyatu dengan masyarakatnya dan tidak
beragama Islam semua. Dengan didasari agama yang dapat dipisahkan. Hal ini dapat dilihat dari fungsi
sudah melekat, maka sering juga diselipkan isi cerita Randai baik pendukung maupun penikmatnya,
yang bernafaskan keagamaan. Randai pada mulanya antara lain: 1) Fungsi, hiburan, 2) Fungsi edukatif,
mempunyai arti secara etimologis: rayandai, dan 3) Fungsi sosial.
merupakan salah satu alat untuk menyiarkan agama.
Akan tetapi bukan berarti Randai merupakan bentuk 4. Perspektif sosial masyarakat
ritual yang ditujukan kepada Tuhan, melainkan Secara umum masyarakat Minangkabau hampir
tetap merupakan bentuk kesenian yang ditujukan tidak mengenal sistim strata sosial, karena tata
kepada sesama manusia. Dalam agama, kesenian kehidupan bernagari telah dipengaruhi oleh norma-
(keindahan) sangat diperlukan, seperti dalam salah norma agama Islam yang mensyariatkan kehidupan
satu hadist riwayat Quran, bahwa Tuhan cinta akan sederajat dalam lingkungan masyarakatnya. Dalam
keindahan dan kesenian. ajaran Islam manusia sama di sisi Allah, tanpa ada
perbedaan satu sama lainnya, namun demikian
)( secara tradisional masih ada penggolongan atau
pengelompokan orang berdasarkan fungsinya
Artinya: dalam masyarakat. Pengelompokan ini semata-mata
Sesungguhnya Allah Mahaindah dan Dia suka akan diberikan oleh masyarakat sebagai penghargaan
keindahan. terhadap individu-individu yang mempunyai
kemampuan di bidang masing-masing.
3. Perspektif adat
Norma adat Minangkabau dibentuk oleh tali tigo Perbedaan golongan (penggolongan) seseorang
sapilin yaitu alua-patuik, anggo-tanggo, dan menurut peranan sosial dan posisi sosial ke dalam
raso-pareso. Norma ini terkristalisasi dalam adat kelas-kelas secara bertingkat didasarkan pada

54
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

potensi dan posisinya dalam masyarakat. Biasanya kontekstualnya dengan ilmu pengetahuan yang lain.
orang-orang tersebut mempunyai kemampuan Analisis tari dipandang dari bentuk atau teks dapat
mempengaruhi orang lain, dan mempunyai peranan dilakukan dengan menganalisis bentuk struktur,
yang menentukan dalam kelompok sosial itu. teknik, dan gaya secara koreografis, beserta aspek-
Dalam tata kehidupan masyarakat tradisi kelompok aspek keberadaan bentuk tari (musik, tata rias,
ninik mamak, pemangku adat, alim ulama, cadiak kostum, pentas, setting, dan tata lampu). Selanjutnya
pandai bekerja sama saling bahu membahu dalam lebih menyempit lagi, dipahami secara kontekstual
memimpin masyarakat. Mereka disebut tali tigo mengkaitkan keberadaannya dengan ilmu
sapilin, tungku nan tigo sajarangan (tali tiga sepilin pengetahuan lain seperti konteksnya dari perspektif
tungku tiga sejarangan). Eksistensinya dalam sejarah, agama, adat, dan sosial masyarakat.
kehidupan masyarakat dikatakan suluah bendang
dalam nagari (suluh terang dalam nagari). Jadi para Temuan dari hasil penelitian-penelitian Randai
pemimpin tersebutlah yang memberi bimbingan terdahulu, pada umumnya membahas, mengkaji,
pendidikan dan arahan kepada masyarakat untuk dan menganalisis Randai dari bentuk dan struktur
memperoleh kehidupan yang tenteram baik di dunia Randai secara umum. Adapun yang menggabungkan
dan di akhirat. antara filosofi, seni, dan budaya, serta bahasan
perihal Bagaimana konsep estetik Tari Minang,
Proses dinamika perkembangan kehidupan sosial belum dibahas secara khusus. Oleh karena itu,
Minangkabau, sedikit banyak akan membawa efek unsur-unsur estetik Randai sebagai objek penelitian
terhadap proses perkembangan keseniannya. Dengan dapat menjadi temuan yang bermanfaat dalam
kata lain, kehidupan masyarakat, struktur sosial, dan perkembangan ilmu pengetahuan (Ilmu Estetika).
tata nilai juga akan mempengaruhi perkembangan
kehidupan Randai. Perkembangan yang menyangkut Randai sebagai pamenan anak nagari terdiri atas
masalah struktur, bentuk, dan hubungan Randai unsur pokok yang tidak dapat ditinggalkan; sedangkan
dengan masyarakatnya, menunjukkan bahwa unsur penunjang sifatnya hanya menambah, dan
perjalanan kehidupan manusia tidak statis, akan tidak menjadi tuntutan atau persyaratan yang harus
tetapi terus mengalami perubahan sesuai dengan dipersiapkan. Apabila Randai tidak dilengkapi
proses dinamika budaya lingkungannya. Dengan dengan unsur penunjang Randai masih tetap dapat
demikian, dalam kehidupan manusia, budaya ditampilkan dengan keempat unsur pokoknya.
berlangsung dinamis yang secara terus menerus Randai yang semula sebagai pamenan anak nagari
mengalami pembentukan dan pembaharuan. Oleh kini menjadi sebuah nomor pertunjukan yang
karena itu, kebudayaan sebagai totalitas pikiran, telah dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi
rasa, dan hasil karya manusia akan tetap mengikuti pertunjukan yang lebih menarik, inovatif, dan kreatif.
pada suatu gerakan dinamika kehidupan manusia, Pengemasan yang dilakukan selain pemadatan
sehingga semua bentuk kebudayaan adalah dalam waktu pertunjukan dari semalam suntuk menjadi
gerak perubahan (Koentjaraningrat, 1974:11). kira-kira tiga jam, juga penyatupaduan antara unsur
pokok yang terdiri atas: pelaku, cerita, dendang,
Karya seni direalisasikan sebagai ekspresi dari dan gelombang; sedangkan unsur penunjang terdiri
jiwa seseorang atau kelompok untuk dinikmati atas: pentas, busana, make up, setting, lighting,
penghayatnya, sehingga tidak mustahil hasil yang tarian, karawitan, dan penonton. Namun perubahan
diungkapkan akan menimbulkan rasa senang dan yang terjadi tersebut tidak menjadikan konflik,
tidak senang dari masyarakat. Karya seni dalam hal karena mereka menyadari perkembangan Randai
ini Randai, lahir, tumbuh dan berkembang dari dan mengikuti dinamika kehidupan masyarakat. Hal
oleh masyarakat Minangkabau. ini mengemukakan bahwa perjalanan kehidupan
manusia tidak statis tetapi selalu berubah dalam
SIMPULAN mengembangkan karya cipta seni untuk mencari
idiom-idiom baru.
Penjelasan Randai secara holistik, dengan
menjabarkan secara umum tentang Randai dianalisis
dari segi bentuk secara fisik atau tekstual, maupun

55
Sri Rustiyanti (Estetika Randai Analisis Tekstual dan Kontekstual) MUDRA Jurnal Seni Budaya

DAFTAR RUJUKAN Anis, Mohd MD Nor. (1986), Randai Dance of


Minangkabau Sumatera with Labanotation Scores,
Liliweri, Alo. (2011), Gatra-Gatra Komunikasi dalam Jurnal Tirai Panggung, Universiti Malaya,
Antarbudaya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Kuala Lumpur.

_________ . (2002), Makna Budaya Dalam Maryono, Oong. (1998), Pencak Silat Merentang
Komunikasi Antarbudaya, Lkis, Yogyakarta. Waktu, Galang Press, Yogyakarta.

Brahim. (1986), Drama dalam Pendidikan, Gunung Soedarsono, RM. (1999), Metodologi Penelitian Seni
Agung, Jakarta. Pertunjukan dan Seni Rupa, MSPI, Yogjakarta.

Sedyawati, Edi. (1999), Seni Pertunjukan Indonesia Murgiyanto, Sal. (2004), Mencermati Seni
dan Pariwisata, Masyarakat Seni Pertunjukan Pertunjukan: Perspektif Kebudayaan, Ritual,
Indonesia, Bandung. Hukum, Kerjasama Ford Foundation dan Program
Pascasarjana Institu Seni Indonesia Surakarta,
_________________ . (1986), Pertumbuhan Seni Surakarta.
Pertunjukan, Sinar Harapan, Jakarta.
_____________ . (2002), Kritik Tari: Bekal dan
Gadamer, Hans-Georg. (2004), Kebenaran dan Kemampuan Dasar, Ford Foundation dan MSPI,
Metode, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Jakarta.

Tambayong, Japi. (1981), Dasar-Dasar Dramaturgi, Soedirosatoto. (1989), Pengkajian Drama I,


Pustaka Prima, Bandung. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Jamal, MID. (1985), Filsafat dan Silsilah Aliran- Sumdandiyo, Hadi Y. (2007), Kajian Tari: Teks dan
Aliran Silat Minangkabau, Akademi Seni Karawitan Konteks, Pustaka Book Publisher, Yogyakarta.
Indonesia Padang Panjang, Padang Panjang.

56
Volume 30, 2015 VolumeMUDRA Jurnal
30, Nomor Seni Budaya
1, Pebruari 2015
p 57 - 64
ISSN 0854-3461

Kebangkitan Pasantian di Bali pada Era Globalisasi

I KOMANG SUDIRGA1,
I GDE PARIMARTHA2,
I WAYAN DIBIA3,
I MADE SUASTIKA4.

Program Doktor, Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar, Indonesia.


1,

2, 4,
Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar, Indonesia.
3,
Jurusan Seni Tari, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Denpasar, Indonesia.
E-mail: sudirgakomang@yahoo.com

Penelitian ini mengkaji kebangkitan pasantian di Bali pada era Globalisasi. Sebagai sebuah penelitian
kajian budaya, permasalahan yang diangkat berkaitan dengan fenomena isu-isu pasantian diteropong
melalui perspektif wacana kritis. Hal ini dicermati melalui pengamatan pasantian pada masa lampau
yang bersifat istana sentris. Akan tetapi, kini tumbuh dan berkembang di dalam kehidupan masyarakat,
mencair menembus batas dalam ruang dan waktu serta terbebas dari sekat-sekat ke-wangsa-an dan ke-
warna-an. Sebelum mengalami fase kebangkitannya, pasantian juga pernah mengalami dinamika pasang
surut. Keterpurukan pasantian sebagai akibat tradisi kultural serta situasi sosial politik yang tidak stabil.
Dalam tradisi kultural, kuatnya hegemoni kalangan elite tradisional melegitimasi pemertahanan status quo
terhadap kaum jaba melalui konsep siwa-sisya dan kaula-gusti. Berbagai persoalan tersebut menjadi
fokus perhatian penulis untuk mendalami lebih jauh tentang aktivitas pasantian. Bahkan, perhatian tidak
hanya difokuskan pada keterpinggiran pasantian sejak masa lalu, tetapi juga persoalan wacana yang pro dan
kontra. Dalam hal ini mereka yang kontra memandang kebangkitan pasantian sebagai topeng pengumbar
hasrat, sedangkan mereka yang pro memandang kebangkitan pasantian bertuah pujian, yakni sebagai
pengawal dan benteng tradisi. Konsekuensinya pasantian terjebak dalam anomali antara dicemoohkan
dan dipentingkan. Hasil kajian ini menunjukkan tiga hal. Pertama,tahapan dan bentuk-bentuk kebangkitan
pasantian dapat dikategorikan ke dalam tiga periode, yaitu (1) Tahapan Kebangkitan Awal (1979-1990)
dengan tonggak-tonggak: berdirinya Lembaga Widyasabha, bentuknya mabebasan, makidung; even Pesta
Kesenian Bali (PKB); bentuknya sandyagita (gegitaan), taman penasar, Arja negak; even Utsawa Dharma
Gita bentuknya Lomba Nyastra; (2) Tahapan Kebangkitan Kedua (1991-1998) dengan tonggak Dagang
Gantal bentuknya gegitaan interaktif, mageguritan; (3) Tahapan Kebangkitan Puncak (Tahun 1999-2010-
an) bentuknya kidung interaktif dipelopori siaran gegirang TVRI Denapsar, gita shanti Bali TV, tembang
guntang Dewata TV, dan mageguritan BMC TV.

The Rise of Balinese Pasantian During the Era of Globalization


This study examines the rise of Balinese pasantian during the era of globalization. Through a cultural
studies approach, issues raised here relate to the phenomenon surrounding pasantian and are examined
through critical discourse. It can be observed through the observation of pasantian in the past it was
clearly court-centric, but now it has grown and developed out into the lives of the community, melding
boundaries in space and time and freeing barriers of dynasty and caste (ke-warna-an). Before its resurgence,
pasantian experienced dynamic changes in its recent past. Pasantians downturn was the result of turbulent
transformations of cultural traditions and unstable socio-political conditions. Through the concept of
Siwa-sisya (teacher/student) and kaula-gusti (servant/master) the cultural elites maintained their strong
cultural hegemony, legitimizing their status in the eyes of the commoners. These issues not only focus on
the marginalization of pasantian in the past, but explore the critiques and praise in contemporary discourse.
While those who praise its revival, see it as a mask of false aspirations, while those who praise pasantian
spiritual revivification of worship and a guardian of tradition. As a consequence, pasantian is an anomaly
wedged between being scorned on the one hand and praised on the other. The results of this study demonstrate

57
I Komang Sudirga, dkk. (Kebangkitan Pasantian di Bali...) MUDRA Jurnal Seni Budaya

three outcomes. First, the periods and numerous forms of pasantian revivalism can be catagorized into three
main groups such as (1) the Initial Revival Period (1979-1990) founded by organizational establishments
of Widyasabha with pertinent forms including Mabebasan and Makidung; Bali Arts Festival with the
embodiment of Sandyagita (Gegitaan) and Taman Penasar; as well as Utsawa Dharma Gita forwarding
diverse arrangements; (2) the Second Revival Period (1991-1998) with Dagang Gantal as pillar activity
giving rise to Interactive Gegitaan and Mageguritan; and (3) the Peak Revival Period (1999-2010) with
particular forms such as Interactive Kidung, Gita Shanti, Arja Negak, and Tembang Guntang.

Keywords: Revivalism, pasantian, creativity, and globalization

Di Bali, membaca dan menembangkan hasil karya dihormati dan dimuliakan. Puri tempat tinggal sang
sastra secara resitatif, lazim disebut mabebasan, dan raja dianggap sebagai tempat bertemunya dewa-
sejak tahun 1980-an lebih dikenal dengan pasantian. dewa dengan masyarakat, antara penguasa dan
Aktivitas mabebasan ini pada masa lampau lebih bangsawan lainnya. Pandangan yang medewakan
bersifat istana sentris. Pelakunya kebanyakan dari raja menyebabkan pola pikir masyarakat tercekoki
kalangan bangsawan, terutama dari kaum triwangsa secara nirsadar, seolah-olah menerima kondisi
dan orang-orang tertentu dari kalangan jaba yang dengan berbagai situasi sosialnya secara alamiah.
mempunyai talenta khusus dalam bidang sastra Kondisi seperti ini oleh Gramsci disebut dengan
tradisional sehingga terkesan elite dan ekslusif. hegemoni, yaitu persetujuan spontan yang diberikan
Demikian pula penguasaan terhadap naskah oleh masyarakat luas terhadap tujuan umum
tradisional terbatas pada golongan elite tertentu tentang kehidupan sosial yang diintroduksisasi oleh
(Rubinstein, 1992). Kondisi ini menimbulkan kelompok yang betul-betul dominan (Tester, 2009:
kesenjangan aktivitas pasantian di masyarakat. 16). Bennet juga mencermati bagaimana kelas yang
berkuasa menyubordinasi kelompok sosial supaya
Kesenjangan ini disebabkan beberapa alasan seperti menyetujui berjalannya hubungan yang ada dan
terbatasnya sarana dan prasarana pembelajaran, melakukannya dengan menawarkan sebuah harga
tersumbatnya kebebasan berekspresi, serta tradisi kepada kelompok subordinan dalam status quo.
kultural dengan konsep aja were yang begitu Dengan demikian sesungguhnya yang disetujui
kuat. Hal ini menyebabkan komunitas pasantian adalah sebuah versi negoisasi ideologi dan budaya
tumbuh dan berkembang dalam jumlah terbatas. kelas berkuasa (Tester, 2009: 14).
Terpasungnya kebebasan berekspresi membuat
masyarakat secara umum kurang kritis melakukan Berdasarkan pandangan Gramsci hegemoni yang
reinterpretasi, reorientasi, dan relokasi terhadap telah beroperasi di kalangan elite tradisional, tidak
tatanan pasantian yang telah ada. Kondisi ini saja menyuburkan praktik-praktik sosial yang
berlangsung sampai tahun 1970-an, menyebabkan menindas rakyat secara halus melalui pembodohan,
pasantian ketika itu lebih banyak berkembang di tetapi juga mampu membangun kesadaran
pusat-pusat kebudayaan tradisional, seperti geria, palsu masyarakat bawah. Tujuan kelas berkuasa
puri, dan kalangan elite tradisional lainnya. sebagaimana dinyatakan Bennet, yakni untuk
menikmati kekuasaan moral, sosial, dan intelektual
Kaum elite dari golongan triwangsa telah menjadikan terhadap seluruh masyarakat (Tester, 2009: 11). Di
pengetahuan tradisional ini sebagai gaya hidup, balik semua itu ada upaya penanaman ideologi yang
sehingga praktik-praktik penyelenggaraan pasantian mendasarkan pada konsep totalitarianisme atau
mendapat ruang yang lebih baik dibandingkan absolutisme Hegel yang menyatakan bahwa negara
dengan kaum jaba. Perbedaan perlakuan dalam adalah konsep ide sempurna dalam kenyataan,
bidang ini tampaknya sangat dipengaruhi oleh sehingga setiap individu harus mengabdikan diri
konsep dewa raja. Geertz (1980: 109) menyatakan pada negara. Dengan demikian negara berhak
bahwa puri sebenarnya hampir sama dengan pura. memaksakan kehendaknya terhadap individu.
Munandar (2005: 13) juga menyatakan bahwa raja Dalam konteks yang demikian maka dominasi
dalam sistem kerajaan di Bali adalah sosok yang kelas dominan terhadap kelas subdominan melalui

58
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

implementasi konsep siwa-sisya dan konsep pikuknya, tradisi budaya ini belum mendapat
kaula-gusti mendapatkan legitimasinya. Wacana perhatian sebagaimana mestinya dari kalangan
seperti ini berkembang begitu lama di masyarakat. peneliti seni budaya. Sebagai fenomena yang
Implikasinya, pengetahuan tradisional ketika itu sedang aktual, topik ini menginspirasi penulis untuk
menjadi suatu yang sangat berharga, sehingga sangat mendalami lebih jauh melalui aktivitas penelitian.
sulit untuk dapat diakses oleh orang kebanyakan.
Berdasarkan fenomena tersebut, ada tiga
Kelahiran Orde Baru di bawah kepemimpinan permasalahan yang dijadikan fokus kajian penelitian
Soeharto, berupaya membangun citra pemerintahan ini, yaitu 1) Bagaimanakah tahapan dan bentuk
dan memulihkan situasi ekonomi yang kacau kebangkitan pasantian di Bali pada era Globalisasi?,
balau pascakrisis dan tragedi politik tahun 1965. 2) Mengapa terjadi kebangkitan pasantian di Bali
Dalam waktu bersamaan Soeharto juga berupaya pada era Globalisasi?, dan 3) Apa sajakah dampak
memperkuat wibawa negara dan meredam gejolak- dan makna kebangkitan pasantian di Bali pada era
gejolak dan dendam politik yang bersifat laten Globalisasi?
(Picard, 2006: 60-61). Untuk mewujudkan tujuan
tersebut, maka digalakkan sektor pembangunan. Penelitian dilakukan dengan menggunakann
Dalam kaitan inilah pembinaan seni budaya, metode kualitatif dengan pendekatan kajian budaya
khususnya pasantian, sebagai produk budaya (culture studies). Penentuan informan dilakukan
Bali yang unik dan sarat dengan nilai kehidupan secara purposif, sesuai dengan maksud dan tujuan
mendapat perhatian lebih serius. penelitian. Kebangkitan pasantian sebagai objek
formal penelitian ini dikaji berdasarkan fenomena
Kini, seiring dengan dinamika perubahan sosial dan yang menunjukkan gejala perubahan-perubahan,
tumbuhnya kesadaran kritis masyarakat, pasantian baik secara makro maupun mikro. Pengumpulan
telah berkembang pesat ke seluruh pelosok Pulau data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara
Bali. Banyak ahli yang melihat fenomena ini sebagai mendalam, studi dokumen, dan kepustakaan. Jenis
era kebangkitan sastra klasik Bali di Pulau Dewata, data yang digali dalam kajian ini terdiri atas data
padahal dalam beberapa dekade sebelumnya nyaris kualitatif dan kuantitaif yang bersifat melengkapi.
terlupakan. Belum pernah terjadi dalam sejarah Sumber data primer adalah informan dan rekaman
perkembangan kesenian Bali, pertumbuhan olah langsung, sedangkan sumber data sekunder adalah
seni suara vokal seperti yang terjadi sekarang ini. dokumen. Analisis data dilakukan secara deskriptif
Hampir tidak ada kegiatan upacara adat dan agama kualitatif dan interpretatif, dengan melalui tahapan
Hindu di Bali yang diselenggarakan tanpa pasantian. reduksi data, penyajian data, serta penarikan
Fenomena kebangkitan pasantian ini merupakan simpulan akhir yang bersifat utuh. Analisis bersifat
suatu fenomena budaya yang menarik untuk dikaji. terbuka, tidak kaku dan statis. Hasil analisis data
disajikan secara informal dan formal. Dalam hal ini
Apalagi pasantian memasuki dialektika, pergulatan secara informal data disajikan dalam bentuk narasi,
budaya, tarik menarik antara nilai-nilai tradisi dan dan ungkapan kata-kata, sedangkan secara formal
nilai-nilai arus globalisasi. Sosok budaya pasantian data disajikan dalam bentuk tabel, gambar, metrik,
menjadi penting dicermati dalam konteks dinamika bagan, dan peta.
perubahan sosial masyarakat yang kini tampak
semakin kritis. Di tengah-tengah kesemarakan Landasan berpijak dalam rangka memecahkan
pertumbuhannya, pasantian bukannya tanpa permasalahan di atas, digunakan teori Dekonstruksi,
persoalan, banyak kalangan yang melakukan teori Praktik, dan Estetika Post-modernisme.
cibiran terhadap aktivitas pasantian ini. Bahkan Pemilihan teori Dekonstruksi untuk menjawab
tidak jarang suatu kondisi yang dilematis yang permasalahan secara umum didasari atas
mesti ditanggungnya, yakni pasantian antara pertimbangan bahwa dalam realitas pasantian
dicemoohkan dan dipentingkan. selalu memunculkan oposisi biner, ada pusat dan
ada pinggiran. Orientasi penyajian pasantian pada
Demikian kompleksitas persoalan yang muncul masa lalu berpusat di kalangan elite (triwangsa)
dalam pasantian akan tetapi di tengah hiruk dan masyarakat sebagai pihak yang termarjinalkan.

59
I Komang Sudirga, dkk. (Kebangkitan Pasantian di Bali...) MUDRA Jurnal Seni Budaya

Pelakunya laki-laki dan perempuan sebagai pembinaan, dan pengembangan sastra daerah melalui
kaum yang terpinggirkan. Materi penyajian yang lembaga Widyasabha. Hasil kegiatan ini mampu
pada masa lalu lebih dominan dari produk tradisi menggairahkan aktivitas sastra tradisional dalam
besar didekonstruksi dengan materi macapat bentuk tradisi nyastra, mabebasan, dan makidung.
yang lebih sederhana, dari tradisi kecil. Teori ini Tonggak dalam rentang waktu bersamaan (1979)
digunakan membedah baik bentuk, faktor, dampak, adalah Pesta Kesenian Bali (PKB) dengan berbagai
maupun makna kebangkitan pasantian pada era bentuk pembinaan dan pengembangan kebudayaan
Globalisasi; teori Praktik untuk menjawab faktor- Bali juga mampu menggairahkan aktivitas tembang
faktor pemengaruh kebangkitan pasantian pada era dalam konteks seni pertunjukan berbentuk
Globalisasi, dan teori Estetika Post-modernisme sandyagita (gegitaan), arja negak, dan taman
untuk menjawab permasalahan bentuk, dampak, serta penasar. Selanjutnya tonggak berikutnya melalui
makna kebangkitan pasantian pada era Globalisasi. kebijakan penyelenggaraan Utsawa Dharma Gita
Ketiga teori tersebut saling mendukung dan dibantu (1985) berhasil membangkitkan sastra klasik Bali
teori-teori kritis lainnya secara eklektik. melalui aktivitas berbentuk perlombaan-perlombaan
nyastra.
KEBANGKITAN PASANTIAN PADA
ERA GLOBALISASI Tahapan dan Bentuk Kebangkitan Kedua (1991-
1998) dicirikan masuknya aktivitas pasantian di
Tahapan dan Bentuk-Bentuk Kebangkitan media radio, dengan tonggak program Dagang
Pasantian Gantal RRI Stasiun Denpasar yang mampu
Tahapan dan Bentuk Kebangkitan Awal (1979- membangun kelompok pecinta tembang Bali
1990) dengan tonggak-tonggak: berdirinya (tembang mania) dengan wadah Pasuwitran
Lembaga Widyasabha. Orde Baru yang lahir di Dagang Gantal yang dengan cepat memengaruhi
tengah krisis tahun 1965, dalam beberapa tahun pola siaran radio-radio pemerintah dan radio swasta
berhasil menancapkan dan memperoleh pengesahan lainnya di Bali. Aktivitas siaran berbentuk gegitaan
kekuasaan mereka. Di bawah kepemimpinan interaktif, mageguritan mampu memotivasi
Soeharto, Orde Baru berupaya membangun citra gairah masyarakat dalam aktivitas pasantian di
pemerintahan dan memulihkan situasi ekonomi panggung elektronik, kemudian berdampak luas di
yang kacau balau pascakrisis dan tragedi politik masyarakat.
tahun 1965. Dalam waktu bersamaan Soeharto
juga berupaya memperkuat wibawa negara dan Tahapan dan Bentuk Kebangkitan Puncak (1999-
meredam gejolak-gejolak dan dendam politik 2010-an) dicirikan dengan tampilnya aktivitas
yang bersifat laten. Protes-protes politik dilarang pasantian di ruang media audio visual (televisi)
karena distigma sebagai sumber konflik yang dapat dipelopori oleh program siaran gegirang TVRI
mengganggu gerak maju negara ke arah modernisasi Denpasar Tahun 1999, bentuknya kidung interaktif
dan pembangunan (Picard, 2006: 60-61). Untuk (on air) ada juga berbentuk rekaman. Program ini
mewujudkan tujuan tersebut, maka digalakkan sektor kemudian diikuti oleh Bali TV (2003) dengan acara
pembangunan. Terlebih motto pembangunan yang gita shanti,kemudian Dewata TV dengan acara
digalakkan adalah pembangunan manusia Indonesia tembang guntang (2008), dan BMC TV dengan
seutuhnya dalam konteks ini pembangunan tidak acara mageguritan (2010).
saja berorientasi pada pembangunan fisik semata
tetapi juga pembangunan mental rohaniah juga Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kebangkitan
mendapatkan perhatian. Selain itu pembangunan Pasantian
sektor pariwisata juga memberikan angin segar Faktor eksternal sebagai pemicu kebangkitannya,
bagi pertumbuhan potensi seni budaya lokal yang sementara faktor internal sebagai pemicu kesuburan
unik. Dalam kaitan inilah pembinaan seni budaya dan inovasinya. Adapun faktor-faktor tersebut
khususnya pasantian sebagai produk budaya Bali secara internal yaitu faktor budaya masyarakat
yang unik dan sarat dengan nilai kehidupan mendapat Bali yang meliputi (a) tradisi nyastra sebagai modal
perhatian lebih serius. Kebijakan pemerintah dalam budaya yang telah terwarisi menjadi modal utama
hal ini adalah melakukan proyek penggalian, untuk membangkitkannya, (b) budaya kompetitif

60
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

melalui semangat bersaing, (ideologi jengah, ajum) yang bersifat dinamik dan positif (Oka, 1993: 1).
adalah modal spiritual yang mampu membakar Dalam konteks inilah pasantian menjadi salah satu
emosi positif untuk memajukan potensi seni dan pilar yang dianggap penting dalam pembangunan
budaya masyarakatnya, (c) semangat kreativitas harkat dan martabat manusia, yang berkepribadian
adalah modal intelektual yang mampu membangun dan memiliki jati diri yang kuat. (c) Faktor politik
inovasi-inovasi secara dinamis, sehingga melahirkan identitas, dalam hal ini pariwisata budaya Bali yang
bentuk kreativitas pasantian yang memiliki genre diikuti dengan penguatan identitas etnis menyertai
secara variatif. perkembangan pariwisata. Secara bersama-sama
pariwisata, kebudayaan dan kekuasaan mereproduksi
Faktor eksternal terdiri atas 1) Faktor teknologi identitas etnis dan hak milik kebudayaan. Hal ini
(teknologi komputerisasi dan media elektronik) telah diwujudkan dengan klaim dan citra bahwa budaya
memberikan pengaruh besar terhadap digitalisasi Balilah yang paling eksotis dan asli.
sastra klasik ke dalam bentuk buku cetakan yang
mampu mempermudah sistem pembelajaran dan Selanjutnya ketika politik identitas dengan wacana
sebagai media pendokumentasian, di samping ajeg Bali menyusup dan menanamkan pengaruhnya
memberikan ruang baru terhadap aktivitas pasantian lewat politik informasi media (Pliang, 2004: 138)
sebagai bagian dari budaya pop. 2) Faktor politik secara tersembunyi (tidak terlihat dan halus)
dan ekonomi, yang meliputi (a) Pembangunan dapat mengubah pandangan setiap orang secara
ekonomi pariwisata dalam hal ini di samping tidak sadar. Berdasarkan politik informasi media
meningkatkan devisa negara juga berimbas terhadap tersebut, ideologi ajeg Bali yang diwacanakan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. McKean kelas berkuasa diekspresikan melalui mekanisme
(dalam Picard, 2006: 173) melalui kajiannya opini publik dapat diterima secara tidak sadar oleh
yang disebut involusi budaya melihat bagaimana masyarakat Bali. Dengan daya sihirnya, Bali TV
kemampuan orang Bali dalam melestarikan warisan mampu menanamkan ideologinya bahwa menonton
budaya dan mempertegas identitas budayanya Bali TV bagi masyarakat Bali seolah menemukan
dari serangan wisatawan yang membanjirinya. kembali jati diri mereka sendiri. Ketika masyarakat
Bahkan ia menyatakan bahwa pariwisata sebagai Bali yang terbius oleh wacana ajeg Bali bangkit,
pelindung budaya Bali telah mempunyai andil yang jengah untuk nindihin Bali, mereka berlomba-lomba
besar dalam pelestarian dan renaisannya karena tampil mengisi acara pasantian di media, dan ketika
berperan rangkap sebagai sumber keuntungan dan itu pula agen kapitalis media memanfaatkan untuk
sumber prestise bagi orang Bali. Dalam konteks meraih keuntungan. Termotivasi oleh mesin hasrat
masyarakat yang mapan secara ekonomi maka untuk tampil di layar kaca dengan membayarpun
pembangunan mental spiritual mendapat perhatian. tidak menjadi persoalan.
Modal ekonomi yang dibangun melalui pariwisata
tidak diragukan lagi telah mampu menyuburkan Dampak dan makna kebangkitan pasantian di Bali
praktik berkesenian di Bali. Sebaliknya potensi seni pada era globalisasi menunjukkan hal-hal sebagai
sebagai modal budaya lokal mampu digerakkan berikut.
untuk mendukung politik pariwisata budaya yang 1. Dampak kultural
berbasis kebudayaan Bali. (b) Politik pembanguan Dampak kultural yang meliputi (a) memperkokoh
Bali berwawasan budaya bahwa kebudayaan Bali ketahanan budaya, dalam hal ini menunjukkan
sebagai bagian dari kebudayaan nasional berfungsi bahwa semarak aktivitas pasantian pada era
sebagai potensi dasar yang melandasi segala gerak Globalisasi dewasa ini secara realitas telah ikut
dan langkah pembangunan, baik pembangunan menguatkan sendi-sendi tradisi seni dan budaya
sektoral, regional maupun pembangunan sumber Bali. Sendi-sendi yang dimaksud di antaranya
daya. Ideologi pembangunan tersebut secara timbal penguatan lembaga tradisonal dalam bentuk sekaa
balik berorientasi melestarikan dan mengembangkan santi, tradisi bertembang, pembacaan aksara dan
kebudayaan Bali yaitu kebudayaan yang dijiwai bahasa Bali, penguatan jati diri dan solidaritas
oleh agama Hindu. Dengan demikian antara sosial melalui tradisi ngayah, pelestarian seni tari
kebudayaan dan pembangunan (sektoral, regional, dan tabuh (tabuh geguntangan, dramatari arja),
dan sumber daya) terbina suatu hubungan interaksi serta mendukung kontinuitas pelaksanaan elemen-

61
I Komang Sudirga, dkk. (Kebangkitan Pasantian di Bali...) MUDRA Jurnal Seni Budaya

elemen tradisi upacara adat dan keagamaan; (b) pasantian dewasa ini menunjukkan kecenderungan
menghidupkan kembali sastra Bali tradisional, menguatnya budaya pamer. Dalam kaitan ini
dalam kaitan ini sastra Bali klasik yang pernah kegairahan baik tampil di panggung ritual maupun
mengalami keterpurukan kini dapat direvitalisasi. panggung elektronik sarat oleh keinginan aktualisasi
Semangat untuk menggeluti dunia sastra tradisional diri lebih dominan, hal ini tampak dari kecenderungan
semakin bergairah; (c) sekularisasi pasantian, hal menguatnya penyajian pasantian menuju presentasi
yang tak dapat dihindari dari fenomena kebangkitan estetis; (e) dampak psikologis dalam hal ini
pasantian ini adalah mencairnya konsep aja berkorelasi ketika seseorang telah terjun ke dunia
were yang pada masa lampau sangat disakralkan, pasantian, maka dipundaknya telah terbebani
dianggap tenget, kini terbebas dari ikatan ruang dan berbagai ekspektasi yang berkonotasi seorang yang
waktu. Kini, pasantian tidak hanya di puri dan geria, dianggap mempunyai nilai keistimewaan. Beban
tidak pula hanya di ranah upacara dengan berbagai psikologis ini berhubungan dengan pandangan
atributnya yang rumit (sesajen, pakaian adat, dan masyarakat yang memetaforakan anggota santi tidak
yang lainnya). Media telah menyediakan waktu ubahnya sebagai seorang misionaris, penjaga nilai-
hampir setiap hari dengan berbagai kemudahannya. nilai luhur, pengawal tradisi, dan benteng moralitas.
Akibatnya, tindak tanduk anggota santi cenderung
2. Dampak sosial menjadi perhatian publik. Konsekuensinya, kiprah
Dampak sosial yaitu (a) aktivitas pasantian mampu sekaa santi dalam aktivitas sosialnya sering kali
menumbuhkan kepercayaan diri dalam memperkuat mengundang sanjungan dan sekaligus cibiran.
identitas ke-Bali-an. Mereka tidak lagi merasa malu Tidak sedikit anggota masyarakat yang menjadikan
ketika menyajikan budaya tradisinya yang dianggap pasantian sebagai wahana pelarian untuk mencapai
arkais, tetapi justru merasa bangga ketika mampu ketenangan jiwa ketika aktivitas lainnya tidak
tampil dengan tembang Bali; (b) merevitalisasi memberikan solusi. Pasantian menjadi terapi untuk
modal sosial melalui aktivitas pasantian mampu menghilangkan stres, kebiasaan mabuk, dan keluar
membangun jejaring sosial yang dijadikan wahana pada malam hari.
membangun sentimen rasa kekeluargaan dan rasa
persaudaraan, untuk saling memberikan dukungan 3. Dampak ekonomi
dan bantuan, baik pada saat suka maupun duka. Dampak ekonomi meliputi: (a) meningkatnya
Untuk mempertahankan rasa sentimen tersebut produksi kerajinan gamelan. Salah satu pihak
diperlukan penanaman modal sosial (social yang menikmati keuntungan secara ekonomis
capital) bagi setiap orang dengan berperilaku dari semarak aktivitas pasantian adalah industri
jujur, tulus ikhlas, dan bertanggung jawab. Hal ini kerajinan gamelan. Di tengah-tengah pertumbuhan
penting untuk membangun kepercayaan seseorang sekaa santi yang semakin menjamur, industri budaya
dari orang lain. Kepercayaan itu akan mampu gamelan juga semakin marak. Semakin banyaknya
membangun sentimen individu untuk mempererat tumbuh sekaa santi dengan iringan geguntangan,
relasi dan hubungan sosial antar warga tanpa semakin meningkat produksi dan usaha industri
memandang sekat-sekat unsur ke-wangsa-an atau gamelan Bali. Setidaknya kebangkitan pasantian
pun ke-warna-an. Tradisi undang mengundang telah memberikan nilai tambah bagi para pengerajin
dan kunjung mengunjungi antar jejaring anggota gamelan, sehingga dapat meningkatkan omset
pasantian dalam suatu hajatan upacara adalah penjualan gamelan geguntangan dari tahun ke tahun;
contoh nyata solidaritas sosial yang terbentuk tanpa (b) sebagai sumber pendapatan baru masyarakat.
melihat sekat-sekat geografis, geneologis, status, Berkembangnya pasantian yang semarak dewasa ini
dan profesi; (c) mampu menumbuhkan semangat bagaimanapun memberikan peluang bagi penggiat
kreativitas, terutama kebangkitan pasantian kerap pasantian untuk menjadikannya sebagai sumber
kali menjadi motivasi para pelaku dan penggiat pendapatan baru, di luar pendapatan rutinnya.
pasantian melakukan inovasi-inovasi baik dalam Pertumbuhan sekaa santi yang semarak dengan
tataran bentuk, isi, dan penampilannya. Proses kreatif berbagai formatnya memberikan peluang bagi
ini mampu mereproduksi kebudayaan (pembiakan mereka yang ahli gamelan geguntangan dan ahli
kultural) secara kontinu sesuai dinamika estetika tembang untuk membina sekaa pasantian hingga
yang berkembang; (d) sumringah gairah penyajian ke desa-desa. Konvensasi modal pengetahuan yang

62
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

diberikan dapat dipertukarkan dengan material, aktivitas pasantian tidak lagi dikendalikan oleh
seperti dikatakan Bourdieu, pertukaran modal kendali-kendali aturan, tabu, moral, keagamaan,
budaya dengan modal ekonomi dapat dilihat dari tetapi oleh mesin hasrat itu sendiri, sehingga
hasil yang diterima pembina pasantian tidak semata- muncul berbagai penyimpangan perilaku; dan
mata berupa uang, tetapi juga berupa material (e) makna pemertahanan nilai-nilai sosial budaya
seperti gula, kopi, hasil panen berupa beras, kopi, dapat dicermati melalui upaya mendukung
pepaya, sayur mayur dan sebagainya. Selain itu, ketahanan sistemik yang dalam pasantian tampak
para penembang profesional baik secara individu dari keterkaitan pasantian dengan unsur-unsur
maupun kelompok yang tergabung dalam sekaa kebudayaan Bali lainnya, seperti religi, bahasa,
santi atau sanggar, tentu akan memiliki peluang peralatan, dan organisasi sosial, seperti sekaa,
besar menikmati honorarium dari pentas-pentas banjar, desa pakraman, sanggar, dan lain-lain.
yang bersifat komersial. Kerekatan antara unsur-unsur budaya terefleksi dari
integrasi antar unsur kebudayaan yang membangun
Sementara itu, makna kebangkitan pasantian totalitas dan keutuhan sehingga menjadi penyangga
pada era globalisasi, yakni (a) makna pendidikan ketahanan budaya secara umum.
bahwa pasantian menjadi salah satu pilar pewarisan
nilai-nilai budaya kepada masyarakat yang dapat Selanjutnya, temuan penelitian ini menunjukkan
menumbuhkan kecerdasan baik kecerdasan hal-hal sebagai berikut.
intelektual, spiritual, dan emosional yang sangat a). Pasantian telah berkembang dari resitasi karya
bermakna dalam kehidupan; (b) makna hiburan sastra yang bersifat pasif menjadi pertunjukan
dapat dicermati melalui penampilan pasantian di karya sastra yang performatif. Dengan kata lain,
panggung ritual lebih berorientasi pada penggapaian penyajian pasantian yang awalnya sebagai seni
ketenangan dan kesenangan, sedangkan di panggung pendukung kegiatan ritual, tetapi kini menjadi
elektronik lebih pada kepentingan untuk menghibur aktivitas seni menuju presentasi estetis.
diri, meringankan beban hidup baik dari efek b). Pasantian menjadi salah satu pilar alternatif
ketegangan psikologis maupun fisik; (c) makna untuk sebuah sistem edukasi tentang nilai-nilai
politik pencitraan dalam hingar bingar aktivitas kehidupan yang kompleks, yakni menyangkut
pasantian tersembunyi hasrat-hasrat yang bermakna pendidikan seni, agama, estetika, moral dan
simbolis. Makna-makna simbolis dengan citra gaya filsafat.
hidup mewah untuk meningkatkan status sosial, c). Aktivitas pasantian telah menunjukkan sebuah
prestise diri, serta popularitas menjadi hasrat para proses pembiakan kultural sebagai agen
pelaku pasantian. Mereka terjebak pada pola ruang reproduksi budaya. Hal ini dapat dicermati dari
konsumsi yang menurut Bakhtin (dalam Piliang, kegiatan bertembang yang melahirkan bentuk
2003: 300) sebagai carnivalism, yaitu sebuah ajang pasantian yang variatif seperti gita shanti,
permainan tanda, permainan gaya, dan permainan kemudian melahirkan pasantian arja negak,
makna. Kecenderungan ini juga sejalan dengan sampai pada pementasan dramatari arja.
pandangan Maslow (dalam Suryana, 2008: 54) d). Walaupun globalisasi berpotensi menghancurkan
bahwa manusia memiliki lima tingkatan kebutuhan, kebudayaan lokal akan tetapi kebudayaan
dua di antaranya yaitu 1) kebutuhan akan harga Bali dalam kasus pasantian mampu bertahan.
diri (esteem needs) yang pada umumnya tercermin Bahkan masyarakat Bali mampu membangun
dari pemakaian simbol-simbol status; dan 2) komunikasi estetisnya lewat penanda-penanda
aktualisasi diri (self actualisation) yakni tersedianya budaya global seperti radio, televisi, dan arus
peluang dan kesempatan bagi seseorang untuk teknologi komunikasi yang canggih sehingga
mengembangkan potensi yang ada pada dirinya dapat menimbulkan glokalitas, di samping
sehingga berubah menjadi kemampuan nyata; (d) mampu menggairahkan semangat aktivitas
makna hipermoralitas, dalam kaitan ini mengacu pasantian secara antusias. Dalam hal ini
pada pandangan Bataille (dalam Piliang, 2004: 146) di satu sisi globalisasi telah menimbulkan
menyebut istilah hipermoralitas dengan pengertian transnasionalisasi, tetapi di sisi lain lokalitas dan
suatu kondisi, yakni ukuran-ukuran moralitas yang etnisitas juga berkembang. Kondisi ini sejalan
ada tidak dapat dipegang lagi, wacana dalam terkait dengan pendapat Robertson (dalam Barker,

63
I Komang Sudirga, dkk. (Kebangkitan Pasantian di Bali...) MUDRA Jurnal Seni Budaya

2005: 158) menyatakan bahwa globalisasi lebih mengevaluasi peran lembaga Widyasabha
itu sekaligus juga lokalisasi. Globalisasi juga Dharmagita, dan membangun institusi (sanggar,
menyebabkan semakin intensnya hubungan pasraman) yang mampu mewadahi minat anak-anak
antara dimensi budaya global dengan budaya dan generasi muda dalam kegiatan pasantian secara
lokal atau etnis. Konsep glokalisasi untuk berkelanjutan. 3) Diperlukan gerakan membangun
menerangkan suatu proses bahwa yang lokal agent of change melalui berbagai komponen
diproduksi secara global dan lokalisasi yang sumber daya manusia sebagai inspirator, kreator,
global. dan pelopor, yakni selaku garda depan sosialisasi
nilai-nilai yang mampu menjadi inspirasi, panutan,
SIMPULAN dan suri teladan acuan perilaku.

Kebangkitan pasantian di Bali pada era globalisasi DAFTAR RUJUKAN


merupakan sebuah kesadaran baru masyarakat Bali
dalam memanfaatkan penanda-penanda budaya baru Barker, Chris. (2005), Culture Stdudies: Teori dan
(TV, radio, dan HT) sejak era tahun 1970-an, untuk Praktik (Edisi Keenam), Bentang, Yogyakarta.
membangun komunikasi estetis dalam konteks
tradisionalisasi pada era modernisasi dan Balinisasi Picard, Michel. (2006), Pariwisata Budaya dan
pada era globalisasi, yakni dengan mengangkat Budaya Pariwisata, Kepustakaan Populer Gramedia,
pasantian sebagai akar kebudayaan Bali ke dalam Jakarta.
pertarungan lokal-global untuk memperkuat identitas
ke-Balian-nya. Sinergitas ideologi, politik, ekonomi, Piliang, Yasraf Amir. (1997), Realitas-realitas Semu
dan pemanfaatan kemajuan teknologi komunikasi Masyarakat Konsumer: Estetika Hiperrealitas dan
secara sinergis menjadi faktor utama kebangkitan Politik Konsumerisme dalam Life Style Ecstasy:
pasantian. Inovasi yang dilakukan adalah untuk Kebudayan Pop dalam Masyarakat Komoditas
membangkitkan pasantian secara dinamis seiring Indonesia, Jalasutra, Yogyakarta.
dengan perubahan zaman dan perkembangan selera
estetika masyarakat. Demikin pula dekonstruksi _______________. 2003. Hiper Semiotika: Tafsir
terkait dengan aktivitas pasantian dapat dimaknai Cultural Studies atas Matinya Makna.Yogyakarta:
sebagai sikap kritis terhadap tatanan pasantian Jalasutra.
yang ada yakni melalui reinterpretasi, reorientasi
dan relokasi menuju perkembangan pasantian yang _______________. (2004a), Postrealitas: Realitas
lebih dinamis, humanis, egaliter, dan multikultural. Kebudayaan dalam Era Postmetafisika, Jalasutra,
Kebangkitan pasantian tidak saja berdampak secara Yogyakarta.
kultural, tetapi juga sosial, dan ekonomi. Pemaknaan
yang dapat digali dari kebangkitan pasantian dalam _______________. (2004b), Dunia yang Berlari
penelitian ini mencakup makna pendidikan, hiburan, Mencari Tuhan-tuhan Digital, PT. Gramedia Widia
politik pencitraan, hipermoralitas dan pemertahanan Sarana Indonesia, Jakarta.
nilai-nilai sosial budaya.
Rubinstein, R. (1992), Pepaosan Callengges and
Dari temuan dan simpulan yang telah dirumuskan Change dalam Danker Schaareman (Eds.) Balinese
di atas, dapat disampaikan beberapa saran, yang Music in Context. Frankfurt, Amadeus.
dapat dijadikan bahan kajian bagi pengambil
kebijakan dan penelitian selanjutnya. Adapun Suryawan, I Ngurah. (2009), Bali Pascakolonial:
saran dimaksud yaitu 1) Dalam hal ini diperlukan Jejak Kekerasan dan Sikap Kajian Budaya, Kepel
komitmen berbagai pihak, terutama para pengambil Press, Yogyakarta.
kebijakan di tingkat birokrasi dan para pengendali
otoritas di desa pakraman untuk memberikan ruang Tester, Keith. (2009), Immor(t)alitas Media:
dan perhatian yang lebih besar. 2) Pemerintah perlu Menelisik Moralitas dalam Jejaring Industri Media,
Juxtapose, Yogyakarta.

64
Volume 30, 2015 VolumeMUDRA Jurnal
30, Nomor Seni Budaya
1, Pebruari 2015
p 65 - 75
ISSN 0854-3461

Implikasi Pragmatik Bahasa Ungkap Tari Bondhan

MARYONO

Jurusan Seni Tari, Fakultas Seni Pertunjukan,


Institut Seni Indonesia Surakarta, Indonesia.
E-mail: maryonosingadimeja@yahoo.com

Penelitian ini pada dasarnya untuk mengkaji implikasi pragmatik bahasa ungkap tari Bondhan. Metodologi
penelitiannya bersifat kualitatif dengan menggunakan rujukan teori pragmatik yang mencakup: implikatur,
tindak tutur, prinsip kerja sama dan strategi kesantunan. Adapun teknik pengumpulan datanya melalui:
observasi, studi pustaka, dan wawancara. Teknik analisisnya menggunakan paradigma kualitatif yaitu
dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data dan secara khusus pada bagian akhir data-data simpulan
yang bersifat sementara dikaji dengan teknik analisis kualitatif interpretatif. Hasil temuan penelitian ini
dapat dipaparkan sebagai berikut. Tari Bondhan sebagai bahasa komunikasi seniman terhadap penonton
pada dasarnya merupakan sebuah sistem lambang atau simbol untuk menyampaikan pesan dengan strategi
implikatur. Dalam perspektif pragmatiknya seniman dalam menyampaikan pesan tersebut tidak dengan cara
mengungkapkan proposisi tuturannya secara eksplisit, namun makna tuturan atau pesan yang dikehendaki
disampaikan melalui cara implikatur yaitu dengan menggunakan bahasa ungkapan seni. Berdasarkan teori-
teori pragmatik, kajian bahasa ungkap Tari Bondhan secara verbal dan nonverbal dapat ditarik implikasi
pragmatiknya bahwa gambaran rasa sayang, kemesraan, dan keharmonisan seorang kakak terhadap adik
merupakan bentuk keteladanan nilai-nilai kasih sayang. Presentasinya nilai-nilai kasih sayang tersebut
layak dan perlu dijadikan pendidikan dalam rangka membentuk karakteristik anak dan para remaja.

The Pragmatic Implications of the Language


of Expression in the Bondhan Dance

The goal of this research is essentially to discover the pragmatic implications of the language of expression
in the Bondhan dance. The research methodology is qualitative in nature and makes reference to pragmatic
theories, including implicature, speech acts, principles of cooperation, and strategies of politeness. The
techniques used for data collection are observation, a library study, and interviews. The technique for
analysis uses a qualitative paradigm and is carried out together with the data collection, and specifically in
the final section, the temporary data presented in the conclusion is studied with an interpretative qualitative
analysis technique. The results of the research findings can be outlined as follows. The Bondhan dance,
as a means of linguistic communication between the artist and the audience, is essentially a system of
symbols for presenting a message using a strategy of implicature. From a pragmatic perspective, when
presenting the message, the artist does not express the speech propositions in an explicit manner, but rather
the meaning of the speech or the message he wishes to convey is presented in the way of implicature by
using artistic language of expression. Based on pragmatic theories, in the study of the verbal and nonverbal
language of expression in the Bondhan dance, the pragmatic implication can be drawn, that an illustration
of the affection, compassion, and harmony between two siblingsis an example of the true value of love. The
presentation of this value of love should be used to educate and form the characteristics of children.

Keywords: Bondhan dance, implicature, love, and characteristics of children.

65
Maryono (Implikasi Pragmatik Bahasa Ungkap Tari Bondhan) MUDRA Jurnal Seni Budaya

Bahasa merupakan media komunikasi yang seniman untuk menyampaikan pesan dengan strategi
memegang peranan sangat penting dalam kehidupan implikatur. Dasar pemahamannya bahwa seniman
manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia dalam menyampaikan pesan tidak dilakukan dengan
membutuhkan orang lain sebagai mitra komunikasi cara berbicara langsung, namun menggunakan
dalam rangka mempertahankan kehidupannya. Tari Bondhan sebagai bahasa komunikasinya.
Secara mendasar manusia menggunakan dua cara Dalam perspektif pragmatiknya seniman dalam
berkomunikasi, yaitu lewat bahasa verbal dan menyampaikan pesan tersebut tidak dengan cara
nonverbal (Lamuddin, 2005: 2). Setidaknya dua mengungkapkan proposisi tuturannya secara
cara komunikasi bahasa baik verbal dan nonverbal eksplisit, namun makna tuturan atau pesan yang
maupun campuran dari keduanya akan memberikan dikehendaki disampaikan melalui cara implikatur
salah satu solusi dalam menjaga sistem kemitraan yaitu dengan menggunakan bahasa ungkapan seni.
manusia. Pertimbangan yang mendasar yang harus Bagi masyarakat Jawa rupanya lambang atau simbol
mendapatkan fokus perhatian adalah bagaimana memiliki peranan sangat penting, sebab simbolisme
pesan yang hendak disampaikan penutur dapat sangat menonjol peranannya dalam tradisi adat
diterima petutur/mitra tutur tanpa berpotensi face Jawa. Menurut Clifford Geertz (1992: 6), simbol
threatening act. Untuk itu langkah penutur dalam tampak terbatas pada sesuatu yang mengungkapkan
menyampaikan maksudnya harus dilakukan secara secara tidak langsung, sehingga perlu perantara
implikatur agar pesan tersebut dapat diterima mitra yang berwujud simbol-simbol dalam puisi bukan
tutur dengan nyaman dan tidak face threatening act. dalam bentuk pengetahuan. Simbolisme semacam
Penyampaian pesan dengan strategi implikatur yang ini tampak pada tari Bondhan yang digunakan
demikian itu dalam ranah linguistik yang disebut seniman untuk berkomunikasi terhadap masyarakat
implikasi pragmatik. terutama bagi anak-anak.

Menurut Grice bahwa implikatur (implicature) Kelayakan tari Bondhan sebagai sasaran penelitian
adalah derivasi kata implicate yang bermakna dapat saya tunjukkan dari segi kualitas dan kuantitas,
menyiratkan secara kebahasaan (1981). Secara bahwasanya tari tersebut telah digunakan sebagai
aplikatif dalam percakapan implikatur merupakan materi lomba PORSENI dari tingkat karesidenan
inferensial yang muncul dan dapat ditarik sebagai hingga provinsi Jawa Tengah tahun 1990-an
sebuah simpulan makna (Gunarwan, 2006: (wawancara dengan Dwi Rahmani pada Desember
1). Pandangan itu menunjukkan bahwa dalam 2014). Setidaknya hingga kini Tari Bondhan
berkomunikasi secara implikatur penutur berupaya merupakan materi pembelajaran yang diberikan
untuk menyampaikan pesannya itu tidak secara apa kepada para siswi pada sanggar-sanggar tari di
adanya, namun dengan pertimbangan sandi. Merujuk Surakarta, seperti: Pawiyatan Karaton Kasunanan
dari teori Grice tersebut dapat kita aplikasikan pada Surakarta, Surya Sumirat di Mangkunegaran, Metta
tari Bondhan. Budaya, dan Sarwiretno Budaya (wawancara dengan
Nanik pada Oktober 2014). Selain itu tari tersebut
Tari Bondhan merupakan salah jenis bahasa juga hadir sebagai bentuk pertunjukan yang tampil
pragmatik yang memiliki dua komponen sekaligus, pada acara-acara: resepsi perkawinan, khitanan
yaitu verbal dan nonverbal. Ketika Tari Bondhan dan perayaan-perayaan lainnya. Secara kuantitas
dipertunjukkan atau dipentaskan itu merupakan semakin tampak meluas penyebarannya ketika
media bahasa seniman sebagai penutur untuk musik tari Bondhan direkam dalam bentuk kaset
menyampaikan pesan terhadap masyarakat sebagai gending beksan yang berlogo Penari Bondhan.
mitra tutur atau petutur. Kehadiran Tari Bondhan
dalam kehidupan masyarakat merupakan bahasa Bentuk kajian penelitian ini bersifat kualitatif, namun
komunikasi seniman terhadap audien yang bersifat langkah-langkah yang ditempuh juga menggunakan
sandi, mengingat di balik aktualisasi bahasa visual cara-cara kuantitatif seperti memeriakan jenis-
tari Bondhan terdapat makna yang tersirat sebagai jenis tindak tutur yang bersifat verbal dan cara-
pesan utama dari seniman. Tari sebagai bahasa cara pokok kualitatif untuk penjabaran dan analisis
komunikasi pada dasarnya merupakan sebuah baik bahasa verbal dan hubungannya dengan
sistem lambang atau simbol yang digunakan bahasa nonverbal sebagai finalisasi jawaban untuk

66
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

menemukan kualitas makna yang sesungguhnya. Bentuk bahasa verbal pada Tari Bondhan merupakan
Adapun metode pengumpulan data lewat: observasi, jenis-jenis teks yang bersifat kebahasaan yang
studi pustaka, dan wawancara merupakan langkah- berbentuk tembang. Jenis-jenis teks tembang
langkah penting yang dilakukan penulis. tersebut secara substantif fungsional dimanfaatkan
untuk menggambarkan kejadian peristiwa yang
Kajian terhadap implikatur pertunjukan tari sedang berlangsung dalam sebuah adegan yang
Bondhan ini merupakan ranah linguistik pragmatik bertumpu pada teks gerongan ladrang Ginonjing
yang secara simultan perhatiannya mengarah pada laras slendro pathet manyura. Selain itu juga terdapat
ungkapan bahasa yang bersifat verbal dengan jenis tembang yang digunakan penari sebagai
dukungan bahasa nonverbal, untuk itu teori-teori bahasa ekspresi secara langsung untuk bertutur.
maupun konsep-konsep sebagai rujukan analisisnya Aktualisasinya penari menyanyikan tembang Jawa
lebih bertumpu pada teori pragmatik. Adapun yaitu teks jineman Ledhung-ledhung laras slendro
jenis-jenis teori pragmatik yang digunakan untuk pathet manyura. Secara keseluruhan ungkapan
menganalisis bahasa ungkap tari Bondhan bertumpu bahasa verbal yang terdapat pada tari Bondhan
pada teori-teori: tindak tutur, prinsip kerja sama, yang berbentuk sastra tembang tersebut memiliki
strategi kesantunan, dan implikatur. keterikatan dengan irama, lagu, guru lagu dan guru
wilangan. Masing-masing teks grongan akan dikaji
IMPLIKASI PRAGMATIK BAHASA tentang jenis-jenis tindak tutur, konteks, realisasi
UNGKAP TARI BONDHAN prinsip kerja sama dan implikatur atau makna yang
tersirat dalam teks. Menurut Yule, bahwa jenis-
Tari Bondhan merupakan jenis tari putri tunggal jenis tindak tutur (TT) yang terdapat dalam sebuah
gaya Surakarta untuk anak-anak seusia Sekolah komunikasi setidaknya dapat diklasifikasikan
Dasar (SD). Pada mulanya tari Bondhan diciptakan menjadi lima macam, yaitu deklarasi, representatif,
oleh S.Ngaliman tahun 1961 dengan nama Bondhan ekspresif, direktif, dan komisif (2006: 92-94).
Mardisiwi yang musiknya menggunakan gendhing Berdasarkan teori tindak tutur yang dinyatakan
ladrang Mugirahayu dan jineman Mijil slendro Yule, jenis-jenis bahasa verbal yang terdapat dalam
manyuro (Haryono, 1997: 98). Dalam perkembangan tari Bondhan akan dikaji secara menyeluruh.
selanjutnya ketika rekaman pada tahun 1978 tari
Bondhan Mardisiwi berubah nama menjadi tari Teks gerongan Kinanthi laras slendro pathet
Bondhan dan musiknya diganti dengan gendhing manyura
Ayak-ayakan, ladrang Ginonjing dan jineman Bait 1.
Ledhung-ledhung yang secara musikal tampak lebih Pindha pakartin ibu,
dinamis sehingga kesan ceria dan gembira tampak Ing siang pantara ratri,
lebih tebal. Kelayakan Tari Bondhan sebagai tarian Kasoking katresnanira,
yang diperuntukkan bagi anak-anak ini salah satunya Dumateng putrani rki,
merujuk pada Pekan Olah Raga dan Seni (PORSENI) Linla kinudang-kudang,
tingkat SD yang menggunakan tari Bondhan sebagai Dadiya janma utami
materi lombanya pada tahun 1990-an. Selain itu tari (Sumber: kaset Tari Bondhan; wawancara
Bondhan banyak diminati terutama anak-anak putri Suparsih 2014).
yang belajar disanggar-sanggar seperti: Pawiyatan
Karaton Kasunanan, Surya Sumirat, Metta Budaya Bait 2.
dan Sarwiretna Budaya. Ketertarikan anak-anak Lagi nggulawenthah sampun,
remaja putri tersebut rupanya berkait dengan Pinadusan toya wening,
digunakannya properti payung dan boneka bayi yang Ginanti busana nira,
biasa digunakan sebagai mainannya. Karakteristik Pinupuran wedhak wangi,
Tari Bondhan lebih mengarah pada jenis madya Kalisa ing sambkala,
antara sikap luruh dan lanyap pada genre tari putri. Salira subur lestari
(Sumber: kaset Tari Bondhan; wawancara
Suparsih 2014).

67
Maryono (Implikasi Pragmatik Bahasa Ungkap Tari Bondhan) MUDRA Jurnal Seni Budaya

Terjemahan. Bait 2.
Bait 1. Dalam ranah pendidikan
Sepertilah kasih sayang seorang ibu Dimandikan dengan air jernih
Setiap waktu baik siang maupun malam Diberi pakaian
Seluruh kasing sayang yang diberikan tidak Diberi bedak harum
terhingga Supaya terhindar dari malapetaka
Terhadap anaknya Sehat jasmani-rohani selamanya.
Ia selalu mengharapkan
Supaya menjadi manusia yang baik akhlak dan
sikap perilakunya.

Tabel 1. Jenis-jenis tindak tutur (TT) yang melekat pada teks gerongan Kinanthi laras slendro pathet manyura dan
pemarkah.
No Penutur Teks verbal gerongan Kinanthi laras Jenis-jenis TT Pemarkah
slendro pathet manyura
1.1 Vokalis putra Pindha pakartin ibu, Direktif permintaan Pindha
dan putri
1.2 Vokalis putra Ing siang pantara ratri, Representatif siang-ratri
dan putri
1.3 Vokalis putra Kasoking katresna nira, Representatif kasoking
dan putri
1.4 Vokalis putra Dumateng putrani rki, Direktif permintaan dumateng
dan putri
1.5 Vokalis putra Linla kinudang-kudang, Direktif harapan kinudang
dan putri
1.6 Vokalis putra Dadiya janma utami. Direktif harapan dadiya
dan putri
1.7 Vokalis putra Lagi nggulawenthah sampun, Representatif lagi nggulawenthah
dan putri
1.8 Vokalis putra Pinadusan toya wening, Representatif pinadusan
dan putri
1.9 Vokalis putra Ginanti busana nira, Representatif ginanti
dan putri
1.10 Vokalis putra Pinupuran wedhak wangi, Representatif pinupuran
dan putri
1.11 Vokalis putra Kalisa ing sambkala, Direktif harapan kalisa
dan putri
1.12 Vokalis putra Salira subur lestari. Direktif harapan lestari
dan putri

Konteks adalah sebuah konsep yang dinamis, bukan pertuturan terjadi dalam sebuah rumahtangga.
Teks verbal gerongan Kinanthi laras slendro
statis.
No Konteks
Penutur dipahami sebagai sebuah lingkungan
pathet manyura
Situasi tutur: situasi
Jenis-jenis TT tidak formal.
Pemarkah Identifikasi
yang selalu berubah yang memungkinkan peserta pelaku diungkapkan oleh seorang penari anak
1.1 Vokalis putri Adiku sing bagus-bagus dhw, Ekspresif sing bagus
tutur berinteraksi dan yang membantu mereka putri berbusana tradisi Jawa dengan memakai
memahami ungkapan-ungkapan kebahasaan yang kemben, kain jarit dan sehelai sampur/selendang,
mereka
1.2 gunakan
Vokalis putridalam suatu proses komunikasi
Atak ldhung-ldhung, membawa Ekspresif
payung sambil menggendong
atak ldhung boneka
(Yule, 1998). Peserta tutur: vokalis putra dan putri anak. Dukungan musik yang berirama sedang
(penutur/pn).
1.3
Penari
Vokalis putri
merespon dengan
Ayo mlu aku wa,
gerak dan dengan suasana dinamis dan lincah
Direktif permintaan, ayo
terasa menyatu
audien (petutur/pt). Tema: nasihat kasih sayang. dengan bahasa ungkap
ajakan gerak yang semangat, riang
Tujuan: memberikan pendidikan terhadap anak- dan gembira.
Ekspresif
anak
1.4 tentang
Vokalis kasih
putri sayang
Atakseorang kakak wanita
ldhung-ldhung, atak ldhung
terhadap adik laki-laki. Status sosial: seorang kakak Bahasa nonverbal diungkapkan dengan gerak-gerak
yang
1.5
baik dan sayang terhadap
Vokalis putri
adiknya. Tempat:
Ibu lagi olah-olah kanggo kow
tradisi yangRepresentatif
dimaksudkan untuk bahasa simbolis
lagi olah-olah

68
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

dari reaktualisasi ekspresi seniman supaya pesan dan salira. selain itu terdapat kata-kata yang
yang dikehendaki dapat ditangkap dan diserap mengandung ketaksaan, seperti: kasoking,
maknanya oleh audien/penonton sebagai petutur. linla, dan kinudang-kudang. Pernyataannya
Penari bergerak lumaksana lembehan, srisik dan tidak dapat ringkas karena dipresentasikan
sembahan menggambarkan bahwa seseorang untuk dalam bentuk tembang Kinanthi yang terikat:
memulai suatu aktivitas perlu hening sejenak untuk irama gerongan yang dinamis, lagu gerongan
berdoa memohon terhadap Yang Maha Esa agar cenderung lugas dan sederhana, lagu sindhenan
mendapat keselamatan dan kesuksesan. Ungkapan yang banyak wiled (banyak garap lagu yang
bahasa nonverbal yang meliputi gerak-gerak laku rumit), guru wilangan dan guru lagu.
enjeran, ngilo kaca, entrag, penthangan tangan, 3. Maksim kualitas dipatuhi, dimaksudkan untuk
dan laras ukel karna merepresentasikan tentang menggambarkan kegembiraan, keceriaan dan
kegembiraan dan keceriaan seorang anak perempuan rasa sayang seorang kakak terhadap adiknya.
yang mendapatkan kesempatan untuk bermain. 4. Maksim hubungan dipatuhi, dimaksudkan
untuk menjaga kerja sama antara penutur
Bentuk ungkapan bahasa nonverbal berupa jenis- dengan petutur, masing-masing memberikan
jenis gerak laku batangan, laku lamba sambil kontribusi yang relevan. Bentuk kontribusinya,
membawa payung, sindhet ukel karno, laku telu vokalis sebagai penutur mengekspresikan teks
dan srisik merupakan ungkapan kegembiraan anak verbal gerongan Kinanthi laras slendro pathet
perempuan dengan bermain payung. Berikutnya manyura kemudian penari merespon dengan
adalah ungkapan bahasa nonverbal gerak ngedusi, gerak gerak laku enjeran, ngilo kaca, entrag,
nyalini, medhaki, ngumbahi dan mpni merupakan penthangan tangan, laras ukel karna, sindhet
gambaran aktual kasih sayang seorang kakak ukel karno, laku telu, srisik, gerak ngedusi,
terhadap adik. nyalini, medhaki, ngumbahi dan mpni sesuai
maksud penutur berdasarkan teks tersebut dan
Prinsip kerja sama berdasarkan bahasa verbal petutur mengamati dan memahami dengan
pada teks gerongan Kinanthi laras slendro pathet menghayati.
manyura dapat diungkap sebagai berikut.
1. Maksim kuantitas dilanggar, karena tuturan teks Levinson berpendapat implikatur percakapan adalah
verbal gerongan Kinanthi laras slendro pathet the notion of conversational implicature is one
manyura terdiri dari dua bait tembang. Selain of the single most important ideas in pragmatics
itu bahasa verbal gerongan Kinanthi tersebut (1983: 97). Secara ringkas implikatur dapat
pada presentasinya terikat dua garap lagu yaitu dinyatakan sebagai sebuah makna yang disiratkan
gerongan dan sindhnan. Pelanggaran maksim dalam sebuah percakapan. Kajian implikatur
kuantitas juga terdapat pada keterikatan guru bahasa verbal gerongan Kinanthi laras slendro
wilangan atau jumlah suku kata setiap baris pathet manyura yang mencakup bait 1 dan 2 lebih
pada bahasa verbal gerongan Kinanthi yang mengarah pada pemaknaan tuturan-tuturan yang
setiap baitnya terdiri dari: 6 baris, masing- kontekstual.
masing baris terbagi: 8 suku kata. Sumbangan
informasi tidak seinformatif yang dibutuhkan Implikatur bahasa verbal gerongan Kinanthi
karena bahasa verbal Kinanthi terikat guru lagu laras slendro pathet manyura pada bait ke-1 baris
atau huruf hidup pada akhir setiap baris, baris 1: ke-1 tuturan: Pindha pakartin ibu yang secara
u, baris 2: i, baris 3: a, baris 4: i, baris 5: a, dan kontekstual adalah bentuk ungkapan permintaan
baris 6: i. seorang kakak terhadap adik untuk meneladani sikap
2. Maksim cara dilanggar, karena dalam dan perilaku seorang ibu. Sikap dan kasih sayang
menyampaikan tuturan, seniman menggunakan seorang ibu terhadap anak yang diminta untuk
bahasa tembang berupa teks verbal gerongan diteladani adalah bentuk cinta kasih sayang yang
Kinanthi laras slendro pathet manyura yang tidak terbatas dan tidak pernah terputus sepanjang
sulit dimengerti petutur, mengingat banyak masa, seperti tercermin pada tuturan bait ke-1
kata-kata yang samar yang bersifat arkhais, baris ke-2: Ing siang pantara ratri, tuturan baris
di antaranya: rki, janma, kalis, sambkala, ke-3: Kasoking katresnanira dan ungkapan cinta

69
Maryono (Implikasi Pragmatik Bahasa Ungkap Tari Bondhan) MUDRA Jurnal Seni Budaya

kasihnya yang terfokus hanya untuk anak adalah Kinanthi merupakan tuturan pendidikan yang
tuturan baris ke-4: Dumateng putrani rki. Selain bersifat jasmani. Wujud pendidikan kasih sayang
itu kasih sayang seorang ibu juga berupa harapan seorang kakak berikutnya adalah mengarah pada
dan berdoa agar anaknya menjadi manusia yang peningkatan secara rohaniah yang diungkapkan pada
No Penutur Teks verbal gerongan Kinanthi laras Jenis-jenis TT Pemarkah
memiliki budi pekerti yang baik dan luhur yang tuturan baris ke-5: Kalisa ing sambkala, baris ke-6:
slendro pathet manyura
tercermin
1.1 pada tuturan
Vokalis putra tembang
PindhaKinanthi
pakartinbait
ibu,ke-1 Salira subur lestari
Direktif yang dikandung
permintaan Pindhamaksud supaya
Linla
baris ke-5:dan putri kinudang-kudang dan baris ke-6 adiknya selamat terhindar dari segala malapetaka
yang1.2berbunyi: Dadiya
Vokalis putra janma
Ingutami.
siang pantara ratri, dan dapat hidup hingga akhir hayatnya.
Representatif siang-ratri
dan putri
1.3 implikatur
Adapun Vokalis putra Kasoking
bait ke-2 katresna
teks verbal nira,
gerongan Ledhung-ledhungkasoking
Representatif
Teks jineman laras slendro pathet
dan putri
Kinanthi tersebut adalah ungkapan kasih sayang manyura.
1.4 Vokalis putra Dumateng putrani rki, Direktif permintaan dumateng
seorang kakak terhadap adik. Bentuk kasih sayang Adiku sing bagus-bagus dhw,
dan putri
seorang
1.5 kakak diungkapkan
Vokalis putra dengan tuturan yang
Linla kinudang-kudang, AtakDirektif
ldhung-ldhung,
harapan kinudang
mengandung dan makna
putri pendidikan yang tersurat dan Ayo mlu aku wa,
tersirat
1.6 pada tuturan
Vokalis putra bait Dadiya
ke-2 baris utami. Lagi
janmake-1: AtakDirektif
ldhung-ldhung,
harapan dadiya
nggulawenthah
dan putrisampun. Pada tuturan-tuturan Ibu lagi olah-olah kanggo kow (kaset tari
1.7 ke-2,
baris Vokalis
3, dan Lagi nggulawenthah
putra4 berikutnya sampun,
secara parsial Representatif
Bondhan; lagi nggulawenthah
wawancara Nartutik 2014).
dan putri
merupakan bentuk realisasi cara-cara mendidik
1.8 Vokalis putra Pinadusan toya wening, Representatif pinadusan
yang dimaksudkan dari tuturan bait ke-2 baris Terjemahan.
dan putri
ke-1,
1.9 adapun tuturannya
Vokalis putra secara busana
Ginanti berurutan
nira, baris Adikku yang paling tampan,
Representatif ginanti
ke-2: Pinadusan
dan putritoya wening (memandikan), baris Yang tersayang,
ke-3: Ginanti
1.10 busana
Vokalis putranira (mengganti busanawangi,
Pinupuran wedhak yang MariRepresentatif
bersama kakak, pinupuran
bersih) dan putri ke-3: Pinupuran wedhak wangi
danbaris Yang tersayang,
1.11 supaya
(merias Vokalis tampak
putra Kalisa ing
cantik). sambkala,
Bait ke-2 baris Ibu Direktif kalisa kamu.
harapan untuk makan
baru memasak
dan putri
ke-1, ke-2, ke-3 dan ke-4 teks verbal gerongan
1.12 Vokalis putra Salira subur lestari. Direktif harapan lestari
dan putri
Tabel 2. Jenis-jenis tindak tutur (TT) yang melekat pada teks jineman Ledhung-Ledhung laras slendro pathet
manyura dan pemarkah.
Teks verbal gerongan Kinanthi laras slendro
No Penutur Jenis-jenis TT Pemarkah
pathet manyura
1.1 Vokalis putri Adiku sing bagus-bagus dhw, Ekspresif sing bagus

1.2 Vokalis putri Atak ldhung-ldhung, Ekspresif atak ldhung

1.3 Vokalis putri Ayo mlu aku wa, Direktif permintaan, ayo
ajakan
Ekspresif
1.4 Vokalis putri Atak ldhung-ldhung, atak ldhung

Representatif
1.5 Vokalis putri Ibu lagi olah-olah kanggo kow lagi olah-olah

Peserta tutur: vokalis putri (penutur/pn). Penari rumahtangga. Situasi tutur: situasi tidak formal.
merespon dengan gerak dan audien (petutur/ Identifikasi pelaku diungkapkan oleh seorang penari
pt). Tema: kasih sayang. Tujuan: memberikan anak putri berbusana tradisi Jawa dengan memakai
pendidikan terhadap anak-anak tentang kasih sayang kemben, kain jarit dan sehelai sampur/selendang
seorang kakak wanita terhadap adik laki-laki. Status sambil menggendong boneka anak. Dukungan musik
sosial: seorang kakak yang baik dan sayang terhadap yang berirama sedang dengan suasana dinamis dan
adiknya. Tempat: pertuturan terjadi dalam sebuah lincah terasa menyatu dengan bahasa ungkap gerak
yang riang dan gembira.

70
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

Ungkapan bahasa nonverbal tampak diaktualisasikan dhw. Pernyataannya tidak dapat ringkas
seorang penari anak wanita menimang-nimang karena dipresentasikan dalam bentuk tembang
boneka dengan berputar-putar sambil bersenandung jineman yang terikat: irama, lagu jineman yang
tembang Jawa jineman Ledhung-ledhung laras banyak wiled, guru wilangan, dan guru lagu.
slendro pathet manyura. Adapun bahasa nonverbal 3. Maksim kualitas dipatuhi, dimaksudkan untuk
gerak yang digunakan penari untuk mengungkapkan menggambarkan kegembiraan, keceriaan dan
kesan kegembiraan dan rasa sayang seorang kakak rasa sayang seorang kakak terhadap adiknya.
terhadap adik tampak sangat sederhana yaitu gerak 4. Maksim hubungan dipatuhi, dimaksudkan
laku miring sambil berputar-putar yang sesekali untuk menjaga kerja sama antara penutur
berhenti sambil mencium boneka dan srisik dengan petutur, masing-masing memberikan
dengan irama dinamis. Berakhirnya permainan ini, kontribusi yang relevan. Bentuk kontribusinya,
suasana kembali menjadi tenang dan damai, dimana vokalis sebagai penutur mengekspresikan teks
penari bergegas dengan menggendong boneka dan verbal jineman Ledhung-ledhung laras slendro
membawa payung sambil lumaksana lmbhan pathet manyura kemudian penari merespon
yang diiringi musik ayak-ayakan. dengan gerak laku miring, srisik, dan lumaksana
lmbhan sesuai maksud penutur berdasarkan
Prinsip Kerja Sama berdasarkan bahasa verbal pada teks tersebut dan petutur mengamati dan
teks jineman Ledhung-ledhung laras slendro pathet memahami dengan menghayati.
manyura dapat diungkap sebagai berikut.
1. Maksim kuantitas dilanggar, karena jumlah Implikatur yang disiratkan pada teks verbal jineman
informasinya tidak tepat terkait dengan bentuk Ledhung-ledhung laras slendro pathet manyura
tuturan yang berupa teks verbal jineman adalah bentuk ungkapan kasih sayang seorang
Ledhung-ledhung laras slendro pathet manyura kakak terhadap adik. Ungkapan kasih sayang yang
yang terikat irama dan lagu. Pelanggaran diekspresikan seorang kakak merupakan ungkapan
maksim kuantitas juga terdapat pada keterikatan sanjungan yang tulus dari sanubari yang paling
guru wilangan atau jumlah suku kata setiap baris dalam yang tercermin pada jineman Ledhung-
pada bahasa verbal jineman Ledhung-ledhung ledhung laras slendro pathet manyura pada tuturan
yang baris 1: 10 suku kata, baris 2: 6 suku kata, baris ke-1: Adiku sing bagus-bagus dhw dan baris
baris 3: 8 suku kata, baris 4: 6 suku kata, baris ke-2 serta baris ke-4 yang berbunyi: Atak ldhung-
5: 12 suku kata. Sumbangan informasi tidak ldhung. Selain itu juga terdapat sebuah pendidikan
seinformatif yang dibutuhkan karena bahasa yang lebih mengarah pada pembimbingan seorang
verbal jineman terikat guru lagu, baris 1: , kakak yang sifatnya memberi pengertian terhadap
baris 2: u, baris 3: , baris 4: u dan baris 5: . adik agar bersikap lebih kooperatif agar seluruh
2. Maksim cara dilanggar, karena dalam kegiatan sehari-hari seorang ibu dapat berjalan
menyampaikan tuturan, seniman menggunakan lancar dan nyaman. Hal ini tercermin pada tuturan
bahasa tembang berupa teks verbal jineman jineman Ledhung-ledhung laras slendro pathet
Ledhung-ledhung laras slendro pathet manyura. manyura pada baris ke-3: Ayo mlu aku wa dan
Terdapat kata-kata yang mengandung ketaksaan, baris ke-5 yang berbunyi: Ibu lagi olah-olah kanggo
seperti: Ledhung-ledhung dan bagus-bagus kow.

Tabel 3. Rekapitulasi jenis-jenis TT pada bahasa verbal Tari Bondhan.


No Jenis TT Teks gerongan Kinanthi laras Teks jineman Ledhung-ledhung Jumlah
slendro pathet manyura laras slendro pathet manyura

1 Representatif 6 1 7
2 Ekspresif - 3 3
3 Direktif 6 1 7
4 Deklaratif - - -
5 Komisif - - -
6 Jumlah total 17

No Jenis-jenis TT pada bahasa verbal tari Bondhan Jumlah


71
1 Representatif 7 : 17 X 100 41.18 %
2 Ekspresif 3 : 17 X 100 17.64 %
3 Direktif 7 : 17 X 100 41.18 %
2 Ekspresif - 3 3
3 Direktif 6 1 7
4 Deklaratif - - -
Maryono (Implikasi
5 Pragmatik Bahasa- Ungkap Tari Bondhan)
Komisif - MUDRA Jurnal
- Seni Budaya
6 Jumlah total 17

Tabel 4. Persentase jenis-jenis TT pada bahasa verbal tari Bondhan.


No Jenis-jenis TT pada bahasa verbal tari Bondhan Jumlah
1 Representatif 7 : 17 X 100 41.18 %
2 Ekspresif 3 : 17 X 100 17.64 %
3 Direktif 7 : 17 X 100 41.18 %
4 Deklaratif - -
5 Komisif - -
6 Jumlah total 100 %

Menurut Grice bahwa implikatur (implicature) melakukan sesuatu, sedangkan TT representatif


adalah derivasi kata implicate yang bermakna merupakan TT yang dipakai penutur untuk
menyiratkan secara kebahasaan (1981). Kehadiran menyampaikan informasi. Secara fungsional
tari Bondhan dalam kehidupan masyarakat tuturan direktif tersebut meliputi: permintaan dan
adalah salah satu bahasa komunikasi seniman harapan. Sejalan dengan pernyataan Yule, bentuk-
terhadap masyarakat. Dalam perspektif linguistik bentuk TT direktif yang berfungsi sebagai bentuk
pragmatik tari Bondhan merupakan bahasa ungkap permintaan yang terdapat dalam teks gerongan
yang digunakan seniman sebagai penutur untuk Kinanthi pada bait ke-1 tuturan: pindha pakartin
menyampaikan pesannya secara implikatur. Bahasa ibu, dan dumateng putrani rki, dimaksudkan
ungkap tersebut terdiri dari bahasa yang bersifat penutur meminta supaya audien sebagai petutur
verbal dan nonverbal. untuk dapat menteladani sikap dan kasih sayang
seorang ibu terhadap anak. Adapun jenis-jenis TT
Secara kuantitatif pembagian jenis-jenis tindak tutur direktif yang berarti harapan yang tercermin dalam
yang terdapat pada bahasa verbal teks gerongan teks gerongan Kinanthi pada bait ke-1 tuturan:
Kinanthi laras slendro pathet manyura dan teks linla kinudang-kudang dan dadiya janma utami,
jineman Ledhung-ledhung laras slendro pathet serta bait ke-2 tuturan: kalisa ing sambkala dan
manyura, terdapat jenis-jenis tindak tutur yang salira subur lestari merupakan harapan terhadap
dominan yaitu representatif dan direktif. Capaian Tuhan yang berarti bentuk doa yang dimaksudkan
secara keseluruhan TT representatif dan TT direktif supaya anak yang dibimbing menjadi manusia yang
pada teks-teks gerongan Kinanthi dan jineman baik budi pekerti, terhindar dari segala malapetaka
Ledhung-ledhung, perolehan secara prosentase dan dapat hidup hingga akhir hayatnya.
masing-masing mencapai: 41.18%.
Untuk mengupayakan agar kandungan makna yang
Menurut Yule (1996), TT representatif secara dikehendaki penutur dapat ditangkap dan sampai
fungsional digunakan penutur untuk memberikan pada petutur, penutur memandang perlu menerapkan
informasi. Merujuk bahasa verbal tari Bondhan prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan secara
dominasi TT representatif adalah menginformasikan selektif dalam bahasa verbal teks-teks sastra
tentang adanya kasih sayang seorang ibu yang tidak tembang gerongan Kinanthi dan jineman Ledhung-
terhingga terhadap anak pada tuturan gerongan ledhung. Menurut Grice prinsip kerja sama dalam
Kinanthi bait 1 baris ke-2: Ing siang pantara ratri pertuturan dibagi menjadi empat maksim yaitu
baris ke-3: Kasoking katresnanira. Selain itu juga maksim kuantitas, maksim cara, maksim kualitas,
terdapat informasi tentang bentuk pendidikan dan dan maksim hubungan (dalam Leech, 1993: 11).
sekaligus bentuk kasih sayang seorang kakak yang Maksim kuantitas yang diharapkan memberikan
terdapat pada tuturan gerongan Kinanthi bait 2 informasi yang tepat sesuai yang dibutuhkan
baris ke-1: Lagi nggulawenthah sampun, baris ke-2 dan jangan melebihi yang dibutuhkan, realisasi
Pinadusan toya wening, baris ke-3 Ginanti busana pada bahasa verbal tembang gerongan Kinanthi
nira dan baris ke-4: Pinupuran wedhak wangi. dan jineman Ledhung-ledhung dilanggar karena
informasi yang dibutuhkan tidak sesuai, melebihi
Secara fungsional TT direktif merupakan TT yang dibutuhkan karena kedua jenis bahasa verbal
yang dipakai penutur untuk menyuruh orang lain

72
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

tembang tersebut pada presentasinya masing- ke-1: lagi nggulawenthah sampun, baris ke-2:
masing terikat lagu, jumlah suku kata setiap baris pinadusan toya wening, baris ke-3: ginanti busana
(guru wilangan) dan huruf hidup pada akhir setiap nira, dan baris ke-4: pinupuran wedhak wangi, dan
baris (guru lagu). Pelanggaran maksim kuantitas pendidikan rohani yang bersifat doa yang tercermin
ini dimaksudkan seniman sebagai penutur agar pada baris ke-5: kalisa ing sambkala dan 6: salira
pesannya dapat diterima petutur dengan penuh rasa subur lestari bait ke 2 tembang gerongan Kinanthi.
estetik. Berakhir dengan bentuk bimbingan seorang kakak
dengan penuh perhatian yang tercermin pada bahasa
Realisasi maksim cara agar mengusahakan verbal tembang jineman Ledhung-ledhung baris
informasi mudah dimengerti, menghindari ke-1: adiku sing bagus-bagus dhw, baris ke-2:
pernyataan yang samar, menghindari ketaksaan atak ldhung-ldhung, baris ke-3: ayo mlu aku wa,
dan mengusahakan agar ringkas pada teks verbal baris ke-4: atak ldhung-ldhung, dan baris ke-5: ibu
gerongan Kinanthi dan jineman Ledhung-ledhung, lagi olah-olah kanggo kow. Maksud dipatuhinya
dilanggar karena dalam menyampaikan tuturan, maksim kualitas ini adalah untuk menggambarkan
penutur menggunakan bahasa tembang yang sulit kegembiraan, keceriaan dan kasih sayang seorang
diterima petutur, mengingat banyak kata-kata yang kakak terhadap adik.
samar yang bersifat arkhais, seperti: rki, janma,
kalis, sambkala, dan salira. Terdapat kata-kata Maksim hubungan dipatuhi, dimaksudkan untuk
yang mengandung ketaksaan, seperti: kasoking, menjaga kerja sama antara penutur dengan petutur
linela, sambkala, kinudang-kudang, Ledhung- supaya masing-masing memberikan kontribusi
ledhung dan bagus-bagus dhw. Pernyataannya yang relevan. Bentuk kontribusinya, penutur
tidak dapat ringkas karena dipresentasikan dalam mengungkapkan tuturannya lewat bahasa verbal
bentuk tembang Kinanthi dan jineman Ledhung- tembang gerongan Kinanthi dan jineman Ldhung-
ledhung yang terikat: irama gerongan yang dinamis, ldhung laras slendro pathet manyura yang berisi
lagu gerongan cenderung lugas dan sederhana, tentang kasih sayang seorang kakak terhadap adik
lagu sindhenan yang banyak wiled (banyak garap disajikan oleh vokalis kemudian penari merespon
lagu yang rumit), lagu jineman Ledhung-ledhung dengan bahasa nonverbal berupa gerak laku miring
yang cenderung dinamis dan gembira, guru sambil berputar-putar yang sesekali berhenti sambil
wilangan dan guru lagu. Pelanggaran maksim cara mencium boneka dan srisik dengan irama dinamis
penutur dimaksudkan supaya pesan yang hendak yang menggambarkan seorang kakak dengan
disampaikan terhadap petutur dapat diterima dengan penuh rasa kasih sayang sedang menimang adik
penuh rasa estetik. sesuai maksud penutur berdasarkan bahasa verbal
tembang tersebut dan petutur/audien mengamati
Realisasi maksim kualitas pada bahasa verbal dan memahami dengan cara menghayati.
tembang gerongan Kinanthi dan jineman
Ledhung-ledhung agar mengusahakan sumbangan Prinsip kesantunan berdasarkan bahasa verbal
informasi anda benar pada prinsipnya dipatuhi. gerongan Kinanthi dan jineman Ledhung-ledhung
Bentuk kepatuhan dapat ditunjukkan pada makna laras slendro pathet manyura dilakukan dengan
bahasa verbal tembang gerongan Kinanthi dan strategi kesantunan muka positif dan tidak langsung.
jineman Ledhung-ledhung yang secara linear Strategi penutur menggunakan kesantunan muka
menggambarkan kasih sayang seorang kakak positif yaitu dengan tuturan-tuturan yang bersifat:
terhadap adik yang diawali dengan memberi nasehat sanjungan, kasih sayang, perintah yang bersifat
tentang kasih sayang ibu yang tercermin pada baris halus, dan disampaikan secara tidak langsung
ke-1: pindha pakartin ibu, baris ke-2: ing siang karena dikemas dalam bentuk tembang. Tuturan
pantara ratri, baris ke-3: kasoking katresnanira, sanjungan, seperti: Adiku sing bagus-bagus dhw;
dan baris ke-4: dumateng putrani rki, dan doanya tuturan kasing sayang, seperti: Atak ldhung-
yang tercermin pada baris ke-5: linla kinudang- ldhung; tuturan perintah ajakan yang bersifat
kudang, dan baris ke-6: dadiya janma utami bait rayuan: Ayo mlu aku wa; tuturan perintah
1 tembang gerongan Kinanthi. Dilanjutkan bentuk permintaan yang bersifat halus, seperti: Pindha
pendidikan jasmani yang tercermin pada baris pakartin ibu, ing siang pantara ratri, kasoking

73
Maryono (Implikasi Pragmatik Bahasa Ungkap Tari Bondhan) MUDRA Jurnal Seni Budaya

katresnanira, dan dumateng putrani rki. Selain makna pendidikan yang tersurat dan tersirat pada
itu bentuk tuturan perintah yang bersifat harapan, tuturan baris ke-1: Lagi nggulawenthah sampun.
seperti: Linla kinudang-kudang, dadiya janma Pada tuturan-tuturan baris ke-2, 3, dan 4 berikutnya
utami, kalisa ing sambkala dan salira subur lestari. secara parsial merupakan bentuk realisasi cara-cara
Hal itu dimaksudkan penutur supaya petutur dapat mendidik yang dimaksudkan dari tuturan bait ke-2
menerima pesan yang disampaikannya dengan baik baris ke-1, adapun tuturannya secara berurutan baris
tanpa berpotensi face threatening act. Pesan penutur ke-2: Pinadusan toya wening (memandikan), baris
berupa nasihat tentang kemesraan, keharmonisan ke-3: Ginanti busana nira (mengganti busana yang
dan kasih sayang seorang kakak terhadap adik yang bersih) dan baris ke-3: Pinupuran wedhak wangi
disampaikan dalam bentuk ungkapan yang penuh (merias supaya tampak cantik). Bait ke-2 baris
estetis tersebut dapat diterima dan dipahami petutur ke-1, ke-2, ke-3 dan ke-4 teks verbal gerongan
secara nyaman dan mantap. Kinanthi merupakan tuturan pendidikan yang
bersifat jasmani. Wujud pendidikan kasih sayang
Menurut Leech, bahwa semua implikatur bersifat seorang kakak berikutnya adalah mengarah pada
probabilistik, karena apa yang dimaksud oleh si peningkatan secara rohaniah yang diungkapkan
penutur dengan tuturannya tidak pernah dapat pada tuturan baris ke-5: Kalisa ing sambkala, baris
diketahui dengan pasti (1993: 45). Dalam hal ini ke-6: Salira subur lestari yang dikandung maksud
mitra tutur berupaya merujuk pada kondisi-kondisi supaya adiknya selamat terhindar dari segala
yang dapat diamati, bentuk tuturan, dan konteks yang malapetaka dan dapat hidup hingga akhir hayatnya.
kemudian membuat simpulan yang paling mungkin Makna implikaturnya bentuk pendidikan kasih
dari seluruh interpretasi evidensi yang ada, sehingga sayang seorang kakak terhadap adik.
langkah-langkah heuristik akan dapat menarik
makna utama sebagai implikasi pragmatiknya. Secara bahasa nonverbal tari Bondhan adalah
Berdasarkan bahasa verbal gerongan Kinanthi laras penggambaran figur seorang penari perempuan
slendro pathet manyura pada bait 1 baris ke-1 tuturan: yang menimang boneka anak dengan dukungan:
Pindha pakartin ibu yang secara kontekstual tema, gerak, busana, rias, properti dan musik
adalah bentuk ungkapan permintaan seorang kakak rupanya telah menunjukkan kualitasnya. Tema yang
terhadap adik untuk menteladani sikap dan perilaku dipilih adalah kasih sayang seorang kakak terhadap
seorang ibu. Sikap dan kasih sayang seorang ibu adik. Bentuk sajian visualnya tari Bondhan lebih
terhadap anak yang diminta untuk diteladani adalah banyak didominasi jenis-jenis gerak yang bersifat
bentuk cinta kasih sayang yang tidak terbatas dan representatif yang menggambarkan seorang kakak
tidak pernah terputus sepanjang masa, seperti wanita yang sedang mengasuh adik laki-laki dalam
tercermin pada tuturan baris ke-2: Ing siang pantara suasana riang dan gembira, seperti jenis-jenis
ratri, tuturan baris ke-3: Kasoking katresnanira gerak: laku enjeran, ngilo kaca, entrag, penthangan
dan ungkapan cinta kasihnya yang terfokus hanya tangan, laku batangan, laku lamba sambil membawa
untuk anak adalah tuturan baris ke-4: Dumateng payung, sindhet ukel karno, laku telu, srisik,
putrani rki. Selain itu kasih sayang seorang ibu ngedusi, nyalini, medhaki, ngumbahi dan mpni
juga berupa harapan dan berdoa agar anaknya merupakan gambaran aktual kasih sayang seorang
menjadi manusia yang baik akhlak maupun sikap kakak terhadap adik. Penari perempuan berbusana
perilakunya yang tercermin pada tuturan tembang tradisi Jawa dengan memakai kemben, kain jarit
Kinanthi baris ke-5: Linla kinudang-kudang dan dan sehelai sampur/selendang, membawa payung
baris ke-6 yang berbunyi: Dadiya janma utami. sambil menggendong boneka anak. Dukungan
Makna implikaturnya permintaan seorang kakak musik yang berirama sedang dengan suasana
agar adiknya dapat meneladani sikap, perilaku, dan dinamis dan lincah terasa menyatu dengan bahasa
kasih sayang seorang ibu. ungkap gerak yang semangat, riang dan gembira.
Akumulasi dari beragam unsur-unsur: penari, tema,
Merujuk pada bait 2 teks verbal gerongan Kinanthi gerak, busana, rias, dan musik yang terdapat pada
tersebut adalah ungkapan kasih sayang seorang kakak bahasa nonverbal telah menunjukkan bahwa secara
terhadap adik. Bentuk kasih sayang seorang kakak visual tari Bondhan merupakan bentuk simbolisasi
diungkapkan dengan tuturan yang mengandung kemesraan dan kasih sayang seorang kakak terhadap

74
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

adik yang tampil dengan kualitas mantap. Pandangan Grice, H.P. (1975), Logic and Conversation,
Langer, bahwa ekspresi seni bukan ekspresi diri dalam Prinsip-prinsip Pragmatik, G. Leech (Eds.),
semata namun untuk dikomunikasikan agar karya UI Press, Jakarta.
seni menjadi lebih bermakna, sehingga karya seni
bersifat edukatif (dalam Kutha Ratna, 2007: 16). Grice, H.P. (1981), Presupposition and Conver
Bentuk edukasi yang dapat dicermati dari peristiwa sational Implicature, Academic Press, New York.
pertunjukan tari Bondhan tersebut, adalah bentuk
keteladanan kasih sayang dan kemesraan seorang Haryono. (1997), S. Ngaliman Tjondropangrawit:
kakak terhadap adik. dari Seorang Pengrawit Menjadi Empu Tari: sebuah
Biografi (Tesis Program Magister S2) Pengkajian
SIMPULAN Seni Pertunjukan Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Berdasarkan kajian bahasa ungkap tari Bondhan
secara verbal dan nonverbal dapat ditarik implikasi Leech, Geoffrey. (1993), Prinsip-prinsip Pragmatik
pragmatiknya bahwa gambaran rasa sayang, (Penerjemah: M.D.D Oka), Universitas Indonesia,
kemesraan dan keharmonisan seorang kakak Jakarta.
terhadap adik merupakan bentuk keteladanan nilai-
nilai kasih sayang yang perlu dijadikan pendidikan Levinson, Stephen C. (1983), Pragmatics,
dalam rangka membentuk karakteristik anak. Rasa Cambridge University Press, London.
kasih sayang anak yang divisualisasikan tersebut
rupanya merupakan manifestasi keteladanan sikap, Langer, Susanne K. (1953), Feeling and Form: a
perilaku dan kasih sayang dari seorang ibu. Nilai- Theory of Art, dalam Kutha Ratna (2007), Estetika
nilai kasih sayang itu sangat penting bagi kehidupan Sastra dan Budaya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
kita, untuk itu penutur meminta pada mitra tutur
dalam hal ini masyarakat untuk menteladani nilai Ngaliman, S. (1976), Bondhan, Gendhing Beksan,
universal dimaksud sebagai pembentukan jiwa Lokananta Surakarta.
anak. Dengan demikian kehadiran tari Bondhan
dalam visualisasinya tidak terlepas sebagai bentuk Yule, George. (1998), Pragmatics, National Institute
hiburan yang tepat untuk memberikan apresiasi of Education, Singapore.
nilai-nilai kasih sayang yang sangat berguna dalam
membentuk karakteristik anak dan para remaja. Nara Sumber:
Suparsih. (46 th.), sinden, wawancara tanggal 25
DAFTAR RUJUKAN oktober 2014 di Studio Fakultas Seni Pertunjukan
Institut Seni Indonesia Surakarta.
Finoza, Lamuddin. (2005), Komposisi Bahasa
Indonesia, Diksi Insan Mulia, Jakarta. Nartutik. (52 th.), pengrawit, wawancara tanggal 21
Oktober 2014 di SMK 8/ SMKI Surakarta.
Gunarwan, Asim. (2006), Implikatur Percakapan:
Perspektif Grice dan Perspektif Sperber & Wilson, Nanik. (59 th.), guru tari wawancara tanggal 21
tanpa penerbit, Jakarta. Oktober 2014 di Karaton Kasunanan Surakarta.

Geertz, Clifford. (1992), Kebudayaan dan Agama, Rahmani, Dwi. (52 th.), penari, wawancara tanggal
Kanisius, Yogyakarta. 21 Oktober 2014 di kampus ISI Surakarta.

75
Mahdi Bahar (Menyikapi Seni Pertunjukan Tradisional... ) VolumeMUDRA
30, Nomor 1, Pebruari
Jurnal 2015
Seni Budaya
p 76 - 82
ISSN 0854-3461

Menyikapi Seni Pertunjukan Tradisional


sebagai Media Pengembangan Bangsa
MAHDI BAHAR

Jurusan Seni Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan,


Institut Seni Indonesia Padangpanjang, Indonesia.
E-mail: bahar.mahdi@yahoo.com

Seni pertunjukan tradisional merupakan khazanah seni budaya bangsa yang tumbuh pada zamannya di
masa lampau. Kelangsungan hidupnya lazim bersifat kontekstual, apakah berkaitan dengan religi, upacara
adat, ritual-ritual atau tradisi di lingkungan masyarakat penyangganya, sehingga kelangsungan hidup seni
tradisional melekat dan diperuntukkan terutama pada konteks mana seni pertunjukan itu menjadi bagian dari
kehidupan yang lebih luas. Apabila secara estetika sebagian seni pertunjukan tradisional rakyat cenderung
bersifat sederhana dan menggunakan media verbal bersifat lokal, maka peranannya sebagai media dalam
konteks pembangunan bangsa Indonesia secara masif meniscayakan pensikapan kreatif yang mengantarkan
pada pencapaian estetik mengkini dan verbalisasi mengIndonesia.

Responding Traditional Art Show Media Development As a Nation

Traditional performing arts is a treasure of art and culture of the nation that grew in the past. Survival prevalent
contextual, whether related to religion, ceremonies, rituals or traditions in society buffer, so the survival of traditional
arts inherent and intended primarily on the context where the performing arts become part of the broader life. If
the aesthetics of traditional folk performing arts in part tend to be simple and use verbal media is local, then the
role is as media in the context of nation building massive Indonesia necessitates creative attitude was delivered on
achieving Indonesia aesthetic and verbalize.

Keywords: Traditional performing arts, Creativity, and Indonesia.

Seni merupakan bagian dari kebutuhan naluriah dan bentuk seni pertunjukan, sedangkan aspek non-
manuisa, oleh karena itu eksis dalam kehidupan dan estetik adalah hal-hal apa saja yang mendukung
terlahir dalam berbagai wujud seni, selaras dengan terwujudnya entitas seni, dan pada hakikatnya ia
dinamika kehidupan manusianya. Di antara wujud berada di luar objek seni itu sendiri. Dua aspek ini
seni, ialah seni pertunjukan (performing arts). menyatu dalam satu kesatuan kehidupan entitas seni
Bangsa Indonesia mewarisi berbagai wujud seni pertunjukan dan di antara kehidupan tradisi seni
pertunjukan tradisional. Sebagaimana esensi seni pertunjukan tradisional adalah sifatnya kontekstual,
pertunjukan dalam kehidupan pada dasarnya adalah baik tradisi seni pertunjukan rakyat maupun
sebagai media, baik personal maupun sosial, dan tradisi seni pertunjukan istana. Secara tradisional
bahkan merupakan sarana ritual yang peminatnya kehadiran seni pertunjukan melekat dengan konteks
adalah kekuatan-kekuatan yang tidak kasat mata, budaya atau tradisi tertentu masyarakat pendukung.
maka pada entitas seni pertunjukan ada dua hakikat Ini menunjukkan eksistensi seni pertunjukan tradisi
yang bersinergi, ialah aspek estetik dan non-estetik. memberikan arti dalam kehidupan masyarakat
Aspek estetik adalah kemungkinan berbagai wujud pendukungnya. Fenomena seperti demikian adalah

76
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

bersifat lokal, jika dilihat secara masif dalam upacara budaya atau suatu tradisi. Oleh karena itu
bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kehidupan seni dapat berlangsung sejalan dengan
bangsanya terdiri atas aneka budaya. kelangsungan hidup bentuk tradisi atau bentuk
upacara budaya itu sendiri. Misalnya menghadirkan
Menyikapi kehidupan seni pertunjukan tradisional seni pertunjukan teater tutur Tupai Jenjang dalam
bangsa Indonesia bersifat lokal dengan segala konteks upacara perkawinan pada masyarakat
tradisi lingkungannya yang seperti demikian Sulak, Kabupaten Kerinci, Jambi (Barkah, 2007)
sebagai media untuk membangun bangsa secara atau Bakaba dengan musik Rabab Pasisia sekaitan
masif, maka niscaya ada beberapa hal yang patut dengan helat pernikahan bagi orang Padang.
dicermati. Percermatannya mutlak dalam perspektif Kesenian tersebut hidup sejalan dengan kehidupan
holistik dan menstrukturkannya ke dalam beberapa tradisi masyarakat yang bersangkutan.
bagian pokok, yaitu aspek kreativitas seni, media
verbal, dan sponsor. Meskipun demikian, dari sisi amatan sekarang
(contemporary) tidak jarang terjadi bahwa aspek
KREATIVITAS SENI estetika adakalanya menjadi kurang penting
daripada menghadirkan seni pada konteks upacara
Seni adalah produk kreativitas manusia dan budaya tradisi. Terutama adalah pada kelangsungan
secara teoritis ia berada pada ranah estetika. Seni hidup tradisi seni pertunjukan rakyat. Bagi mereka,
pertunjukan tradisional masyarakat-masyarakat menghadirkan suatu bentuk genre seni pertunjukan
yang menjadi bangsa Indonesia saat ini, pada tertentu merupakan hal yang amat penting karena ia
dasarnya adalah produk kreativitas estetika di turut menentukan keutuhan bentuk upacara budaya
masa lalu dan bersifat lokal. Ia hidup menjadi atau tradisi. Sebaliknya, jika suatu bentuk seni tidak
bagian dari dan untuk kelangsungan budaya atau dihadirkan dalam konteks budaya atau relegi, maka
tradisi masyarakatnya. Namun meskipun demikian keutuhan upacara budaya atau penyelenggaraan
ekseistensinya ada yang bertahan dan adakalanya relegi akan terganggu. Dalam kerangka seperti itu
tidak bertahan dan lalu mati. kelangsungan hidup seni pertunjukan lazim tidak
amat tergantung pada kualitas estetika yang dapat
Dalam hal ini, ketahan hidup seni pertunjukan diberikan oleh seni itu sendiri.
tradisional pada suatu masyarakat dapat dicermati
secara struktural dan kontekstual dari beberapa sisi, Secara umum James Brandon melihat aspek estetika
yaitu apakah ia merupakan bagian dari: (1) sistem tradisi seni pertunjukan rakyat Theatre forms
relegi; (2) sistem upacara budaya (adat); dan atau (3) tend to be relatively simple and the artisticlevel of
kelaziman dalam konteks suatu tradisi. Keterkaitan performance may be low (though this is not always
seni pertunjukan tradisional dalam konteks nomor the case) (Brandon, 1967: 8). Sejalan dengan itu, bagi
(1) dan (2) bersifat normatif, sedangkan pada konteks pemain pertunjukan tersebut lebih diartikan sebagai
nomor (3) bersifat anjuran atau sebaiknya dilakukan. hobi atau pretise di tengah kehidupan mereka. Oleh
Keberadaan lebih mengarah pada pencapaian nilai karena itu, kelangsungan hidup seni pertunjukan
yang tidak normatif. Ketiga sisi ini merupakan ruang tradisional rakyat sesungguhnya didukung atau
tempat berlangsungnya kehidupan seni pertunjukan disponsori langsung oleh masyarakatnya, sejalan
tradisional di lingkungan masyarakat pendukungnya, dengan kelangsungan budaya atau tradisi mereka.
selain masih ada kemungkinanan ruang-ruang lain Sementara itu kelangsungan tradisi seni pertunjukan
bersifat insental untuk mempertunjukkan. istana didukung langsung oleh keluarga keraton.

Kehadiran seni pertunjukan yang seperti demikian Berbagai bentuk estetik seni pertunjukan tradisional
dapat dijelaskan berdasarkan pandangan sistematik yang kelangsungan hidupnya tergambar di atas,
yaitu keutuhan bentuk (konteks) upacara dan atau pada suatu sisi merupakan hasil kreativitas seni di
tradisi dalam bingkai budaya lokal masyarakat masa lalu dan pada satu sisi hidup dalam konteks
bersangkutanlah pada hakikatnya yang memerlukan budaya atau tradisi masyarakatnya. Kelangsungan
kehadiran seni pertunjukan. Seni tersebut merupakan hidupnya disponsori oleh mereka sendiri. Oleh
bagian independen dari bagian lain yang membentuk karena itu ia bersifat lokal dan diperuntukkan

77
Mahdi Bahar (Menyikapi Seni Pertunjukan Tradisional... ) MUDRA Jurnal Seni Budaya

kebutuhan lokal, baik seni pertunjukan rakyat pertunjukan tradisional di negeri ini, selain sifatnya
maupun seni pertunjukan istana. menghibur, dapat dipastikan pada dasarnya ia sarat
dengan kandungan nilai-nilai ideal kehidupan
Apabila dicermati lebih jauh aspek estetika seni masyarakat pendukung yang bersifat pragmatis
pertunjukan tradisional rakyat pada sisi lain, yaitu atau pun sebagai tuntunan hidup. Oleh karena itu,
kelangsungan hidupnya di luar konteks budaya atau dalam pemikiran mencari format baru seperti yang
tradisinya, maka seyogyanya dipertimbangkan apa dimaksud, niscaya terlebih dulu perlu komitmen
yang disampaikan Bruno Nettle seperti demikian. yang tinggi dengan penuh kesadaran untuk
As we have just indicated, a folk song must be melakukan perubahan.
accepted or it will he had forgotten and die. There
is another alternative: if it is not accepted by, its Dalam menyikapi hal tersebut tidak salah jika kita
audience, it may be changed to,fit the needs and melihat pada satu sisi bagaimana bangsa Eropa
desires of the people who perform and hear it
mengubah kehidupannya dari bangsa yang pasif
(Nettl, 1973).
(undeveloped state) pada masa abad-abad gelap
(dark ages) kurang lebih seribu tahun (abad V - XV)
Nettle dengan tegas menyatakan, bahwa pada satu
menjadi bangsa modern dengan segala kemajuan
sisi, nyanyian rakyat harus diterima. Pandangan ini
yang mendunia. Sebagaimana dikemukakan Eugene
menyiratkan pengertian bahwa seni pertunjukan
F.Rice, Jr., sesungguhnya bangsa Eropa modern
yang melekat sebagai bagian normatif dalam
dibangun oleh tiga pilar mendasar, yaitu the new
kehidupan masyarakat, apakah terkait dengan religi,
method combined three procedures, one logical,
upacara budaya, atau tradisi-tradisi tertentu, harus
one experimental, and one mathematical (Eugene,
diterima apa adanya oleh penonton atau pendengar.
1970: 18). Sinergisme dari tiga prosedur ini
Pengertian sebaliknya ialah, apabila entitas seni
melahirkan perubahan, dan intinya adalah tumbuh
pertunjukan (musik) semata mengandalkan aspek
kesadaran dan kemauan untuk mengubah. Apalagi
estetis untuk mempertahankan kelangsungannya,
pandangan atau sikap mental perubahan itu sampai
niscaya ia harus mampu memenuhi kualitas estetika
ke tingkat melembaga dengan segala kebijakan
tertentu yang mengkini (contemporary), dan bahkan
operasionalnya.
relatif berubah lebih cepat (Kostelanetz, 1978:
19-35). Apalagi ia harus mampu berkompetisi
Salah satu dari objek perubahan ialah seni
dengan genre seni lain yang pada saat ini banyak
pertunjukan tradisional dilihat sebagai potensi
pilihan dan mudah diperoleh. Oleh karena itu, Nettle
untuk kebutuhan dan memenuhi harapan bangsa dan
selanjutnya menjelaskan, kalau ia tidak mampu
negara menuju kemajuan yang tak terhingga. Dalam
lagi bertahan, pastilah genre seni tersebut akan
hal ini, kehadiran seni pertunjukan tidak saja hanya
dilupakan dan lalu mati. Demikian pula hal serupa
sekedar pemenuhi kebutuhan non seni manusia,
dapat terjadi pada seni pertunjukan tradisional
apakah identitas, atribut kedaerahan, atau sekedar
masyarakat-masyarakat di negeri ini. Meskipun
menghargai, dsb., tetapi adalah kemampuannya
demikian, kalau seni pertunjukan tradisonal yang
untuk memenuhi kebutuhan akan keindahan yang
seperti itu akan tetap diberdayakan, maka haruslah
kandungannya adalah nilai-nilai luhur untuk
seni tersebut diubah (changed) untuk memenuhi
pembangunan manusia seutuhnya.
keperluan dan harapan, baik untuk masyarakat lokal
maupun bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Dalam kerangka perubahan seni pertunjukan seperti
yang dimaksud, dapat dipertimbangkan dua aspek
Jika dihubungkan pemikiran di atas dengan
sinergisme, yaitu kesinambungan (continuity)
permasalahan mencari format baru media
dan perubahan (changes). Kesinambungan adalah
pertunjukan rakyat sebagai tontonan yang bersifat
berperspektif memelihara, melanjutkan, dan bahkan
pragmatis atau tuntunan yang sarat nilai, maka
mengembangkan nilai-nilai luhur yang mendasari
konsep tradisi seni pertunjukan tradisional rakyat
(basic rule) kehidupan masyarakat-masyarakat
atau pun istana yang pada dasarnya bersifat lokal,
Indonesia. Seiring dengan itu, dalam kata perubahan
tentu tidak relevan jika diperuntukkan secara
terkandung arti adanya tindakan kreatif dan dinamis
langsung dalam kerangka bangsa Indonesia yang
membuat atau menemukan sesuatu yang baru,
majemuk. Meskipun dapat kita ketahui, bahwa seni

78
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

dapat ditujukan, baik untuk memenuhi kebutuhan konteks lokal maupun berkapasitas nasional.
maupun untuk menciptakan kebutuhan (terutama) Pengubahan dan penyinambungan dapat dilakukan
bangsa Indonesia secara masif, seiring dengan dalam berbagai bentuk (komposisi) format estetika.
perjalanan dan dinamika kehidupan. Tindakan ini sejalan dengan memperhitungkan
secara substansial, cermat, dan cerdas kontens
Dalam pensiasatan kreativitas seni itu banyak yang menyinambungkan basic rule, sejalan dengan
kemungkinan yang dapat dilakukan dari sisi upaya menyikapi secara kreatif hal-hal yang
estetika, terutama pada aspek aturan permukaan bersifat surface rule (aspek estetika: visual maupun
(surface rule) sebagaimana ada pada potensi seni audio) dalam berbagai bentuk atau wujud seni yang
pertunjukan tradisional yang diacu. Seperti misalnya menarik. Sementara itu, dari sisi teknis dan praktis
dalam format musik populer genre Dangdut, telah kreativitas seni, banyak kemungkinan yang dapat
dilakukan H. Rhoma Irama tindakan kreatif melaui dilakukan, terutama oleh seniman yang piawai.
orkes Soneta-nya dalam bentuk menyinambungkan Pelembagaan kreativitas seni pertunjukan, yang
(continuity) dan mengubah (changes): dalam format menghasilkan produk seni bertujuan untuk mampu
drama telah dilakukan pula antara lain misalnya berperan sebagai tontonan yang bersifat pragmatis
dalam bentuk kemasan Ketoprak Humor atau atau tuntunan yang sarat nilai, merupakan faktor
Unyil, dsb. Embrio Orkes Soneta berasal dari kunci dan perlu diwujudkan.
kehidupan Orkes Musik Melayu, Sumatera Utara
dan Sumatera Barat, sedangkan Ketoprak Humor MEDIA VERBAL
berbasis pada tradisi seni pertunjukan Ketoprak
masyarakat Jawa; dan teater boneka Unyil Tidak sedikit macam seni pertunjukan tradisional
merupakan transformasi dari Wayang Golek, dsb. menjadikan media verbal sebagai bagian dari
Ketiga contoh produk seni ini, masing-masing komposisinya. Di antara kegunaannya adalah
memuat aspek yang bersinambung dan aspek yang sebagai media penyampaian pesan dalam berbagai
berubah. Aspek yang bersinambung antara lain kemungkinan arti (meaning) atau makna (meaning
masih terlihat pada bentuk dan struktur masing- of meaning). Adakalanya media verbal dikemas dan
masing seni tersebut, sedangkan aspek yang berubah berperan sebagai sarana informasi, dan ada pula
antara lain terlihat dari kreativitas pengemasan yang menghadirkannya sebagai sarana komunikasi,
(komposisi) dan penggunaan media verbal nasional, baik antara pelaku seni, sesama pelaku seni pada
yaitu Bahasa Indonesia. Tiga model produk seni satu grup, maupun komunikasi antara dua grup
(perubahan) ini, di samping menghibur, juga sarat seni yang disandingkan atau dipertandingkan, dan
dengan hal-hal yang pragmatis atau tuntunan yang ada pula berupa komunikasi antara pelaku seni dan
sarat nilai. Namun, tidak semua pertunjukan musik penonton. Sebagaimana misalnya dalam masyarakat
Dangdut dapat dijadikan tuntunan sarat nilai, tetapi Gayo ada Didong; masyarakat Banjarmasin ada
sebaliknya ada yang melunturkan nilai-nilai ideal Madihin; masyarakat Minang ada Salawat Talam;
suatu masyarakat masyarakat Melayu pada umumnya ada tradisi
berbalas pantun, dsb.
Berdasarkan pandangan aspek kreativitas seni
sebagaimana dikemukan di atas ada beberapa hal Di antara tradisi pertunjukan seni-seni tersebut
pokok yang dapat ditarik sebagai pertimbangkan ialah dipertandingkan antara grup (sejenis) yang
dalam rangka mencari format baru media satu dengan grup yang lain dalam suatu konteks
pertunjukan rakyat sebagai tontonan yang bersifat pertunjukan. Substansi yang dipertandingkan
pragmatis atau tuntunan yang sarat nilai seperti pada dasarnya adalah kepekaan dan kemampuan
demikian. Pembentukan kesadaran (consciousness) pemain pada masing-masing grup, mencerna,
akan perubahan, seyogyanya dijadikan keniscayaan mengolah, serta saling menyampaikan pesan dalam
dan diposisikan sebagai sesuatu yang bernilai; kemasan seni vokal, baik dalam bentuk jawaban
sikap ini merupakan pembalikan dari pandangan maupun dalam bentuk pertanyaan antara grup
tradisional yang pasif. Seni pertunjukan tradisional yang bertanding. Berdasarkan fakta budaya atau
tertentu (rakyat) patut dilihat sebagai potensi dan tradisi pertunjukan rakyat yang seperti demikian
dapat disinambungkan serta diubah, baik dalam dapat dicermati, sesungguhnya telah tercipta suatu

79
Mahdi Bahar (Menyikapi Seni Pertunjukan Tradisional... ) MUDRA Jurnal Seni Budaya

bentuk model sistem informasi dan atau komunikasi Indonesia melalui selebaran yang diberikan kepada
bersifat lokal. Sifat lokalnva antara lain disebabkan penonton. Memang dengan cara-cara seperti
oleh karena media verbal yang digunakan adalah demikian dapat dimengerti atau dipahami maksud
bahasa lokal mereka. Oleh karena itu, apapun yang yang disampaikan secara verbal dalam pertunjukan
disampaikan melalui pertunjukan seni tersebut seni tersebut oleh penonton yang membaca
mereka dapat memahami sebagaimana kehidupan di terjemahan. Namun begitu, cara yang seperti ini
lingkungan setempat. Selain kandungan teks yang bukanlah merupakan bagian dari suatu kesatuan
disampaikan bersifat hiburan, juga tidak sedikit bentuk seni pertunjukan yang dibingkai oleh
teks-teks yang dinyanyikan atau disampaikan nilai-nilai estetika dalam ikatan suatu perhitungan
memuat arti atau makna bersifat pragmatis atau komposisi. Sementara bagian komposisi itu,
tuntunan yang sarat nilai bagi kehidupan masyarakat adalah media verbal yang diolah (garap), baik sisi
sekitar. Dalam konteks yang begini, sesungguhnya kemungkinan aspek bunyi maupun aspek isi, atau
tidak perlu mencari format baru media pertunjukan pun aspek sastra, sehingga kehadirannya merupakan
rakyat yang berperan sebagai tontonan bersifat bagian dari satu kesatuan keutuhan karya seni
pragmatis atau tuntunan yang sarat nilai. Seni tersebut.
pertunjukan tradisional yang seperti demikian masih
hidup dalam masyarakat-masyarakat pendukung di Berdasarkan pada pandangan di atas dapat
seantero negeri ini. dijelaskan, bahwa pemikiran konseptual keutuhan
suatu karya seni, perlu menjadi pertimbangan dalam
Sebaliknya, tidak akan tercipta informasi atau terjalin mewujudkan produk seni pertunjukan. Di antara
komunikasi apabila seni pertunjukan tradisional yang keutuhan itu ialah menempatkan media verbal
bersifat lokal tersebut dipertunjukkan di lingkungan penyatuan bangsa yaitu Bahasa Indonesia, sebagai
masyarakat berbeda bahasa. Sebagaimana misalnya bagian integral dari satu kesatuan bentuk komposisi
pertunjukan Didong ditonton oleh masyarakat (produk) seni tersebut. Penempatan itu hendaklah
Betawi yang tidak mengerti bahasa Gayo, dsb. menjadi keniscayaan dalam mencari format baru
Dalam pertunjukan yang begini tidak akan tercipta media pertunjukan rakyat sebagai tontonan yang
informasi atau terjalin komunikasi antara pelaku bersifat pragmatis atau tuntunan yang sarat nilai
pertunjukan dengan penonton. Oleh karena itu, untuk pembangunan bangsa.
perlu jadi pertimbangan unsur media verbal untuk
menjadikan seni pertunjukan rakyat dapat dinikmati SPONSOR
sebagai tontonan yang bersifat pragmatis atau
tuntunan yang sarat nilai, apabila pertunjukan Karya seni adalah produk ciptaan manusia. Oleh
diperuntukkan secara masif bagi segenap bangsa. karena itu, manusia adalah sponsor kehidupan
Terkecuali adalah seni pertunjukan tradisional seni itu sendiri. Pensponsoran dapat dilihat secara
masyarakat-masyarakat Melayu, yang menggunakan mendasar melalui terciptanya sebuah produk seni
bahasa Melayu sebagai media verbal. Oleh karena oleh pencipta, penyelenggara, atau pelaku seni
itu, niscaya diperlukan berbagai upaya kreatif untuk yang niscaya meluangkan waktu atau menggunakan
menggunakan unsur bahasa Indonesia yang baik waktu sejalan dengan jasa yang diberikan untuk
dan benar sebagai media verbal dalam format baru mewujudkan atau menyelenggarakan suatu seni.
media pertunjukan rakyat agar dapat dinikmati oleh Pemberian jasa pada hakikatnya merupakan
segenap bangsa, sehingga pada masanya nanti dapat investasi atau pengorbanan yang diberikan sebagai
tercipta beragam model seni pertunjukan bernuansa realita dari sebuah bentuk sponsor. Sementara itu,
lokal, akan tetapi bercitra nasional. dalam tindakan sponsor, menjadi keniscayaan ada
maksud-maksud tertentu yang bertujuan untuk
Dalam konteks pemikiran ini, tidak berarti seni mendapatkan atau meraih sesuatu yang diinginkan,
pertunjukan itu hanya dipertunjukkan dalam bentuk baik bagi pelaku atau penyelenggara, maupun
tayangan rekaman di televisi yang bisa diberi teks pencipta seni itu sendiri.
terjemahan ke dalam bahasa Indonesia. Begitu
pula misalnya pada pertunjukan langsung (live Dalam konteks sistem religi misalnya, bertujuan
performance) diberi terjemahan ke dalam bahasa untuk mendapatkan anugerah Sang Ilahi yang

80
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

menjadi objek sembahan; dalam konteks upacara adat pihak yang memerlukan, sehingga seni tersebut
atau tradisi, mungkin saja untuk (mengutamakan) dapat di.jadikan sebagai bagian dari sistem informasi
mendapat nilai prestise; dan dalam dunia industri dan komunikasi dalam penyebaran kebijakan
atau kehidupan profesional lebih lazim bersifat pemerintah pada segenap bangsa. Oleh karena itu,
komersial. Oleh karena itu, penyelenggaraan atau seyogiyanya lembaga pemerintah mensponsori
penciptaan sebuah seni pertunjukan, pada dasarnya kehidupan seni pertunjukan secara praktis, sehingga
memerlukan sponsor. Sejalan dengan pandangan ini perwujudan seni yang mampu berperan sebagai
Brandon berpendapat, bahwa: tontonan bersifat pragmatis atau tuntunan yang
Folk theatre is primarily connected with village sarat nilai secara masif bagi segenap bangsa ini,
life.... Expenses attendant upon performance are dapat terealisasi dan sekaligus dapat dikendalikan
provided by the community or a local .sponsor.... dinamika perkembangannya.
Performers of court theatre were court retainers;
they lived at court, were supported by the sovereign,
Hal begini sesungguhnya bukanlah sesuatu yang
and were responsive to his desires (Brandon, 1967:
baru di Nusantara, sebagaimana kita ketahui bahwa
80-81).
keraton sebagai pusat pemerintahan kerajaan,
melembagakan seni (pangrawit, bedayan, wayang,
Pada dasarnya, atas sponsor seperti demikian
dsb.) (Soeratman, 1989: 57-58) sebagai bagian
kehidupan seni pertunjukan tradisional dapat
dari sistem pemerintahannya. Meskipun tidak
berlangsung, baik seni pertunjukan rakyat mapun
tertutup kemungkinan, yaitu ada pihak tertentu non
seni pertunjukan istana.
pemerintah yang consern dengan mempertunjukkan
seni bermuatan sebagai tontonan bersifat pragmatis
Sebagaimana telah disinggung di muka, bahwa
atau tuntunan yang sarat nilai. Namun demikain,
seni pertunjukan tradisional rakyat atau pun istana,
intensitas dan jumlahnya secara kuantitatif tidak
sampai saat ini masih hidup di lingkungan masing-
begitu banyak jika dibandingkan dengan populasi
masing sesuai dengan tradisi kehidupannya. Seni
kehidupan seni pertunjukan berskala nasional.
itu hidup disponsori oleh masyarakat atau orang
Adapun pada umumnya karya mereka lebih
di lingkungan setempat sebagaimana ia mereka
dirorientasikan pada pemenuhan selera pasar
perlukan. Oleh karena itu, seni pertunjukan
(populer). Oleh karena itu, tidak jarang mereka
tradisional dalam konteks masyarakatnya, tidak
mengutamakan aspek hiburan daripada aspek
bermasalah dalam kaitannya dengan keperluan
pragmatis atau tontonan sarat nilai. Sebabnya ialah
sebagai tontonan yang bersifat pragmatis atau
karena produk seni tersebut lebih diminati penonton
tutunan yang sarat nilai. Kandungan isi atau nilai
dan melalui berbagai kemungkinan cara ia akan
seperti yang dimaksud melekat dalam kehidupan
berkonsekuensi komersial, baik bagi pelaku seni
tradisi seni pertunjukan itu sendiri.
maupun bagi penyelenggara.
Yang patut dipertanyakan sehubungan dengan
SIMPULAN
mencari format baru media pertunjukan rakyat
sebagai tontonan yang bersifat pragmatis atau
Berdasarkan uraian dan pandangan di atas dapat
tuntunan yang sarat nilai adalah, untuk keperluan
dikemukan beberapa hal yang bisa dijadikan sebagai
siapa format baru yang dimaksud, dan siapa yang
postulat dan pemikiran dalam kaitan mencari format
diharapkan sebagai sasarannya. Apabila sasarannya
baru media pertunjukan rakyat sebagai tontonan
adalah segenap bangsa Indonesia, maka berarti
bersifat pragmatis atau tuntunan yang sarat nilai,
kita menuju pada perancangan dan penciptaan hal
adalah seperti demikian. Pada hakikatnya seni (seni
(tradisi) baru dalam kehidupan seni pertunjukan,
pertunjukan) adalah media. Oleh karena itu, entitas
yaitu mengembangkan konteks seni pertunjukan
seni pertunjukan dapat dijadikan sebagai media
tradisional dalam ranah kehidupan berbangsa, dan
informasi dan komunikasi, terutama bentuk seni
tidak lagi ia hanya hidup dalam ranah masyarakat
pertunjukan yang menjadikan media verbal sebagai
lokal semata.
bagian komposisinya.
Jika maksudnya adalah seperti demikian, maka
lembaga pemerintahlah yang paling tepat sebagai

81
Mahdi Bahar (Menyikapi Seni Pertunjukan Tradisional... ) MUDRA Jurnal Seni Budaya

Seni pertunjukan adalah entitas yang berubah dan Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa Bidang
pengubahnya adalah manusia. Oleh karena itu, Ilmu Humaniora, Pascasarjana, Universitas Gadjah
manusia dapat melakukan pengubahan yang antara Mada, Yogyakarta.
lain melihat eksistensi seni pertunjukan tradisional
sebagai potensi. Padanya dapat dilakukan, baik sisi Becker, Judith. (1980), Traditional Music in Modern
pengubahan (changes) maupun sisi kesinambungan Jav, The University Press of Hawaii, Honolulu.
(continuity), sesuai dengan kemauan dan
kemampuan pengubah. Dalam hal ini, bermacam Brandon, James R. (1967), Theatre in Southeast
cara dan konsep, serta beragam pendekatan praktis Asia, Harvard University Press, Cambridge,
dapat dilakukan, baik berdimensi kualitatif maupun Massachusetts.
berdimensi kuantitatif.
Kostelanetz, Richard (Eds.), Esthetics Contem
Seni pertunjukan tradisional rakyat atau pun porary, Prometheus Books, New York.
istana yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat-
masyarakat di Indonesia pada hakikatnya adalah Nettl, Bruno. (1973), Folk and Traditional Music of
cerminan kehidupan lokal dari dan untuk masyarakat the Western Continents (second edition), Prentice-
setempat, sehingga ia bertahan dalam berbagai Hall, Inc., New Jersey.
pemaknaan yang dapat memenuhi kebutuhan
atau harapan mereka. Untuk menjadikan seni Rice, Jr., Eugene F. (1970), The Foundations of
pertunjukan khazanah budaya lokal tersebut mampu Early Modern Europe, W.W. Norton & Company,
berperan sebagai tontonan bersifat pragmatis atau New York.
tuntunan yang sarat nilai selain jadi hiburan secara
masif bagi segenap bangsa, niscaya ia perlu diubah. Soedarsono, R.M. (1997), Wayang Wong Drama
Perubahan selain aspek estetika adalah perubahan Tari Ritual Kenegaraan di Keraton Yogyakarta.
media verbalnya dengan menggunakan unsur Gadjah Mada University Press, Yogayakarta.
Bahasa Indonesia bagi yang memerlukan.
______________. (1999), Metodologi Penelitian
Kelangsungan hidup seni memerlukan sponsor. Oleh Seni Pertunjukan dan Seni Rupa, (cetakan
karena itu, kelangsungan hidup seni pertunjukan pertama), Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia,
dalam segala aspeknya, meliputi kemungkinan Yogyakarta.
penciptaan, pengolahan, pertunjukan, sarana atau
pun prasarana yang terkait dengan itu, memerlukan Soeratman, Darsiti. (1989), Kehidupan Dunia
sponsor. Dalam kaitannya dengan menjadikan Keraton Surakarta 1830-1939, Taman Siswa,
seni pertunjukan tradisional sebagai media dalam Yogyakarta.
kebijakan sistem informasi dan komunikasi bersifat
masif di negeri ini, maka diperlukan kelembagaan Titon, Jeff Todd (Eds.). (1992), Worlds of Music,
yang mensponsorinya. Lembaga sponsor yang Schirmer Books, New York.
paling utama adalah lembaga pemerintah sesuai
dengan jajarannya. Di samping itu, tidak tertutup Tony, Made dkk. (1996), Bius Sosial di Balik
kemungkinan pihak manapun yang mensponsori. Goyang Dangdut, dalam Basis Majalah
Kebudayaan, No. 03-04, Tahun ke-45, Mei - Juni,
DAFTAR RUJUKAN 1996.

Bahar, Mahdi. (2009), Bagi Umat Islam, Kesenian


adalah Keniscayaan, dalam Madina, Majalah No.
18 Th. II Juli 2009.

Barkah, Hendri Juhadul. (2007), Tupai Jenjang


Teater Tutur Masyarakat Siulak Kerinci Jambi,
(Tesis Program Magister S-2), Program Studi

82
Volume 30, 2015 VolumeMUDRA Jurnal
30, Nomor Seni Budaya
1, Pebruari 2015
p 83 - 90
ISSN 0854-3461

Idiologi Estetik Dalang Wayang Topeng Malang


ROBBY HIDAJAT

Program Studi Pendidikan Seni Tari dan Musik, Jurusan Seni dan Desain,
Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang, Indonesia.
E-mail: gantargumelar@gmail.com

Dalang Wayang Topeng memiliki orientasi idiologi estetik atas dasar pengalaman estetik. Idiologi estetik
itu tumbuh dari interaksi sosial dan lingkungan, kemudian membentuk pengetahuan, pengalaman dan
kemampuan komperhensif sebagai seorang dalang. Kata dalang adalah kekuatan estetik yang diterapkan
sebagai bentuk hubungan sosial dan spiritual. Penerapan idiologi estetik itu menjadi kuasa simbolik. yaitu
menyimpan sugesti yang dahsyat dalam membentuk pola imajinasi masyarakat penyangga seni pertunjukan.
Pertanyaan penelitian 1) Apa idiologi estetik dalang Wayang Topeng di Malang, 2) Bagaimana idiologi
estetik dalang Wayang Topeng ditransformasikan sebagai kuasa simbol dalam seni pertunjukan. Penelitian
kualitatif ini menggunakan data wawancara dan observasi yang dianalisis menggunakan interpretasi.
Metode penelitian fenomenologi seni, kajian kuasa estetik yang menggunakan data hasil wawancara dan
observasi pertunjukan Wayang Topeng di Malang Jawa Timur. Hasil penelitian adalah (a) diskripsi kuasa
estetik dalam mentransformasikan unsur-unsur yang membuat penampilan Artistik. (b) Kuasa esteik dalang
diwujudkan melalui aspek teknis dan spiritual.

Aesthetic Ideology Mastermind Puppet Mask Malang

Mastermind (dalang) Puppet Mask has orentasi aesthetic ideology on the basis of aesthetic experience .
Aesthetic ideology that grew out of the social interaction and the environment , then the form of knowledge
, experience and ability konperhensif as a puppeteer . The word dalang is the aesthetic force that is applied as
a form of social and spiritual relationships. The application of the aesthetic idiology become symbolic power.
ie save a terrible suggestion in shaping public image buffer performing arts. Research questions 1) What is the
dalang of aesthetic ideology Puppet Mask in Malang, 2) How does the aesthetic ideology dalang Puppet Mask
is transformed as a symbol of the power of the performing arts . This qualitative study using observation and
interview data were analyzed using interpretation. Phenomenological research methods of art , the aesthetic
power of the study using data from interviews and observations show Wayang Topeng in Malang, East Java.
The results of the study are (a) the description of the transforming power of the aesthetic elements that make
an appearance Artistic. (b) Authorization eesthetic dalang realized through the technical aspects and spirutal.

Keywords: Performing arts, dalang, artistic, and mask.

Kata Dalang melekat dengan kata wayang. istilah Istilah dalang dianggap sebagai unsur asli seni
itu kini menjadi predikat profesional seseorang yang pertunjukan di Jawa. Sebuah tradisi bercerita yang
menggeluti bidang seni pertunjukan Jawa. Bahkan diwarisi secara turun-temurun (Clara, 1987: 6).
pada akhir-akhir ini juga digunakan untuk predikat Tradisi dalang yang bersifat genetika itu menjadikan
narator dari komedi televisi Overa van Java (OVJ). para dalang menjadi profesi yang bersifat khusus,
Istilah dalang pada masa lalu berhubungan dengan bahkan ada peluang untuk menekuni jika ada bakat
religiusitas masyarakat etnik, termasuk dalam khusus. Para dalang tua tampak enggan meloloskan
masyarakat etnik Jawa. Perluasan kata itu juga orang-otang tertentu yang tidak terkait dengan
digunakan sebagai analogi bagi otak pelaku kasus keturunan dalang. Jika ada keinginan yang sangat
tertentu.

83
Robby Hidajat (Idiologi estetik Dalang Wayang..) MUDRA Jurnal Seni Budaya

kuat dari seseorang, proses pembelajaran sistem Suparjo (53 th.) ketua Wayang Topeng Wirabakti
cantrik harus ditempuh dalam waktu yang lama. dari Desa Jabung. Suroso (43 th.) penari dari Desa
Masyarakat suku yang meyakini kekuatan gaib dari Kedungmonggo. Sumantri (60 th.) Pengendang
roh dan alam menyebut dalang sebagai Samman Wayang Topeng dan komposer musiki tradisional
(dukun). Keyakinan para peneliti seni pertunjukan, Malang Observasi dilakukan pada penyajian
bahwa dalang merupakan bentuk evolusi dari Wayang Topeng pada Bersih Desa di Pijiombo,
Samman. Sudah barang tentu, dalang diasumsikan Ruwatan Wayang Topeng di Nduwet Tumpang, dan
tidak hanya seniman, namun lebih dipandang sebagai penyajian Suguh Pundhen di Desa Kedungmangga
sesepuh atau pinisepuh yaitu orang yang dituakan setiap bulan pada hari Senin legi.
dalam sebuah komunitas. Namun memiliki peran
ganda dalam masyarakat, satu sisi sebagai orang Analisis data menggunakan teori kekuasaan.
yang memiliki otoritas spiritual dan sisi lain memiliki Teori ini mengisyaratkan tentang besar kecil dari
otoritas seni pertunjukan. Peran ganda itu tentu satu kekuasaan yang dimiliki individu. Kekuasan yang
sama lain saling memberikan pengaruh yang besar diterima karena aspek keturunan atau pelimpahan
terhadap idiologi estetik. istilah Idiologi estetik yang yang dimandatkan dari sebuah komunitas. Ekspresi
digunakan di sini adalah bersandarkan pada pikiran kekuasaan simbol adalah kekuatan membujuk dan
klasik, yaitu ide atau gagasan yang diperoleh dari memaksa untuk mengikuti ide-ide seniman (Fashri,
pengalaman-pengalaman serta transformasi budaya 2007: 92). Kuasa simbol yang diterapkan dalam
Jawa. Dari pada itu, penelitian ini mempertanyakan komunitasnya digunakan oleh Daryusti, untuk
dua aspek yang dianggap konseptual, yaitu 1) Apa meneliti kuasa Penghulu pada Budaya Minangkabau
idiologi estetik dalang Wayang Topeng di Malang; 2) (Daryusti, 2006: 34). Tindakan yang diekspresikan
Bagaimana idiologi estetik dalang Wayang Topeng para dalang diinterpretasikan dan dimaknai
yang ditransformasikan pada pendukungnya. berdasarkan reaksi serta relasi yang ditimbulkan
Tujuan penelitian ini adalah mendiskripsikan kuasa atas respon dari orang-orang tertentu, dalam hal ini
estetik dalam mentransformasikan unsur-unsur yang adalah para Anak Wayang.
membuat penampilan pagelaran Wayang Topeng.
Selain itu juga mendiskripsikan Kuasa esteik dalang Wayang Topeng di Kabupaten Malang pada tahun
yang terwujud melalui berupa tata aturan teknis 1930-an tesebar di berbagai desa. Masyarakat
dalam pengelolaan penyajian seni pertunjukan. memfungsikan Wayang Topeng sebagai Suguh
Pundhen pada saat Bersih Desa. Pada dasawarsa
Metode penelitian menggunakan pendekatan awal abad XI ini, desa-desa yang masih melestarikan
kualitatif, karena objek yang diteliti adalah Suguh Pundhen dengan menggelar Wayang Topeng
fenomenologi seni dari gejala sosial dari dalang adalah Desa Kedungmonggo di Kecamatan Pakisaji,
Wayang Topeng di Malang. Gejala sosial seseorang Desa Pijiombo di Kecamatan Wonosari, dan Desa
dalam berinteraksi dengan masyarakat serta Jatiguwi di Kecamatan Sumberpucung.
lingkungan tidak dapat diukur dengan menggunakan
cara statistik, sehingga penelitian dilakukan secara Tradisi pementasan pada Ritual Bersih Desa
holistik dan bersifat konseptual. merupakan upaya untuk memperingati siklus
pembukaan lahan pemukiman, masyarakat di
Malang menyebut dengan istilah Bedah Kerawang.
IDIOLOGI ESTETIK DALANG WAYANG Bedah Kerawang yang dimaksud adalah orang yang
TOPENG MALANG dianggap memiliki jasa membuka pemukiman.
tempat sakral yang digunakan untuk memperingati
Data yang dikumpulkan adalah bersumber dari keberadaan Bedah Kerawang seringkali ditandai
wawancara mendalam dan observasi partisipatoris. adanya Watu Kulumpang (batu berbentuk lumpang).
Sumber data lisan diperoleh dari M. Dahlan (53 th.), Tempat-tempat yang memiliki perlengkapan Watu
Kamituwa Desa Kedungmangga, Kasnam (67 th.) Kulumpang pada masa Jawa Kuna digunakan untuk
dalang Wayang Topeng Asmarabangun dari Desa ritual Manusuk Sima. Ritual untuk mengukuhkan
Kedungmangga dan M.Soleh AP. (63 th.) dalang pembebasan tanah dari kewajiban membayar pajak.
dari Padepokan Seni Mangundharmo Tumpang, Daerah yang mandiri ini diberikan beban oleh

84
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

kerajaan menyelenggarakan ritual-ritual tradisional diri dengan cara mandi) dan membaca mantra
(Boechari, 2012: 277-278). Rama-Rama sebagai khusus ketika terang bulan. Ritual itu dilakukan
pimpinan adat dan sekaligus pimpinan komunitas untuk membuat kemampuan mengingat tetap
mempunyai kewajiban menyelenggarakan kuat. Apabila akan melaksanakan pentas, Rasimin
peringatan hari penetapan Sima setiap tahun. melakukan ritual puasa dan tidak tidur semalam
Tradisi itu menjadi model dalam memperingati para suntuk. Tujuannya agar pertunjukan berjalan lancar
Bedah Kerawang yang dianggap roh-rohnya masih dan penonton tidak pulang sebelum pertunjukan
bersemayam di tempatnya. Roh Bedah Kerawang selesai. Ritual yang dilakukan oleh Rasimin itu
oleh kebanyakan masyarakat di Jawa disebut juga dijalankan oleh Karimoen, pimpinan Wayang
sebagai Dahnyang Desa. Topeng Asmarabangun dari Desa Kedungmonggo
(wawancara dengan Suroso pada 21 Mei 2013).
Di ketiga desa itu ketika menyelenggarakan ritual
Suguh Pundhen selalu berkoordinasi dengan Para Anak Wayang (anggota) selalu disarankan
seorang dalang, melalui M. Dahlan, seorang untuk puasa kalau belajar menari. Bahkan jika
Kamituwa Desa Kedungmangga selalu bertindak telah mampu menari dan pentas untuk pertama kali.
sebagai koordinator. Kamituwa bertugas sebagai Karimun mengharuskan penari itu untuk melakukan
menyedia sarana prasarana ritual, termasuk yang selamatan yang disebut telasan (mengakhiri).
mengupayakan dana. Tugas ini dilakukan atas dasar M. Soleh Adipramono, seorang dalang Wayang
tradisi secara turun-temurun. Pada semula ayah Topeng dari Desa Kemulan. Selalu mengadakan
M. Dahlan juga jadi Karituwa di desanya. Bahkan puasa jika akan mengadakan pertunjukan, terlebih
tugasnya lebih berat, selain menggalang dana untuk pertunjukan ritual. Bahkan Ki Soleh selalu
sosial juga dibebani tugas untuk memimpin doa memeriksa dengan cermat berbagai sajen yang
yang disebut Suguh setiap bulan, pada hari Senin disediakan si empunya hajat. Menutut Ki Soleh,
Legi. Sekarang tugas ritual itu sudah diambil alih sesaji yang disedikan untuk ritual jika kurang akan
oleh dalang, bahkan setiap bulan tidak hanya suguh berakibat pada penyajian pertunjukan Wayang
dengan membuat sesaji dan membakar kemenyan Topeng. Di Desa Pijiombo, Kecamatan Wonosari
di pundhen Belik Kurung. Sekarang juga disertai pernah terjadi ada penari yang kerasukan roh.
pertunjukan Wayang Topeng (wawancara dengan Topengnya tidak dapat dilepaskan dari mukanya.
Dahlan pada 3 Januari 2014). Setelah diteliti, ternyata Kapur Sirih tidak tersedia
(wawancara dengan Adipramono pada 5 Desember
Masyarakat di Malang masih meyakini dalang 2013).
sebagai orang yang memiliki kaweruh (pengetahuan)
spiritual, di samping sebagai seniman. Dalang sebagai Karimun juga pernah menceritakan, bahwa dalang
pimpinan ritual mempunyai tugas membacakan Wayang Topeng harus mempunyai kekuatan
doa-doa (mantra) permohonan keselamatan, spiritual. Karena pergelaran analoginya seperti
kelimpahan berkah, dan tolak balak. Tugas ini maju ke medan perang. Semua Anak Wayang sangat
sama dengan yang dilakukan oleh Mandakat, yang bergantung pada dalang. Kelancaran pentas dan
membaca mantra dan menyempurnakan kurban, juga keselamatan ditentukan oleh besar kecilnya
berupa memecahkan telur ayam ke dalam Watu kekuatan dalang. Dalang yang tidak memiliki
Kulumpang dan meneteskan darah ayam yang kekuatan spiritual terkadang dapat diganggu oleh
disembelih. Di samping itu juga menyampaikan orang-orang yang ilmunya lebih tinggi, selain
sejarah tanah perdikan (mendongeng) dan menutup dari pada itu juga kadang diganggu oleh roh-roh
dengan sapatah (kutukan). Bentuk sapatah itu sama penunggu Pundhen Desa. Beberapa penari pernah
dengan pesan moral yang harus dipatuhi. tidak sedar diri dan topeng yang dipakai tidak dapat
dilepas. Setelah dalang memeriksa kelengkapan
Spiritualitas yang dipelajari oleh seorang dalang sesaji, ternyata tidak disertakan kapur sirih dan
adalah menjadi syarat yang menertai dalam belajar badek tape ketan hitam. Setelah kekurang sesaji
teknik-teknik seni pertunjukan. Rasimen, seorang diperintahkan untuk disediakan, anak wayang yang
dalang dari Desa Kedungmonggo selalu membaca kesurupan segera dapat disadarkan.
melakukan ritual mandi kramas (menyucikan

85
Robby Hidajat (Idiologi estetik Dalang Wayang..) MUDRA Jurnal Seni Budaya

Kasnam dalang Wayang Topeng dari Desa Kesamben baik menyelenggarakan hajatan atau membangun
meyakini kekuatan roh penunggu desa yang disebut rumah. Bahkan ada yang meminta jasa mereka untuk
Danyang Desa. Roh penunggu itu akan marah jika mengembalikan istri atau suami yang meninggalkan
waktu menggelar pertunjukan Wayang Topeng rumah tanpa pamit. Jika ada orang yang sedang
untuk Ritual Ruwatan. Dalang yang disyaratkan menyelenggarakan hajatan, para dalang diminta
untuk Ritual Ruwatan sangat berat. Dalang itu harus secara khusus untuk menjaga agar tamu yang
memiliki pengetahuan dan pengalaman spiritual diundang datang semua atau mencegah turunnya
yang mendalam, bahkan disyaratkan juga berasal dari hujan.
keturunan dalang. M. Soleh Adipramono meyakini
bahwa dia adalah keturunan dalang, kakeknya yang Karimun, selain sebagai seorang dalang juga menjadi
bernama Rosman adalah dalang ruwat. Sebagai pimpinan aliran kepercayaan yang disebut Kaweruh
cucu seorang dalang, ada tanggung jawab spiritual Kasunyatan. Pada masa hidupnya, Karimun selalu
untuk mewarisi sebagai dalang ruwat. Jika diminta mentakbiskan pengikutnya dengan ritual khusus
meruwat di suatu tempat, terlebih dahulu dilakukan yang disebut mijeni. Mijeni berasal dari istilah
suguh di pundhen desa tempat menggelar Wayang wiji artinya benih. Pengikut aliran kepercayaan itu
Topeng. Seminggu sebelumnya sudah menyucikan ditakbiskan dengan harapan dapat menyemaikan
diri dengan cara berpuasa atau tidak tidur sore hari. diri seperti benih yang disemaikan. Umumnya para
Anak Wayang diperintahkan untuk menyiapkan Anak Wayang mendapatkan ajaran yang diyakini
mental dan spiritual dengan cara membersihkan diri Karimoen. Kayakinan itu dianggap sebagai sarana
dengan mandi kramas, tidak banyak berbicara pada penyerahan diri, mengendalikan hawa nafsu, dan
waktu persiapan pentas, meletakan topeng-topeng mengalirkan segala sesuatu sebagaimana adanya.
pada tempat yang lebih tinggi dari tempat duduk
(wawancara dengan Adipramono pada 4 Januari Anak Wayang dijadikan tokoh tertentu dikarenakan
2014). atas kesesuaian antara fisik dengan kemauannya.
Fisiknya sesuai, namun kalau kemauannya tidak
Hasil analisis berdasarkan teori kekuasaan, yaitu ada. Anak Wayang itu tentu tidak akan jadi tokoh
melihat seseorang dari besar kecilnya potensi yang dikehendaki oleh dalang. Dalang itu adalah
kewenangan menentukan dan memutuskan sesuatu orang yang sekedar menggerakkan wayang. Dia
untuk melakukan tindakan atau mempengaruhi tidak mempunyai kewenangan untuk memastikan
masyarakat. Dalang sebagai orang yang dipercaya sesuatu yang terjadi, karena sesuatu yang dialami
memainkan anak wayang dan juga mempunyai seseorang tergantung dari sesuatu yang disebut
kewenangan untuk memimpin ritual tradisional, kapesten (takdir). Kata itu seolah-oleh tidak ada
Ruwatan, Nadhar, atau Suguh Pundhen pada waktu pilihan bagi Anak Wayang yang menginkan sesuatu
Ritual Bersih Desa. Kekuatan-kekuatan yang menurut hasratnya, sehingga yang dapat dilakukan
dimiliki secara kualitas menjadi keyakinan yang adalah mengikuti nasihat dalang untuk menjadi
mampu memaksakan pada orang lain. yang terbaik. Jadi prajurit kalau sangat trampil,
merupakan pencapaian tertinggi. Jakimin, salah satu
Idiologi Dalang penari Wayang Topeng dari Desa Gelagahdawa.
Dalang-dalang Wayang Topeng di Malang pada Sejak belajar menari dia tidak pernah menarikan
umumnya bukan dalang komersial seperti dalang tokoh. Dia hanya merupakan penari spesialis tari
Wayang Purwa. Seperti Rasimin dan Kasnam, prajurid, yaitu Tari Grebeg.
dalang Wayang Topeng Asmarabangun dari Desa
Kedungmongo atau Wiji, dalang Wayang Topeng Chattam AR, Salah satu murid Karimun menggali
dari Desa Kopral. Mereka tidak menggantungkan pengetahuan dan pengalaman pada dalang Wayang
hidup sebagai seniman. Mereka tidak mempunyai Topeng, seperti Karimoen, Wiji, Rusman, Kangsen,
pekerjaan tetap. Hidupnya ditopang oleh dan Rusnadi. Chattam AR mengemukakan, bahwa
masyarakat, karena dianggap sebagai orang tua Kaweruh (pengetahuan) dalang adalah Kasunyatan
atau ada yang menyebut orang pintar. Kadang (realitas). Pengertian Kasunyatan adalah apa
diundang untuk membaca doa pada Kenduri pada adanya. Hal ini sejalan dengan pengertian yang
selamatan orang meninggal dunia, mencari hari disebutkan oleh para peneliti Wayang, bahwa dalang

86
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

itu adalah orang yang mengemukakan realitas, yaitu bukan ukuran phisik untuk menjadi kuat, namun
kesejatian dari sesuatu. Para tokoh dan lakon yang kehalusan budi perkerti yang luhur umumnya berada
dimainkan itu adalah Kaweruh kesejatian atau yang pada phisik-phisik yang kecil, gerak yang lembut,
disebut dengan Kasunyatan Jati. Oleh karena itu, dan tidak emosional.
para dalang selalu menekankan, bahwa Lakon itu
adalah laku. (tindakan) yang harus dilakoni. Tafsir-tafsir lakon ada di tangan dalang. Karimun
(dijalankan). Wayang itu adalah laku yang dilakoni adalah salah satu dalang yang seringkali banyak
(dijalankan). Di sini dapat ditegaskan, bahwa dalang memasukan pengalaman hidupnya dalam lakon.
itu memang orang yang bertugas menjalankan Penghayatannya terhadap ketentraman, kesuburan,
titah (menjalankan perintah), wayang itu adalah dan perdamaian masyarakat dibentuk dalam
lakune titak. Kehidupan yang digelar adalah wujud penyajian. Lakon mbalike pusaka gedhong
Kasunyatan. Pada kitab Arjuna Wiwaha (Empu semara denok yang digunakan sebagai penampilan
Kanwa). Diceritakan ada orang yang menangis bersih desa di Desa Kedungmangga. Lakon itu
ketika menyaksikan pertunjukan wayang (Hazeu menceritakan bahwa wanita. yang diistilahkan
1979: 41). denok. adalah pusaka yang dipertahankan
oleh komunitas masyarakat yang mengidamkan
Idiologi Estetik keselamatan. M. Soleh Adipramono juga salah satu
Idiologi estetik dalang dalam berkesenain tampak dalang muda yang memaksakan gerak dinamika
pada peranannya dalam seni pertunjukan, yaitu lakon Panji sebagai kekuatan pemersatu bangsa,
seniman yang memainkan Anak Wayang, dalam hal sehingga Panji Nusantara adalah salah satu karya
ini pemain topeng. Penari-penari Topeng di Dusun yang menjadi obsesi kuasa estetiknya (wawancara
Kedungmonggo sudah terbiasa menerima intruksi dengan Adipramono pada Januari 2014).
dari dalang. Mereka hanya mengkondisikan gerak
tari dari tokoh-tokoh yang diperankan. Struktur tari M.Soleh Adipramono juga merasa yakin, bahwa
dari tokoh untuk semua penampilan pada umumnya Panji adalah nenek moyang raja-raja di Jawa
sama. Hubungan hirarkis ini bersifat patriaki. Para Timur, Setidaknya dapat dilacak melalui eyang
Anak Wayang menaruh hormat dan mematuhi Darmawangsa Teguh yang menurunkan kekuatan
berbagai instruksi dalang. Oleh karena itu, dalang dewata penjaga ketentraman dunia, yaitu
merupakan sumber referensi dari kualitas Anak Erlangga, yaitu Wisnu. Panji sebagai pemersatu
Wayang. Kasnam selalu menunjuk Handoyo yang nusantara adalah pengejawaantahan Dewa Wisnu.
bertubuh tinggi besar, penampilannya tenang, Transformasinya dalam kehidupan di perdesaan
tenaganya kuat dan tegas sebagai tokoh Klana hadir sebagai dalang sejati. sementara pasangan
Sewandana, Bagus yang berperawakan sedang agak Betari Sri hadir sebagai bentuk tumbuh-tumbuhan
kurus, tenaganya yang kuat, serta gerakannya yang yang memberikan berkah kesuburan. Maka Kuasa
patah-patah dipercaya sebagai penari Bapang. Pola estetik dari Wayang Topeng lakon Panji adalah
ini tidak terlalu istimewa, sebab para dalang Wayang lakon tentang kesuburan.
Topeng pada umumnya paham terhadap karakteristik
Wayang Purwa. Oleh karena itu, postur penari Paham kesuburan secara transformatif terkait
Wayang Topeng pada umumnya menggunakan dengan kedudukan dalang. Dalang bukan individu
referensi dari tokoh-tokoh Wayang Purwa. Klana profesional yang hanya sebagai tukang seni.
Sewandana seperti Dasamuka, Panji Asmarabangun Dalang memiliki koneksitas diakronis dengan
seperti Arjuna, Gunungsari seperti Samba, Bapang syaman; pemimpin ritual kuno; berdasarkan ritual
seperti tokoh Cakil (sungguhpun wataknya seperti Hindu memilik koneksitas diakronis dengan Resi;
Dursasana). Idiologi estetik yang diterapkan pada menurut falsafah ritual Hindu Jawa memiliki
Wayang Topeng adalah berdasarkan pola yang konesitas diakronis dengan manguyu, berdasarkan
disebut referensial. Pengetahuan referensial dalang sistem pemerintahan Hindu, dalang setara dengan
dari Wayang Purwa adalah moral, Arjuna yang makundur, dan pada sistem pemerintahan Islam
lemah lembut merupakan orang yang sangat kuat. setara dengan modin/kaum, dan ritual seni
Secara phisik mengarahkan pada pandangan bahwa pertunjukan WTM ditemukan kedudukan dalang.

87
Robby Hidajat (Idiologi estetik Dalang Wayang..) MUDRA Jurnal Seni Budaya

Tabel 1. Transformasi dalang


Ritual Ritual Falsafah Masa Masa Ritual Seni
Kuno/ Hindu Ritual Pemerin- Pemerin- Pertunjukan Wayang
prasejarah Hindu Jawa tahan tahan Topeng
Hindu Islam
Syaman Resi Manguyu/ Makudur Modin/ Dalang
Jangga Kyai

Anak Wanua Brahmacarin Kaki dan Juru Kaum Pengrawit/


Endang Mandakat anak wayang/
Sinden

Selain dari pada itu ditemukan fungsi Juru Mandakat memerankannya. Ide tirakat dengan cara berpuasa
secara khusus disebut pahawuhawu; petugas yang itu tidak ada pakem khusus, akan tetapi atas dasar
berkuasa untuk hiburan atau tempat pertunjukan, tanggung jawab dan sikap menjaga keselamatan
dalang; petugas untuk pemain dagelan atau pelawak, dari semua yang terlibat di dalamnya.
atapukan: petugas yang mengurus Wayang Kulit,
abanwal: pelawak atau badut, haluwarak: petugas Dalang memiliki kedudukan sentral, bahkan
pengurus gamelan (Haryono, 2008: 32-37). avatar dari Wisnu juga menjadi bagian integral
dari pribadinya, yaitu Sebagai Dalang Purbasejati.
Jika dianalisis secara transformatif, bahwa dalang Sehingga dalang merupakan pribadi yang memiliki
yang dianggap sebagai eksistensi Wisnu adalah kewenangan atas segala hal, termasuk melepaskan
memiliki pasangan oposisional yaitu Kamituwa, pengaruh buruk dalam kehidupan manusia. Anak-
yaitu pamong desa. Dalam penampilan Wisnu tampil anak yang telah dibebaskan dari ancaman Betara
sebagai Panji dan Kamituwa tampil sebagai Semar. Kala itu secara langsung telah menjadi anak
Pasangan opisisional ini bertugas untuk menjaga angkat. Oleh karena itu kuasa dalang menjelma
ketentraman dan keselamatan masyarakat agraris. sebagai bapak. atau Rama (tetua desa) yang
selalu melindungi masyarakat dan menjaga atas
M. Soleh Adipramono setiap menyelenggarkan berbagai ancaman marabahaya yang sewaktu-
ruwatan. Lakon Murwakala sebagai sarana waktu mengancam, termasuk wabah penyakit
menolak balak anak-anak sukerto, yaitu anak yang dan kelaparan. Misi ini yang membuat dalang
terancam kekuatan magis dari Betara Kala karena mengambil kuasa Wisnu agar sebagai pribadi
kelahiran atau perbuatan yang diangap salah. Panji pelindung kesejahteraan alam raya.
Asmarabangun selalu digunakan sebagai Dalang
Kondobuwono. Dalang sebagai pengejawentahan Kuasa estetik dalang meliputi keindahan murni
dari Dewa Wisnu bertanggung jawab menentramkan dan keindahan etika. Perpaduan itu menempatkan
dunia, selain dari pada itu para anak-anak yang telah dalang sebagai sumber tata nilai dari komunitasnya.
dibebaskan itu menjadi anak angkat dari para dalang Karena dalam beberapa sumber sastra Jawa
ruwat. Ini membuktikan, bahwa dalang memiliki menempatkan dalang sebagai guru sejati. Guru
kuasa. Kehadiran dalang dalam komunitasnya yang mengajar melalui berbagai bentuk wacana
bersifat fungsional, sehingga tindakannya selalu yang disebut sebagai pasemon. sindiran. Baik
diperhitungkan oleh masyarakat. Oleh karena disampaikan sebagai tuntuan, tontonan, dan hasil
kepercayaan masyarakat yang begitu besar, M. akhir yang diharapkan adalah sebuah tatanan
Soleh Adipramono selalu bertindak hati-hati dalam struktur masyarakat yang idial, yaitu masyarakat
menelenggarakan ruwatan, termasuk memeriksa yang besifat tata, tenterem, karto lan rahajo. gemah
sesaji yang disyaratkan. ripah, loh jinawi.

Pemain yang memerankan Panji Asmarabangun Kata-kata dalang yang dilantukan melalui janturan
dan Betara Kala diperintahkan untuk berpuasa itu adalah mantra, jampi-jampi yang membangun
sehari sebelum pentas. Perintah itu umumnya di spirit masyarakat untuk membangun mentalitasnya.
patuhi oleh penari yang diberikan kepercayaan Sebagai petani yang setiap hari dihadapkan dengan

88
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

kuasa alam, tanah dan lumpur-lumpur yang kuasa dalang dapat menjadi tuntunan, tontonan
akan menentukan tumbuhnya benih. Kegagalan (aspek menghibur), dan tatanan (terbentuknya
penanaman merupakan ancaman, namun sepirit struktur sosial).
yang dilantunkan oleh dalang ketika memulai masa
tanam menjadi harapan masa depan yang penuh DAFTAR RUJUKAN
dengan kemakmuran, bahkan ditekankan dengan
harapan seger, waras, slamet. Boechari. (2012), Melacak Sejarah Kuno Indonesia
Lewat Prasasti, Gramedia, Jakarta.
SIMPULAN
Brahmantyo, Goenadi. (1997), Perwara Sejarah,
Dalang adalah kata asli yang terkait dengan seni IKIP Malang, Malang.
pertunjukan Jawa. Transsformasi istilah dan fungsi
dalang hingga saat ini terkait dengan kehidupan Clara, Victoria, van Groendendael. (1987), Dalang
sosial masyarakat agraris, yaitu dianggap sebagai di Balik Wayang, Pustaska Utama Grafiti, Jakarta.
sesepuh atau pinisepuh. Orang yang memiliki
peran penting disamping para pamong desa. Oleh Dahana, Radhar Panca. (2001), Ideologi Politik
karena itu keberadaan dalang dan pamong desa dan Teater Modern Indonesia, Indonesia Tera,
hadir sebagai bentuk oposisi yang dijelaskan Magelang.
perannya dalam lakon Panji, yaitu dualitas antara
Panji Asmabangn dan Semar Surodibonggo. Kedua Daryusti. (2006), Hegemoni Penghulu dalam
tokoh ini menunjukkan adalah pola struktur yang Perspektif Budaya, Pustaka, Yogyakarta.
sekarang masih diyakini yaitu peran Kamituwa
dan Modin. Keberadaan modin yang terkait dengan Fashri, Fauzi. (2007), Plere Bourdieu: Menyingkap
legalitas pernikahan dan penyempurnaan kematian Kuasa Simbol, Jalasutra, Yogyakarta.
adalah bentuk kuasa yang ditransformasikan oleh
dalang yang semula adalah samman. Karena dalam Harini, Ninik. (2012), Transformasi Tari Topeng
komunitas selalu ada posisi yang memiliki ruang Malang dalam Pertunjukkan Dramatari Tradisional
sosial berupa kepemimpinan formal dan spiritual. di Daerah Kabupaten Malang, dalam Jurnal Media,
Pada mulanya menjadi satu, Tetua adat atau kuasa Seni, Desain dan Pengajarannya, Tahun ketiga, No.
Rama, namun perkembangan secara atministratif 1, April 2012. Jurusan Seni dan Desain Universitas
kuasa itu dibagi, sehingga dalang menjadi orang Negeri Malang, Malang.
yang hanya memiliki wilayah kuasa pada Anak
Wayang. Haryono, Timbul. (2008), Seni Pertunjukan dan
Seni Rupa dalam Perspektif Arkeologi Seni, ISI
Dalang sudah tidak lagi mengambil posisi Press Solo, Surakarta.
spiritual, namun telah bertransformasi sebagai
sutradara atau ketua organisasi pertunjukan. Hazeu, G.A.J. (1978), Kawruh Asalipun Ringgit
Perannya lebih banyak memikirkan tentang ide- Sarta Gegepokanipun Kaliyan Agami Ing Jaman
ide teknis dari penyajian pertunjukan. Kuasanya Kino, Proyek Pengembangan Buku Bacaan Sastra
lebih banyak pada upaya meningkarkan kualitas Indonesia dan Daerah, Jakarta.
estetik. Sementara kemampuan sepiritual hanya
untuk kepentingan pribadi, bahwa dalam sebuah Hidajat, Robby. (2008), Wayang Topeng Malang,
pementasan ibaratnya sedang maju ke medan laga. Gantargumelar, Malang.
Dalang harus menyiapkan diri dengan berbagai
kekuatan yang handal, di samping upaya sosial _____________. (2013), Transformasi Simbolis
berupa sopan santun. Meminta ijin secara remi atau Empat Tokoh Sentral Seni Pertunjukan Wayang
secara spritual pada pundhen desa disetiap tempat Topeng Malang di Jawa Timur, dalam Jurnal Seni
yang akan digunakan untuk pagelaran. Kata-kata Budaya Mudra, Volume 28, No. 1, Januari 2013,
dalang yang dilantunkan melalui janturan masih UPT Penerbitan Institut Seni Indonesia Denpasar,
diharapkan mampu membangun mentalitas, yaitu Denpasar.

89
Robby Hidajat (Idiologi estetik Dalang Wayang..) MUDRA Jurnal Seni Budaya

Mustansyir, Rizal. (2007), Filsafat Analitik: Sejarah, Nara Sumber:


Perkembangan, dan Peranan Para Tokohnya, Adipramono, M. Soleh. (63 th.), Ketua Padepokan
Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Seni Mangundarmo Tumpang, wawancara 5
Desember 2013 di rumahnya Jl. Gading 14 a, Desa
Raffles, Thomas Stamford. (2008), The History of Tulus Sayu-Tulus Besar, Kecamatan Tumpang,
Java, Narasi. Yogyakarta. Kabupaten Malang.

Simatupang, Lono. (2013), Pergelaran Sebuah Dhalan, Muhammad. (55 th.), Kamitowo Desa
Mozaik Penelitian Seni Budaya, Jalasutra. Karangpandan, wawancara 3 Januari 2014 di
Yogyakarta. rumahnya Jl. Prajurid Slamet, RT 17/RW 07, Dusun
Kedungmonggo, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten
Susanto, Budi. (2000), Imajinasi Penguasa dan Malang.
Identitias Postkolonia, Kanisius, Yogyakarta.
Suroso. (43 th.), Anggota Wayang Topong
Zaimar, Kusuma Sumantri. (2014), Semiotika dalam Dusun Kedungmonggo, wawancara 21 Mei
Analisis Karya Sastra, Komodo Books, Depok- 2013 di rumahnya Jl. Prajurid Selamet, Desa
Jakarta. Kedungmonggo, Keluarahan Karangpandang,
Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang.

90
Volume 30, 2015 VolumeMUDRA Jurnal
30, Nomor Seni Budaya
1, Pebruari 2015
p 91 - 104
ISSN 0854-3461

Analisa Struktur Komposisi Si Bongkok dengan Sulingnya


Karya Amir Pasaribu dan Sumatran Fiesta Karya Ben Pasaribu

ANCE JULIET PANGGABEAN

Program Studi Seni Musik, Fakultas Bahasa dan Seni,


Universitas HKBP Nommensen Medan, Indonesia.
E-mail: ancepanggabean@yahoo.co.id

Tulisan ini menjelaskan beberapa aspek musik modern yang terdapat dalam komposisi Si Bongkok
dengan Sulingnya dan Sumatran Fiesta serta gaya atau kecirikhasan kedua komponis, Amir Pasaribu dan
Ben Pasaribu. Struktur dan konsep yang dipergunakan dalam komposisi musik Modern dari segi bentuk
modifikasi dari bentuk-bentuk tradisional, penggunaaan serialisme dalam melodi dan harmoni, ritme yang
dipergunakan semakin kompleks dan sifatnya lebih unik dan asimetris seperti 5/8, 7/8, 11/4, serta metrum
yang berubah-ubah, dan lain-lain. Dengan cara membuat analisa struktur musik yang dipergunakan
dalam komposisi musik dari mulai bentuk, tangga nada, ritme dan harmoni. Penulis juga menjelaskan
konsep kekaryaan dari karya Sumatran Fiesta yang diciptakan oleh komponis Indonesia: Ben,M. Pasaribu.
Keunikan dari kedua karya ini adalah memasukkan beberapa aspek yang terdapat dalam musik Modern
ditinjau dari segi era, kronologi, dasar skala, dasar ritme, dasar harmoni dan bentuk.

Structural Analysis Si Bongkok dengan sulingnya Composed by


Amir Pasaribu and Sumatran Fiesta composed by Ben Pasaribu

This topic entitled about described some aspects of modern music composition contained in The Hunchback
with flute and Sumatran style or Specific identify of and the two composers, Amir Pasaribu and Ben
Pasaribu . Structures and concepts that are used in Modern Music composition in terms of a modified form
of the traditional forms, the use of the melody and harmony serialisme, which used more complex rhythms
and is more unique and asymmetrical as 5/8, 7/8, 11/4, and metrum fickle , and others. By making music
structure analysis used in musical composition based on forms, scales, rhythm and harmony. The author
also explains the concept of that created by Fiesta Sumatran Indonesian composer: Ben, M. Pasaribu. The
second peculiarity of this work is the inclusion of some aspects contained in the terms of modern music era,
chronology, basic scales, basic rhythm, harmony and form the basis.

Keywords: Analysis, the structure of music, melody, rhythm, and harmony.

Analisa merupakan bagian yang terpenting dari dan gaya dari musik (Brant dalam Hananto, 2011:
teori musik, yaitu bagian yang ditujukan kearah 121).
pemahaman musikal. Untuk bisa menuju kearah
pemahaman tersebut seseorang harus belajar, Bagi musisi baik pencipta, penyanyi, pendengar
mendengar dengan persepsi yang lebih luas maupun pengamat musik, pengetahuan akan
(mendengar aktif), bermain dengan pengertian yang bentuk dan analisa dirasa sangat perlu karena pada
luas, berlatih dengan waktu yang seefisien mungkin, hakikatnya musik bukanlah sekedar rakitan nada,
atau mempelajari perbedaan macam-macam periode ritme, tempo, dinamik, warna suara, dan unsur-

91
Ance Juliet Panggabean (Analisa Struktur Komposisi...) MUDRA Jurnal Seni Budaya

unsur musik lainnya. Secara lebih mendasar, musik Musik adalah hasil kerja manusia. Didalam berkarya
adalah perwujudan ide-ide atau emosi. Karena sang seniman harus melibatkan segenap potensi
musik disebut sebagai perwujudan ide maupun yang ada dalam dirinya sebagai satu kesatuan pribadi
emosi, pengertian tersebut akan mengandung yang utuh. Ben Pasaribu dan Amir Pasaribu adalah
konsekuensi bahwa musik sebenarnya memiliki komposer Indonesia. Kedua komposer Indonesia
makna (Budilinggono, 1993: 1). tersebut telah banyak berpartisipasi dan berjasa
dalam meletakkan dasar bangunan dunia musik kita
Menurut Remer (dalam Pekerti, 2010: 2-3) musik di Indonesia.
dibangun oleh unsur-unsur ritme, melodi, harmoni,
tekstur, bentuk yang dibungkus oleh kualitas musik Beberapa aspek musik modern terdapat pada ke
yaitu unsur warna bunyi atau warna nada dan dua karya ini. Kedua komposisi ini telah diciptakan
kekuatan (volume atau intensitas) atau dinamika dengan teknik-teknik tertentu yang sangat beragam.
bunyi. Dalam menganalisa karya dari kedua komposer ini
merupakan langkah yang paling efektif dalam upaya
Pandangan-pandangan mengenai musik semakin untuk mempelajarinya. Dalam karya-karya ini
berubah, musik bukan lagi hanya berupa bunyi- penulis akan menganalisa dengan beberapa aspek di
bunyi indah tetapi juga bunyi-bunyi tidak indah. dalamnya yang merupakan sisi penting dari sebuah
Untuk mengekspresikan dan mengangkat semua komposisi, yaitu kronologi, dasar tangga nada, dasar
itu, para komponis tidak lagi membatasi diri pada harmoni, dasar ritme dan bentuk.
musik tonal tetapi mulai lebih bebas dalam bentuk
musik atonal bahkan bunyi apa saja digunakan Berdasarkan latar belakang di atas ada beberapa
secara sengaja dalam konteks musikal. hal yang perlu untuk dikaji dalam penelitian ini,
yaitu bagaimanakah gaya atau kecirikhasan yang
Perkembangan musik sangatlah bergantung pada terdapat pada ke dua komposisi tersebut?, dan
usaha dan kerja keras dari para senimannya untuk bagaimanakah analisa dari segi struktur musik pada
menghadapi tantangan perkembangan zaman. kedua komposisi tersebut?
Hasil dari kerja keras para senimannya dapat
dipandang sebagai usaha para seniman yang tidak Metode dasar yang akan diterapkan di dalam
habis-habisnya di dalam menuangkan ide dan penelitian ini adalah metode deskriptif. Dengan
kreatifitasnya secara maksimal. Kerja keras bagi kata lain, penelitian ini dimaksudkan untuk
para seniman musik yang berpikir jauh ke depan, membuat deskripsi atau gambaran secara lengkap,
merupakan tujuan untuk mencari kemungkinan- faktual dan teliti mengenai fakta-fakta, sifat
kemungkinan baru dan usaha-usaha baru yang serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.
seluas-luasnya, yang sebelumnya bentuk dan aturan Selanjutnya, metode ini akan mendasari penelitian
penyajian musik sudah terasa tidak mencukupi ini khususnya di dalam hal pengumpulan data
lagi untuk menuangkan ide-ide dan kreatifitas para maupun penganalisaan data. Seleksi data dilakukan
seniman musik untuk masa mendatang. Usaha- dalam rangka memilih dan merangkum data sesuai
usaha yang dilakukan oleh para seniman musik dengan kebutuhan penelitian tentang Analisa
untuk mencari kemungkinan baru tetap tidak akan Struktur Komposisi Si Bongkok dengan Sulingnya
terlepas dari hakikat musik itu sendiri. karya Amir Pasaribu dan Sumatran Fiesta Karya
Ben Pasaribu. Data interpretasi berusaha mencari
Manusia berekspresi melalui cara yang berbeda-beda hubungan antara fakta-fakta yang ditemukan dan
sesuai dengan bakat dan kemampuannya masing- memberikan pemahaman yang jelas mengenai
masing. Musik adalah suatu hasil karya seni yang Analisa Struktur Komposisi Si Bongkok dengan
mengekspresikan ide. Ide yang dimaksud adalah Sulingnya karya Amir Pasaribu dan Sumatran Fiesta
sesuatu yang dapat dirasa, difikir dan dikhayal serta Karya Ben Pasaribu.
sesuatu yang menggetarkan jiwa sebagai kesatuan
potensi.

92
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

TINJAUAN PUSTAKA Menurut Budilinggono (1993), bila musik


ditinjau dari proses penciptaannya, yang pertama
Karya musik belum dapat memberi arti apa-apa jika sekali muncul adalah ide. Kemudian, ide tersebut
masih berupa notasi diatas kertas. Dengan demikian diformulasikan menjadi musik melalui gambaran
secara jelas mengartikan bahwa sebuah karya harus bentuk. Akan tetapi, dalam proses analisis musik
dimainkan, sehingga sekumpulan ide musikal dari justru menghendaki arah yang sebaliknya. Analisis
komponis pada sebuah karya musik dapat ditangkap musik baru akan sampai kepada ide kalau sudah
serta dirasakan oleh pendengar. Dalam memainkan melalui tahap analisa bentuk. Proses penciptaan dan
sebuah komposisi ada sejumlah persyaratan yang proses analisis dapat digambarkan sebagai berikut.
harus dimiliki, diantaranya yaitu diperlukan
kemampuan/skill dalam bermain alat musik Proses penciptaan
disebut dengan kemampuan teknis, kemampuan
memahami serta mendekati secara apresiatif agar Ide bentuk music
dapat membawakan sekaligus mengungkap ide-ide
musikal yang terkandung dalam karya musik itu Proses analisa
diperlukan untuk menganalisis komposisi tersebut
(Hananto, 2011: 120).
Dengan demikian unsur-unsur Dengan demikian
musik secara unsur-unsur
umum dapatmusik secara umum
dikelompokkan dalam tiga maca
Menurut Prier (1996), sebuah beserta komponennya,
karya musik dapat dikelompokkan
dapat melodi, irama dan harmoni. dalam tiga macam, yaitu
dipandang sebagai sejumlah nada yang tersusun bunyi beserta komponennya, melodi, irama dan
ANALISA
dalam ruang-ruang birama. Sedangkan ilmuSTRUKTUR
analisis harmoni.
KOMPOSISI
musik memotong dan memperhatikan detail
AnalisaKeseluruhan
keseluruhan dari sebuah karya musik. Struktur Musik ANALISA STRUKTUR KOMPOSISI
Pengertian analisis
berarti: memandang awal dan akhir dari sebuah lagu dalam musik adalah suatu studi untuk menemukan hubungan elem
musik.
dengan kata lain dari segi struktur lagu. Sedangkan analisis struktural dalam
Analisa Struktur musik adalah suatu studi untuk menemu
Musik
elemen-elemen dari musikPengertian
yang meliputi melodi,
analisis ritme,musik
dalam dan harmoni.
adalah Pada
suatuumumnya unt
unsur tersebut dapat dibuktikan
studi untuk menemukan hubungan elemen-elemen kemudian
dengan langkah awal mencari unit-unit terbesar
Pengetahuan sejarah musik merupakan salah
unit-unit yang terkecil secaradaribertahap.
musik. Sedangkan analisis struktural dalam
satu persiapan utama bagi pendekatan kearah
pemahaman musikal. Mengerti Pada akan dasarnya,
alat bangunan musik adalah suatu studi untuk menemukan
analisis musik disatuelemen-elemen
hubungan pihak menentukandari dan menghubungkan
musik yang meliputi persamaan-p
dalam idiomatika musik seperti ada,harmoni,
dan padairama,
pihak lain mencari perbedaan-perbedaan yang ada. Defenisi
melodi walaupun dalam ilmu teori dan komposisi melodi, ritme, dan harmoni. Pada umumnya untukdan garis bes
bentuk sebenarnya merupakan persiapan dan pengenalan yang hanya baru bisa b
musik dipisah-pisah pengertiannya, tetapi analisis.
keliru Bentukmenemukan unsur tersebut dapat dibuktikan dengan
mempelajari dan isi adalah dua aspek dari suatu identitas tunggal. O
bilamana dalam hubungan ciptaan seni, bahan-bahan langkah awal mencari unit-unit terbesar kemudian
analisis akan terbukti sangat berarti apabila tujuannya semata-mata bukan hanya penelit
itu secara estetis dianggap bukan satulebih
keseluruhan beralih kepada unit-unit yang terkecil secara
tetapi merupakan sintesa dimana analisis hanya merupakan suatu pembukaan y
yang utuh dan lengkap (Pasaribu, 1986:pemahaman
kearah 12). bertahap.
musikal. Hal ini akan bisa dicapai apabila suatu komposisi yang
mempunyai hubungan dengan: 1) Bentuk khusus dari sebuah komposisi; 2) Suatu p
Pada dasarnya, analisis musik disatudari
modifikasi suatu polaPada
pihak yang dasarnya,
telah mapan; analisis
3) Gayamusik disatu dari
dan estetika pihak
suatu masa dim
menentukan dan menghubungkan tersebut persamaan- menentukan dan menghubungkan persamaan-
diciptakan; 4) Komposisi-komposisi dan gaya khusus dari komponisnya; dan 5)
persamaan yang ada, dan pada struktur dasar
pihak lain persamaan
yang dicontohkan
mencari yang
(Stein, 1979:ada, dan pada pihak lain mencari
146).
perbedaan-perbedaan yang ada sehingga, suatu perbedaan-perbedaan yang ada. Defenisi dan garis
komposisi yang ada dianggap Sebuah hubunganmusik besar
memilikikomposisi dari bentuk-bentuk
dapat dilihat sebenarnya
dari segi strukturnya. merupakan
Struktur lagu adalah pola s
bagian yang membentuk
dengan bentuk khusus dari sebuah komposisi, suatu persiapan
suatu lagu.dan pengenalan
Sebuah komposisiyang hanya
tercipta baru
tidak bisa proses ya
dengan
langsung
permulaan atau modifikasi dari suatu menjadi
pola yang berguna setelah mempelajari analisis.
telahkomposisi yang utuh, namun dilakukan dengan dimulai Bentuk dan
dari bagian ya
atau sederhana.
mapan, gaya dan estetika dari suatu era atau masa Proses isi adalah
menyusun dua aspek
bagian-bagian dari suatu
musik identitas
menjadi tunggal.
karya yang utuh dila
berbagai teknik
komposisi tersebut diciptakan, gaya khusus atau yang dipilih
Olehsesuai kebutuhan.
karena itu Struktur
analisis dan
akan konsep
terbukti yang dipergunakan
sangat da
Si Bongkok dengan
kecirikhasan dari komponisnya terhadap komposisi Sulingnya
berartidan Sumatran
apabila Fiesta
tujuannya merupakan
semata-mata struktur
bukan dan
hanya konsep yang
dalam struktur
yang telah diciptakan, prinsip-prinsip komposisi Musik Modern,
dasar ditinjau
penelitian musikdari
saja,segi bentuk,
tetapi penggunan sintesa
lebih merupakan tone row (serialisme
harmoni,
yang dicontohkan (Stein,1979: 146). dan ritme. Beberapa aspek yang penting dalam penganalisaan
dimana analisis hanya merupakan suatu pembukaan ke dua komposisi i
segi: kronologi, bentuk, yang dasardiperlukan
melodi, dasar
kearahritme, dasar musikal.
pemahaman tangga nada,
Hal inidan dasar ha
penjelasan tentang dasar-dasar teknik
akan bisa komposisi
dicapai apabilapada
suatuzaman Modern
komposisi oleh
yang adaDieter Mack (
menyatakan bahwa: dianggap mempunyai hubungan dengan: 1) Bentuk
sejajar dengan perkembangan harmoni, bentuk-bentuk dan genre-genre musik dapat diubah
para komposer Modern antara lain suka kembali kepada berbagai model tradisional, mode
93 kombinasi ba
dipakai secara mutlak, melainkan sebagai titik tolak untuk variasi-variasi dan
meninggalkan berbagai bentuk tertentu. Hal ini disebabkan oleh kekuatiran komposer ja
seorang epigon (ketinggalan zaman) yang bekerja secara skematis saja.

Beberapa aspek yang penting dalam musik Modern secara lebih khusus dan terpe
Ance Juliet Panggabean (Analisa Struktur Komposisi...) MUDRA Jurnal Seni Budaya

khusus dari sebuah komposisi; 2) Suatu permulaan nada, melodi sebagai variasi nada dalam waktu,
atau modifikasi dari suatu pola yang telah mapan; 3) nada yang terus-menerus.
Gaya dan estetika dari suatu masa dimana komposisi Dasar Harmoni :
tersebut diciptakan; 4) Komposisi-komposisi dan memainkan secara bersama dan sekaligus
gaya khusus dari komponisnya; dan 5) Prinsip- akord yang terdiri dari nada-nada dengan
prinsip struktur dasar yang dicontohkan (Stein, interval sekunda, penerapan polifoni yang lebih
1979: 146). kompleks, bunyi-bunyi baru, tekstur, kekuatan-
kekuatan luar dari bunyi.
Sebuah komposisi musik dapat dilihat dari segi Dasar Ritme:
strukturnya. Struktur lagu adalah pola susunan bebas, kompleks, pecahan pola-pola ritme yang
bagian-bagian yang membentuk suatu lagu. Sebuah lebih kompleks, notasi-notasi yang sebanding.
komposisi tercipta tidak dengan proses yang serta Bentuk :
merta langsung menjadi komposisi yang utuh, musik elektronis, bentuk sebagai proses, bentuk
namun dilakukan dengan dimulai dari bagian yang yang sama dan terus-menerus serta bebas,
paling kecil atau sederhana. Proses menyusun bentuk yang tidak tertentu, musik minimal,
bagian-bagian musik menjadi karya yang utuh bentuk-bentuk yang menggunakan modul,
dilakukan dengan berbagai teknik yang dipilih sesuai bentuk yang merupakan kesatuan dari beberapa
kebutuhan. Struktur dan konsep yang dipergunakan media, bentuk dalam seksi-seksi yang terbuka.
dalam komposisi Si Bongkok dengan Sulingnya
dan Sumatran Fiesta merupakan struktur dan Beberapa aspek yang penting dalam musik modern
konsep yang dipergunakan dalam komposisi Musik digunakan dalam kedua komposisi ini. Dari aspek
Modern, ditinjau dari segi bentuk, penggunan tone bentuk, dasar tangga nada, dasar harmoni, dasar
row (serialisme), tangga nada, harmoni, dan ritme. ritme dan kronologinya.
Beberapa aspek yang penting dalam penganalisaan
ke dua komposisi ini, ditinjau dari segi: kronologi, Komposisi Musik Si Bongkok dengan Sulingnya
bentuk, dasar melodi, dasar ritme, dasar tangga Karya Amir Pasaribu
nada, dan dasar harmoni. Seperti penjelasan tentang Amir Pasaribu adalah seorang komponis, kritikus
dasar-dasar teknik komposisi pada zaman Modern musik, pendidik musik, ahli bahasa dan pejuang
oleh Dieter Mack (1995: 43) yang menyatakan kemerdekaan. Bakat musik yang dimilikinya
bahwa: merupakan perpaduan dari bakat alam dan
sejajar dengan perkembangan harmoni, bentuk- akademisi. Melalui pergumulan yang sangat
bentuk dan genre-genre musik dapat diubah juga. hebat dalam menggembleng diri menjadi pemusik
Walaupun para komposer Modern antara lain profesional. Pada tahun 1950 an prestasinya diakui
suka kembali kepada berbagai model tradisional, dunia internasional. Amir Pasaribu tumbuh menjadi
model-model itu tidak dipakai secara mutlak,
pemusik cendikia Indonesia yang sangat berjasa
melainkan sebagai titik tolak untuk variasi-variasi
dan kombinasi baru, bahkan untuk meninggalkan dalam meletakkan dasar bangunan dunia musik
berbagai bentuk tertentu. Hal ini disebabkan oleh kita.
kekuatiran komposer janganlah menjadi seorang
epigon (ketinggalan zaman) yang bekerja secara Sebagai komponis yang memusatkan diri untuk
skematis saja. menciptakan karya-karya musik instrumental, dan
juga komponis yang mempelopori terciptanya
Beberapa aspek yang penting dalam musik Modern musik seriosa instrumental di Indonesia. Beberapa
secara lebih khusus dan terperinci, menurut karya piano solo Amir Pasaribu yaitu Impressi
pembagian yang diberikan oleh Leon Stein Langgar, Variasi Sriwijaya, Indyhiang, The
(Stein,1979: 237) seperti diuraikan sebagai berikut. Jugglers Meeting, Suite Villgeoise, Tjapung
Kronologi : Ketjipung di Tjikapundung, Puisi Bagor, Sonata
1950 no.II, Sampaniara, Si Bongkok dengan Sulingnya,
Dasar tangga nada : Mazurka (Raden, 1997: 51-60).
dua belas nada dengan penerapan secara bebas,
penggunaan tangga nada lebih kecil dari setengah Si Bongkok dengan Sulingnya merupakan salah
satu karya yang diciptakan pada tahun 1949 dan

94
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

komposisi ini memiliki bentuk lagu tiga bagian 1). Melodi.


(ternary form). Melodi adalah lagu; lagu pokok (Banoe, 2003:
270). Melodi yang terdapat dalam komposisi bagian
Gaya atau kecirikhasan dari Komposisi Si Bongkok pertama ini dibawakan dalam tangga nada Es Mayor.
dengan Sulingnya adalah Komposisi Amir Pasaribu Terdiri dari tiga tema, yaitu Tema A terdapat pada
bertolak dari unsur pentatonik yang mirip laras birama 1-21.
pelog yang diharmonisir dengan elemen-elemen
harmoni tonal barat.

Notasi 1. Tema A

Sedangkan tema B dimulai dari birama 24-33

Notasi 2. Tema B

Tema C terdapat pada birama 34-43

Notasi 3. Tema C

Karya ini dibawakan dalam tangga nada Es Mayor. 2). Ritme.


Diantara tema A dan tema B terdapat sebuah Ritme adalah derap, langkah teratur; langkah ritmik
transisi pada birama 23 dengan metrum bebas. (Banoe, 2003: 358). Dalam musik Modern, ritme-
Transisi dibentuk dari pecahan akord-akord dalam ritme yang digunakan semakin kompleks walaupun
not perenambelasan. Setelah transisi masuk tema ada banyak juga yang masih menggunakan ritme-
B yang dimainkan secara unisono antara melodi ritme yang biasa. Kesemuanya ini tergantung
dan bass, dengan interval 8 th (oktaf) dan tema B dari ide dan gaya yang akan disajikan dalam satu
diakhiri dengan tanda fermata. Sedangkan tema komposisi (Stein, 1979).
C masuk pada birama 34-43 dengan motif yang Tema A masuk dengan pola ritme:
tertulis di atas.

Notasi 4. Ritme tema A

Tema B masuk dengan pola ritme:

Notasi 5. Ritme tema B

95
Ance Juliet Panggabean (Analisa Struktur Komposisi...) MUDRA Jurnal Seni Budaya

Tema C masuk dengan pola ritme:

Notasi 6. Ritme tema C

3). Harmoni. dan b) Studi tentang akord dan interval, termasuk


Harmoni merupakan ilmu pengetahuan tentang mempelajari fungsi dan hubungan akord dan
harmoni, cabang ilmu pengetahuan musik yang interval.
membahas dan membicarakan perihal keindahan
komposisi musik (Banoe, 2003: 180). Menurut Harmoni berfungsi sebagai penyangga melodi.
Christine Ammer (1972) dalam bukunya Harpers Tema A dimulai dengan tangga nada Es Mayor
Dictionary of Music, bahwa istilah harmoni (birama 1-12) progresi harmoni dalam tingkat I-III (
mengandung dua makna, yaitu a) Pola-pola dari Es Mayor dan G Mayor).
interval dan akord pada sebuah komposisi musik;

Pada birama 9-21 dengan pola iringan dengan


memakai teknik akord yang dipecah.

Pada birama 13-22 terdapat modulasi ke C minor tingkat VI dalam tangga nada Es Mayor menjadi
dengan didahului oleh akord pivot, yaitu akord akord tingkat I dalam C minor.

96
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

Progresi akordnya I-IV-I-V. Tema A diakhiri dengan Tema B dimulai dengan modulasi pada tingkat III
akord Imperfect cadence (kadens I-IV). Bagian dari Es mayor, yaitu G minor dan diakhiri dengan
transisi terdapat akord tingkat II yang disuspensi akord D Mayor.
yaitu D-G-A (II Sus).

Tema C terjadi modulasi dari C minor- As Mayor-


Ces Mayor- Es Mayor. Dari birama 34-43.

Kadens yang terdapat pada lagu ini terdiri dari: menimbulkan kesan selesai (Budilinggono, 1991:
1) Kadens Perfect V-I (birama 12-13); 2) Kadens 11).
Imperfect I-V(birama 21-22); dan 3) Kadens Perfect
V-I (birama 33). Kadens tanda yang mengakhiri Adapun meter/metrum yang terdapat dalam
sebuah frase. Sesuai dengan fungsinya kadens bisa komposisi ini adalah, sebagai berikut: 1) Tema
menimbulkan kesan berhenti sementara dan bisa A dengan birama 2/4; 2) Tema B dengan birama

97
Ance Juliet Panggabean (Analisa Struktur Komposisi...) MUDRA Jurnal Seni Budaya

3/4; dan 3) Tema C dengan birama 4/4. Textur dengan tempo cepat (MM=80); (2) Bagian kedua,
komposisi ini adalah komposisi disusun dengan birama 47-54 dengan tempo lambat(MM=96); dan
jalinan homofoni. (3) Bagian ketiga, birama 55-117 dengan tempo
cepat (MM=80).
Komposisi Musik Sumatran Fiesta Karya Ben
Pasaribu Gaya atau kecirikhasan dari komposisi Ben
Secara formal menyelesaikan program pendidikan Pasaribu adalah komposisi diciptakan berlatar
musik di IKIP Medan (1980), Sarjana Etnomusikologi belakang budaya Indonesia dan budaya barat tetapi
dari USU Medan (1985) dan Master of Musical Arts dengan suatu pendekatan dan tujuan yang sangat
untuk bidang komposisi musik eksperimental di unik. Unsur musik dalam komposisinya merupakan
Wesleyen University, CT, USA (1990), disamping itu unsur concept art dengan materi musik yang selalu
beberapa pendidikan khusus di Marymont college, sangat terbatas dan sangat menonjol. Konsep Ben
New York dan Gaudeamus Centrum Hedendaagse Pasaribu dapat disebut semacam Neo ritualisme.
Muziek, Amsterdam. Materi yang terbatas dan sangat abstrak, digunakan
bentuk suatu proses ritualisasi melalui cara atau
Sebagai pemusik, dia berpartisipasi di sejumlah praktik penerapannya.
events, diantaranya: 1) Ethnic Music Festival di
Erisbane, Australia; 2) WOMAD Festival dan Indian Bagian pertama,
Ocean Music Festival London; 3) Indonesicher 1) Melodi.
Kulturabend di Frankfurt dan sejumlah konser di Dimulai dengan intro (birama 18), melodi dengan
USA. memakai konsep serialisme, (konsep dua belas
nada) (Gordon, 1973) dimainkan oleh violin dan
Pendidikan musiknya di bawah pengarahan John flute sebagai counter. Kemudian pada birama 32
Cage, Christian Wolff, Gordon Monahan, John terdapat pengulangan dan unsur melodi dibawakan
Zorn, James Tenney, Deborah Hay, Alvin Lucier, flute hanya dengan empat nada yaitu: A-BES-
dan Ron Kuivila. G-F. Keempat nada tersebut disusun dengan jalan
melangkah (interval sekunda) maupun dengan
Dari beberapa karya Ben Pasaribu, penulis tertarik jalan melompat (interval ters, kuart, dan oktaf).
untuk menganalisa karya Sumatran Fiesta. Sumatran Pada birama 33-36 terdapat unsur kontras terhadap
Fiesta yang diciptakannya pada tahun 1989 bagian sebelumnya (birama 9-32) dimana konsep
yang terdiri dari tiga gerakan dimana komponis serialisme kembali lagi dimainkan oleh flute.
menekankan pola ritme yang diangkat dari pola
ritme Gordang Sambilan yang merupakan ansambel Keseluruhan bagian ini, melodi disusun dengan pola
masyarakat Mandailing. ritme yang berbeda namun mempunyai keterikatan
dengan bagian yang lainnya (seperti pada cello dan
Sumatran Fiesta, karya ini dibagi menjadi tiga contra bass).
bagian, yaitu (1) Bagian pertama, birama 1-46

98
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

2) Harmoni. dari pemakaian interval sekunda, kuint dan cluster.


Dalam karya ini harmoni bukan sebagai penyangga Contohnya pada birama 10, nada ES-B (violin),
harmoni, tetapi lebih dekat sebagai warna suara nada D-AS (cello) dengan interval kuint namun
yang meniru bunyi Gordang Sambilan. Harmoni jika dimainkan bersamaan maka hasilnya sangat
yang dipakai lebih bersifat perkusif. Ini dapat dilihat perkusif.

interval kuint dan cluster

Interval kuint

Pada violin terdapat teknik yang dimainkan dengan dihasilkan selain perkusif juga menghasilkan
teknik pizzicato pada birama 16 ketukan ke dua, nuansa kering sifatnya. Jelas terlihat di sini ritme
interval yang digunakan adalah kuint, bunyi yang harmonik sangat berpengaruh.

Ritme harmonik dengan memakai interval kuint G-D, D-A, A-E

3). Ritme 15-28, dimana flute dan cello memainkan pola ritme
Ritme bagian pertama, banyak meniru ritme dari sebagai berikut.
Gordang Sambilan dan ini dapat dilihat pada birama

Pola ritme Gordang Sambilan pada birama 15-


28 dan contra bass memainkan pola ritme sebagai
berikut.

99
Ance Juliet Panggabean (Analisa Struktur Komposisi...) MUDRA Jurnal Seni Budaya

Contra bass memainkan nada C dan G saja yang dengan teknik dipukul dengan jarak atau interval
meniru efek gong dari Gordang Sambilan birama kuint (birama 16-32) sebagai berikut.
15, violin pada birama 16 memainkan pola ritme

Bagian kedua, bergantian oleh masing-masing instrumen. Motif


1). Melodi tersebut sebagai berikut.
Melodi disusun dengan konsep serialisme yang
dimainkan dengan sebuah motif yang diulang secara

Dengan nada GES-AS-D_ES. Ritme ini juga Schoenberg pada tahun 1920 an dan paling banyak
merupakan melodi pokok sedangkan yang lainnya digunakan dalam komposisi masa Modern. Sistem
sebagai counter melodi. Menurut Delamont Gordon ini pada hakikatnya adalah sumber komposisi yang
(1973: 5) dalam bukunya Modern Twelve Tone disusun berdasarkan suatu deretan keduabelas
Technique menyatakan bahwa musik serialisme nada dalam satu oktaf yang spesifik, yang disebut
juga mempunyai bermacam-macam corak dalam dengan istilah tone row atau deretan nada. Deretan
penulisan melodi. Misalnya karakter tematis yang duabelas nada yang disusun telah mencakup melodi,
tradisional pada melodi yang menjadi dasar melodi harmoni, dan kontrapung yang disusun berdasarkan
dari bermacam-macam perbedaan. Karakter melodi deretan nada (Griffiths, 1980: 162).
ini diciptakan tergantung pada ciri atau kekhasan
para komponis-komponis dan penentuan corak ini 2) Harmoni.
ada pada pembentuk ritme. (Contoh melodi: G# - A Harmoni disusun secara kontrapung dan masing-
- D - C# - E - G - C - F - Eb - F# - B Bb). masing bagian mempunyai peranan yang sama
Teknik Serialisme diciptakan oleh komponis Arnold pentingnya.

100
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

3) Ritme. Kesemuanya ini tergantung dari ide dan gaya yang


Dalam musik Modern, ritme-ritme yang digunakan akan disajikan dalam satu komposisi (Stein, 1979).
semakin kompleks walaupun ada banyak juga
yang masih menggunakan ritme-ritme yang biasa. Keseluruhan bagian kedua ini dipersatukan oleh
ritme sebagai berikut.

Sedangkan metrum pada bagian kedua ini memakai dari metrum 3/8, 6/8, 7/8, 5/8
change meters (metrum yang berubah-ubah) mulai

Bagian ketiga, ritme yang lebih dominan dan melodi terdengar


1) Melodi. sebagai counter saja. Melodi tampak jelas pada
Melodi disusun dengan konsep serialisme tetapi bagian pembukaan (birama 55-58) yang dibawakan
unsur melodi tidak begitu menonjol. Ini karena unsur flute; pada birama 99-110 dibawakan contra bass.

101
Ance Juliet Panggabean (Analisa Struktur Komposisi...) MUDRA Jurnal Seni Budaya

2). Harmoni. meniru efek drone, kemudian efek drone ini muncul
Unsur harmoni sebagai warna suara. Pada birama lagi pada birama 85-97 juga dibawakan oleh contra
59-61 terdapat interval septim dan birama 62- bass.
69 terdapat I nterval kuint pada contra bass yang

Efek drone dengan interval kuint (D-A)

Efek drone dengan interval septim (C-B)

Efek drone dengan interval septim (F-E)

3). Ritme.
Ritme pada bagian ketiga ini menirukan ritme
talempong, dibawakan oleh violin dan cello.

102
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

(birama 60-73)

Pada birama 74-81 terdapat pola ritme yang cello dan contra bass. Pola ritme tersebut sebagai
dimainkan secara hocket antara flute, violin, berikut.

Kemudian pada birama 75-110 terdapat pola ritme


talempong yang diulang, seperti terlihat di bawah
ini:

Pada birama 111-117 merupakan akhir komposisi. bersahutan dan sampai pada birama 117 komposisi
Pada akhir komposisi terdapat tempo cepat dengan ini berakhir dengan tanda fff (fortisisisimo) yaitu
mengambil motif ritme dari bagian ketiga. Pada sangat keras sekali. Pola ritme akhir komposisi
birama 116 merupakan puncak dari komposisi ini, tersebut sebagai berikut.
dimana terdapat keunikan pada setiap alat saling

103
Ance Juliet Panggabean (Analisa Struktur Komposisi...) MUDRA Jurnal Seni Budaya

SIMPULAN Christ William and Delone Richard. (1975),


Introduction to Materials and Structure of Music,
Setelah menganalisis struktur musik dari kedua karya Prentice-Hall, Inc, Englewood Cliffs, New Jersey.
tersebut, penulis melihat bahwa kedua komposisi ini
mengandung beberapa aspek yang penting dalam Delamot, Gordon. (1973), Modern Twelve-Tone-
musik modern. Seperti ciri dari pemakaian melodi, Technique Kendor Music, Inc. Delevan, New York.
harmoni, ritme maupun tonalitas. Komposisi Amir
Pasaribu bertolak dari unsur pentatonik yang mirip Griffiths, Paul. (1980), Serialism. The New grove
laras pelog yang diharmonisir dengan elemen- Dict. of Music.
elemen harmoni tonal barat.
Hananto, Paulus Dwi. (2011), Jurnal Ilmiah Musik,
Komposisi Ben Pasaribu komposisi diciptakan vol. 2 no.2 Salatiga: Program Studi Musik Fakultas
berlatar belakang budaya Indonesia dan budaya Seni Pertunjukan Universitas Kristen Satya
barat tetapi dengan suatu pendekatan dan tujuan Wacana.
yang sangat unik. Unsur musik dalam komposisinya
merupakan unsur concept art dengan materi musik Mack, Dieter. (1995), Sejarah Musik ( jilid 3), Pusat
yang selalu sangat terbatas dan sangat menonjol. Musik Liturgi, Yogyakarta.
Konsep Ben Pasaribu dapat disebut semacam Neo
ritualisme. Materi yang terbatas dan sangat abstrak, Pasaribu, Amir. (1986), Analisis Musik Indonesia,
digunakan bentuk suatu proses ritualisasi melalui PT. Pantja Simpati, Jakarta.
cara atau praktik penerapannya.
Pekerti, Widia, dkk. (2010), Metode Pengembangan
DAFTAR RUJUKAN Seni, Universitas Terbuka, Jakarta.

Ammer, Christine. (1972), Harpers Dictionary of Prier, Karl-Edmund Sj. (tt), Ilmu Bentuk Musik,
Music, Harper & Row Publishers, New York. Pusat Musik Liturgi, Yogyakarta.

Banoe, Pono. (2003), Kamus Musik, Kanisius, Raden, Frangky. (1997), Amir Pasaribu, dalam
Yogyakarta. majalah Gatra No.16. tahun III, 8 Maret 1997.

Budilinggono, I. (1993), Bentuk dan Analisis Musik, Stein, Leon. (1979), Structure and Style Princetown,
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Summy Bichard Music, New Jersey.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

104
Volume 30, 2015 VolumeMUDRA Jurnal
30, Nomor Seni Budaya
1, Pebruari 2015
p 105 - 113
ISSN 0854-3461

Strategi Pengembangan Manajemen Pesta Kesenian Bali


Berbasis Sinergisitas Kearifan Lokal, Budaya Nasional,
dan Pengetahuan Global
I NYOMAN SUARKA1.
I WAYAN RAI S. 2,
I NYOMAN DHANA3,
NI MADE WIASTI4.

Jurusan Sastra Jawa Kuno, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana Denpasar, Indonesia.
1,

2,
Jurusan Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Denpasar, Indonesia.
3, 4.
Jurusan Antropologi, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana Denpasar, Indonesia.
E-mail: inyomansuaarka@yahoo.com

Pesta Kesenian Bali dirancang agar memiliki peran ganda. Di satu pihak, Pesta Kesenian Bali berperan
menanamkan keluhuran nilai-nilai budaya warisan leluhur yang berfungsi membentengi masyarakat Bali
dari pengaruh luar. Di sisi lain, Pesta Kesenian Bali dirancang sebagai pertunjukan kesenian yang mampu
menarik perhatian para penikmat, terutama wisatawan dalam dan luar negeri, dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Bali. Peran ganda tersebut membutuhkan strategi pengembangan manajemen
untuk dapat memenuhinya. Tulisan ini menawarkan strategi manajemen Pesta Kesenian Bali berbasis
sinergisitas kearifan lokal, budaya nasional, dan pengetahuan global. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
kualitas Pesta Kesenian Bali, termasuk membangun kreativitas seni budaya para seniman dan masyarakat
Bali di tengah-tengah pengaruh globalisasi tanpa tercerabut dari akar budayanya. Permasalah strategi
manajemen dalam tulisan ini dipecahkan melalui pendekatan kualitatif dengan menggunakan pemilihan
strategi didasarkan pada prinsip dual concern model yang mempostulasikan bahwa pilihan strategis
ditentukan oleh kekuatan dua kepedulian, yaitu kepedulian terhadap hasil yang diterima sendiri dan
kepedulian terhadap hasil yang diterima orang lain serta mempertimbangkan persepektif persepsi fisibilitas.
Hasil pemilihan strategi manajemen Pesta Kesenian Bali yang ditawarkan diharapkan dapat dilaksanakan
serta bisa diterima para manajemen dan para pemangku kepentingan (stakeholders).

Strategi Pengembangan Manajemen Pesta Kesenian Bali


Berbasis Sinergisitas Kearifan Lokal, Budaya Nasional,
dan Pengetahuan Global
Pesta Kesenian Bali dirancang agar memiliki peran ganda. Di satu pihak, Pesta Kesenian Bali berperan
menanamkan keluhuran nilai-nilai budaya warisan leluhur yang berfungsi membentengi masyarakat Bali
dari pengaruh luar. Di sisi lain, Pesta Kesenian Bali dirancang sebagai pertunjukan kesenian yang mampu
menarik perhatian para penikmat, terutama wisatawan dalam dan luar negeri, dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Bali. Peran ganda tersebut membutuhkan strategi pengembangan manajemen
untuk dapat memenuhinya. Tulisan ini menawarkan strategi manajemen Pesta Kesenian Bali berbasis
sinergisitas kearifan lokal, budaya nasional, dan pengetahuan global. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
kualitas Pesta Kesenian Bali, termasuk membangun kreativitas seni budaya para seniman dan masyarakat
Bali di tengah-tengah pengaruh globalisasi tanpa tercerabut dari akar budayanya. Permasalah strategi
manajemen dalam tulisan ini dipecahkan melalui pendekatan kualitatif dengan menggunakan pemilihan
strategi didasarkan pada prinsip dual concern model yang mempostulasikan bahwa pilihan strategis
ditentukan oleh kekuatan dua kepedulian, yaitu kepedulian terhadap hasil yang diterima sendiri dan
kepedulian terhadap hasil yang diterima orang lain serta mempertimbangkan persepektif persepsi fisibilitas.
Hasil pemilihan strategi manajemen Pesta Kesenian Bali yang ditawarkan diharapkan dapat dilaksanakan
serta bisa diterima para manajemen dan para pemangku kepentingan (stakeholders).

Kata kunci: strategi, sinergisitas, kearifan lokal, budaya nasional, pengetahuan global

105
I Nyoman Suarka, dkk. (Strategi Pengembangan Manajemen...) MUDRA Jurnal Seni Budaya

Hasil penelitian Suarka dkk (2012; 2013) dalam kegiatan Pesta Kesenian Bali, baik dalam
menunjukkan bahwa aktivitas Pesta Kesenian Bali perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi. Di
sejak awal berkecenderungan untuk mewujudkan samping itu, pengumpulan data juga diperoleh dari
kehidupan masyarakat yang sejahtera melalui observasi terhadap penyelenggaraan Pesta Kesenian
pengembangan aneka bidang seni budaya secara Bali 2012-2014. Analisis data dilakukan dengan
kreatif berbasis kearifan lokal, budaya nasional, menggunakan metode deskriptif-analitik. Pemilihan
dan pengetahuan global. Pesta Kesenian Bali strategi didasarkan pada prinsip dual concern model
memang diakui telah menunjukkan keberhasilan yang mempostulasikan bahwa pilihan strategis
cukup signifikan, namun harus diakui pula masih ditentukan oleh kekuatan dua kepedulian, yaitu
memerlukan pembenahan yang menyangkut kepedulian terhadap hasil yang diterima sendiri
permasalahan yang terkait dengan berbagai aspek: dan kepedulian terhadap hasil yang diterima
manajemen pengelola, pembenahan substansi, orang lain. Namun demikian, pemilihan strategi
media promosi yang kurang maksimal, prasarana, juga mempertimbangkan keterlaksanaannya atau
sarana, dan pendanaan yang belum memadai; perspektif persepsi fisibilitas .Persepsi fisibilitas
sistem evaluasi yang tidak menyeluruh, komitmen problem solving dipilih berdasarkan pertimbangan
pemerintah daerah dan seluruh komponen adanya persepsi alasan bersama (perceived
masyarakat Bali dalam mendukung peningkatan common ground) yang cukup terbuka dalam upaya
mutu Pesta Kesenian Bali belum optimal. pengembangan manajemen Pesta Kesenian Bali.
Perceived common ground adalah pernilaian
Lebih jauh Suarka dkk. (2012; 2013) mengemukakan suatu pihak atas kemungkinan untuk menemukan
bahwa berdasarkan analisis SWOT terhadap alternatif yang memuaskan kedua belah pihak
manajemen Pesta Kesenian Bali, baik dalam hal (Pruitt dan Jeffrey Z. Rubin, 2004).
perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasinya,
selain mengandung kekuatan dan peluang juga KECENDERUNGAN ARAH
mengandung kelemahan dan ancaman, sehingga PESTA KESENIAN BALI KE DEPAN
pembenahan manajemen Pesta Kesenian Bali tetap
perlu dilakukan. Suarka (2005) menjelaskan bahwa sejak digagas
oleh Prof. Dr. Ida Bagus Mantra pada tahun
Permasalahan yang diangkat dalam tulisan 1979, Pesta Kesenian Bali dirancang sebagai
ini adalah strategi apa saja yang diperlukan sebuah bentuk kegiatan menggali, menampilkan,
dalam pengembangan Pesta Kesenian Bali agar dan mengembangkan seni budaya Bali. Dalam
membuahkan hasil sesuai dengan cita-cita yang perkembangannya, setidaknya melalui Lokakarya
diharapkan dalam Perda Bali nomor 4 Tahun 2006 Pesta Kesenian Bali Tahun 2005 Pesta Kesenian
bahwa Pesta Kesenian Bali merupakan suatu kegiat Bali kemudian dirancang dalam alur visi yang
an budaya yang memiliki fungsi budaya, pendidikan, merefleksikan kontinuitas, kekokohan teks, dan
dan ekonomi, yang perlu diselenggarakan relevansi konteks, serta keseimbangan lokalitas dan
secara terorganisasi dan berkelanjutan dengan universalitas, keseimbangan budaya, agama, dan
tujuan memelihara, membina, melestarikan, dan sains dengan ide dasar yang menempatkan fungsi
mengembangkan seni budaya; mengkaji konsep- Kebudayaan Bali yang dijiwai agama Hindu Bali
konsep dan masalah-masalah kesenian Bali; sebagai potensi dasar (kapital kultural) masyarakat
menggali, mendorong dan mengembangkan kreasi Hindu Bali tetap utuh dan lentur dalam menghadapi
dan kegiatan seni budaya yang tidak bertentangan berbagai peluang dan tantangan global.
dengan kepribadian masyarakat dan bangsa.
Pilar utama Kebudayaan Bali, yaitu religiustitas,
Permasalahan tersebut didekati melalui pendekatan etika, estetika, logika, dan kreativitas dijadikan
kualitatif (Mulyana, 2006; Miles, M.B. dan A.M. etos kehidupan publik dalam meningkatkan serta
Huberman, 1992). Penentuan informan dilakukan mengembangkan aktivitas berkesenian masyarakat
dengan metode purposive sampling. Pengumpulan Bali. Dalam konteks idealisme seperti itu, akhirnya
data dilakukan melalui metode wawancara dirancang visi PKB sebagai kelanjutan dan perluasan
mendalam terhadap para informan yang terlibat visi awal, yakni mewujudkan Pesta Kesenian Bali

106
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

yang lebih berkualitas sebagai ajang kreasi seni lebih profesional dan berkelanjutan. Atas dasar itu
dan apresiasi budaya yang kokoh dalam jatidiri pula Pesta Kesenian Bali dipertahankan sebagai
dengan fungsi-fungsi pendidikan, ekonomi, dan ajang gelar seni budaya terbesar setiap tahun guna
kemajuan adab yang terbuka secara lokal, nasional, menampilkan karya-karya para seniman lokal,
internasional. Berdasarkan visi tersebut kemudian nasional, dan internasional. Pada masa mendatang
dirancang misi Pesta Kesenian Bali sebagai wadah upaya untuk memperjelas fungsi Pesta Kesenian
pengkajian, penggalian, pelestarian, pengembangan, Bali sebagai media pendidikan masyarakat perlu
dan networking (Suarka, 2005). ditingkatkan. Dengan menggali dan mengangkat
kearifan lokal sebagai tema diharapkan Pesta
Berdasarkan visi dan misi di atas, tujuan Pesta Kesenian Bali mampu mencerdaskan masyarakat.
Kesenian Bali dirancang lebih lanjut untuk Pesta Kesenian Bali perlu diupayakan sebagai
memelihara, membina, melestarikan, dan me strategi pembangunan karakter bangsa mengingat
ngembangkan seni budaya; mengkaji konsep-konsep fungsi seni sebagai sarana memperhalus budi.
dan masalah-masalah kesenian Bali; menggali, Hal ini sangat dibutuhkan masyarakat, bangsa,
mendorong, mengembangkan kreasi dan kegiatan dan negara saat ini yang tampak telah mengalami
seni budaya yang tidak bertentangan dengan kerapuhan karakter dengan munculnya berbagai
kepribadian masyarakat dan bangsa; mendorong, konflik, kekerasan, korupsi, degradasi moral. Untuk
memberikan kesempatan perkembangan promosi mencapai tujuan tersebut tentu bukan merupakan
usaha-usaha di bidang seni budaya dan kerajinan usaha yang mudah, diperlukan pemikiran-pemikiran
rakyat; serta memberikan hiburan yang sehat kepada cerdas dibarengi dengan tindakan nyata berupa
masyarakat (Suarka, 2005). kerja keras, dilandasi semangat keikhlasan, kejelian,
kesabaran, serta semangat mengabdi yang tinggi
Berdasarkan hasil evaluasi Tim Pengawas Pe dalam menangani berbagai aktivitas dan persoalan
nyelenggaraan Pesta Kesenian Bali XXXIV Tahun yang ada dalam Pesta Kesenian Bali.
2012, dijelaskan bahwa dalam perkembangannya
Pesta Kesenian Bali diarahkan sebagai jendela Dalam perjalanannya, kehadiran dan pelaksanaan
budaya dan jembatan-jembatan keindahan (bridges Pesta Kesenian Bali ke depan cendrung: 1) dipahami
of beauty to glorious global future) yang dapat sebagai festival budaya yang besar, ajang pergulatan
berkembang menuju lintas budaya dan lintas bangsa multiseni yang mampu melahirkan berbagai bentuk
sehingga para seniman, budayawan, dan masyarakat seni unggulan dan ciptaan seni inovasi, telah
luas berinteraksi harmonis menuju masa depan yang diapresiasi secara luas, dipandang sebagai kegiatan
jaya. Pesta Kesenian Bali dipandang sebagai solusi lintas budaya yang semakin menasional dan
masalah-masalah global dan kehidupan bersama mengglobal, yang melibatkan lintas generasi, dari
yang diidealkan masyarakat dunia, seperti equal anak-anak, remaja, dewasa, tua, serta seniman laki-
global relation, peace, frienship and solidarity. laki dan perempuan. Hal ini dibuktikan berdasarkan
Lebih jauh, Pesta Kesenian Bali dipandang telah data Pesta Kesenian Bali XXXIV Tahun 2012 yang
memberikan manfaat, setidaknya tiga manfaat mampu menampilkan 334 grup kesenian dengan
penting, yaitu Pesta Kesenian Bali berfungsi sebagai 21 materi, melibatkan 15.000 orang seniman, dan
pertahanan dan penguatan budaya yang mampu diikuti oleh grup kesenian lokal, nasional, dan
memberikan kebahagiaan spiritual kepada banyak internasional; 2) mengalami peningkatan dan
pihak; Pesta Kesenian Bali memiliki dampak pengembangan fungsi pendidikan, ekonomi, dan
ekonomi untuk mensejahterakan masyarakat yang sebagai ajang strategis diplomasi kebudayaan. Hal
dipupuk melalui kreativitas seni dan pariwisata ini dibuktikan oleh keberadaan Pesta Kesenian
budaya; serta sebagai pengembangan soft power Bali sebagai objek studi para seniman, mampu
diplomacy dalam percaturan global dengan memacu menambah pundi-pundi finansial masyarakat
dan memicu kreativitas seni budaya yang tiada lokal dan luar daerah, serta mampu menjembatani
henti. para seniman, budayawan, dan masyarakat lokal,
nasional, internasional berkembang menuju lintas
Jika demikian halnya, tentu Pesta Kesenian Bali budaya dan lintas bangsa dalam interaksi harmonis;
menuntut peningkatan mutu manajemen yang 3) diposisikan dalam suatu konteks makro-

107
I Nyoman Suarka, dkk. (Strategi Pengembangan Manajemen...) MUDRA Jurnal Seni Budaya

mikro yang memiliki sifat kebertahanan tinggi Kebangkitan Bangsa); Tahun 2009 yakni Mulat
melalui aktualisasi kearifan lokal sebagai prinsip arra (Kembali ke Jati diri Menuju Kemuliaan
kehidupan dalam berkesenian. Hal ini dibuktikan Bangsa dan Negara); dan Tahun 2010 mengangkat
oleh perancangan tema Pesta Kesenian Bali yang tema uddhamala (Mendalami Kemurnian
digagas dan digali dari sumber-sumber budaya Nurani).
Bali disesuaikan dengan delapan faktor, seperti
(a) faktor historis, (b) faktor kecenderungan, (c) Rumusan Tema Payung Pesta Kesenian Bali Tahun
faktor momentum lokal, nasional, internasional, 2011-2015 adalah Sagara Giri (Menapak Jejak
(d) faktor teks filosofis, (e) faktor makna humanis, Kehidupan). Tema payung tersebut lebih lanjut
(f) faktor kualitas, (g) faktor transformatif, dan (h) dijabarkan ke dalam tema-tema pokok, yaitu Desa,
faktor estetika-inspiratif; dan 4) memiliki peluang Kala, Patra (Adaptasi Diri dalam Multikultur)
untuk dikerjasamakan antara Pemerintah Daerah untuk tema pokok Pesta Kesenian Bali Tahun 2011,
Bali dengan berbagai pihak dalam dan luar negeri, Paras-paros (Dinamika dalam Kebersamaan) untuk
baik dalam penganggaran maupun manajemen tema pokok Pesta Kesenian Bali Tahun 2012, Taksu
pengelolaan, mengingat Pesta Kesenian Bali (Membangkitkan Daya Kreatif dan Jati Diri) untuk
sebagai benteng pengawalan aneka kearifan lokal, tema Pesta Kesenian Bali Tahun 2013, Kertamasa
pendalaman wawasan kebudayaan lokal, nasional, (Keajegan Rasa Menuju Ketertiban Semesta) untuk
internasional, serta pemantapan pendidikan karakter tema Pesta Kesenian Bali Tahun 2014, serta Jagadhita
berbasis kebudayaan dalam upaya meningkatkan (Memperkokoh Kesejahteraan Masyarakat) sebagai
bobot karakteristik dan humanisme pembangunan tema Pesta Kesenian Bali Tahun 2015.
daerah dan nasional (lihat Rumusan Hasil Sarasehan
Pesta Kesenian Bali Tahun 2012). Kearifan lokal yang dijadikan tema Pesta Kesenian
Bali bersumber pada teks-teks sastra tradisional
MENYINERGIKAN sebagai bagian integral kebudayaan Bali. Konsep-
KEARIFAN LOKAL, BUDAYA NASIONAL, konsep, nilai-nilai, norma-norma, dan pengetahuan-
DAN PENGETAHUAN GLOBAL SEBAGAI pengetahuan tradisional yang terkandung dalam
BASIS PENGEMBANGAN MANAJEMEN sastra tradisional merupakan kearifan lokal, sebagai
PESTA KESENIAN BALI ide sentral kebudayaan Bali. Nilai-nilai esensial yang
berupa ungkapan kearifan lokal tersebut yang telah
Perumusan tema yang dijadikan landasan dasar diangkat sebagai tema-tema Pesta Kesenian Bali,
dalam menggelar Pesta Kesenian Bali merupakan antara lain swabhawaning idp (keluhuran budi),
bagian integral dalam perencanaan Pesta Kesenian sra dhra jayeng rt (kepahlawanan/ patriotisme),
Bali setiap tahun, baik melalui sarasehan, FGD, citta wrtti nirodha (pengendalian diri), mulat
maupun rapat-rapat. Sejak Tahun 2006 hingga tahun sarra (jati diri), suddhamala (kemurnian
2015 telah dirumuskan tema payung untuk periode nurani), desa, kala, patra (adaptif), paras-
lima tahun dan tema pokok Pesta Kesenian Bali paros (toleran), taksu (daya kreatif murni),
setiap tahun sebagai berikut. kertamasa (ketertiban semesta), jagadhita
(kesejahteraan) pada hakikatnya bernilai universal,
Suarka (2005, 2010) menawarkan rumusan Tema ada di mana-mana, serta dapat diterima oleh seluruh
Payung Pesta Kesenian Bali 2006-2010 dan Pesta lapisan masyarakat dunia. Karena itu, kearifal lokal
Kesenian Bali 20011-2015, yaitu Manawa ka tersebut dapat disinergikan dengan budaya nasional,
Madawa (Pendakian Nilai Kemanusiaan Menuju seperti Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika atau
Kedewaan Berlandaskan Keluhuran Budi). Tema pengetahuan global, seperti toleransi, keharmonisan,
payung tersebut kemudian dijabarkan ke dalam perdamaian, kelestarian lingkungan, dan lain-lain.
tema-tema pokok Pesta Kesenian Bali Tahun 2006, Dengan demikian, karya cipta seni Bali yang digelar
yaitu Swabhawaning Idp (Pancaran Keluhuran dalam ajang Pesta Kesenian Bali tetap berakar kuat
Budi); Tahun 2007 yakni ra Dhra Jayeng Rt pada tradisi tetapi mampu berterima secara nasional
(Aktualisasi Kepahlawanan Menuju Kesejahteraan dan global.Hal ini sesuai dengan prinsip kepedulian
Masyarakat); Tahun 2008 yakni Citta Wrtti Nirodha dan fisibilitas dalam teori pemilihan strategi (Pruitt
(Pengendalian Diri Memperkokoh Semangat dan Jeffrey Z. Rubin, 2004), di mana masyarakat

108
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

Bali dan masyarakat luar Bali menerima hasil teknologi informasi harus diadopsi dan dimaknai
pagelaran karya seni yang dipentaskan dalam Pesta dalam upaya memperluas wawasan kreativitas seni
Kesenian Bali sebagai bagian dalam memenuhi budaya Bali. Dengan demikian, seni dan budaya
kebutuhan hidupnya. yang digelar dalam Pesta Kesenian Bali akan
mampu merepresentasikan keragaman seni budaya
Upaya pemberdayaan kearifan lokal sebagai tema Bali yang kontekstual dengan fenomena kehidupan
Pesta Kesenian Bali merupakan hal positif dan tepat bangsa dan negara serta kehidupan dunia global.
karena dapat memberikan dorongan semangat dan Seni budaya nasional dan pengetahuan global tetap
motivasi kepada para seniman serta budayawan diberi wadah dan peluang secara terbuka dalam
khususnya ataupun masyarakat luas umumnya untuk perencanaan Pesta Kesenian Bali. Spirit penggalian,
terus berkreasi dan mencipta agar seni dan budaya pelestarian, pemanfaatan dan pengembangan seni
bangsa tetap dapat dilestarikan serta dikembangkan, budaya tradisional, modern, dan kontemporer
sebagaimana diakui Presiden RI Susilo Bambang akan secara kuat berjalan berdampingan menjamin
Yudhoyono pada saat berpidato dalam pembukaan keberlangsungan habitus kreatif berbasis budaya,
Pesta Kesenian Bali XXXV Tahun 2013. teknologi, dan ekonomi kreatif yang telah menjadi
kekuatan modal budaya masyarakat Bali (lihat
Kearifan lokal itu harus tetap disinergikan dengan Laporan Tim Pengawas Penyelenggaraan Pesta
budaya nasional dan pengetahuan global agar Kesenian Bali XXXV Tahun 2013).
mampu memberikan imbas konstruktif terhadap
iklim berkesenian di kalangan masyarakat Bali, Dalam pelaksanaannya Pesta Kesenian Bali
mampu mengangkat prestise dan prestasi seni harus tetap berbasis sinergisitas kearifan lokal,
budaya Bali, serta mempertebal jatidiri dan budaya nasional, dan pengetahuan global yang
kepercayaan diri masyarakat Bali di tengah era diimplementasikan ke dalam enam bidang kegiatan,
globalisasi. Dengan demikian Pesta Kesenian Bali yaitu pawai, pagelaran, parade, pameran, sarasehan,
akan mampu menguatkan citra Bali sebagai pulau dan dokumentasi. Pawai akan merepresentasikan
seni dan memantapkan fungsi kesenian sebagai seni budaya Bali yang agung berdampingan dengan
bahasa universal ataupun media diplomasi budaya. seni budaya nasional dan internasional. Pameran
akan merepresentasikan produk seni budaya Bali
Perencanaan Pesta Kesenian Bali ke depan harus yang khas, unik, kreatif, dan prospektif yang diminati
tetap memperhatikan kearifan lokal agar tercipta oleh masyarakat lokal, nasional, dan internasional.
citra kebesaran Pesta Kesenian Bali yang bernuansa Pagelaran akan merepresentasikan keragaman
lokal tetapi terbuka secara nasional dan internasional. seni pertunjukan Bali dari yang bernuansa klasik,
Dalam perencanaan itu harus ditentukan tema- rekonstruksi, kreasi/inovasi, hingga kolaborasi
tema Pesta Kesenian Bali setiap tahunnya yang diperluas dan diperkaya oleh seni budaya nasional
bersumber pada kearifan lokal. Banyak kearifan dan internasional. Lomba menyajikan kegiatan
lokal yang tertuang dalam konsep-konsep yang seni budaya yang dijiwai semangat berkompetensi
terkandung dalam ungkapan-ungkapan tradisional, secara sehat dan beradab di tengah persaingan
seperti bhuwanakretih (konsep pelestarian alam), nasional dan global. Sarasehan akan membahas
kangin-kauh (konsep keseimbangan/harmoni), dan menghasilkan konsep, pemikiran, gagasan, ide
karmaphala (etika), nitisastra (politik), sri-laksmi visioner untuk mengembangkan berbagai aspek
(kesejahteraan), awor tan patepi (globalisasi), rare Pesta Kesenian Bali pada tahun-tahun mendatang
angon (fauna), sarwa tumuwuh (flora), dan lain- melalui penggalian kearifan lokal, pencermatan
lain. Kearifan lokal tersebut layak diangkat sebagai budaya nasional, serta kepekaan terhadap budaya
tema Pesta Kesenian Bali pada masa mendatang global. Dokumentasi seni budaya Bali harus
disesuaikan dengan fenomena kehidupan nasional dilakukan seiring dengan kemajuan multimedia era
dan internasional. Sebenarnya kearifan lokal tersebut global.
tercermin dalam empat pilar dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, yaitu Pancasila, UUD Evaluasi Pesta Kesenian Bali mesti dilaksanakan
1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika yang merekat secara holistik dengan tetap mempertimbangkan
dan menginspirasi.Pengetahuan global di bidang sinergisitas kearifan lokal, budaya nasional, dan

109
I Nyoman Suarka, dkk. (Strategi Pengembangan Manajemen...) MUDRA Jurnal Seni Budaya

pengetahuan global. Selama ini, evaluasi terhadap


penyelenggaraan Pesta Kesenian Bali dilakukan Tim pengawas memang telah melaksanakan
oleh Tim Pengawas Penyelenggaraan Pesta tugas pengawasan secara maksimal mulai dari
Kesenian Bali yang dibentuk Gubernur Bali melalui perencanaan Pesta Kesenian Bali pada awal tahun
Surat Keputusan dengan tugas pokok melakukan (Januari) hingga pelaksanaan dan evaluasi pada Juni
pengawasan penyelenggaraan Pesta Kesenian Bali sampai dengan Juli. Dengan sumber daya manusia
di antaranya membicarakan kewenangan dan out yang hanya berasal dari kalangan akademisi, baik
put pengawasan terhadap berbagai kemajuan yang akademisi seni, akademisi sastra, maupun akademisi
perlu ditingkatkan, kekurangan yang perlu dibenahi, agama maka laporan hasil pengawasan yang
ataupun rekomendasi yang perlu diusulkan. Tujuan dihasilkan belum maksimal, terutama jika dikaitkan
dibentuknya tim pengawas tersebut sangat jelas, yaitu dengan tujuan dan manfaat yang diharapkan atas
agar terealisasinya aktivitas berkesenian yang tertib, terbentuknya tim pengawas tersebut. Sebaiknya,
efektif dan berbudaya; teraktualisasinya dengan keanggotaan tim pengawas tersebut dikembangkan
baik makna utama Pesta Kesenian Bali sebagai dengan merangkul seniman, budayawan, agamawan,
media seni, pendidikan, hiburan, kreasi, ekonomi, politisi seni dan budaya, akademisi seni dan budaya,
pariwisata dan diplomasi budaya; terselenggaranya kritikus seni dan budaya, guru seni dan budaya,
Pesta Kesenian Bali dengan manajemen yang wirausahawan seni dan budaya, pariwisatawan,
efektif, progresif, dan profesional. Demikian pula, pakar teknologi informasi, serta pakar manajemen
manfaat yang diharapkan dari kinerja Tim Pengawas seni dan budaya. Dengan sumber daya manusia yang
sangat mulia dan ideal, yaitu mampu mewujudkan berasal dari berbagai bidang dan sektor tersebut
Pesta Kesenian Bali sebagai ajang seni, ekonomi, disertai pola kinerja berbasis sinergisitas kearifan
edukasi yang kaya kreasi, inspirasi, partisipasi, dan lokal, budaya nasional, dan pengetahuan global
probudaya; penyelenggaraan Pesta Kesenian Bali tentu akan menghasilkan hasil evaluasi yang lebih
mampu memberi kontribusi bagi pengayaan budaya, komprehensif, progresif, dan profesional.
media pembangun karakter dan integrasi bangsa; di
samping Pesta Kesenian Bali mampu menguatkan Strategi, Tujuan, dan Indikator Pengembangan
citra Bali sebagai pulau seni dan memantapkan Manajemen Pesta Kesenian Bali
fungsi kesenian sebagai bahasa universal dan Berdasarkan paparan analisis SWOT (Suarka dkk,
media diplomasi budaya. Keanggotaannya hanya 2013), dapat dijelaskan bahwa Pesta Kesenian
terdiri atas akademisi seni, sastra, dan agama Bali berada pada posisi kuadran I, yakni memiliki
di samping unsur Pimpinan Pemerintah Daerah kekuatan lebih besar daripada kelemahan dan
sebagai pelindung (lihat SK Gubernur Bali Nomor memiliki peluang lebih tinggi daripada ancaman.
1.024/03-H/HK/2013 tertanggal 17 April 2013 Sehubungan dengan itu, strategi pengembangan
tentang Pembentukan dan Susunan Keanggotaan manajemen Pesta Kesenian Bali diarahkan kepada
Tim Pengawas Penyelenggaraan Pesta Kesenian perluasan atau pengembangan perencanaan,
Bali). pelaksanaan, dan evaluasi sebagai berikut.

No Strategi Tujuan Indikator


1 Sosialisasi dan promosi visi, misi, Para partisipan yang terlibat Terwujudnya sosialisasi dan
tujuan, dan sasaran Pesta Kesenian dalam Pesta Kesenian Bali promosi visi, misi, tujuan,
Bali secara terintegrasi dan intensif, memiliki kesamaan persepsi dan sasaran Pesta Kesenian
baik kepada masyarakat lokal, dalam memaknai visi, misi, Bali secara terintegrasi dan
nasional, maupun masyarakat tujuan, dan sasaran Pesta intensif, baik kepada
internasional dengan memanfaatkan Kesenian Bali masyarakat lokal, nasional,
sistem teknologi informasi maupun masyarakat
internasional dengan
memanfaatkan sistem
teknologi informasi
No Strategi Tujuan Indikator
2 Pengembangan personalia, fungsi, Pemerataan dalam tugas dan Terwujudnya
dan tugas pokok Panitia Pesta fungsi Panitia secara pengembangan struktur
Kesenian Bali dalam melakukan proporsional dan profesional kepanitiaan Pesta Kesenian
perencanaan, pelaksanaan, Bali berdasarkan
monitoring serta evaluasi kompetensi dan profesi
pelaksanaan Pesta Kesenian Bali

110 3 Pengembangan manajemen melalui Memperluas manajemen Terwujudnya peran


regulasi yang memungkinkan dengan merekrut organisasi organisasi professional
organisasi profesional di bidang professional dalam dalam struktur kepanitiaan
pertunjukan tampil sebagai produsen meningkatkan fungsi-fungsi Pesta Kesenian Bali
serta memfasilitasinya dalam Pesta Kesenian Bali sebagai
menjalankan prinsip-prinsip pasar sumber kesejahteraan para
tujuan, dan sasaran Pesta Kesenian dalam Pesta Kesenian Bali promosi visi, misi, tujuan,
Bali secara terintegrasi dan intensif, memiliki kesamaan persepsi dan sasaran Pesta Kesenian
baik kepada masyarakat lokal, dalam memaknai visi, misi, Bali secara terintegrasi dan
nasional, maupun masyarakat tujuan, dan sasaran Pesta intensif, baik kepada
Volume 30, 2015 internasional dengan memanfaatkan Kesenian Bali masyarakat lokal, nasional,
MUDRA Jurnal Seni Budaya
sistem teknologi informasi maupun masyarakat
internasional dengan
memanfaatkan sistem
teknologi informasi
No Strategi Tujuan Indikator
2 Pengembangan personalia, fungsi, Pemerataan dalam tugas dan Terwujudnya
dan tugas pokok Panitia Pesta fungsi Panitia secara pengembangan struktur
Kesenian Bali dalam melakukan proporsional dan profesional kepanitiaan Pesta Kesenian
perencanaan, pelaksanaan, Bali berdasarkan
monitoring serta evaluasi kompetensi dan profesi
pelaksanaan Pesta Kesenian Bali

3 Pengembangan manajemen melalui Memperluas manajemen Terwujudnya peran


regulasi yang memungkinkan dengan merekrut organisasi organisasi professional
organisasi profesional di bidang professional dalam dalam struktur kepanitiaan
pertunjukan tampil sebagai produsen meningkatkan fungsi-fungsi Pesta Kesenian Bali
serta memfasilitasinya dalam Pesta Kesenian Bali sebagai
menjalankan prinsip-prinsip pasar sumber kesejahteraan para
dan penawaran dengan tetap seniman dan masyarakat
berpegang pada pelestarian,
pengembangan, dan cita-cita
apresiasi seni budaya Bali secara
luas

4 Pengembangan perencanaan Mengembangkan perencanaan Terwujudnya perencanaan


program Pesta Kesenian Bali program Pesta Kesenian Bali program Pesta Kesenian
melalui penyusunan pemetaan seni yang dinamik guna Bali yang akurat, kreatif,
dan Data Base Kesenian Bali meningkatkan kualitas Pesta dan inovatif
sebagai dasar dalam perencanaan Kesenian Bali secara utuh dan
program Pesta Kesenian Bali serta menyeluruh
memanfaatkan hasil evaluasi
internal dan eksternal secara
berkelanjutan

5 Pengembangan sistem seleksi grup Meningkatkan kualitas dan Tersedianya sistem seleksi
kesenian calon peserta dan karya- bobot estetika dan kreativitas grup kesenian dan karya-
karyanya yang akan digelar pada para seniman yang digelar karya yang dipentaskan
Pesta Kesenian Bali melalui jalur, dalam Pesta Kesenian Bali dalam Pesta Kesenian Bali
prosedur, dan pedoman yang jelas berdasarkan prosedur dan
pedoman yang jelas.

6 Peningkatan pengelolaan mutu Pesta Meningkatkan pengelolaan Tersedianya pengelolaan


Kesenian Bali secara internal mutu Pesta Kesenian Bali mutu Pesta Kesenian Bali
melalui FGD, Dialog Budaya, melalui pengkajian secara
Sarasehan, monitoring, serta holistik aspek-aspek pokok
mekanisme balikan bagi panitia dan kearifan lokal dalam
seniman secara periodik pengimplementasian visi
kehidupan untuk
pembaharuan bangsa dan
landasan dasar pembangunan
Bali yang berbudaya

7 Pengembangan mitra kerja dalam Mengembangkan mitra kerja Terwujudnya networking


perencanaan, pelaksanaan, dan dalam perencanaan, atau kerjasama dalam skala
evaluasi Pesta Kesenian Bali dengan pelaksanaan, dan evaluasi nasional dan internasional
memanfaatkan potensi keberadaan Pesta Kesenian Bali agar
dan keunggulan Pesta Kesenian Bali mampu bersaing secara
untuk menarik simpati instansi nasional dan internasional
terkait yang ada di dalam negeri dan
luar negeri

8No Strategi
Peningkatan budaya mencipta serta MeningkatkanTujuan
kreativitas dan Indikator
Tersedianya ruang
menunjukkan karya cipta seni kompetensi para seniman Bali penciptaan dan promosi
budaya dan produk lain yang serta memperluas pencitraan karya seni budaya lokal,
dihasilkan para seniman lokal, Pesta Kesenian Bali sebagai nasional, internasional
nasional, internasional kepada ajang promosi karya seni
masyarakat luas untuk mencitrakan lokal, nasional, internasional
Pesta Kesenian Bali layak dijadikan
pilihan oleh masyarakat

9 Pengembangan pelayanan untuk Mengembangkan layanan Tersedianya pelayanan 111


para seniman melalui bantuan kepada para seniman dalam kepada para seniman dalam
informasi, pembinaan, dan pelatihan memperoleh bantuan bentuk sumber informasi,
informasi, pembinaan, dan kegiatan pembinaan, dan
pelatihan pelatihan
7 Pengembangan mitra kerja dalam Mengembangkan mitra kerja Terwujudnya networking
perencanaan, pelaksanaan, dan dalam perencanaan, atau kerjasama dalam skala
evaluasi Pesta Kesenian Bali dengan pelaksanaan, dan evaluasi nasional dan internasional
I Nyoman Suarka,memanfaatkan
dkk. (Strategipotensi
Pengembangan
keberadaanManajemen...)
Pesta Kesenian Bali agar MUDRA Jurnal Seni Budaya
dan keunggulan Pesta Kesenian Bali mampu bersaing secara
untuk menarik simpati instansi nasional dan internasional
terkait yang ada di dalam negeri dan
No luar negeri Strategi Tujuan Indikator

8 Peningkatan budaya mencipta serta Meningkatkan kreativitas dan Tersedianya ruang


menunjukkan karya cipta seni kompetensi para seniman Bali penciptaan dan promosi
budaya dan produk lain yang serta memperluas pencitraan karya seni budaya lokal,
dihasilkan para seniman lokal, Pesta Kesenian Bali sebagai nasional, internasional
nasional, internasional kepada ajang promosi karya seni
masyarakat luas untuk mencitrakan lokal, nasional, internasional
Pesta Kesenian Bali layak dijadikan
pilihan oleh masyarakat

9 Pengembangan pelayanan untuk Mengembangkan layanan Tersedianya pelayanan


para seniman melalui bantuan kepada para seniman dalam kepada para seniman dalam
informasi, pembinaan, dan pelatihan memperoleh bantuan bentuk sumber informasi,
informasi, pembinaan, dan kegiatan pembinaan, dan
pelatihan pelatihan

10 Pengembangan peluang bagi para Mengembangkan peluang Tersedianya peluang bagi


seniman untuk mengembangkan para seniman dalam para seniman untuk
diri, memperoleh pengetahuan dan meningkatkan kompetensi dan mengembangkan diri dalam
pemahaman materi khusus sesuai profesi kompetensi dan profesi
dengan minat dan bakat
kesenimanannya yang diorientasikan
ke arah karir serta peningkatan
profesinya

11 Pengembangan materi Pesta Mengembangkan materi Pesta Tersedianya materi Pesta


Kesenian Bali yang sesuai dengan Kesenian Bali sesuai Kesenian Bali yang sesuai
kebutuhan masyarakat lokal, kebutuhan masyarakat lokal, dengan kebutuhan
nasional, dan internasional, serta nasional, internasional serta masyarakat, baik lokal,
kepentingan internal pemerintah dan kepentingan internal nasional, maupun
masyarakat Bali pemerintah dan masyarakat internasional
Bali
12 Pengembangan sistem alokasi dana, Mengembangkan sistem Tersedianya sistem alokasi
pengelolaan dan akuntabilitas alokasi dana, pengelolaan, dan dana, pengelolaan dan
penggunaan dana, serta akuntabilitas, serta akuntabilitas penggunaan
keberlanjutan pengadaan dan keberlanjutan pengadaan dan dana, serta keberlanjutan
pemanfaatan dana pemanfaatan dana pengadaan dan pemanfaatan
dana

13 Pengembangan tempat Memperluas implikasi Terselenggaranya Pesta


penyelenggaraan Pesta Kesenian penyelenggaraan Pesta Kesenian Bali di berbagai
Bali ke seluruh kabupaten/kota di Kesenian Bali dalam rangka tempat yang ada di
Bali setiap tiga tahun sekali atau pemerataan hasil-hasil kabupaten/kota di Bali
lima tahun sekali pembangunan seni budaya
bagi masyarakat Bali

No Strategi Tujuan Indikator

SIMPULAN ide sentral yang memberikan pengaruh bentuk luar


yang dapat berubah-ubah tetapi tidak terlepas dari
Pesta Kesenian Bali memiliki kecenderungan ide sentralnya. Hal itu dapat dilaksanakan melalui
berkembang yang dinamik. Hal itu disebabkan reinterpretasi, reintegrasi, dan adaptasi dengan
arus perubahan yang mempengaruhi kesenian menyinergikan kearifan lokal sebagai dasar pijakan
Bali. Perubahan tersebut tidak dapat dihindari, dengan budaya nasional dan pengetahuan global,
namun perlu diantisipasi dengan mempersiapkan menjadi strategi pengembangan yang memperkuat
para seniman Bali mampu menghadapi perubahan- kreativitas berkesenian masyarakat Bali di tengah-
perubahan yang terus menerus dengan cara tengah dinamika perubahan akibat gempuran arus
membangkitkan kesadaran para seniman Bali globalisasi dan kapitalisme. Perubahan itu tidak
untuk mengetahui lebih dalam lagi dasar-dasar inti akan memperlemah seni tradisi Bali, tetapi justru
kebudayaan Bali, yakni kearifan lokal Bali sebagai dengan perubahan itulah kesenian tradisi diperkuat

112
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

lagi karena tetap dijiwai oleh ide sentral kebudayaan Suarka, I Nyoman, I Wayan Rai S., I Nyoman
Bali, yakni kearifan lokal budaya Bali. Dhana, Ni Made Wiasti. (2012), Mengembangkan
manajemen Pesta Kesenian Bali: membangun
DAFTAR RUJUKAN kreativitas seni (Laporan Hasil Penelitian Strategi
Nasional Tahun I), Fakultas Sastra Universitas
Mantra, Ida Bagus. (1995), Budaya Bali: Strategi Udayana, Denpasar.
dan Realitas, dalam Usadi Wiryatnaya dan Jean
Counteau (Eds.), Bali di Persimpangan Jalan1, ________________. (2013), Mengembangkan
Nusa Data Indo Budaya, Denpasar. manajemen Pesta Kesenian Bali: membangun
kreativitas seni (Laporan Hasil Penelitian Strategi
Miles, M.B. dan A.M. Huberman. (1992), Analisis Nasional Tahun II) Fakultas Sastra Universitas
Data Kualitatif Buku Sumber Tentang Metode- Udayana, Denpasar.
Metode Baru, Universitas Indonesia, Jakarta.
Supartha, I Gusti Ngurah Oka, I Ketut Sumartha,
Mulyana, Deddy. (2006), Metodologi Kualitatif: I Wayan Suarya, I Made Mertha. (1997), Pesta
Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Kesenian Bali, Percetakan Bali, Denpasar.
Lainnya, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Tim Pengawas Independen Pesta Kesenian Bali.
Pruiit, Dean G, Jeffrey Z. Rubin. (2004), Teori (2012), Laporan Hasil Tim Pengawas Independen
Konflik Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Pesta Kesenian Bali 2012. Denpasar.

Suarka, I Nyoman. (2005), Tema Payung dan Tema Tim Perumus Sarasehan Pesta Kesenian Bali.
Pokok Pesta Kesenian Bali 2005-2010, dalam (2012), Rumusan Hasil Sarasehan Pesta Kesenian
Lokakarya Pesta Kesenian Bali di Denpasar. Bali Tahun 2012. Denpasar.

113
I Ketut Gde Asnawa (Testimoni I Wayan Beratha: Seniman...) VolumeMUDRA
30, Nomor 1, Pebruari
Jurnal 2015
Seni Budaya
p 114 - 119
ISSN 0854-3461

Obituari

Testimoni I Wayan Beratha:


Seniman Alam yang Kreatif dan Lumbung Keilmuan

I KETUT GDE ASNAWA

Universitas Illinois, Urbana-Champaign.


E-mail: iasnawa@illinois.edu

I Wayan Beratha dedicadit his long life to studying and promoting the musical art as a perfomer, mentor,
composer, choreografer, tuner, and gamelan maker. Recognized as a pioneer (tokoh) of kebyar musical
art (seni kekebyaran) and a master of the art Balinese tradisional music (empu seni kerawitan Bali), he is
considered one of the most inspiring avant-garde creators of his time. This article, 1) examines the work of
the late I wayan Beratha along with his many accomplishments as a remarkable composer, and 2) functions
as a tetstimony of my appreciation and respect for him based on my observations and our many interactions
together.

Keywords: Recognized as a pioneer, tetstimony, and kebyar musical art.

I Wayan Beratha di mata saya adalah seorang seniman puri/istana ahli karawitan pegambuhan
seniman luar biasa milik Bali dengan spesifikasi dan juga dari sang ayah I Made Regog, pemain
bidang keahlian seni karawitan Bali, khususnya seni gamelan yang mahir dan kompuser dengan karya
musik gamelan dan tarian Bali. Trah keseniannya monumentalnya Kebyar Ding Surapati tahun
mengalir dari sang kakek I ketut Keneng, seorang 1928 (Bandem, 2014: 1).

114
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

Kedua tokoh inilah yang membentuk kepribadiannya Lima Katagori


sebagai seniman hingga akhir hayatnya. Tidak Karya-karyanya dapat dibedakan menjadi lima
seperti seniman lainnya yang sezaman, I Wayan katagori, yaitu 1) tahuh kreasi baru; 2) tari kreasi
Beratha mempunyai keistimewaan yakni tidak baru; 3) iringan tari/sendratari; 4) aransementasi
saja sebagai pengerawit mumpuni di bidang seni tabuh pepanggulan; dan 5) penggagas gamelan/
klasik pegambuhan, pelegongan, smara pegulingan, ensambel baru. Karya tabuh kreasinya meliputi
bebarongan, pegongan, dan lainnya tetapi juga tabuh Palguna Warsa, Kosalya Arini, Swa Bhuana
seorang guru (PNS) atau pensiunan pendidik Paksa, Jaya Semara, Purwa Pascima, Muni Dwara
yang disegani, seorang komposer kreatif dan Murti, Kokar Jaya, Kebyar Dang Citta Utsawa, dan
super produktif, kreografer, pelaras gamelan jitu, banyak lagi yang lainnya. Ciptaan tari dan iringan
pengerajin gamelan yang terkenal, dan penggagas tari meliputi: Tari Yudha Pati, Tari Tani, Tari Kupu-
gamelan (ensambel) baru. Kupu, Tari Panyembrama, Tari Gabor, Tari Nawa
Saangga Jayengrana. Dialah yang membidangi
Seniman Alam sendratari Jayaprana, Raja Pala, Ramayana,
Kendatipun terbentuk dari dan sebagai seniman Mayadenawa, Nara Kusuma, Pemutaran Mandara
alam hanya menyelesaikan tingkat pendidikan kelas Giri, bahkan sebagai perancang dan penata iringan
V (lima) Sekolah Rakyat, namun Beratha sangat sendratari kolosal Ramayana (7 kanda) dan
genius, kreatif, terbuka dan berwawasan ke depan. Ia Mahabharata (18 parwa) produksi pemerintah
sekaliber dengan I Gde Manik, tokoh pembaharuan provinsi Bali dalam Pesta Kesenian Bali.
gong kebyar Bali Utara. Interaksi kedua tokoh inilah
yang menjembatani terjadinya transformasi musical Karya aransementasi pepanggulan yang diciptakan
style antara gong kebyar Bali Utara dan Bali Selatan adalah Tabuh Gesuri, Tabuh Pisan Bangun Anyar,
(Yudartha, 2010: 1). Tabuh Pisan Gegancangan, Tabuh Dua Galang
Kangin, Tabuh Telu Trisula, Tabuh Pat Gari, Tabuh
I Wayan Beratha identik dengan tokoh pembaharuan, Nem Galang Kangin, Tabuh Kutus Pelayon, dan
inspirator, motivator, dan kreator di bidangnya. Hal yang lainya. Karyanya yang berupa ensambel baru
ini terbukti dari kiprahnya dalam seni kekebyaran termasuk Gamelan Genta Pinara Pitu dan Gamelan
yang melambungkan namanya sebagai tokoh sentral Semara Dana.
dalam perkembangan gong kebyar di era 1960-an.
Pada era itu gong kebyar menjadi panggung seni Sedikit Bicara Banyak Kerja
pertunjukan di Bali (Dibia dalam Asnawa, 2008: I Wayan Beratha adalah seniman sedikit bicara tetapi
97). banyak kerja, dengan kata lain beliau tidak banyak
berteori namun ketika dikupas makna dari karya-
Dari pemikiran kreatifnya, telah tercipta puluhan karyanya ternyata semua terkonsep secara jelas.
bahkan ratusan pola-pola gending yang tersusun
dalam sebuah komposisi. Karakteristik dari Saya mencatat beberapa hal penting bagaimana
komposisinya sangat kental dengan nuansa karya-karya beliau diproses. Berawal dari proses
pembaharuan pakem tradisi yang dibalut dengan ekplorasi yang dilakukannya melalui perenungan
kemampuan estetika kontemporer. Artinya yang disebut ngungkab rasa yaitu membangun
konseptualisasi pembaharuannya berjalan mapan dan dan menghidupkan rasa sensitivitas dan imajinasi
sempurna tidak merusak akar tradisinya. Hasilnya sebagai upaya mewujudkan bantang gending atau
tumbuh karya-karya baru yang enak dinikmati ide musikal sesuai dengan tematik gending yang
dan dirasakan. Tidak mengherankan banyak para digarap. Kemudian ide musikal yang dibayangkan
komposer lainya menjadikannya sebagai model diartikulasikan lewat cara menyanyi dalam hati
pengembangan dalam komposisinya. Karya-karya hingga dirasakan pas dengan estetika rasa yang
beliau tersebar di seantero jagat dan tidak lekang ada pada dirinya, sembari melakukan pencatatan
dimakan zaman. dalam notasi supaya tidak lupa. Setelah ide-ide
terakumulasi dengan baik baru dipresentasikan
dalam tahapan pembentukan atau pelatihan.

115
I Ketut Gde Asnawa (Testimoni I Wayan Beratha: Seniman...) MUDRA Jurnal Seni Budaya

Adapun hasilnya dari tahapan pelatihan akan Adapun karakteristik hasil ciptaan tabuh kreasi
mengkristal pada tahapan penghalusan di mana barunya adalah terletak pada keindahan melodi
tahapan ini sangat penting sebagai tahapan akhir yang dibalut dengan ornamentasi ritmis. Namun,
untuk mendapatkan rasa atau sinkronisasi antara yang paling menggungah perasaan saya untuk
ide, aransementasi, tematik atau ekspresi musikal mempelajari dan mendalami karya-karya beliau
(irama, dinamika, dan tempo) sehingga menjadi adalah berupa aransementasi tabuh pepanggulan.
bagian-bagian yang harmonis dan menyatu dalam Karya ini merupakan musikal pengembangan
komposisi. yang ditata berdasarkan bantang gending klasik
lelambatan pegongan dimainkan dalam gong kebyar
Saya juga memahami beberapa hal berkenaan dan diaransementasi atau digubah dalam nuansa
dengan penataan atau garap karya-karyanya. kekinian yang dikenal dengan tabuh lelambatan
Dalam hal tabuh kreasi baru misalnya, karya- kreasi.
karya yang diciptakannya sangat khas dan terdiri
dari jajar pageh atau struktur gending yang baku Gesuri Karya Monumental
(fized structure) berdasarkan konsepsi sikut Sedikit beda dengan tabuh kreasi baru, di sini
awak, artinya berkaca pada bentuk tubuh kita permainan kendang memakai panggul (mallets) dan
sendiri (bhuana alit) dikenal dengan konsep tri digunakan instrumen terompong sebagai leanding
angga, yang terdiri dari bagian kepala, badan, melody, yang menjadi ciri khasnya. Kalau dirunut
dan kaki. Sebagai kepala dipresentasikan berupa keberadaannya, tabuh gesuri adalah cikal bakalnya.
ritmik progresif yang disebut gineman. Bagian ini Tabuh yang diciptakan tahun 1964 ini, menurut
merupakan kawitan atau introduksi yang ditata saya adalah karya beliau yang sangat monumental,
dengan ritmikal rumit dan sambung-menyambung karena kelahirannya pada saat Presiden Soekarno
dari fase ke fase yang lainnya sehingga membentuk mencetuskan jargon politiknya yang disebut Genta
perangai dengan konfigurasi ritmikal menarik dan Suara Revolusi Indonesia yang disingkat Gesuri.
indah. Sebagai langkah responsif dari seorang Beratha
bersama sekaa Gong Belaluan Sadmerta berhasil
Setelah adanya tranmisi, gineman membentuk menciptakan gending aransementasi pepanggulan
bagian pokok (main body) daripada gending-gending yang diberi nama Gesuri. Karya ini dipentaskan
yang disebut pengawak berupa melodi gegenderan secara perdana saat sekaa Gong Belaluan Sadmerta
yang melodius dielaborasi dengan teknik kotekan berada di New York dalam rangka New York Words
variatif. Pada bagian ini sudah terwujud mekanisme Fair (Bandem, 2013: 155).
dan fungsional instrument secara formal mengikuti
tematik gending yang ditata sedemikian rupa Adapun aransementasi garapan Gesuri berpola dari
menariknya, rumit namun unik sehingga menjadi tabuh telu yang dipadukan dengan gegilakan dengan
roh atau jiwa dari pada komposisi garapannya. tematik garapan menggambarkan semangat menuju
perubahan. Sedangkan struktur komposisinya
Bagian berikutnya adalah bebapangan atau bagian diawali dengan ginem pengrangrang dengan pola
penonjolan instrumen di mana setiap kelompok saut menyaut antara gangsa terompong, dan reyong.
instrumen diporsikan bermain solo dalam tempo Kendang awit-awit solo yang diumpamakan sebagai
cepat dan energetik. Biasanya dimotori oleh reyong dentum senjata perang muncul berikutnya diikuti
solo dilanjutkan oleh melodi pokok dimainkan dengan pemalpal menuju pengawak yang bernuansa
secara ostinoto kemudian gangsa, kendang reyong agung, gagah, dan berwibawa. Dari sini dinamika
menimpali dengan permainan elaboratif secara dan tempo berubah cepat sebagai bentuk transisi ke
bersautan (call and respond). Bagian ini merupakan pengecet yang bernuansa semangat, bergairah dan
klimaks menuju bagian pengecet atau pekaad yang menyiratkan kemenangan dan diakhiri dengan pola
diisi dengan ragam-ragam gending gegangsaran gegilakan sebagai klimaks bahwa misi perjuangan
atau gegambangan yang bernuansa ceria atau telah tergapai. Disinilah nampak sensitivitas
dinamis. musikal seorang Beratha teruji dan ternyata mampu
memberikan sentuhan musikalitas sesuai dengan
gelora suara revolusi itu.

116
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

Saya sendiri sangat terkesan dan bangga atas karya Beratha namun tidak sama tetapi mampu
karya Gesuri ini yang hingga kini masih hidup di menghasilkan estetika arasementasi yang mapan
masyarakat. Ketika menjadi konsultan Parade Gong dan berspiritkan Beratha.
Kebyar se Bali dalam rangka PKB tahun 2002, saya
sempat menjadikan model karya Gesuri ini sebagai Gamelan Semara Dana
materi lomba di bawah kategori tabuh kreasi Satu hal lagi yang perlu diungkap dari pemikiran
pepanggulan sebagai pengganti tabuh lelambatan beliau adalah keberadaan gamelan Semara Dana.
kreasi. Gamelan yang diperkenalkan 1987 ini adalah
berawal dari pemekaran gamelan Genta Pinara Pitu
Tahun 1968 beliau mengembangkan model (GPP) yang digarap sebelumnya. Gamelan GPP
aransemen Gesuri menjadi karya lelambatan yang sekarang menjadi milik Mantle Hood, seorang
kreasi di mana katagori tabuh nem Galang Kangin etnomusikolog senior dari Amerika yang hanya
dijadikan bantang gending. Di sini beliau secara sempat diproduksi satu unit saja, karena dirasakan
fantastik dapat mengubah gending klasik pegongan ada kendala dalam permainan, maka gamelan ini
menjadi warna dan tekstur musikalitas kekinian disempurnakan lalu diberi nama gamelan Semara
tanpa mengubah kebakuannya. Diawali dengan Dana, Semara artinya cinta dan Dana artinya
ginem pengrangrang yang ditata secara eksklusif. dermawan (lihat lebih jauh Andrew McGraw: 25-
Kemudian kawitan gending berlanjut sebagai 38).
pemalpal yang dimainkan secara periring, yaitu
merupakan pemampatan bagian pengawak yang Sesungguhnya gamelan ini merupakan kombinasi
dikemas dengan ornamentasi kotekan atau ubit- dari gamelan gong kebyar dan semara pegulingan
ubitan yang semarak. Bagian pengawak sebagai dengan bantang nada (range tone); kebyar (panca
bagian utama gending dengan pepayasan mengikuti nada) pada urutan nada rendah dan semara
dan kemudian disandingkan dengan bagian pengisep pegulingan (sapta nada) pada urutan nada tinggi.
yang digarap lebih dinamis. Bagian pengecet muncul Wujud atau ensambelisasinya didesain menurut
setelahnya adalah terdiri dari prase bebaturan, tipikal gong kebyar. Secara praktikal gamelan
ngembat, batu-batu, dan diakhiri dengan tabuh ini bisa memainkan lagu kebyar dan juga lagu
telu atau versi gegilakan, di mana semua prase ini klasik semara pegulingan, bahkan lagu gamelan
diporsikan untuk mendapatkan sentuhan kreativitas angklungpun bisa dimainkan dengan memilih patet
lebih rumit, elaboratif, dan variatif. rentangan nada sapta nada.

Karya-karya Beratha dalam katagori ini telah Mengapa beliau menggagas gamelan itu? Tiada lain
mendapat pengakuan dari masyarakat sebagai karya berawal dari kegelisahannya membidangi sendratari
terbaik karena dianggap memenuhi estetika rasa kolosal Ramayana dan Mahabharata untuk konsumsi
adung, lengut, manis, dan wayah. Pada suatu hari stage Ardha Candra di arena PKB. Garapan ini tidak
beliau mengingatkan saya bahwasannya menggarap saja melibatkan ratusan penari tapi juga melibatkan
gending lelambatan kreasi adalah perkara aluh- beberapa barungan gamelan untuk mendukung
aluh sukeh, artinya gampang tetapi sukar. karakter atau penokohan dalam cerita tersebut dan
Gampangnya karena sudah ada bantang gending juga membutuhkan banyak penabuh gamelan.
yang dipakai acuan, tetapi sukarnya adalah memberi
payasan gending supaya serasi, menyatu, dan tidak Beberapa eksprimen telah dicoba sebelumnya, yaitu
membunuh karakter gending aslinya. dengan menggabungkan barungan gong kebyar
dengan semara pegulingan, gong kebyar dengan
Saya bersyukur atas dorongan dan bimbingan beliau gong gede, gong gede dengan semara pegulingan.
saya sudah mengaransemen beberapa karya-karya Tampak semuanya terkesan megah dan kolosal, tetapi
lelambatan kreasi dan sudah mendapat pengakuan suatu saat beliau berpikir rasanya kurang efesien dan
dari beliau dan kata teman-teman seniman bahwa praktis, terutama kalau dipentasulangkan di lokasi
karya-karya saya seperti Windu Segara, Kalingga, terbatas. Sebagai pengerajin gamelan dan pelaras,
Tapuk Manggis, Wari Drawa, Batur Sakti, Semara beliau antisipasi dengan memadukan paket gamelan
Metu, Berare, dan lainya setingkat dengan gong kebyar dan semara pegulingan menjadi satu
unit gamelan dan jadilah gamelan Semara Dana.

117
I Ketut Gde Asnawa (Testimoni I Wayan Beratha: Seniman...) MUDRA Jurnal Seni Budaya

Adapun visi dan misi beliau menggagas ini adalah dari beliau. Beberapa kekhususan yang saya rasakan
didasarkan atas keinginannya untuk selalu berkarya adalah dipilihnya saya sebagai pengendang wadon
dan sejalan dengan penamaan gamelan itu sendiri dalam penabuh inti di sekolah.
yang diartikan kecintaan dan kedermawanan. Jika
kecintaannya merangsuk dalam diri maka kita Ketika pelajaran praktek di kelas saya sering
termotivasi untuk berbuat atau berkarya. Jika rasa didaulat sebagai asistennya dan ketika beliau
kedermawanan tumbuh maka kita cenderung ingin tidak bisa datang di kelas saya ditunjuk sebagai
berbagi rasa. Artinya dengan gamelan ini akan penggantinya. Istimewanya lagi saat istirahat
memberi ruang yang lebih luas khususnya para saya sering dipanggil untuk diberikan pengarahan
komposer untuk bereksperimen agar menghasilkan sekitar bagaimana meningkatkan kemampuan
karya-karya baru baik yang berpola transisi maupun teknik saya bermain kendang dan hal-hal lain yang
kontemporer. Kini gamelan ini telah tersebar, bersifat mendewasakan kepribadian saya sebagai
tidak saja lokal di Bali tapi sudah merambah ke seniman. Dengan perhatian dan bimbingan seperti
mancanegara. itu membuat diri saya termotivasi dan ingin belajar
lebih banyak dari sang guru.
Mengagumi Sejak Remaja
Setelah menguraikan karya-karya besar Beratha Asisten Guru Praktek
seperti di atas, berikut disajikan tentang interaksi Setelah tamat dari KOKAR saya melanjutkan ke
saya dengan beliau dari masa ke masa. Sesungguhnya ASTI Denpasar. Pada suatu saat saya diusulkan
saya mengagumi beliau sejak saya masih remaja, oleh beliau menjadi asisten guru praktek (AGP)
saat berumur 13 tahun. Kala itu saya menyaksikan di KOKAR yang menantinya akan dianggkat
sendiri bagaimana beliau mempersiapkan sekeha menjadi PNS. AGP ini adalah program magang
Gong Belaluan Sadmertha dalam rangka Merdangga untuk mempersiapkan calon guru sebelum resmi
Utsawa atau Festival Gong Kebyar se-Bali tahun sebagai PNS. Dalam program ini Beratha adalah
1968. Karena dorongan rasa seni saya mengikuti salah satu mentor saya sehingga saya mendapatkan
latihan-latihan sekeha ini dengan serius yang kesempatan untuk mempelajari ilmu beliau dengan
diadakan di halaman Jero Sadmerta. Saat itu saya lebih baik dan terarah. Akhirnya saya diangkat
sempat terkesima atas kepiawaian beliau bermain sebagai PNS di KOKAR dan status saya sejajar
kendang berpasangan dengan anak sulungnya I dengan beliau sebagai guru, tapi interaksi keilmuan
Wayan Sudama (alm). Tidak itu saja dua karya yang tetap berjalan secara alamiah dan saya menganggap
beliau ciptakan saat itu, yaitu Tabuh Lelambatan, beliau itu adalah guru besar saya atau Sang Nabe.
Kreasi Tabuh Nem (Galang Kangin), dan Tabuh
Kreasi Baru (Palguna Warsa) saya rasakan sangat Seiring dengan perjalanan waktu interaksi saya
luar biasa dan mengesankan. semakin intens tidak saja sebatas hubungan
antara guru dan murid tetapi menjadi bagian dari
Dari kesaksian itu saya terobsesi ingin menjadi keluarganya bahkan sudah dianggap sebagai
juru gamel (seniman) sehebat beliau dan akhirnya anaknya sendiri. Oleh karena itu dalam keseharian
termotivasi untuk memilih Sekolah Seni Konservatori maka saya memanggil beliau sebagai bape/ayah.
Kerawitan (KOKAR) Bali yang sekarang menjadi Hubungan emosional merasakan bahwa transmisi
SMK. Ternyata obsesi saya terkabul menjadi anak keilmuan berdasarkan pedagogi meguru panggul
didik beliau di KOKAR Bali yang berlokasi di Jl. antara bape dan anak berlangsung lebih efektif dan
Ratna Denpasar. bernilai guna, tidak saja sebatas keterampilan seni
tetapi lebih jauh saya dapat menangkap spirit atau
Di KOKAR beliau sangat disegani dan juga taksu-nya Sang Guru.
ditakuti oleh murid-murid karena karisma dan
wibawanya. Sebagai guru beliau punya sensitifitas Atas kepercayaan bape, saya sering diutus untuk
tinggi bagaimana mengarahkan dan memberikan melatih sekaa-sekaa gong di desa, mewakili beliau
perhatian pada anak didiknya terutama yang punya sebagai juri, dan sudah tentu dari pengalaman itu
talenta tinggi. Kebetulan saya adalah salah satu dari semua sangat berfaedah untuk menambah wawasan
teman-teman yang mendapatkan perhatian khusus dan sekaligus mendewasakan kesenimanan saya.

118
Volume 30, 2015 MUDRA Jurnal Seni Budaya

Pertemuan Terakhir dan Tiga Pesan oleh ISI Denpasar). Belum terhitung jumlah
Sekitar tahun 2013 saya dan keluarga sempat apresiasi dan regognisi dari masyarakat khusunya
ngobrol di bale delod rumahnya saat itu bape dan para seniman yang sangat membanggakan dan
sudah kelihatan lesu karena sudah umur. Saya menjadikan Wayan Beratha sebagai referensi pada
berbincang-bincang dalam kegalauan masa tuanya, setiap event-event kesenian.
dan tidak terkira bahwa itu pertemuan saya terakhir.
Wayan Beratha wafat 9 Mei 2014 saat itu saya tidak Lumbung Keilmuan
berada disekitarnya karena berdomisili di Amerika Setelah wafat rumah kediamannya terasa sunyi,
menjalani swadharma sebagai music professor di suasananya menyisakan kenangan mendalam,
University of Illinois At Urbana-Champaign. Dari ada sebuah patung kayu sebagai atribusi Pemkot
belahan bumi Amerika, saya dan keluarga merasa Denpasar dipajang di serambi depan bale daja. Pada
sangat kehilangan saat bape tutup usia. Sebagai bale inilah biasanya menerima tamu-tamu, murid,
murid anak dan perpanjangantangan sang bape sekaa-sekaa yang hendak berguru seni.
saya merasa berhutang budi karena kedewasaan
rasa musikal dan predikat kesenimanan saya Bengkel kerja Wayan Beratha sudah tiada, namun
terbina berkat perhatian dan arahannya yang lebih atas inspirasinya anak wungsunya Sutjiati Beratha
menekankan pada kepribadian, kepekaan, dan kini di lokasi tersebut telah dibangun bale jineng
kemampuan baik teknik maupun wiweka sebagai (lumbung padi) dengan penataan yang artistik.
seniman. Ketika saya mengikuti upacara pemelaspas bangunan
tersebut, saya sempat berimajinasi bahwa jineng
Ada tiga pesan penting dari bape yang selalu saya itu adalah sebuah simbol lumbung keilmuan Sang
ingat, yaitu pertama, salurkan inspirasimu sesuai Empu (Wayan Beratha) yang setiap saat bisa digali,
dengan bidang seni yang ditekuni dan berkaryalah dipelajari, dan dikembangkan oleh siapapun.
sebanyak mungkin tanpa pamrih. Kalau karya-
karyamu banyak dimainkan atau berkembang di DAFTAR RUJUKAN
masyarakat secara luas maka di sanalah dirimu
dihargai. Kedua, tuntunlah adik-adikmu atau murid- Asnawa, I Ketut Gede. (2008), Ngebyar di Luar
muridmu berkarya seni yang baik berdasarkan rasa, Bahasa Akademis, dalam Seni Kekebyaran (Dibia
etika, dan logika. Ketiga, bahwasannya dengan (Eds.)), Balimangsi Foundation, Denpasar.
berkarya seni atau berkomposisi berarti kita
memperdalam dan memperkaya seni tetabuhan Bali Bandem, I Made. (2013), Gamelan Bali di Atas
itu sendiri, Panggung Sejarah, Balai Penerbit STIKOM Bali,
Denpasar.
Sang bape adalah seorang penggiat seni yang
mumpuni di bidang keahlianya. Hampir tiada hari _____________ . (2014), I Wayan Beratha: Arsitek
tanpa seni adalah julukan sangat tepat pada dirinya. Gong Kebyar Abad XX, (tidak dipublikasikan)
Rumahnya di Jl. Pucuk 11 Denpasar, menjadi bukti College of Holy Cross.
nyata tempatnya berkiprah sedangkan lembaga
seni seperti KOKAR/SMKI, ASTI/STSI (ISI) McGraw, Andrew. (1998), The Gamelan Semara
adalah media beliau menetaskan emberio-emberio Dana of Banjar Kaliungu Kaja, Denpasar, Bali,
kesenimanan. Banyak pakar seni seperti Made Indonesia, (Thesis Program Doktoral S3) Tufts
Bandem, Wayan Dibia, Wayan Rai S., Komang University.
Astita, Nyoman Catra dan yang lainya adalah murid-
murid kebanggaan sang bape. Yudartha, I Gede. (2010), Sekaa Gong Sadmerta
Eksistensi dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan
Berbagai penghargaan telah diterimanya Seni Kekebyaran di Bali, dalam http://blog.isi-dps.
diantaranya, yaitu Kerti Budaya (Kabupaten/Kota), ac.id.
Dharma Kusuma (Provinsi Bali), Anugrah Seni
Nasional (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
RI), dan gelar Empu Kerawitan Bali (dianugrahkan

119
Volume 30, 2015 VolumeMUDRA Jurnal
30, Nomor Seni Budaya
1, Pebruari 2015

ISSN 0854-3461

INDEKS PENGARANG
VOLUME 30 NO. 1 PEBRUARI 2015

Asnawa, I Ketut Gde., 114. Rustiyanti, Sri., 47.

Bahar, Mahdi., 76. Sastra, Andar Indra., 18.

Chaya, I Nyoman., 37. Suarka, I Nyoman., 105.

Dhana, I Nyoman., 105. Suastika, I Made., 57.

Dibia, I Wayan., 57. Sudirga, I Komang., 57.

Hidajat, Robby., 83. Sumerjana, Ketut., 1.

Maryono., 65. Wiasti, Ni Made., 105.

Panggabean, Ance Juliet., 91. Wijayanto, Ary Nugraha., 1.

Parimartha, I Gde., 57. Yasa, I Ketut., 8.

Rai S., I Wayan., 105.

1
Petunjuk
Petunjuk Penulisan
Penulisan MUDRA
MUDRA Jurnal
Jurnal Seni Budaya
Seni Budaya

PETUNJUK UNTUK PENULIS


Judul Naskah
(Capitalize each word, 16 pt, bold, centered)
(kosong satu spasi tunggal, 16 pt)
Penulis Pertamal, Penulis Kedua2, dan Penulis Ketiga3 (12 pt)
(kosong satu spasi tunggal, 12 pt)
1. Nama Jurusan, Nama Fakultas, Nama Universitas, Alamat, Kota,
Kode Pos, Negara (10 pt)
2. Kelompok Penelitian, Nama Lembaga, Alamat, Kota, Kode Pos,
Negara (10 pt)
(kosong satu spasi tunggal, 12 pt)
E-mail: penulis@ address. com (10 pt, italic)
(kosong dua spasi tunggal, 10 pt)
Title
(Capitalize each word, 14 pt, bold, centered)
(Blank, one single space of 14 pt)
First Authorl, Second Author2, and Third Author3 (10 pt)
(Blank, one single space of 12 pt)
1. Departments Name, Facultys Names, Universitys Name, Address, City, Postal Code, Country (10 pt)
2. Reseach Group, Institutions Name, Address, City, Postal Code,
Country (10 pt)
(Blank, one single space of l0 pt)
E-mail: writer@ address. com (10 pt, italic)
(Blank, two single spaces of 10 pt)

Abstrak (10 pt)


(kosong satu spasi tunggal, 10 pt)
Abstrak harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Inggris. Abstrak bahasa Indonesia ditulis
terlebih dahulu lalu diikuti abstrak dalam bahasa Inggris. Jenis huruf yang digunakan Times New Roman, ukuran
10 pt, spasi tunggal. Abstrak sebaiknya meringkas isi yang mencakup tujuan penelitian, metode penelitian, serta
hasil analisis. Panjang abstrak tidak lebih dari 250 kata.
(kosong dua spasi tunggal, 12 pt)
Title in English (14 pt, bold)
(kosong satu spasi tunggal, 14 pt)
Abstrak1 (10 pt)
(Blank, one single space of 10 pt)
Abstract should be written in Indonesian and English. An English abstract comes after an Indonesian abstract.
The abstract is written in Times New Roman font, size 10 pt, single spacing. Please translate the abstract of
manuscript written in English into Indonesian. The abstract should summarize the content including the aim of
the research, research method, and the results in no more than 250 words.
(blank, one single space of 10 pt)
Keywords: maximum of 4 words in English (10 pt, italics)
(blank, three single spaces of 10 pt)
Volume29,
Volume 30,2014
2015 MUDRA
MUDRA Jurnal Seni Budaya
Jurnal Seni Budaya

PENDAHULUAN (11 pt, bold) Introduction (11 pt, bold)


(satu spasi kosong, 11 pt) (blank, one single space of 11 pt)

Naskah ditulis dengan Times New Roman ukuran 11 The manuscript should be printed with Times New
pt, spasi tunggal, justified dan tidak ditulis bolak-balik Roman font, size 11 pt, single spaced, justified on each
pada satu halaman. Naskah ditulis pada kertas sides and on one side of an A4 paper (210 mm x 297
berukuran A4 (210 mm x 297 mm) dengan margin mm). The margins are 3.5cm from the top, 2.5 cm
atas 3,5 cm, bawah 2,5 cm, kiri dan kanan masing- from below and 2 cm from each side. The manu-
masing 2 cm. Panjang naskah hendaknya tidak script must not exceed 20 pages including pictures
melebihi 20 halaman termasuk gambar dan tabel. Jika and tables. When the manuscript go far beyond that
naskah jauh melebihi jumlah tersebut dianjurkan untuk limit the contributors are advised to make it into two
menjadikannya dua naskah terpisah. Naskah ditulis separate papers. The manuscript is written in Indo-
dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Jika nesian or English. When English is used strict ad-
ditulis dalam bahasa Inggris sebaiknya telah memenuhi herence to English grammatical rules must be ap-
standar tata bahasa Inggris baku. Judul naskah plied. The title should be short and informative, and
hendaknya singkat dan informatif serta tidak melebihi does not go over 20 words. Keywords are in English
20 kata. Keywords ditulis dalam bahasa Inggris and presented at the end of the abstract.
diletakkan akhir abstrak.

Penulisan heading dan subheading diawali huruf The beginnings of headings and subheadings should
besar dan diberi nomor dengan angka Arab. be capitalized and given Arabic numbering. The parts
Sistematika penulisan sekurang-kurangnya mencakup of the manuscript should at least include an Intro-
Pendahuluan, Metode Penelitian, Analisis dan duction, Method, Results and/or Discussion, Conclu-
Interpretasi Data, Simpulan , serta Daftar Rujukan. sion and References. When there is an acknowl-
Ucapan Terima Kasih/Penghargaan (jika ada) edgment, it should be put after the conclusion but
diletakkan setelah Simpulan dan sebelum Daftar before references. Usage of sub-subheadings should
Rujukan. Headings dalam bahasa Inggris disusun be avoided. When needed, use numbered outline
sebagai berikut: Introduction, Method, Results and/ using Arabic numbers. The distance between one
or Discussion, Conclusion. Acknowledgement (jika paragraph to the next is one single space.
ada) diletakkan setelah Conclusion dan sebelum Ref-
erence. Sebaiknya, penggunaan subsubheadings
dihindari. Jika diperlukan, gunakan numbered out-
line yang terdiri dari angka Arab. Jarak antara
paragraf satu spasi tunggal.

Singkatan/Istilah/Notasi/Simbol Abbreviations/Terms/Symbols
Penggunaan singkatan diperbolehkan, tetapi harus Abbreviations are allowed, but they should be writ-
dituliskan secara lengkap pada saat pertama kali ten in full when mentioned for the first time, followed
disebutkan, lalu dibubuhkan singkatannya dalam tanda by the abbreviations inside the brackets. Foreign and
kurung. Istilah/kata asing atau daerah ditulis dengan ethnic terms should be italicized. Notation must be
huruf italic. Notasi, sebaiknya, ringkas dan jelas serta compact and clear, and consistently follows the ac-
konsisten dengan cara penulisan yang baku. Simbol/ cepted standard. Symbols are written clearly and
lambang ditulis dengan jelas dan dapat dibedakan, easily distinguished, such as number 1 and the letter
seperti penggunaan angka 1 dan huruf 1 (juga angka l (or number 0 and the letter O).
0 dan huruf O).
Petunjuk
Petunjuk Penulisan
Penulisan MUDRA
MUDRA Jurnal
Jurnal Seni Budaya
Seni Budaya

Tabel ditulis dengan Times New Roman berukuran Tables are written with Times New Roman size 10pt
10 pt dan diletakkan berjarak satu spasi tunggal di and put one single space down below the tables titles.
bawah judul tabel. Judul tabel ditulis dengan huruf The titles are printed bold in the size of 9 pt as theyare
berukuran 9 pt (bold) dan ditempatkan di atas tabel shown in the example. The tables are numbered with
dengan format seperti terlihat pada contoh. Arabic numbers. The distance of a table with the
Penomoran tabel menggunakan angka Arab. Jarak preceding paragraph is one single space. The tables
tabel dengan paragraf adalah satu spasi tunggal. Tabel are presented after they are being referred to in the
diletakkan segera setelah perujukkannya dalam teks. text. 1 pt thick lines should be used to outline the
Kerangka tabel menggunakan garis setebal 1 pt. Jika tables. If the titles for the columns are long and com-
judul pada setiap kolom tabel cukup panjang dan rumit, plicated, the columns should be numbered and the
maka kolom diberi nomor dan keterangannya explanation of each number should be put below the
diberikan di bagian bawah tabel. table.

(kosong satu spasi, 10 pt) (blank, one single space of 10 pt)

Tabel 1. Wacana Estetika


(Two single spaces of 10 pt)

Wacana Estetika Wacana Estetika Wacana Estetika


Posmodern Modern Postmodern

Idealisme Rasionalisme Poststrukturalisme


Mitologi Realisme Global-Lokal
Mimesis Humanisme Universal Intertekstual
Imitasi Simbolisme Postpositivisme
Katarsis Strukturalisme Hiperrealita
Transeden Semiotik Postkolonial
Estetika Pencerahan Fenomenologi Oposisi biner
Teologisme Ekoestetik Dekonstruksi
Relativisme Kompleksitas Pluralisme
Subjektivisme Etnosentris Lintas Budaya
Positivisme Budaya Komoditas Chaos

(sumber: Agus Sochari, 2002: 9)

Gambar diletakkan simetris dalam kolom halaman, Pictures are put in the center of page, one single space
berjarak satu spasi tunggal dari paragraf. Gambar from the preceding paragraph. A picture is presented
diletakkan segera setelah penunjukkannya dalam after it is pointed out in the text. Pictures are num-
teks. Gambar diberi nomor urut dengan angka Arab. bered using Arabic numbers. Information on the pic-
Keterangan gambar diletakkan di bawah gambar dan ture is put one single space down below the picture.
berjarak satu spasi tunggal dari gambar.

Penulisan keterangan gambar menggunakan huruf The information should be written with the size of 9
berukuran 9 pt, bold dan diletakkan seperti pada pt and in bold according to the example. The infor-
contoh. Jarak keterangan gambar dengan paragraf mation is two single spaces of 10 pt above the fol-
adalah dua spasi tunggal. Gambar yang telah lowing paragraph. Permissions should be obtained
dipublikasikan oleh penulis lain harus mendapat ijin from the authors and publishers for previously pub-
tertulis penulis dan penerbitnya. Sertakan satu gambar lished pictures. Attached a full page of the picture
yang dicetak dengan kualitas baik berukuran satu with a good printing quality, or electronic file with
Volume29,
Volume 30,2014
2015 MUDRA
MUDRA Jurnal Seni Budaya
Jurnal Seni Budaya

halaman penuh atau hasil scan dengan resolusi baik either formats: {file name}.jpeg, {file name}.esp or
dalam format {nama file}.eps, {nama file} jpeg atau {file name}.tiff. If the picture is a photograph, please
{nama file}.tiff. Jika gambar dalam format foto, attach one print. Pictures will be printed in black and
sertakan satu foto asli. Gambar akan dicetak hitam- white, unless there is a need to have them in colors.
putih, kecuali jika memang perlu ditampilkan It is advisable that the fonts used in creating pictures
berwarna. Font yang digunakan dalam pembuatan or graphics are recognized by most word processors
gambar atau grafik, sebaiknya, yang umum dimiliki and operation systems, such as Symbols, Times New
setiap pengolah kata dan sistem operasi seperti Romans, and Arial with minimum size of 9 pt. Pic-
Simbol, Times New Romans dan Arial dengan ukuran ture files from applications such as Corel Draw, Adobe
tidak kurang dari 9 pt. File gambar dari aplikasi seperti Illustrator and Aldus Freehands have better quality
Corel Draw, Adobe Illustrator dan Aldus Freehand and can be reduced without changing the resolution.
dapat memberikan hasil yang lebih baik dan dapat
(blank, one single space of 10 pt)
diperkecil tanpa mengubah resolusinya.
Petunjuk Penulisan
Petunjuk Penulisan MUDRA
MUDRA Jurnal Seni Budaya
Jurnal Seni Budaya

Kutipan dalam naskah menggunakan sistem kutipan The journal prefers direct quotation. The usages of
langsung. Penggunaan catatan kaki (footnote) sedapat footnotes should be avoided wherever possible.
mungkin dihindari. Kutipan yang tidak lebih dari 4 Quotations of no more than 4 lines should be inte-
(empat) baris diintegrasikan dalam teks, diapit tanda grated in the text and in between quotation marks.
kutip, sedangkan kutipan yang lebih dari 4 (empat) When the citation exceeds 4 lines, it should be put
baris diletakkan terpisah dari teks dengan jarak 1,5 separately 1.5 single spaces away of 10 pt from the
spasi tunggal, berukuran 10 pt, serta diapit oleh tanda main text and put between quotation marks.
kutip.

Setiap kutipan harus disertai dengan nama keluarga/ Every quotation must be followed by the family name
nama belakang penulis. Jika penulis lebih dari satu of its author. When there is more than one author,
orang, yang dicantumkan hanya nama keluarga penulis only the first authors family name is printed followed
pertama diikuti dengan dkk. Nama keluarga atau by et alia. The name or family name of the author
nama belakang penulis dapat ditulis sebelum atau can be mentioned before or after the quotation. There
setelah kutipan. Ada beberapa cara penulisan kutipan. are some ways of writing quotations. Direct citation
Kutipan langsung dari halaman tertentu ditulis sebagai from a specific page is written as follows: (Grimes,
berikut (Grimes, 2001: 157). Jika yang diacu adalah 2001:15). When a reference is made to the main
pokok pikiran dari beberapa halaman, cara idea of a couple of pages, the following should be
penulisannya adalah sebagai berikut (Grimes, 2001: used: (Grimes, 2001: 98157). When a reference is
98-157), atau jika yang diacu adalah pokok pikiran made to a text in general, the following should be
dari keseluruhan naskah, cara penulisannya sebagai used (Grimes, 2001).
berikut (Grimes, 2001).

Daftar Rujukan List of References


(kosong satu spasi tunggal, 11 pt) (Blank, one single space of 11 pt)

Penulisan daftar acuan mengikuti format APA (Ameri- The journal adheres to the APA format when
can Psychological Association). Daftar acuan it comes to list of references. Primary sources should
harus menggunakan sumber primer (jurnal atau be used (journals and books). It is wise to include
buku). Sebaiknya, acuan juga menggunakan naskah previous works published in MUDRA. The refer-
yang diterbitkan dalam jurnal MUDRA edisi ences are listed alphabetically according to the au-
sebelumnya. Daftar acuan diurutkan secara alfabetis thors family names. In general, the order of writing
berdasarkan nama keluarga/nama belakang penulis. is the following: authors name, period, title, place of
Secara umum, urutan penulisan acuan adalah nama publication, colon, publisher. The maximum number
penulis, tanda titik, tahun terbit yang ditulis dalam of authors mentioned for each reference is 3. When
dalam kurung, tanda titik, judul acuan, tempat terbit, there are 4 authors, mention the main author followed
tanda titik dua, nama penerbit. Nama penulis yang by et.al. Chinese and Korean names do not need to
dicantumkan paling banyak tiga orang. Jika lebih dari be reversed because the family names are at the
empat orang, tuliskan nama penulis utama dilanjutkan beginning. Year of publication should be printed right
dengan dkk. Nama keluarga Tionghoa dan Korea after the author to make it easier to note how up-to-
tidak perlu dibalik karena nama keluarga telah terletak date the sources are. Titles are written in italics.
di awal. Tahun terbit langsung diterakan setelah nama Journal and magazine articles titles are written in
penulis agar memudahkan penelusuran kemutakhiran regular letters, followed by the names of the journal
bahan acuan. Judul buku ditulis dengan huruf italic. or magazine in italics. If two or more cited works of
Judul naskah jurnal atau majalah ditulis dengan huruf the same author were published in the same year,
regular, diikuti dengan nama jurnal atau majalah the publishing years are followed by the letters a, b
dengan huruf italic. Jika penulis yang diacu menulis etc. For example: Miner, JB. (2004a), Miner, J.B.
dua atau lebih karya dalam setahun, penulisan tahun (2004b).
Volume29,
Volume 30,2014
2015 MUDRA
MUDRA Jurnal Seni Budaya
Jurnal Seni Budaya

terbit dibubuhi huruf a, b, dan seterusnya agar tidak namanya, dan pada tahun penerbitan ditambah huruf
membingungkan pembaca tentang karya yang diacu, latin kecil sebagai penanda urutan penerbitan.
misalnya: Miner, J.B. (2004a), Miner, J.B. (2004b). Greenberg, Josepth H. (1957), Essays in Linguis-
Contoh penulisan daftar acuan adalah sebagai berikut: tics, University of Chicago Press, Chicago

Acuan dari buku dengan satu satu, dua, dan tiga _________________. (1966a), Language of Af-
pengarang rica, Indiana University Press, Bloomington.
Reference from books with one, two and
three authors _________________. (1966b), Language Univer-
Anderson, Beneditct R.O.G. (1965), Mythology and sals, Current Trends in Linguistics (Thomas A.
the Tolerance of the Javanese, Southeast Asia Pro- Sebeok, ed.), Mounton, The Hangue,
gram, Departement of Studies, Cornell University,
Ithaca, New York. Artikel dalam Ensiklopedi dan Kamus
Articles from Encyclopedia and Dictonary
Bandem, I Made & Frederik Eugene DeBoer. (1995), Milton, Rugoff. (tt), Pop Art, The Britannica
Balinese Dance in Transition, Kaja and Kelod, Encylopedia of American Art, Encylopedia
Oxford University Press, Kuala Lumpur. Britannica Educational Corporation, Chicago.
Hamer, Frank & Janet Hamer. (1991), Terracotta,
Kartodirjo, Sartono, Mawarti Djoened Poesponegoro The potters Dictionary of Material and Tech-
& Nugroho Notosusanto. (1997), Sejarah Nasional nique, 3 Edition, A & B Black, London.
Indonesia, Jilid I, Balai Pustaka, Jakarta.
Acuan naskah dalam jurnal, koran, dan naskah
Acuan bab dalam buku seminar
Reference from a book chapter Reference on a text in a journal, newspaper,
Markus, H.R., Kitayama, S., & Heiman, R.J. (1996). and conference paper
Culture and basic psychological principles. Dalam Hotomo, Suripan Sandi. (April 1994), Transformasi
E.T. Higgins & A.W. Kruglanski (Eds.); Social psy- Seni Kendrung ke Wayang Krucil, dalam SENI,
chology: Handbook of basic principles. The Jurnal Pengetahuan dan Penciptaan Seni, IV/02,
Guilford Press, New York. BP ISI Yogyakarta, Yogyakarta.

Buku Terjemahan Kwi Kian Gie. (4 Agustus 2004), KKN Akar Semua
Translated Books Permasalahan Bangsa Kompas.
Holt, Claire. (1967), Art in Indonesia: Continuities
and Change atau Melacak Jejak Perkembangan Buchori Z., Imam. (2-3 Mei 1990), Aspek Desain
Seni di Indonesia, terjemahan R.M. Soedarsono. dalam Produk Kriya, dalam Seminar Kriya 1990
(2000), MSPI, Bandung. ISI Yogyakarta, di Hotel Ambarukmo Yogyakarta.
Read, Herber. (1959), The Meaning of Art atau
Seni Rupa Arti dan Problematikanya, terjemahan Acuan dari dokumen online (website/internet)
Soedarso Sp. (2000), Duta Wacana Press, Reference from online document
Yogyakarta. Goltz, Pat. (1 Mei 2004), Sinichi Suzuki had a Good
Idea, But http/www. Seghea com/homescool/
Beberapa buku dengan pengarang sama dalam Suzuki.htlm
tahun yang sama.
A couple of books with similar authors in the Wood, Enid. (1 Mei 2004), Sinichi Suzuki 1889-1998:
same year Violinist, Educator, Philosoper and Humanitar-
Dalam hal ini nama pengarang untuk sumber kedua ian, Founder of the Suzuki Method, Sinichi Suzuki
cukup diganti dengan garis bawah sepanjang Association. http/www. Internationalsuzuki.htlm
Penulisan
Petunjuk Penulisan MUDRA
MUDRA Jurnal Seni Budaya
Budaya

Acuan dari jurnal online Erawan, I Nyoman (56th.), Pelukis, wawancara


Reference from online journal tanggal 21 Juni 2008 di rumahnya, Banjar Babakan,
Jenet, B.L. (2006). A meta-analysis on Online Social Sukawati, Gianyar, Bali.
Behavior. Journal of Internet Psychology, 4. Rudana, I Nyoman (60 th.), pemilik Museum Rudana,
Diunduh 16 November 2006 dari http://www. wawancara tanggal 30 Juni 2008 di Museum Rudana,
Journalofinternet psychology. om/archives/volume4/ Ubud, Bali.
3924.htm1

Naskah dari Database


Text from database
Henriques, J.B., & Davidson, R.J. (1991) Left fron-
tal Hypoactivation in Depression, Journal of Abnor-
mal Psychology, 100, 535-545. Diunduh 16 Novem-
ber 2006 dari PsychINFO database

Acuan dari tugas akhir, skripsi, tesis dan


disertasi
Reference from final projects, undergraduate
final essay, thesis and dissertation
Santoso, G.A. (1993). Faktor-faktor Sosial
Psikologis yang Berpengaruh Terhadap
Tindakan Orang Tua untuk Melanjutkan
Pendidikan Anak ke Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama (Studi Lapangan di Pedesaan Jawa
Barat dengan Analisis Model Persamaan
Struktural). Disertasi Doktor Program Pascasarjana
Universitas Indonesia, Jakarta.

Acuan dari laporan penelitian


Reference from research report
Villegas, M., & Tinsley, J. (2003). Does Education
Play a Role in Body Image Dissatisfaction?,
(Laporan Penelitian), Buena Vista University.

Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia.


(2006). Survei Nasional Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkoba pada Kelompok
Rumah Tangga di Indonesia, Pusat Penelitian UI
dan Badan Narkotika Nasional, Depok.

Daftar Nara Sumber/Informan


Dalam hal ini yang harus disajikan adalah nama dan
tahun kelahiran/usia, profesi, tempat dan tanggal
diadakan wawancaara. Susunan data narasumber
diurutkan secara alfabetik menurut nama tokoh yang
diwawancarai.
Volume29,
Volume 30,2014
2015 MUDRA
MUDRA Jurnal Seni Budaya
Jurnal Seni Budaya

Lampiran Appendices
(kosong satu spasi tunggal, 11 pt) (blank, one single space of 11 pt)

Lampiran hanya digunakan jika benar-benar sangat Appendices are used when they are really needed to
diperlukan untuk mendukung naskah, misalnya support the text, for example questionnaires, legal
kuesioner, kutipan undang-undang, transliterasi citations, manuscript transliterations, analyzed inter-
naskah, transkripsi rekaman yang dianalisis, peta, view transcription, maps, pictures, tables containing
gambar, tabel/bagian hasil perhitungan analisis, atau results of calculations, or formulas. Appendices are
rumus-rumus perhitungan. Lampiran diletakkan
put after the references and numbered using Arabic
setelah Daftar Acuan/Reference. Apabila
numbers.
memerlukan lebih dari satu lampiran, hendaknya diberi
nomor urut dengan angka Arab.

2. Naskah Hasil Penciptaan 2. Result of Creative Work

Judul Naskah Title


(all caps, 16 pt, bold, centered) (all caps, 16 pt, bold, centered)
(kosong satu spasi tunggal, 16 pt) (blank, one single space of 16 pt)

Penulis Pertamal, Penulis Kedua2, dan Penulis First authorl, Second author2, and Third author3 (10 pt)
Ketiga3 (10 pt) (blank, one single space of 10 pt)
(kosong satu spasi tunggal, 10 pt)
1. Departments name, Facultys name,
1. Nama Jurusan, Nama Fakultas, Nama Universi- Universitys name, Address, City, Postal Code,
tas, Alamat, Kota, Country (10 pt)
Kode Pos, Negara (10 pt) 2. Group of creator, Institutions name, Address,
2. Kelompok Pencipta, Nama Lembaga, Alamat, City, Postal code,
Kota, Kode Pos,
Country (10 pt)
Negara (10 pt)
(blank, one single space of l0 pt)
(kosong satu spasi tunggal,10 pt)

E-mail: penulis@ address. com (10 pt) E-mail: author@ address. com (10 pt, italic)
(kosong dua spasi tunggal, 10 pt) (blank, two single spaces of 10 pt)

Abstrak (10 pt) Abstrak (10 pt, bold)


(kosong satu spasi tunggal, 10 pt) (blank, one single space of 10 pt)

Abstrak harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan Abstract should be written in Indonesian and English.
dalam bahasa Inggris. Abstrak bahasa Indonesia An English abstract comes after an Indonesian ab-
ditulis terlebih dahulu lalu diikuti abstrak dalam bahasa stract. The abstract is written in Times New Roman
Inggris. Jenis huruf yang digunakan Times New Ro- font, size 10 pt, single spacing. Please translate the
man, ukuran 10 pt, spasi tunggal. Abstrak sebaiknya abstract of manuscript written in English into Indo-
meringkas isi yang mencakup tujuan penciptaan,
nesian. The abstract should summarize the content
metode penciptaan, serta wujud karya. Panjang
abstrak tidak lebih dari 250 kata. including the aim of the research, research method,
(kosong dua spasi tunggal, 10 pt) and the results in no more than 250 words.
(blank, one single space of 10 pt)
Petunjuk Penulisan
Petunjuk Penulisan MUDRA
MUDRA Jurnal Seni Budaya
Jurnal Seni Budaya

Keywords: maksimum 4 kata kunci ditulis dalam Keywords: maximum of 4 words in English (10 pt,
bahasa Inggris (10 pt, italic) italics)
(kosong tiga spasi tungga1, 10 pt) (blank, three single spaces of 10 pt)

PENDAHULUAN (11 pt, bold) INTRODUCTION (11 pt, bold)


(satu spasi kosong,11 pt) (blank, one single space of 11 pt)

Naskah ditulis dengan Times New Roman ukuran 11 The manuscript should be printed with Times New
pt, spasi tunggal, justified dan tidak ditulis bolak-balik Roman font, size 11 pt, single spaced, justified on each
pada satu halaman. Naskah ditulis pada kertas sides and on one side of an A4 paper (210 mm x 297
berukuran A4 (210 mm x 297 mm) dengan margin mm). The margins are 3.5cm from the top, 2.5 cm
atas 3,5 cm, bawah 2,5 cm, kiri dan kanan masing- from below and 2 cm from each side. The manu-
masing 2 cm. Panjang naskah hendaknya tidak script must not exceed 20 pages including pictures
melebihi 20 halaman termasuk gambar dan tabel. and tables.

Penulisan heading dan subheading diawali huruf The beginnings of headings and subheadings should
besar dan diberi nomor dengan angka Arab. be capitalized and given Arabic numbering. The parts
Sistematika penulisan sekurang-kurangnya mencakup of the manuscript should at least include an Intro-
pendahuluan, metode penciptaan, proses perujudan, duction, Creative Method, Conclusion and Refer-
wujud karya, Kesimpulan, serta Daftar Rujukan. ences. When there is an acknowledgment, it should
Ucapan Terima Kasih/Penghargaan (jika ada) be put after the conclusion but before references.
diletakkan setelah Kesimpulan dan sebelum Daftar Usage of sub-subheadings should be avoided. When
Acuan. needed, use numbered outline using Arabic numbers.
The distance between paragraphs is one single space.

Lebih lanjut mengenai singkatan/istilah/notasi/simbol The directions on abbreviations/terms/notations/sym-


dan daftar rujukan sama dengan naskah dari hasil bols and references follow the directions for the re-
Penelitian. search manuscript.
V O L U M E 30 N O. 1 PEBRUARI 2 0 1 5

Bunyi Ngumbang Ngisep Gender Wayang Bali Ary Nugraha 1


dalam Kajian Semiotika Wijayanto,
Ketut Sumerjana

Aspek Organologis Gender Wayang I Ketut Yasa 8

Estetika Hegemoni Talempong Pacik di Andar Indra Sastra 18


Sumatra Barat

Menguak Ideologi di Balik Kehadiran Mabarung I Nyoman Chaya 37


Seni Pertunjukan di Kabupaten Buleleng

Estetika Randai Analisis Tekstual dan Kontekstual Sri Rustiyanti 47

Kebangkitan Pasantian di Bali pada Era Globalisasi I Komang Sudirga, 57


I Gde Parimartha,
I Wayan Dibia,
I Made Suastika

Implikasi Pragmatik Bahasa Ungkap Tari Bondhan Maryono 65

Menyikapi Seni Pertunjukan Tradisional sebagai Mahdi Bahar 76


Media Pengembangan Bangsa

Idiologi Estetik Dalang Wayang Topeng Malang Robby Hidajat 83

Analisa Struktur Komposisi Si Bongkok dengan Ance Juliet 91


Sulingnya Karya Amir Pasaribu dan Sumatran Panggabean
Fiesta Karya Ben Pasaribu

Strategi Pengembangan Manajemen Pesta I Nyoman Suarka, 105


Kesenian Bali Berbasis Sinergisitas Kearifan Lokal, I Wayan Rai S.,
Budaya Nasional, dan Pengetahuan Global I Nyoman Dhana,
Ni Made Wiasti

Testimoni I Wayan Beratha: I Ketut Gde Asnawa 114


Seniman Alam yang Kreatif dan Lumbung Keilmuan

Media Komunikasi Seni dan Budaya


Diterbitkan oleh : UPT. Penerbitan, Institut Seni Indonesia Denpasar
Terbit tiga kali setahun

You might also like