You are on page 1of 34

Translate Jurnal

Asia-Pacific Coroners Society Conference

Noosa, Queensland, 7-10 november 2011

Virtopsy & Pencitraan Forensik : Parameter Legal dan Dampaknya

Abstrak

Projek Virtopsy telah dimulai oleh institute kesehatan forensic di Bern, Switzerland, lebih dari
15 tahun silam dengan tujuan mengganti atau menambahkan otopsi forensic yang tradisioal
dengan dasar fotometri 3 dimensi dengan scan pada permukaan tubuh, postmortem computer
tomography (pmCT), postmortem magnetic resonance imaging (pmMRI), CT-guide postmortem
angiography (pm CT angio) dan CT-guided postmortem biopsy (pm biopsy). Sejak scanning
pmCT (dan pada beberapa pusat forensic pmMRI atau pm angio) telah diperkenalkan pada
banyak kasus investigasi kematian oleh forensic di seluruh dunia. Virtopsy/ pencitraan forensic
seperti pmCT atau pmMRI sering digunakan pada kasus kematian tidak terduga (tanpa diketahui
penyebabnya) atau kematian yang tidak alami dan untuk identifikasi tubuh. CT, MRI, dan scan
permukaan 3D mempunyai kelebihan tersendiri dalam ilmu forensic dalam kedokteran, sebagai
contoh analisis kasus tersedak (menyebabkan strangulate). Keduanya baik virtopsy dan
pencitraan forensic dengan pmCT (atau pmMRI) mungkin mengurangi cara otopsi yang
tradisional dalam menentukan penyebab kematian tanpa pembedahan. Keuntungan lainnya dari
virtopsy dan pencitraan forensic bias meliputi demonstrasi gambaran 3D yang sangat complex
dalam menunjukan proses patologi untuk bukti atau tujuan pengadilan dimana dapat di muat
dalam data digital yang menyimpan data tubuh korban saat itu, sehingga tidak terpengaruh
waktu.

Jurnal ini akan membahas cara legal yang berhubungan dalam penerapan virtopsi dan pencitraan
forensic dengan pmCT (pmMRI) dalam studi hukum terutama di Australia dan Switzerland,
dengan referensi spesifik yang akan menunjang undang-undang. Focus utama adalah (yang
mungkin) dampak dari virtopsy dan pencitraan forensic dengan pmCT (pmMRI) pada system
investigasi yang berbeda dalam kedua Negara dan meliputi investigasi criminal, prosedur
criminal sama seperti hukum yang berlaku. Disamping itu tujuan penulis adalah memberikan
sedikit pembahasan mengenai hukum yang relevan tidak hanya pada investigasi kematian tetapi
juga memikirkan dampak dari pencitraan forensic secara klinis ini seperti CT,MRI atau scan
permukaan 3D pada proses criminal dengan pertanyaan mengenai bukti-bukti hukum seperti
contoh diterimanya virtosy atau pencitraan pmCT/MRI dalam pengadilan. Dalam kesimpulan
akan diperiksa lebih lanjut mengenai teknologi baru ini dimana akan memuaskan jika didukung
oleh hukum dan amandemen yang mungkin dibutuhkan.

1. Latar belakang: pendekatan Swiss Virtopsy

Salah satu titik awal dari forensic imaging dan yang dibahas di artikel ini ialah proyek Swiss
Virtopsy yang diluncurkan di institusi kedokteran forensik dari University of Bern, Swiss, lebih
dari 15 tahun yang lalu. Istilah Virtopsy diambil dari kata virtual dan autopsy: kata-kata
tersebut berasal dari bahasa Latin dan Yunani kuno virtus dan opsomei. Kombinasi arti dari
kedua istilah tersebut menjadi untuk melihat dengan lebih baik atau lebih efisien (virtus =
baik, efisien; opsomei = saya akan melihat). Virtopsy mengombinasikan teknologi survei,
patologi, radiologi, pengolahan gambar, ilmu sains komputer, telematika, fisika dan
biomekanika. Virtopsy terdiri atas alat-alat berikut:

3D photogrammety-based optical surface scanning (dikenal sebagai: 3D surface scan)


Postmortem computed tomography (dikenal sebagai: pmCT)
Postmortem magnetic resonance imaging (dikenal sebagai: pmMRI)
Postmoretm CT guided biopsy (dikenal sebagai: pm biopsi)
Postmortem CT guided angiography (dikenal sebagai pm CT angio)

Penggabungan data dari 3D surface scan dan pmCT dan pmMRI untuk rekonstruksi 3D
merupakan elemen kunci dari proyek ini. Selain itu, Virtobot, sebuah robot forensik yang
digunakan untuk melaksanakan 3D surface scan dan juga pm biopsi, melengkapi proyek Swiss
Virtopsy ini. Hal ini memungkinkan pengambilan sampel jaringan postmortem dengan bantuan
CT secara otomatis sepenuhnya. Pendekatan Virtopsy lainnya dari kelompok riset Swiss
berkaitan penggunaan MRI mikro dan CT mikro untuk sejenis pemeriksaan histologik dengan
imaging non-invasif, dampak difusi MRI pada pemeriksaan tubuh, pengembangan model
biomekanika, dan MR spectroscopy untuk memperkirakan waktu kematian.

Tahap pengerjaan Virtopsy yang hanya pernah dilakukan sepenuhnya untuk tujuan saintifik dan
pada beberapa kasus spesifik di praktek forensik Bernese- adalah sebagai berikut:

Pertama-tama, 3D photogrammetry disertai 3D surface scanning dengan menggunakan GOM


ATOS III 3D digitizer yang terpasang pada lengan Virtobot dilakukan. 3D surface digitizing
adalah metode pengukuran optikal berdasarkan prinsip tiangulasi, yang biasa digunakan untuk
dokumentasi 3D dan pengukuran dalam pembuatan prototipe dan teknologi desain, dimana
presisi yang sangat tinggi diperlukan. Alat ini digunakan untuk mendokumentasikan seluruh pola
cidera/luka dan obyek yang memiliki nilai forensik, misalnya senjata atau mobil secara utuh dan
juga seluruh TKP. Berikutnya, tubuh dipindahkan ke dalam CT scanner (contohnya Siemens
Somatom 6 atau Siemens Somatom Definiton Flash Dual Source CT2). Pemindaian pmCT
memberikan hasil yang baik untuk tulang, sistem fraktur, timbunan gas patologik seperti emboli
udara atau trauma hiperbarik dan juga cedera jaringan besar.

Langkah berikutnya ialah pemindaian seluruh tubuh pmMRI. pmMRI digunakan untuk
memeriksa cedera jaringan lunak, trauma organ dan kondisi non-traumatis. Terlebih lagi, hal ini
juga cocok untuk memeriksa korban cekikan yang selamat pada forensik klinis untuk
mendokumentasikan penemuan pada bagian dalam leher sebagai pembuktian adanya bahaya
pada nyawa pasien.

Lebih jauh lagi, pmCT angio dengan heart-lung machine dan media kontras (contohnya
campuran PEG) dan media kontras larut air dikerjakan. Dengan dilakukan pmCT angio,
memungkinkan untuk menunjukkan sistem pembuluh darah. Hal ini mendukung diagnosis cross
section dari pembuluh darah dan memungkinkan pemeriksaan dari struktur baik yang tidak
terlihat maupun yang terlihat dengan adanya kerusakan besar pada mayat selama autopsi
tradisional. Terakhir, dilakukan pm biopsi menggunakan sistem Virtobot. Penempatan jarum
seperti ini oleh radiolog dengan menggunakan 3D tracking camera dan CT volume data sets
dapat digunakan untuk pengambilan invasif sampel jaringan dan cairan post mortem secara
minimal untuk pemeriksaan histologik dan toksikologik atau pemeriksaan lainnya.
Virtopsy terutama digunakan pada forensik patologi untuk menemukan penyebab dan cara
terjadinya kematian, juga untuk menentukan identitas dari mayat. Virtopsy dapat menunjang
autopsi (tradisionil) atau berfungsi sebagai triase untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan
autopsi. Terlebih lagi, peralatan pada Virtopsy seperti MRI atau CT juga dipergunakan pada
forensik klinis, yang berarti selama pemeriksaan medis terhadap cidera pada orang yang hidup
(contohnya pada kasus serangan fisik, tindak kekerasan terhadap seseorang untuk dokumentasi
cidera pada korban seperti temuan leher bagian dalam pada kasus pencekikkan, dan peluru, obat-
obatan (body-packing) pada tersangka). Tujuan dari proyek Swiss Virtopsy ini adalah untuk
menggantikan autopsi forensik yang sangat invasif dengan teknologi baru invasif minimal ini
dikemudian hari. Seperti pada saat ini sekitar 80% penyebab kematian yang relevan dengan
kasus forensik (contohnya pendarahan fatal) dapat dideteksi dengan menggunakan Virtopsy
terdiri atas 3D surface scan, pmCT, pmMRI, pmCT angio, pm biopsi sampel jaringan untuk
pemeriksaan histologik, toksikologik mikrobiologik- dibandingkan dengan hasil autopsi forensik
menurut penelitian dari kelompok peneliti Swiss.

Terdapat beberapa kekurangan dari teknologi pencitraan ini seperti resolusi jaringan yang
terbatas oleh teknologi pemindaian saat ini, tidak dapat terlihat warna organ dan biaya yang
tinggi dari Virtopsy tergantung dari penggunaan prosedur non/minimally invasif dan jumlah
prosedur yang dikerjakan. Biaya rata-rata untuk autopsi forensik secara keseluruhan ialah sekitar
2500 AUD.-, sedangkan biaya untuk seluruh prosedur Virtopsy termasuk 3D surface scan,
pmCT, pmMRI, pmCT angio, dan pm biopsi pada institusi kedokteran forensik di Bern dihargai
sekitar 5000 AUD.-. namun, dalam praktiknya kebanyakan hanya mempergunakan pmCT, yang
dikenakan biaya jauh lebih rendah (sekitar 400-500 AUD per jam tergantung dari negara dan
tingkat kerumitan kasus). Sebagai tambahan, biaya bagi pihak yang memesan untuk Virtopsy
secara keseluruhan akan menurun bila jumlah pemeriksaan dengan full Virtopsy dan kemajuan
teknis meningkat. Lebih lagi, Virtopsy/pencitraan pada forensik mengurangi jumlah dan biaya
autopsi, dan dengan demikian dapat menurunkan biaya percobaan hukum dan keributan yang
disebabkan oleh penolakan terhadap autopsi dari pihak yang bersangkutan.

Akan tetapi, kekurangan ini dihadapkan dengan banyak kelebihannya, termasuk:

Ilustrasi 3D dan dokumentasi ukuran sebenarnya untuk memudahkan komunikasi


misalnya antara pengacara dan ahli forensik. Ilustrasi 3D dan animasi saintifik yang nyata
berdasarkan pada perubahan data yang nyata, juga pengertian dari penemuan patologik
yang kompleks sebagai bukti forensik di pengadilan;
Data tersimpan secara digital (gambar 3D) pada komputer dan dapat diakses kapan saja.
Hal ini memungkinkan pemeriksaan kembali dari tubuh secara digital dan kemungkinan
kejahatan misalnya pada kasus percobaan kembali/persidangan ulang atau pengajuan
bukti de novo. Karena keadaan tubuh dapat diperiksa kapanpun setelah meninggalkan
TKP, penguburan maupun pembusukkan mayat beberapa dekade kemudian, ekshumasi
seringkali tidak diperlukan;
Penyimpanan digital dari penemuan Virtopsy memfasilitasi secon-opinion oleh ahli
forensik lain atau institut yang berada dimanapun di seluruh dunia (Teleforensik);
Seluruh proses bergantung pada observer (pemantau) dan menghasilkan data yang
obyektif karena presisi mekanik;
Tidak ada bukti forensik yang tersentuh ataupun dirusak. Virtopsy yang non-destruktif
dan minimally-invasife memungkinkan pemeriksaan (yang lebih baik) pada tubuh yang
sangat hancur (misalnya terhantam kereta atau tubuh yang terbakar);
Pemeriksaan pada bagian tubuh yang sulit untuk autopsi tradisional seperti pelvis atau
leher, tubuh dapat dipindai dari ujung kepala sampai ujung kaki;
Tidak adanya risiko infeksi (misalnya tuberkulosis, bahan toksik) dan
Penerimaan yang lebih baik dari relasi, yang tidak menoleransi dan menolak autopsi
tradisonil karena alasan agama maupun budaya (misalnya Muslim, orang Yahudi).

Kombinasi dari pmCT angio disertai pengambilan sampel spesimen image-guided untuk
pemeriksaan histologik dan toksikologik atau pemeriksaan lainnya dengan pm aspirasi jarum
halus dan pmMRI seluruh tubuh dapat berfungsi sebagai alternatif atau setidaknya sebagai
penunjang yang baik untuk autopsi tradisional sambil menjamin kualitas dari penilaian klinis dan
forensik.

2. Praktik saat ini dalam Virtopsy/pencitraan forensik: sebuah ringkasan

Proyek Virtopsy dari institusi forensik di Bern dan Zurich, Swiss, dan keuntungannya yang telah
disebutkan diatas dapat dilihat sebagai sebuah titik permulaan dari pencitraan forensik di seluruh
dunia. Di seluruh dunia, kelompok riset forensik lainnya telah dan sedang menginvestigasi
dampak dari pencitraan forensik dalam investigasi kematian dan autopsi forensik dan alat
pencitraan terkait, terutama pmCT, pmCT angio dan pmMRI. Lebih jauh lagi, institusi (atau
departemen atau kantor) forensik (atau medikolegal atau pemeriksa medis) telah
memperkenalkan Virtopsy-tool yang paling praktis, pemindai CT, dan sebagian kecil,
pemindai MRI pada fasilitas mereka untuk tujuan forensik patologis. Yang lain menggunakan
pemindai CT (atau MRI) dalam rumah sakit untuk investigasi kematian (juga untuk kepentingan
forensik klinis). World overview berikut ini memusat pada pencitraan forensik (Virtopsy)
dalam investigasi kematian dan terutama dalam penggunaanya yang berbeda-beda, baik sebagai
tambahan dalam autopsi maupun sebagai triase untuk autopsi (keputusan).

a) Virtopsy/pencitraan forensik sebagai tambahan pada autopsi:

-Swiss:

Institusi forensik di Bern, Swiss, merupakan satu-satunya institusi di dunia yang memiliki dan
menggunakan 3D surface scan, pmCT, pmMRI, pmCT angio dan pm biopsi (peralatan). Tidak
lain, pmMRI, 3D surface scan, pm CT angio dan pm biopsi digunakan terutama untuk tujuan
saintifik, dan dipergunakan dalam investigasi kematian sehari-hari dibawah artikel 253 dari
Swiss Code of Criminal Procedure hanya dalam beberapa kasus tertentu (untuk menunjang
autopsi). Praktek sehari-hari dari pencitraan forensik pada institusi forensik klinis di Bern dan
Zurich, Swiss, adalah sebagai berikut: dalam sekitar 1/3 kematian yang dilaporkan
(extraordinary deaths) di Bern, pmCT dilakukan sebagai tambahan terhadap autopsi, berarti
setelah jaksa yang bertanggung jawab membuat keputusan untuk dilakukan autopsi. Praktek
penggunaan pencitraan forensik sebagai tambahan terhadap autopsi setelah diambil keputusan
oleh jaksa setempat- juga dapat ditemukan pada institusi forensik Swiss lainnya, dimana Institusi
Forensik Zurich menggunakan pmCT pada setiap kasus kematian dibandingkan dengan di Bern,
tetapi pmMRI juga hanya digunakan pada kasus tertentu. Sementara kolaborasi institusi forensik
di Lausanne dan Geneva menggunakan pmCT dan dapat melaksanakan pmCT angio pada
beberapa kasus, institusi forensik di St. Gallen dan Basel (akan) menggunakan pmCT. Lebih jauh
lagi, pencitraan forensik sudah dapat disajikan sebagai barang bukti pada kasus pembunuhan,
demikian juga pada kasus percobaan pembunuhan, penyerangan atau membahayakan nyawa
(misalnya percobaan pencekikkan) dalam sidang kriminal di Swiss.
Di negara Eropa lainnya praktek serupa Virtopsy/pencitraan forensik pm dapat ditemukan dalam
sistem yudisial investigasi kematian:

-Denmark:

Tiga institusi forensik Denmark di Aarhus, Copenhagen dan Odense menggunakan pmCT
sebagai tambahan autopsi pada semua kasus kecuali tubuh yang akan diperiksa tidak muat masuk
ke dalam pemindai. Copenhagen merupakan satu dari tiga institusi forensik di Eropa (selain Bern
dan Zurich) yang memiliki pemindai MRI untuk kasus spesifik (dan tujuan saintifik). Setelah
pemeriksaan eksternal polisi menentukan bersama dengan ahli forensik apakah autopsi perlu
untuk dilakukan. Seluruh kasus (diduga) pembunuhan, penyebab kematian tidak diketahui dan
kasus yang berhubungan dengan obat-obatan ilegal dan kematian sangat tiba-tiba dan tidak
diduga dalam penjara dan rumah sakit harus dilaksanakan autopsi dan pmCT (atau pmMRI)
sebagai penunjang.

-Swedia:

Di Linkoping, Swedia, institut forensik menggunakan pmCT yang ditempatkan di pusat riset-nya
sebagai tambahan untuk autopsi. Departemen kepolisian menentukan metode pemeriksaan, yang
pada sebagian besar kasus merupakan autopsi yang dapat termasuk pmCT. Lima institusi
forensik Swedia lainnya di Stockholm, Uppsala, Goteborg, Umea dan Lund mengikuti praktek
yang sama, namun menggunakan pemindai CT di rumah sakit.

-Perancis, Australia (tanpa Victoria), Singapur, Malaysia, Arab Saudi, Israel, Amerika, Jepang
(departemen mediko-legal):

Fasilitas forensik di negara Eropa lainnya menggunakan CT (atau MRI) di rumah sakit sebagai
penunjang untuk autopsi, seperti misalnya institusi forensik Perancis di Toulouse, Marseille,
Grenoble, Rouen, Rennes, Lyon.

Di luar Eropa, dua departemen forensik Australia di Newcastle/NSW dan Brisbane/QLD; satu
institusi forensik di Singapur dan di Israel termasuk kementrian kesehatan Israel (yang memiliki
pemindai MRI tambahan); satu institusi forensik di Kuala Lumpur, Malaysia; sebuah fasilitas
forensik di Riad, Arab Saudi; tiga institusi Amerika (Kantor kepala pemeriksaan medis di
Baltimore/Maryland, kantor penyelidik medis di Albuquerque/New Mexico, yang sedang
memasang pemindai MRI, dan markas US Air Force di Dover/Delaware) dan 19 institusi
forensik di universitas Jepang menggunakan pemindai CT milik mereka sendiri untuk
melaksanakan pmCT sebagai tambahan untuk autopsi forensik pada kasus mencurigakan. Dua
dari 19 departemen medikolegal Jepang, Fukui dan Tohuku, juga memiliki pemindai MRI yang
hanya digunakan untuk kepentingan postmortem.

b) Virtopsy/pencitraan forensik pm sebagai triase untuk autopsi:

-Victoria, Australia:

Praktek pmCT berikut ditemukan pada Victorian Institute of Forensic Medicine (VIFM),
Melbourne, Australia, sebagai salah satu institusi terkemuka dalam pencitraan forensik: pad
tahun 2005, pemindai CT dipasang pada kamar mayat VIFM dan semua mayat, yang disediakan
oleh koroner (kecuali yang tidak muat masuk ke dalam pemindai, misalnya karena berat 150kg
+) menjalani prosedur pmCT. pmCT digunakan untuk menyediakan informasi bagi ahli forensik
untuk autopsi forensik mereka, misalnya mengenai penyebab kematian, juga untuk tujuan
identifikasi (misalnya Black Saturday, 2009). Ahli forensik telah dilatih dalam membaca
gambaran pencitraan hasil pmCT. Terlebih lagi, terdapat ahli radiologi yang bekerja pada VIFM
untuk memantau (secara spesifik) kasus dan sebagai konsultan dan pelatih untuk ahli forensik
dan pendaftar. Teknisi forensik di kamar mayat dilatih dalam radiografi dan juga dalam
melaksanakan pmCT angio. Segera, VIFM akan mengganti pemindai CT mereka saat ini, yang
telah memeriksa lebih dari 20.000 kasus, dengan pemindai CT Siemens Somatom Definition
Flash Dual Source yang baru. Peningkatan dari pemindai CT ini memungkinkan pemindaian
tubuh yang lebih cepat, pemeriksaan tubuh yang lebih besar dan lebih berat, dan membantu
diagnosis yang lebih baik secara umum. Selain itu, VIFM merupakan satu dari sedikit institusi
forensik di dunia (selain Bern, Zurich, Lausanne/Geneva), yang menggunakan pmCT angio
dalam investigasi kematian dalam keseharian. Hanya sedikit kasus (1-2%) yang menjalani pmCT
angio, baik untuk penunjang autopsi forensik atau pada kasus tertentu, dimana terdapat objeksi
dari relasi, informasi tambahan dapat ditemukan menggunakan pmCT angio dengan persetujuan
koroner untuk menghindari autopsi forensik. The Coroners Act 2008 di Victoria dan
pemeriksaan pendahuluannya memiliki efek yang signidikan dalam praktek keseharian forensik
di VIFM: jumlah autopsi forensik keseluruhan menurun, di lain pihak jumlah inspeksi termasi
investigasi toksikologi, pemeriksaan eksternal dan pmCT selama pemeriksaan pendahulu
meningkat secara signifikan. pmCT pada VIFM digunakan pada pemeriksaan pendahulu dan
sebelum keputusan autopsi oleh koroner dibuat. pmCT (dan dengan persetujuan koroner pmCT
angio) merupakan alat triase yang penting untuk memfasilitasi keputusan koroner dalam
menentukan apakah autopsi diperlukan atau tidak.

-Jerman:

Kebanyakan institusi forensik di Jerman menggunakan perlengkapan CT (atau terkadang MRI)


di rumah sakit untuk tujuan postmortem, namun institusi forensik di Hamburg, Heidelberg, Ulm,
Berlin memikili pemindai CT sendiri untuk tujuan postmortem. Untuk sidang pidana di Jerman,
autopsi harus dilakukan dan pmCT (atau terkadang pmMRI) dapat digunakan sebagai tambahan
autopsi pada kasus kriminal. Namun, dibawah German Code of Criminal Procedure pasal 87 (1),
dapat dilakukan pemindaian pmCT (atau pmMRI) selama inspeksi (eksternal) dari tubuh
(Leichenschau) sebagai triase untuk autopsi. Karena itu, pmCT langsung digunakan di Bremen
untuk menghindari autopsi forensik pada kasus SIDS. Pada institusi forensik di Hamburg, pmCT
bahkan digunakan secara rutin sebagai triase selama inspeksi, untuk menentukan apakah autopsi
perlu dilakukan atau tidak. Pemeriksaan luar (Leichenschau) harus dilaksanakan dalam setiap
kematian yang dilaporkan, sementara pmCT selama inspeksi dapat dilakukan.

Pada negara-negara berikut, CT (atau MRI) di rumah sakit digunakan sebagai triase untuk
autopsi, yang berarti untuk menentukan apakah autopsi harus dilakukan atau tidak pada kasus
tertentu:

-Jepang:

Kepolisian di Jepang dan kantor pemeriksa medis di lima kota terbesar seperti Tokyo, Osaka, dll
menggunakan data pemindaian tubuh CT (atau MRI) yang sudah ada di rumah sakit (pada kasus
dimana orang tersebut meninggal di rumah sakit) atau meminta rumah sakit untuk melakukan
pemindaian tubuh menggunakan CT (atau MRI) pada kasus tidak-mencurigakan atau tidak-
kriminal selama inspeksi administratif. Tidak satupun dari kelima kantor pemeriksa memiliki
pemindai CT atau MRI saat ini. Pada kasus seperti itu, biasanya autopsi (administratif) tidak
dikerjakan dan diganti dengan pmCT (atau pmMRI) dan pemeriksaan eksternal. Namun, autopsi
(administratif) tambahan oleh dokter klinis dapat dilaksanakan, apabila relasi setuju untuk
dilakukan atau diperlukan oleh pihak kepolisian atau jaksa atau dalam kasus investigasi
pemeriksaan medis, ia dapat melakukan autopsi (tanpa perlu persetujuan), apabila ia
menganggapnya perlu dilakukan. Jika pelanggar kriminal diduga atau dideteksi selama
investigasi administratif oleh polisi atau pemeriksa medis, tubuh yang bersangkutan diberikan
pada departemen mediko-legal untuk dilakukan autopsi (yudisial) oleh ahil forensik (termasuk
pmCT atau pmMRI). Pada tahun 2007/2008, 2 dari 1800 kasus tidak mencurigakan dapat
diidentifikasi sebagai tindak kriminal (pembunuhan) karena pmCT/MRI di rumah sakit.

-Inggris:

Di Inggris, institusi (forensik) di Leicester, Manchester, Oxford dan (segera) London


menggunakan CT atau MRI milik rumah sakit pelayanan negara dibawah Sect 14 (2) dari
Coroners and Justice Act 2009. Di Manchester tiga pelayanan pmMRI privat memindai kasus
kematian yang dilaporkan, yang nampaknya tidak menunjuk pada pembuktian narapidana pada
kasus kriminal oleh enam koroner. Kematian tidak-mencurigakan ini dilaporkan terutama kepada
koroner karena dokter umum atau dokter rumah sakit tidak dapat mengeluarkan sertifikasi
kematian atau prosedur medis yang perlu dilaporkan pada koroner terlebih dahulu, seperti
misalnya pembedahan, yang akhir-akhir ini dilakukan pada mayat. Pemeriksaan ini dapat
menghindari dilakukannya autopsi, jika tidak dideteksi adanya tindak kriminal selama pmMRI
(di sekitar 13% kasus). Di Oxford, pmCT (atau pmMRI) digunakan untuk menghindari autopsi
tradisionil dalam kasus risiko tinggi, seperti HIV. Namun, dalam kasus yang dilaporkan
mengenai kematian mencurigakan atau (diduga) pembunuhan, pmCT (atau pmMRI) lazim
digunakan sebagai tambahan untuk autopsi di Inggris.

-Itali:

Di Itali, institusi forensik di Foggia, Milan, Padua, Bari dan Messina memiliki kemampuan untuk
melakukan pmCT atau pmMRI di rumah sakit secara rutin. Secara umum, ahli forensik di Itali
dapat diberi wewenang oleh jaksa untuk melakukan pmCT atau pmMRI sebagai
tambahan/penunjang untuk autopsi. Namum, pada kasus bencana alam, seperti misalnya gempa
bumi, dengan lebih dari 10 korban, pmCT atau pmMRI sudah menggantikan autopsi tradisional
forensik.
3. Sisi legal dari Virtopsy/forensic imaging:

a) Pengenalan:

Jika dilihat berdasarkan prinsip forensic, undang- undang prosedur pidana, dinegara
Australia, Austria, Jerman, Principality of Liechtenstein, Swiss dan USA dan juga kuesioner
terhadap radiolog forensik dari berbagai negara seperti Inggris, Perancis, Itali, Swedia, Denmark,
Jepang, Israel menunjukkan bahwa jerman dan Inggris tidak menggunakan undang- undang
kecuali Coroners Act 2008 VIC dan sebagian Coroners Act 2009 NSW yang menyebutkan
mengenai Virtopsy atau pencitraan untuk forensic seperti as pmCT, pmMRI, pm CT angio etc.
dalam setiap perundang- undangan, terdapat ayat mengenai autopsy dan pemeriksaan post
mortem. Beberapa undang- undang menggunakan istilah umum investigasi lebih lanjut atau
tambahan, penelitian lain, prosedur yang kurang invasive, partial postmortem, tes lainnya dll.
Namun tidak semua negara mengatur tentang inspeksi (pemeriksaan luar, legalinspection,
Leichenschau, Leichenbeschau, pemeriksaan awal) dan menjadi pertauran. Tidak ada
keputusan persidangan tertentu yang membahas penerimaan Virtopsy atau pencitraan forensic
sebagai bukti dibandingkan dengan autopsy tradisional atau penerimaan secara umum Virtopsy
atau pencitraan forensic sebagai bukti persidangan. Walaupun roentgenograms (X-rays) sebagai
bukti telah diterima dipersidangan di Inggris, Kanada, USA sejak 1986. Lebih jauh penggunaan
Virtopsy / pencitraan forensik, seperti pmCT, sebagi bukti persidangan maupun permintaan
penyidik sebagi pemeriksaan tambahan untuk melengkapi hasil autopsy, dan sangat jarang
berdiri sendiri kecuali dinegara Australia, Swiss atau Jepang.

Review literatur yang lebih dalam dan sangat jarang dipublikasikan dalam bentuk jurnal
maupun buku mengenai masalah legalitas, terutama untuk bidang Virtopsy/forensic imaging.
Dinegara Swiss, Brigitte Tag di jurnal Forensik, Ulrich Zollinger pada Basel Commentary to
the Code of Criminal Procedure [19], Thomas Hansjakob pada Commentary about the Code of
Criminal Procedure yang ditulis oleh Donatsch/Hansjakob/Lieber [20] dan the Romandy
Commentary to the Code of Criminal Procedure yang ditulis oleh Kuhn/Jeanneret menyebutkan
perihal Virtopsy, forensic imaging atau pmCT/pmMRI pada literature legalitas dan pada artikel
253 ayat 3 Swiss Code of Criminal Procedure (SCCP) sebagai prosedur pemeriksaan lebih lanjut
selain autopsy. secara tradisional. Di negara Austria, Peter J Schick dikenal sebagai penulis
pertama yang membicarakan aspek legal seperti bukti ahli dengan gambaran Virtopsy dan
mencoba menafsirkan mengenai autopsy frensik dalam 128 of the Austrian Code of Criminal
Procedure. Pada buku The Virtopsy approach karangan Michael J. Thali dkk., Graham P.
Segal membahas mengenai sisi legalitas, budaya dan secara agamis dari Virtopsy, terlepas dari
semua keuntungan yang didapat terutama pada kasus dimana adanya keberatan dari keluarga
terdekat dari komunitas muslim dan yahudi mengenai autopsi untuk kepentingan forensic, dan
analisa yang relevan terhadap kasus hukum di Australia (contohnya, Krantz vs Hand, Supreme
Court NSW 23 April 1999) pada artikelnya Virtopsy dan hukum . lebih jauh, Gil Brogdon
dalam Forensic Radiology, 2nd edition membahas mengenai masalah hukum yang berada
dibawah hukum federal US mengenai bukti Daubert Standard32 berkaitan dengan forensic
imaging, David Ranson memeriksa secara menyeluruh pada Victorian Coroners Act 2008 dan
pemeriksaan awal yang dilakukan termasuk pm forensic imaging seperti pmCT atau dimasa
depan dengan pm fine needle biopsies berdasarkan perspektif investigator medis.

Hasil dari kuesioner yang dilakukan penulis bekerja sama dengan institusi forensic Bern di Swiss
kepada jaksa penuntut (juri investigasi pada 2010, dan diubah menjadi penuntut sejak 1 januari
2011) yang terdapat di Swiss, diwilayah Bern dan Aargau menunjukkan Virtopsy / forensic
imaging tidak banyak diketahui dan digunakan oleh jaksa penuntut sejauh ini (lebih banyak
terutama pada wilayah Aargau jika dibandingkan dengan wilayah Bern). Namun, penggunaan
pmCT and 3D surface scan pada investigasi kematian (dan scan MRI pada keilmuan forensic
pada korban yang tewas tercekik) sudah digunakan namun belum menjadi dasar dapri
pmeriksaan keduanya. Lebih lanjut, jaksa penuntut juga mengakui bahwa banyak hal yang telah
disebutkan diatas merupakan keuntungan dan jauh lebih efektif dibandingkan dengan prosedur
pemeriksaan secara tradisional (dan laporan), terutama untuk autopsy (laporan). Kedepannya
penggunaan Virtopsy / pencitraan forensik sudah disetujui, dan juga legalitasnya berdasarkan
pada artikel 241, 249-252 (untuk pencitraan klinis forensik) dan 253 (untuk Virtopsy/pencitraan
forensic post mortem) dari the Swiss Code of Criminal Procedure. Juri investigasi tidak melihat
adanya hambatan untuk menyertakan Virtopsy/pencitraan forensik sebagai pemeriksaan
tambahan dan pada sebagian atau pada kasus tertentu sebagai prosedur alternative terhadap
prosedur tradisional, sepereti autopsy, untuk mendapatkan bukti untuk penuntuan dan untuk
pengadilan kasus criminal (jika dimungkinkan).
Sebuah penelitian yang diterbitkan baru- baru ini oleh institusi forensic di Leicester/UK
memeriksa 8 kasus berbeda (2 kasus kematian akibat luka bakar, 2 kematian akibat lalu lintas
(KLL , kematian akibat tersambar kereta), 2 kasus penusukan (kematian akibat luka tusuk,
trauma tumpul dan tajam), 1 kasus kematian akibat jeratan pada leher dan 1 kasus pembunuhan
dengan senjata shotgun) dengan menggunakan pm full-body CT scan dan dibandingkan dengan
full pm forensic autopsy (kedua menyertakan visum luar dan detail tempat kejadian dan juga
hasil toksikologi, yang bisa didapatkan tanpa perlu dilakukan diseksi). Namun hasil histology
tidak disertakan pada pada laporan pmCT non invasif, ini dikarenakan pemeriksaan histology
adalah pemeriksaan yang lebih invasive dan untuk itu hanya disertakan pada laporan autopsy.
Lalu hasil ini kemudian dianalisa oleh patolog lain yang tidak mengikuti autopsy yang dikerjkan
dan mengambil kesimpulan terhadap kedua laporan termasuk penyebab kematian, dimana tempat
terjadinya. Kemudian kedua laporan dibandingkan, disini menunjukkan 7 dari 8 penyebab
kematian dapat disimpulkan tidak berubah dengan pmCT dan tanpa autopsy.

Disisi lain, berdasarkan hasil pemeriksaan apakah laporan prosedur non invasive pmCT
dapat sesuai dengan kebutuhan pengguna seperti polisi, jaksa penuntut, penyidik dan pengacara.
Dengan tujuan itu, hanya laporan pmCT yang disediakan kepada 5 orang hukum (hakim,
pengacara, dan jaksa penuntut, penyidik, dan petugas polisi senior) yang menjawab kuesioner
(termasuk kemungkinan jawaban bebas). Dari hasil ditemukan tidak ada kekhawatiran berarti
mengenai penerimaan dan kelengkapan dari laporan pmCT pada siding pidana mengenai trauma
yang secara langsung menyebabkan kematian seperti kasus kecelakaan beruntun yang timbul
dari transportasi. Laporan pmCT mengenai kasus kematian akibat jeratan pada leher juga dapat
diterima sebagian besar paritisipan. Namun 1 partisipan (pengacara pada kasus pembunuhan
dengan senjata shotgun) dan 2 partisipan (pentyidik forensic dan petugas polisi) menolak
kelengkapan sebagai bukti pada kasus akibat luka bakar yang ada pada laporan pmCT. Bahkan 3
dari 4 partispan menolak menyetujui laporan pada dua kasus penusukan. Kesimpulan yang
diambil oleh penulis bahwa laporan pmCT tidak dapat memenuhi semua informasi yang
diharapkan system keadilan pidana pada kasus forensic yang kmpleks. Secara umum, penulis
mempertanyakan apakah perlu laporan pemeriksaan yang kurang invasive yang lebih
komprehensif termasuk pengambilan sampel jaringan dengan pm biopsy dengan bantuan kamera
untuk mendapatkan laporan histology, pm CT angio (yang biasa digunakan oleh beberapa
institusi forensic terkemuka) untuk menampilkan system pembuluh darah dan pmMRI sebagai
tambahan terhadap pemeriksaan CT scan guna mendokumentasikan cedera pada jaringan lunak
dapt memberika hasil yang berbeda dari partisipan. Mereka mungkin dapat menerima
pemeriksaan kurang invasive yang dilakukan, terutama pada kasus pidana. Sebagai contoh pada
kasus luka bakar, dimana tidak jelas apakah korban meninggal akibat luka bakar atau
sebelumnya. Laporan Virtopsy yang kurang invasive mungkin dapat memberikan hasil yang
memuaskan dan bukti yang dapat diterima. Bahkan pada kasus pidana, dengan menyertakan hasil
histology menggunakan fine needle biopsies terhadap sampel jaringan. Lebih lanjut, ini harus
ditekankan bahwa partisipan tidak hanya menerima pemeriksaan non invasive pmCT berdasar
laporan kasus penusukan (luka tusuk, trauma tumpul dan tajam) dan menerima laporan pmCT
sebagai bukti lengkap pada keenam kasus lainnya termasuk pembunuhan dengan shotgun.

Penjelasan singkat mengenai literatur hukum atau penelitian terkait Virtopsy/forensic


imaging menunjukkan bahwa banyak masalah hukum yang dapat muncul dan harus dapat
dijawab.

Perlindungan hukum terhadap pribadi serts hak kebebasan individu dan serta batasan
akhir hak individu (juga disebut perlindungan terhadap individu post mortem pada undang-
undang Jerman (postmortaler Persnlichkeitschutztheorie) dibandingkan dengan perlindungan
terhadap memori dinegara Swiss (Andenkensschutztheorie)); pertanyaan mengenai informed
consent pada pencitraan forensic secara klinis, pertanyaan mengenai masalah kerahasiaan data
penyimpanan dan bukti hukum, seperti penerimaan laporan Virtopsy/pm forensic imaging tanpa
perlu meyediakan bukti autopsy tambahan pada proses persidangan, dan masalah utama yaitu
mencari dasar hukum pada undang- undang agar dapat dilaksanakan Virtopsy/forensic imaging
pada penuntutan kasus criminal serta pada investigasi oleh penyidik dan pemeriksa secara medis.

Pada bab sebelumnya penulis memberikan gambaran mengenai perbedaan system


investigasi terhadap kematian di Australia, terutama di Victoria dan dinegara Swiss, pendekatan
dasr legalitas untuk Virtopsy dan pencitraan forensic post mortem di Australia dan Swiss, and
postmortem forensic imaging in Australia and Switzerland. Selain itu, ekskursus singkat
mengenai dasar legalitas yang mungkin untuk pencitraan forensic secara kliniis dan bukti
brkaitan dengan penggunaan Virtopsy/forensic imaging dapat menginspirasi pembaca untuk bisa
melakukan pendekatan secara legal jika dibutuhkan terhadap metode yang lebih lanjut dalam
keilmuan forensik.
b) Perbedaan Investigasi Kematian di Australia dan Switzerland

Sebelum salah satu cara ditetapkan untuk virtopsy/ pencitraan forensic ditentukan, sangat perlu
untuk mendapatkan kesan dari system investigasi kematian yang umum digunakan. Perbedaan
yurisdiksi yang ada telah menyediakan system investigasi kematian yang berbeda-beda. Harus
ada system untuk persetujuan terhadap keperluan otopsi ini dengan pihak keluarga yang
bersangkutan (contoh dokter yang melakukan otopsi dan administrasi untuk otopsi ini). Ada
investigasi kematian yang tidak meemrlukan persetujuan untuk dilakukannya pemeriksaan
otopsi. Pemeriksa mayat, dokter yang memeriksa atau otoritas pengadilan seperti polisi atau
jaksa atau pengacara dapat memerintahkan agar dilakukan pemeriksaan termasuk otopsi tanpa
persetujuan (tetapi kebanyakan hak untuk objek biasanya diperlukan). System investigasi
kematian yang wajib telah banyak diterapkan pada Negara berkembang (seperti Australia, Japan,
USA, dan Eropa). Sebagai contoh di USA pemeriksa mayat dan dokter pemeriksa bekerja sama
dalam system. Di Australia system memeriksa mayat sudah diberlakukan, sedangkan di
Switzerland investigasi kematian oleh pengadilan masih dilakukan oleh jaksa Negara. System
pemeriksaan oleh dokter di USA dan bias disebut system pengadilan untuk dilakukan investigasi
kematian telah banyak diterapkan di eropa termasuk focus di Negara Switzerland dalam hal
tindak criminal yang menyebabkan kematian. Investigasi kematian oleh coroner di Australia
memerlukan perspective kesehatan public yang lebih luas. Keadaan kematian yang diinvestigasi
dalam banyak cara, diperlukan untuk menghindari kejadian kematian yang sama di kemudian
hari, seperti menghindari kematian karena kelalaian, kurang sempurna dan kurangnya kordinasi
kesehatan dan keamanan dalam penerapannya, dan untuk meningkatkan komunikasi dengan
keluarga untuk menghindari kekurangan ini. Dengan alasan ini, Australia memfokuskan
investigasi kematian pada hal penyebab kematian / sebab mati, pada Swiss investigasi kematian
lebih difokuskan dalam hal cara mati. Untuk konsekuensi , Switzerland dibandingkan Australia
belum ada cara pemeriksaan mayat yang ditetapkan. Tidak ada Coroner, tidak ada pengadilan
coroner, tidak ada pemeriksaan yang resmi untuk kematian. Jaksa Negara bertanggung jawab
atas investigasi kematian, sejak prosedur criminal di Swiss yang baru dimuat pada 1 januari
2011 (sebelum 2011 tiap wilayah dari 26 wilayah di swiss memiliki prosedur criminal tersendiri
dan beberapa wilayah seperti Bern, hakim investigasi yang bertanggung jawab dalam investigasi
kematian). Perbedaan cara investigasi kematian ini yang sangat irelevan untuk diskusi legal
untuk virtopsy/ pm pencitraan forensic. Disamping investigasi kematian oleh pemeriksa mayat
atau oleh jaksa Negara, departemen kesehatan public di kedua Negara atau mentri kesehatan
Negara, wilayah yang memilki kekuasaan dalam aksi relevan untuk dilakukan nya otopsy tanpa
persetujuan dengan pihak keluarga, jika penyakit infeksius yang dapat mencakup kesehatan
public. Meskipun itu artikel inin focus pada investigasi kematian oleh jaksa Negara.

Prosedur investigasi kematian pada criminalitas di kedua Negara seperti Swiss dan Australia
masih perlu peresmiannya, dalam arti coroner Australia dan hakim criminal di Swiss harus aktif
dan terlibat dalam investigasi kasus. Di Switzerland investigasi kematian dibutuhkan persiapan
yang dipimpin oleh jaksa Negara dan bukti untuk mengikuti percobaan criminal. Di Australia,
percobaan criminal tidak bersamaan dengan pemeriksaan legal. Kebanyakan, pemeriksaan
mayat yang legal adalah kebalikan dari prosedur yang diterapkan. Bagaimanapun pembunuhan
dan percobaan criminal sangat sering dihubungkan dengan laporan otopsi dan satu satunya jalan
hanya dengan melakukan otopsy yang diterapkan atas instruksi dari coroner. Dengan alasan
tersebut bukti harus dipercaya untuk percobaan criminal dan tidak hanya investigasi yang
dilakukan coroner. Dalam hal lain coroner tidak boleh terlibat dalam mencari atau
mengkomentari tiap pernyataan yang dapat membuat seseorang menjadi atau mungkin bersalah
pada perlawanannya, kecuali diberikan hak dari direktur jaksa public (DPP) atau NT komisioner
polisi atau pengacara, Jika terdeteksi pada perlawanan yang ada. Dalam kesimpulan investigasi
kematian di Swiss merupakan bagian dari prosedur criminal, sedangkan di Australia investigasi
kematian merupakan campur tangan coroner. Bagaimanapun pemeriksaan forensic seperti otpsi
atau virtopsi dilaporkan telah diperkenalkan oleh patologis forensic atau ahli forensic, melayani
tidak hanya memberi bukti yang bermakna ataupun testimony di percobaan criminal di Swiss
dan pemeriksaan mayat yang resmi oleh koronial Australia, tetapi hukum public di kedua Negara
baik jika dibawah standar yang relevant dengan bukti yang ada.

Inti dari investigasi kematian dari kedua Negara bisa di gambarkan seperti:

Pertama di kedua Negara 10% dari seluruh kematian telah dilaporkan ke coroner di Australia,
jaksa Negara di Switzerland ( dan faktanya kebanyakan ke polisi atau juru tulis coroner) 90%
lainnya dari kasus kematian ditanganin oleh bagian administrasi, seperti praktisi kedokteran dan
pencatat kelahiran, kematian dan eprnikahan. Pada semua dokter termasuk polisi, orang yang
bertanggung jawab atas pengamanan dari laporan kematian yang boleh diberitakan atau tidak
kepada coroner atau jaksa Negara. Pelaporan kematian di Australia harus dihubungkan dengan
Negara yang relevan atau wilayah dan biasanya, tidak terduga, tidak biasa atau kekerasan atau
hasil dari kecelakaan atau luka atau muncul saat prosedur pemeriksaan medis atau dalam
perlindungan atau tidak ada nya sertifikat kematian yang diberikan. Bagaimanapun tetap ada
beberapa perbedaa antara 6 negara dan 2 teritori. Secara instan di victoria kematian yang muncul
saat atau sedang mengikuti prosedur klinis harus dilaporkan jika dokter tidak melaporkan dapat
saja diambil ahli dan menjadi dugaan untuk alasan kematian yang timbul. Dalam hal ini Undang-
undang coroner 2008 victoria membuat konstruksi dalam hal peninjauan ulang kematian:
kematian atas seorang anak sebagai anak kedau dari orang tua dan kematiannya tidak terdapat di
rumah sakit anak ini dilahirkan dan selalu tidak terlaporkan. Sehingga coroner harus
menginvestigasi kematiannya. Di Negara dan teritori lain kematian seperti ini terlaporkan
minimal dengan kata lain dapat ditemukan seperti di NSW an ACT, orang yang tidak termasuk
dalam pemeriksaan dokter dalam 6 periode atau minimal 3 bulan setelah kematian harus segera
dilaporkan. Di TAS kematian Karena pelarian dari penjara, lembaga hukum, kantor polisi dan
anak dibawah usia 1 tahun yang tidak diduga kematiannya harus dilaporkan. Di SA hanay
kematian yang tidak biasa seperti kematian karena kecelakaan pesawat ataupun pelayaran harus
dilaporkan, sementara kematian di QLD dalam keadaan yang mencurigakan dan pada proses
kepolisian harus dilaporkan.

Di Switzerland yang disebut kematian yang luar biasa harus dilaporkan oleh dokter biasanya
dokter bersama jaksa Negara sesuai article 253 section 4 SCCP dan kebijakn kesehatan di tiap
wilayah. Kematian yang luar biasa bisa digambarkan sebagai keamtian dengan tidak diketahui
sebab mati atau tidak diketaui penyakitnya atau timbul kekerasan atau diduga penganiayaan.
(homisid, bunuh diri, kecelakaan, malpraktek) kematian yang tidak tuntas seperti kematian yang
tidak terduga.

Seperti pelaporan kematian yang luar biasa atau identitas korban yang meninggal tidak diketahui
harus diinvestigasi oleh jaksa Negara, yang memerintahkan dokter yang berpengalaman untuk
melakukan legal inspeksi untuk mencari sebab mati atau identitas yang telah meninggal. Inspeksi
legal termasuk pemeriksaan luar dari tubuh termasuk rongga tubuh, mengambil sampel dari
permukaan tubuh atau rongga atau darah atau urin untuk pemeriksaan selanjutnya (tidak ada
toksikologi yang dilakukan sepanjang malam di Switzerland hingga tahun 2011) mengumpulkan
informasi sejarah klinis atau lainnya. Meskipun tidak ada virtopsy / pencitraan forensic termasuk
pmCT yang dilakukan dalam inspeksi legal di Forensik Swiss.

Di Australia, forensic dan coroner dari berbeda wilayah dan eritori banyak menunjukan berbagai
cara:

Victoria satu satunya wilayah di Australia dimana pada Undang-undang coroner 2008
menyatakan diperlukan persiapan untuk sebuah pemeriksaan. Coroner membuktikan laporan
kepada institute forensic di Victoria untuk persiapan dalam pemeriksaan. Tidak ada perintah atau
keputusan oleh coroner. Persiapan untuk pemeriksaan meliputi pemeriksaan luar tubuh,
mengumpulkan informasi dan melihat kembali keadaan dari kematian tersebut meliputi laporan
polisi dan informasi kesehatan seperti rekam medic yang berhubugnan dengan korban dan
mengambil foto dan menggunakan pencitraan postmortem forensic dari tubuh seperti CT scan
dan x-rays. Pengambilan dan test sampel dari cairan tubuh seperti urin dan darah, pengambilan
sampel dari permukaan tubuh dan prosedur identifikasi semua ini dibutuhkan seperti analisa
toksikologi darah karena dapat melengkapi persiapan pemeriksaan. Setelah persiapan untuk
pemeriksaan ini telah dilakukan, pertemuan antara petugas patologi dan petugas coroner harus
didiskusikan secara bersama. Dari semua nya karena pmCT scan dan toksikologi sepanjang
malam yang cepat ternyata sangat diperlukan untuk pembuktian yang akan diperlukan oleh
coroner dengan tujuan mendapat informasi yang detail luas dan dalam saat investigasi awal.
Karena coroner harus melengkapi keadaan saat mati, identitas korban meninggal dan sebab mati,
bagian terpenting informasi medic dari patologis adalah untuk menunjukan alasan sebab mati
dari persiapan pemeriksaan. (jika memungkinkan). Meski demikian, keputusan yang harusnya
diambil oleh otopsi forensic adalah melakukan inspeksi dan pelaporan untuk kecukupan dari
coroner, terlibat dalam semua keadaan seperti ketersediaan dari pihak keluarga, dimana korban
akan dijadikan objek otopsi adakah gangguan dari sisi agama dan budaya keluarga, aspek legal
dan kesehatan public dan coroner harus bisa memutuskan apakah kasusu ini perlu dilakukan nya
otopsi atau tidak. Pada kasus spesifik dimana pmCT bisa membantu dan menghindari tindakan
otopsi, coroner mungkin melakukan pmCT angio, sebelum memutuskan dilakukan nya otopsi.
Kurang dari 50% dilaporkan kematian yang terjadi bersedia dilakukan otopsi pada persiapan
pemeriksaan pada tahun 2009. Bagaimanpn keluarga tidak bersedia dalam menjadikan korban
objek pada persiapan pemeriksaan di VIC.
Kedua cara ini , inspeksi legal dan persiapan pemeriksaan menjaid unik di seluruh dunia
(terutama pada Inggris dan German). Tidak setiap dasar hukum memiliki wewenang untuk
melakukan 2 langkah prosedur ini, pertama inspkesi atau pemeriksaan luar dimana bisa
mancakup pencitraan pm forensic sebeleum dilakukan otopsi pada langkah ke 2. Disamping
Victoria dan Switzerland seperti 2 prosedur itu bisa ditemukan; German dan Austria dan
beberapa Negara di Amerika Utara seperti Alabama. Dalam hukum lain ada yang hanya diatur
untuk dilakukan tindakan otopsi saja (pemeriksaan postmortem) atau disamping otopsi bisa
dilakukan pemeriksaan segera, investigasi, pembelajaran, (tes laboratorium) dll. (sering hanya
untuk tujuan investigasi) baru dilakukan hal tersebut. Otopsi dilakukan hanya jika diperlukan
saat pemeriksaan, investigasi test pembelajaran dll. Termasuk dalam kebiasaan dalam
pemeriksaan luar / investigasi dari tubuh. Meski demikian undang-undang dasar tidak bisa
menetapkan 2 prosedur ini.

Hanya aksi coroner victorian meliputi persiapan pemeriksaan di Australia. Tidak ada aksi
coroner yang lain di Australia kecuali VIC yang menggunakan inspeksi atau persiapan untuk
pemeriksaan. Tapi hanya sedikit pemeriksaan luar. Undang-undang coroner terbaru 2009di NSW
dalam seksi 88 menyinggung pemeriksaan postmortem atau pemeriksaan lain atau tes, prosedur
yang sedikit invasifnya bisa dilibatkan tetapi tidak bisa dibatasi saat pemeriksaan luar atau
pemeriksaan radiologi. Oleh karena itu 2 prosedur ini menjadi ciri khas. Contoh patologis bisa
melakukan pemeriksaan luar dan pemeriksaan radiologi sebelum diputuskan untuk melakukan
otopsi. Dibawah section 19 dari undang-undang coroner 2003 QLD otopsi bisa berisi
pemeriksaan luar atau eksternal dan sebagian internal atau external dan pemeriksaan cairan
dalam tubuh. Undang-undang coroner di Negara lain dan teritori tidak meliputi ketegasan dalam
pemeriksaan luar atau inspkesi atau persiapan pemeriksaan. Undang-undang coroner 2003 SA
dikatakan pada section 22 sebuah pemeriksaan postmortem dari tubuh dan pemeriksaan lainya
atau kepastian test pada pemeriksaan postmortem. Undang-undang coroner dari undang-undang
NT (sec 20), TAS (sect 36), WA (sect 34) hanya menyebutkan pemeriksaan postmortem atau
otopsi dan tidak ada pemeriksaan luar dalam hal inspeksi maupun persiapan pemeriksaan.

Di Switzerland jaksa Negara memerintahkan pemeriksaa selanjutnya jika diperlukan bisa


dilakukan otopsi setelah inspeksi legal. Jika bisa ditemukan tanda dari pembunuhan tapi jika
hanya ada keraguan atau ada sebabmati atau identitas yang masih tidak diketahui. Ndikasi untuk
sebuah otopsi oleh patologis adalah seperti kecelakaan laulintas, kematian yang berkaitan dengan
tempat kerja, malpraktek dalam medis, suspek pembunuhan, adanya hubungan jika kematian
didahului kekerasan, kematian di lembaga hukum, penahanan, kantor polisi, perawatan medis di
rumah, identitas yang tidak diketahui, kematian di rel kereta api, tenggelam / badan terbakar,
kematian karena obat, lingkungan prostitusi. Kerabat atau semua orang yang terkait oleh kasus
yang sudah ditentukan jaksa bisa meminta naik banding.

Tiap bagian Negara Australia dan teritori mengetahui tentang peraturan otopsi (postmortem)
dalam Undang-undang coroner nya. Senior memiliki kesempatan untuk meminta rekonsiderasi
kepada coroner minimal 48 jam pertama dan setelah penulisan keputusan otopsi merupakan hak
untuk menjalankan arahan coroner, biasanya 48 jam pada pengadilan tinggi menurut Undang-
undang coroner diseluruh bagian wilayah Negara. Di QLD coroner bisa membantu anggota
keluarga untuk mempertimbangkan keputusan yang diambil dari pengadilan tertinggi. Tidak ada
peraturan yang spesifik tentang keberatan atau permohonan terhadap otopsi dibawah keputusan
undang-undang.

Di Switzerland jaksa Negara diharuskan memutuskan dimana harus membayar seseorang untuk
pembelaan criminal atau untuk menutup prosesnya. Coroner di Australia bisa melakukan
pemeriksaan legal, dengan pengadilan mengetahui keadaan seputar kematian (hanya pada 5%
kasus yang dilaporkan). Pemeriksaan legal wajib dalam kasus seeprti suspek pembunuhan, atau
mati dalam pengobatan atau lembaga hukum atau tidak diketahui identitasnya. Keputusan untuk
memulai pemeriksaan yang legal atau mengulang kembali pemeriksaan legal yang telah
dilakukan oleh coroner diman bisa membantu menjadi subjek keputusan dari pengadilan
tertinggi di Negara ( keputusan jaksa di Swiss untuk menugaskan seseorang tidak bisa dilakukan)
akhirnya coroner harus mengambil langkahnya sendiri dengan atau tanpa pemeriksaan legal dan
dapat merekomendasikan tentang masalah yang berkaitan dengan kematian tersebut untuk
kesehatan public dan keamanan pada administrative atau pada pemerintahan. Jika coroner atau
jaksa Negara telah puas dan tidak perlu dilakukan pemeriksaan tubuh sebagai contoh karena
coroner telah menyelesaikan investigasinya atau coroner maupun jaksa Negara telah
memutuskan untuk tidak melaporkan kasus tersebut atau tidak ada tindak criminal atau tidak ada
perlawanan dari korban. Tubuuh bisa dipulangkan sesuai peraturan yang berlaku.
c) Virtopsy and pencitraan forensic post mortem pada legislasi Australia dan Swiss:

tidak pernah disebutkan dimanapun Virtopsy diatur oleh hukum. Seperti yang disebutkan
diatas, hanya beberapa literature dan keputusan pengadilan yang menyebutkan pmCT (atau
pmMRI atau photogrammmetry/3D surface scan) dapat digunakan sebagai bukti pemeriksaan
forensic atau pengadilan criminal (atau perdata). Namun keputusan pengadilan juga tidak
membahas secara detail mengenai Virtopsy/pm forensic. Tidak ada keputusan pengadilan
sebelumnya yang dapat dijadikan contoh atau kasus yang mengarah kepertanyaan mengenai
pencitraan untuk forensic. Beberapa undang- undang seperti di U.S.A mengatur tentang
penggunaan radioraf atau x ray untuk investigasi kematian, terutama untuk tujuan identifikasi.
Coroners Act 2009 NSW dalam ayat 88 mengatur pemeriksaan radiologi sebagai prosedur yang
paling tidak invasive. Pemeriksaan radiologi seperti CT dan MRI. Sepanjang pengetahuan
penulis, hanya ayat 3 dari Coroners Act 2008 VIC yang mengatur pencitraan terhadap jasad dan
pmCT serta pmMRI secara jelas diseluruh dunia. Untuk semua tindakan forensic, undang-
undang prosedur criminal dll serta interpretasi legalitas diperlukan. Untuk tujuan itu penerapan
peraturan interpretasi dan tindakan harus dipertimbangkan. Di negara Swiss interpretasi legal
berdasarkan literal, sejarah, sistematis, teologi (tujuan). Sedangkan dinegara Australia,
interpretasi legal didasarkan pada undang- undang negara dan wilayah dan diats semua itu tujuan
pendekatan.

Berdasarkan peraturan interpretasi yang relevan, tidak ada masalah yang muncul untuk
menyertakan Virtopsy/pm forensic imaging termasuk pmCT, pmMRI, 3D surface scan, pm CT
angio and pm biopsy dibawah regulasi autopsy atau pemeriksaan post mortem (termasuk juga
pemeriksaan atau investigasi, penelitian atau tes lanjutan) dari jurisdiksi yang berbeda, termasuk
Australia, Swiss, Jerman, Austria dan U.S.A sebagai contohnya. Khusus untuk Australia dan
swiss, pemeriksaan Virtopsy/forensic imaging dilegalkan sebagai autopsy atau pemeriksaan
kematian dengan peraturan coroners acts of the Australian states and territories dan pada artikel
253 ayat 3 SCCP sebagai pemeriksaan lanjutan (jika autopsy diperlukan).

Namun, dirasa perlu penggunaan Virtopsy/pm forensic imaging sebagai triase dan bukan
hanya sebagai pemeriksaan tambahan untuk autopsy. Kemungkinan terjadinya kesalahan
penilaian atau penemuan meningkat jika hanya dilakukan pemeriksaan luar saja. Hal ini disadari
tidak hanya oleh patolg dan ahli forensic saja melainkan juga oleh penyidik dan dan hakim.
Mereka menyadari bahwa pemeriksaan luar saja tidak dapat dianggap sebagai pemeriksaan yang
tepat. Seperti contoh, sering pada penyebab dan cara kematian, alami atau tidak, contohnya
kemungkinan pembunuhan tidak dapat ditentukan. Tambahan pemeriksaan Virtopsy/pm forensic
imaging pada fase inspeksi/pemeriksaan luar dapat meyakinkan terhadap penyebab dan cara
kematian dari pembunuhan (yang tersamar) atau bentuk malpraktek medis secara substansial. Ini
juga mengingkatkan keamanan dan legalitas. Pencitraan non invasive dan prosedur yang kurang
invasive seperti pm CT angio dan pm biopsy jika dibutuhkan dapat memberikan patolog
informasi yang lebih luas dan dalam kepada penuntut atau penyidik selama investigasi sebelum
diputuskan perlu tidaknya dilakukan autopsy. DenganVirtopsy/pm forensic imaging, ahli
forensic dapat melihat gambaran dalam tubuh utnuk mengetahui cedera, benda asing dll. Tanpa
harus melakukan diseksi. Ini juga dapat memfasilitasi komunikasi dengan keluarga korban dan
membantu pengambilan keputusan autopsy sendiri. dengan penggunaan Virtopsy/pm forensic
imaging sangat membantu keluarga dekat korban agar mereka mendapatkan informasi yang lebih
jelas mengenai penyebab kematian keluarga mereka sekaligus menjaga norma agamis (seperti
yahudi atau muslim) atau kebudayaan mereka. seringkali, dengan penggunaan Virtopsy/pm dapt
menghindari dilakukan autopsy dan keberatan dari pihak keluarga, prosedur legalitas autopsy
sendiri dan terutama biaya yang perlu dikeluarkan. Dikarenakan alasan ini, dirasa perlu untuk
melakukan pemeriksaan Virtopsy/pm forensic imaging (setidaknya dengan yang paling murah
dan banyak penggunaannya yaitu pmCT) pada saat inspeksi/ pemeriksaan luar secara rutin pada
setiap kasus. Apakah jurisdiksi Australia dan Swiss melegalkan untuk tujuan diatas?

Pertama, para pembaca harus mengetahui bagaimana kualifikasi dari inspesi, sebelum
tindakan interpretasi dapat dilakukan. Inspeksi meliputi pemeriksaan luar secara menyeluruh
terhadap jasad termasuk laporan dari dari polisi. Lebih lanjut, inspeksi juga dapat dengan
pengambilan cairan tubug dan pemeriksaan gigi, pemeriksaan biologi molecular (DNA), dan
tergantung pada situasinya dengan pemeriksaan toksikologi pada cairan tubuh. Namun seperti
yang disebutkan diats, tidak setiap undang- undang mengatur secara jelas mengenai prosedur
investigasi kematian 2 tahap yang menyertakan pemeriksaan luar/ inspeksi sebelum diambil
keputusan autopsy. Coroners Act 2008 VIC dan pemeriksaan awal yang dilakukan yang sesuai
dengan ayat 3 dan 23 merupakan contoh yan baik mengenai investigasi 2 tahap termasuk
pencitraan terhadap jasad dengan menggunakan pmCT dan pmMRI: pencitraan terhadap jasad
menggunakan computed tomography (CT scan), magnetic resonance imaging (MRI scan), x-
rays, ultrasound dan photography;...dan prosedur lainnya yang tidak memerlukan diseksi,
pengangkatan jaringan atau yang mengarah ke autopsy. Di Victoria, juga telah dilakukan pm CT
angio yang dilakukan ahli forensic sebelum keputusan autopsy diambil. Untuk pm CT angio
diperlukan diseksi kecil utuk menemukan arteri dan vena agar bisa dimasukkan kontras dengan
tekanan tertentu untuk menampilkan system pembuluh darah dan mengetahui lebih jauh
informasi mengenai cedera, seperti perdarahan. pm fine needle biopsy digunakan untuk
mendapatkan jaringan guna pemeriksaan histology dan toksikologi. Pemeriksaan ini tentu saja
kurang invasive jika dibandingkan dengan autopsy baik seluruh maupun hanya sebagian.
Namun, definisi pemeriksaan awal pada ayat ke 3 Coroners Act 2008 VIC tidak
memperbolehkan dilakukan diseksi, yang diperlukan pada pemeriksaan invasive minimal seperti
pm CT angio. Hal ini juga berlaku pada pm biopsy. David Ranson menyadari akan menarik
untuk melihat apakah kedepannya, prosedur yang diperbolehkan pada pemeriksaan awal dapat
hingga dilakukan nya biopsy minor dari kulit atau biopsy jaringan untuk tujuan diagnostic
langsung dengan menggunakan prosedur yang kurang invasive seperti fine needle aspiration atau
biopsy dengan endoscopic. Jika para ahli forensic dari VIFM dan pihak terkait
memperbolehkan prosedur kurang invasive ini sebagai pemeriksaan awal yang rutin. Maka
diperluka perubahan pada ayat ke 3 Coroners Act 2008 VIC. Saat ini pemeriksaan non invasive
sudah dianggap legal dengan adanya peraturan dari Coroners Act 2008 VIC ayat ke 3.

Yang paling berpengaruh, jika tidak dapat dibilang yang paling berpengaruh pada kasus
hukum di Australia yang berkaitan dengan Virtopsy/pm forensic imaging yaitu keputusan
kehakiman agung di NSW pada tanggal 23 april 1999. Kehakiman agung menolak keputusan
autopsi untuk forensic terhadap wanita yahudi berusia 86 tahun, yang meninggal tanpa sebab
yang mencurigakan dikamar mandi dirumahnya dan menyatakan bahwa pemeriksaan luar dan
dan radiologi sudah dianggap cukup dan autopsy tidak diperlukan. Keputusan ini dapat dilihat
sebagai awal mula munculnya ayat 88 yang ada diperaturan forensic NSW tahun 2009 : jika
memang ditemukan lebih dari satu cara yang tersedia untuk pelaksanaan pemeriksaan post
mortem untuk menentukan sebab kematian dan cara kematian korban agar digunakan
pemeriksaan yang paling tidak invasive yang sesuai dengan keadaan. Tanpa membatasi ayat (2),
conton prosedur yang kurang invasive jika dibandingkan pemeriksaan menyeluruh post mortem
terhadap jasad yang meninggal termasuk (namun tidak terbatas hanya pada) pemeriksaan luar
terhadap jasad, pemeriksaan dengan pencitraan, pengambilan jaringan dan darah. Dengan adanya
ayat 88 dari peraturan forensic NSW tahun 2009 dimungkinkan patolog forensic untuk
melakukan pmCT, pmMRI, 3D surface scan dan pemeriksaan pencitraan post mortem yang
bersifat non invasive lainnya serta pemeriksaan pm yang kurang invasive seperti pm CT angio
and pm biopsy,yang jauh lebih tidak invasive dibandingkan pemeriksaan autopsy. Setelah
melaporkan hasil, ahli forensic dapat menyeimbangkan antara keperluan forensic, hasil dan ijin
keluarga sesuai dengan tindakan di VIC, sebelum dibuat keputusan autopsy jika memang
diperlukan.

Dimata penulis, prinsip forensic dari ACT, NT, QLD, SA, TAS, WA memerlukan
perubahan agar dapat disertakan dan dilaksanakan Virtopsy termasuk 3D surface scan, pmCT,
pmMRI, pm CT angio atau pm biopsy pada fase awal inspeksi dan sebelum keputusan autopsy
diambil oleh forensic. Dikarenakan mereka sama sekali tidak mencontohkan investigasi
kematian dengan 2 tahap seperti VIC, seperti inspeksi atau pemeriksaan awal sebelum keputusan
autopsy diambil ataupun Virtopsy/pm forensic imaging terhadap jasad termasuk pmCT and
pmMRI sepereti yang tersirat dalam keputusan ini.

Dinegara Swiss, atikel 253 ayat 1 SCCP menyediakan 2 tahap untuk investigasi kematian
dan termasuk inspeksi legal sebelum diambil keputusan autopsy diambil oleh jaksa penuntut.
Berdasarkan Swiss legal interpretation rules dan Article 197 SCCP, yang berarti menggunakan
metode pemeriksaan yang kurang invasive, scan permukaan 3D yang tidak invasive, dan juga
pmCT, pmMRI dan alat pencitraan lainnya dapat digunakan selama legalinspection. Disisi lain
penggunaan metode yang kurang invasive pm CT angio dan dan pm biopsy termasuk
pemeriksaan yang lebih invasive jika dibandingkan dengan pemeriksaan invasive yang
diperbolehkan dalam legalinspection,seperti mengambil cairan tubuh seperti darah dan urine.
Untuk tujuan itu, digunakan injeksi, namun diseksi atau penambilan jaringan tidak diperlukan
(dan tidak ada cairan kontras yang disuntikkan keseluruh tubuh). Untuk prosedur yang sangat
kurang invasive ini tentu beberapa perubahan diperlukan. Bergantng pada apa yang dibutuhkan
ahli forensic dan pihak yang berwenang serta pendanaan yang diberikan. Dibandingkan VIC
(dan Australia pada umumnya) fokus kasus investigasi kematian oleh criminal sangat mungkin
mempengaruhi pengenalan terhadap prosedur dengan invasive minimal.
c) Excursus: legal side of clinical forensic imaging
Selain untuk departemen patologi, virtopsy / post mortem forensic imaging kemungkinan akan
memainkan peran penting dalam kedokteran forensik klinis di masa depan. Dokter forensik bisa
menggunakan CT atau MRI yang dibuat oleh dokter yang bertugas di rumah sakit atau dapat
melakukan sendiri CT atau MRI atau scan permukaan secara 3 dimensi (yang mencakup masalah
forensik dengan cara yang lebih baik). Klinisi forensik mendokumentasikan luka korban atau
orang lainnya dengan menggunakan CT atau MRI untuk scanning luka dalam, misalnya pada
kasus kecelakaan lalu lintas (CT untuk cedera tulang; MRI untuk jaringan lunak, luka memar
tulang dan lain-lain); korban tersedak / tercekik (CT untuk cedera tulang laring; MRI untuk lesi
jaringan lunak, perdarahan); luka tembak dan luka tusuk tajam atau tumpul (CT untuk peluru
(partikel2nya), saluran luka, emboli gas, lubang masuk dan keluar luka; MRI untuk saluran luka,
lesi jaringan lunak, cedera intrakranial) atau dalam kasus malpraktik akibat tindakan medis (CT
untuk lesi organ, emboli gas, deteksi benda asing; MRI untuk melihat kondisi otak, hipoksia, lesi
organ), dan pemindaian 3 dimensi dari permukaan tubuh untuk mencocokkan bentuk cedera di
permukaan tubuh [1, 2]. Hasil dari pemindaian CT atau MRI pada tersangka mungkin
menunjukkan semisal semua bahan asing seperti obat dalam tubuh, peluru polisi yang
ditembakan atau identifikasi tersangka atau pemeriksaan luka dalam karena mempertahankan
diri. Sebuah 3D memindai permukaan dapat mencocokkan kaki, tangan atau sepatu, instrumen
seperti tongkat baseball atau senjata lainnya yang sesuai dengan luka korban [1, 2].
Penggunaan MRI dalam kasus pencekikan yang selamat, cocok untuk memperluas penilaian
secara obyektif tentang bahaya2 yang mengancam hidup (terutama jika tanda2 obyektif dan
tanda petekie telah hilang). Perdarahan yang terlihat pada MRI pada leher diyakini dapat
membuktikan adanya kompresi paksa dan kemungkinan yang tinggi terjadi hipoksia serebral dan
situasi yang mengancam hidup korban [2, 3, 13, 14]. Menurut Mahkamah Agung Swiss kasus
pencekikan yang mencancam hidup memenuhi syarat sebagai tindakan penyerangan yang
membahayakan kehidupan, dan pelaku dapat dihukum selama 5 tahun penjara (termasuk
71
hukuman 3 tahun penjara bila tidak pencekikan sekalipun tidak terbukti mengancam hidup).
Setidaknya sudah ada satu keputusan pengadilan yang berdasarkan alat bukti forensik dari hasil
pemindaian MRI72 [3]. Demikian halnya dalam kasus lain, misalnya kasus penembakan atau
kasus penusukan, clinical forensic imaging dapat membuktian adanya luka yang mengancam
nyawa, yang dapat digunakan dalam pengadilan untuk kasus tindak pidana. 73
Literatur tentang clinical forensic imaging sangat jarang, dan literatur dari sisi hukumnya hampir
tidak ada. Dokter forensik perlu mendapatkan persetujuan dari seseorang sebelum melakukan
prosedur medis termasuk prosedur untuk clinical forensic imaging. Hal ini akan menguntungkan
korban maupun tersangka pelaku. Tanpa memperoleh informed consent, dokter dapat digugat
secara perdata atau bahkan pidana hukum (sebagai misalnya tindakan penyerangan) [36]. Di
Negara Swiss, Switzerland Article 10 Sect 2 of the constitution and Article 28 of the Civil Code,
mengatur mengenai pelanggaran privasi dan tindakan terhadap tubuh diluar kasus hukum,
sebagai dasar dari informed consent. Di Negara Australia, informed consent sebagai persoalan
hukum dan diatur berdasarkan aturan hukum.74 Sect 10 of the Charter of Human Rights and
Responsibilities Act 2006 in VIC and Sect 10 of the Human Rights Act 2004 in ACT mengatur
lebih lanjut mengenai informed consent.75 (namun piagam ini tidak untuk melegalkan tindakan
yang dapat melanggar hak asasi manusia, namun untuk menegakkan hak asasi manusia, misalnya
pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh polisi di Komisaris Dinas Kesehatan, Kantor
Advokat Pulic dll). Selanjutnya dengan adanya informed consent baik dari korban maupun
tersangkan pelaku, akan menjadi dasar hukum dalam melakukan prosedur clinical forensic
imaging dalam pemeriksaan kasus tindakan pidana kriminal.76

Di sisi lain, kebanyakan yurisdiksi, setidaknya di dunia berbahasa Inggris dan Jerman, memberi
dasar hukum dalam undang-undang atau kode atau kasus hukum untuk melakukan prosedur
wajib selama proses investigasi kriminal. Oleh karena itu, sangat penting bahwa interpretasi
hukum sesuai dengan aturan dan relevan dengan tindakan [34]. Sebagai dasar hukum untuk
menggunakan clinical forensic imaging pada tersangka tanpa persetujuan dan atas perintah jaksa
negara masing-masing atau perwira polisi senior untuk area tubuh non-intim atau hakim sebagai
berikut:

Di Negara Swiss, Artikel 241, 249, 250 SCCP untuk pemeriksaan wajib permukaan tubuh
termasuk rongga tubuh, mungkin juga termasuk pemindaian permukaan secara 3 dimensi dan
Artikel 241, 251, 252 SCCP untuk pemeriksaan kesehatan wajib mencakup CT dan MRI.
Di Australia peraturan yang sama dalam tindakan proses pidana atau prosedur forensik
memberikan dasar hukum bagi clinical forensic imaging. Dalam kebanyakan negara, clinical
forensic imaging dapat memenuhi syarat -the purposive rule- sebagai teknik pemeriksaan
eksternal pada tersangka (atau jika penafsiran ini terlalu luas mungkin amandemen diperlukan).77
Dalam VIC prosedur wajib diartikan sebagai pengambilan sampel intim atau non-intim atau
pemeriksaan fisik.78 Clinical forensic imaging melalui CT, MRI atau pemindaian permukaan
tubuh secara 3D adalah seperti pemeriksaan fisik, setidaknya seperti foto yang dilihat sebagai
pemeriksaan fisik [37]. Oleh karena itu, di VIC, clinical forensic imaging dapat diminta oleh
seorang perwira polisi senior (sersan atau diatasnya) untuk bagian tubuh non-intim, atau
permintaan dari hakim oleh perintah pengadilan untuk seluruh tubuh dari tersangka pelaku.
Article 251 Sect 4 SCCP bahkan memberikan dasar hukum untuk melakukan pemeriksaan
kesehatan wajib tanpa informed consent pada korban dan orang-orang lain yang terlibat, jika
tidak menyebabkan rasa sakit tertentu atau mengancam kesehatan dan jika diperlukan untuk
memecahkan tindak pidana misalnya serangan serius, pemerkosaan, perampokan dan sebagainya
80
[19-21, 30, 31]. Di negara bagian dan teritori Australia tidak adanya pemeriksaan kesehatan
termasuk clinical forensic imaging, diperbolehkan, kecuali informed consent yang diberikan
ditarik [37]. Dalam kasus tersebut polisi dapat mengajukan permohonan untuk perintah
pengadilan [37]. Selanjutnya, The Criminal Investigation Act 2006 WA under Sect 83 f, 89
memungkinkan seorang polisi untuk mengajukan surat perintah prosedur forensik pada
pengadilan untuk orang-orang yang terlibat.81 Kesimpulannya clinical forensic imaging dengan
CT, MRI atau scanning permukaan tubuh 3 dimensi atau metode pencitraan non-invasif lainnya
dapat dilakukan baik dengan persetujuan orang atau memenuhi syarat sebagai pemeriksaan luar
atau prosedur wajib tanpa persetujuan pada tersangka, tetapi biasanya tidak pada pemeriksaan
korban.

e) Virtopsy/forensic imaging and evidence law: an approach


Virtopsy / pencitraan forensik sebagai bukti hukum, dalam persidangan tindak pidana,
melibatkan beberapa pertanyaan penting seperti:

1. Kualifikasi gambar sebagai jenis bukti, misalnya sebagai "bukti dokumentasi" di bawah The
Uniform Evidence Law in Australia83 [38]. Di bawah Australian Uniform Evidence Law in the
Commonwealth (and ACT), NSW dan VIC (and in a lesser extent in TAS and Norfolk Island)
memberikan definisi yang luas dari dokumen, yang berarti setiap catatan informasi dan
termasuk:
(a) apa saja yang tertulis; atau
(b) apa saja yang terdapat tanda, angka, simbol atau perforasi yang memiliki makna bagi
orang memenuhi syarat untuk menafsirkannya; atau
(c) apa saja yang terdengar, gambar atau tulisan dapat direproduksi dengan atau tanpa
bantuan apa pun; atau
(d) peta, gambar rencana atau hasil foto 84 [38]

Atau di Swiss sebagai "Beweisgegenstand" ("barang bukti") atau "Augenscheinsgegenstand"


("objek pemeriksaan pengadilan") menurut Pasal 192, 193 KUHAP Negara Swiss"[19-21].
Atau di bawah Peraturan 1001 dari Peraturan mengenai Alat Bukti dari Pemerintah Federal
Amerika sebagai "tulisan dan rekaman atau foto", yang peraturannya diadopsi oleh sebagian
besar dari 50 negara bagian, misalnya di bawah the Florida Statutes 90.951 definisi (1)
"Tulisan" dan "rekaman" termasuk didalamnya adalah huruf, kata, atau angka, atau setara, dibuat
oleh tulisan tangan, ketikan, cetak, photostating, fotografi, impuls magnetik, rekaman mekanik
atau elektronik, atau bentuk lain dari kompilasi data, diatas kertas, kayu, batu, rekaman tape, atau
bahan lainnya. (2) "Foto" termasuk fotografi, film X-ray, kaset video, dan gambar bergerak.85

2. Dalam presentasi di pengadilan, yang berarti bahwa gambar harus diakui sebagai "folder
gambar" yang termasuk dalam laporan. Namun, pemaparannya perlu penjelasan lebih lanjut oleh
kesaksian ahli [39]. Seorang ahli virtopsy / pencitraan forensik harus ahli dalam bidang radiologi
forensik atau necroradiologist, yaitu baik seorang ahli radiologi klinis setelah memperoleh
pendidikan forensik tambahan atau ahli patologi forensik setelah mendapat pelatihan dalam
membaca virtopsy / pmCT / pmMRI karena radiologi klinis dan radiologi forensik tidak sama
[3]. Dalam konteks ini, perlu untuk menganalisis aturan tentang alat bukti tingkat lanjut yang
relevan [39]. Misalnya, di Swiss aturan tentang bukti ahli dalam persidangan pidana diatur
dalam The Swiss Code of Criminal Procedure (SCCP), Articles 182 f. Pengadilan pidana di
Swiss yang inkuisitorial, yaitu bahwa pengadilan secara aktif terlibat dalam menyelidiki fakta-
fakta kasus (Article 6 SCCP: inquisitorial principle: Penal authorities (State prosecutors and
criminal courts) harus dapat jelas semua untuk jaksa penuntut dan orang yang dituduh sebagai
fakta yang diperlukan dari kasus ex-officio86) [19-21]. Kejaksaan dan pengadilan pidana
(pengadilan dan pada tingkat banding di setiap tingkat kewilayahan (pengadilan tinggi,
pengadilan negri, dan tingkat Mahkamah Agung) memanggil satu atau beberapa ahli, jika
mereka tidak dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai, yang diperlukan
untuk menjelaskan temuan atau penilaian dari fakta-fakta dari kasus (Pasal 182 SCCP) [19-21,
30, 31]. Ahli tersebut harus memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus di bidang keahlian
yang bersangkutan. Mereka harus memberikan penjelasan yang terbaik berdasarkan keahlian dan
pengetahuan dan hati nurani mereka dan menurut aturan ilmiah, keterampilan atau profesi [19-
21, 30, 31]. Saksi ahli adalah semacam "asisten" dari jaksa dan pengadilan pidana di Acara
Pidana Swiss [19-21, 30, 31]. Pengetahuan yang dipelajari oleh jaksa atau hakim tidak dapat
menggantikan pengetahuan khusus atau keterampilan khusus dari saksi ahli [19-21, 30, 31]. Ahli
harus benar-benar memihak pada hukum, independen, seperti juga hakim atau jaksa (Pasal 56
SCCP). Itulah perbedaannya dengan pengadilan di Australia atau Amerika Serikat, di mana
sidang pidana adalah adversarial, yaitu pengadilan tidak menyelidiki, tapi semacam wasit antara
jaksa/penuntut dengan pihak yang dituntut. Oleh karena itu, hanya kedua belah pihak yang dapat
memberi mandat ahli. Di Swiss ahli forensik independen dan imparsial, sebagian besar dari
lembaga forensik, dan diminta oleh jaksa atau pengadilan untuk memberikan keterangan ahli,
yang dapat mencakup virtopsy / pencitraan forensik. Terdakwa atau pengacaranya dapat
memberi mandat ahli, misalnya seorang ahli radiologi forensik untuk virtopsy / pencitraan
forensik, atas nama dan pendanaan mereka. Tidak ada aturan mengenai saksi ahli pribadi dapat
ditemukan dalam KUHAP Negara Swiss dan pengadilan harus mengambil tanggung jawab
pembayaran sebagai klaim dari terdakwa, tapi biasanya gratis [19-21, 30, 31].

Dalam hukum terdapat 5 aturan umum mengenai saksi ahli yaitu aturan tentang keahlian, aturan
tentang cakupan keahlian, aturan tentang pengetahuan umum, aturan dasar-dasar keahlian dan
aturan utama masalah hukum [39]. Di Australia, aturan ini berlaku di NT, QLD, SA dan WA
pengadilan pidana terutama jika ada juri (di Swiss tidak ada juri dalam pengadilan sampai saat
ini). Di negara bagian Australia lainnya dan wilayah, termasuk Persemakmuran dan ACT, NSW,
VIC, untuk tingkat yang lebih rendah di TAS dan Norfolk Kepulauan, masalah aturan utama dan
aturan pengetahuan umum telah dihapuskan di bawah The Uniform Evidence Law (e.g. Sect 80
Evidence Act 2008 VIC) [38, 39]. Kesaksian oleh ahli patologi forensik atau radiologi tentang
virtopsi / pmCT / pmMRI dll, gambar yang diberikan harus memenuhi keahlian, daerah
kekuasaan keahlian dan aturan dasar dan mengesampingkan opini, bawah Sect 79 of the
Evidence Act 1995 Cth, Evidence Act 1995 NSW or Evidence Act 2008 VIC [38, 39]: Jika
seseorang telah memperoleh pengetahuan khusus berdasarkan pelatihan, studi atau pengalaman,
opini pribadi tidak berlaku sebagai alat bukti, jadi seluruhnya atau secara substansial berdasarkan
pengetahuan [38 39].

The US Federal Rules of Evidence in Rule 702 f (yang diadopsi di kebanyakan negara)
memenuhi syarat ahli sebagai berikut: 'Jika ilmuwan, teknisi, atau orang dengan pengetahuan
khusus yang akan menjelaskan bukti di pengadilan untuk memahami bukti atau untuk
menemukan fakta pada masalah, saksi memenuhi syarat sebagai ahli oleh pengetahuan,
keterampilan, pengalaman, pelatihan, atau pendidikan, dapat bersaksi dalamnya dalam bentuk
pendapat atau sebaliknya, jika (1) kesaksian didasarkan pada fakta-fakta yang cukup atau data,
(2) kesaksian adalah produk dari prinsip-prinsip yang handal dan metode ilmiah, dan (3) saksi
telah menerapkan prinsip-prinsip dan metode yang diakui pada fakta dari kasus.87

3. Bukti yang diterima di pengadilan pidana di bawah standar pembuktian tanpa diragukan.
Pada dasarnya, virtopsy atau CT atau MRI dll, gambar yang ditampilkan memenuhi syarat
sebagai bukti (atau 'objek pemeriksaan pengadilan' di Swiss) dapat ditampilkan di pengadilan
dan disajikan di bawah aturan ahli yang relevan selama kesaksian ahli di pengadilan, jika mereka
relevan untuk membuktikan fakta-fakta kasus dan tidak jatuh di bawah aturan eksklusif tertentu.
Berdasarkan aturan ini harus juga dibahas bahwa gambar 3D yang meyakinkan bisa memberikan
the discretionary exclusion yang berarti bahwa pengadilan pidana harus menolak virtopsy /
pmCT, pmMRI dll, jika gambar tersebut memberikan penilaian pembuktian yang berlebihan dan
dapat memberikan ketidakadilan untuk terdakwa [39 ]. Pada pandangan pertama, gambar 3D
tidak boleh dikeluarkan, karena sangat mungkin akan memberikan nilai pembuktian yang
berlebihan dan dapat memberikan prasangka yang tidak adil dan harus juga dipertimbangkan
bahwa TKP atau "darah" pada foto otopsi mungkin akan mempengaruhi juri atau pengadilan
bahkan lebih bahaya dari prasangka tidak adil dari gambar 3D yang tepat dan yang dilaporan.
Bagaimanapun juga bukti yang relevan dan kelengkapan yang dapat diterima tergantung pada:
- Keadaan setiap kasus,
- Pada yurisdiksi,
- Pada jenis sidang pengadilan: misalnya pengadilan pidana inkuisitorial di Swiss yang
memasukan prinsip pertimbangan bebas terhadap barang bukti dan standar bukti berdasarkan
ilmiah dan pengalaman" [19-21, 30, 31], atau pemeriksaan jenazah inkuisitorial di Australia
tidak terikat pada aturan bukti dan di bawah standar pembuktian berdasarkan keseimbangan
probabilitas pada the sliding Briginshaw scale 88 [26], atau adversarial criminal trials di hukum
umum negara-negara seperti Australia di bawah standar pembuktian tanpa diragukan atau
pengadilan sipil di bawah standar pembuktian pada probabilitas keseimbangan di Australia,
pertimbangan bebas dari bukti di bawah The Swiss Code of Civil Procedure,
- Dalam pengadilan pidana apakah terdakwa dikenakan pasal untuk pembunuhan (misalnya
pembunuhan yang disengaja, pembunuhan yang tidak disengaja) atau serangan yang
menyebabkan cedera,
- Apakah virtopsy, pmCT, pmMRI dll, gambar digunakan sebagai tambahan untuk hasil otopsi
dalam penyelidikan sebab kematian atau laporan virtopsy non/minimal invasif tanpa otopsi,
namun hasil toksikologi dan histologi telah disediakan, dan faktor-faktor lainnya.

Secara umum, CT atau MRI atau 3D surface scan images digunakan sebagai bukti forensik klinis
yang mungkin diterima di pengadilan pidana (dan perdata) karena CT dan MRI telah digunakan
sebagai pemeriksaan medis sejak beberapa dekade belakangan ini. Tentu saja, untuk setiap
kasus, hasil gambar CT atau MRI hanya sebagian dari bukti forensik klinis yang termasuk dalam
pemeriksaan lainnya seperti pemeriksaan luar atau toksikologi, laporan polisi, laporan lainnya
dll. Bukti ahli forensik berdasarkan virtopsy / pm pencitraan forensik dan pemeriksaan otopsi
dan lainnya seperti histologi, toksikologi tampaknya diterima dan mungkin memberikan nilai
pembuktian yang tinggi tergantung pada keadaan dari kasus, di pemeriksaan jenazah, pengadilan
sipil dan persidangan pidana tanpa diragukan di negara hukum umum atau sesuai state of
science and experience in Article 139 SCCP. Namun penerimaan terhadap hasil virtopsy/pm
forensic imaging yang diterima sebagai bukti yang lengkap dan relevan dalam pemeriksaan
jenazah (atau pengadilan sipil) atau bahkan pada dugaan kasus pembunuhan dalam sidang pidana
tanpa bukti tambahan oleh hasil otopsi tergantung pada keadaan kasusnya. Sebagai contoh, bukti
virtopsy/pm forensic imaging tanpa hasil otopsi (toksikologi, histologi dll) mungkin dapat lebih
diterima oleh pengadilan bila kasus kematian akibat trauma pada kecelakaan lalu lintas daripada
kasus forensik yang kompleks, misalnya kematian yang disebabkan oleh lusin luka tusuk.
Selanjutnya, standar atau prinsip-prinsip seperti the state of science and experience (Article 139
SCCP) atau 'uji empiris, penelaahan rekan sejawat dan publikasi, menunjukkan potensi tingkat
kesalahan yang diketahui secara umum dan diterima oleh komunitas ilmiah yang relevan
89
(Daubert Standard) harus puas dengan hasil yang diberikan jika seorang ahli forensik
memberikan bukti berdasarkan virtopsy/pm forensic imaging dan pemeriksaan lainnya tapi tanpa
hasil otopsi. Pada akhirnya, hakimlah sebagai gatekeeper dan pengambil keputusan apakah
bukti ahli berdasarkan virtopsy/pm forensic imaging (tanpa hasil otopsi) relevan untuk kasus
tersebut dan dapat diterima berdasarkan peraturan bukti ahli yang relevan dan standar bukti.
Yang mungkin jarang terjadi pada pemeriksaan jenazah di Australia, di mana petugas koroner
tidak terikat pada aturan bukti ahli tersebut dan standar pembuktian pada keseimbangan
probabilitas, serta dalam pengadilan sipil, dan bahkan mungkin lebih dalam pengadilan pidana
inkuisitorial Swiss, pengadilan dengan pertimbangan bebas dari bukti (dan bukti kadang-kadang
ahli diperintahkan oleh pengadilan itu sendiri) dibandingkan dengan persidangan pidana
adversarial di bawah standar pembuktian tanpa keraguan (di sebagian besar negara hukum).

4. Kesimpulan:
Virtopsy/pm forensic imaging dengan segala kelebihannya dapat digunakan dalam penyelidikan
kematian modern, sebagai tambahan untuk pemeriksaan tradisional seperti otopsi serta triase
untuk keputusan otopsi selama pemeriksaan atau pemeriksaan pendahuluan. Tidak ada
penolakan atau hambatan terhadap virtopsy/pm forensic imaging sebagai pemeriksaan otopsi atau
postmortem atau pemeriksaan/investigasi/pengujian/sebagai studi dll. Ada pula alasan yang
berbeda seperti untuk menjamin keamanan hukum (pembunuhan yang tersamar dan malpraktik
medis), untuk memenuhi keprihatinan agama atau budaya mengenai otopsi, untuk memfasilitasi
keputusan otopsi karena lebih luas dan kedalaman informasi pada tahap penyelidikan awal dan
lebih tinggi penerimaan oleh keluarga terdekat karena non/invasi minimal, menjadi nilai tambah
dari virtopsy/pm forensic imaging selama pemeriksaan (pemeriksaan luar) atau pemeriksaan awal
dan sebelum keputusan otopsi. Misalnya virtopsy/pm forensic imaging tersebut dapat
menghindari banyak otopsi. Swiss, Victorian dan undang-undang NSW (dan mirip 'sistem 2
langkah investigasi kematian' di seluruh dunia) memberikan dasar hukum bagi non-invasif
virtopsy/pm forensic imaging, misalnya pmCT, pmMRI selama inspeksi/pemeriksaan luar.
Namun demikian, kecuali The Coroners Act in NSW kebanyakan regulasi tentang inspeksi
(pemeriksaan eksternal) termasuk 'pemeriksaan pendahuluan' di bawah The Coroners Act 2008
VIC or the legalinspection under the Swiss Code of Criminal Procedure perlu perubahan
regulasi yang mencakup penggunaan minimally-prosedur invasif termasuk pm CT angio dan pm
biopsi. Kegunaan virtopsy/pm forensic imaging harus menjadi pertimbang untuk amandemen
undang-undang saat ini, misalnya di negara bagian dan teritori Australia kecuali VIC dan NSW.
Sebuah peraturan untuk pemeriksaan inspeksi termasuk virtopsy / pm pencitraan forensik
mungkin dapat mencontoh dari the preliminary examinations in the Coroners Act 2008 VIC,
Sect 88, 89 of the Coroners Act 2009 NSW, the Swiss Virtopsy-project dan bagus untuk diikuti :

(1) Dalam laporan penyebab kematian dari pihak yang berwenang (Coroner / Jaksa / Polisi /
Pemeriksa Medis) harus mendapat izin dari lembaga forensik atau dokter forensik yang
memenuhi syarat atau ahli patologi untuk melakukan pemeriksaan untuk mencari sebab
kematian, cara atau keadaan kematian dan identitas jenazah, sebelum ia memutuskan, apakah
otopsi harus dilakukan untuk tujuan yang sama atau tidak.

(2) Sebuah pemeriksaan tubuh termasuk (namun tidak terbatas pada):


1. pemeriksaan luar tubuh termasuk rongga tubuh dan pemeriksaan gigi.
2. pencitraan tubuh (virtopsy) termasuk CT-scan, MRI-scan, x-ray, fotografi, fotogrametri,
surface scan, USG.
3. pengumpulan informasi, termasuk informasi pribadi dan kesehatan, polisi dan laporan medis.
4. pengambilan sampel dari permukaan tubuh dan cairan tubuh termasuk darah, urin, air liur dan
lendir dari tubuh dan pengujian sampel tersebut
5. prosedur invasif minimal lainnya, yang kurang invasif dari otopsi parsial atau penuh, termasuk
biopsi jarum halus dan angiografi
Selain itu, prosedur forensik dapat berfungsi sebagai dasar hukum untuk pencitraan forensik
klinis, misalnya CT atau MRI, sebagai prosedur wajib tanpa persetujuan dari tersangka. Pada
dasarnya, virtopsy atau CT atau MRI dll gambar dapat digunakan sebagai bukti dan diterima di
pengadilan. Penilaian saksi ahli dalam persidangan perlu mengikuti aturan mengenai saksi ahli.
Untuk melengkapi hasil otopsi dalam kasus kematian dan secara umum pada orang yang hidup,
virtopsy/pm forensic imaging dapat diterima di ruang pengadilan sebagai alat bukti. Virtopsy/pm
forensic imaging dapat pula disertai dengan hasil pemeriksaan toksikologi dan histologi tetapi
tanpa hasil otopsi bisa virtopsy/pm forensic imaging dapat berfungsi sebagai bukti yang relevan
dan diterima dalam kasus2 tertentu. Hakim sebagai gatekeeper harus mempertimbangkan
kelengkapan, relevansi bukti, aturan eksklusif, misalnya aturan pendapat dan standar yang
relevan (bukti) yang tergantung pada yurisdiksi dan jenis pengadilannya. Pada akhirnya,
pembaca tidak boleh lupa bahwa temuan otopsi penuh invasif maupun oleh virtopsy/pm forensic
imaging dilihat sebagai bagian dari keseluruhan proses terhadap semua bukti yang tersedia dan
dapat diterima (misalnya saksi, video , dokumen, hasil pemeriksaan laboratorium kejahatan
'seperti balistik senjata atau noda darah dll).

You might also like