Professional Documents
Culture Documents
Nyeri ringan : sakit gigi, sakit kepala, nyeri otot, nyeri haid. Dapat iatasi dengan
asetosal, parasetamol bahkan placebo.
Nyeri sedang : sakit punggung, migrain, rheumatik. Memerlukan analgetik perifer kuat.
Nyeri hebat : kolik/kejang usus, kolik batu empedu, kolik batu ginjal, kanker. Harus
diatasi dengan analgetik sentral (Katzung, 1998).
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala, yang fungsinya adalah
melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan di
dalam tubuh, seperti peradangan (rematik, encok), infeksi-infeksi kuman atau kejang-
kejang otot. Penyebab rasa nyeri adalah rangsangan-rangsangan mekanis, fisik, atau
kimiawi yang dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan melepaskan
zat-zat tertentu yang disebut mediator-mediator nyeri yang letaknya pada ujung-ujung
saraf bebas di kulit, selaput lendir,atau jaringan-jaringan (organ-organ) lain. Dari
tempat ini rangsangan dialirkan melalui saraf-saraf sensoris ke Sistem Saraf Pusat
(SSP) melalui sumsum tulang belakang ke thalamus dan kemudian ke pusat nyeri di
dalam otak besar, dimana rangsangan dirasakan sebagai nyeri. Mediator-mediator nyeri
yang terpenting adalah histamine, serotonin, plasmakinin-plasmakinin, dan
prostaglandin-prostagladin, sertaion-ion kalium (Mutschler, 1991).
Terkadang, nyeri dapat berarti perasaan emosional yang tidak nyaman dan berkaitan dengan
ancaman seperti kerusakan pada jaringan karena pada dasarnya rasa nyeri merupakan
suatu gejala, serta isyarat bahaya tentang adanya gangguan pada tubuh umumnya dan
jaringan khususnya. Meskipun terbilang ampuh, jenis obat ini umumnya dapat
menimbulkan ketergantungan pada pemakai. Untuk mengurangi atau meredakan rasa
sakit atau nyeri tersebut maka banyak digunakan obat-obat analgetik (seperti
parasetamol, asam mefenamat dan antalgin) yang bekerja dengan memblokir pelepasan
mediator nyeri sehingga reseptor nyeri tidak menerima rangsang nyeri (Green, 2009).
Analgetik adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit atau
nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Kesadaran akan perasaan sakit terdiri dari dua
proses, yakni penerimaan rangsangan sakit di bagian otak besar dan reaksi-reaksi
emosional dan individu terhadap perangsang ini (Anief, 2000).
Analgetika pada umumnya diartikan sebagai suatu obat yang efektif untuk menghilangkan
sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi dan nyeri lain misalnya nyeri pasca bedah dan pasca
bersalin, dismenore (nyeri haid) dan lain-lain sampai pada nyeri hebat yang sulit
dikendalikan. Hampir semua analgetika memiliki efek antipiretik dan efek anti
inflamasi (Katzung, 1998).
Terdapat perbedaan mencolok antara analgetika dengan anastetika umum yaitu meskipun
sama-sama berfungsi sebagai zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri
namun, analgetika bekerja tanpa menghilangkan kesadaraan. Nyeri sendiri terjadi
akibat rangsangan mekanis, kimiawi, atau fisis yang memicu pelepasan mediator nyeri.
Intensitas rangsangan terendah saat seseorang merasakan nyeri dinamakan ambang
nyeri (Tjay dan Rahardja, 2007).
Berdasarkan potensi kerja, mekanisme kerja dan efek samping, analgetika di bedakan
menjadi 2 kelompok, yaitu :
1. Analgetika yang bersifat kuat, bekerja pada pusat (hipoanalgetika kelompok opiat)
2. Analgetika yang berkhasiat lemah (sampai sedang), bekerja terutama pada perifer
dengan sifat antipiretika dan kebanyakan juga mempunyai sifat antiinflamasi dan
antireumatik (Tjay dan Rahardja, 2007).
Berdasarkan atas kerja farmakologisnya, analgetika dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu :
Analgetika narkotika bekerja di SSP, memiliki daya penghalang nyeri yang hebat sekali.
Dalam dosis besar dapat bersfat depresan umum (mengurangi kesadaran), mempunyai
efek samping menimbulkan rasa nyaman(euphoria). Hampir semua perasaan tidak
nyaman dapat dihilangkan oleh analgesik narkotik kecuali sensasi kulit.
Harus hati-hati menggunakan analgesik ini karena mempunyai resiko besar terhadap
ketergantungan obat (adiksi) dan kecenderungan penyalahgunaan obat. Obat ini hanya
dibenarkan untuk penggunaan insidentil pada nyeri hebat (trauma hebat, patah tulang,
nyeri infark jantung, kolik batu empedu/batu ginjal.
Obat golongan ini hanya dibenarkan untuk penggunaan insidentil pada nyeri hebat (trauma
hebat, patah tulang, nyeri infark jantung, kolik batu empedu/batu ginjal. Tanpa indikasi
kuat, tidak dibenarkan penggunaanya secara kronik, disamping untuk mengatasi nyeri
hebat, penggunaan narkotik diindikasikan pada kanker stadium lanjut karena dapat
meringankan penderitaan. Fentanil dan alfentanil umumnya digunakan sebagai
premedikasi dalam pembedahan karena dapat memperkuat anastesi umum sehingga
mengurangi timbulnya kesadaran selama anastesi.
Disebut juga analgesik perifer karena tidak mempengaruhi susunan saraf pusat. Semua
analgesik perifer memiliki khasiat sebagai anti piretik yaitu menurunkan suhu badan
pada saat demam. `
Antiradang sama kuatnya dengan analgesik digunakan sebagai anti nyeri atau rematik.
a) Golongan salisilat
menurunkan demam.
2. Asam mefenamat
Sebagai analgetik, obat ini adalah satu-satunya yang mempunyai kerja yang baik pada pusat
sakit dan saraf perifer. Asam mefenamat cepat diserapdan konsentrasi puncak dalam
darah dicapai dalam 2 jam setelah pemberian, dan diekskresikan melalui urin. Indikasi:
untuk mengatasi rasa sakit dan nyeri yang ditimbulkan dari rematik akutdan kronis,luka
pada jaringan lunak, pegal pada otot dansendi,dismonore, sakit kepala, sakit gigi,
setelah operasi dll.
3. Parasetamol
Diserap dengan cepat dan tanpa menimbulkan iritasi disaluran pencernaan, methemoglobin,
atau konstipasi.
Indikasi :Menghilangkan demam dan rasa nyeri pada otot/sendi
yang menyertai influenza, vaksinasi dan akibat infelsi lain, sakit kepala,
sakitgigi, dismonere, artritis, dan rematik.
4. Tramadol
Tramadol adalah analog kodein sintetik yang meruapakan agonis reseptor yang
lemah.Sebagian dari efek analgetiknya ditimbulkan oleh inhibisi ambilan norepinefrin
dan serotonin.Tramadol sama efektif dengan morfin atau mepedrin untuk nyeri ringan
sampai sedang, tetapi untuk nyeri berat atau kronik lebih lemah. Untuk nyeri persalinan
tramadol sama efektif dengan mepedrin dan kurang menyebabkan depresi pernapasan
pada neonates.
Bioavailabilitas tramadol setelah dosis tunggal secara oral 68% dan 100% bila digunakan
secara IM. Afinitas terhadap reseptor hanya 1/6000 morfin, akan tetapi metabolit
utama hasil demetilasi 2-4 kali lebih poten dari obat induk dan berperan untuk
menimbulkan efek analgetiknya. Preparat tramadol merupakan campuran rasemik, yang
lebih efektif dari masing-masing enansiomernya.Enansiomer (+) berikatan dengan
reseptor dan menghambat ambilan serotonin.Enansiomer (-) menghambat ambilan
norepinefrin dan merangsang reseptor 2- adrenergik. Tramadol mengalami metabolism
di hati dan eksresi oleh ginjal,dengan masa paruh eliminasi 6 jam untuk tramadol dan
7,5 jam untuk metabolit aktifnya. Analgesia timbul dalam 1 jam stetelah penggunaaan
secara oral, dan mencapai puncak selama 2-3 jam.Lama analgesia selama sekitar 6
jam.Dosis maksimum per hari yang dianjurkan adalah 400 mg.
Efek samping yang umum terjadi adalah mual, muntah, pusing, sedasi, mulut kering, dan
sakit kepala.Depresi pernapasan nampaknya kurang dibandingkan dengan dosis
ekuianalgetik morfin, dan derajat konstipasinya kurang daripada dosis ekuivalen
kodein.Tramadol dapat meyebabkan konvulsi atau kambuhnya serangan konvulsi.
Depresi napas akibat tramadol dapat diatasi oleh nalokson akan tetapi penggunaan
nalokson meningkatkan risiko konvulsi. Analgesia yang ditimbulkan oleh tramadol
tidak dipengaruhi oleh nalokson.
Penggunaan Analgetik
Obat-obat ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa memengaruhi SSP
atau menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan ketagihan. Kebanyakan zat ini
juga berdaya antipiretis dan/atau antiradang. Oleh karena itu tidak hanya digunakan
sebagai obat anti nyeri, melainkan juga pada demam (infeksi virus/kuman, selesma,
pilek) dan peradangan seperti rema dan encok. Obat-obat ini banyak diberikan untuk
nyeri ringan sampai sedang, yang penyebabnya beraneka ragam, misalnya nyeri kepala,
gigi, otot atau sendi (rema, encok), perut, nyeri haid, nyeri akibat benturan atau
kecelakaan (trauma). Untuk kedua nyeri terakhir, NSAID lebih layak.
Kombinasi dari dua atau lebih analgetika sering kali digunakan, karena terjadi efek
potensiasi. Lagi pula efek sampingnya yang masing-masing terletak di bidang yang
berlainan, dapat berkurang, karena dosis dari masing-masing komponennya dapat
diturunkan. Kombinasi analgetika dengan kofein dan kodein sering kali digunakan,
khususnya dalam sediaan dengan parasetamol dan asetosal (Tjay dan Rahardja, 2007)
Yang paling umum adalah gangguan lambung-usus (b,c,e), kerusakan darah (a,b,d dan e),
kerusakan hati dan ginjal (a,c) dan juga reaksi alergi kulit. Efek-efek samping ini
terutama terjadi pada penggunaan lama atau dalam dosis tinggi. Oleh karena itu
penggunaan analgetika secara kontinu tidak dianjurkan (Tjay dan Rahardja, 2007).
Interaksi Analgetika
Hanya parasetamol yang dianggap aman bagi wanita hamil dan menyusui, meskipun dapat
mencapai air susu. Asetosal dan salisilat, NSAIDs dan metamizol dapat mengganggu
perkrmbangan janin, sehingga sebaiknya dihindari. Dari aminofenazon dan
propifenazon belum terdapat cukup data (Tjay dan Rahardja, 2007).
AINS atau NSAIDS sendiri merupakan suatu kelompok obat yang heterogen. AINS sering
di sebut juga sebagai obat-obat mirip aspirin (aspirin, like drug).
1. AINS dengan waktu paruhnya pendek ( 3 5 jam ), yaitu aspirin, asam flufenamat, asam
meklofenamat, asam mefenamat, asam niflumat, asam tiaprofenamat, diklofenak,
indometasin, karprofen, ibuprofen, dan ketoprofen.
2. AINS dengan waktu paruh sedang ( 5 9 jam ) yaitu fenbufen dan piroprofen.
3. AINS dengan waktu paruh tengah ( kira kira 12 jam ) yaitu diflunisal dan naproksen.
4. AINS dengan waktu paruh panjang ( 24 45 jam ), yaitu piroksikam dan tenoksikam.
5. AINS dengan waktu paruh sangat panjang ( > 60 jam ), yaitu fenilbutason dan
oksifenbutazon (Wilmana, F.P, 2007).
Derivat Asam Salisilat : Aspirin, natrium salisilat, diflunisal, cholin magnesium trialisilat,
olsatlazine.
Mekanisme kerja
AINS memiliki beberapa efek yaotu analgesik, antipiretik dan anti inflamasi.
o Efek analgesik
Sebagai analgesik, AINS hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah
sampai sedang, misalnya sakit kepala, mialgia, atralgia, dismenora dan juga terhadap
nyeri yang berkaitan dengan inflamsi atau kerusakan jaringan. Untuk menimbulkan
efek analgetik, AINS bekerja pada hipotalamus, menghambat pembentukan
prostaglandin di tempat terjadinya radang dan mencegah sensitasi reseptor rasa sakit
terhadap rangsangan mekanik atau kimia.
o Efek antipiretik
Sebagai antipiretik, AINS akan menurunkan suhu badan hanya dalam keadaan
demam. Penurunan suhu badan berhubungan dengan peningkatan pengeluaran panas
karena peleberan pembuluh darah superfisial. Demam yang menyertai infeksi di anggap
timbul akibat dua mekanisme kerja, yaitu pembentukan prostaglandin di dalam susunan
syaraf pusat sebagai respon terhadap bakteri pirogen dan adanya efek interleukin -1
pada hipotalamus.
AINS hanya mengurangi gejala nyeri dari inflamsi yang berkaitan dengan
penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau mencegah
kerusakan jaringan pada kelainan muskulos keletal.
Efek samping
Selain menimbulkan efek terapi yang sama, AINS juga memiliki efek samping
yang serupa. Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung
atau tukak peptik yang kadang-kadang di sertai amnesia sekunder akibat pendarahan
saluran cerna. AINS menimbulkan iritasi yang bersifat lokal yang mengakibatkan
terjadinya difusi kembali asam lambung ke dalam mukosa dan menyebabkan kerusakan
jaringan. Selain itu, AINS juga menghambat sintesa prostaglandin yang merupakan
salah satu aspek pertahanan mukosa lambung di samping mukus, bikarbonat, resistensi
mukosa dan aliran darah mukosa. Dengan terhambatnya pembentukan prostaglandin
maka akan terjadi gangguan basier mukosa lambung, berkurangnya sekresi mukus dan
bikarbonat, berkurangnya aliran darah mukosa, dan terhambatnya proses regenerasi
epitel mukosa lambung sehingga tukak lambung mudah terjadi (Wilmana, F.P, 2007).
A. Bahan
Larutan Stok
1. Larutan Tragakan 0,5 % dalam air
x3
Cara kerja : Diukur air sebanyak 200 mL, dimasukkan dalam beaker glass. Ditimbang
tragakan sebanyak 1,5 g kemudian ditaburkan diatas air dalam beaker glass.
Dipanaskan diatas lampu Bunsen, hingga tragakan homogen. Kemudian ditambahkan
sisa air 100 mL diaduk ad homogen.
= = x = 41,6 mL 42 mL
Cara kerja: Diambil 1 tablet Asam Mefenamat digerus ada halus, dimasukkan kedalam
beaker glass. Ditambahkan larutan tragakan 0,5% sebanyak 42 mL, diaduk ad
homogen.
= = x = 41,6 mL 42 mL
Cara kerja: Diambil 1 tablet Paracetamol digerus ada halus, dimasukkan kedalam beaker
glass. Ditambahkan larutan tragakan 0,5% sebanyak 42 mL, diaduk ad homogen.
= = x = 16,6 mL 17 mL
Cara kerja: Diambil 4 tablet Tramadol digerus ada halus, dimasukkan kedalam beaker glass.
Ditambahkan larutan tragakan 0,5% sebanyak 17 mL diaduk ad homogen.
Asam Asetat 0,5 g dilarutkan dalam aqua pro injection ad 100 mL.
B. Alat
- Timbangan
- Sonde / Kanulla
- Sarung tangan
- Stop watch
- Wadah pengamatan.
C. Hewan Uji
Mencit
D. Cara Kerja
4. Kelompok kontrol diberi larutan tragakan 0,5% melalui oral dengan volume 0,2 ml/20
gram BB.
5. Kelompok asam mefenamat diberi suspensi asam mefenamat 150 mg/kg BB dalam
tragakan 0,5% melalui oral.
6. Kelompok parasetamol diberi suspensi parasetamol 150 mg/kg BB dalam tragakan 0,5%
melalui oral.
7. Kelompok tramadol diberi suspensi tramadol 150 mg/kg BB dalam tragakan 0,5%
melalui oral.
8. 30 menit kemudian seluruh kelompok hewan yang telah mendapat perlakuan disuntik
dengan larutan steril asam asetat 0,5% v/v secara intra peritoneal dengan dosis 75
mh/kg BB.
9. Beberapa menit kemudian mencit akan menggeliat, dihitung 1 (satu) geliat apabila
mencit menemprlkan perutnya ke lantai dan kaki ditarik ke belakang.
Jumlah Geliat
Asam
Kelompok Parasetamol Mefenam Tramadol Kontrol
at
Kelompok 1 71 111 100 102
Kelompok 2 27 9 39 138
Kelompok 3 5 8 13 136
Kelompok 4 46 43 3 135
Rata-rata 37,25 42,75 38,75 127,75
V. PEMBAHASAN
Dalam praktikum ini, praktikan menguji sediaan yang berkhasiat sebagai analgetika atau
antinyeri. Adapun beberapa sediaan yang diuji adalah, asam mefenamat, parasetamol
dan tramadol. Tiap sediaan ini disuspensikan dengan larutan tragakan, dan kemudian
akan diujikan ke mencit melalui pemberian secara peroral serta mencit yang hanya
diberikan larutan tragakan sebagai kontrol untuk menjadi pembanding antara mencit
lain, dalam artian untuk mengetahui perbedaan respon antara hewan uji mencit yang
diberikan obat analgesik dengan yang hanya diberikan pembawanya saja. Sebelum
mengujikan sediaan ini, masing-masing mencit akan diberi rangsangan nyeri, yaitu
dengan diberikan larutan steril asam asetat secara intraperitoneal. Mekanisme
terjadinya nyeri yaitu dimana terlebih dahulu mediator-mediator nyeri seperti
bradikinin dan prostaglandin terlepas dari jaringan yang rusak kemudian merangsang
reseptor nyeri yang berada di ujung saraf perifer. Dari saraf tersebut, selanjutnya rasa
nyeri diteruskan ke pusat nyeri di korteks serebri oleh saraf sensoris melalui sumsum
tulang belakang dan thalamus. Manitestasi nyeri akibat pemberian rangsangan nyeri
asam asetat intraperitoneal akan menimbulkan refleks respon geliat yang berupa tarikan
kaki kebelakang, penarikan kembali abdomen dan kejang tetani dengan
membongkokkan kepala dan kaki kebelakang, Frekuensi gerakan ini dalam waktu
tertentu dinyatakan derajat nyeri yang dirasakannya. Dan rasa nyeri ini juga merupakan
gejala yang fungsinya memberi tanda adanya gangguan-gangguan ditubuhnya.
Setelah pemberian rangsangan nyeri tersebut, mencit akan menggeliat, tiap geliatan mencit
umumnya berbeda karena adanya daya analgetik dari tiap sediaan yang telah diberikan.
Hasil percobaan yang telah dilakukan, diperoleh daya analgetik parasetamol 30,4%,
asam mefenamat -9%, tramadol 2%.Yang seharusnya dari sediaan tersebut yang
memiliki daya analgetik dari yang rendah ke yang tinggi adalah parasetamol, lalu asam
mefenamat, kemudian tramadol. Mekanisme kerja dari parasetamol menghambat
produksi prostaglandin (senyawa penyebab inflamasi), namun parasetamol hanya
sedikit memiliki khasiat anti inflamasi. Mekanisme kerja dari asam mefenamat bekerja
dengan menghambat sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan menghambat
enzim siklooksigenase, sehingga mempunyai efek analgesik, anti inflamasi dan
antipiretik. Sedangkan mekanisme kerja dari tramadol mengikat secara stereospesifik
pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga menghentikan sensasi nyeri dan respon
terhadap nyeri, disamping itu tramadol menghambat pelepasan neotrotransmiter dari
saraf aferen yang bersifat sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri terhambat.
Tetapi dalam hasil percobaan tadi berbeda secara teori dari daya analgetik sediaan tersebut,
hal ini dikarenakan oleh banyak faktor, misalnya faktor genetik dapat mempengaruhi
respon terhadap pemberian obat. Faktor ini secara genetik menentukan sistem
metabolisme tubuh dan ketahanan terhadap obat (alergi). Dosis yang diberikan
mungkin berbeda karena adanya kesalahan kecil dalam mengukur larutan obat pada
spuit. Serta lingkungan berpengaruh terhadap daya kerja obat terutama lingkungan yang
dapat merubah obat (missal cahaya), karakteristik dan lingkungan mencit. Lingkungan
fisik dapat pula mempengaruhi daya kerja obat, misalnya suhu lingkungan tinggi
menyebabkan pembuluh darah perifer melebar sehingga dapat meningkatkan daya kerja
vasodilator. Juga adanya pengaruh stres pada mencit akibat salah penanganannya.
Adapun kesalahan ini disebabkan kurang telitinya dalam melakukan hitungan jumlah
geliatan dikarenakan sulitnya praktikan dalam membedakan antara geliat yang
diakibatkan oleh rasa nyeri atau karena mencit merasa kesakitan akibat penyuntikkan
intraperitonial pada perut mencit.
VI. KESIMPULAN
Pada percobaan kali ini didapatkan urutan daya analgetik dari yang terendah adalah asam
mefenamat, tramadol dan paracetamol. Hasil ini tidak sesuai dengan hasil teoritis yang
seharusnya urutan daya analgetik yang terendah adalah paracetamol, asam mefenamat
dan tramadol. Hal ini dikarenakan banyak faktor kesalahan seperti pada pemberian,
penanganan pada mencit, faktor fisiologis pada mencit dan lain sebagainya.
VII. SARAN
Praktikan dapat berhati-hati dalam setiap praktikum yang dilakukan untuk menghindari
kesalahan atau bahaya yang ditimbulkan serta teliti dan cermat dalam melakukan
percobaan.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. 2000. Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Gadjah Mada University Press:
Yogyakarta
Goodman and Gilman. 2007. Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, diterjemahkan
Guyton dan Hall. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta.
Katzung, G. B. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi keenam. EGC: Jakarta.
Medicastore. 2006. Obat Analgesik Antipiretik.
http://medicastore.com/apotik_online/obat_saraf_otot/obat_nyeri.htm (diakses pada
tanggal 20 Maret 2014).
Mutschler,E. 1991. Dinamika Obat, Buku Ajar Farmakologi & Toksikologi edisiV. Penerbit
ITB: Bandung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Metode
1. Alat :
Spuit injeksi 3 buah ( 1 cc )
Stopwatch
Mencit 2 ekor
2. Bahan :
Larutan tylosa dalam air 1 %
Suspensi acetosal 1 % dalam larutan tylosa 1 %
Suspensi paracetamol dalam tylosa 1 %
Larutan sterill asam asetat 1 %
3. Cara Kerja :
Mencit dibagi menjadi 2 kelompok ( control positif dan control negative )
Mencit 1 diberi larutan CMC-Na sebagai control negative
Mencit 2 diberi suspensi paracetamol0,5 ml secara subkutan
Setelah 2 mencit mendapatkan perlakuan , ditunggu hingga 30 menit .Kemudian masing-
masing di injeksikan asam asetat 1 % secara intra peritorial.
Setelah 5 menit diamati dan dicatat jumlah nyeri yang timbulpada mencit berupa liukan
badan (perut kejang dan kaki ditarik kebelakang )
Pengamatan jumlah liukan dilakukan setiap 5 menit selama 20 menit.
Dibandingkan hasil yang diperoleh anatar mencit 1 dan 2
Meghitung presentase daya analgesic dengan rumus
% daya analgesik = 100-(p/k x 100 )
Keterangan :
P : Jumlah kumulatif liukan mencit yang diberikan obat analgesic
K : Jumlah liukan mencit yang diberikan CMC-Na ( control
negative )
BAB III
HASIL PERCOBAAN
3.2Perhitungan
Total tikus A : 19
Total tikus B : 51
% daya analgesik : 100-(p/k x 100)
: 100-(19/51x 100)
: 100-37,25
:62,75 %
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1) Analgesik adalah senyawa dalam dosis teurapeutik dan meringankan atau menekan rasa
sakit tanpa memiliki kerja anastesi umum.
2) Pada pemberian obat paracetamoldan CMC-Na secara subkutan atau dampak analgetikum
ditandai dengan adanya pengangkatan kaki pada mencit ( meloncat ) setelah pemberian asam
asetat secara intraperitorial pada menit ke 5 , 10 ,15 dan 20.
3) Mencit dengan pemberian paracetamol dan asam asetat 1% ( mencit 1 )tegangnya lebih
seikit yaitu 19 kali dibandingkan dengan pemberian asam asetat ( mencit 2 ) dengan jumlah
kejang 51 kali karena kelompok 1 diberi obat analgesic sebagai pereda nyeri dengan dosis
analgesik 62,75%
4) Obat analgesik memiliki target aksi pada enzim yaitu enzim siklooksigenase (cox) berperan
dalam sintesa mediator nyeri , salah satunya prostaglandin. Pembentukan prostaglandin
menginhibisi enzim cox pada daerah terluka dengan mengurangi pembentukan mediator
nyeri.
5.2 Saran
Kami sangat mengharapkan bimbingan dari para asisten dalam praktikum dan pembuatan
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 1994. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ernerst, Mutschler. 1991. Dinamika Obat edisi kelima. Bandung. ITB.
Goodman& Gilman. 2003. Dasar Farmakologi Terapi vol 1.Jakarta. EGC.
Katzung, Bertram G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Medicafarma.2008.AnalgesikAntipiretikdanNSAID.http://medicafarma.blogspot.com/2008/0
4/analgesik-antipiretik-dan-antiinflamasi.html (diakses pada tanggal 25 Oktober 2011).
Mutschler, Ernst. ed. V. Dinamika Obat , ITB 1999 Press : Jakarta
Tan, H. T. dan Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
Tjay dan K.Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
laporan praktikum farmakologi analgetik
18 Februari 2017 | Nono Siti Maesaroh
Pada percobaan kali ini dilakukan pengujian efek analgetik pada hewan percobaan yang
bertujuan untuk mengukur kemampuan obat dalam menghilangkan rasa nyeri ketika
diberikan penginduksi nyeri. Dalam uji obat analgetik ini obat analgetik yang digunakan
yaitu obat analgetik narkotik ( codein ) dan analgetik non narkotik ( aspirin, paracetamol,
asam mefenamat dan antalgin )
Aspirin merupakan sediaan yang efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai
sedang misalnya pada sakit kepala, mialgia, atralgia dan nyeri lain yang berasal dari
inegumen, sediaan ini juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek
analgetikanya jauh lebih lemah daripada efek analgetika opiat tetapi sediaan ini tidak
menimbulkan ketagihan efek samping sentral yang merugikan. Aspirin bekerja dengan
mengubah persepsi modalitas sensorik nyeri, tanpa mempengaruhi sensorik lain.
asam mefenamat merupakan kelompok anti inflamasi non steroid, bekerja dengan
menghambat sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan menghambat enzim
siklooksigenase, sehingga mempunyai efek analgesik, anti inflamasi dan antipiretik. Cara
Kerja Asam mefenamat adalah seperti OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid atau
NSAID) lain yaitu menghambat sintesa prostaglandin dengan menghambat kerja enzim
cyclooxygenase (COX-1 & COX-2). Asam mefenamat mempunyai efek antiinflamasi,
analgetik (antinyeri) dan antipiretik. Asam mefenamat mempunyai khasiat sebagai analgesik
dan antiinflamasi. Asam mefenamat merupakan satu-satunya fenamat yang menunjukan kerja
pusat dan juga kerja perifer. Dengan mekanisme menghambat kerja enziim sikloogsigenase (
Goodman, 2007 )
Sedangkan Parasetamol diIndikasikan menghilangkan demam dan rasa nyeri pada otot/sendi
yang menyertai influenza,vaksinasi dan akibat infelsi lain,sakit kepala,sakit
gigi,dismonere,artritis,dan rematik diserap dengan cepat dan tanpa menimbulkan iritasi
disaluran pencernaan,methemoglobin,atau konstipasi. Mekanisme kerja Parasetamol
menghambat yaitu siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi
prostaglandin terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase secara berbeda (Wilmana,
1995). Parasetamol menghambat siklooksigenase pusat lebih kuat dari pada aspirin, inilah
yang menyebabkan parasetamol menjadi obat antipiretik yang kuat melalui efek pada pusat
pengaturan panas. Parasetamol hanya mempunyai efek ringan pada siklooksigenase perifer
(Dipalma, 1986). Inilah yang menyebabkan parasetamol hanya menghilangkan atau
mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol tidak mempengaruhi nyeri yang
ditimbulkan efek langsung prostaglandin, ini menunjukkan bahwa parasetamol menghambat
sintesa prostaglandin dan bukan blokade langsung prostaglandin. (Wilmana, 1995)
antalgin termasuk derivat metasulfonat dari amidopiryn yang mudah larut dalam air dan cepat
diserap ke dalam tubuh. Bekerja secara sentral pada otak untuk menghilangkan nyeri,
menurunkan demam dan menyembuhkan rheumatik Antalgin merupakan inhibitor selektif
dari prostaglandin F2 yaitu: suatu mediator inflamasi yang menyebabkan reaksi radang
seperti panas, merah, nyeri, bengkak, dan gangguan fungsi yang biasa terlihat pada penderita
demam rheumatik dan rheumatik arthritis. Antalgin mempengaruhi hipotalamus dalam
menurunkan sensifitas reseptor rasa sakit dan thermostat yang mengatur suhu tubuh
percobaan ini menggunakan metode Witkin ( Writhing Tes / Metode Geliat ), dengan prinsip
yaitu memberikan asam asetat 1% (indikator nyeri) kepada mencit yang akan menimbulkan
geliat (writhing), sehingga dapat diamati respon mencit ketika menahan nyeri pada perut
dengan cara menarik abdomen, menarik kaki kebelakang, dan membengkokan kepala ke
belakang. Dengan pemberian obat analgetik akan mengurangi respon tersebut. Penggunaan
asam asetat dikarenakan Asam asetat merupakan asam lemah yang tidak terkonjugasi dalam
tubuh, pemberian sediaan asam asetat terhadap hewan percobaan akan merangsang
prostaglandin untuk menimbulkan rasa nyeri akibat adanya kerusakan jaringan atau
inflamasi. Prostaglandin meyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik
dan kimiawi sehingga prostaglandin dapat menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian
mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamine merangsangnya dan menimbulkan nyeri
yang nyata. Akibat dari adanya rasa nyeri inilah hewan percobaan akan menggeliatkan kaki
belakangnya saat efek dari penginduksi ini bekerja. Pemberian sediaan asam asetat pada
peritonial atau selaput gastrointestinal hewan memungkinkan sediaan lebih mudah diabsorbsi
oleh tubuh dan cepat memberikan efek
dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa mencit yang diberi aspirin memiliki daya analgetik
paling kuat dari golongan analgetik non-narkotika ini. Karena pada tabel hasil pengamatan
menunjukan jumlah geliat yang ditunjukan mencit sedikit dari pada mencit lain yang
diberikan parasetamol dan asam mefenamat. Karena disini aspirin menghambat biosintesis
prostaglandin yang menstimulasi SSP, sehingga dapat menghambat terjadinya perangsangan
reseptor nyeri. Sedangkan pada kelompok mencit yang diberi parasetamol, terlihat jumlah
geliat yang ditunjukan mencit cukup sedikit dibandingkan dengan kontrol. Karena
Mekanismenya kemungkinan menghambat sintesis prostaglandin (PG) yang menstimulasi
SSP. Efek analgetik timbul karena mempengaruhi baik di hipotalamus atau ditempat cedera.
Respon terhadap cedera umumnya berupa inflamasi, udem, serta pelepasan zat aktif seperti
brandikinin, PG dan histamin Karena mempunyai mekanisme kerja menghambat berbagai
reaksi in-vitro.
Setelah dilakukan perhitungan persentase daya proteksi pada obat analgetik yang diberikan
pada mencit, ternyata dapat dilihat bahwa besarnya daya proteksi aspirin, lebih besar daripada
parasetamol dan asam mefenamat yaitu 86, 3 %. Hal ini kemungkinan dikarenakan efek
analgesik yang ditimbulkan oleh aspirin lebihbesar daripada yang ditimbulkan oleh
parasetamol dan asam mefenamat. Sedangkan besarnya daya proteksi parasetamol lebih kecil
dari besarnya daya proteksi aspirin. Sehingga dalam perhitungan persentase efektifitasnya
dapat dilihat bahwa efektifitas analgetik parasetamol terhadap aspirin sebesar 21 % dan
efektifitas analgetik asam mefenamat terhadap aspirin sebesar 26,8 %
Kemudian praktikum selanjutnya yaitu dengan menggunakan metode jentik ekor, dengan
obat yang digunakan sama dengan metode geliat. Tetapi dalam metode ini digunakan Nacl
sebagai kontrol positiv karena tidak mengandung analgesik , kontrol positif digunakan agar
dapat melihat apakah asam asetat menimbulkan rasa nyeri atau tidak , Air bersuhu 500C yang
digunakan untuk menilai respon mencit terhadap air panas. Digunakan termometer untuk
mengetahui dan mengkontrol suhu air agar tepat 500C. Ketika ekor mencit terkena panas
dapat merangsang pelepasan mediator nyeri seperti bradikinin, prostaglandin, serotonin, yang
kemudian merangsang reseptor nyeri di ujung saraf perifer.
Percobaan ditujukan untuk melihat respon mencit terhadap air panas yang dapat
menimbulkan respon terangkatnya ekor mencit dari dalam air karena tidak tahan menahan
panas. Sebelum dilakukan induksi dengan obat, 4 mencit dicatat responnya saat ekor
direndam pada air panas. Mencit cepat sekali mengangkat ekornya dari dalam air. Setelah
diinduksi dengan obat, terlihat pada menit ke 10 mencit sanggup menahan panas beberapa
detik. Setelah menit ke 20 dan 30 kerja obat menurun, dan reflek mencit sama seperti semula.
Hasil yang diperoleh Paracetamol dan antalgin mampu membuat mencit menahan panas
selama 11-14 detik pada menit ke 10, dan efek obat menurun setelah menit ke 20 dan 30.
Sedangkan asetosal mampu membuat mencit menahan panas 7,6 detik dan efek terus naik
pada menit ke 20 dan 30. Pada menit ke 20 menahan 9,4 detik, dan menit ke-30 11,5 detik.
Pada mencit yang disuntik NaCl efek obat terus turun karena NaCl tidak mempunyai efek
analgetik.
Anonim, 1979,
Iklan
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI
PENGUJIANAKTIVITAS ANALGETIK NON-NARKOTIKA
I. Tujuan Percobaan
a). Mengenal berbagai cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek analgetik suatu obat.
Nyeri merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan penderita sehingga untuk mengurangi
secara simtomatis diperlukan analgetika. Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi
memberi tanda tentang adanya gangguan gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi kuman
atau kejang otot. Rasa nyeri disebabkan rangsangan mekanis atau kimiawi, kalor atau listrik yang
dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan melepaskan zat yang disebut mediator nyeri atau
pengantar.
Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walau pun sering berfungsi
untuk mengingatkan, melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai
hal yang tak mengenakkan, kebanyakan menyiksa dan karena itu berusaha untuk bebas darinya.
Seluruh kulit luar mukosa yang membatasi jaringan dan juga banyak organ dalam bagian luar tubuh
peka terhadap rasa nyeri, tetapi ternyata terdapat juga organ yang tak mempunyai reseptor nyeri,
seperti misalnya otak. Nyeri timbul jika rangsang mekanik, termal, kimia atau listrik melampaui suatu
nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri) dan karena itu menyebabkan kerusakan jaringan dengan
pembebasan yang disebut senyawa nyeri.
Semua senyawa nyeri (mediator nyeri) seperti histamine, bradikin, leukotrien dan
prostaglandin merangsang reseptor nyeri (nociceptor) di ujung-ujung saraf bebas di kulit, mukosa
serta jaringan lain dan demikian menimbulkan antara lain reaksi radang dan kejang-kejang.
Nociceptor ini juga terdapat di seluruh jaringan dan organ tubuh, terkecuali di SSP. Dari tempat ini
rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sangat banyak
sinaps via sumsum-belakang, sumsum-lanjutan dan otak-tengah. Dari thalamus impuls kemudian
diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri.
Mediator nyeri penting adalah amin histamine yang bertanggungjawab untuk kebanyakan
reaksi alergi (bronchokonstriksi, pengembangan mukosa, pruritus) dan nyeri. Bradikinin adalah
polipeptida (rangkaian asam amino) yang dibentuk dari protein plasma. Prostaglandin mirip
strukturnya dengan asam lemak dan terbentuk dari asam arachidonat. Menurut perkiraan zat-zat ini
meningkatkan kepekaan ujung-saraf sensoris bagi rangsangan nyeri yang diakibatkan oleh mediator
lainnya. Zat-zat ini berkhasiat vasodilatasi kuat dan meningkatkan permeabilitas kapiler yang
mengakibatkan radang dan udema. Berhubung kerjanya serta inaktivasinya pesat dan bersifat local,
maka juga dinamakan hormon lokal. Mungkin sekali zat-zat ini juga bekerja sebagai mediator
demam.
Terkadang, nyeri dapat berarti perasaan emosional yang tidak nyaman dan berkaitan dengan
ancaman seperti kerusakan pada jaringan karena pada dasarnya rasa nyeri merupakan suatu gejala,
serta isyarat bahaya tentang adanya gangguan pada tubuh umumnya dan jaringan khususnya.
Meskipun terbilang ampuh, jenis obat ini umumnya dapat menimbulkan ketergantungan pada
pemakai. Untuk mengurangi atau meredakan rasa sakit atau nyeri tersebut maka banyak digunakan
obat-obat analgetik (seperti parasetamol, asam mefenamat dan antalgin) yang bekerja dengan
memblokir pelepasan mediator nyeri sehingga reseptor nyeri tidak menerima rangsang nyeri.
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak enak yang berkaitan dengan
(ancaman) kerusakan jaringan.Nyeri merupakan suatu perasaan pribadi dan ambang toleransi nyeri
berbeda-beda bagi setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan yakni pada 44-45C. Rasa
nyeri dalam kebanyakan hal hanya meruapakan suatu gejala, yang berfungsi melindungi tubuh.
Nyeri harus dianggap sebagai suatu isyarat bahaya tentang adanya ganggguan di jaringan,seperti
peradangan(rema,encok), infeksi jasad renik, atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh
rangsangan mekanis,kimiawi, atau fisis (kalor, listrik), dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan.
Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator
nyeri antara lain mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri
di ujung-ujung saraf bebas di kulit, mukosa, dan jarigan lainnya. Nociceptor ini terdapat diseluruh
jaringan dan organ tubuh, kecuali di system saraf pusat. Dari sini rangsangan disalurkan ke otak
melalui jaringan yang hebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sinaps yang amat banyak melalui sum-
sum tulang belakang, sum-sum tulang lanjutan dan otak tengah. Dari thalamus impuls diteruskan ke
pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri.
Mediator nyeri yang lain, disebut juga sebagai autakoid antara lain serotonin, histamine,
bradikinin, leukotrien dan prostaglandin 2. Bradikinin merupakan polipeptida (rangkaian asam
amino) yang diberikan dari protein plasma. Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkatan (level)
dimana nyeri dirasakan untuk yang pertama kali.Jadi, intesitas rangsangan yang terendah saat
seseorang merasakan nyeri. Untuk setiap orang ambang nyerinya adalah konstan.
Nyeri ringan
Contohnya: sakit gigi, sakit kepala, sakit otot karena infeksi virus, nyeri haid, keseleo.Pada nyeri
dapat digunakan analgetik perifer seperti parasetamol, asetosal dan glafenin.
Pada nyeri ini dapat digunakan analgetik anti-inflamasi, seperti: asetosal, ibuprofen dan
indometasin.
Nyeri hebat
Contoh: nyeri organ dalam, lambung, usus, batu ginjal, batu empedu.
Pada nyeri ini dapat digunakan analgetik sentral berupa atropine, butilskopolamin (bustopan),
camylofen ( ascavan).
Pada nyeri ini digunakan analgetik narkotik, seperti fentanil, dekstromoramida, bezitramida.
Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat dilawan dengan beberapa cara,yakni:
a. Merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri pada perifer dengan analgetika perifer.
c. Blockade pusat nyeri di SSP dengan analgetika sentral (narkotika) atau dengan anestetika umum.
Analgetika merupakan suatu senyawa atau obat yang dipergunakan untuk mengurangi rasa
sakit atau nyeri (diakibatkan oleh berbagai rangsangan pada tubuh misalnya rangsangan mekanis,
kimiawi dan fisis sehingga menimbulkan kerusakan pada jaringan yang memicu pelepasan mediator
nyeri seperti brodikinin dan prostaglandin yang akhirnya mengaktivasi reseptor nyeri di saraf perifer
dan diteruskan ke otak).
Atas dasar kerja farmakologinya, analgetika dibagi dalam dua kelompok yaitu:
Analgetik narkotik dapat menghilangkan nyeri dari derajat sedangsampai hebat (berat), seperti
karena infark jantung, operasi (terpotong),viseral ( organ) dan nyeri karena kanker.Analgetik
narkotik merupakan turunan opium yang berasal dari tumbuhan Papaver somniferum atau dari
senyawa sintetik. Analgetik inidigunakan untuk meredakan nyeri sedang sampai nyeri hebat dan
nyeriyang bersumber dari organ viseral. Penggunaan berulang dan tidak sesuaiaturan dapat
menimbulkantoleransi dan ketergantungan. Toleransi ialahadanya penurunan efek, sehingga untuk
mendapatkan efek seperti semula perlu peningkatan dosis. Karena dapat menimbulkan
ketergantungan, obatgolongan ini penggunaannya diawasi secara ketat dan hanya untuk nyeriyang
tidak dapat diredakan oleh AINS. Nyeri minimal disebabkan oleh dua hal, yaitu iritasi lokal(
menstimuli saraf perifer) dan adanya persepsi (pengenalan) nyeri oleh SSP. Pengenalan nyeri bersifat
psikologis terhadap adanya nyeri lokal yangdisampaikan ke SSP. Analgetik narkotik mengurangi nyeri
denganmenurunkan persepsi nyeri atau menaikan nilai ambang rasa sakit.
Analgetik narkotik tidak memperngaruhi saraf perifer, nyeri tetap ada tetapidapat diabaikan atau
pasien dapat mentorerirnya. Untuk mendapatkan efek yang maksimal analgetik narkotik harus
diberikan sebelum tindakan bedah.Semua analgetik narkotik dapat mengurangi nyeri yang hebat,
tetapi potensionzet dan efek sampingnya berbeda-beda secara kualitatif maupun kuantitatif. Efek
samping yang paling sering adalah mual, muntah,konstipasi, dan ngantuk. Dosis yang besar dapat
menyebabkan hipotensi serta depresi pernapasan. Morfin dan petidin merupakan analgetik narkotik
yang paling banyak dipakai untuk nyeri hebat walaupun menimbulkan mual danmuntah. Obat ini di
indonesia tersedia dalam bentuk injeksi dan masihmerupakan standar yang digunakan sebagai
pembanding bagi analgetik narkotik lainnya. Selain menghilangkan nyeri morfin dapat
menimbulkaneuforia dan gangguan mental. Berikut adalah contoh analgetik narkotik yang sampai
sekarang masih digunakan di Indonesia :
- MorfinHCl
- Kodein
- Fentanil HCl
- Petidin dan
- Tramadol
2. Analgetik Perifer (non narkotik)
Analgetik non narkotik berasal dari golongan antiinflamasi nonsteroid (AINS) yang menghilangkan
nyeri ringan sampai sedang. Disebut AINS karena selain sebagai analgetik, sebagai anggotanya
mempunyai efek antiinflamasi dan penurun panas (antipiretik) dansecara kimiawi bukan steroid.
Oleh karena itu, AINS sering disebut(Analgetik, antipiretik dan antiinflamasi ) atau 3A.
Beberapa AINS hanya berefek analgetik dan antipiretik sedangkan yang lain ada yang mempunyai
efek analgetik, anti inflamasidan anti piretik. Hipotalamus merupakan bagian dari otak
yang berperan dalam mengatur nyeri dan temperatur. AINS secara selektif dapat mempengaruhi
hipotalamus menyebabkan penurunan suhu tubuhketika demam.Mekanismenya kemungkinan
menghambat sintesis prostaglandin (PG) yang menstimulasi SSP. PG dapat meningkatkanaliran darah
ke perifer (vasodilatasi) dan berkeringat sehingga panas banyak keluar dari tubuh. Efek analgetik
timbul karena mempengaruhi baik di hipotalamus atau ditempat cedera. Respon terhadap
cederaumumnya berupa inflamasi, udem, serta pelepasan zat aktif seperti brandikinin, PG dan
histamin. PG dan Brandikinin menstimulasi ujung saraf perifer dengan membawa implus nyeri ke
SSP. AINS dapatmenghambat sintesis PG dan brandikinin sehingga menghambat terjadinya
perangsangan reseptor nyeri. Obat-obat yang banyak digunakan sebagai analgetik dan antipiretik
adalah golongan salisilatdan asetaminofen (parasetamol). Aspirin adalah penghambat sintesis PG
paling efektif dari golongan salisilat. Antipiretik yang banyak digunakan dan dianjurkan
adalah parasetamol, ibuprofen, dan aspirin (asetosal).
Obat analgesik antipiretik serta obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAIDs) merupakan suatu
kelompok obat yang heterogen, dan beberapa obat memiliki perbedaan secara kimia.Namun, obat-
obat NSAID mempunyai banyak persamaan dalam efek terapi dan efek sampingnya. Prototipe obat
golongan ini adalah aspirin, sehingga sering disebut juga sebagai aspirin like drugs. Efek terapi dan
efek samping dari obat golongan NSAIDs sebagian besar tergantung dari penghambatan biosintesis
prostaglandin.Namun, obat golongan NSAIDs secara umum tidak menghambat biosintesis leukotrien
yang berperan dalam peradangan.Golongan obat NSAIDs bekerja dengan menghambat enzim siklo-
oksigenase, sehingga dapat mengganggu perubahan asam arakhidonat menjadi prostaglandin.
Setiap obat menghambat enzim siklo-oksigenase dengan cara yang berbeda.
Semua obat golongan NSAIDs bersifat antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi.Efek samping
obat golongan NSAIDs didasari oleh hambatan pada sistem biosintesis prostaglandin.Selain itu,
sebagian besar obat bersifat asam sehingga lebih banyak terkumpul dalam sel yang bersifat asam
seperti di lambung, ginjal, dan jaringan inflamasi. Efek samping lain diantaranya adalah gangguan
fungsi thrombosit akibat penghambatan biosintesis tromboksan A2 dengan akibat terjadinya
perpanjangan waktu perdarahan. Namun, efek ini telah dimanfaatkan untuk terapi terhadap
thrombo-emboli. Selain itu, efek samping lain diantaranya adalah ulkus lambung dan perdarahan
saluran cerna, hal ini disebabkan oleh adanya iritasi akibat hambatan biosintesis prostaglandin PGE2
dan prostacyclin. PGE2 dan PGI2 banyak ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi untuk
menghambat sekresi asam lambung dan merangsang sekresi mukus usus halus yang bersifat
sitoprotektan.
Indikasi : meringankan sakit kepala, pusing, sakit gigi, nyeri otot, menurunkan demam.
Dosis : dewasa 500-600 mg/4 jam.sehari maksimum 4 gram. Anak-anak 2-3 tahun 80-90 mg, 4-5
tahun 160-240 mg,6-8 tahun 240-320 mg, 9-10 tahun 320-400 mg, >11 tahun 400-480 mg. semua
diberikan tiap 4 jam setelah makan.
2.Asam mefenamat
Sebagai analgetik, obat ini adalah satu-satunya yang mempunyaikerja yang baik pada pusat sakit dan
saraf perifer. Asam mefenamat cepat diserapdan konsentrasi puncak dalam darah dicapai dalam 2
jam setelah pemberian, dan diekskresikan melalui urin.
Indikasi : untuk mengatasi rasa sakit dan nyeri yang ditimbulkan dari rematik akut dan kronis,luka
pada jaringan lunak, pegal pada otot dan sendi,dismonore, sakit kepala, sakit gigi, setelah operasi dll.
Dosis : sebaiknya diberikan sewaktu makan, dan pemakaian tidak boleh lebih dari 7 hari. Anak-anak
>6 bulan:3-6,5 mg/kgBB tiap 6 jam atau 4 kali perhari. Dewasa dan anak >14 tahun:dosisi awal 500
mg,kemudian 250 mg setiap 6 jam.
Kontraindikasi : kepekaan terhadap asam mefenamat, radang atau tukak pada saluran pencernaan.
Efek samping : dapat mengiritasi system pencernaan,dan mengakibatkan konstipasi atau diare.
3. Parasetamol
Indikasi : menghilangkan demam dan rasa nyeri pada otot/sendi yang menyertai influenza,vaksinasi
dan akibat infelsi lain,sakit kepala,sakit gigi,dismonere,artritis,dan rematik.
Sirup=bayi 0,25-0,5 sdt 3-4 kali perhari,anak-anak :2-5 tahun,1 sdt 3-4 kali perhari.6-12 tahun, 2sdt
3-4 kali perhari.
Alat
- Alat suntik 1 ml
- Sonde oral
- Stopwatch
- Timbangan mencit
- Bejana pengamatan
Bahan
- Aspirin
- Parasetamol
- Asam mefenamat
- CMC
Hewan
Prosedur
Hewan dibagi menjadi 4 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 3 ekor mencit
- Semua hewan dari setiap kelompok diberi perlakuan sesuai dengan kelompoknya dengan rute oral
- Setelah 30 menit mencit diinduksi nyeri dengan menggunakan asam asetat (i.p)
- Hitunglah daya proteksi setiap sediaan uji terhadap rasa nyeri dengan persamaan sebagai berikut :
Keterangan :
Hitunglah aktivitas analgetik, masing masing untuk parasetamol dan asam mefenamat,
dibandingkan terhadap aspirin dengan persamaan berikut :
Keterangan :
%E = efektivitas analgetik dinyatakan dalam persen efektivitas analgetik
PA = proteksi aspirin
V. Data Pengamatan
5.1 Penimbangan
- Mencit 1 35 gr
- Mencit 2 43 gr
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Kontrol 22 21 14 8 7 10 9 14 6 10 11 6
Aspirin 1 3 4 1 2 2 2 1 1 0 1 1
Parasetamol 0 5 14 15 19 16 15 11 10 4 3 1
As. Mefenamat 14 22 16 11 12 8 9 6 4 1 2 1
= 100 81,8
= 18,2 %
- Geliat Aspirin: 19
= 100 13,7
= 86,3 %
Daya Proteksi Asam mefenamat
= 100 76,8
= 23,2 %
= 21 %
= 26, 8 %
VI. Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu analgetik bertujuan untuk mengenal, mempraktekkan dan
membandingan daya analgetik Asetosal, Parasetamol menggunakan metode rangsang kimia.
Bahan yang digunakan sebagai perangsang kimia adalah larutan steril Asam Asetat glasial
yang diberikan secara intra peritonial. Pada praktikum pemberian larutan steril Asam Asetat glasial
diberikan 30 menit setelah pemberian obat hal ini diharapkan agar obat yang diberikan belum
bekerja sehingga Asam Asetat langsung berefek dan juga untuk mempermudah pengamatan onset
dari obat itu.
Pada praktikum kali ini obat-obat analgetik yang diperbandingkan adalah obat-obat analgetik
golongan non narkotik/ perifer yaitu, Aspirin, Parasetamol dan Asam Mefenamat.
Kelompok kontrol yang digunakan pada percobaan ini adalah CMC-Na, sehingga hewan
percobaan hanya diberikan CMC-Na pada awal percobaan dan penginduksi asam asetat pada 30
menit setelah pemberian CMC-Na tanpa pemberian sedian analgesik. Asam asetat merupakan asam
lemah yang tidak terkonjugasi dalam tubuh, pemberian sediaan asam asetat terhadap hewan
percobaan akan merangsang prostaglandin untuk menimbulkan rasa nyeri akibat adanya kerusakan
jaringan atau inflamasi. Prostaglandin meyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi
mekanik dan kimiawi sehingga prostaglandin dapat menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian
mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamine merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang
nyata. Akibat dari adanya rasa nyeri inilah hewan percobaan akan menggeliatkan kaki belakangnya
saat efek dari penginduksi ini bekerja. Pemberian sediaan asam asetat pada peritonial atau selaput
gastrointestinal hewan memungkinkan sediaan lebih mudah diabsorbsi oleh tubuh dan cepat
memberikan efek.
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Kontrol 22 21 14 8 7 10 9 14 6 10 11 6
Aspirin 1 3 4 1 2 2 2 1 1 0 1 1
Parasetamol 0 5 14 15 19 16 15 11 10 4 3 1
As. Mefenamat 14 22 16 11 12 8 9 6 4 1 2 1
Dari hasil pengamatan yang diperoleh, bahwa jumlah geliat mencit kontrol lebih banyak
daripada mencit yang diberikan obat. Hal ini disebabkan karena mencit kontrol tidak memiliki
perlindungan terhadap nyeri yang disebabkan karena pemberian asam asetat sebagai penyebab
terjadinya nyeri.
Dari hasil pengamatan pada tabel diatas dapat dilihat bahwa pada mencit yang diberi aspirin
memiliki daya analgetik paling kuat dari golongan analgetik non-narkotika ini. Karena pada tabel
hasil pengamatan menunjukan jumlah geliat yang ditunjukan mencit sedikit dari pada mencit lain
yang diberikan parasetamol dan asam mefenamat. Karena disini aspirin menghambat biosintesis
prostaglandin yang menstimulasi SSP, sehingga dapat menghambat terjadinya perangsangan
reseptor nyeri. Prostaglandin akan dilepaskan oleh sel yang mengalami kerusakan. Pembentukan
prostaglandin dihambat dengan menghambat enzim siklooksigenase yang bertugas mengubah asam
arachidonat menjadi endoperoksida (PGG2/PGH). PGH akan memproduksi prostaglandin, sehingga
secara tidak langsung obat analgesik menghambat pembentukan prostaglandin. Prostaglandin
berperan pada nyeri yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau inflamasi dan menyebabkan
sensitivitas reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi.
Aspirin merupakan sediaan yang efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai
sedang misalnya pada sakit kepala, mialgia, atralgia dan nyeri lain yang berasal dari inegumen,
sediaan ini juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek analgetikanya jauh
lebih lemah daripada efek analgetika opiat tetapi sediaan ini tidak menimbulkan ketagihan efek
samping sentral yang merugikan. Aspirin bekerja dengan mengubah persepsi modalitas sensorik
nyeri, tanpa mempengaruhi sensorik lain. Pemberian aspirin dalam kelompok ini juga akan
menunjukkan efek analgesik setelah diberi penginduksi asam asetat.
Sedangkan pada kelompok mencit yang diberi parasetamol, terlihat jumlah geliat yang
ditunjukan mencit cukup sedikit dibandingkan dengan kontrol. Karena Mekanismenya kemungkinan
menghambat sintesis prostaglandin (PG) yang menstimulasi SSP. Efek analgetik timbul karena
mempengaruhi baik di hipotalamus atau ditempat cedera. Respon terhadap cedera umumnya
berupa inflamasi, udem, serta pelepasan zat aktif seperti brandikinin, PG dan histamin. PG dan
Brandikinin menstimulasi ujung saraf perifer dengan membawa implus nyeri ke SSP. Parasetamol
dapat menghambat sintesis PG dan brandikinin sehingga menghambat terjadinya perangsangan
reseptor nyeri. Karena mempunyai mekanisme kerja menghambat berbagai reaksi in-vitro.
Pada kelompok yang diberikan sediaan asam mefenamat, terlihat dari hasil pengamatan
bahwa jumlah geliat mencit cukup banyak dibandingkan dengan aspirin. Karena asam mefenamat
yang merupakan salah satu obat analgesik ini, tidak terlalu bekerja dengan baik untuk menekan rasa
sakit yang timbul, sehingga induksi dari asam asetat setelah pemberian asam mefenamat masih
terasa nyeri oleh mencit yang ditunjukan dengan banyaknya geliat yang ditunjukan oleh mencit.
Setelah dilakukan perhitungan persentase daya proteksi pada obat analgetik yang diberikan
pada mencit, ternyata dapat dilihat bahwa besarnya daya proteksi aspirin, lebih besar daripada
parasetamol dan asam mefenamat yaitu 86, 3 %. Hal ini kemungkinan dikarenakan efek analgesik
yang ditimbulkan oleh aspirin lebih besar daripada yang ditimbulkan oleh parasetamol dan asam
mefenamat. Sedangkan besarnya daya proteksi parasetamol lebih kecil dari besarnya daya proteksi
aspirin. Sehingga dalam perhitungan persentase efektifitasnya dapat dilihat bahwa efektifitas
analgetik parasetamol terhadap aspirin sebesar 21 % dan efektifitas analgetik asam mefenamat
terhadap aspirin sebesar 26,8 %.
VII. Kesimpulan
Analgetika merupakan suatu senyawa atau obat yang dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit
atau nyeri diakibatkan oleh berbagai rangsangan pada tubuh misalnya rangsangan mekanis, kimiawi
dan fisis.
Atas dasar kerja farmakologinya, analgetika dibagi dalam dua kelompok yaitu analgetik sentral
(narkotik) dan analgetik perifer (non-narkotik).
Besarnya daya proteksi asam mefenamat terhadap kontrol adalah sebesar 23,2 %.
Besarnya persen efektifitas asam mefenamat terhadap aspirin adalah sebesar 26,8 %.
DAFTAR PUSTAKA
Katzung, Bertram G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Medicafarma.2008.AnalgesikAntipiretikdanNSAID.http://medicafarma.blogspot.com/2008/04/analgesik-
antipiretik-dan-antiinflamasi.html (diakses pada tanggal 25 Oktober 2011).
Tan, H. T. dan Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
Tjay dan K.Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.