Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing:
dr. Linda Suryakusuma, Sp.S MA
Disusun oleh:
Kevin Yulianto
2014-061-137
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara cepat
akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih dan dapat mengakibatkan kematian tanpa adanya penyebab
lain yang jelas selain vaskuler. Di seluruh dunia terjadi 15 juta kasus stroke setiap
tahunnya, sepertiga akan meninggal pada tahun berikutnya, sepertiga akan hidup
dengan kecacatan dan sisanya sembuh kembali.1,2
2
sawar darah-otak dan edema serebri. Tegangan ini dapat mencederai pembuluh darah,
menjadikannya lebih keras dan sempit (aterosklerosis), pembentukan thrombus lokal,
dan lesi iskemik. Penyumbatan lebih mudah terjadi pada keadaan aterosklerosis yang
dapat menyebabkan stroke atau TIA (Transient Ischemic Attack).9
1.2. Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui berbagai panduan pemberian obat anti hipertensi pada pasien
stroke.
1.2.2 Tujuan Khusus
- Mengetahui epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis dan
tatalaksana stroke
- Mengetahui pedoman tatalaksana stroke dari berbagai institusi
- Membandingkan pedoman pemberian obat anti hipertensi pada pasien
stroke
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sedangkan stroke hemoragik terjadi saat tekanan darah tinggi dan pembuluh
darah di otak menjadi lemah dan robek ke luar sehingga darah bocor ke rongga otak,
hal ini sering terjadi pada aneurisma dan malformasi arteri-vena. Stroke hemoragik
juga dapat terjadi pada pasien yang menggunakan pengencer darah seperti warfarin
(Coumadin).11,12
4
Stroke hemoragik memiliki berbagai faktor resiko antara lain hipertensi,
fibrilasi atrial, diabetes, riwayat keluarga stroke, kolesterol, usia di atas 55 tahun, dan
orang berkulit hitam.11
2.1.3. Tatalaksana
5
otak akan menghasilkan CT-scan yang normal pada fase akut dan biasanya tampak
setelah 72 jam serangan stroke. Apabila hasil CT-scan negative namun secara klinis
mendukung maka perlu dilakukan lumbal pungsi untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis dan perdarahan subaraknoid.12,13
6
Algoritma Tatalaksana Pasien Stroke
7
- Nutrisi
- Hidrasi intravena: koreksi dengan NaCl 0.9%, jika hipovolemik
- Hiperglikemi: koreksi dengan insulin skala luncur, bila sudah stabil
dengan insulin subkutan
- Neurorehabilitas dini: stimulasi dini secepatnya dan fisioterapi gerak
anggota badan aktif maupun pasif
- Perawatan kandung kemih: kateter pada penurunan kesadaran, demensia,
afasia global
Khusus
- Terapi stroke iskemik akut
o Trombolisis rt-PA intravena/intraarterial 0.9mg/Kg pada <3 jam
setelah onset stroke (maksimal 90 mg). 10% dosis awal diberi
sebagai bolus, sisanya melalui infus dalam 1 jam.
o Antiplatelet berupa asam salisilat 106-325 mg/hari 48 jam setelah
onset sroke atau clopidogrel 75 mg/hari
o Obat neuroprotektif
- Hipertensi
o Tekanan darah diturunkan bila tekanan sistolik >220 mmHg
dan/atau tekanan diastolic >120 mmHg dengan penurunan
maksimal 20% Mean Arterial Pressure (MAP) awal per hari.
o Tekanan Darah Sistolik (TDS) >230 mmHg atau Tekanan Darah
Diastolik (TDD) >140 mmHg, obat antihipertensi dengan
nikardipin (5-15 mg/ jam infus kontinu), diltiazem (5-40
mg/Kg/menit infus kontinu) atau nimodipin (60 mg/4 jam PO)
o TDS 180-230 mmHg, TDD 105-140 mmHg, MAP 130 mmHg
pada 2X pengukuran selang 20 menit atau pada keadaan hipetensi
emergensi dapat diberikan:
Labetalol 10-20 mg IVselama 1-2 menit. Ulangi atau
gandakan setiap 10 menit (maksimum 300 mg). Atau
berikan dosis awal bolus yang diikuti labetalol drip 2-8
mg/menit
Nikardipin
Diltiazem
Nimodipin
8
o TDS <180 mmHg dan TDD <105 mmHg tidak diberikan obat
antihipertensi
- Trombosis vena dalam
o Heparin 5000 unit/12 jam selama 5-10 hari
o Low Molecular Weight Heparin (enoksaparin/nadroparin) 2 X 0.3-
0.4 IU SC abdomen
o Pneumatic boots, stoking elastic, fisioterapi, mobilisasi
Secara klinis gejala pasien dengan stroke hemoragik terlihat mirip dengan
pasien stroke iskemik, namun pasien memiliki keadaan yang lebih buruk. Pasien
stroke hemoragik lebih sering mengeluhkan sakit kepala, mual-muntah dan secara
klinis memiliki kejang, perubahan status mental, hipertensi.12-17
2.2.1. Etiopatogenesis
Terdapat banyak penyebab terjadinya stroke hemoragik. Amyloidosis serebri
pada geriatri berkontribusi 10% terhadap penyebab perdarahan intraserebral.
Koagulopati dan kelainan bawaan terhadap defisiensi faktor VII, VIII, IX, X dan XIII
dapat menyebabkan perdarahan yang luar biasa banyak pada perdarahan
intrakranial.17 Penyebab lainnya mencangkup terapi antikoagulan seperti warfarin,
malformasi arter-vena dan hipertensi. Hipertensi merupakan penyebab stroke
hemoragik primer terbanyak, dua dari tiga pasien dengan perdarahan intraparenkim
didiagnosa dengan hipertensi sebelumnya.14-17
9
Pada perdarahan intraserebral, perdarahan terjadi pada parenkim otak.
Hipertensi kronis menyebabkan kerusakan arteri intraserebral dan ekstravasasi darah
ke luar pembuluh darah. Terjadi perubahan pada dinding pembuluh darah seperti
hipohialinosis, nekrosis fibrinoid dan timbulnya aneurisma Bouchard. Kenaikan
tekanan darah dalam jumlah yang signifikan dan waktu singkat menginduksi
pecahnya pembuluh darah. Pada aneurisma atau dilatasi arteri lokal terjadi ruptur.
Perdarahan intraserebral memiliki predileksi di beberapa area otak diantaranya
thalamus, putamen, serebelum dan batang otak. Selain area yang mengalami
perdarahan, area di sekitarnya juga mengalami kerusakan karena tekanan dari
hematom yang meningkatkan tekanan intrakranial, kerusakan massa otak dan herniasi
otak pada falx serebri atau lewat foramen magnum. Perdarahan dapat berlanjut
sampai 6 jam, apabila volumenya besar dapat merusak struktur anatomi otak. 14,15,17
2.2.3. Tatalaksana
Penatalaksanaan stroke hemoragik:12,14-18
Umum
- Terapi medik
o Jalan napas dan oksigenasi dengan target PCO2 30-35 mmHg
o Kontrol tekanan darah sama dengan tatalaksana pada stroke
iskemik
o Penanganan tekanan intracranial:
10
Osmoterapi dengan manitol 20% 1 g/Kg dalam 20 menit,
dilanjutkan dengan 0.25-0.5 g/Kg/4 jam dalam 20 menit.
Osmoterapi tidak boleh digunakan sebagai profilaksis.
Untuk mempertahankan gradient osmotic, furosemide (10
mg dalam 2-8 jam) dapat diberikan bersama osmotrapi
Hiperventilasi dengan sasaran Co2 35 mmHg
Pengaturan cairan
- Terapi pembedahan
o Indikasi tindakan pembedahan:
Pasien dengan perdarahan serebelar >3 cm yang secara
neurologis memburuk atau kompresi batang otak dan
hidrosefalus akibat obstruksi ventricular.
Perdarahan intraserebral dengan lesi structural (aneurisma,
malformasi arteri-vena, angioma kavernosa)
Pasien usia muda dengan perdarahan lobus yang sedang
atau besar dan klinis memburuk
o Indikasi terapi konservatif dengan medikamentosa:
Pasien dengan perdarahan kecil (<10 cm3) atau defisit
neurologis minimal
Pasien dengan GCS <5 kecuali dengan perdarahan serebelar
disertai kompresi batang otak
11
12
Algoritma Tatalaksana Pasien Stroke
13
2.3. Pedoman Penatalaksanaan Hipertensi pada Pasien Stroke
2.3.1. American Heart Association20
Penatalaksaan fase akut
14
2.3.2. ACLS Suspected Stroke Algorithm22
Obat antihipertensi menurut ACLS untuk pasien stroke fase akut tanpa terapi
fibrinolitik
Obat antihipertensi menurut ACLS untuk pasien stroke fase akut dengan terapi
fibinolitik
15
2.3.3. Clinical Guidelines for Stroke Management 2010 Australian National
Stroke Foundation23
In ischaemic stroke, if blood pressure is more than 220/120 mmHg, antihypertensive therapy
a) can be started or increased, but blood pressure should be cautiously reduced (e.g. by no more
than 1020%) and the patient monitored for signs of neurological deterioration.
All stroke and TIA patients, whether normotensive or hypertensive, should receive blood
a)
pressure lowering therapy, unless contraindicated by symptomatic hypotension.
new blood pressure lowering therapy should commence before discharge for those with
b)
stroke or TIA, or soon after TIA if the patient is not admitted.
Hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya stroke, namun demikian hanya 72%
pasien stroke dipulangkan dengan terapi antihipertensi. Sebuah systematic review
menemukan bahwa terapi untuk menurunkan tekanan darah menurunkan kejadian
stroke berulang dan kejadian kardiovaskular, bahkan saat tekanan darah pasien stroke
atau TIA dalam batas normal. Terapi tersebut menurunkan kejadian infark miokard
namun tidak menurunkan angka kematian secara total.24
ACE-I tunggal atau kombinasi dengan diuretik memiliki efek pengobatan yang baik,
walaupun penggunaan obat antihipertensi lainnya kecuali beta blockers juga efektif.25
Sebuah penelitian RCT tidak menunjukkan keuntungan dari pemberian angiotensin
receptor blocker sebagai tambahan dari terapi standar dalam mencegah stroke
berulang.26
Belum ada pedoman tentang waktu pemberian obat antihipertensi, namun penelitian
yang ada menunjukkan pemberian angiotensin II receptor antagonist atau ACE-I pada
16
hari ke 2-4 setelah stroke aman pada pasien dengan stroke ringan atau TIA tanpa
penyakit karotis.27,28
Pasien yang akan menjalani terapi trombolisis harus mempunyai tekanan darah
dibawah 185/110 mmHg. Obat antihipertensi parenteral hanya diberikan kepada
pasien stroke akut sebagai clinical trial, walaupun pasien memiliki perdarahan
intraserebral akut dan TDS >200 mmHg, atau pasien yang akan menerima terapi
trombolisis.
Rekomendasi:30
- Semua pasien stroke atau TIA harus diukur tekanan darahnya. Terapi
dilakukan seperlunya atau sesuai batas toleransi untuk mencapai tekanan
darah dibawah 130/80, kecuali pada pasien stenosis karotis dengan target
130-150 mmHg.
- Pasien di atas 55 tahun dan pasien dengan ras Afrika atau Karibia yang
mendapat terapi antihipertensi harus dimulai dengan dihydropine calcium
channel blocker jangka panjang atau thiazide-like diuretic. Jika tekanan
darah target belum tercapai, tambahkan ACE-I atau angiotensin II receptor
blockers (ARB).
- Pada pasien bukan ras Afrika atau Karibia dan lebih muda dari 55 tahun,
obat lini pertama adalah ACE-I atau ARB
- Obat antihipertensi harus dimulai setelah stroke atau TIA dan sebelum
pasien dipulangkan atau pada minggu kedua, dipilih yang terlebih dahulu.
17
2.3.5. Health Care Guideline for Ischemic Stroke by Institute for Clinical
Systems Improvement31
Tatalaksana hipertensi akut TDS >185 atau TDD >110 pada pasien kandidat tPA
- Pasien stroke iskemik yang akan menjalani terapi tPA harus diturunkan
tekanan darahnya dibawah 185/110 sebelum terapi tPA. Setelah tPA
masuk ke tubuh, tekanan darah harus diregulasi agar tidak melebihi batas
180/105 dalam 24 jam pertama.
- Pasien yang akan menjalani terapi reperfusi harus dijaga tekanan darahnya
dibawah 180/105 selama 24 jam pertama setelah terapi. Kebijakan ini
sesuai dengan protocol NINDS dalam penggunaan terapi tPA untuk stroke
iskemik 3 jam pertama. Tekanan darah yang tidak terkontrol
meningkatkan resiko perburukan seperti perdarahan intracranial dan
kematian.
Tatalaksana hipertensi akut pada pasien yang tidak menjalani terapi trombolisis:
18
19
2.3.6. Perbandingan Tatalaksana Hipertensi pada Pasien Stroke Fase Akut
Pada dasarnya pemberian obat antihipertensi pada pasien stroke masih bersifat
kontroversial, tahun 2013 American Heart Association menerbitkan guidelines yang
merekomendasikan penggunaan obat anti-hipertensi dalam 24 jam pertama pada
pasien stroke dengan hipertensi dan secara neurologis dalam keadaan stabil.
Penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah yang tinggi diperlukan untuk
memberikan perfusi yang adekuat ke otak (10-20 mL/100 g) 24-48 jam setelah
stroke.20 Aliran darah otak diregulasi antara tekanan perfusi serebral dan resistensi
serebrovaskular. Peningkatan tekanan perfusi serebral atau tekanan darah arteri akan
menyebabkan vasokonstriksi dan sebaliknya. Keseimbangan ini bertujuan untuk
mempertahankan tekanan arteri rata-rata (MAP) antara 60-150 mmHg. Pada pasien
hipertensi kronis, autoregulasi lebih toleran terhadap tekanan darah tinggi dan
menjadi kurang toleran terhadap tekanan darah rendah (penurunan aliran darah
serebral).32 Penurunan tekanan darah pada masa kritis akan menurunkan perfusi
serebral, memperluas area iskemik, menyebabkan cedera yang ireversibel dan
memperburuk manifestasi klinis pasien. Pada sistematik review beberapa RCT
terhadap 1153 pasien tidak ada bukti kuat bahwa penurunan tekanan darah pada fase
akut stroke memperbaiki keadaan pasien.33
Berbeda dengan masa kritis, pada masa laten penelitian menunjukkan bahwa
diperlukan obat anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah. Berbagai penelitian
menemukan hubungan yang berbentuk U antara tekanan darah dengan hasil terbaik
pada pasien dengan TDS 150 mmHg.34-37 Penurunan tekanan darah dapat sebagai
pencegahan sekunder stroke, namun penurunan tekanan darah dalam 48 jam pertama
masih kontroversial karena tekanan yang tinggi dan rendah keduanya berpengaruh
buruk terhadap keadaan pasien.38,39 Penurunan secara signifikan tekanan darah dapat
menyebabkan perburukan neurologis pada pasien, sedangkan penurunan sedang dapat
memberikan keuntungan.40 Penelitian lain menemukan bahwa terapi untuk
menurunkan tekanan darah pada pasien stroke iskemik akut dapat mengurangi edema
otak, disrupsi sawar darah-otak dan konversi ke infark hemoragik. Dimulainya terapi
antihipertensi pada fase akut merupakan bagian penting dari pencegahan sekunder
stroke.20,31
20
Sebuah penelitian RCT menguji nimodipine sebagai agen penurunan tekanan
darah berasosiasi dengan outcome yang buruk pada pasien stroke. Namun dalam studi
lanjutan yang dilakukan Fogelholm menunjukkan pasien dengan stroke ringan sampai
sedang yang mengkonsumsi nimodipine dengan tekanan darah yang lebih tinggi
memiliki outcome yang lebih baik.41-43 Setiap penurunan tekanan darah sebanyak
10% meningkatkan odds ratio 1.89 terhadap perburukan. Penurunan TDS atau TDD
>20 mmHg juga mengakibatkan perburukan neurologis, resiko kematian yang lebih
tinggi dan volume infark yang lebih luas. Pemberian obat antihipertensi pada fase
awal kepada pasien dengan TDS >180 mmHg berkorelasi dengan peningkatan
kejadian perburukan, keadaan neurologis yang buruk bahkan kematian.44
Peningkatan tekanan darah sering ditemukan dalam satu jam pertama setelah
stroke. Tekanan darah sistolik >160 mmHg ditemukan pada lebih dari 60% pasien
stroke akut. Prognosis pasien stroke diperburuk oleh peningkatan maupun penurunan
tekanan darah, setiap kenaikan 10 mmHg setelah 180 mmHg resiko defisit neurologis
meningkat 40% dan prognosis yang buruk meningkat 23%.44,52-54 Dalam penelitian
stroke akut dan hubungannya dengan tekanan darah, Vemmos menemukan
21
peningkatan dan penurunan tekanan darah berkorelasi dengan resiko kematian,
riwayat hipertensi, keparahan defisit neurologis, cedera otak dan edema otak.55 Dalam
studi lebih lanjut, Aslanyan menemukan bahwa peningkatan MAP pada hari-hari
pertama stroke berhubungan dengan hasil yang buruk.56 Pulse pressure atau
perbedaan antara tekanan darah sistolik dan diastolic juga ternyata berhubungan
dengan hasil yang buruk 3 bulan setelah stroke.57 Penurunan tekanan darah biasanya
terjadi rata-rata 28% pada pasien stroke dalam satu jam setelah onset tanpa perawatan
medis apapun.53,58 Penurunan tekanan darah fisiologis sering ditemukan saat pasien
dipindahkan ke ruangan sunyi, istirahat, setelah buang air kecil atau nyeri yang
menghilang. Tata laksana peningkatan tekanan intracranial juga menurunkan tekanan
darah.53
Pilihan obat antihipertensi juga dipengaruhi oleh usia dan asal suku bangsa
pasien. Pasien di atas 55 tahun dan pasien dengan ras Afrika atau Karibia yang
22
mendapat terapi antihipertensi harus dimulai dengan dihydropine calcium channel
blocker jangka panjang atau thiazide-like diuretic. Jika tekanan darah target belum
tercapai, ditambahkan ACE-I atau angiotensin II receptor blockers (ARB). Sedangkan
pada pasien bukan ras Afrika atau Karibia dan lebih muda dari 55 tahun, obat lini
pertama adalah ACE-I atau ARB Hal ini disebabkan respon setiap individu terhadap
golongan obat antihipertensi yang bervariasi. Pasien yang muda dan berkulit putih
(high renin, tipe 1) merespon lebih baik pada obat yang mensupresi RAAS seperti
ACEI, ARB, dan beta blocker. Pasien Afrika-Karibia (low renin, tipe 2) dan berusia
tua merespon lebih baik penggunaan CCB dan diuretik.29
2.3.7.2. Diuretik
Pasien dengan riwayat penyakit jantung dan menerima terapi obat anti
hipertensi tunggal berupa beta blocker, calcium channel blocker, atau ACE inhibitor
memiliki resiko stroke iskemik lebih tinggi daripada terapi thiazide tunggal.61
Thiazide yang merupakan diuretik yang terbukti menurunkan kejadian stroke
berulang, cedera vaskular dan dapat mencegah komplikasi kardiovaskular dari
hipertensi dan direkomendasikan oleh JNC7 sebagai terapi awal hipertensi, baik
sebagai terapi tunggal maupun kombinasi dengan ACEI, ARB, BB, CCB. Dalam
penelitian ALLHAT, diuretik terbukti lebih efektif dibandingkan lisinopril (ACEI)
dalam mencegah stroke.62,63 Walaupun terdapat pedoman untuk penggunaan thiazid
pada pasien hipertensi, peresepan thiazid ternyata lebih sedikit dibandingkan ACEI
dan beta blocker pada pasien di Kalifornia.46
23
pada tekanan darah yaitu penurunan 12/5 mmHg, menurunkan resiko stroke 43% dan
cedera vaskular. Penggunaan perindopril dan indapamide akan mencegah satu
kejadian fatal setiap 11 pasien selama 5 tahun.59 Perindopril yang diberikan 4 mg
selama 14 hari menurunkan tekanan darah sebanyak 8% tanpa mempengaruhi perfusi
serebral, aliran darah otak tetap adekuat dengan ACEI padahal terjadi penurunan
tekanan darah pada pasien dengan penyakit atheromatous serebri yang ekstensif,
sehingga ACEI cocok digunakan pada pasien dengan penyakit serebrovaskular.
Penggunaan perindopril efektif dalam mengurangi resiko stroke hemoragik berulang.
Ramipril dengan dosis 10 mg/hari secara signifikan menurunkan 32% kejadian stroke
total, stroke berulang turun 33%, nonfatal stroke turun 24%, stroke fatal turun 61%.
Dalam penelitian HOPE ramipril diberikan pada malam hari dan memiliki efek
puncaknya pada pagi hari, waktu dimana stroke paling banyak terjadi.64
24
demikian beta blocker tidak meningkatkan outcome pada pasien stroke, hal ini
mungkin disebabkan penurunan cardiac output yang menyebabkan penurunan perfusi
sehingga terjadi perluasan infark dan stroke berulang.67 Dari penelitian terhadap 2193
pasien dengan stroke atau TIA sebelumnya dibagi menjadi grup plasebo dan beta
blocker (atenolol 5mg) juga tidak menemukan perbedaan angka kejadian stroke fatal
dan non-fatal antara kedua grup.68
25
Nimodipine oral direkomendasi untuk mencegah atau terapi vasospasme
serebri setelah SAH, selain itu nimodipin juga bermanfaat pada pasien demensia
vascular dan campuran. CCB terbukti memberikan proteksi yang lebih baik
dibandingkan beta blocker, diuretik, ACEI.73 Pada penelitian lain dibuktikan bahwa
penggunaan amlodipine menurunkan kejadian stroke 23% lebih besar daripada
atenolol.69
26
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Stroke merupakan penyakit yang sering ditemui dalam praktek dokter sehari-
hari dan memerlukan penanganan yang cepat dan tepat seusai jenisnya. Pada
umumnya stroke yang terjadi merupakan stroke iskemik, namun terdapat pula stroke
hemoragik pada satu dari sepuluh kasus. Stroke memiliki banyak faktor resiko seperti
usia, penyakit jantung, dan lain-lain. Namun penelitian menunjukkan bahwa tekanan
darah tinggi merupakan faktor kontributor terbesar dalam terjadinya stroke. Oleh
karena itu diperlukan monitor tekanan darah dan penurunan tekanan darah apabila
terjadi peningkatan yang dianggap berbahaya untuk mencegah kejadian stroke
berulang.
3.2. Saran
Banyaknya pilihan obat antihipertensi dalam penanganan tekanan darah tinggi
pada pasien paska stroke diharapkan dapat disesuaikan dengan kondisi medik pasien
untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Oleh karena itu, diharapkan dilakukan
penelitian lebih lanjut tentang perbandingan efektivitas golongan obat antihipertensi
dalam skala besar terhadap pasien paska stroke.
27
DAFTAR PUSTAKA
28
14. Smith WS, Johnston SC, Easton JD, Cerebrovascular Diseases. Dalam:
Harrisons Manual Of Medicine. Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo,
Jameson. New York: Mc Graw Hill. 16th Edition, 2005:2372-2393.
15. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2007
16. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Diagnosis dan tata laksana
penyakit saraf. Jakarta: EGC. 2009
17. Hemorrhagic Stroke. 2015 Jan 17 [cited 2015 Feb 23]; Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1916662-overview
18. Sidharta P. Neurologi klinis dalam praktek umum. Jakarta: Dian Rakyat; 2012.
19. Flaherty ML, Woo D, Broderick JP. The epidemiology of intracerebral
hemorrhage. Dalam: Intracerebral hemorrhage. Carhuapoma JR, Mayer SA,
Hanley DF.Cambridge: Cambridge University Press; 2009.
20. Adams HP, Zoppo G del, Alberts MJ, Bhatt DL, Brass L, Furlan A, et al.
Guidelines for the Early Management of Adults With Ischemic Stroke A
Guideline From the American Heart Association/ American Stroke
Association Stroke Council, Clinical Cardiology Council, Cardiovascular
Radiology and Intervention Council, and the Atherosclerotic Peripheral
Vascular Disease and Quality of Care Outcomes in Research Interdisciplinary
Working Groups: The American Academy of Neurology affirms the value of
this guideline as an educational tool for neurologists. Stroke. 2007 May
1;38(5):1655711.
21. Furie KL, Kasner SE, Adams RJ, Albers GW, Bush RL, Fagan SC, et al.
Guidelines for the Prevention of Stroke in Patients With Stroke or Transient
Ischemic Attack A Guideline for Healthcare Professionals From the American
Heart Association/American Stroke Association. Stroke. 2011 Jan
1;42(1):22776.
22. ACLS. ACLS Suspected stroke algorithm. 2015
23. National Stroke Foundation. Clinical guidelines for stroke management. 2010.
Melbourne Australia
24. Lakhan SE, Sapko MT. Blood pressure lowering treatment for preventing
stroke recurrence: a systematic review and meta-analysis. Int Arch Med.
2009;2(1):30.
25. Rashid P, Leonardi-Bee J, Bath P. Blood pressure reduction and secondary
29
prevention of stroke and other vascular events: a systematic review. Stroke.
2003;34(11):27418.
26. Yusuf S, Diener HC, Sacco RL, Cotton D, Ounpuu S, Lawton WA, et al.
Telmisartan to prevent recurrent stroke and cardiovascular events. N Eng J
Med. 2008;359(12):122537.
27. Nazir FS, Overell JR, Bolster A, Hilditch TE, Reid JL, Lees KR. The effect of
losartan on global and focal cerebral perfusion and on renal function in
hypertensives in mild early ischaemic stroke. Journal of hypertension.
2004;22(5):98995.
28. Nazir FS, Overell JR, Bolster A, Hilditch TE, Lees KR. Effect of perindopril
on cerebral and renal perfusion on normotensives in mild early ischaemic
stroke: a randomized controlled trial. Cerebrovascular Diseases.
2005;19(2):7783.
29. Intercollegiate Stroke Working Party. National clinical guideline for stroke,
4th edition. London: Royal College of Physicians, 2012.
30. National Institute for Health and Clinical Excellence 2011; PROGRESS
Collaborative Group 2001
30
35. Castillo J, Dvalos A, Marrugat J, et al. Timing for fever-related brain damage
in acute ischemic stroke. Stroke 1998;29:2455-60.
36. Willmot M, Leonardi-Bee J, Bath PMW. High blood pressure in acute stroke
and subsequent outcome: a systematic review. Hypertension 2004;43:18-24.
37. Leonardi-Bee J, Bath PMW, Phillips SJ, et al. Blood pressure and clinical
outcomes in the international stroke trial. Stroke 2002;33:1315-20.
38. Mistri AK, Robinson TG, Potter JF. Pressor therapy in acute ischemic stroke:
systematic review. Stroke. 2006;37(6):156571.
39. Willmot M, Leonardi-Bee J, Bath P. High Blood Pressure in Acute Stroke and
Subsequent Outcome: A Systematic review. Hypertension. 2004;43:1824.
41. Ahmed N, Wahlgren NG. Effects of blood pressure lowering in the acute
phase of total anterior circulation infarcts and other stroke subtypes.
Cerebrovasc Dis. 2003; 15: 235243
42. Wahlgren NG, MacMahon DG, DeKeyser J, Indredavik B, Ryman T.
Intravenous Nimodipine West European Stroke Trial (INWEST) of
nimodipine in the treatment of acute ischaemic stroke. Cerebrovasc Dis. 1994;
4: 204210.
43. Fogelholm R, Palomaki H, Erila T, Rissanen A, Kaste M. Blood pressure,
nimodipine, and outcome of ischemic stroke. Acta Neurol Scand. 2004; 109:
200204.
44. Castillo J, Leira R, Garcia MM, Serena J, Blanco M, Davalos A. Blood
pressure decrease during the acute phase of ischemic stroke is associated with
brain injury and poor stroke outcome. Stroke. 2004; 35: 520526.
45. Prevention of stroke by antihypertensive drug treatment in older persons with
isolated systolic hypertension. Final results of the Systolic Hypertension in the
Elderly Program (SHEP). SHEP Cooperative Research Group. JAMA. 1991
Jun 26;265(24):325564.
31
46. Ovbiagele B, Hills NK, Saver JL, Johnston SC. Antihypertensive Medications
Prescribed at Discharge After an Acute Ischemic Cerebrovascular Event.
Stroke. 2005 Sep 1;36(9):19447.
47. National Stroke Foundation. National Stroke Audit Acute Services
Organisational Survey Report 2009. 2009.
32
57. Aslanyan S, Weir CJ, Lees KR; GAIN International Steering Committee and
Investigators. Elevated pulse pressure during the acute period of ischemic
stroke is associated with poor stroke outcome. Stroke. 2004; 35: e153e155.
58. Oliveira-Filho J, Silva SC, Trabuco CC, Pedreira BB, Sousa EU, Bacellar A.
Detrimental effect of blood pressure reduction in the first 24 hours of acute
stroke onset. Neurology. 2003; 61: 10471051.
59. Rashid P, Leonardi-Bee J, Bath P. Blood Pressure Reduction and Secondary
Prevention of Stroke and Other Vascular Events A Systematic Review. Stroke.
2003 Nov 1;34(11):27418.
60. Perez MI, Musini VM, Wright JM. Effect of early treatment with anti-
hypertensive drugs on short and long-term mortality in patients with an acute
cardiovascular event. Cochrane Database Syst Rev. 2009, Issue 4. CD006743.
61. Klungel OH, Heckbert SR, Longstreth Jr WT, Furberg CD, Kaplan RC, Smith
NL, et al. Antihypertensive drug therapies and the risk of ischemic stroke.
Arch Intern Med 2001;161(1):37-43.
62. The ALLHAT Officers and Coordinators for the ALLHAT Collaborative
Research Group. Major outcomes in high-risk hypertensive patients
randomized to angiotensin- converting enzyme inhibitor or calcium channel
blocker vs diuretic: The Antihypertensive and Lipid-Lowering Treatment to
Prevent Heart Attack Trial (ALLHAT). JAMA. 2002;288:2981-97.
63. Psaty BM, Smith NL, Siscovick DS, et al. Health outcomes associated with
antihyperten- sive therapies used as first-line agents. A systematic review and
meta-analysis. JAMA. 1997;277:739-45.
64. Sica DA. ACE inhibitors and stroke: new considerations. J Clin Hypertens
Greenwich Conn. 2002 Apr;4(2):1269, 133.
65. Nazir FS, Overell JR, Bolster A, Hilditch TE, Lees KR. Effect of perindopril
on cerebral and renal perfusion on normotensives in mild early ischaemic
stroke: a randomized controlled trial. Cerebrovascular Diseases.
2005;19(2):7783.
33
a randomised, placebo-controlled, double-blind pilot trial. Lancet Neurol.
2009;8(1):4856.
68. De Lima LG, Soares BGO, Saconato H, Atallah AN, da Silva EMK. Beta-
blockers for preventing stroke recurrence. Cochrane Database Syst Rev.
2013;5:CD007890.
69. Ravenni R, Jabre JF, Casiglia E, Mazza A. Primary stroke prevention and
hypertension treatment: which is the first-line strategy? Neurol Int [Internet].
2011 Sep 29 [cited 2015 Mar 7];3(2). Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3207231/
70. Dowlatshahi D, Hill MD. Angiotensin receptor blockers and secondary stroke
prevention: the MOSES study. Expert Rev Cardiovasc Ther. 2009
May;7(5):45964.
71. Lders S. Drug therapy for the secondary prevention of stroke in hypertensive
patients: current issues and options. Drugs. 2007;67(7):95563.
72. Jeffrey S. Diuretics may preferentially reduce stroke risk. Medscape. 2003
73. Inzitari D, Poggesi A. Calcium channel blockers and stroke. Aging Clin Exp
Res. 2005 Aug;17(4 Suppl):1630.
34