You are on page 1of 26

ANALGESIK ANTIPIRETIK

OBAT-OBAT AINS & OBAT-OBAT PIRAI(GOUT)


PENDAHULUAN
Obat analgesik-antipiretik yang dibicarakan dalam bab ini adalah yang tergolong
analgesik nonnarkotik .
Obat analgesik-antipiretikserta obat anti inflamasi non steroid (AINS) lainnya
merupakam suatu kelompok obat yang hiterogen, bahkan beberapa diantara sangat
berbeda secara kimia. Obat obat ini mempunyai persamaan dalam efek terapi dan
efek samping.
Prototipe golongan ini adalah aspirin. Karena itu, obat golongan ini sering juga
disebut sebaga obat mirip-aspirin(aspirin-like drugs). Obat mirip aspirin dibagi
menjadi 5 golongan, yaitu (1) salisilat dan salisilamid, (2) para aminofenol, (3)
pirazonal, (4) antitirimatik, nonsteroid dan analgesik laninya, dan (5) obat pirai
(gout)

FARMAKODINAMIK
Prototipe obat-obat analgesik-antipiretik nonnarkotik adalah aspirin
(asetosal ) sehingga pembicaraan obat laninya akan dibandingkan dengan sifat
asetosal.
EFEK ANALGESIK
Salisilat hanya menghilangkan nyeri ringan sampai sedang ( nyeri kepala,
mialgia, dan artralgia ) mekanisme kerja analgesik.
1. Sentral : salisilat bekerja pda hipotalamus
2. Perifer:
i. Menghambat pembentukan prostaglandin ditempat terjadinya
radang, dan
ii. Mencegah sensitasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang
mekanik atau kimia
Tidak menimbulkan toleransi ataupun adiksi walaupun digunakan secara kronik.
EFEK ANTIPIRETIK
Pada keadaan demam, termostat dihipotalamus terganggu sehingga
menyebabkan suhu tubuh meningkat. Diduga salisilat bekerja mengembalikan
fungsi termostat ke normal. Pembentukan panas tidak dihambat, hilangnya panas
terjadi dengan meningkatnya aliran darah ke perifer dan pembentukan keringat.
Cara menurunkan demam diduga dengan menghambat pembentukan
prostaglandin E1.
TERHADAP SISTEM SARAF LAIN
Pada dosis tinggi menimbulkan efek tosis pada SSP. Efeknya diawali
dengan stimulus yang kemudian diikuti dengan depresi.
Gejalanya adalah bingung, pusing, tinnitus, tuli nada tinggi, delirium,
psikosis, sopor dan koma, serta mual dan muntah yang merupakan manifestasi
efek sentral dan perifer. Efek sentral diduga karena terdapat perangsangan chemo-
receptor trigger zone (CTZ) yang terjadinya pada konsentrasi salisilat dalam
plasma yang lebih tinggi, sedangkan efek perifer karena adanya iritasi yang dapat
terjadi pada dosis rendah.
EFEK ANTIINFLAMASI
Inflamasi adalah suatu respons jaringan terhadap rangsangan fisik atau
kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan pelepasan mediator
inflamasi, seprti histamin, serotonin, bradikinin, dan prostaglandin yang
menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak, dan gangguan
fungsi. inflamasi pada rematoid artritis merupakan reaksi antara antigen, antibodi,
dan komplemen yang menyebabkan teerbentuknya faktor kemotaktik yang
menjadi penarik leukosit. Leukosit ini memfagositosis kompleks antigen-antibodi-
komplemen dan juga melempaskan enzim lisosom yang menyebabkan kerusakan
tulang rawan dan jaringan lain sehingga timbul inflamasi.
MEKANISME KERJA OBAT AINS:
1. Menjaga keutuhan tulang rawan dan jaringan lain dari kerusakan oleh
enzim lisosom (salisilat, fenilbutazon, indometasin, asam
menefenamat).
2. Menstabilkan membran leukosit (salisilat, klorokuin).
3. Menghambat migrasi leukosit (indometasin).
4. Menghambat pembentukan prostaglandin ( salisilat, indomestasin).
Pada demam rematik,salisilat mengurangi gejala kerusakan sendi,
tetapi kerusakan jantung tidak dipengaruhinya.
EFEK URIKOSURIK
Efek ini timbul bergantung pada dosis. Dosis kecil 1-2 gr per hari,
menghambat ekskresi asam urat sehingga kadar asam urat dalam darah meningkat.
Dosis 2-3 gr per hari, tidak meningkatkan ekresi asam urat. Dosis lebih dari 5 gr
per hari, menyebabkan ekresi asam urat meningkat sehngga kadar asam urat
dalam darah menurun. Dengan dosis rendah, salisilat menghambat sekresi tubuli,
dan dengan dosis tinggi, selain menghambat sekresi tubuli, dan dosis tinggi, selain
menghambat sekresi tubuli juga menghambat reabsrobsinya. Efek urikosurik ini
meningkat bila urine bersifat basa.
SALURAN CERNA
Bila diberikan per oral, obat ini akan menimbulkan gangguan pada
epigastrium, mual, dan muntah. Dosis besar dan kronik menyebabkan perdarahan
lambung yang lama-kelemahan akan menimbulkananemia defisiensi Fe.
PERNAFASAN
Salisilat dapat merangsang pernafasan baik secara langsung maupun tidak
langsung,. Pada dosis terapi, salisilat meningkat konsumsi O2 dan produksi CO2.
Peningkatan PCO2 merangsang respirasi dan ini diimbangkan dengan
peningkatan pengeluaran CO2 melalui alveoli sehingga PCO2 plasma tidak
meningat. Mula-mula terjadi peningkatan ventilasi alveoli kemudian pernafasan
menjadi lebih dalam dan frekuensinya meningkat sedikit.
KESEIMBANGAN ASAM BASA
Pada dosis terapi menjadi perubahan keseimbangan asam-basa dan
komposisi elektrolit. Terjadilah respirasi alkolosis dan kompesensis denganbonat
dalam plasma menurun kembali ke normal. Pada dosis toksis terjadi perubahan
keseimbangan asam-basa berlanjut sehingga menimbulkan asidosis metabolik.
KARDIOVASKULER
Pada dosis besar menyebabkan vasodilatasi pembulu perifer, karena
pengaruh langsung salisilat terhadap otot polos. Pada dosis toksik menyebabkan
depresi sirkulasi karena paralisis pusat vasomotor. Pemberian Na-salisilat atau
asetosal dosis tinggi pada penderita dengan penyakit reumatik, menyebabkan
bertambahnya volume plasma sebanyak 20% dan menurunnya hematokrit.
Perubahan ini dapat menyebabkan terjadinya edema paru dan gagal jantung.
Sebaiknya-salisilat tidak diberikan pada penderita gagal jantung.
EFEKTERHADAP DARAH
Salisilat tidak mempengaruhi jumlah leukosit, eritrosit, dan tidak
menimbulkan methemogllobenia. Pada demam rematik salisilat dapat
menurunkan jumlah leukosit dan meningkatkan LED. Dengan dosis 3-4 gr per
hari, kadar Fe dalam plasma menurun dan masa hidup eritrosit memendek.
Perpanjangan masa perdarahan tidak disebabkan hipoprotrombinia, tetapi karena
salisilat menghalangi agresasi trombosit. Hipoprotrombenia baru terjadi pada
dosis lebih dari 6 gr per hari.
EFEK TERHADAP METABOLISME
Salisilat dapat mempengaruhi metabolisme karbohidrat. Pada dosis besar
menyebabkan hiperglikemia dan glukosuria, pengeluaran glukogen hati, dan otot,
mengurangi lipogenesis, juga menghambatlipolisis oleh epinefrin di dlam sel
lemak. Pada dosis teksik menyebabkan keseimbangan nitrogen menjadi negatife.
EFEK TERHADAP SISTEM ENDOKRIN
Dosis besardapat mengaktifkan pusat saraf simpatik dan
menyebabkan pelepasan epinefrin dan medula adrenal sehingga terjadi
hiperkiglemia.
Pemberian kronik salisilat dapat menurunkan jumlah iodium yang terikat
protein plasma dan pengambilan oleh kelenjar tiroid tetapi konsumsi O2
meningkat.

FARMAKOKINETIK
Absorpsi
Bila diberikan per oral, diserap dengan cepat sebagian dari lambung dan
sebgian besar dari usus halus bagian atas. Kaadar puncak dicapai setelah
pemberian 2 jam. Kecepatan absorpsi ini bergantung pada kecepatan disintegrasi
dan solusi tablet, PH permukaan mukosa dan waktu pengosongan lambung pada
pemberian per rektal, absorpsi lambang dan tidak sempurna. Absorpsi melalui
kulit dapat terjadi dengan cepat dan dapat menimbulkan sistemik. Misalnya, metil
selisilat dapat diabsorpsi melalui kulit yang utuh tetapi absorpsi melalui lambung
lambat.
Distribusi
Setelah diabsorpsi, salisilat didistribusikan ke seluru tubuh dan cairan
tubuh dan cairan interseluler. Salisilat dapat ditemukan pada: cairan sanivial,
spinal, peritonial, air liur,dan air susu. Salisilat juga mudah menembus sawar
darah otak dan sawar uri dan tidak ditemukan dalam cairan lambung. Sebanyak
50% sampai 90% salisilat terikat pada protein plasma, terutama oleh albumin.
Biotransformasi
Biotransformasi terjadi sebanyak jaringan, terutama sistem mrikosom dan
mitokondria hati.
Ekskresi
Salisilat terutama diekskresikan an melalui ginjal dalam bentuk
metabolit. Sebagaian kecil (sedikit ) melalui keringat, empedu, dan tinja.
Sediaan
a. Natrium salisilat; berupa tablet 300 dan 600 mg
b. Asam asetilsalsilat; berupa tablet 0,3 gr dan 0,5 gr. Untuk anak-anak,
tablet 80 gr dan 100 gr.
c. Metil salisilat ( minyak wintergreen ); berupa obat gosok.
d. Asam salisilat; berupa bubuk, dipakai sebagai kerato-litik sering terhadap
dalam salep.

Indikasi klinik
1. Antipiresis
a. Dosis dewasa: 325-1000 mg per oral, tiap 3 atau 4
b. Dosis anak-anak: 20 gr/ kg BB/hari
2. analgesik
Demam rematik akut.
a. Dosis dewasa: 5-8 gr per hari.
b. Dosis anak-anak: 100-125 mg/kg BB/hari.

3. rematoid artritis. Dosisasam asetilsalisilat: 5-6 gr/hari


4. penggunaan lain. Mencegah trombulis dalam vena dan emboli paru,
karena salisilat mempunyai efek menghambat agregasi trombosit. Aspirin telah
terbukti menurunkan insiden serangan iskemik selintas (transient ischemic )dan
angina tidak stabil pada laki-laki dan juga telah menggunakan sebagai tindakan
profilaksis pada keadaan ini.
EFEK SAMPING
1. Reaksi alergi.
Biasanya disebabkan oleh asam asetilssalisilat.
Gejalah berupa:
Kemerahan pada kulit, urtikari, eksantem, edema angioneuretik, edema
laring, asma, dan syok anafilatik. Reaksi ini sering dijumpai pada meereka
yang sering menderita elergi terutama penderita asma. Terapinya tidak
berbeda dengan terapiakut lain. Epinefrin merupakan obat pilhan untuk
menghilangkan angioneurretik, edema laring, asma, dan reaksi anafilaktik.

2. Efek samping saluran cerna berupa gastritis, dan ulkus peptikumkarena


efek iritasinya.
3. Sindrom reye
Pada tahun 1963 diaustralia, reye menemukan suatu keadaan yang
disebabkan oleh asam asetilsalisilat berupa keadaan akut dengan adanya
ensefalopati akut dan degenerasi lemak pada hati dan organ lain. Telah
ditemukan kematian 17 dari 21 penderita sindrom reye
Penelitianterakhir menunjukan bahwa sindrom reye terjadinya reye terjadi
pada penderita infeksi virus, seperti varisela atau influenza yang mengonsumsi
asam asetilsalisilat.
INOKSIKASI
Intoksikasi sering terjadi karena PENGGUNAAN YANG SALAH (mis-
use ) atau PENYELAHGUNAAN (abuse ) dosis letal metil salisilat. Dengan
dosis 4 cc Metil salisilat sapat menyebabkan kematian pada anak.
SALISILASMUS adalah intoksikasi ringan salisilat. Salisilismu ini sangat
menyerupai sinkonismu. Gejalanya adalah nyeri kepala, pusing, tinnitus, sukar
mendengar, penglihatan kabur, rasa bingung, dan mengantuk. Serta lemas, banyak
keringat, haus, mual, muntah, dan kadang-kadang diare.
Intoksikasi berat berupa gangguan ssp, erupsi kulit, dan gangguan
keseimbangan asam-basa. Semakin berat intoksikasi, akan menimbulkan stimulus
sentral yang disusul oelh depresi ( sopor dan koma ). Kolaps kardiosvakuler dan
insufisiensi pernafasan, kadang-kadang mengakibatkan konvulsi karena asfiksia
distadium terminal dan kematian karena kegagalan pernapasan. Intoksikas metil
salisilat sering terjadi pada anak-anak.
TERAPIINTOKSIKASI
Bilasan lambung untuk mengeluarkan semua obat yang telah ditelan. Kalau
diakibatkan oleh metil salisilat, bilas sampai baunya negatif. Koreksilah gangguan
cairan dan elektrolit.
PARA AMINO FENOL
Derivatnya adalah asetaminofen dan fenasetin. Struktur kimianya adalah seperti
terlihat pada Gbr. 39-2.
Khasiat antipiretik ditimbulkan oleh gugus ominobenzen. Asetami-nofen juga
merupakan metabolit fenasetin dan khasiatnya sama dengan fenesetin. Pada
awalnya termasuk obat bebas, tetapi sejak tahun 1978 digolongkan sebagai obat
keras.

Farmakodinamik
Efek analgesik dan antipiretiknya sama dengan salisilat. Efek
antiinflamasinya sangat lemah sehingga tidak digunakan sebagai antirematik
seperti salisilat.
Farmakokinetik
Bila diberikan per oral, akan diserap cepat dan sempurna melalui saluran
cerna. Konsentrasi maksimum dalam plasma dicapai setelah jam pemberian.
Waktu paruhnya 1-3 jam.
Didistribusikan ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma, sebagian terikat
pada protein plasma, 25% untuk asetaminofen, dan 30% untuk fanesatin.
Dimetabolisme oleh enzim mikrosom dalam hati; 80% terkonjugasi dengan asam
glukuronat dan sebagian kecil dengan asam sulfat dalam hati. Paraminofenol juga
mengalami hidroksilasi dan hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan
methemoglobinemia dan hemolisis. Diekskresikan melalui ginjal; sebagian berupa
asetaminofen (3%) dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.
Indikasi Klinik
Penggunaan klinik ialah sebagai analgesik dan antipiretik sama seperti salisilat.
Efek Samping dan Intoksikasi
1. Reaksi alergi : jarang terjadi, berupa eritem, urtikaria atau bila lebih berat
dapat timbul demam dan lesi mukosa.
2. Efek samping lain dapat berupa :
a) Anemia hemolitik pada pemakaian kronik. Hal ini terjadi akibat
mekanisme autoimun, defisiensi enzim G6PD, dan terbentuk metabolit
yang abnormal.
b) Methemoglobinemia dan sulfohemoglobinemia pada pemakaian dosis
besar.
Toksisitas Akut
Akibat dosis toksik yang paling serius adalah nekrosis hati, nekrosis
tubuli, dan koma hipoglikemik. Dengan dosis 10-15 gr dapat menimbulkan
hepatotoksisitas. Gejala pada hari-hari pertama, adalah mual, muntah, dan sakit
perut. Pada hari kedua dapat timbul gangguan hepar dengan gejala peningkatan
transaminase serum, dehidrogenase laktat, konsentrasi bilirubin serum, dan
pemanjangan masa protrombin. Kerusakan hepar dapat berakibat ensefalopati,
koma, dan kematian. Penentuan masa paruh asetaminofen dapat memberi
petunjuk akan beratnya keracunan. Masa paruh lebih dari 4 jam merupakan
petunjuk akan terjadinya nekrosis hepar dan masa paruh lebih dari 12 jam
meramalkan kemungkinan terjadinya koma hepatik.
Asetil sistein merupakan obat yang dapat digunakan pada keadaan
toksisitas, karena obat ini dapat mengikat metabolit toksik yang berlebihan ini.
Pirazolon
Yang termasuk derivat pirazolon adalah (1) Antipirin (fenazon), (2)
Aminopirin (amidopirin), dan (3) Fenilbutazon dan turunannya. Yang sekarang
masih digunakan dalam klinik adalah fenilbutazon.
Fenilbultazon dan Oksifenbutazon
Fenilbutazon digunakn untuk mengobati rematoid arthritis dan sejenisnya
sejak tahun 1949, kemudian secara berurutan didapat turunan fenilbutazon, yaitu
oksifenbutazon, sulfinpirazon, dan ketofenilbutazon.
Farmakodinamik
Fenilbutazon dan oksifenbutazon juga mempunyai efek antipiretik dan
analgesic. Efek antiinflamasinya sama dengan salisilat. Efek urikosuriknya lemah
dengan menghambat reabsorpsi asam urat melalui tubuli. Dalam dosis kecil,
fenilbutazonjustru mengurangi sekresi asam urat oleh tubuli.
Salah satu derivat fenilbutazon yang efek urikosuriknya lebih efektif
adalah sulfinpirazon yang digunakan untuk pengobatan gout kronik.
Efek terhadap air dan elektrolit adalah (1) menimbulkan retensi natrium
dan klorida, (2) pengurangan diuresis sehingga menimbulkan edema, dan (3)
volume plasma bertambah, mencapai 50% sehingga dapat terjadi gagal jantung.
Efek lain adalah mengurangi pengambilan iodida oleh kelenjar tiroid dan
menghambat siklus Krebs sehingga mengurangi pembentukan energi yang
mungkin berperan pula dalam intoksikasi.
Farmakokinetik
Bila diberikan per oral, absorpsinya akan cepat dan sempurna. Konsentrasi
tertinggi dicapai dalam waktu 2 jam. Dengan dosis terapi 98% fenilbutazon dalam
plasma terikat pada protein plasma, sedangkan bila konsentrasi lebih tinggi
pengikatan dengan plasma protein mungkin hanya 90%. Masa paruh fenilbutazon
lama, yaitu 50-100 jam.
Biotransformasi terjadi di hati oleh sistem mikrosom hati. Ekskresi melalui
ginjal dan berjalan lambat.
Indikasi Klinis
Fenilbutazon dan oksifenbutazon diindikasi untuk :
1. Gout akut
2. Rematoid arthritis
Efek Samping
1. Reaksi alergi berupa : reaksi kulit, anemia aplastik, agranulositosis,
leucopenia, trombositopebia, dll.
2. Iritasi lambung, dapat menimbulkan perdarahan lambung.
Intoksikasi
Fenilbutazon dapat menimbulkan koma, trismus, kejang tonik dan klonik, syok,
asidosis metabolic, dll.
Kontraindikasi
1. Hipertensi.
2. Penyakit jantung.
3. Penyakit ginjal.
4. Gangguan fungsi hati.
5. Riwayat ulkus peptikum.
Antirematik dan Analgesik Lain
Pada tahun 1971, Vane dan kawan-kawan memperlihatkan secara in vitro
bahwa aspirin dan indometasin menghambat produksi enzimatik prostaglandin
(PG). Kini banyak terbukti bahwa PG berperan pada pathogenesis inflamasi,
algesia, dan demam. Inilah yang memperkuat hipotesis bahwa penghambatan
biosintesis PG merupakan mekanisme kerja obat mirip aspirin.
Pada Gbr. 39-3, dapat dilihat pembagian obat-obat AINS berdasarkan
rumus kimianya dan pada Tabel 39-1 pembagian obat-obat AINS berdasarkan
waktu paruhnya. Juga dapat dilihat pada Gbr. 39-4 skema biosintesis
prostaglandin dan tempat obat antiinflamasi bekerja.
Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi
asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat
siklooksigenase dengan cara yang berbeda. Aspirin menghambat dengan
mengadakan asetilasi gugus aktif serin dari enzim ini. Trombosit sangat rentan
terhadap penghambatan ini karena sel ini tidak mampu mengadakan regenerasi
enzimnya sehingga dosis tunggal aspirin 40 mg sehari telah cukup untuk
menghambat siklooksigenase trombosit manusia selama masa hidup trombosit,
yaitu 8-11 hari.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa selama berlangsungnya
fenomena inflamasi, banyak faktor mediator kimiawi yang dilepaskan secara
lokal, antara lain histamine, 5-hidroksitriptamin (5HT), faktor kemotatik,
bradikinin, leukotrein, dan PG.
Secara in vitro, terbukti bahwa prostaglandin E2 (PGE2) dan prostasiklin
(PGI2) dalam jumlah nanogram menimbulkan eritem, vasodilatasi, dan
peningkatan aliran darah lokal. Histamin dan bradikinin dapat meningkatkan
permeabilitas vascular, tetapi efek vasodilatasinya tidak besar. Dengan
menambahan sedikit PG, efek eksudasi plasma histamin dan bradikinin akan lebih
jelas. Migrasi leukosit ke jaringan radang merupakan aspek penting dalam proses
inflamasi. PG sendiri tidak bersifat kemotaktik, tetapi produk lain asam
arakidonat, yakni leukotrein B4 merupakan zat kemotatik yang sangat poten. Obat
mirip aspirin tidak menghambat sistem lipoksigenase yang menghasilkan
leukotrein sehingga golongan obat ini tidak menekan migrasi sel. Walaupun
demikian, pada dosis tinggi terlihat juga penghambatan migrasi sel tanpa
memengaruhi enzim lipoksigenase. Obat yang menghambat biosintesis PG
ataupun leukotrein tentu akan lebih poten menekan proses inflamasi.
Obat-obat AINS umumnya mempunyai sifat antiinflamasi, analgesic, dan
antipiretik. Namun, karena efek antipiretiknnya baru terlihat pada dosis yang lebih
besar daripada efek lainnya, dan relative lebih toksik dari antipiretik klasik, obat-
obat ini hanya digunakan untuk terapi penyakit inflamasi sendiri, seperti rematoid
arthritis, osteoarthritis, spondilitis ankilosa, dan penyakit pirai.
Semua AINS merupakan iritan terhadap mukosa lambung, walaupun ada
perbedaan gradasi diantara obat-obat ini. Akhir-akhir ini, efek toksik terhadap
ginjal lebi banyak dilaporkan sehingga fungsi ginjal perlu diperhatikn pada
pemberian obat-obat ini.
Asam Mefenamat dan Meklofemenamat
Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik dan sebagai antiinflamasi,
Asam mefenamat kurang efektif dibandingkan dengan aspirin. Asam mefenamat
terikat sangat kuat pada protein plasma sehingga interaksi obat ini dengan
antikoagulan harus diperhatikan.
Meklofemenamat digunakan sebagai anntiinflamasi pada terapi rematoid
arthritis dan osteoarthritis.
Efek Samping
1. Terhadap saluran cerna : dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa
lambung. Pada orang tua gejala diare lebih sering dilaporkan.
Tabel 39-1. Pembagian obat-obat AINS berdasarkan waktu paruh
No. Golongan Obat
1. AINS dengan waktu paruh pendek Aspirin, Asam flufenamat, Asam
(3-5 jam) meklofenamat, Asam mefenamat,
Asam niflumat, Asam tiaprofenamat,
Diklofenak, Indometasin, Karprofen,
Ibuprofen, dan Ketoprofen.
2. AINS dengan waktu paruh sedang Fenbufen
(5-9 jam) Piroprofen
3. AINS dengan waktu paruh tengah Diflunisal
(kira-kira 12 jam) Naproksen
4. AINS dengan waktu paruh panjang Piroksikam
(25-45 jam) Tenoksikam
5. AINS dengan waktu paruh sangat Fenilbutazon
pnjang ( lebih dari 60 jam) Oksifenbutazon
Di Negara maju obat golongan ini umumnya sudah ditarik dari peredaran karena
efek sampingnya dalam pemakaian jangka lama. Kalau masih diberikan tidak
lebih dari tujuh hari.
OBAT AINS

ASAM KARBOKSILAT ASAM ENOLAT

derivat asam salisilat derivat


Aspirin
Benorilat
diflunisal azopropazon
fenilbutazon
derivat asam propionat oksifenbutazon

asam tiaprofenamat
fenbufen derivat oksikam
fenoprofen piroksikam
flubiprofen
ibu profen
ketoprofen
naproksen

derivat asam antranilat

as. Mefenamat
meklofenamat
as. Flufenamat

asam asetat

derivat asam fenilasetat

diklofenak
fenkoflenak

derivat asam asetat


inden/indol

indometasin
sulindak
tolmetin

Gambar 39.3pembagian obat-obat AINS berdasarkan rumus kimia.


RANGSANG

Gangguan pada
membran sel

fostolipid

dihambat enzim fosfolipase


kortikosteroid

asam arakidonat

enzim lipoksigenase

dihambat
obat AINS

hidroperoksid endoperoksid
PGG/PGH

PGE2, PGF2a, PGD2 prostasiklin

leukotrean Tromboksan A2

Gambar 39.4 skema biosintesis prostaglandin dan tempat obat-obat AINS


bekeerja.

2. Reaksi hipersensitivitas : eritem kulit dan bronkokonstriksi. Pernah


dilaporkan adanya anemia hemolitik.
Sediaan
Asam mefenamat tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, diberikan dengan
dosis 3 kali sehari 250-500 mg.
Meklofenamat diberikan dengan dosis 200-400 mg sehari. Karena efek
toksisnya, di Amerika Serikat obat ini tidak dianjurkan untuk anak dibawah umur
14 tahun.
Ibuprofen
Ibuprofen merupakan derivate asam propionat. Obat ini bersifat analgesik
dengan efek antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama dengan
aspirin. Efek antiinflamasinnya terlihat pada dosis 1200-2400 mg sehari.
Absorpsinya berlangsung cepat melalui lambung dan kadar maksimum
dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu paruhnya sekitar 2 jam. 90%
Ibuprofen terikat dengan protein plasma.
Ekskresinya berlangsung cepat dan lengakap. Kira-kira 90% dari dosis
yang diabsorpsi akan diekskresikan melalui urine sebagai metabolit atau
konjugatnya.
Interaksi Obat
1. Dengan obat antikoagulan dan hipoglikemik oral hampir tidak ditemui
interaksi obat, tetapi pada pemberian bersama dengan warfarin tetap harus
diwaspadai karena adanya gangguan fungsi trombosit yang
memperpanjang masa perdarahan.
2. Mengurangi efek diuresis natriuresis furosemid dan tiazid.
3. Mengurangi efek antihipertensi obat bloker beta adrenoseptor, prazosin,
dan kaptropil. Efek ini mungkin akibat hambatan biosintesis PG renal.
Efek Samping
1. Terhadap saluran cerna, akan lebih ringan dari aspirin, indometasin, atau
naproksen.
2. Efek samping lain yang jarang adalah eritema kulit, sakit kepala,
trombositopenia, dan ambliopia toksik pada mata yang reversible. Obat ini
tidak dianjurkan pada wanita hamil dan menyusui.
Ketoprofen
Efek ketoptofen sama seperti aspirin dan obat-obat AINS yang lain dalam
pengobatan arthritis rematoid dan osteoarthritis. Absorpsi berlangsung baik dari
lambung. Waktu paruhnya sekitar 2 jam. Efek sampingnya sama dengan AINS
lain.
Dapat menghambat enzim lipoksigenase maupun siklooksigenase, tetapi
tidak memperlihatkan efek lain yang menjadikannya lebih superior dari obat
AINS lain. Walaupun terikat dengan plasma protein sebanyak 99%, obat ini tidak
mengubah aktivitas warfarin dan dioksin. Kalau diberikan bersama dengan
probenesid akan meningkatkan kadar ketoprofen dan memperpanjang waktu
paruhnya.
Naproksen
Absorpsi berlangsung baik melalui lambung maupun kadar puncak dicapai
dalam 2-4 jam. Bila diberikan dalam bentuk garam natrium naproksen, kadar
puncak plasma dicapai lebih cepat. Waktu paruh obat ini adalah 14 jam sehingga
cukup diberikan 2 kali sehari. 98-99% terikat dengan protein plasma. Ekskresi
terutama melalui urine, baik dalam bentuk utuh maupun sebagai konjugat
glukuronida dan demetilat.
Naproksen dan Ibuprofen dianggap yang paling tidak tiksik diantara
derivat asam propinoat.
Efek Samping
Frekuensi efek samping lebih rendah dari derivat asam propinoat yang lain.
Efek samping dapat berupa :
1. Dispepsia ringan sampai perdarahan lambung.
2. Terhadap SSP berupa sakit kepala, pusing, rasa lelah, dan ototoksisitas.
3. Pernah dilaporkan adanya gangguan terhadap hepar dan ginjal.
Interaksi obat
Interaksi obbat sama dengan Ibuprofen.
Indometasin
Indometasin merupakan derivat indol-asam asetat. Obat ini sudah dikenal
sejak tahun 1963 untuk mengobati rematoid dan sejenisnya. Walaupun khasiat
antiinflamasinya cukup kuat, tetapi karena toksisitasnya, penggunaannya terbatas.
Efek antiinflamasi dan antipiretiknya kira-kira sebanding dengan aspirin.
Absorpsi dalam saluran cerna berlangsung cepat dan sempurna. Bila diberikan
pada waktu puasa, konsentrasi tertinggi dicapai dalam waktu 2 jam.
Biotransformasinya terjadi di hepar. Ekskresi melewati ginjal, empedu, dan feses.
Waktu paruhnya adalah 2 jam.
Indikasi Klinik
1. Gout (pirai) akut.
2. Rematoid arthritis, spondilitis ankilosa, dan osteoantritis.
3. Duktus arteriosus paten pada bayi prematur. Ini terjadi sebagai akibat
produksi prostaglandin yang kontinu. Penutupan dapat dipercepat jika
diberikan indometasin secara intravena. Dalam hal ini, yang bertanggung
jawab adalah COX-1 (karena bukan proses peradangan). Seperti diketahui
indometasin merupakan selektif relatif untuk COX-1.
4. Inflamasi ekstraartikular seperti perikarditis, pleuritis, dan sindrom Bartter.
Efek Samping
1. Gangguan saluran cerna.
2. Gangguan SSP berupa vertigo, pusing, depresi, psikosis, halusinasi, dll.
3. Reaksi alergi.
4. Agranulositosis, anemia aplastik.
Kontraindikasi
1. Wanita hamil dan menyusui.
2. Anak dibawah umur 14 tahun.
3. Adanya lesi lambung.
4. Epilepsi, gangguan emosi, dan penyakit jiwa.
Piroksikam
Piroksikam merupakan AINS yang memiliki struktur oksikam. Absorpsi
berlangsung cepat di lambung. 99% terikat dengan protein plasma, kadar mantap
dicapai sekitar 7-10 hari dan kadar dalam plasma kira-kira sama dengan kadar
dalam cairan sinovial. Waktu paruhnya adalah 45 jam sehingga dapat diberikan
sekali sehari.
Efek Samping
Efek samping yang paling sering adalah gangguan saluran cerna. Efek
samping lain adalah pusing, tinnitus, nyeri kepala, dan eritem kulit.
Tidak dianjurkan diberikan pada wanita hamil, penderita ulkus peptikum,
dan penderita yang sedang minum antikoagulan.
Indikasi Klinik
Berguna hanya pada penyakit inflamasi sendi, seperti rematoid arthritis,
osteoarthritis, dan spondilitis ankilosa.
Glafenin
Glafenin adalah derivat sintetis obat malaria klorokuin. Digunakan
terutama karena sifat analgesiknya saja. Sifat antipiretiknya hampir tidak ada
sehingga tidak digunakan sebagai antipiretik dalam klinik. Juga tidak
memperlihatkan efek antiinflamasi. Sifat analgetiknya lebih kuat dari aspirin.
Efek sampingnya berupa mual, urtikaria, dan edema angioneurotik.
Obat-Obat AINS Baru
Bukti yang baru menyatakan bahwa ada dua bentuk isoform
siklooksigenase, yakni COX-1 dan COX-2. COX-1 merupakan enzim yang
penting untuk pembentukan prostaglandin yang melindungi saluran cerna,
trombosit, dan ginjal. Sebaliknya, COX-2 adalah enzim yang bertanggung jawab
terhadap produksi prostaglandin oleh sel yang terlibat dalam peradangan. Obat
AINS yang bekerja selektif menghambat COX-2 lebih disukai pada pengobatan
peradangan karena tidak mengganggu fungsi-fungsi prostaglandin yang lain. Oleh
karena itu, efek samping yang tidak diinginkan, seperti efek samping terhadap
saluran cerna dan terhadap ginjal, tidak akan timbul.
ENZIM CYCLO-OXYGENASE (COX)
Konsep Baru 1995
Pada tahun 1995 ditemukan obat AINS pertama yang kerjanya selektif
menghambat COX-2, yaitu meloxicam yang kemudian diikuti oleh penemuan
obat lain, yaitu celecoxib.
Rangsangan rangsangan
fisiologi inflamsi

ASAM ARAKIDONAT

dihambat dihambat
oleh AINS oleh AINS

COX-1 COX-2
(konstitutif ) (pencetus )
pemeliharaan

Trombosan A2 prostasikin

Prostaglandin Prostaglandin & mediator


inflamasi

sitoproteksi inflamasi

Menghilangkan nyeri Efek samping pada


Dan inflamasi lambung dan ginjal
Meloxicam
Meloxicam merupakan penghambat selektif COX-2 yang pertama. Rumus
kimianya adalah 4-hydroxy-2-methyl-N-(5-methyl-2-thiazolyl)-2H-1, 2-
benzothiazine-3-carboxamide-1, dan 1-dioxide.
Obat ini termasuk dalam golongan enolat yang mempunyai sifat
antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik pada binatang. Efek antiinflamasinya
setara dengan diklofenak dan piroksikam. Karena obat ini merupakan penghambat
selektif COX-2, efek samping terhadap lambung dan ginjal akan lebih kecil
dibanding dengan obat AINS yang lain.
Indikasi
1. Rematoid arthritis
2. Osteoarthritis
Kontraindikasi
1. Ulkus lambung yang aktif / perdarahan lambung.
2. Insufisiensi hati berat.
3. Insufisiensi ginjal berat.
4. Anak-anak <15 tahun.
5. Kehamilan / menyusui.
6. Hipersensitif terhadap obat tersebut.
Interaksi Obat
Secara umum, interaksinya sama dengan obat AINS lain.
1. Pemberiannya bersamaan dengan antikoagulan oral, triklopidin, heparin,
dan trombolitik akan meningkatkan risiko perdarahan.
2. Pemberian bersama lithium akan meningkatkan kadar lithium.
3. Dengan metotreksat akan meningkatkan toksisitas hematologi metotreksat
(perlu memantau jumlah sel darah).
4. Dengan diuretik dapat menyebabkan insufisiensi ginjal akut (terutama
pada penderita dehidrasi).
5. Menurunkan efek antihipertensi bloker beta, inhibitor ACE, dan
vasodilator karena selama pengobatan dengan AINS akan menghambat
prostaglandin yang mempunyai efek vasodilatasi.
6. Meningkatkan nefrotoksisitas siklosporin karena efek penghambatan
prostaglandin di ginjal.
7. Kolestiramin akan mengikat meloxicam di saluran cerna sehingga
mempercepat proses eliminasinya (berguna pada kelebihan dosis
meloxicam).
Tidak ada interaksi meloxicam dengan obat antasida, simetidin, digoxin, dan
furosemid.
Celecoxib
Rumus kimianya adalah 4-(5-[4-metilfenil]-3-[trifluorometil]-1H-pirazol-
1-il) benzensulfonamid. Obat ini adalah suatu diaril yang merupakan substitusi
pirazol.
Cara kerjanya menghambat sintesis prostaglandin melalui penghambatan
COX-2; celecoxib tidak menghambat isoenzim COX-1. Celecoxib merupakan
obat AINS yang memperlihatkan efek antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik
pada binatang.
Farmakokinetik
Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam 3 jam setelah pemberian per
oral. Bila diberi bersama makanan yang kaya lemak, kadar puncak dalam plasma
tertunda 1-2 jam. Kadarnya akan menurun sebanyak 37% bila diberikan bersama
antacid yang mengandung aluminium dan magnesium. Celecoxib dimetabolisme
oleh sitokrom P450 2C9 dan menghasilkan metabolit yang tidak aktif dan
diekskresikan melalui feses sebanyak 57% dan 27% melalui urine.
Indikasi
Arthritis rematoid dan osteoarthritis.
Kontraindikasi
Kontraindikasi bagi mereka yang hipersensitif terhadap celecoxib dan
jangan diberikan pada penderita yang alergi terhadap sulfonamide atau menderita
asam, urtikaria atau alergi dengan obat AINS lain.
Interaksi Obat
Secara umum berinteraksi dengan obat yang menghambat sitokrom P450
2C9.
Potensial berinteraksi dengan flukonazol, litium, furosemid, dan Inhibitor
Ace.
Tidak ada interaksi yang secara klinis bermakna dengan gliburid,
ketokonazol, metotreksat, fenitoin, dan tolbutamid.
OBAT PIRAI (GOUT)
Terdapat 2 macam obat pirai, yaitu :
1. Yang menghentikan proses inflamasi akut, misalnya kolkisin,
fenilbutazon, oksifenbutazon, dan indometasin.
2. Yang memengaruhi kadar asam urat, misalnya probenesid, alopurinol, dan
sulfinpirazon.
Kolkisin
Kolkisin adalah Colchicum autumnale,sejenis bunga leli. Kolkisin
merupakan suatu antiinflamasi yang unik yang terutama berguna untuk penyakit
pirai.
Farmakodinamik
1. Mempunyai sifat antiinflamasi spesifik terhadap penyakit pirai.
2. Tidak mempunyai efek analgesik.
3. Pada penyakit pirai, kolkisin tidak meningkatkan ekskresi, sintesis, atau
kadar asam urat dalam darah.
Obat ini mengganggu metabolisme nukleoprotein sehingga terjadi
depolimerisasi dan menghilangnya mikrotubuli fibrilar granulosit dan sel bergerak
lain. Hal ini menyebabkan terjadinya penghambatan migrasi granulosit ke tempat
inflamasi sehingga pelepasan mediator inflamasi juga dihambat dan respons
inflamasi ditekan. Peneliti lain juga memperlihatkan bahwa kolkisin mencegah
pelepasan glikoprotein dan leukosit yang pada penderita Gout menyebabkan nyeri
dan inflamasi sendi.
Farmakokinetik
Absorpsi melalui saluran cerna baik. Obat ini didistribusi secara luas
dalam jaringan tubuh. Kadar tinggi ditemui pada ginjal, hati, limpa, dan saluran
cerna, tetapi tidak pada otot rangka, jantung, dan otak. Sebagian besar diekskresi
dalam bentuk utuh melalui feses, 10%-20% diekskresi melalui urine.
Pada penderita penyakit hati, eleminasinya berkurang dan lebih banyak
diekskresikan melalui urine.
Efek Samping
1. Efek samping yang paling sering adalah mual, muntah, dan diare, terutama
dengan dosis maksimal. Kalau gejala ini timbul, pengobatan harus
dihentikan, walaupun efek terapi belum tercapai.
2. Depresi sumsum tulang, purpura, neuritis perifer, miopati, anuria, alopesia,
gangguan hati, reaksi alergi, dan colitis hemoragik jarang terjadi.
Umumnya terjadi pada dosis yang berlebihan.
Indikasi Klinik
1. Merupakan obat pilihan untuk penyakit pirai. Diberikan pada awal
serangan sampai gejala hilang.
2. Profilaksis serangan penyakit pirai atau mengurangi beratnya serangan.
3. Mencegah serangan yang dicetuskan oleh urikosurik dan alopurinol.
Alopurinol
Alopurinol berguna untuk penyakit pirai karena menurunkan kadar asam
urat. Mobilisasi asam urat ini dapat ditingkatkan dengan pemberian urikosurik.
Obat ini terutama berguna untuk penyakit pirai kronik dengan insufisiensi ginjal
dan batu urat dalam ginjal.
Alopurinol berguna juga untuk penyakit pirai sekunder akibat penyakit
polisitemia vera, metaplasia myeloid, leukemia, limfoma, psoriasis, dan
hiperurisemia akibat obat.
Cara kerjanya menghambat xantin oksidase, yaitu enzim yang mengubah
hipoxantin menjadi xantin dan selanjutnya menjadi asam urat. Melalui mekanisme
umpan balik, alopurinol menghambat sintesis purin yang merupakan prekursor
xantin.
Alopurinol sendiri mengalami biotransformasi oleh enzim xantin oksidase
menjadi aloxantin yang masa paruhnya lebih panjang daripada alopurinol. Karena
itu, alopurinol yang masa paruhnya pendek cukup diberikan satu kali sehari.
Efek Samping
1. Reaksi kulit; bila kemerahan kulit timbul, obat harus dihentikan karena
gangguan mungkin menjadi lebih berat.
2. Reaksi alergi berupa demam, leukopenia, pruritus, eosinofilia, dan
artralgia.
3. Gangguan saluran cerna.
4. Alopurinol dapat meningkatkan frekuensi serangan sehingga pada awal
terapi diberikan kolkisin.
5. Periferal neuritis, vaskulitis nekrotikan, depresi elemen sumsum tulang;
dan walaupun jarang alpastik anemia.
Interaksi Obat
1. Bila diberikan bersama-sama dengan merkaptopurin, dosis merkaptopurin
harus dikurangi sebanyak kira-kira 25%.
2. Alopurinol meningkatkan efek siklofosfamid.
3. Alopurinol menghabat metabolisme probenesid dan antikoagulan oral.
Probenesid
Probenesid berguna untuk mencegah serta mengurangi kerusakan sendi
dan pembentukan tofi pada penyakit pirai, probenesid tidak efektif pada serangan
akut. Probenesid juga berguna pada pengobatan hiperurisemia sekunder.
Probenesid tidak berguna bila laju filtrasi glomerulus kurang daro 30 ml per
menit.
Efek Samping
Gangguan saluran cerna, nyeri kepala, dan reaksi alergi.
Sulfinpirazon
Sulfinpirazon mencegah serta mengurangi kelainan sendi dan tofi pada
penyakit pirai kronik berdasarkan hambatan reabsoprsi tubular asam urat.
Sulfinpirazon kurang efektif dalam menurunkan kadar asam urat
dibandingkan dengan alopurinol dan tidak berguna pada penyakit pirai akut.
Efek Samping
1. Gangguan saluran cerna sehingga tidak boleh diberikan pada penderita
ulkus peptikum.
2. Anemia, leukopenia, dan agranulositosis.
3. Meningkatkan efek insulin dan obat oral hipoglikemik sehingga harus
diberikan dengan pengawasan khusus bila diberikan bersama obat-obat
tersebut.
Daftar Bacaan Lanjutan
1. Isbagio H: Penyakit Reumatik. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan.
Yayasan Penerbit IDI, Jakarta, 1990.
2. Goodman LS and Gillman AG: The Pharmacological Basis of
Therapeutics, 10th. ed. (2000), MacMillan Publishing Company.
3. Gan S, Setiabudy R, Sjamsudin U, Bustami ZS: Farmakologi dan Terapi,
edisi 3 (1987). Bagian Farmakologi FK UI Jakarta.
4. Katzung BG: Basic & Clinical Pharmacology, 6th ed. (1994), Appleton &
Lange.
5. Staf Pengajar Universitas Sriwijaya: Catatan Kuliah Farmakologi, Bagian
II, (1994), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

You might also like