Professional Documents
Culture Documents
FARMAKODINAMIK
Prototipe obat-obat analgesik-antipiretik nonnarkotik adalah aspirin
(asetosal ) sehingga pembicaraan obat laninya akan dibandingkan dengan sifat
asetosal.
EFEK ANALGESIK
Salisilat hanya menghilangkan nyeri ringan sampai sedang ( nyeri kepala,
mialgia, dan artralgia ) mekanisme kerja analgesik.
1. Sentral : salisilat bekerja pda hipotalamus
2. Perifer:
i. Menghambat pembentukan prostaglandin ditempat terjadinya
radang, dan
ii. Mencegah sensitasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang
mekanik atau kimia
Tidak menimbulkan toleransi ataupun adiksi walaupun digunakan secara kronik.
EFEK ANTIPIRETIK
Pada keadaan demam, termostat dihipotalamus terganggu sehingga
menyebabkan suhu tubuh meningkat. Diduga salisilat bekerja mengembalikan
fungsi termostat ke normal. Pembentukan panas tidak dihambat, hilangnya panas
terjadi dengan meningkatnya aliran darah ke perifer dan pembentukan keringat.
Cara menurunkan demam diduga dengan menghambat pembentukan
prostaglandin E1.
TERHADAP SISTEM SARAF LAIN
Pada dosis tinggi menimbulkan efek tosis pada SSP. Efeknya diawali
dengan stimulus yang kemudian diikuti dengan depresi.
Gejalanya adalah bingung, pusing, tinnitus, tuli nada tinggi, delirium,
psikosis, sopor dan koma, serta mual dan muntah yang merupakan manifestasi
efek sentral dan perifer. Efek sentral diduga karena terdapat perangsangan chemo-
receptor trigger zone (CTZ) yang terjadinya pada konsentrasi salisilat dalam
plasma yang lebih tinggi, sedangkan efek perifer karena adanya iritasi yang dapat
terjadi pada dosis rendah.
EFEK ANTIINFLAMASI
Inflamasi adalah suatu respons jaringan terhadap rangsangan fisik atau
kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan pelepasan mediator
inflamasi, seprti histamin, serotonin, bradikinin, dan prostaglandin yang
menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak, dan gangguan
fungsi. inflamasi pada rematoid artritis merupakan reaksi antara antigen, antibodi,
dan komplemen yang menyebabkan teerbentuknya faktor kemotaktik yang
menjadi penarik leukosit. Leukosit ini memfagositosis kompleks antigen-antibodi-
komplemen dan juga melempaskan enzim lisosom yang menyebabkan kerusakan
tulang rawan dan jaringan lain sehingga timbul inflamasi.
MEKANISME KERJA OBAT AINS:
1. Menjaga keutuhan tulang rawan dan jaringan lain dari kerusakan oleh
enzim lisosom (salisilat, fenilbutazon, indometasin, asam
menefenamat).
2. Menstabilkan membran leukosit (salisilat, klorokuin).
3. Menghambat migrasi leukosit (indometasin).
4. Menghambat pembentukan prostaglandin ( salisilat, indomestasin).
Pada demam rematik,salisilat mengurangi gejala kerusakan sendi,
tetapi kerusakan jantung tidak dipengaruhinya.
EFEK URIKOSURIK
Efek ini timbul bergantung pada dosis. Dosis kecil 1-2 gr per hari,
menghambat ekskresi asam urat sehingga kadar asam urat dalam darah meningkat.
Dosis 2-3 gr per hari, tidak meningkatkan ekresi asam urat. Dosis lebih dari 5 gr
per hari, menyebabkan ekresi asam urat meningkat sehngga kadar asam urat
dalam darah menurun. Dengan dosis rendah, salisilat menghambat sekresi tubuli,
dan dengan dosis tinggi, selain menghambat sekresi tubuli, dan dosis tinggi, selain
menghambat sekresi tubuli juga menghambat reabsrobsinya. Efek urikosurik ini
meningkat bila urine bersifat basa.
SALURAN CERNA
Bila diberikan per oral, obat ini akan menimbulkan gangguan pada
epigastrium, mual, dan muntah. Dosis besar dan kronik menyebabkan perdarahan
lambung yang lama-kelemahan akan menimbulkananemia defisiensi Fe.
PERNAFASAN
Salisilat dapat merangsang pernafasan baik secara langsung maupun tidak
langsung,. Pada dosis terapi, salisilat meningkat konsumsi O2 dan produksi CO2.
Peningkatan PCO2 merangsang respirasi dan ini diimbangkan dengan
peningkatan pengeluaran CO2 melalui alveoli sehingga PCO2 plasma tidak
meningat. Mula-mula terjadi peningkatan ventilasi alveoli kemudian pernafasan
menjadi lebih dalam dan frekuensinya meningkat sedikit.
KESEIMBANGAN ASAM BASA
Pada dosis terapi menjadi perubahan keseimbangan asam-basa dan
komposisi elektrolit. Terjadilah respirasi alkolosis dan kompesensis denganbonat
dalam plasma menurun kembali ke normal. Pada dosis toksis terjadi perubahan
keseimbangan asam-basa berlanjut sehingga menimbulkan asidosis metabolik.
KARDIOVASKULER
Pada dosis besar menyebabkan vasodilatasi pembulu perifer, karena
pengaruh langsung salisilat terhadap otot polos. Pada dosis toksik menyebabkan
depresi sirkulasi karena paralisis pusat vasomotor. Pemberian Na-salisilat atau
asetosal dosis tinggi pada penderita dengan penyakit reumatik, menyebabkan
bertambahnya volume plasma sebanyak 20% dan menurunnya hematokrit.
Perubahan ini dapat menyebabkan terjadinya edema paru dan gagal jantung.
Sebaiknya-salisilat tidak diberikan pada penderita gagal jantung.
EFEKTERHADAP DARAH
Salisilat tidak mempengaruhi jumlah leukosit, eritrosit, dan tidak
menimbulkan methemogllobenia. Pada demam rematik salisilat dapat
menurunkan jumlah leukosit dan meningkatkan LED. Dengan dosis 3-4 gr per
hari, kadar Fe dalam plasma menurun dan masa hidup eritrosit memendek.
Perpanjangan masa perdarahan tidak disebabkan hipoprotrombinia, tetapi karena
salisilat menghalangi agresasi trombosit. Hipoprotrombenia baru terjadi pada
dosis lebih dari 6 gr per hari.
EFEK TERHADAP METABOLISME
Salisilat dapat mempengaruhi metabolisme karbohidrat. Pada dosis besar
menyebabkan hiperglikemia dan glukosuria, pengeluaran glukogen hati, dan otot,
mengurangi lipogenesis, juga menghambatlipolisis oleh epinefrin di dlam sel
lemak. Pada dosis teksik menyebabkan keseimbangan nitrogen menjadi negatife.
EFEK TERHADAP SISTEM ENDOKRIN
Dosis besardapat mengaktifkan pusat saraf simpatik dan
menyebabkan pelepasan epinefrin dan medula adrenal sehingga terjadi
hiperkiglemia.
Pemberian kronik salisilat dapat menurunkan jumlah iodium yang terikat
protein plasma dan pengambilan oleh kelenjar tiroid tetapi konsumsi O2
meningkat.
FARMAKOKINETIK
Absorpsi
Bila diberikan per oral, diserap dengan cepat sebagian dari lambung dan
sebgian besar dari usus halus bagian atas. Kaadar puncak dicapai setelah
pemberian 2 jam. Kecepatan absorpsi ini bergantung pada kecepatan disintegrasi
dan solusi tablet, PH permukaan mukosa dan waktu pengosongan lambung pada
pemberian per rektal, absorpsi lambang dan tidak sempurna. Absorpsi melalui
kulit dapat terjadi dengan cepat dan dapat menimbulkan sistemik. Misalnya, metil
selisilat dapat diabsorpsi melalui kulit yang utuh tetapi absorpsi melalui lambung
lambat.
Distribusi
Setelah diabsorpsi, salisilat didistribusikan ke seluru tubuh dan cairan
tubuh dan cairan interseluler. Salisilat dapat ditemukan pada: cairan sanivial,
spinal, peritonial, air liur,dan air susu. Salisilat juga mudah menembus sawar
darah otak dan sawar uri dan tidak ditemukan dalam cairan lambung. Sebanyak
50% sampai 90% salisilat terikat pada protein plasma, terutama oleh albumin.
Biotransformasi
Biotransformasi terjadi sebanyak jaringan, terutama sistem mrikosom dan
mitokondria hati.
Ekskresi
Salisilat terutama diekskresikan an melalui ginjal dalam bentuk
metabolit. Sebagaian kecil (sedikit ) melalui keringat, empedu, dan tinja.
Sediaan
a. Natrium salisilat; berupa tablet 300 dan 600 mg
b. Asam asetilsalsilat; berupa tablet 0,3 gr dan 0,5 gr. Untuk anak-anak,
tablet 80 gr dan 100 gr.
c. Metil salisilat ( minyak wintergreen ); berupa obat gosok.
d. Asam salisilat; berupa bubuk, dipakai sebagai kerato-litik sering terhadap
dalam salep.
Indikasi klinik
1. Antipiresis
a. Dosis dewasa: 325-1000 mg per oral, tiap 3 atau 4
b. Dosis anak-anak: 20 gr/ kg BB/hari
2. analgesik
Demam rematik akut.
a. Dosis dewasa: 5-8 gr per hari.
b. Dosis anak-anak: 100-125 mg/kg BB/hari.
Farmakodinamik
Efek analgesik dan antipiretiknya sama dengan salisilat. Efek
antiinflamasinya sangat lemah sehingga tidak digunakan sebagai antirematik
seperti salisilat.
Farmakokinetik
Bila diberikan per oral, akan diserap cepat dan sempurna melalui saluran
cerna. Konsentrasi maksimum dalam plasma dicapai setelah jam pemberian.
Waktu paruhnya 1-3 jam.
Didistribusikan ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma, sebagian terikat
pada protein plasma, 25% untuk asetaminofen, dan 30% untuk fanesatin.
Dimetabolisme oleh enzim mikrosom dalam hati; 80% terkonjugasi dengan asam
glukuronat dan sebagian kecil dengan asam sulfat dalam hati. Paraminofenol juga
mengalami hidroksilasi dan hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan
methemoglobinemia dan hemolisis. Diekskresikan melalui ginjal; sebagian berupa
asetaminofen (3%) dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.
Indikasi Klinik
Penggunaan klinik ialah sebagai analgesik dan antipiretik sama seperti salisilat.
Efek Samping dan Intoksikasi
1. Reaksi alergi : jarang terjadi, berupa eritem, urtikaria atau bila lebih berat
dapat timbul demam dan lesi mukosa.
2. Efek samping lain dapat berupa :
a) Anemia hemolitik pada pemakaian kronik. Hal ini terjadi akibat
mekanisme autoimun, defisiensi enzim G6PD, dan terbentuk metabolit
yang abnormal.
b) Methemoglobinemia dan sulfohemoglobinemia pada pemakaian dosis
besar.
Toksisitas Akut
Akibat dosis toksik yang paling serius adalah nekrosis hati, nekrosis
tubuli, dan koma hipoglikemik. Dengan dosis 10-15 gr dapat menimbulkan
hepatotoksisitas. Gejala pada hari-hari pertama, adalah mual, muntah, dan sakit
perut. Pada hari kedua dapat timbul gangguan hepar dengan gejala peningkatan
transaminase serum, dehidrogenase laktat, konsentrasi bilirubin serum, dan
pemanjangan masa protrombin. Kerusakan hepar dapat berakibat ensefalopati,
koma, dan kematian. Penentuan masa paruh asetaminofen dapat memberi
petunjuk akan beratnya keracunan. Masa paruh lebih dari 4 jam merupakan
petunjuk akan terjadinya nekrosis hepar dan masa paruh lebih dari 12 jam
meramalkan kemungkinan terjadinya koma hepatik.
Asetil sistein merupakan obat yang dapat digunakan pada keadaan
toksisitas, karena obat ini dapat mengikat metabolit toksik yang berlebihan ini.
Pirazolon
Yang termasuk derivat pirazolon adalah (1) Antipirin (fenazon), (2)
Aminopirin (amidopirin), dan (3) Fenilbutazon dan turunannya. Yang sekarang
masih digunakan dalam klinik adalah fenilbutazon.
Fenilbultazon dan Oksifenbutazon
Fenilbutazon digunakn untuk mengobati rematoid arthritis dan sejenisnya
sejak tahun 1949, kemudian secara berurutan didapat turunan fenilbutazon, yaitu
oksifenbutazon, sulfinpirazon, dan ketofenilbutazon.
Farmakodinamik
Fenilbutazon dan oksifenbutazon juga mempunyai efek antipiretik dan
analgesic. Efek antiinflamasinya sama dengan salisilat. Efek urikosuriknya lemah
dengan menghambat reabsorpsi asam urat melalui tubuli. Dalam dosis kecil,
fenilbutazonjustru mengurangi sekresi asam urat oleh tubuli.
Salah satu derivat fenilbutazon yang efek urikosuriknya lebih efektif
adalah sulfinpirazon yang digunakan untuk pengobatan gout kronik.
Efek terhadap air dan elektrolit adalah (1) menimbulkan retensi natrium
dan klorida, (2) pengurangan diuresis sehingga menimbulkan edema, dan (3)
volume plasma bertambah, mencapai 50% sehingga dapat terjadi gagal jantung.
Efek lain adalah mengurangi pengambilan iodida oleh kelenjar tiroid dan
menghambat siklus Krebs sehingga mengurangi pembentukan energi yang
mungkin berperan pula dalam intoksikasi.
Farmakokinetik
Bila diberikan per oral, absorpsinya akan cepat dan sempurna. Konsentrasi
tertinggi dicapai dalam waktu 2 jam. Dengan dosis terapi 98% fenilbutazon dalam
plasma terikat pada protein plasma, sedangkan bila konsentrasi lebih tinggi
pengikatan dengan plasma protein mungkin hanya 90%. Masa paruh fenilbutazon
lama, yaitu 50-100 jam.
Biotransformasi terjadi di hati oleh sistem mikrosom hati. Ekskresi melalui
ginjal dan berjalan lambat.
Indikasi Klinis
Fenilbutazon dan oksifenbutazon diindikasi untuk :
1. Gout akut
2. Rematoid arthritis
Efek Samping
1. Reaksi alergi berupa : reaksi kulit, anemia aplastik, agranulositosis,
leucopenia, trombositopebia, dll.
2. Iritasi lambung, dapat menimbulkan perdarahan lambung.
Intoksikasi
Fenilbutazon dapat menimbulkan koma, trismus, kejang tonik dan klonik, syok,
asidosis metabolic, dll.
Kontraindikasi
1. Hipertensi.
2. Penyakit jantung.
3. Penyakit ginjal.
4. Gangguan fungsi hati.
5. Riwayat ulkus peptikum.
Antirematik dan Analgesik Lain
Pada tahun 1971, Vane dan kawan-kawan memperlihatkan secara in vitro
bahwa aspirin dan indometasin menghambat produksi enzimatik prostaglandin
(PG). Kini banyak terbukti bahwa PG berperan pada pathogenesis inflamasi,
algesia, dan demam. Inilah yang memperkuat hipotesis bahwa penghambatan
biosintesis PG merupakan mekanisme kerja obat mirip aspirin.
Pada Gbr. 39-3, dapat dilihat pembagian obat-obat AINS berdasarkan
rumus kimianya dan pada Tabel 39-1 pembagian obat-obat AINS berdasarkan
waktu paruhnya. Juga dapat dilihat pada Gbr. 39-4 skema biosintesis
prostaglandin dan tempat obat antiinflamasi bekerja.
Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi
asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat
siklooksigenase dengan cara yang berbeda. Aspirin menghambat dengan
mengadakan asetilasi gugus aktif serin dari enzim ini. Trombosit sangat rentan
terhadap penghambatan ini karena sel ini tidak mampu mengadakan regenerasi
enzimnya sehingga dosis tunggal aspirin 40 mg sehari telah cukup untuk
menghambat siklooksigenase trombosit manusia selama masa hidup trombosit,
yaitu 8-11 hari.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa selama berlangsungnya
fenomena inflamasi, banyak faktor mediator kimiawi yang dilepaskan secara
lokal, antara lain histamine, 5-hidroksitriptamin (5HT), faktor kemotatik,
bradikinin, leukotrein, dan PG.
Secara in vitro, terbukti bahwa prostaglandin E2 (PGE2) dan prostasiklin
(PGI2) dalam jumlah nanogram menimbulkan eritem, vasodilatasi, dan
peningkatan aliran darah lokal. Histamin dan bradikinin dapat meningkatkan
permeabilitas vascular, tetapi efek vasodilatasinya tidak besar. Dengan
menambahan sedikit PG, efek eksudasi plasma histamin dan bradikinin akan lebih
jelas. Migrasi leukosit ke jaringan radang merupakan aspek penting dalam proses
inflamasi. PG sendiri tidak bersifat kemotaktik, tetapi produk lain asam
arakidonat, yakni leukotrein B4 merupakan zat kemotatik yang sangat poten. Obat
mirip aspirin tidak menghambat sistem lipoksigenase yang menghasilkan
leukotrein sehingga golongan obat ini tidak menekan migrasi sel. Walaupun
demikian, pada dosis tinggi terlihat juga penghambatan migrasi sel tanpa
memengaruhi enzim lipoksigenase. Obat yang menghambat biosintesis PG
ataupun leukotrein tentu akan lebih poten menekan proses inflamasi.
Obat-obat AINS umumnya mempunyai sifat antiinflamasi, analgesic, dan
antipiretik. Namun, karena efek antipiretiknnya baru terlihat pada dosis yang lebih
besar daripada efek lainnya, dan relative lebih toksik dari antipiretik klasik, obat-
obat ini hanya digunakan untuk terapi penyakit inflamasi sendiri, seperti rematoid
arthritis, osteoarthritis, spondilitis ankilosa, dan penyakit pirai.
Semua AINS merupakan iritan terhadap mukosa lambung, walaupun ada
perbedaan gradasi diantara obat-obat ini. Akhir-akhir ini, efek toksik terhadap
ginjal lebi banyak dilaporkan sehingga fungsi ginjal perlu diperhatikn pada
pemberian obat-obat ini.
Asam Mefenamat dan Meklofemenamat
Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik dan sebagai antiinflamasi,
Asam mefenamat kurang efektif dibandingkan dengan aspirin. Asam mefenamat
terikat sangat kuat pada protein plasma sehingga interaksi obat ini dengan
antikoagulan harus diperhatikan.
Meklofemenamat digunakan sebagai anntiinflamasi pada terapi rematoid
arthritis dan osteoarthritis.
Efek Samping
1. Terhadap saluran cerna : dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa
lambung. Pada orang tua gejala diare lebih sering dilaporkan.
Tabel 39-1. Pembagian obat-obat AINS berdasarkan waktu paruh
No. Golongan Obat
1. AINS dengan waktu paruh pendek Aspirin, Asam flufenamat, Asam
(3-5 jam) meklofenamat, Asam mefenamat,
Asam niflumat, Asam tiaprofenamat,
Diklofenak, Indometasin, Karprofen,
Ibuprofen, dan Ketoprofen.
2. AINS dengan waktu paruh sedang Fenbufen
(5-9 jam) Piroprofen
3. AINS dengan waktu paruh tengah Diflunisal
(kira-kira 12 jam) Naproksen
4. AINS dengan waktu paruh panjang Piroksikam
(25-45 jam) Tenoksikam
5. AINS dengan waktu paruh sangat Fenilbutazon
pnjang ( lebih dari 60 jam) Oksifenbutazon
Di Negara maju obat golongan ini umumnya sudah ditarik dari peredaran karena
efek sampingnya dalam pemakaian jangka lama. Kalau masih diberikan tidak
lebih dari tujuh hari.
OBAT AINS
asam tiaprofenamat
fenbufen derivat oksikam
fenoprofen piroksikam
flubiprofen
ibu profen
ketoprofen
naproksen
as. Mefenamat
meklofenamat
as. Flufenamat
asam asetat
diklofenak
fenkoflenak
indometasin
sulindak
tolmetin
Gangguan pada
membran sel
fostolipid
asam arakidonat
enzim lipoksigenase
dihambat
obat AINS
hidroperoksid endoperoksid
PGG/PGH
leukotrean Tromboksan A2
ASAM ARAKIDONAT
dihambat dihambat
oleh AINS oleh AINS
COX-1 COX-2
(konstitutif ) (pencetus )
pemeliharaan
Trombosan A2 prostasikin
sitoproteksi inflamasi