You are on page 1of 10

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN OBAT BERDASARKAN METODE ANALISIS ABC INDEKS

KRITIS DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BAUBAU TAHUN 2016

Putri Ayu Lestary1 Junaid2 Lisnawaty3


Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo123
Ayouputri14@yahoo.com1drs.junaid.kes@gmail.com2lisnaradhiyah@gmail.com

ABSTRAK

Instalasi farmasi merupakan revenue center utama dirumah sakit. Instalasi farmasi bertanggung
jawab menyediakan perbekalan farmasi dengan jumlah yang cukup, pada waktu yang dibutuhkan
dan dengan biaya yang serendah-rendahnya ,mengingat bahwa lebih dari 90% pelayanan kesehatan
dirumah sakit menggunakan perbekalan farmasi dan 50% dari seluruh pemasukan rumah sakit
berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi, besarnya kontribusi instalasi farmasi maka perbekalan
barang farmasi memerlukan suatu pengelolaan secara cermat dan penuh tanggung jawab. Penelitian
ini dilakukan diinstalasi farmasi RSUD Kota Baubau, pada penggunaan obat-obatan tahun 2015.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengelompokan obat berdasarkan metode analisis
ABC indeks kritis dalam rangka pengendalian obat diinstalasi farmasi RSUD Kota Baubau tahun 2016.
Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan metode analisis ABC
indeks kritis. Data yang diambil adalah data sekunder yang ada diinstalasi farmasi terhadap
pemakaian obat serta data primer diperoleh dari pengisian daftar chek list obat oleh dokter-dokter
yang terlibat dalam peresepan dan dianggap mengetahui kekritisan obat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa, pada analisis ABC pemakaian dengan jumlah total pemakaian sebanyak
494.720 didapatkan kelompok A sebanyak 42 item obat, kelompok B sebanyak 53 item obat,
sedangkan pada kelompok C sebanyak 215 item obat. Pada analisis ABC investasi dengan total
investasi sebanyak Rp. 1.432.333.866 didapatkan kelompok A sebanyak 36 item obat, Kelompok B
sebanyak 57 item obat, sedangkan pada kelompok C sebanyak 217 item obat. Pada nilai kritis obat
didapatkan kelompok X sebanyak 50 item obat, kelompok Y sebanyak 179 item obat, kelompok Z
sebanyak 81 item obat, sedangkan pada kelompok O tidak ada. Pada analisis ABC indeks kritis
didapatkan kelompok A sebanyak 37 item obat, Kelompok B sebanyak 133 item obat, sedangkan
pada kelompok C sebanyak 140 item obat. Disarankan agar pihak rumah sakit untuk menggunakan
metode analisis ABC indeks kritis agar lebih berfokus pada obat-obat yang memiliki nilai kritis dan
nilai pemakaiannya lebih tinggi sehingga dapat ditangani lebih efisien.

Kata kunci: Pengendalian, Persediaan Obat, analisis ABC indeks kritis, Instalasi Farmasi.
THE ANALYSIS OF THE INVENTORY CONTROL OF MEDICINE BASED ON METHOD OF ABC CRITICAL
INDEX ANALYSE THE INDEX ABC CRITICAL IN PHARMACY INSTALATION PUBLIC HOSPITALS OF
BAUBAU 2016

Putri Ayu Lestary1 Junaid2 Lisnawaty3


The Faculty of Public Health of Halu Oleo University 123
Ayouputri14@yahoo.com1drs.junaid.kes@gmail.com2lisnaradhiyah@gmail.com

ABSTRACT

Pharmacy installation is the especial revenue center at hospital. Pharmacy installation hold
responsible to provide the pharmacy provisions with the amount which enough, when required and
with the rock bottom expense, considering that more than 90% the health service at hospital uses
the pharmacy provisions and 50% from entire income of hospital is from management of pharmacy
provisions. Big of contribution of pharmacy installation hence provisions of pharmacy goods need a
management carefully and full of responsibility. This study is in installation of pharmacy in Public
Hospitals of Baubau at medicines using in 2015. This study aims to know the subdividing of
medicines based on to method ABC critical index analyze in order to operation medicine the
installation of pharmacy in Public Hospital of Baubau 2016. The type of study was quantitative
descriptive study with the approach was ABC critical index method. The data that used in this study
is secondary data that contained in pharmacy installation about medicines usage and also primary
data obtained from admission filling enlist the check list medicines by the doctors in concerned in
prescribing and assumed to know critical medicines. The result of this study shows that at analysis of
usage ABC with the total number of usage as much 494.720 got in group A as much 42 medicines
item, group B as much 53 medicines item, while at group C as much 215 medicines item. At analysis
of investment ABC totally of investment as much Rp. 1.432.333.866 got in group A as much 36
medicines item, Group B as much 57 medicines item, while at group C as much 217 medicines item.
At critical value of the drug got in group X as much 50 medicines item, group Y as much 179
medicines item, Z group as much 81 medicines item, while at group O was there no. At ABC critical
index analysis was got of group A as much 37 medicines item, Group B as much 133 medicines item,
while at group C as much 140 medicines item. Suggested that at a hospital to use the method
analyze ABC critical index to be more focusing at the medicines owning critical value and assess its
usage is higher so that can be handled by more efficient

Keywords: Controlling, Medicine Provisions, ABC Critical Index, Pharmacy Instalation


PENDAHULUAN Manajemen persediaan merupakan
Upaya kesehatan bertujuan untuk jantung dari sistem persediaan obat. Persediaan
memelihara dan meningkatkan kesehatan dan timbul disebabkan oleh tidak sinkronnya
tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan permintaan dan penyediaan, serta waktu yang
disebut sarana kesehatan. Berdasarkan Undang- digunakan untuk memproses bahan baku. Untuk
Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah menjaga keseimbangan permintaan dengan
sakit, rumah sakit adalah fasilitas pelayanan penyediaan bahan baku dan waktu proses, maka
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan diperlukan persediaan. Empat faktor fungsi
kesehatan perorangan secara paripurna yang persediaan adalah faktor waktu, ketidakpastian
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, waktu datang, ketidakpastian penggunaan, dan
dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan adalah ekonomis. Dalam pengendalian persediaan
upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau terdapat tiga kemungkinan yang dapat terjadi
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk yakni stockout, stagnant, dan obat yang
memelihara dan meningkatkan kesehatan, dibutuhkan sesuai dengan yang ada di persediaan.
mencegah dan mengobati penyakit serta Stockout adalah manajemen persediaan dimana
memulihkan kesehatan perorangan, kelompok terdapat sisa obat akhir kurang dari jumlah
1
ataupun masyarakat. pemakaian rata-rata tiap bulan selama satu bulan
Pelayanan kefarmasian adalah suatu disebut stockout. Stockout adalah sisa stok obat
pelayanan langsung dan bertanggung jawab pada waktu melakukan permintaan obat, stok
kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan kosong. Obat dikatakan stagnant jika sisa obat
farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti pada akhir bulan lebih dari tiga kali rata-rata
2 5
untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. pemakaian obat per bulan.
Dalam sebuah rumah sakit tentunya Analisis ABC disebut juga sebagai analisis
memiliki titik-titik utama (revenue centre) yang Pareto atau hukum Pareto 80/20 adalah salah satu
perlu diperhatikan guna menjamin berlangsungnya metode yang digunakan dalam manajemen logistik
kegiatan pelayanan rumah sakit yang maksimal untuk membagi kelompok barang menjadi tiga
dan berkesinambungan. Ada 5 revenue center yaitu A, B dan C. Kelompok A merupakan barang
dalam rumah sakit yaitu instalasi rawat jalan, dengan jumlah item sekitar 20% tapi mempunyai
instalasi gawat darurat, instalasi laboratorium nilai investasi sekitar 80% dari nilai investasi total,
patologi klinik dan patologi anatomi, instalasi kelompok B merupakan barang dengan jumlah
radiologi, dan instalasi farmasi. Instalasi farmasi item sekitar 30% tapi mempunyai nilai investasi
merupakan merupakan revenue center utama sekitar 15% dari nilai investasi total, sedangkan
mengingat bahwa lebih dari 90% pelayanan kelompok C merupakan barang dengan jumlah
kesehatan di RS menggunakan perbekalan farmasi item sekitar 50% tapi mempunyai nilai investasi
(obatobatan, bahan kimia, bahan radiologi, bahan sekitar 5% dari nilai investasi total. Dengan
alat kesehatan habis, alat kedokteran, dan gas pengelompokan tersebut maka cara pengelolaan
medik), dan 50% dari seluruh pemasukan RS masing-masing akan lebih mudah, sehingga
berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi. perencanaan, pengendalian fisik, keandalan
Mengingat besarnya kontribusi instalasi farmasi pemasok dan pengurangan besar stok pengaman
6
dan merupakan instalasi yang memberikan dapat menjadi lebih baik.
pemasukan terbesar di RS, maka perbekalan Menurut American Hospital Associaton,
barang farmasi memerlukan suatu pengelolaan 99,5% rumah sakit di negara tersebut satu atau
3
secara cermat dan penuh tanggung jawab. lebih kekurangan obat enam bulan terakhir
Obat memegang peran yang penting (Januari-Juni 2011). Diantara rumah sakit yang
dalam pelayanan kesehatan karena obat mengelami kekurangan sebanyak 21 atau lebih
merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan obat. 82% dari RS menunda perawatan pasien
derajat kesehatan. Obat merupakan salah satu akibat kekurangan obat dan lebih dari setengahnya
komponen penting dalam pelayanan kesehatan tidak mampu menyediakan obat sesuai dengan
sehingga ketersediaannya harus terjamin dalam resep yang diberikan. Selain itu sebagian besar
jumlah dan jenis yang cukup sesuai dengan rumah sakit tersebut melaporkan biaya obat
7
kebutuhan, secara tepat waktu, merata, dan meningkat sebagai akibat dari kekurangan obat.
berkesinambungan. Biaya obat merupakan bagian Berdasarkan hasil penelitian Mellen dan
terbesar dari anggaran kesehatan. Di beberapa Pudjiraharjo, RSU Haji Surabaya juga mengalami
negara maju berkisar antara 10% - 15% dari Stock Out pada tahun 2012 selama Januari-april
anggaran kesehatan dan di negara berkembang 2012 terdapat 116 jenis obat yang mengalami
4
biaya ini lebih besar lagi antara 35% - 66%. Stock Out yang mengakibatkan terjadinya kerugian
yang dialami oleh RSU Haji Surabaya yaitu sebesar rangka pengendalian obat pasien menggunakan
Rp 244.023.752. analisis ABC indeks Kritis di Instalasi Farmasi rawat
Hal serupa juga terjadi pada RSUD Kota inap RSUD Kota Baubau.
Baubau yang telah menjadi Badan Layanan Umum
Daerah yang ditetapkan melalui Surat Keputusan METODE
Walikota Baubau Nomor : 81 Tahun 2014 tanggal Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
1 Januari 2015. RSUD Kota Baubau sebagai Instansi deskriptif kuantitatif dengan pendekatan metode
pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya Analisis ABC Indeks Kritis. Data yang diambil
memberi pelayanan kepada masyarakat dapat adalah data sekunder yang ada di instalasi farmasi
menerapkan pola pengelolaan keuangan yang terhadap pemakaian obat dan data primer didapat
fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, dari daftar chek list obat yang dibagikan kepada
efisiensi, dan efektivitas dalam segala aktivitasnya. dokter umum dan dokter spesialis yang sering
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), diharapkan terlibat dalam peresepan obat pasien sehingga
menjadi contoh konkrit yang menonjol dari dapat diketahui tingkat kekritisan obat.
penerapan manajemen keuangan berbasis pada Penelitian ini dilakukan di instalasi farmasi
hasil (kinerja). Berdasarkan hasil observasi di rumah sakit umum daerah (RSUD) Kota Baubau
instalasi farmasi, masih terdapat masalah stock out yaitu dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni
obat yang dialami oleh RSUD Kota Baubau. 2016.
Masalah stock out yang dialami RSUD Populasi adalah keseluruhan subyek
Kota Baubau ini mengakibatkan sering penelitian. Pada penelitian ini populasi yang
dilakukannya pemesanan obat secara cito, artinya digunakan adalah seluruh penggunaan obat di
pemesanan dilakukan insidental dan harus dikirim rumah sakit umum daerah Kota Baubau tahun
saat itu juga. Namun sering terjadi keterlambatan 2015. pengambilan sampel dalam penelitian ini
pengiriman, sehingga terjadi pembelian obat diluar menggunakan total sampling, yang menjadi
apotek RSUD Kota Baubau. Hal ini tentu menjadi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh
9
sebuah kerugian, karena obat yang dipesan pada penggunaan obat RSUD Kota Baubau tahun 2015 .
apotek luar harganya lebih mahal dibandingkan Analisis data dengan menggunakan
8
membeli ke distributor. Microsoft Excel.
Berdasarkan data yang diperoleh dari
instalasi farmasi RSUD Kota Baubau, terdapat 150 HASIL
jenis obat yang pernah dibeli ke apotek luar RSUD Kelompok Obat Berdasarkan ABC Pemakaian
Kota Baubau pada tahun 2015. Hal ini menunjukan Distribusi Pengelompokan Obat Berdasarkan
bahwa terdapat pada 150 jenis obat yang belum Analisis ABC Pemakaian Di RSUD Kota Baubau
dapat disediakan dalam jumlah yang diminta pada Jenis Obat Pemakaian
waktu yang dibutuhkan sehingga harus dibeli No Kelompok
n % n %
secara cito ke apotek luar. 1. A 42 14 494.720 70
Berdasarkan hasil wawancara dengan 2. B 53 17 146.734 21
pihak manajemen instalasi farmasi RSUD Baubau 3. C 215 69 67.447 9
menyatakan bahwa pengadaan obat dilakukan Total 310 100 708.901 100
dengan sistem pembelian obat berdasarkan
Sumber : Data Primer diolah Juni 2016
Permenkes Nomor 63 Tahun 2014 tentang
Berdasarkan perhitungan analisis ABC
Pengadaan Obat berdasarkan E-Katalog dan Non E-
Pemakaian pada tabel di atas menunjukan bahwa
Katalog (Manual) yaitu pembelian obat dengan
kelompok A dengan nilai pemakain tinggi,
volume besar untuk setiap per satu tahun.
mendapatkan porsi nilai pemakaian sebesar
Menurut pihak manajemen instalasi
69,79% dari seluruh nilai pemakaian sebanyak
farmasi setelah dilakukan evaluasi, ditemukan
494.720 item obat. Kelompok obat A ini terdiri dari
bahwa ada sekitar (6,21%) obat yang ED pada
42 item obat atau sebanyak 13,55% dari
tahun 2015. Expired date (ED) adalah tanggal yang
keseluruhan obat yang digunakan di RSUD Kota
menunjukan zat tersebut tidak dapat digunakan
Baubau Tahun 2015.
atau kadaluarsa. Obat yang mengalami ED
Kelompok B dengan nilai pemakain
terutama cairan dan obat antibiotik yang massa ED
sedang, mendapatkan porsi nilai pemakaian
cukup singkat. Selain itu, banyaknya obat yang
sebesar 20,70% dari seluruh nilai pemakaian
kosong salah satu penyebabnya adalah
sebanyak 146.734 item obat. Kelompok obat B ini
perencanaan dan pengendalian yang kurang baik.
terdiri dari 53 item obat atau sebanyak 17,10%
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik
untuk mengetahui pengelompokan obat dalam
dari keseluruhan obat yang digunakan di RSUD pemakaian sebanyak 67.447 item obat. Kelompok
Kota Baubau Tahun 2015. Kelompok C dengan nilai obat C ini terdiri dari 215 item obat atau sebanyak
pemakain rendah, mendapatkan porsi nilai 69,35% dari keseluruhan obat yang digunakan di
pemakaian sebesar 9,51% dari seluruh nilai RSUD Kota Baubau Tahun 2015.
Kelompok Obat Berdasarkan ABC Nilai Investasi
Distribusi Pengelompokan Obat Berdasarkan Analisis ABC Investasi di RSUD Kota Baubau
Jenis Obat Investasi
No Kelompok
n Persen (%) Jumlah (Rp) Persen (%)
1. A 36 11,61 Rp 1.432.333.866 70,18
2. B 57 18,39 Rp 414.648.701 20,32
3. C 217 70 Rp 193.962.485 9,50
Total 310 100.00 Rp 2.040.945.052 100.00
Sumber : Data Primer diolah Juni 2016
Berdasarkan perhitungan analisis ABC Nilai Kritis Obat
Investasi pada tabel di atas menunjukkan bahwa Distribusi Pengelompokan Obat Berdasarkan
kelompok A dengan nilai investasi tinggi, Nilai Kritis Obat di RSUD Kota Baubau
mendapatkan porsi nilai investasi sebesar 70,18%
Nilai Kritis Obat
dari seluruh nilai investasi dengan biaya sebesar No Kelompok
n %
Rp. 1.432.333.866. Kelompok obat A ini terdiri
dari 36 item obat atau sebanyak 11,61% dari 1. X 50 16,13
keseluruhan obat yang digunakan di RSUD Kota 2. Y 179 57,74
Baubau Tahun 2015. 3. Z 81 26,13
Kelompok B dengan nilai investasi 4. O 0 0
sedang, mendapatkan porsi nilai investasi Total 310 100.00
sebesar 20,32% dari seluruh nilai investasi dengan Sumber : Data Primer diolah Juni 2016
biaya sebesar Rp. 414.648.701. Kelompok obat ini Berdasarkan tabel diatas menunjukan
terdiri atas 57 item obat atau sebanyak 18,39% bahwa jumlah item obat pada kelompok X terdiri
dari total obat yang dipergunakan di RSUD Kota 50 i t e m o b a t dengan persentase sebesar
Baubau Tahun 2015. 16,13% dari total keseluruhan obat. Pada
Kelompok C dengan nilai investasi rendah, kelompok Y terdapat 179 item obat dengan
mendapatkan porsi nilai investasi sebesar 9,50% jumlah persentase sebesar 57,74% dari total
dari seluruh nilai investasi dengan biaya sebesar keseluruhan obat. Pada kelompok Z terdapat 81
Rp. 193.962.485. Kelompok obat ini terdiri atas item obat dengan persentase sebesar 26,13% dari
217 obat atau sebanyak 70% dari total obat yang total keseluruhan obat sedangkan pada kelompok
dipergunakan di RSUD Kota Baubau Tahun 2015. O tidak terdapat item obat dari total keseluruhan
obat yang ada di RSUD Kota Baubau Tahun 2015.
Kelompok Obat ABC Indeks Kritis
Distribusi Pengelompokan Obat Berdasarkan Analisis ABC Indeks Kritis di RSUD Kota Baubau
Jenis Obat Investasi
No Kelompok
Jumlah Persen (%) Jumlah (Rp) Persen (%)
1. A 37 11,94 1.132.250.926 55,48
2. B 133 42,90 710.580.744 34,82
3. C 140 45,16 198.113.382 9,71
Total 310 100.00 2.070.945.052 100.00
Sumber : Data Primer diolah Juni 2016
Berdasarkan tabel di atas menunjukan sebanyak Rp. 710.580.744 atau sebesar 34,82%
bahwa jumlah obat pada kelompok A terdapat 37 dari total biaya pengeluaran obat di RSUD Kota
item obat dengan persentase sebesar 11,94% dan Baubau selama tahun 2015, sedangkan pada
besar investasi sebanyak Rp. 1.132.250.926 atau kelompok C terdapat 140 item obat dengan
sebesar 55,48% dari total biaya pengeluaran obat persentase 45,16% dan menyerap biaya sebesar
di RSUD Kota Baubau selama tahun 2015. Pada Rp. 198.113.382 atau sebesar 9,71% dari total
obat kelompok B terdapat 133 item obat dengan biaya pengeluaran obat di RSUD Kota Baubau
persentase sebesar 42,90% dan besar investasi selama tahun 2015.
DISKUSI Sedangkan untuk kelompok C terdiri
Analisis ABC Pemakaian dari 215 atau 69,35% item obat dengan jumlah
Berdasarkan analisis ABC pamakaian pemakaian 67.447 atau 9,51% dari total
pada tabel 2 menunjukan bahwa kelompok A keseluruhan obat. Pada kelompok C pihak
dengan jumlah pemakaian sebanyak 42 item obat pengambil keputusan dapat mengambil langkah
atau 13,55% dengan jumlah pemakaian 494.720 untuk mengurangi item obat pada kelompok C
atau 69,79% dari total keseluruhan obat selama dengan memeperhatikan kandungan obat,
satu tahun. Hasil penelitian dapat dilihat untuk misalnya untuk obat-obat yang memiliki
kelompok nilai pemakaian yang tinggi memiliki kandungan yang sama hal ini dilakukan untuk
jumlah item obat yang sedikit dapat dilihat pada meminimalisir variasi obat dan untuk
kelompok A tetapi jumlah pemakaian yang banyak mengantisipasi adanya obat-obat yang tidak
10
ada diantara kelompok obat B dan C dalam waktu berjalan. Untuk obat kelompok C ini dapat
setahun. Dengan jumlah pemakaian paling banyak menjadi prioritas utama untuk dikurangkan jika
perlu perhatian khusus agar tidak terjadi dana yang tersedia tidak cukup untuk permintaan
kekosongan obat di RSUD Kota Baubau. kebutuhan obat.
Hasil penelitian Atmajaya mengatakan Penelitian ini sejalan dengan hasil
bahwa untuk kelompok A dengan pemakaian penelitian Rahman, dimana dari hasil penelitian
paling banyak perlu dipastikan tersedianya stok diatas didapatkan bahwa pada kelompok A
obat yang cukup untuk menghindari terjadinya memiliki jenis obat sedikit akan tetapi memiliki
stock out yang dapat menghambat pelayanan pemakaian paling banyak. Pada kelompok B
pasien dan menimbulkan kerugian bagi rumah memiliki jenis obat sedang dan jumlah pemakaian
sakit. Obat kelompok A dengan analisis pemakaian obat tersebut setengah dari pemakaian obat pada
terdiri dari 42 item obat yaitu, Ringer Laktat Inf, kelompok A. Sedangkan pada kelompok C memiliki
Asam Mefenamat 500 mg, Paracetamol 500 mg, jenis obat yang banyak akan tetapi jumlah
Amoxicilin 500 mg, Metformin Tab, Methyl pemakaiannya sedikit dibandingkan pada jenis
11
Prednisolon 4 mg Tab, Ranitidin 150 mg, Inh 300 obat kelompok A dan kelompok B.
mg, Cefadroxyl Tab, Ranitidin Inj, Vitamin B Analisis ABC Investasi
Complex, Dexamethason 0,5 mg, Ketorolac inj, Berdasarkan analisis ABC Investasi pada
Nacl 0,9 % Inf, Cefotaxim 1 gr, Amilodipine 5 mg, tabel 3 menunjukan bahwa kelompok A dengan
Rifampiicin 450 mg, Aqua Pro inj, Pyrazinamid 500 nilai investasi tinggi sebanyak 36 item obat atau
mg, Captopril 25 mg, Gliserill Guaiacolat 100 mg, 11,61% yang memiliki nilai investasi tertinggi yaitu
Dexamethason inj, Ciprofloxacin 500 mg, 70,18% atau dengan biaya investasi sebesar Rp.
Ceftriaxon 1 gr, Neurodex Tab, Antasida Doen, 1.432.333.866 dari total investasi keseluruhan.
Diazepam 2 mg, Rifampiicin 300 mg, Clopidogrel Obat kelompok A melalui analisis ABC investasi
Tab, Omeprazol Tab, Isosorbid 5 mg Tab, Cendo terdiri dari 36 item obat yaitu Albumin 100 inj,
Berry Tab, Allopurinol Tab, Glicab 80 mg Tab, Ringer Laktat inf, Nacl 0,9 % inf, Aqua Pro inj,
Induxin Inj, Aspilet 80 mg, Pyridoxin 10 mg (Vit. Citicoline inj, Fentanyl inj, Carsive (Nikardipin) inj,
B6), Amilodipine 10 mg, Phenobarbital 30 mg, Sanmol inf, Cefotaxim 1 gr, Seftazidim inj,
Natrium Diclofenac 50 mg, Ptu 100 mg, Asam Metronidazole inf, Forelax tab, Ketorolac inj, Zibac
9
Ascorbat (Vit. C). inj, Paket Capd Rutin, Ceftriaxon 1 gr, Efedrin inj,
Kelompok B terdiri dari 53 item obat atau Induxin inj, Novorapid inj, Clopidogrel tab, Avamys
17,10% dengan jumlah pemakian 146.734 atau Spray, Recofol inj, Piracetam 3 gr inj, Antrain inj,
20,70% dari total keseluruhan obat. Kelompok B Cendo Berry tab, Tarivid Otic, Ranitidin inj,
dengan nilai pemakaian sedang memiliki jumlah Bupivacain inj, Apidra Solostar Pen, Farmavon inj,
item sedang berada diantara kelompok A dan C. Citicoline kapl, Dexamethason inj, Catapres inj,
Kelompok obat B perlu perhatian khusus agar Dextrose 5 %, Asam Tranexamat inj, Candesartan 8
pengendalian persediaan selalu dapat terkontrol. mg tab.
Stok obat untuk kelompok B hendaknya ditekan Untuk obat kelompok A diperlukan
serendah mungkin tetapi frekuensi pembelian perlakuan khusus dari pihak manajemen instalasi
dilakukan lebih sering. Hanya yang perlu farmasi RSUD Kota Baubau dalam
diperhatikan adalah kerjasama yang baik dengan pengendaliannya karena kelompok ini mempunyai
pihak supplier agar pemesanan dapat dipenuhi nilai investasi besar dari kelompok obat B dan
tapat waktu sehimgga tidak terjadi kekosongan kelompok obat C sehingga besarnya nilai investasi
persediaan. Kelompok B tidak perlu pengendalian pada kelompok obat A ini maka akan
obat secara ketat dan perlu peninjauan secara menyebabkan besarnya kerugian rumah sakit jika
berkala dalam pemanfaatanya. terdapat obat Expire Date. Oleh karena itu, dari
pihak manajemen di instalasi farmasi perlu
dilakukan pemantauan dan peninjauan secara pemakaian, nilai investasi atau nilai kekritisan yang
ketat guna mengendalikan persediaan obat pada lebih tinggi.
kelompok A tersebut. Sesuai dengan konsep yang Hasil penelitian Atmajaya menyatakan
dikemukakan oleh Heizer dan Render dalam Utari, bahwa dengan menggunakan analisis ABC akan di
kelompok A barang dengan jumlah fisik kecil dapat pengendalian lebih baik karena dapat
dengan nilai investasi yang besar, sehingga obat diperlakukan kontrol selektif pada setiap
tersebut harus memiliki kontrol persediaan yang kelompok obat. Selain itu, dengan analisis ABC
lebih ketat, pencatatan harus lebih akurat serta maka biaya dapat dikurangi dan digunakan
frekuensi pemeriksaan harus lebih sering. dengan lebih efisien dengan memprioritaskan
Pengawasan fisik dapat dilakukan lebih ketat dan pada kelompok obat tertentu. Keuntungan
secara periodik setiap satu bulan. lainnya dengan menggunakan analisis ABC adalah
Kelompok B dengan nilai investasi meningkatkan pelayanan. Dengan analisis ABC
sedang dengan jumlah item obat sebanyak 57 atau maka organisasi dapat menyediakan persediaan
sebesar 18,39% dengan nilai investasi sebesar Rp. dengan jenis, jumlah, dan waktu yang tepat
414.648.701 atau sebesar 20.32% dari keseluruhan sehingga dapat mengurangi pembelian segera
total investasi. kelompok obat B dengan nilai dan ketidakmampuan memenuhi permintaan.
investasi sedang memerlukan perhatian khusus Kelompok A adalah inventory dengan
pada pengendalian agar selalu terkontrol, nilai investasinya tinggi dengan jumlah sekitar 80%
sedangkan persediaan minimum untuk kelompok atau mempunyai jumlah penggunaan tidak
10
obat ini harus dapat ditekan serendah mungkin. melebihi 10% dari total nilai inventory, kelompok B
Mengacu pada konsep yang dikemukakan oleh adalah inventory dengan nilai investasinya
Heizer dan Render dalam Utari, kelompok B mencapai 15% dan mempunyai jumlah
barang dengan jumlah fisik sedang, sehingga obat penggunaan hingga 20% dari total nilai inventory,
yang tergolong kelompok B memerlukan perhatian sedangkan kelompok C adalah inventory dengan
yang cukup penting setelah kelompok A. Perlu nilai investasinya tidak lebih dari 15% dan
dilakukan pengawasan fisik yang dilakukan secara mempunyai nilai penggunaan mencapai 70% dari
13
periodik setiap 3 bulan sekali dengan dasar total nilai inventory.
perencanaan menggunakan penggunaan yang lalu Jika kita bandingkan dari hasil
agar obat kelompok B tersebut tersedia dalam penelitian dengan teori maka akan
12
jumlah yang cukup. didapatkan kesesuaian yaitu kelompok o b a t
Kelompok C, dengan nilai investasi A dengan nilai investasi yang tinggi memiliki
rendah dengan jumlah item obat sebanyak 217 nilai item obat paling sedikit dibandingkan
mempunyai persentase sebesar 70% dengan nilai dengan kelompok B dan C. Kelompok o b a t B
investasi sebesar Rp. 193.962.485 dengan dengan investasi sedang maka jumlah item obat
persentase sebesar 9,50% dari total investasi pun sedang, berada diantara kelompok A dan C,
keseluruhan. Kelompok C merupakan kelompok sedangkan untuk kelompok C yang memiliki
dengan nilai investasi rendah dari total investasi nilai investasi rendah maka jumlah item obat
obat secara keseluruhan di RSUD Kota Baubau. pun akan semakin banyak. Dapat diartikan
oleh Heizer dan Render dalam Utari, kelompok C bahwa semakin tinggi nilai investasi obat, maka
barang dengan jumlah fisik besar dengan nilai semakin kecil jumlah item obat dan untuk nilai
investasi yang kecil, sehingga obat yang tergolong investasi rendah jumlah item obat akan semakin
kelompok C tidak memerlukan pengendalian ketat besar.
seperti kelompok A dan B. Pengendalian dan Nilai Kritis Obat
pemantauan tidak ketat dan cukup sederhana, Berdasarkan pengelompokan terhadap
pengawasan fisik dapat dilakukan 6 bulan sekali. nilai kritis pada tabel 4 menunjukkan bahwa
Sesuai dengan hasil penelitian yang kelompok X terdiri 50 i t e m obat dengan
dilakukan Priatna mengatakan bahwa pada persentase sebesar 16,13% dari total
kelompok C merupakan kelompok dengan nilai keseluruhan obat dimana obat ini harus selalu ada
investasi rendah dari total investasi obat, dalam proses pelayanan terhadap pasien. Pada
persediaan minimumnya dapat ditambah lagi, kelompok Y terdapat 179 item obat dengan
untuk memecah kekosongan persediaan. Tetapi persentase sebesar 57,74% dari total
untuk kelompok C dimana pemakaian rendah, keseluruhan obat dimana obat dapat diganti dan
investasi rendah, serta angka kekritisannya juga apabila terjadi kekosongan obat kurang dari 48
rendah maka dipertimbangkan untuk dilakukan jam dapat ditolerir. Pada kelompok Z terdapat
pengadaannya dikurangi atau bahkan digantikan 81 item obat dengan persentase sebesar
dengan jenis obat lain yang memiliki nilai 26,13% dari total keseluruhan obat dimana
kelompok obat ini dapat diganti dan apabila
terjadi kekosongan obat boleh lebih dari 48 jam kelompok A ini sangat besar sehingga perlu
dapat ditolerir. perhatian yang lebih dalam bentuk
Pengelompokan obat dengan pengendaliannya, sebab jika tidak mendapat
mempertimbangkan nilai kritis obat berdasarkan perhatian yang khusus maka akan menimbulkan
dampak terhadap kesehatan pasien. Melihat kerugian yang lebih besar bagi RSUD Kota Baubau.
pengaruh atau efek obat tersebut terhadap Pengendalian untuk setiap obat akan
pasien, tentu hal ini sangat tergantung dari berbeda, untuk obat kelompok A maka diperlukan
informan yang melakukan pengelompokan obat kontrol yang sangat ketat sehingga kontrol dapat
tersebut, sehingga sangat mungkin untuk item dilakukan oleh top level manajemen. Kontrol
obat yang sama karena informanya berbeda maka dapat dialkukan setiap hari atau setiap minggu.
kelompok obatnya pun menjadi berbeda pula. Obat kelompok A perlu perhatian khusus baik
Selain itu karena belum adanya standar dalam perencanaan, pengadaan, penyimpanan
obat/formularium di RSUD Kota Baubau, jadi dan distribusi. Dalam perencanaan memerlukan
setiap dokter dapat meresepkan obat sesuai perhitungan peramalan yang akurat untuk
dengan keinginan mereka sendiri sehingga mengurangi pemborosan biaya, penyimpanan
jumlah obat yang ada akhirnya tidak dapat perlu diberi label dan dalam distribusi harus dijaga
dimanfaatkan bersama, karena jika obat A keamananya.
menurut dokter yang satu penting harus ada kelompok B dengan nilai indeks kritis
sedangkan dokter lain akan mempunyai antara 6,5-9,4 didapatkan 133 item obat atau
pendapat yang berbeda begitu juga dengan obat 42,90% dengan investasi sebesar Rp. 710.580.744
yang lain. Sehingga akan memungkinkan atau 34,82% dari total biaya pengeluaran obat
timbulnya variasi obat yang sangat luas di selama tahun 2015. Pengawasan terhadap obat
RSUD Kota Baubau padahal dalam kenyataannya kelompok B analisis ABC indeks kritis ini juga perlu
obat tersebut belum tentu kritis terhadap diperhatikan dan tingkat persediaan dapat ditekan
pelayanan pasien. serendah mungkin.
Penelitian ini juga sejalan dengan Kelompok B merupakan kelompok yang
penelitian yang dilakukan oleh Zuliani yang dalam berperan penting dalam pengobatan namun tidak
hasil penelitianya mengatakan bahwa dokter pada sekritis pada kelompok A sehingga tidak perlu
umumnya menganggap bahwa sangat sulit dalam dilakukan pemantauan untuk semua item obat.
menilai tingkat kekritisan obat serta tidak adanya Umumnya kelompok B hanya sebagian saja yang
standar obat yang ditentukan oleh pihak Rumah perlu dipantau dengan model perhitungan
Sakit sehingga setiap dokter dapat meresepkan kuantitatif yang sesuai.
obat sesuai dengan keinginan mereka sendiri kelompok C dengan nilai indeks kritis
14
dan terjadi variasi obat yang sangat luas. antara 4,0-6,4 didapatkan 140 item obat atau
Analisis ABC Indeks Kritis 45,16% dengan investasi sebesar Rp. 198.113.382
Analisis ABC indeks kritis mencakup atau 9,71% dari total biaya pengeluaran obat
jumlah pemakaian, nilai investasi, dan kritisnya selama tahun 2015. Kelompok ini nilai
terhadap pelayanan pasien. Dengan begitu maka investasinya tidak terlalu besar sehingga
barang yang nilainya rendah tetapi sebenarnya pengendaliannya tidak terlalu ketat. Bentuk
kritis dalam pelayanan pasien akan tetap pengendalian kelompok ini meliputi kontrol yang
diperhatikan dengan semestinya. Tetapi pada cukup yang dilakukan oleh departemen pengguna
analisis ABC indeks kritis ada kemungkinan terjadi yang dapat dilakukan setiap 3 bulan sekali dan
bias yang besar karena setiap pengguna obat perkiraan kasar dapat digunakan sebagai dasar
(user) dalam hal ini dokter yang memberikan perencanaan untuk pengadaan berikutnya.
peresepan obat mempunyai keinginan masing-
masing dan agak sulit menilai obat yang KESIMPULAN
jumlahnya banyak. 1. Berdasarkan analisis ABC pemakaian,
Berdasarkan analisis ABC indeks kritis didapatkan bahwa kelompok A terdiri dari
pada tabel 5 menunjukan bahwa kelompok A obat kelompok A dengan nilai pemakaian
dengan nilai indeks kritis antara 9,5-12 didapatkan tinggi, mendapatkan porsi sebesar 69,79%
37 item obat atau 11,94% dengan investasi dari seluruh nilai pemakaian sebanyak
sebesar Rp. 1.132.250.926 atau 55,48% dari total 494.720 item obat. Kelompok obat ini
biaya pengeluaran obat selama tahun 2015. terdiri dari 42 item obat atau sebanyak
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa 13,55% dari keseluruhan obat di RSUD Kota
jumlah item obat kelompok A lebih sedikit Baubau. Kelompok obat B dengan nilai
dibandingkan dengan kelompok B dan C akan pemakaian sedang, mendapatkan porsi nilai
tetapi besar investasi pada pengadaan obat pemakaian sebesar 20,70% dari seluruh
nilai pemakaian sebanyak 146.734 item obat. manjemen dan apoteker saja untuk
Kelompok obat ini terdiri dari 53 item obat mementukan obat yang akan dipakai, akan
atau sebanyak 17,10%. Kelompok C dengan tetapi juga melibatkan dokter.
nilai pemakaian rendah, mendapatkan porsi 2. Diperlukan perbaikan sistem perencanaan
nilai pemakaian sebesar 9,51% dari seluruh dan pengendalian untuk meningkatkan
nilai pemakaian sebanyak 67.447 item obat. efektifitas dan efisiensi sehingga
Kelompok obat ini terdiri dari 215 item obat memudahkan dalam menyusun kebutuhan
atau sebanyak 69,35%. persediaan obat agar tidak banyak terjadi
2. Berdasarkan analisis ABC Investasi kekosongan obat ataupun Expire Date.
didapatkan bahwa kelompok A dengan nilai 3. Perlu diterapkan analisis ABC pemakaian, ABC
investasi tinggi, mendapatkan porsi nilai nilai investasi dan ABC indeks kritis untuk
investasi sebesar 70,18% dari seluruh nilai memberikan priorotas yang berbeda
investasi dengan biaya sebesar Rp. terhadap setiap kelompok obat. Metode
1.432.333.866. Kelompok obat A ini terdiri tersebut dapat membantu pihak manajemen
dari 36 item obat atau sebanyak 11,61%. untuk lebih berfokus pada barang-barang
Kelompok B dengan nilai investasi sedang, atau obat-obat yang memiliki nilai kritis dan
mendapatkan porsi nilai investasi sebesar nilai pemakaiannya lebih tinggi sehingga
20,32% dari seluruh nilai investasi dengan dapat ditangani lebih efisien.
biaya sebesar Rp. 414.648.701. Kelompok
obat ini terdiri atas 57 item obat atau DAFTAR PUSTAKA
sebanyak 18,39%. Kelompok C dengan nilai 1. Azwar, Azrul. (2010). Pengantar Administrasi
investasi rendah, mendapatkan porsi nilai Kesehatan. Tangerang: Binarupa Aksara
investasi sebesar 9,50% dari seluruh nilai 2. Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 58 Tahun
investasi dengan biaya sebesar Rp. 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasi di
193.962.485. Kelompok obat ini terdiri atas Rumah Sakit.
217 obat atau sebanyak 70%. 3. Sucianti, S dan Adisasmito, W.B.B. (2006).
3. Berdasarkan nilai kritis obat menunjukan Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan ABC
jumlah item obat pada kelompok X terdiri Indeks Kritis di Instalasi Farmasi. Jurnal
50 i t e m o b a t dengan persentase sebesar manajemen Pelayanan Kesehatan, 09, 19-26.
16,13%. Kelompok Y terdapat 179 item obat 4. Rahmawatie, Erni dan Stefanus Santosa
dengan jumlah persentase sebesar (2015). Sistem Informasi Perencanaan
57,74% dari total keseluruhan obat. Pada Pengadaan Obat Di Dinas Kesehatan
kelompok Z terdapat 81 item obat dengan Kabupaten Boyolali. Jurnal Pseucode, Volume
persentase sebesar 26,13% 2 Nomor 1, Februari 2015.
4. Berdasarkan analisis ABC indeks kritis 5. Mellen, R.C dan pudjirahardjo, W.J. (2013).
menunjukan jumlah obat pada kelompok A Faktor Penyebab Dan Kerugian Akibat
terdapat 37 item obat dengan persentase Stockout Dan Stagnant Obat Di Unit Logistik
11,94% dan besar investasi sebanyak Rp. Rsu Haji Surabaya. Jurnal Administrasi
1.132.250.926 atau sebesar 55,48% dari total Kesehatan Indonesia, Vol. 1(1), pp. 99-107.
biaya pengeluaran obat selama tahun 2015. 6. Maimun, Ali. (2008). Perencanaan Obat
Pada obat kelompok B terdapat 133 item Antibiotik Berdasarkan Kombinasi Metode
obat dengan persentase sebesar 42,90% dan Konsumsi Dengan Analisis Abc Dan Reorder
besar investasi sebanyak Rp. 710.580.744 Point Terhadap Nilai Persediaan Dan Turn
atau sebesar 34,82% dari total biaya Over Ratio Di Instalasi Farmasi Rs Darul
pengeluaran obat selama tahun 2015, Istiqomah Kaliwungu Kendal. Tesis
sedangkan pada kelompok C terdapat 140 Universitas Diponegoro: Semarang.
item obat dengan persentase 45,16% dan 7. Fadhila, Rahmi. (2013). Study Pengendalian
menggunakan biaya sebesar Rp. 198.113.382 Persediaan Obat Generik Melalui Metode
atau sebesar 9,71% dari total biaya ABC, EOQ, dan ROP di Gudang Farmasi RSI
pengeluaran obat selama tahun 2015. Asshobirin tahun 2013. UIN : Jakarta
8. Febriawati, Henni (2013). Manajemen
Logistik Farmasi Rumah Sakit. Yogyakarta :
SARAN Gosyen Publishing.
1. Sebaiknya dalam pembuatan formulariun 9. Atmaja, Hermina Karuna (2012). Penggunaan
obat di RSUD Kota Baubau, mesti melibatkan Analisis ABC Indeks Kritis untuk pengendalain
banyak pihak yang terlibat dalam persediaan Obat Antibiotik di Rumah Sakit
penggunaan obat, bukan dari pihak M.H Thamrin Salemba Januari 2012.
Program Pasca Sarjana Kajian Administrasi
Rumah Sakit. Depok.
10. Priatna, Heri. (2010). Analisis Perencanaan
dan Pengendalian Obat Kelompok A Pada
Analisis ABC di RS Melati Tangerang Tahun
2009. Program Studi Kajian Administrasi
Rumah Sakit, Depok.
11. Rahman, (2014). Analisis Pengendalian Obat
Berdasarkan Metode Pareto Di Instalasi
Farmasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
tahun 2013. Jurusan Kesehatan Masyarakat.
Kendari.
12. Utari, Anindita. (2015). Cara Pengendalian
Persediaan Obat Paten dengan Metode
Analisis ABC, Metode Economic Order
Quantity (EOQ), Buffer Stock dan Reorder
Point (ROP) di Unit Gudang Farmasi Rumah
Sakit Zahira Tahun 2014. Skripsi program
studi kesehatan masyarakat. Universitas
Islam Negri Syarifhidatullah.
13. Winasari, Ajrina, (2015). Gambaran Penyebab
Kekosongan Stok Obat Paten dan Upaya
Pengendaliannya Di Gudang Medis Instalasi
Farmasi Rsud Kota Bekasi Pada Triwulan I
Tahun 2015. UIN: Jakarta.
14. Zuliani, Nur Eni, (2009). Pengendalian
Persediaan Obat Antibiotik dengan Analisis
ABC Indeks Kritis di RSUD Pasar Rebo.
Program Sarjana Kesehatan Masyarakat.
Depok.

You might also like