Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Arrizky Firrrar D. R. T.
201610401011062
FAKULTAS KEDOKTERAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmatNya penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus stase Ilmu Kesehatan Anak dengan mengambil topik
Laporan ini disusun dalam rangka menjalani kepaniteraan klinik bagian Ilmu
Kesehatan Anak di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri. Tidak lupa penulis ucapkan terima
kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan kasus ini,
terutama kepada dr. Taufik Raffendi, Sp.A selaku dokter pembimbing yang telah
memberikan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan dan penyempurnaan laporan kasus
ini. Tidak lupa pula, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr.Nieken Susanti, Sp.A,
M.Biomed dan dr. Arsi Widyastriastuti, Sp.A atas ilmu yang beliau berikan kepada penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga tulisan
ini dapat memberikan manfaat dalam bidang kedokteran khususnya Bagian Ilmu Kesehatan
Anak.
Penyusun
BAB 1
LAPORAN KASUS
IDENTITAS Pasien
Nama : An. A
Umur : 5 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
BB : 5,9 kg
Tinggi Badan : - cm
Alamat : Perum. Anggrek Graha-18 Riau/Dandangan IV No.54, Kediri
Nama Ayah / Umur : Tn. HR / 32 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Riwayat Antenatal : Saat hamil ANC rutin di bidan, riw.tekanan darah tinggi saat hamil (-),
konsumsi obat-obatan selama hamil (-), konsumsi jamu (-)
Riwayat Persalinan : Penderita merupakan anak pertama, Aterm / Spontan / BBL 3600g /
Langsung menangis / asfiksia (-) / cyanosis (-) / ikterik (-) / kelainan kongenital (-
Riwayat Imunisasi:
BCG : 1 x, usia 1 bulan
Polio : 3 x, saat lahir, usia 2,4 bulan
Hepatitis B : 1x, saat lahir, usia 1 bulan
DPT : 2 x, saat usia 2 bulan, 4 bulan
Kesan : Imunisasi lengkap
Riwayat Tumbuh Kembang :
o Angkat kepala : 3 bulan
o Telungkup : 5 bulan
Kesan : Perkembangan sesuai usia.
Riwayat Gizi :
Saat ini, menggunakan susu soya karena ASI tidak bisa keluar.
Kesan : pemberian makanan sesuai dengan usia
PEMERIKSAAN FISIK
A. PEMERIKSAAN AWAL DI IGD (4 Juli 2017)
Pemeriksaan Umum
- Keadaan umum : tampak lemas
- Kesadaran : Compos mentis, GCS 456
- Tanda vital :
o Tekanan Darah : TDE
o Nadi : 100x/ menit, regular, lemah
o RR : 22 x/ menit
o Suhu : 36,7 C
Kepala dan leher
Normal
Thorax
Pulmo
Retraksi dinding dada (-)
Ronkhi (+/+), wheezing (-/-) , vesikuler +/+
Abdomen
Inspeksi : Supel
Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas
Edem -/-
Riwayat terapi di IGD
- IVFD D5 NS 600 cc/24 jam
- Inj. Santagesik 3x60 mg
- Inj. Ceftriakson 2x150 mg
- Inj. Ranitidine 2 x 1/5 ampul
- Nebul Combiven : Pulmicort 1/3 :1/3 + PZ 2 cc
- Sanmol drop 4-6 x 0,6 ml
B. PEMERIKSAAN SAAT DI RUANGAN (5 Juli 2017)
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
- Keadaan umum : tampak lemas
- Kesadaran : Compos mentis, GCS 456
- Tanda vital :
o Tekanan Darah : TDE
o Nadi : 104x/ menit, regular, ]
o RR : 20 x/ menit
o Suhu : 37,5 C
Status Antropometri
Panjang Badan : TDE
Berat Badan : 5,9 kg
Kesan: Status gizi kurang
Kepala dan leher
Bentuk : Megacephal, Ubun-ubun cekung(-)
Mata : Cekung (-), A/I/C/D -/-/-/-
Hidung : Sekret (-), darah (-)
Telinga : Sekret (-)
Mulut : dbn
Pembesaran KGB (-)
Thorax
Pulmo
Inspeksi : Pergerakan dinding thorax kiri-kanan simetris, tidak ada bekas
luka, tidak ada benjolan, retraksi ICS (-)
Palpasi : SDE
Perkusi : SDE
Auskultasi : Ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : SDE
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Supel, datar
Auskultasi : Bising usus (+)
Palpasi : turgor kulit < 2 detik
Perkusi : SDE
Ekstremitas
Akral hangat kering merah, CRT < 2 detik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- RBC : 4,55 (3,5-5,5) 106/ul
- Hb : 12,4 (15-24) g/dL
- Hct : 36,2 ( 35-50) %
- Plt : 324.000 (100.000-300.000)
- Wbc : 11.000 (3500-10.000)
- Neu : 72,2 (50-70 %)
- Lym : 20,5 (20-40%)
- Mon : 6,0 (2-8%)
- Eos : 0,5 ( 1-3%)
- Bas : 0,8 ( 0-1 %)
ASSESMENT AWAL:
Bronkopneumonia
Diagnosis Banding :
PLANNING :
1. Maintenance cairan
- IVFD D5 NS 500/24jam
2. Terapi lain :
- Inj. Santagesik 3x60 mg
- Inj. Ceftriakson 2x150 mg
- Inj. Ranitidine 2 x 1/5 ampul
- Nebul Combiven : Pulmicort 1/3 :1/3 + PZ 2 cc
- Sanmol drop 4-6 x 0,6 ml
Cek Urin Lengkap, Feces Lengkap sebelum AB masuk
Foto thorax
FOLLOW UP
14 April 2017, (Hari ke-1 perawatan)
TGL Subjektif Objektif Assessment Planning
FL ulang
FL : kuning, lembek
Lender (+)
Eritrosit (-)
Amuba (-)
Leukosit 20-25 /lpb
Cacing (-)
09-07-17 Ibu pasien Keadaan umum : baik Diare cair - KN4B 700cc/24
mengatakan masih Kesadaran : composmentis akut tanpa jam
Tanda vital :
ada BAB cair 3x, dehidrasi e.c - Drip metronidazole
o TD : - mmHg
ampas (+), lendir (+), o Nadi : 108x/ menit, susp. 3x60 mg
regular, kuat
darah (+), mual (-), Shigellosis, - Cefixim 2 x 30 mg
o RR : 20 x/ menit
muntah (-), o Suhu : 37 C Amoebiasis - Zinc 1x1/2 cth
o Mata cowong (-)
- Sequest 3x1/4 scht
- Lacto B 1x1
- Ataroc 2x1
10-07-17 Ibu pasien Keadaan umum : baik Diare cair - KN4B 700cc/24
mengatakan masih Kesadaran : composmentis akut tanpa jam
Tanda vital :
ada BAB cair 3x, dehidrasi e.c - Drip metronidazole
o TD : - mmHg
ampas (+), lendir (+), o Nadi : 108x/ menit, susp. 3x60 mg (Metro
regular, kuat
darah (-), mual (-), Shigellosis, syrup 3 x cth)
o RR : 20 x/ menit
muntah (-), o Suhu : 37 C Amoebiasis - Zinc 1x1/2 cth
o Mata cowong (-)
- Sequest 3x1/4 scht
- Lacto B 1x1
- Ataroc 2x1
11-07-17 Ibu pasien Keadaan umum : baik Diare cair -Metronidazole syrup
mengatakan masih Kesadaran : composmentis akut tanpa 3 x cth
Tanda vital :
ada BAB lembek 1x dehidrasi e.c - Zinc 1x1/2 cth
o TD : - mmHg
ampas (+), lendir (+), o Nadi : 108x/ menit, susp. - Sequest 3x1/4 scht
regular, kuat
darah (-), mual (-), Shigellosis, - Lacto B 1x1
o RR : 20 x/ menit
muntah (-), o Suhu : 37 C Amoebiasis - Ataroc 2x1
o Mata cowong (-)
12-07-17 Ibu pasien Keadaan umum : baik Diare cair -Metronidazole syrup
mengatakan masih Kesadaran : composmentis akut tanpa 3 x cth
Tanda vital :
ada BAB lembek 1x dehidrasi e.c - Zinc 1x1/2 cth
o TD : - mmHg
ampas (+), lendir (+), o Nadi : 108x/ menit, susp. - Sequest 3x1/4 scht
regular, kuat
darah (-), mual (-), Shigellosis, - Lacto B 1x1
o RR : 20 x/ menit
muntah (-), o Suhu : 37 C Amoebiasis - Ataroc 2x1\
o Mata cowong (-)
KRS
BAB 2
PEMBAHASAN
2. 1 Kriteria Diagnosis
a. Anamnesis
Diare
Lama diare berlangsung, frekuensi diare dalam sehari, warna dan konsistensi
tinja, lendir dan atau darah dalam tinja
Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang air kecil
terakhir, demam, sesak, kejang, kembung
Jumlah cairan yang masuk selama diare
Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare, mengonsumsi makanan
yang tidak biasa
Penderita diare disekitarnya dan sumber air minum
Bronkopneumonia
Gangguan respiratorik batuk, sesak nafas, demam, merintih, kebiruan
Suara tambahan yang terdengar, merintih
b. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital
Tanda utama: keadaan umum gelisah/cengeng atau lemah/letargi/koma, rasa haus,
turgor kulit abdomen menurun, sianosis, sesak, nafas cuping hidung, suara nafas
tambahan, sianosis
Tanda tambahan: ubun-ubun besar, kelopak mata, air mata, mukosa bibir, mulu,
dan lidah
Berat badan
Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, seperti napas cepat dan
dalam (asidosos metabolik), kembung (hipokalemia), kejang (hipo atau
hipernatremia)
Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda
berikut ini:
Letargis atau tidak sadar DEHIDRASI BERAT
Mata cekung
Tidak bisa minum atau malas minum
Cubitan kulit perut kembalinya
sangat lambat
Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda
berikut ini: DEHIDRASI
Gelisah, rewel/mudah masalah RINGAN/SEDANG
Mata cekung
Cubitan kulit perut kembalinya
lambat
Tidak cukup tanda-tanda untuk
diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat atau TANPA DEHIDRASI
ringan/sedang
Pada kasus, didapatkan data dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Dari
anamnesis di dapatkan data paseien datang dengan keluhan mencret lebih dari 3 kali dalam
24 jam, konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu, dengan adanya lendir dan
darah.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan data pada, pasien tampak lemas, Dari pemeriksaan
penunjang darah lengkap didapatkan leukositosis yang menandakan adanya infeksi baik dari
virus maupun bakteri. Pada pemeriksaan feces lengkap pun terdapat leukosit dan yang
menandakan adanya infeksi. Dari data tersebut memenuhi kriteria disentri akut tanpa
dehidrasi.
Selain itu, pada pasien terdapat batuk, sesak, serta pada pemeriksaan fisik ditemukan
ronchi pada kedua lapang paru. Pada pemeriksaan rontgen didapatkan adanya peachyinfiltrat
di pulmo sinistra dengan adanya peningkatan corakan bronkovaskular. Dari data tersebut
pasien juga menderita bronkopneumonia.
Patogenesis terjadinya disentri yaitu bakteri patogen masuk melalui makanan dan
minuman sampai ke enterosit, akan menyebabkan infeksi dan kerusakan villi usus halus.
Enterosit yang rusak diganti dengan yang baru yang fungsinya belum matang, villi
mengalami atropi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan dan makanan dengan baik, akan
meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan meningkatkan motilitasnya sehingga timbul
diare.
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan dengan
pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP, dan Ca dependen. Patogenesis
terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh
virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bekteri ini dapat menembus (invasi) sel
mukosa usus halus sehingga depat menyebakan reaksi sistemik.Toksin shigella juga dapat
masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri
ini dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri.
2.2 Penatalaksanaan
Pasien tidak dapat asupan yang adekuat untuk cairan per oral atau muntah
Teori :
Pemilihan terapi jika disesuaikan dengan LINTAS DIARE dapat dikatakan belum
sesuai namun pada kasus di ruang anak tidak diberikan oralit karena diharapkan dengan
pemberian cairan intravena sudah mengatasi kebutuhan carian pada anak. Pemberian
antipiretik di ruang anak pada kasus ini diberikan dalam bentukdrip yang dapat diberikan
apabila kondisi suhu tubuh anak meningkat
Pada diare berdarah atau disentri dapat diberikan sefiksim (8 mg/kgBB/hari PO)
selama lima hari pada shigellosis dan metronidazol 50 mg/kgBB/hari pada amoebiasis.
Kriteria pulang :
4.4 Prognosis
Dengan penggantian cairan adekuat, perawatan mendukung dan terapi antimikroba
yang tepat prognosis akan baik dengan mortalitas dan morbiditas yang minimal.
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gatroenteritis
3.1 Definisi
Gastroenteritis adalah inflamasi membrane mukosa lambung dan usus halus yang
ditandai dengan muntah dan diare yang berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang
menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit (Cecily & Belz, 2002).
Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi
cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu (IDAI, 2009).
Diare kronis adalah episode diare lebih dari 4 minggu, oleh etiologi non infeksi dan
perlu pemerikaan lebih lanjut (American Gastroenterology Association).
Diare presisten adalah diare akut dengan atau tanpa disertai darah dan berlanjut
sampai 14 hari atau lebih (Walter & Smith, 2016).
Di Indonesia menyepakati tentang definisi diare kronik dan persisten, yaitu :
Diare Kronis merupakan kategori luas dari kondisi diare, termasuk penyakit diare
dengan etiologi non infeksi, yang berlangsung lebih dari 2 minggu.
Diare Persisten adalah diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu dengan
penyebab infeksi.
3.2 Epidemiologi
Gastroenteritis akut merupakan salah satu penyakit yang sangat sering ditemui.
Penyakit ini lebih sering mengenai anak-anak. Anak-anak di negara berkembang lebih
beresiko baik dari segi morbiditas maupun mortalitasnya.Penyakit ini mengenai 3-5 miliar
anak setiap tahun dan menyebabkan sekitar 1,5-2,5 juta kematian per tahun atau merupakan
12 % dari seluruh penyebab kematian pada anak-anak pada usia di bawah 5 tahun (Chow et
al., 2010).
Pada orang dewasa, diperkirakan 179 juta kasus gastroenteritis akut terjadi setiap
tahun, dengan angka rawat inap 500.000 dan lebih dari 5000 mengalami kematian (Al-Thani
et al., 2013). Di Indonesia pada tahun 2010 diare dan gastroenteritis oleh penyebab infeksi
tertentu masih menduduki peringkat pertama penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di
Indonesia yaitu sebanyak 96.278 kasus dengan angka kematian (Case Fatality Rate/CFR)
sebesar 1,92% (kemenkes RI, 2012).
3.3 Etiologi
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral (infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab
utama diare)
Infeksi bakteri : vibrio, E. coli, salmondla, shigella, campylo bacter,yersinia,
aeromonas, dan sebagainya
Infeksi virus : enterovirus, adenovirus, rotavirus, astrovirus, daii lain-lain
Infeksi parasit : cacing (ascaris), protozoa (entamoeba histolytica,giardia
lamblia, tricomonas hominis dan jamur (candida albicans)
b. Infeksi parenteral (infeksi diluar alat pencernaan) seperti: OMA (Otitis Media
Akut), tonsilitis, tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya
(sering terjadi pada bayi dan umur dibawah 2 tahun)
2. Faktor Malabsorpsi
a. Malabsorbsi karbohidrat
Disakarida ; intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa
Monosakarida: intoleransi glukosa, fruktosadan galaktosa
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan
Makanan besi, beracun, alergi terhadap makanan
4. Lain-lain
a. Imunodefisiensi
b. Gangguan psikologis (cemas dan takut)
c. Faktor-faktor langsung:
KKP (Kurang Kalori Protein)
Kesehatan pribadi dan lingkungan
Sosioekonomi
3.4 Patofisiologi
Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu diare osmotik,
usus akan difermentasi oleh bakteri usus sehingga tekanan osmotik di lumen usus
kontrol otonomik, misal pada diabetik neuropati, postvagotomi, post reseksi usus
serta hipertiroid.
1. Rusaknya vili-vili di sekitar daerah brush boarder usus halus, yang menyebabkan
2. Kuman yang melepaskan toxin yang berikatan dengan enterosit reseptor yg spesifik yang
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang masuk melalui
makanan dan minuman sampai ke enterosit, akan menyebabkan infeksi dan kerusakan villi
usus halus. Enterosit yang rusak diganti dengan yang baru yang fungsinya belum matang,
villi mengalami atropi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan dan makanan dengan baik, akan
meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan meningkatkan motilitasnya sehingga timbul
diare.
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan dengan
pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP, dan Ca dependen. Patogenesis
terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh
virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bekteri ini dapat menembus (invasi) sel
mukosa usus halus sehingga depat menyebakan reaksi sistemik.Toksin shigella juga dapat
masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri
ini dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri.
penelitian yang dilakukan pada orang dewasa, mual(93%), muntah(81%) atau diare(89%),
dan nyeri abdomen(76%) adalah gejala yang paling sering dilaporkan oleh kebanyakan
pasien. Tanda-tanda dehidrasi sedang sampai berat, seperti membran mukosa yang kering,
penurunan turgor kulit, atau perubahan status mental, terdapat pada <10 % pada hasil
pemeriksaan. Gejala pernafasan, yang mencakup radang tenggorokan, batuk, dan rinorea,
1. Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah
cair(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau
Pada kasus gastroenteritis diare secara umum terjadi karena adanya peningkatan
Muntah diartikan sebagai adanya pengeluaran paksa dari isi lambung melalui mulut.
Pusat muntah mengontrol dan mengintegrasikan terjadinya muntah. Lokasinya terletak pada
formasio retikularis lateral medulla oblongata yang berdekatan dengan pusat-pusat lain yang
meregulasi pernafasan, vasomotor, dan fungsi otonom lain. Pusat-pusat ini juga memiliki
peranan dalam terjadinya muntah. Stimuli emetic dapat ditransmisikan langsung ke pusat
Muntah dikoordinasi oleh batang otak dan dipengaruhi oleh respon dari usus, faring,
dan dinding torakoabdominal. Mekanisme yang mendasari mual itu sendiri belum
sepenuhnya diketahui, tetapi diduga terdapat peranan korteks serebri karena mual itu sendiri
diketahui. Tetapi diperkirakan terjadi karena adanya peningkatan stimulus perifer dari saluran
cerna melalui nervus vagus atau melalui serotonin yang menstimulasi reseptor 5HT3 pada
usus. Pada gastroenteritis akut iritasi usus dapat merusak mukosa saluran cerna dan
ditransmisikan langsung ke pusat muntah atau melalui chemoreseptor trigger zone. Pusat
muntah selanjutnya akan mengirimkan impuls ke otot-otot abdomen, diafragma dan nervus
viseral lambung dan esofagus untuk mencetuskan muntah (chow et al, 2010).
3. Nyeri perut
Banyak penderita yang mengeluhkan sakit perut. Rasa sakit perut banyak jenisnya. Hal
yang perlu ditanyakan adalah apakah nyeri perut yang timbul ada hubungannnya dengan
makanan, apakah timbulnya terus menerus, adakah penjalaran ke tempat lain, bagaimana sifat
nyerinya dan lain-lain. Lokasi dan kualitas nyeri perut dari berbagai organ akan berbeda,
misalnya pada lambung dan duodenum akan timbul nyeri yang berhubungan dengan
makanan dan berpusat pada garis tengah epigastrium atau pada usus halus akan timbul nyeri
di sekitar umbilikus yang mungkin sapat menjalar ke punggung bagian tengah bila
rangsangannya sampai berat. Bila pada usus besar maka nyeri yang timbul disebabkan
kelainan pada kolon jarang bertempat di perut bawah. Kelainan pada rektum biasanya akan
Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang
berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu ( set point ) di hipotalamus (Dinarello
hipotalamus dan posterior hipotalamus menerima dua jenis sinyal, satu dari saraf perifer yang
mengirim informasi dari reseptor hangat/dingin di kulit dan yang lain dari temperatur darah.
mempertahankan temperatur normal. Pada lingkungan dengan subuh netral, metabolic rate
manusia menghasilkan panas yang lebih banyak dari kebutuhan kita untuk mempertahankan
suhu inti yaitu dalam batas 36,5-37,5C (Dinarello dan Porat, 2012).
Pusat pengaturan suhu terletak di bagian anterior hipotalamus. Ketika vascular bed
yang mengelilingi hipotalamus terekspos pirogen eksogen tertentu (bakteri) atau pirogen
endogen (IL-1, IL-6, TNF), zat metabolik asam arakidonat dilepaskan dari sel-sel endotel
jaringan pembuluh darah ini. Zat metabolik ini, seperti prostaglandin E2, melewati blood
peristiwa yang meningkatkan set point hipotalamus. Dengan adanya set point yang lebih
B. Bronkopneumonia
3.11 Definisi
Menurut Pedoman Diagnosis dan Terapi Unair, Pneumonia didefinisikan sebagai
penyakit peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh bermacam etiologi seperti bakteri,
virus, mikoplasma, jamur atau bahan kimia/benda asing yang terinspirasi dengan akibat
timbulnya ketidakseimbangan antara ventilasi dengan perfusi (ventilation perfussion
missmatch). Pnemonia seringkali dipercaya diawali oleh infeksi virus yang kemudian
mengalami komplikasi dengan infeksi bakteri. Secara klinis susah membedakan pnemonia
bakterial dan viral. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pnemonia bakterial
awitannya cepat,batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis dan terdapat perubahan
yang nyata pada pemeriksaan radiologis
3.12 Epidemiologi
Berdasarkan Riskedas pnemonia merupakan penyakit penyebab kematian kedua
tertinggi setelah diare pada balita. Hal ini menunjukan bahwa pnemonia merupakan penyakit
yang menjadi masalah kesehatan utama yang berkontribusi terhadap tingginya angka
kematian di Indonesia.5
(Riskesdas,2007)
Gambar 4.2 Proporsi penyebab kematian pada anak 1-4 tahun.5
Menurut data Riskesdas 2007, prevalens pneumonia pada bayi di Indonesia adalah
0,76% dengan rentang antar provinsi sebesar 0-13,2%. Prevalensi tertinggi adalah provinsi
Gorontalo (13,2%) dan Bali (12,9%), sedangkan provinsi lainnya di bawah 10%
3.13 Etiologi
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan
sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dan lain-lain). Pola kuman
penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien.3 Secara umum
bakteri yang paling berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae,
Tabel Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia dinegara maju4
Streptococcus pnemoniae
Virus
Virus sitomegalo
Virus rino
Staphylococcus aureus
Virus
Virus adeno
Virus epstain-barr
Virus influenza
Virus parainfluenza
Virus rino
Virus varisela-zoster
3.14 Klasifikasi
a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
c. Pneumonia virus
a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua.
Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh
obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses keganasan
disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua.
c. Pneumonia interstisial merupakan peradangan pada interstitium, yang terdiri dari dinding
alveoli, kantung dan saluran alveolar, dan bronkiolus. Interstitial pneumonitis biasanya
disebabkan oleh infeksi virus akut, tetapi dapat menjadi proses yang kronis.
A Faktor anak
1. Umur
Umur merupakan faktor resiko utama pada beberapa penyakit. Anak-anak yang
berumur 0-24 bulan lebih rentan terhadap penyakit penyakit pnemonia dibandingkan anak-
anak yang berumur diatas 2 tahun. Hal ini disebabkan imunitas yang belum sempurna dan
lubang pernapasan yang masih relatif sempit. Umur yang sangat muda dan sangat tua juga
memiliki risiko lebih tinggi daripada anak perempuan untuk terkena ISPA.
3. Status gizi
Studi WHO menunjukan bahwa insidens ISPA bagian bawah pada anak normal adalah
37 per 1000 balita, sedangkan 458 per 1000 terjadi pada anak dengan malnutrisi. Pada
Balita dengan status gizi buruk akan memiliki kekebalan tubuh yang rendah sehingga tidak
4. Pemberian ASI
ASI (Air Susu Ibu) merupakan sumber gizi yang ideal dan berkomposisi seimbang
sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan bayi, sehingga dapat dikatakan ASI adalah makanan
yang paling sempurna bagi bayi. ASI mampu memberikan perlindungan terhadap infeksi
dan alergi serta merangsang perkembangan sistem kekebalan bayi. ASI juga dapat
5. Status imunisasi
protektif setelah diketahui bahwa saat ini resistensi kuman terhadap antibiotik semakin
(PCV-7) disetiap negara dalam program imunisasi nasional, khususnya pada negara dengan
mortalitas anak <5tahun mencapai 50 kematian per 1000 kelahiran atau mencapai lebih dari
50.000 kematian pertahunnya. Meskipun telah memperoleh izin edar dari badan POM.
tidak lengkap 4,28 kali memiliki resiko untuk terkena pnemonia dibandingkan dengan anak
B. Faktor lingkungan
Polusi udara dalam rumah dihasilkan dari pembuangan asap seperti asap rokok dan
asap pembakaran kompor. Asap tersebut berptensi besar menimbulkan pajanan partikulat
seperti PM10 (Partikulat Matter 10 mikron). Jika terhirup, asap tersebut dapat mengganggu
pernapasan. Balita yang terpajan asap pembakaran beresiko 1,27 lebih besar untuk terkena
2. Ventilasi rumah
Ventilasi atau pertukaran udara adalah proses penyediaan dan pengeluaran udara ke dan
atau dari suatu ruang secara alamiah maupun mekanis. Pertukaran udara secara mekanis
Pada sebuah penelitian (Herman, 2012) diketahui balita yang tinggal pada rumah
dengan ventilasi yang tidak sehat akan memiliki resiko 4,2 kali lebih besar untuk terkena
pnemonia dibandingkan dengan balita yang tinggal dirumah dengan ventilasi sehat.
3. Suhu Ruangan
Suhu 18C-30C adalah suhu ideal yang dimiliki oleh rumah sehat. Hal ini berarti,
apabila suhu ruangan rumah dibawah 18C atau diatas 30C keadaan rumah tersebut tidak
memenuhi syarat.Balita yang tinggal dirumah dengan suhu yang tidak ideal mamili resiko
sebesar 4 kali lebih tinggi terkena ganguang pernapasan dibandingkan dengan rumah
3.16 Patogenesis
Dalam keadaan normal saluran respiratorik bawah mulai dari sublaring hingga unit
terminal dalam keadaan steril. Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme
yaitu: filtrasi partikel di hidung, pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis, ekspulsi
lokal, drainase melalui sistem limfatik. Pneumonia terjadi jika satu atau lebih mekanisme di
mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama lain.
diteliti. S. pneumonia mencapai alveolus melalui infeksi droplet.Bila pertahanan tubuh tidak
kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan
radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di
alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :
permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast
mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
2. Pada stadium II, disebut hepatisasi merah karena terjadi sewaktu alveolus terisi oleh
sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host)sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru menjadi merah, pada
stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan
bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi
di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini
eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan
leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.
4. Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda,
sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan
Manifestasi klinis biasanya berat yaitu sesak, sianosis, tetapi dapat juga gejalanya tidak
terlihat jelas seperti pada neonatus. Gejala dan tanda pneumonia dapat dibedakan menjadi
Gejala nonspesifik meliputi demam, menggigil, sefalgia, resah dan gelisah. Beberapa
pasien mungkin mengalami gangguan gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare, atau
sakit perut. Gejala pada paru timbul setelah beberapa saat proses infeksi berlangsung. Setelah
gejala awal seperti demam dan batuk pilek, gejala napas cuping hidung, takipnu, dispnu, dan
timbul apnu. Otot bantu napas interkostal dan abdominal mungkin digunakan. Batuk
umumnya dijumpai pada anak besar, tapi pada neonatus bisa tanpa batuk. Frekuensi napas
merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui beratnya penyakit. Hal ini digunakan
untuk mendukung diagnosis dan memantau tata laksana pneumonia. Pengukuran frekuensi
napas dilakukan dalam keadaan anak tenang atau tidur. Tim WHO telah merekomendasikan
untuk menghitung frekuensi napas pada setiap anak dengan batuk. Dengan adanya batuk,
frekuensi napas yang lebih dari normal serta adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam (chest indrawing), WHO menetapkan sebagai pneumonia (di lapangan), dan harus
memerlukan perawatan dengan pemberian antibiotik. Perkusi toraks pada anak tidak
mempunyai nilai diagnostik karena umumnya kelainan patologinya menyebar; suara redup
pada perkusi biasanya karena adanya efusi pleura.Suara napas yang melemah seringkaliditemukan
pada auskultasi. Ronkhi basah halus yangkhas untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidakterdengar
pada bayi. Pada bayi dan balita kecil karenakecilnya volume toraks biasanya suara napas
salingberbaur, dan sulit untuk diidentifikasi.Secara klinis pada anak sulit membedakanpneumonia
Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwapneumonia bakterial awitannya cepat, batuk
radiologis.Namun keadaan seperti ini kadang-kadang sulit dijumpai pada seluruh kasus.
(Riskesdas,2007)
Gambaran chest indrawing pada anak
3.18 Diagnosis
1. Anamnesis
Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan dahak purulen
Sesak nafas
Demam
Kesulitan minum/makan
Tampak lemah
2. Pemeriksaan fisik
Penilaian keadaan umum anak, frekuensi nafas, dan nadi harus dilakukan pada
saat awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain yang dapat menyebabkan anak
makan/minum.
klasik. Pada anak yang demam dan sakit akut, terdapat gejala nyeri yang
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan foto dada tidak direkomendasikan secara rutin pada anak dengan
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit perlu dilakukan untuk
Pemeriksaan kultur dan pewarnaan gram sputum dengan kualitas yang baik
Kultur darah tidak direkomendasikan secara rutin pada pasien rawat jalan,
tetapi direkomendasikan pada pasien inap dengan kondisi berat dan pada
antigen virus dengan atau tanpa kultur virus jika fasilitas tersedia.
antibiotik.
Pemeriksaan CRP, LED, dan pemeriksaan fase akut lain tidak dapat
pemeriksaan rutin.
Pemeriksaan lain
Pada setiap anak yang dirawat inap karena pneumonia, seharusnya dilakukan
malnutrisi
4 Pneumonia Ringan
Di samping batuk atau kesulitan bernafas, hanya terdapat nafas cepat saja.
5 Pneumonia Berat
Batuk atau kesulitan bernafas ditambah minimal salah satu hal berikut ini:
a. Kepala terangguk-angguk
e. Nafas cepat:
- Crackles (ronkhi)
semua makanan
3.19 Tatalaksana
Bayi
Anak:
Distress pernafasan
Grunting
Tatalaksana Umum
Pasien dengan saturasi oksigen <92% pada saat bernafas dengan udara kamar harus
diberikan terapi oksigen dengan nasal kanul, head box, atau sungkup untuk
Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak dengan
pneumonia
Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan pasien dan
mengontrol batuk
mucocilliary clearance.
Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya setiap 4 jam sekali,
Pemberian antibiotik
Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak <5 tahun
pada anak, ditoleransi dengan baik, dan murah. Alternatifnya adalah co-
M. Pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka antibiotik
golongan makrolid diberikan sebagai pilihan pertama secara empiris pada anak >
5 tahun.
penyebab
obat per-oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam derajat pneumonia berat
> 2 bulan:
o Lini pertama ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dapat
ditambahkan kloramfenikol
Blia klinis perbaikan antibiotik intravena dapat diganti preparat oral dengan antibiotik
Pada anak dengan distress pernafasan berat, pemberian makanan peroral harus
dihindari. Makanan dapat diberikan lewat NGT atau intravena. Tetapi harus
Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak tidak mengalami
antidiuretik.
Kriteria pulang
Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
Pneumonia Ringan
selama 3 hari atau amoksisilin (25mg/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari.
Anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk membawa
kembali anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat kalau keadaan anak
3 hari.
Pneumonia Berat
Terapi antibiotik :
jam), yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak
b. Bila keadaan memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang berat
kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat) maka
c. Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan
sekali sehari).
e. Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan buat foto
dada.
Terapi Oksigen
oksigen (berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%). Lakukan
periode tanpa oksigen setiap harinya pada anak yang stabil, hentikan
pemberian bila saturasi tetap >90%. Pemberian oksigen setelah saat ini
oksigen pada bayi muda. Masker wajah atau masker kepala tidak
waktu.
dinding dada bagian bawa ke dalam yang berat atau napas >70/menit)
tersumbat oleh mukus dan berada ditempat yang benar serta memastikan
Perawatan penunjang
f. Jika anak tidak bisa minum, pasang pipa nasogastrik dan berikan cairan
rumatan dalam jumlah sedikit tetapi sering, jika asupan cairan oral
g. Bujuk anak untuk makan, segera setelah anak bisa menelan makanan. Beri
menerimanya.
Pemantauan
a. Anak diperiksa perawat paling sedikit setiap 4 jam dan oleh dokter paling
b. Jika tidak ada komplikasi maka dalam 2 hari akan tampak perbaikan klinis
(bernapas tidak cepat, tidak adanya tarikan dinding dada, bebas demam,
hipoksia, kebutuhan nutrisi dan cairan yang adekuat. Antibiotik yang direkomendasikan
WHO pada pasien rawat inap diantaranya adalah ampisilin dan gentamisin.
Pertimbangan pemilihan antibiotik berdasarkan kepekaan terhadap dugaan kuman
Respon awal yang harus dievaluasi dalam terapi awal pnemonia dapat dilihat dari
perkembangan klinisnya yaitu: laju pernapasan berkurang, demam turun dan kemampuan
makan minum anak membaik. Evaluasi sebaiknya dilakukan dalam 72 jam setelah terapi
empiris awal. Anak yang menunjukan perbaikan yang lambat atau kondisi anak yang
memburuk terhadap terapi awal dimasukan sebagai anak yang tidak menunjukan
perbaikan terhadap terapi awal (unresponsive to initial treatment). Kriteria lain untuk
menentukan tidak respon terhadap terapi apabila dalam 48 jam terdapat: 1) Tidak ada
perbaikan atau perburukan dari gejala takipnea atau tarikan dinding dada bagian bawah
ke dalam (lower chect indrawing) 2) Muncul lagi atau tidak membaik atau perburukan
dari tanda bahaya danger sign seperti tidak mampu minum, letargi, sianosis sentral
Jika tidak menunjukan perbaikan terhadap terapi awal maka ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan yaitu: 1) kemungkinan ada penyebab yang lain termasuk disini
diagnosis banding;2) adanya penyakit penyerta; 3) adanya komplikasi dari pnemonia itu
sendiri.
4.9 Komplikasi
Pneumonia Stafilokokus. Curiga ke arah ini jika terdapat perburukan klinis secara cepat
pneumotoraks dengan efusi pleura pada foto dada, ditemukannya kokus Gram positif
yang banyak pada sediaan apusan sputum. Adanya infeksi kulit yang disertai
minggu.
Empiema. Curiga ke arah ini apabila terdapat demam persisten, ditemukan tanda
o Gambaran foto dada menunjukkan adanya cairan pada satu atau kedua sisi dada.
o Jika terdapat empiema, demam menetap meskipun sedang diberi antibiotik dan
drainase ulangan sebanyak 2-3 kali jika terdapat cairan lagi. Penatalaksanaan
pleura harus dianalisis terutama protein dan glukosa, jumlah sel, jenis sel,
Sebagian besar anak-anak yang mengalami pneumonia sembuh dengan cepat dan
sempurna. Kelainan pada radiografi kembali normal dalam waktu 6 sampai 8 minggu. Dalam
beberapa kasus, pneumonia dapat bertahan lebih dari 1 bulan atau mungkin berulang.
Sebagian besar bronkopneumia yang di sebabkan oleh virus dapat sembuh spontan
1. Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang
sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar tidak sakit. Secara garis besar,
upaya pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum dan pencegahan khusus.
imunisasi.
b. Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberika ASI pada bayi neonatal sampai
c. Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan polusi di luar
ruangan.
2. Pencegahan Sekunder
Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk orang telah sakit agar
ketidakmampuan.
Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat sehingga
dapat mencegah meluasnya penyakit dan terjadinya komplikasi. Upaya yang dilakukan antara
lain :
benzilpenisilin, obati demam, obati mengi, beri perawatan suportif, nilai setiap hari.
3. Pencegahan Tersier
a. Memberi makan anak selama sakit, tingkatkan pemberian makan setelah sakit.
b. Bersihkan hidung jika terdapat sumbatan pada hidung yang menganggu proses
pemberian makan.
menjadi cepat, anak tidak dapat minum, kondisi anak memburuk, jika terdapat tanda-
1. Athena Anwar, Ika Dharmayanti,2014. Pneumonia among Children Under Five Years
of Age in Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 8, No. 8, Mei 2014.
2. Setiawati L, Setyoningrum RA, Makmuri MS, 2008. Pneumonia dalam Pedoman
Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak, Edisi ke-3, Buku ke-1, RSU
dokter Soetomo, Surabaya.
3. Said, M. 2010. Buku Ajar Respirologi Anak Ed. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
4. Kemenkes RI.2010. Buletin Jendela Epidemiologi Pnemonia Balita volume
3,2010.ISSN 2087-1546.
5. Behrman, R.E et.all. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th edition. International Edition.
Saunders 2004. p 1239-1241
6. Budiarso, Aswita.dkk. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare . Jakarta:
Departement Kesehatan R.I PPM & PLP. 2009
7. Depatemen Kesehatan. Diare Pada Anak . Kamis, 31 September 2010
www.depkes.go.id
8. Ganna, Herry. Melinda, Heda. Ilmu Kesehatan Anak Pedoman Diagnosis dan Terapi.
Edisi 3. Bandung : 2005
9. Santoso, N. Budi, Diare Pada Bayi Dan Anak, Lab/SMF. Ilmu Kesehatan Anak FK.
Unibraw/RSU Dr. Saiful Anwar Malang. 2001
10. Pusponegoro. H, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2004
11. Behrman RE, Vaughan VC. 1992.Nelson IlmuKesehatanAnak, Bagian II, Ed 12.
Jakarta: EGC.
12. Departemen Kesehatan. 2007. Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita. Jakarta:
Depekes RI.
13. Rasad S., 2005, Radiologi Diagnostik (2nd edition), Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
14. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, 1985, Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak.
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta