Professional Documents
Culture Documents
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
OSTEOARTHRITIS
Oleh:
Konsulen :
Konsulen Pembimbing
2
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan...............................................................................................2
Daftar Isi..................................................................................................................3
I. Pendahuluan ................................................................................................4
II. Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 5
III. Laporan Kasus ........................................................................................... 27
IV. Resume ...................................................................................................... 32
Daftar Pustaka
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi
Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degenerative noninflamasi yang
terutama terjadi pada orang tua, ditandai dengan degenerasi tulang rawan
sendi, hipertrofi tulang pada tepinya, dan perubahan pada membrane
synovial. Disertai dengan nyeri, biasanya setelah aktivitas berkepanjangan,
dan kekakuan, khususnya pada pagi hari atau setelah inaktivitas. Disebut juga
degenerative arthritis, hypertrophic arthritis, dan degenerative joint
disease.5
B. Epidemiologi
Osteoartritis merupakan penyakit sendi yang paling banyak ditemukan di
dunia, termasuk di Indonesia.Penyakit ini menyebabkan nyeri dan disabilitas
pada penderita sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Di Inggris dan
Wales, sekitar 1,3 hingga 1,75 juta orang mengalami gejala OA. Di Amerika,
1 dari 7 penduduk menderita OA. Osteoartritis menempati urutan kedua
setelah penyakit kardiovaskuler sebagai penyebab ketidakmampuan fisik
(seperti berjalan dan menaiki tangga) di dunia barat. Secara keseluruhan,
sekitar 10 15% orang.6
Prevalensi osteoartritis secara jelas meningkat sesuai dengan pertambahan
usia. Kondisi ini jarang ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.Usia,
jenis kelamin, pekerjaan, kegemaran, ras, dan hereditas seluruhnya bisa
berperan dalam manifestasi klinis osteoartritis.2
Data di Indonesia yang didapat dari Malang dimana prevalensinya sekitar
10-13,5%, di pedesaan Jawa tengah prevalensi osteoartritis klinis sekitar
5,1%. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta menunjukkan 43,8%
(1991-1994) 35% (2000) merupakan penderita osteoartritis.4 Sedangkan
5
sesuai data di Rumah Sakit Prof. DR. Kandou Manado menunjukkan bahwa
penderita osteoarthritis sebanyak 22 % (2010), 20 % (2011), 19 % (2012).
C. Anatomi
Patela adalah tulang sesamoid (Os sesamoideum) di dalam tendon dari
Musculus quadriceps femoris. Ini berfungsi sebagai hypomochlion yang
menghubungkan tendon masuk ke tuberositas tibiae di ujung distal femur. Hal
ini menyebabkan peningkatan pergerakan dan torsi otot.
6
Gambar 3. Articulatio genu dilihat dari ventral dan dorsal6
Ligamen dari sendi lutut terdiri dari ligamen eksternal yang menunjang
sendi dari luar dan ligamen internal yang diposisikan dalam capsula fibrosa.
Mereka meliputi ligamentum patellae sebagai kelanjutan tendon dari
muskulus quadriceps femoris dan retinacula patellae medial dan lateral. Akhir
dari kedua ligamen ini memiliki serat longitudinal di superficial dan serat
sirkuler di profunda dan merupakan bagian dari tedon muskulus quadriceps
femoris. Di medial dan lateral terdapat ligamentum collateral fibulare dan
ligamentum collateral tibiale yang melekat pada tibia dan fibula. Kapsul sendi
membungkus permukaan artikular. Corpus adiposum infrapatellare berada
diantar capsula fibrosa dan capsulla synovial.
Gambar 4. Articulatio genu dengan kapsul sendi utuh dan dengan kapsul sendi
dibuka6
7
a. Ligamentum
Ligamentum mempunyai sifat ekstensibility yang cukup kuat dan
berfungsi sebagai pembatas gerakan dan stabilisator sendi. Ada
beberapa ligamentum pada sendi lutut, diantaranya adalah
: Ligamentum cruciatumanterior, ligamentum cruciatum posterior ,
ligamentum collateral lateral, ligamentum collateral mediale,
ligamentum popliteum oblikum, dan ligamentum tranversum genu. 5
b. Kapsul sendi
Kapsul sendi lutut terdiri dari 2 lapisan yaitu stratum fibrosum yang
merupakan lapisan luar yang berfungsi sebagai penutup atau selubung
dan stratum synovial yang berfungsi sebagai tempat produksi cairan
sinovial untuk melicinkan permukaan sendi lutut. Kapsul sendi lutut ini
termasuk jaringan fibrosa yang avaskuler sehingga jika cedera sulit
untuk proses penyembuhannya. 5
c. Jaringan lunak
Jaringan lunak yang terdri dari Meniscus yang berfungsi
untuk mempermudah gerakan rotasi dan mengurangi gerakan dan
stabilisator setiap penekanan dan bursa yang merupakan kantong yang berisi
cairan yang mempermudah terjadinya gesekan dan gerakan, yang
berdinding tipis dan dibatasi oleh membran sinovial. 5
8
Gambar 7. Gambaran Sendi synovial8
Pada sendi synovial, tulang tulang yang saling berhubungan diapisi rawan
sendi rawan sendi. Rawan sendi merupakan jaringan avascular dan juga tidak
memiliki jaringan saraf, berfungsi sebagai bantalan terhadap beban yang jatuh
kedalam sendi. Rawan sendi dibentuk oleh sel kondrosit dan matriks rawan
sendi. Kondrosit berfungsi menyintesis dan memelihara matriks rawan
sehingga fungsi bantalan rawan sendi tetap terjada dengan baik. Matriks
rawan sendi terutama terdiri dari air, proteoglikan dan kolagen.
Proteoglikan merupakan molekul yang kompleks yang tersusun atas inti
protein dan molekul glikosaminoglikan. Glikosaminoglikan yang menyusun
proteoglikan terdiri dari keratin sulfat, kondroitin 6 sulfat dan kondroitin
9
4 sulfat. Bersama sama dengan asam hialuronat, proteoglikan membentuk
agregat yang dapat menghisap air dari sekitarnya sehingga dapat
mengembang sedemikian rupa sehingga membentuk bantalan yang baik
sesuai dengan fungsi rawan sendi. Bagian proteoglikan yang melekat pada
asam hialuronat adalah terminal N dari inti proteinnya. Pada terminal ini
juga melekat protein link. Terminal inti karboksi inti protein proteoglikan,
merupakan ujung bebas yang mungkin berperan dalam interaksinya dengan
matriks ekstraselular lainnya.
Kolagen merupakan molekul protein yang sangat kuat. Terdapat berbagai
tipe kolagen, tetapi kolagen yang terdapat di dalam rawan sendi tertama
adalah kolagen tipe II. Kolagen tipe II tersusun dari 3 rantai alfa yang
membentuk gulungan triple heliks. Kolagen berfungsi sebagai kerangka
bagi rawan sendi yang akan membatasi pengembangan berlebihan agregat
proteoglikan.
Rawan sendi merupakan jaringan avaskuler, oleh sebab itu makanan
diperoleh dengan jalan difusi. Beban yang intermitten pada rawan sendi
sangat baik bagi fungsi difusi nutrient untuk rawan sendi. Pada rawan sendi
yang normal, proses degradasi dan sintesis matriks selalu terjadi. Salah satu
enzim proteolitik yang dihasilkan oleh kondrosit dan berperan pada degradasi
kolagen dan proteoglikan adalah kelompok enzim metaloprotease seperti
kolagenase dan stromelisin.
Berbagai sitokin juga berperan pada proses degradasi dan sintesis matriks.
Interleukin I (IL 1) yang dihasilkan oleh makrofag berperan pada
degradasi kolagen dan proteoglikan dan menghambat sintesis proteoglikan.
Growth factor seperti transforming growth factor beta (TGF b) dan insulin
like growth factor 1 (IGF 1) berperan merangsang sintesis proteoglikan
dan menghambat kerja IL 1. Rawan sendi merupakan salah satu jaringan
sumber keratin sulfat, oleh sebab itu keratin sulfat dalam serum dan cairan
sendi dapat digunakan sebagai petanda kerusakan rawan sendi.8
Membrane synovial merupakan jaringan avaskuler yang melapisi
permukaan dalam kapsul sendi, tetapi tidak melapisi permukaan rawan sendi.
10
Membrane ini licin dan lunak, berlipat lipat sehingga dapat menyesuaikan
diri pada setiap gerakan sendi atau perubahan tekanan intraartikular.
Mebmbran synovial tersusun atas 1 3 lapis sel sel synovial (sinovisit) yang
menutupi jaringan subsinovial di bawahnya, tanpa dibatasi oleh membrane
basalis. Walaupun banyak pembuluh darah dan limfe di dalam jaringan
subsinovial, tetapi tidak satupun mencapai lapisan sinovisit. Jaringan
pembuluh darah ini berperan dalam transfer konstituen darah ke dalam rongga
sendi dan pembentukan cairan sendi.8
Pada sendi yang normal, cairan sendi sangat sedikit, sehingga sangat sulit
diaspirasi dan dipelajari. Cairan sendi merupakan ultrafltrat atau dialisat
plasma. Pada umumnya kadar molekul dan ion kecil adalah sama dengan
plasma, tetapi kadar proteinnya lebih rendah. Molekul molekul dari plasma,
sebelum mencapai rongga sendi harus melewati sawar endotel mikrovaskuler,
kemudian melalui matriks subsinovial dan lapisan sinovium.8
D. Patogenesis
Selama ini osteoarthritis sering dipandang sebagai akibat dari proses
degeneratif yang tidak dapat dihindari. Para pakar telah meneliti bahwa OA
merupakan gangguan keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan
kerusakan struktur yang penyebabnya masih belum jelas diketahui. Kerusakan
tersebut diawali oleh kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta diikuti
oleh beberapa mekanisme lain sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera.8
Pada osteoarthritis terjadi perubahan-perubahan metabolisme tulang
rawan sendi. Perubahan tersebut berupa peningkatan aktivitas enzim-enzim
yang merusak makromolekul matriks tulang rawan sendi, disertai penurunan
sintesis proteoglikan dan kolagen. Hal ini meyebabkan penurunan kadar
proteoglikan, perubahan sifat-sifat kolagen dan berkurangnya kadar air tulang
rawan sendi. 9
Pada proses degenerasi dari kartilago artikular menghasilkan suatu
substansi atau zat yang dapat menimbulkan suatu reaksi inflamasi yang
11
merangsang makrofag untuk menghasilkan IL-1 yang akan meningkatkan
enzim proteolitik untuk degradasi matriks ekstraseluler. 9
Perubahan dari proteoglikan menyebabkan tingginya resistensi dari tulang
rawan untuk menahan kekuatan tekanan dari sendi. Penurunan kekuatan dari
tulang rawan disertai degradasi kolagen memberikan tekanan yang berlebihan
pada serabut saraf dan tentu saja menimbulkan kerusakan mekanik. Kondrosit
sendiri akan mengalami kerusakan. Selanjutnya akan terjadi perubahan
komposisi molekuler dan matriks rawan sendi, yang diikuti oleh kelainan
fungsi matriks rawan sendi. Melalui mikroskop terlihat permukaan mengalami
fibrilasi dan berlapis-lapis. Hilangnya tulang rawan akan menyebabkan
penyempitan rongga sendi. Pada tepi sendi akan timbul respon terhadap tulang
rawan yang rusak dengan pembentukan osteofit.
Pembentukan tulang baru (osteofit) dianggap suatu usaha untuk
memperbaiki dan membentuk kembali persendian (remodelling). Dengan
menambah luas permukaan sendi yang dapat menerima beban, osteofit
diharapkan dapat memperbaiki perubahan -perubahan awal tulang rawan sendi
pada osteoarthritis. Lesi akan meluas dari pinggir sendi sepanjang garis
permukaan sendi. Adanya pengikisan yang progresif menyebabkan tulang yang
dibawahnya juga ikut terlibat.21,23
Hilangnya tulang -tulang tersebut merupakan usaha untuk melindungi
permukaan yang tidak terkena. Sehingga tulang subkondral merespon dengan
meningkatkan selularitas dan invasi vaskular, akibatnya tulang menjadi tebal
dan padat (eburnasi). Pada akhirnya rawan sendi menjadi aus, rusak dan
menimbulkan gejala-gejala osteoarthritis seperti nyeri sendi, kaku dan
deformitas. 10,11,12
Patologik pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan
mengalami fibrosis serta distorsi. Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi
proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik.
Proses ini menyebabkan terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid
pada pembuluh darah subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan
nekrosis jaringan subkondral tersebut. Hal ini mengakibatkan dilepaskannya
12
mediator kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya
menimbulkan bone angina lewat subkondral yang diketahui mengandung
ujung saraf sensibel yang dapat menghantarkan rasa sakit.10,23
Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator
kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi,
peregangan tendon atau ligamentum serta spasmus otot-otot ekstra artikuler
akibat kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya
osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla
spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena
intrameduler karena proses remodelling pada trabekula dan subkondral.23
Sinovium mengalami keradangan dan akan memicu terjadinya efusi serta
proses keradangan kronik sendi yang terkena. Permukaan rawan sendi akan
retak dan terjadi fibrilasi serta fisura yang lama-kelamaan akan menipis dan
tampak kehilangan rawan sendi fokal. Selanjutnya akan tampak respon dari
tulang subkhondral berupa penebalan tulang, sklerotik dan pembentukkan
kista. Pada ujung tulang dapat dijumpai pembentukan osteofit serta penebalan
jaringan ikat sekitarnya. Oleh sebab itu pembesaran tepi tulang ini memberikan
gambaran seolah persendian yang terkena itu bengkak.9,11,21
E. Faktor Resiko13,14,15
Usia
Prevalensi dan beratnya osteoarthritis semakin meningkat dengan
bertambahnya usia. Proses penuaan dianggap sebagai penyebab
peningkatan kelemahan di sekitar sendi, penurunan kelenturan sendi,
kalsifikasi tulang dan menurunkan fungsi kondrosit, yang semunya
mendukung terjadinya osteoarthritis. OA jarang pada umur dibawah 40
tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun.
Jenis Kelamin
Prevalensi OA pada laki-laki sebelum usia 50 tahun lebih tinggi
dibandingkan perempuan, tetapi setelah usia lebih dari 50 tahun prevalensi
perempuan lebih tinggi menderita osteoarthritis dibandingkan laki-laki.
13
Pada wanita, di atas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi OA lebih
banyak pada wanita daripada pria. Hal ini menunjukan adanya peran
hormonal.
Suku Bangsa/Etnis
OA paha lebih jarang diantara orang-orang kulit hitam dibandingkan
ras Kaukasia. Penduduk Asia juga memiliki resiko menderita OA lebih
tinggi dibandingkan Kaukasia. OA lebih sering dijumpai pada orang-orang
Amerika asli (Indian) daripada orang-orang kulit putih. Hal ini mungkin
berkaitan dengan perbedaan pola hidup maupun perbedaan pada kelainan
kongenital dan pertumbuhan.
Genetik
Faktor genetik diduga juga berperan pada kejadian OA, hal tersebut
berhubungan dengan abnormalitas kode genetic untuk sintesis kolagen
yang bersifat diturunkan.
14
F. Sistem Klasifikasi Kellgren dan Lawrence16
a. Derajat 0
b. Derajat 1
c. Derajat 2
15
d. Derajat 3
e. Derajat 4
G. Manifestasi Klinis16
- Nyeri sendi yang bertambah saat beraktivitas dan berkurang dengan
istirahat.
- Kekakuan sendi pada pagi hari umumnya setelah imobilisasi yang cukup
lama (biasanya <30 menit)
- Krepitasi dapat ditemukan pada sendi yang nyeri
- Deformitas sendi yang permanen
- Perubahan gaya berjalan dan gangguan fungsi sendi
- Pembengkakan sendi yang asimetris akibat adanya efusi dan osteofit
- Tanda inflamasi akut sendi: peningkatan suhu, nyeri tekan, gangguan
gerak, kemerahan.
16
H. Diagnosis
Diagnosis pada osteoartritis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik
serta pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis akan didapatkan gejala-gejala
yang sudah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan-lahan.2
Gejala utama adalah nyeri pada sendi yang terkena, terutama pada waktu
bergerak. Awal mula terasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang
dengan istirahat. Terdapat hambatan pada gerak sendi, biasanya semakin
bertambah berat sejalan dengan bertambanya rasa nyeri.Kaku pada pagi hari
dapat timbul setelah imobilisasi, seperti duduk dalam waktu yang cukup lama
atau setelah bangun tidur. Krepitasi atau rasa gemeretak pada sendi yang sakit
juga menjadi keluhan dari penderita osteoarttritis.7
Tes-tes provokasi yang dilakukan untuk memeriksa sendi lutut antara lain:
1. Tes McMurray
Tes ini merupakan tindakan pemeriksaan untuk mengungkapkan lesi
meniskus.Pada tes ini penderita berbaring terlentang.Dengan satu
tangan pemeriksa memegang tumit penderita dan tangan lainnya
memegang lutut.Tungkai kemudian ditekuk pada sendi lutut.Tungkai
bawah eksorotasi/ endorotasi dan secara perlahan-lahan diekstensikan.
Kalau terdengar bunyi klek atau teraba sewaktu lutut diluruskan,
maka meniskus medial atau bagian posteriornya yang mungkin
terobek.9
17
2. Anterior drawer test
Merupakan suatu tes untuk mendeteksi ruptur padaanterior cruciatum
ligamen lutut. Penderita harus dalam posisi terlentang dengan panggul
fleksi 45.Lutut fleksi dan kedua kaki sejajar. Caranya dengan
menggerakan tulang tibia ke atas maka akan terjadi gerakan
hiperekstresi sendi lutut dan sendi lutut akan terasa kendor. Posisi
pemeriksa di depan kaki penderita. Jika terdorong lebih dari normal,
artinya tes drawer positif.9
18
4. Appley Compresion Test
Tes ini dilakukan untuk menentukan nyeri lutut yang disebabkan oleh
robeknya meniskus.Penderita dalam posisi berbaring tengkurap lalu
tungkai bawah ditekukkan pada sendi lutut kemudian dilakukan
penekanan pada tumit pasien.Penekanan dilanjutkan sambil memutar
tungkai ke arah dalam (endorotasi) dan luar (eksorotasi). Apabila pasien
merasakan nyeri di samping medial atau lateral garis persendian lutut
maka lesi pada meniskus medial dan lateral sangat mungkin ada.9
(a) (b)
Gambar 4. (a) Appley Compresion Test; (b) Appley Distraction
Test12
19
Pemeriksaan penunjang :1,3,6
a. Pemeriksaan radiologi foto polos lutut
Pemeriksaan radiologi
Derajat kerusakan sendi berdasarkan gambaran radiologis kriteria Kellgren
&Lawrence :
Derajat 0 : radiologi normal.
Derajat 1 : penyempitan celah sendi meragukan.
Derajat 2 : osteofit dan penyempitan celah sendi yang jelas.
Derajat 3 : osteofit sedang dan multipel, penyempitan celah sendi,
sklerosis sedang dan kemungkinan deformitas kontur
tulang.
Derajat 4 : osteofit yang besar, penyempitan celah sendi yang nyata,
sklerosis yang berat dan deformitas kontur tulang yang
nyata.
Klinis dan
Klinis dan Laboratorium Klinis
radiologi
Nyeri lutut + minimal 5 dari 9 Nyeri lutut + minimal Nyeri lutut + minimal
berikut : 1 dari 3 berikut 3 dari 6 berikut :
- umur > 50 tahun - umur > 50 tahun - umur > 50 tahun
- stiffness < 30 menit - stiffness < 30 - stiffness < 30
- krepitasi menit menit
- nyeri pada tulang - krepitasi + osteofit - krepitasi
- pelebaran tulang - nyeri pada tulang
20
- pelebaran tulang
- tidak hangat pada perabaan - tidak hangat pada
- LED < 40mm/jam perabaan
- Rheumatoid factor <1:40
- Cairan sinovial : jernih,
viscous,leukosit<2000/mm3
I. Penatalaksanaan4,17,18
Penatalaksanaan osteoarthritis adalah haruslah bersifat multifocal dan
individual. Tujuan dari penatalaksanaan adalah untuk mencegah atau menahan
kerusakan yang lebih lanjut pada sendi tersebut, dan untuk mengatasi nyeri dan
kaku sendi guna mempertahankan mobilitas. Evaluasi pola bekerja dan
aktivitas sehari-hari membantu untuk menghilangkan segala kegiatan yang
meningkatkan tegangan berat badan pada sendi yang sakit.
21
Penatalaksanaan rehabilitasi medik pada penderita osteoarthtritis antara lain:
1. Fisioterapi.25,26,27
a. Terapi dingin digunakan untuk melancarkan sirkulasi darah,
mengurangi peradangan, mengurangi spasme otot dan kekakuan sendi
sehingga dapat mengurangi nyeri. Dapat juga menggunakan es yang
dikompreskan pada sendi yang nyeri. Terapi dingin dapat berupa
cryotherapy, kompres es dan masase es.
b. Terapi panas superfisial yaitu panas hanya mengenai kutis atau jaringan
sub kutis saja (Hot pack, infra merah, kompres air hangat, paraffin bath)
Sedangkan terapi panas dalam, yaitu panas dapat menembus sampai ke
jaringan yang lebih dalam yang sampai ke otot,tulang, dan sendi
(Diatermi gelombang mikro (MWD), Diatermi gelombang pendek
(SWD), Diatermi gelombang suara ultra(USD). Pada kasus OA
digunakan SWD (short wave diathermi) dan USD (ultra sound
diathermi).TENS menghalangi persepsi nyeri secara efektif dengan
mekanisme perifer yaitu merangsang saraf berdiameter lebih besar yang
bekerja lebih cepat sehingga menghambat pintu gerbang spinal (gate
control theory) dan mekanisme sentral yaitu pemberian rangsang sentuh
sehingga terjadi penghambatan secara sentral melalui perangsangan
pengeluaran endorphin.
c. Hidroterapi bermanfaat untuk memberi latihan. Daya apung air akan
membuat ringan bagian atau ekstermitas yang direndam sehinggasendi
lebih mudah digerakan. Suhu air yang hangat akan membantu
mengurangi nyeri, relaksasi otot dan memberi rasa nyaman.
d. Latihan penguatan otot. Latihan diketahui dapat meningkatkan dan
mempertahankan pergerakan sendi, menguatkan otot, meningkatkan
ketahanan statik dan dinamik dan meningkatkan fungsi yang
menyeluruh.Latihan terdiri dari latihan pasif, aktif, ketahanan,
peregangan dan rekreasi.
22
2. Terapi okupasi meliputi latihan koordinasi aktivitas kehidupan sehari-hari
(AKS) untuk memberikan latihan pengembalian fungsi sehingga penderita
bisa melakukan kembali kegiatan/perkerjaan normalnya.11,13
3. Ortotik Prostetik digunakan untuk mengembalikan fungsi,mencegah dan
mengoreksi kecacatan,menyangga berat badan dan menunjang anggota
tubuh yang sakit. Pada penderita OA biasa dilakukan rencana penggunaan
knee brace atau knee support.11
4. Sosial Medis. Tujuannya adalah menyelesaikan/memecahkan masalah
sosial yang berkaitan dengan penyakit penderita, seperti masalah penderita
dalam keluarga maupun lingkungan masyarakat.13-1
Terapi Obat
a. Analgesik oral non-opiat: asetaminofen, aspirin dan ibuprofen.
b. Analgesic topikal: krem salisilat atau krem capsaicin
c. Obat Anti Inflamasi Non Streroid (OAINS): analgetik-
antiinflamasi. Namun, penggunaaannya harus dikontrol sebab banyak
menyebabkan efek samping berupa gastritis hingga ulkus peptikum.
d. Agen kondroprotektif: tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat,
glikosaminoglikan, vitamin C, superoxide desmustase, steroid
intraartikuler.
Operasi
Bagi penderita dengan OA yang sudah parah, maka operasi merupakan
tindakan yang efektif. Operasi yang dapat dilakukan antara lain arthroscopic
debridement, joint debridement, dekompresi tulang, osteotomi dan artroplasti.
Walaupun tindakan operatif dapat menghilangkan nyeri pada sendi OA, tetapi
kadang-kadang fungsi sendi tersebut tidak dapat diperbaiki secara adekuat,
sehingga terapi fisik pre dan pasca operatifharus dipersiapkan dengan baik.
23
J. Prognosis
Prognosis dapat dilihat berdasarkan progresifitas penyakit, dan
pengendalian faktor resiko, ataupun faktor - faktor yang memperberat
penyakit.
K. Differential Diagnosis
Gambaran Artritis
Osteoartritis (OA) Gout Artritis
Radiologi Reumatoid (AR)
Sendi penyangga Mengenai sendi- Paling sering pada MTP 1
berat badan seperti sendi kecil PIP,
Daerah
coxae, genu, MCP,pergelangan
Predileksi
vertebre , manus, siku, pergelangan
pedis kaki, dll
24
Celah sendi Menyempit Menyempit Baik hingga menyempit
Rheumatoid Arthritis(RA)
Gout Arthritis
Gout adalah penyakit yang sering disebabkan oleh inflamasi sendi, yang
paling banyak ditemukan pada laki-laki dan berhubungan dengan peningkatan asam
urat dalam tubuh seseorang. Gout adalah hasil dari supersaturasi asam urat pada
jaringan tubuh dan cairan. Penyakit ini memiliki empat fase yaitu hiperuricemia
25
asimptomatik, akut, interstitial dan kronik. Manifestasi musculoskeletal pada gout
dicetuskan oleh deposit Kristal asam ural pada kartilago, sendi dan jaringan lunak.
26
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 8 Juni 1951
Usia : 66 tahun
Alamat : Makassar
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga (IRT)
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri pada lutut bagian kiri
Pasien di konsul ke poli rehabilitasi medik rumah sakit Universitas
Hasanuddin dengan keluhan nyeri pada lutut bagian kiri yang sudah
dialami sejak 25 tahun yang lalu. Nyeri terutama dirasakan saat
beraktivitas. Pasien juga merasakan kekakuan pada pagi hari dengan
durasi + 30 menit. Nyeri dan kaku pada lutut bagian kiri dirasakan
memberat jika pasien melakukan prubahan posis seperti dari jongkok
lama atau duduk lalu berdiri. Pasien mengonsumsi obat herbal sejak 5
tahun terakhir dan keluhan dirasakan berkurang. Demam tidak ada, nyeri
kepala tidak ada, mual muntah tidak ada, sesak napas dan nyeri dada tidak
ada, nyeri perut tidak ada, BAB lancar, frekuensi 1x dalam sehari
berwarna coklat, BAK lancer berwarna kuning,jernih. Riwayat DM tidak
ada, riwayat hipertensi ada, pasien mengonsumsi amlodipine 5 mg 1x1.
Riwayat trauma disangkal. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama
ada, yakni ibu pasien.
Riwayat Penyakit sebelumnya: Diabetes Mellitus (-), Hipertensi (+)
27
Pemeriksaan Fisik :
1. Status Generalis
Composmentis
Ambulasi Independen, Antalgic Gait
Right Handed
2. Tanda Vital
Tekanan darah : 150/80 mmHg
Nadi : 88x/menit
Pernapasan : 18x/menit
Suhu : 370 C
3. Kepala Leher
Kepala Leher : Anemis ( - ), Ikterus ( - )
Bibir : Sianosis ( - )
4. Status Gizi
Berat Badan : 55 kg
Tinggi : 153 cm
IMT : 23,5 (Obese 1)
5. Abdomen
Meteorismus ( - )
Hepar / Lien : tidak teraba
6. Extrimities
Ekstrimitas atas : Normal
Ekstrimitas bawah : Nyeri pada lutut kiri
28
Knee
Flexion F/F (0-1350) 5/5-
(pain)
Extension F/F (1350-0) 5/-5
(pain)
Pemeriksaan Muskuloskeletal:
ROM MMT
Cervical
Flexion Full (0-450) 5
Extension Full (0-450) 5
Lateral Flexion Full/Full (0-450) 5/5
Rotation Full/Full (0-600) 5/5
Trunk
Flexion Full (0-800) 5
Extension Full (0-300) 5
Lateral Flexion Full/Full (0-350) 5/5
Rotation Full/Full (0-450) 5/5
Shoulder
Flexion Full/Full (0-1800) 5/5
Extension Full/Full (0-600) 5/5
Abduction Full/Full (0-1800) 5/5
Adduction Full/Full (0-450) 5/5
Ext. Rotation Full/Full (0-700) 5/5
Int. Rotation Full/Full (0-900) 5/5
Elbow
Flexion Full/Full (0-1350) 5/5
Extention Full/Full (135-00) 5/5
Forearm Supination Full/Full (0-900) 5/5
Forearm Pronation Full/Full (0-900) 5/5
Wrist
Flexion Full/Full (0-800) 5/5
Extension Full/Full (0-700) 5/5
Radial Deviation Full/Full (0-200) 5/5
Ulnar Deviation Full/Full (0-350) 5/5
Fingers
Flexion
MCP Full/Full (0-900) 5/5
29
PIP Full/Full (0-1000) 5/5
DIP Full/Full (0-900) 5/5
Extension Full/Full (0-300) 5/5
Abduction Full/Full (0-200) 5/5
Adduction Full/Full (200-00) 5/5
Thumbs
Flexion
MCP Full/Full (0-900) 5/5
IP Full/Full (0-800) 5/5
Extension Full/Full (0-300) 5/5
Abduction Full/Full (0-700) 5/5
Adduction Full/Full (50-00) 5/5
Opposition Full 5/5
Hip
Flexion Full/Full (0-1200) 5/5
Extension Full/Full (0-300) 5/5
Abduction Full/Full (0-450) 5/5
Adduction Full/Full (0-200) 5/5
Ext. Rotation Full/Full (0-450) 5/5
Int. Rotation Full/Full (0-450) 5/5
Knee
Flexion Full/Full (0-1350) 5/5-
Extension Full/Full (135-00) 5/5-
Ankle
Plantar Flexion Full/Full (0-200) 5/5
Dorsi Flexion Full/Full (0-500) 5/5
Inversion Full/Full (0-1500) 5/5
Eversion Full/Full (0-350) 5/5
Toes
Flexion
MTP Full/Full (0-300) 5/5
IP Full/Full (0-500) 5/5
Extension Full/Full (0-800) 5/5
Big Toe
Flexion
MTP Full/Full (0-250) 5/5
IP Full/Full (0-250) 5/5
Extension Full/Full (0-800) 5/5
30
Local Status (region genu)
Inspeksi : Inflamation (-/-) swelling (-/-),
redness (-) , deformity (-/-)
Palpasi : Warm (-), Crepitation (-/+), nyeri tekan
(-/+) VAS 4/10 genu sinistra, patellar grind
(-/+), lachman (-/-)
Laxity knee ligament
Weakness genu : - / -
31
Daftar Masalah Planning
V. TERAPI
Non- Farmakologi:
Diet rendah garam
Edukasi
Farmakologi:
Paracetamol 500mg (jika perlu)
VI. PLANNING
Rehabilitation Medicine :
Fisioterapi
Evaluasi :
Nyeri lutut (VAS genu sinistra 4)
Gangguan AKS (berdiri,berjongkok dan berjalan)
32
Program:
USD
Tens
Exercise Therapi (Latihan)
(1x seminggu, di lakukan sebanyak 4x)
Okupasi terapi
Evaluasi :
Nyeri lutut (VAS genu sinistra 4)
Gangguan AKS (berdiri,berjongkok dan berjalan)
Program:
latihan atau edukasi melaksanakan aktivitas kehidupan sehari
hari dengan prinsip mengurangi beban pada sendi lutut (joint
protection).
Ortotik Prostetik
Evaluasi :
Nyeri lutut (VAS genu sinistra 4)
Gangguan AKS (berdiri,berjongkok dan berjalan)
Program: -
Psikologi
Evaluasi :
Normal
Program: -
Sosial medik
Evaluasi:
33
Biaya hidup sehari-hari cukup, biaya pengobatan ditanggung
oleh pemerintah menggunakan jaminan kesehatan masyarakat
(Bpjs).
Program:
Mengevaluasi faktor-faktor risiko keadaaan dilingkungan
rumah.
Usahakan memakai WC modifikasi
34
BAB IV
RESUME
35
DAFTAR PUSTAKA
1. U.S. Department of Health and Human Services Public Health Service. Fast
Fact: An Easy-to-Read Series Of Publications for the Public. National
Institutes of Health. Novermber 2014
2. Soeroso, J., Isbagio, H., dkk.Osteoartritis.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid III. Edisi V. Interna Publishing. November 2009
3. Felson, D. T. Osteoarthritis of the Knee. NEJM. 2006
4. Maharani, E. P. Faktor-Faktor Risiko Osteoartritis Lutut. Tesis. Semarang
2007
5. Dorland's. Dorland's Illustrated Medical Dictionary. 2012
6. Urban, Fischer. Sobotta Atlas of Human Anatomy. In: Paulsen F, Waschke J,
editors. 15 ed: Elsevier; 2011
7. Chan O. ABC of Emergency Radiology. In. 3 ed: BMJ Books; 2013
8. Sumaryono, Wijaya LK. Struktur Sendi, Otot, Saraf, dan Endotel Vaskuler,
BUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM. V ed: Interna Pbulishing; 2010
9. ExaminationSurvey19911994.JRheumatol. 33(11):22712279
10. David, T. 2006. Osteoarthritis of the knee. The New England Journal of
Medicine
11. Lozada, Carlos J. 2009. Osteoarthritis. http://emedicine.medscape.com.
Diakses tanggal 15maret 2013
12. Iannone F, Lapadula G. 2003.The pathophysiology of
osteoarthritis.AgingClinExpRes.15(5):364372
13. Braun. H. J, et.al.Diagnosis of Osteoarthritis : Imaging. Elsevier. 2011. 1
14. Eastman. G. W, et.al. Getting Started in Clinical Radiology From Image to
Diagnosis. Thieme. 2006; pg.157
15. Wick. M. C, et.al. Clinical Imaging Assessments of Knee Osteoarthritis in
the Elderly: A Mini-Review; 2014
36
16. Schiphof, D. Identifying Knee Osteoarthritis; Classification, early
recognition and imaging. The Netherlands Organization for Scientific
Research (NOW grantnr. 91766350). 2011
17. Rosani, S., Isbagio, H. Osteoartritis. Kapita Selekta Kedokteran II. Edisi
IV. 2014. Jakarta: Media Aesculapius. Indonesia
18. Carter, M. A. Osteoarthtritis. Pathophysiology: Clinical Concepts of
Disease Processes. Vol. 2, Edisi 6. 2003. Penerbit Buku Kedokteran EGC
19. Gunderman. R. B.Essential Radiology; 2nd Edition. Thieme. 2006
20. Wright. R. W, et.al. Osteoarthritis Classification Scales: Interobserver
Reliability and Athroscopic Correlation. The Journal of Bone and Joint
Surgery, Incorporated. 2014
21. Petersson. F.I, Radiographic osteoarthritis of the knee classified by the
Ahlbck and Kellgren & Lawrence systems for the tibiofemoral joint in
people aged 3554 years with chronic knee pain. Annals of the Rheumatic
diseases 1997
22. Harrisons Principles of Internal Medicine volume 1 , 15th edition.
23. Felson DT. Clinical practice. Osteoarthritis of the knee. N Engl J Med. 2006
Feb23;354(8):841-8
24. Rosjad C. Kelainan Degeneratif Tulang dan Sendi. Dalam : Pengantar
IlmuBedah Ortopedi. Ujung Pandang : Bintang Lamumpatue; 197-235
25. Elyas E. Pendekatan Terapi Fisik pada Osteoarthritis. Pertemuan Ilmiah
Tahunan PERDOSRI 2002. Bidang Pendidikan da LAtihan Pengurus
BesarPERDOSRI. Jakarta, 2002;53-63.
26. Tulaar ABM. Peran Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik
padaTatalaksana Osteoarthritis. Semijurnal Farmasi dan Kedokteran
EthicalDigest. Februari 2006;46-54.
27. Mansjoer A, dkk. Reumatologi. Dalam: Kapita selekta kedokteran.
Jakarta:Media Aesculapius FKUI, 1999;525-6 .
37