You are on page 1of 112

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN LANSIA TENTANG

OSTEOPOROSIS DI PANTI WREDHA DHARMA BAKTI


SURAKARTA

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Rangka Menyelesaikan


Program Pendidikan Diploma III Keperawatan

Oleh :

DWI KUSUMAWATI
NIM. 2011.1407

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Penelitian dengan Judul Gambaran Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang


Osteoporosis di Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta telah diperiksa
dan disetujui untuk diujikan dihadapan Tim Penguji Karya Tulis
Ilmiah Program DIII Keperawatan STIKES
PKU Muhammadiyah Surakarta

Disusun Oleh :

DWI KUSUMAWATI
NIM. 2011.1407

Pada :
Hari : Selasa
Tanggal : 8 Juli 2014

Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ida Untari, SKM.,M.Kes. Anik Enikmawati, S.Kep.Ns


NIDN:0614056302 NIDN : 0626038502

ii
LEMBAR PENGESAHAN

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN LANSIA TENTANG


OSTEOPOROSIS DI PANTI WREDHA DHARMA BAKTI
SURAKARTA

Disusun Oleh :

DWI KUSUMAWATI
NIM. 2011.1407

Penelitian ini telah diseminarkan dan diujikan


pada tanggal :

Susunan Tim Penguji :

Penguji I Penguji II Penguji III

Siti Sarifah, S.Kep.Ns.,M.Kep. Sri Mintarsih, S.Kep.Ns.,M.Kes. Ida Untari, SKM.,M.Kes.


NIDN. 0620047603 NIDN. 0624061303 NIDN. 0629037604

Mengetahui
Ketua STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta

Weni Hastuti, S.Kep.,M.Kes.


NIDN.0623087703

iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ILMIAH

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang berjudul :

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN LANSIA TENTANG


OSTEOPOROSIS DI PANTI WREDHA DHARMA BAKTI
SURAKARTA

Dibuat untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Program

Diploma III Keperawatan STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta. Tugas akhir ini

merupakan Karya Tulis Ilmiah saya sendiri (ASLI) dan dalam tugas akhir ini tidak

terdapat karya yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar

akademis di suatu Institusi Pendidikan juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah dipublikasikan dan ditulis oleh orang lain di Perguruan Tinggi atau Instansi

manapun, kecuali bagian yang sumber informasinya dicantumkan sebagaimana

mestinya.

Surakarta, Juli 2014

DWI KUSUMAWATI
NIM. 2011.1407

iv
MOTTO

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.

(QS. Al Baqarah 286)

Keridhoan Alloh tergantung kepada keridhoan orang tua dan murka Alloh

terletak kepada murka orang tua

(HR. Al Hakim)

Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu , dan sesungguhnya yang demikian

itu sungguh berat, kecuali bagi yang khusuk.

(QS. Al Baqarah 45)

Harga sebuah kegagalan dan kesuksesan bukan dinilai dari hasil akhir,

melainkan dari proses perjuangannya.

( Peneliti )

Jadikan hari ini lebih baik dari hari kemarin dan jadikanlah

hari esok lebih baik dari hari ini.

( Peneliti )

Sabar dan ikhlas adalah kunci kesuksesan.

( Peneliti )

v
PERSEMBAHAN

Karya tulis Ilmiah ini penulis persembahkan


untuk:
1. Bapak dan ibu tercinta, terima kasih atas
doa dan dukungan baik moral maupun
spiritual yang tidak henti-hentinya
sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya tulis ini.
2. Adik dan kakakku yang aku sayangi,
terima kasih atas dukungan dan doanya.
3. Para dosen dan staf tata usaha serta
karyawan perpustakaan STIKES PKU
Muhammadiyah Surakarta atas
bimbingan dan bantuannya selama ini.
4. Teman-teman seperjuangan angkatan
tahun 2012 dan semuanya terima kasih :
SEMANGAT TERUS PANTANG
MUNDUR.
5. Almamater Qu STIKES PKU
Muhammadiyah Surakarta
6. Pembaca yang budiman.

vi
KATA PENGANTAR

Dengan segala puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta memberi kekuatan,

ketabahan, kemudahan dalam berfikir untuk menyelesaikan penelitian ini. Penelitian

ini merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian akhir

program pendidikan D III Keperawatan STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta.

Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini mengambil judul Gambaran Tingkat

Pengetahuan Lansia Tentang Osteoporosis di Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih

mengalami banyak kesulitan dan hambatan, namun berkat bantuan, arahan, dorongan

serta bimbingan dari berbagai pihak, maka kesulitan maupun hambatan tersebut

dapat teratasi. Untuk itu dalam kesempatan ini dengan kerendahan hati, penulis

menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Weni Hastuti, S.Kep.,M.Kes, selaku Direktur STIKES PKU Muhammadiyah

Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh

pendidikan DIII Keperawatan.

2. Sri Mintarsih, S.Kep., Ns., M.Kes., selaku Puket I STIKES PKU Muhammadiyah

Surakarta selama proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah, beserta staf-stafnya yang

telah memberikan rekomendasi bagi penulis untuk melakukan penelitian.

3. Cemy Nur Fitria, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Prodi DIII Keperawatan

STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta.

vii
4. Ida Untari, SKM.,M.Kes, selaku dosen pembimbing I, dengan sabar dan bijaksana

membantu dan menyumbangkan ide-idenya dalam mengoreksi, merevisi, serta

melengkapi dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Anik Enikmawati, S.Kep., selaku dosen pembimbing II, dengan sabar dan

bijaksana membantu dan menyumbangkan ide-idenya dalam mengoreksi dan

merevisi serta melengkapi dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Drs. Suryanto, selaku kepala Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta yang telah

memberiakan izin untuk melakukan penelitian.

7. Bapak dan Ibuku tercinta yang senantiasa membimbing dan mendoakan

keberhasilanku dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Teman-teman Stikes PKU yang telah memberikan support, motivasi dan masukan

dalam penyusunan Proposal Karya Tulis ini.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini,

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dengan keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan

waktu yang dimiliki, masih banyak kekurangan dalam penulisan penelitian ini. Untuk

itu saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan.

Penulis berharap proposal ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait,

kalangan akademis dan masyarakat yang berminat terhadap ilmu keperawatan.

Surakarta, Juli 2014

Penulis

viii
INTISARI

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN LANSIA TENTANG


OSTEOPOROSISDI PANTI WREDHA DHARMA
BAKTI SURAKARTA

Dwi Kusumawati1, Anik Enikmawati2, Ida Untari3

Latar Belakang: Osteoporosis merupakan penyakit dengan berkurangnya kepadatan


massa tulang yang disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya karena gaya hidup
yang tidak sehat. Kurangnya pengetahuan lansia tentang osteoporosis cenderung
meningkatkan angka kejadian osteoporosis. Berdasarkan studi pendahuluan di Panti
Wredha Dharma Bakti Surakarta terhadap 10 lansia terdapat 6 lansia (60%)
diantaranya mengatakan tidak mengerti tentang osteoporosis.
Tujuan: Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan lansia tentang
osteoporosis pada lansia di Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta.
Metode Penelitian: Menggunakan metode survey deskriptif. populasi dalam
penelitian ini adalah lansia di Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta dengan tehnik
purposive sampling sebanyak 24 lansia di Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta.
Instrumen ini menggunakan kuesioner dalam bentuk check list. Data diolah
menggunakan Metode pengolahan data dengan analisis univariate dengan distribusi
frekuensi.
Hasil: Menunjukkan bahwa 4,2% responden memiliki pengetahuan baik, selebihnya
responden memiliki pengetahuan cukup 75%, dan responden yang memiliki
pengetahuan kurang 20,8%.
Kesimpulan: Tingkat pengetahuan lansia tentang osteoporosis di Panti Wredha
Dharma Bakti Surakartaa dalah Sedang.

Kata Kunci : Pengetahuan, Osteoporosis

1. Mahasiswa Program DIII Keperawatan PKU Muhammadiyah Surakarta


2. Pembimbing I Program DIII Keperawatan PKU Muhammadiyah Surakarta
3. Pembimbing II Program DIII Keperawatan PKU Muhammadiyah Surakarta

ix
ABSTRACT

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE ABOUT OSTEOPOROSIS ELDERLY


IN PANTI WREDHA DHARMA BAKTI SURAKARTA

Dwi Kusumawati1, Anik Enikmawati2, Ida Untari3

Background: Osteoporosis is a disease with reduced bone density caused by several


factors, one of them due to an unhealthy lifestyle. Lack of knowledge about
osteoporosis elderly tend to increase the incidence of osteoporosis. Based on
preliminary studies in Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta to 10 elderly people,
there are 6 elderly (60%) of those surveyed do not understand about osteoporosis.
Objective: To determine the knowledge level overview of osteoporosis in elderly
osteoporosis in elderly Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta.
Methods: Using a descriptive survey method. The population in this study were
elderly in Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta with purposive sampling technique
as much as 24 elderly in Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta. This instrument uses
a questionnaire in the form of a check list. The data were processed using the method
of data processing by univariate analysis with frequency distributions.
Result: Indicates that 4.2% of respondents had a good knowledge of, the rest of the
respondents had sufficient knowledge of 75%, and respondents who have less
knowledge of 20.8%.
Conclusion: The level of knowledge about osteoporosis elderly in Panti Wredha
Dharma Bakti Surakarta is enough.

Keywords: Knowledge, Osteoporosis.

1. The Student Nursing Diploma Program PKU Muhammadiyah Surakarta


2. The Supervisor Nursing Diploma Program PKU Muhammadiyah Surakarta
3. The Supervisor Nursing Diploma Program PKU Muhammadiyah Surakarta

x
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ...................................... iv
MOTTO .............................................................................................................. v
PERSEMBAHAN ............................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii
INTISARI............................................................................................................ ix
ABSTRACT ........................................................................................................ x
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian........................................................................... 5
E. Keaslian Penelitian .......................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori ................................................................................. 9
1. Pengetahuan ................................................................................ 9
a. Definisi Pengetahuan .............................................................. 9
b. Tingkat Pengetahuan .............................................................. 9
c. Cara Memperoleh Pengetahuan.............................................. 11
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ................... 12
e. Kriteria Tingkat Pengetahuan ................................................. 13
2. Lansia .......................................................................................... 14
a. Pengertian Lansia ................................................................... 14

xi
b. Proses Menua ......................................................................... 14
c. Perubahan Fisiologi Pada Lansia ........................................... 18
3. Osteoporosis ................................................................................ 25
a. Pengertian Osteoporosis ......................................................... 25
b. Klasifikasi Osteoporosis ........................................................ 26
c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Osteoporosis .................. 28
d. Gambaran Klinis Osteoporosis .............................................. 33
e. Pencegahan Osteoporosis ....................................................... 34
f. Perawatan Pada Osteoporosis ................................................. 40
g. Pemeriksaan Untuk Osteoporosis ........................................... 41
B. Kerangka Teori ............................................................................... 43
C. Kerangka Konsep ........................................................................... 44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian ............................................................................ 45
B. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 45
C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ......................................... 46
D. Variabel Penelitian ......................................................................... 47
E. Definisi Operasional ....................................................................... 48
F. Instrumen Penelitian ....................................................................... 48
G. Tehnik Pengolahan dan Analisa Data ............................................. 49
H. Jalannya Penelitian ......................................................................... 53
I. Etika Penelitian ............................................................................... 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Tempat Penelitian ................................................................ 55
B. Hasil Penelitian ............................................................................... 56
C. Pembahasan .................................................................................... 62
D. Keterbatasan ................................................................................... 68
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ........................................................................................ 69
B. Saran ............................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Teori ............................................................................. 43

Gambar 2.2 Kerangka Konsep ......................................................................... 44

Gambar 4.1 Diagram Pembagian Responden berdasarkan Umur .................... 57

Gambar 4.2 Diagram Pembagian Responden berdasarkan Jenis Kelamin....... 57

Gambar 4.3 Diagram Pembagian Responden berdasarkan Pendidikan ........... 58

Gambar 4.4 Diagram Pembagian Responden berdasarkan Pengetahuan Lansia

tentang Osteoporosis .................................................................... 59

xiii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Kebutuhan Kalsium Sesuai Umur ...................................................... 35
Tabel 2.2 Contoh makanan Berkalsium Tinggi ................................................. 35
Tabel 3.1 Definisi Operasional ........................................................................... 48
Tabel 3.2 Kisi-kisi Tentang Pengetahuan Osteoporosis .................................... 49
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Responden ......................... 56
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Jenis Kelamin ............ 57
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Pendidikan ................. 58
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Osteoporosis 59
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan berdasarkan Umur .......... 60
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan berdasarkan Jenis
Kelamin .............................................................................................. 60
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan berdasarkan
Pendidikan .......................................................................................... 61

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Penelitian


Lampiran 2. Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 3. Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 4. Instrumen Penelitian
Lampiran 5. Data Penelitian
Lampiran 6. Analisa Data Penelitian
Lampiran 7. Ijin Penelitian
Lampiran 8. Surat Rekomendasi Pemberian Ijin
Lampiran 9. Lembar Konsultasi

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah

melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini

berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti

mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan

kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendegaran

kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan figure

tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2008).

WHO dan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang

kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa umur

60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi

merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang

kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam

menghadapi rangsangan dari dalam/luar tubuh yang berakhir dengan kematian

(Nugroho, 2008).

Salah satu masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian serius

pada lanjut usia adalah osteoporosis. Osteoporosis adalah suatu penyakit yang

ditandai dengan berkurangnnya massa tulang yang mengakibatkan

menurunnya kekuatan tulang dan meningkatnya kerapuhan tulang, sehingga

menyebabkan tulang mudah patah (Misnadiarly, 2013).

1
2

Penyakit osteoporosis di seluruh dunia dapat dikatakan sangat

mengkhawatirkan. WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) memperkirakan

bahwa patah tulang pada panggual akibat osteoporosis akan menigkat tiga kali

lipat, pada pertengahan abad yang akan datang. Dari 1,7 juta pada tahun 1990,

akan menjadi 6,3 juta kasus pada tahun 2050 kelak. Data dari IOF

(International Osteoporosis Federation), menyebutkan bahwa di seluruh dunia,

satu dari tiga wanita atau satu dari delapan pria yang berusia diatas 50 tahun

memiliki risiko mengalami patah tulang akibat osteoporosis dalam hidup

mereka. Penderita osteoporosis di Eropa, Jepang dan Amerika adalah

sebanyak 73 juta penduduk, sedangkan di China 84 juta penduduk, dan ada

200 juta penderita osteoporosis di seluruh dunia. Risiko kematian akibat patah

tulang panggual sama dengan kanker payudara.

Osteoporosis adalah penyakit tulang yang paling umum. Walaupun

tidak terasa sakit, tetap penting untuk memahami pengaruh osteoporosis

terhadap kesehatan diri sendiri, keluarga, keuangan dan gaya hidup. Laporan

yang baru-baru ini dikeluarkan oleh U.S Surgeon General menyatakan bahwa

pada tahun 2020, setengah dari seluruh penduduk Amerika diatas usia 50

tahun beresiko mengalami patah tulang sebagai akibat dari osteoporosis.

Perkiraan saat ini mengindikasikan bahwa osteoporosis adalah masalah

perawatan kesehatan yang mahal, yang menyebabkan penduduk Amerika

menghabiskan $18 milyar per tahun (Alexander dan Knight, 2010).

Bertambahnya penuaan penduduk di Asia memberikan kekhawatiran

munculnya masalah osteoporosis tahun 2050 mendatang. Hasil penelitian


3

menyimpulkan pada usia 35 tahun, satu dari tiga orang dikawasan Asia

berisiko menderita osteoporosis. Bahkan pada rentang usia 25 tahun bisa

sudah terkena penyakit tersebut. Filipina dan Indonesia menjadi Negara

dengan catatan terburuk dalam hal kondisi kepadatan tulang. Perempuan

Indonesia pada usia 25 sampai 65 tahun berisiko tertinggi terkena osteoporosis

dibandingkan Negara Asia lainnya. Dampak finansial penyakit osteoporosis

membutuhkan biaya pemulihan yang tidak sedikit. Sebagai data acuan, Health

Technology Assessment (HTA) tahun 2005 mengungkapkan, di Indonesia

pada tahun 2000 ditemukan kasus fraktur osteoporosis sebanyak 227,850 yang

membutuhkan biaya pengobatan sebanyak 2,7 milyar dolar AS (Rp. 23,9

triliun) (Misnadiarly, 2013).

Hasil analisa data risiko osteoporosis pada tahun 2005 dengan jumlah

sampel 65.727 orang (22.799 laki-laki dan 42.928 perempuan) yang

dilakuakan oleh Puslitbang Gizi Depkes RI dan sebuah perusahaan nutrisi

pada 16 wilayah di Indonesia secara selected people (Sumatera Utara & NAD,

Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka

Belitung, Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa

Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kalimantan, Sulawaesi, Maluku

dan Papua) dengan metode pemeriksaan DMT (Densitas Massa Tulang)

menggunakan alat diagnostic clinical bone sonometer, menunjukkan angka

prevalensi osteopenia (osteoporosis dini) sebesar 41,7% dan prevalensi

osteoporosis sebesar 10,3%. Ini berarti 2 dari 5 penduduk Indonesia memiliki

risiko untuk terkena osteoporosis, dimana 41,2% dari keseluruhan sampel


4

yang berusia kurang dari 55 tahun terdeteksi menderita osteopenia. Prevalensi

osteopenia dan osteoporosis usia < 55 tahun pada pria cenderung lebih tinggi

dibandingkan wanita, sedangkan >55 tahun peningkatan osteopenia pada

wanita enam kali lebih besar dari pria dan peningkatan osteoporosis pada

wanita dua kali lebih besar dari pria.

Salah satu penyebab tingginya risiko osteoporosis di Indonesia adalah

tingkat pengetahuan masyarakat mengenai cara pencegahan osteoporosis yang

masih rendah. Hal ini terlihat dari rendahnya konsumsi kalsium rata-rata

masyarakat Indonesia yaitu sebesar 254 mg/hari (hanya seperempat dari

standar Internasional, yaitu sebesar 1000-2000 mg/hari untuk orang dewasa)

(Depkes RI, 2008).

Berdasarkan data hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Panti

Wredha Dharma Bakti Surakarta pada tanggal 3 Januari 2014 terhadap 10

Lansia terdapat 6 lansia (60%) diantaranya mengatakan tidak mengerti tentang

osteoporosis. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul Gambaran Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang Osteoporosis

di Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah dibahas diatas,

maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana gambaran

tingkat pengetahuan lansia tentang osteoporosis di Panti Wredha Dharma

Bakti Surakarta ?
5

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan lansia tentang

osteoporosis di Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik lansia di Panti Wredha Dharma Bakti

Surakarta.

b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan lansia tentang osteoporosis di

Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar

dalam penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan osteoporosis.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Lansia

Memberikan informasi dan wawasan pengetahuan kepada

lansia tentang osteoporosis.

b. Bagi Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta.

Agar dapat memberikan penyuluhan kesehatan pada lansia

tentang osteoporosis terutama cara mempertahankan tulang dengan

menghindari factor-faktor risiko sekunder osteoporosis, bekerja sama


6

dengan pihak lain untuk dapat menggerakkan pemeriksaan kepadatan

tulang di panti,

mengatur menu makanan tinggi kalsium, mengatur program kegiatan

yang dapat menigkatkan dan mempertahankan kepadatan tulang.

c. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan

informasi tentang pengetahuan osteoporosis dan dapat disajiakan

sebagai bahan referensi untuk studi lebih lanjut bagi peneliti

selanjutnya.

d. Bagi Institusi

Dapat memberikan tambahan informasi dan bahan referensi

baru tentang osteoporosis.

e. Bagi Tenaga Kesehatan

Dapat dijadikan sebagai masukan untuk upaya peningkatan

pendidikan kesehatan terhadap lansia.

E. Keaslian Penelitian

1. Karolina (2008) dengan judul Hubungan Pengetahuan dan Pencegahan

Osteoporosis yang dilakuakan Lansia di Kecamatan Medan Selayang

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan pengetahuan

terhadap tindakan pencegahan yang dilakukan lansia di Kecamatan Medan

Selayang. Metode Penelitian ini menggunakan analisa korelasi

menggunakan metode koefisien korelasi Spearmans Rho. Dari penelitian


7

yang telah dilakukan didapatkan bahwa mayoritas umur responden berada

diantara 60-70 tahun (77,3%). Berdasarkan jenis kelamin mayoritas

responden mayoritas responden berjenis kelamin perempuan (63,3%)

sedangkan berdasarkan pekerjaan mayoritas responden adalah ibu rumah

tangga /tidak bekerja 45,5%). Pendidikan responden mayoritas adalah

SD/sederajat (42,0%) dan mayoritas responden berasal dari suku jawa

(39,8%). Dari hasil analisa koefisien korelasi Spermans Rho didapatkan

nilai korelasi (p) 0,174 yang artinya korelasi sangat lemah, dengan nilai

signifiakan (p) 0,104 yang artinya hipotesis ditolak atau tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan pencegahan

osteoporosis yang dilakukan Lansia di Kecamatan Medan Selayang.

Perbedaan dari penelitian diatas dan yang akan dilakukan peneliti

selanjutnya adalah penelitian diatas menggunakan jenis penelitian teknik

korelasi sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti menggunakan

jenis penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional. Perbedaan

yang lain adalah pada populasi, besarnya sampel yang diambil, lokasi

penelitian, serta variabel penelitian

2. Angelina (2010) denagn judul Hubungan Pengetahuan dan Sikap Wanita

terhadap Osteoporosis di Desa Arapayung D. Jenis penelitiannya adalah

analitik dengan pendekatan Dusun II Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten

Serdang Bedagai . Desain penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan

pendekatan cross sectional dengan besar sampel 100 orang dengan

metode pengambilan sampel random sampling. Penelitian ini dilakukan


8

pada tanggal 6 Maret 2010 sampai 30 April 2010. Hasil penelitian

menunjukkan sebagian besar berpengetahuan baik sebanyak 56 orang

(70%) dan bersikap positif sebanyak 47 orang (58,8%) terhadap

osteoporosis. Setelah dilakukan uji chi square disimpulkan ada hubungan

yang signifikan antara pengetahuan dan sikap wanita terhadap

osteoporosis dengan nilai p = 0,015. Dari penelitian ini diharapkan agar

tenaga kesehatan lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dalam

memberikan konseling dan meningkatkan pemahaman informasi tentang

osteoporosis.

Persamaan dari penelitian di atas dan yang akan dilakukan peneliti

selanjutnya adalah sama-sama menggunakan jenis penelitian teknik deskriptif

analitik dengan pendekatan cross sectional sedangkan hal yang membedakan

adalah dalam hal metode pengambilan sampel, penelitian di atas

menggunakan metode pengambilan sampel dengan random sampling

sedangkan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik

purposive sampling. Perbedaan yang lain adalah pada populasi, besarnya

sampel yang diambil, lokasi penelitian, serta variabel penelitian.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Pengetahuan

a. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.

Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo, 2011).

b. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2011) pengetahuan yang mencakup

dalam domain kognitif ada 6 tingkatan yaitu:

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik

dari seluruh bahan yang pelajari atau rangsangan yang telah

diterima.

9
10

2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan meramalkan, dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi kondisi riil (sebenarnya).

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemapuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam

struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitanya satu sama lain.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan jastifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau

objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang


11

ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah

ada.

c. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Wawan dan Dewi (2011) cara memperoleh

pengetahuan adalah sebagai berikut:

1) Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan

a) Cara coba salah (Trial and Error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan,

bahkan mungkin sebelum adannya peradaban. Cara coba salah

ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam

memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu tidak

berhasil maka dicoba. Kemungkinan yang lain sampai masalah

tersebut dapat dipecahkan.

b) Cara kekuasaan atau otoritas

Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-

pemimpin masyarakat baik formal atau informal, ahli agama,

pemegang pemerintah, dan berbagai perinsip orang lain yang

menerima mempunyai yang dikemukakan oleh orang yang

mempunyai otoritas, tanpa menguji terlebih dahulu atau

membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris

maupun penalaran sendiri.


12

c) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pegalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya

memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali

pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan

permasalahan yang dihadapi masa lalu.

2) Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular

atau disebut metodologi penelitian. Cara ini mula-mula

dikembangkan oleh Francis Bacon (15611626), kemudian

dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara

untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan

penelitian ilmiah.

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan

1) Faktor Internal

a) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang

terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita

tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi

kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-

hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan

kualitas hidup.
13

b) Pekerjaan

Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan

terutama untuk menunjang kehidupannya kehidupan keluarga

(Nursalam, 2003).

c) Umur

Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat

dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur tingkat

kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam

berfikir dan bekerja (Nursalam, 2003).

2) Faktor Eksternal

a) Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada

disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi

perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

b) Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi (Wawan

dan Dewi, 2011).

e. Kriteria Tingkat Pengetahuan

Menurut Arikunto (2006) dalam Wawan dan Dewi (2011)

pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterprestasikan dengan

skala yang bersifat kualitatif, yaitu:

1) Baik : Hasil presentase 76% - 100%


14

2) Cukup : Hasil presentase 56% - 75%

3) Kurang: Hasil presentase < 56%

2. Lansia

a. Pengertian Lansia

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan

lanjut usia. Pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2, yang disebut dengan lanjut usia

adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria

maupun wanita (Nugroho, 2008).

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada

daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4)

UU N0.13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut

adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun

(Maryam dkk, 2008).

b. Proses Menua

Proses menua merupakan proses yang terus-menerus/

berkelanjutan secara alamiah dan umumnya dialami oleh semua

makhluk hidup. Misalnya, dengan terjadinya kehilangan jaringan pada

otot, susunan saraf, dan jaringan lain, hingga tubuh mati sedikit demi

sedikit. Kecepatan proses menua setiap individu pada organ tubuh

tidak akan sama. Adakalanya seseorang belum tergolong lanjut

usia/masih muda, tetapi telah menunjukkan kekurangan yang

mencolok (deskripansi). Ada pula orang telah tergolong lanjut usia,


15

penampilannya masih sehat, segar bugar, dan badan tegap (Nugroho,

2008).

Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses

menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri/ mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya

sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki

kerusakan yang diderita. Seiring dengan proses menua tersebut tubuh

akan mengalami berbagai masalah kesehatan atau yang biasa disebut

sebagai penyakit degeneratif (Maryam dkk, 2008).

Menurut Nugroho (2008) teori tentang proses menua antara

lain:

1) Teori Biologi

a) Teori genetik

Teori genetic clock. Teori ini merupakan teori intrinsik

yang menjelaskan bahwa didalam tubuh terdapat jam biologis

yang mengatur gen dan menentukan proses penuaan. Teori ini

menyatakan bahwa menua itu telah terprogram secara genetik

untuk setiap spesies tertentu.

Teori mutasi somatic. Menurut teori ini, penuaan terjadi

karena adannya mutasi somatic akibat pengaruh lingkungan

yang buruk. Terjadi kesalahan dalam proses transkripsi DNA

atau RNA dan dalam proses translasi RNA protein/enzim.

Kesalahan ini terjadi terus-menerus sehingga akhirnya akan


16

terjadi penurunan fungsi organ atau perubahan sel menjadi

kanker atau penyakit.

b) Teori nongenetik

Teori penurunan system imun tubuh (auto-immune

theory). Mutasi yang berulang dapat menyebabkan

berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali

dirinya sendiri (self recognition).

Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical

theory). Teori radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas dan

di dalam tubuh karena adanya proses metabolisme atau proses

pernapasan di dalam mitokondria.

Teori menua akibat metabolisme. Telah dibuktikan

dalam berbagai percobaan hewan, bahwa pengurangan asupan

kalori ternyata bisa menghambat pertumbuhan dan

memperpanjang umur, sedangkan perubahan asupan kalori

yang menyebabkan kegemukan dapat memperpendek umur.

Teori rantai silang (cross link theory). Teori ini

menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh lemak, protein ,

karbohidrat, dan asam nukleat (molekul kolagen) bereaksi

dengan zat kimia dan radiasi, mengubah fungsi jaringan yang

menyebabkan perubahan pada membran plasma, yang

mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis,

dan hilangnya fungsi pada proses menua.


17

Teori fisisologis. Teori ini merupakan teori intrinsik dan

ekstrinsik. Terdiri atas teori oksidasi stress, dan teori dipakai-

aus (wear and tear theory). Di sini terjadi kelebihan usaha dan

stress menyebabkan sel tubuh lelah terpakai (regenerasi

jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan

internal) (Nugroho, 2008).

2) Teori Sosisologis

Teori sosiologis tentang proses menua yang dianut selama

ini antara lain :

Teori interaksi sosial. Teori ini mencoba menjelaskan

mengapa lanjut usia bertindak pada situasi tertentu, yaitu atas dasar

hal-hal yang dihargai masyarakat. Kemampuan lanjut usia untuk

terus menjalin interaksi sosial merupakan kunci mempertahankan

status sosialnya berdasarkan kemampuan bersosislisasi.

Pokok-pokok social exchange theory antara lain:

a) Masyarakat terdiri atas aktor sosial yang berupaya mencapai

tujuannya masing-masing.

b) Dalam upaya tersebut, terjadi interaksi sosial yang memerlukan

biaya dan waktu.

c) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seseorang aktor

mengeluarkan biaya.
18

Teori aktivitas atau kegiatan. Teori ini menyatakan bahwa

lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan banyak ikut

serta dalam kegiatan sosial.

Teori kepribadian berlanjut (continuity theory). Teori ini

menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seorang lanjut usia

sangat dipengaruhi oleh tipe personalitas yang dimilikinya.

Teori pembebasan/ penarikan diri (disengagement theory).

Teori ini membahas putusnya pergaulan atau hubungan dengan

masyarakat dan kemunduran individu dengan individu lainnya.

c. Perubahan Fisiologis pada Lansia

Menurut Nugroho (2008) perubahan fisiologis yang terjadi pada

lansia antara lain:

1) Sel

a) Jumlah sel menurun/ lebih sedikit.

b) Ukuran sel lebih besar.

c) Jumlah cairan tubuh dan cairan intraseluler berkurang.

d) Jumlah sel otak menurun.

e) Mekanisme perbaikan sel terganggu.

f) Otak menjadi atrofi, beratnya menjadi lebih dangkal.

g) Lekukan otak menjadi lebih dangkal dan melebar.

2) Sistem Persarafan

a) Menurun hubungan persarafan.


19

b) Berat otak menurun 10-20% (sel saraf setiap orang berkurang

setiap harinya).

c) Respon dan waktu untuk bereaksi lambat, khususnya terhadap

stress.

d) Saraf panca indra mengecil.

e) Penglihatan berkurang, pendengaran menghilang, saraf

penciuman dan perasa mengecil, lebih sensitive terhadap

perubahan suhu, dan rendahnya ketahanan terhadap dingin.

f) Kurang sensitiv terhadap sentuhan.

g) Defisit memori.

3) Sistem Pendengaran

a) Gangguan pendengaran. Hilangnya daya pendengaran pada

telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada yang

tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50%

terjadi pada usia diatas umur 65 tahun.

b) Membran timpani menjadi atrofi.

c) Terjadi pengumpulan serumen, dapat mengeras karena

meningkatnya keratin.

d) Fungsi pendengaran semakin menurun pada lanjut usia yang

mengalami ketegangan/ stress.

e) Tinitus (bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi

atau rendah, bisa terus-menerus atau intermiten).


20

f) Vertigo (perasaan tidak stabil yang terasa seperti bergoyang

atau berputar).

4) Sistem Penglihatan

a) Sfingter pupil timbul sklerosis dan respon terhadap sinar

menghilang.

b) Kornea lebih berbentuk sferis (bola).

c) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa), menjadi katarak,

jelas menyebabkan Gangguan penglihatan.

d) Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi

terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat gelap.

e) Penurunan/ hilangnya daya akomodasi, dengan manifestasi

presbyopia, seseorang sulit melihat yang dipengaruhi

berkurangnya elastisitas lensa.

f) Lapang pandang menurun, luas pandangan berkurang.

g) Daya membedakan warna menurun, terutama warna biru atau

hijau pada skala.

5) Sistem Kardiovaskuler

a) Katup jantung menebal dn menjadi kaku.

b) Elastisitas dinding aorta menurun.

c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap

tahun sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan

kontraksi dan volume menurun.

d) Curah jantung menurun.


21

e) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, efektivitas pembuluh

darah perifer untuk oksigenasi berkurang, perubahan posisi dari

tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan

darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing

mendadak).

6) Sistem Pengaturan Suhu Tubuh

Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja

sebagai suatu thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu.

Kemunduran terjadi berbagai faktor yang mempengaruhinya. Yang

sering ditemui antara lain:

a) Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis

35C ini akibat metabolisme yang menurun.

b) Pada kondisi ini, lanjut usia akan merasa kedinginan dan dapat

pula mengigil, pucat dan gelisah.

c) Keterbatasan refleks mengigil dan tidak dapat memproduksi

panas yang banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot.

7) Sistem Pernafasan

a) Otot pernafasan mengalami kelemahan akibat atrofi,

kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.

b) Aktivitas silia menurun.

c) Paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat,

menarik napas lebih berat, kapasitas pernapsan maksimum

menurun dengan kedalaman bernapas menurun.


22

d) Ukuran alveoli melebar (membesar secara progresif) dan

jumlah berkurang.

e) Berkurangnya elastisitas bronkus.

f) Kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot pernafasan

menurun seiring pertamnbahan usia.

8) Sistem Pencernaan

a) Kehilangan gigi, penyebab utama periodontal disease yang

biasa terjadi setelah umur 30 tahun. Penyebab lain meliputi

kesehatan gigi dan gizi yang buruk.

b) Indra pengecap menurun, adanya iritasi selaput lendir yang

kronis, atrofi indra pengecap (80%), hilangnya sensitivitas

saraf pengecap di lidah, terutama rasa manis dan asin,

hilangnya sensitivitas saraf pengecap terhadap rasa asin, asam,

dan pahit.

c) Esofagus melebar.

d) Rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun), asam

lambung menurun, motilitas dan waktu pengosongan lambung

menurun.

e) Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.

f) Fungsi absorpsi melemah (daya absorpsi terganggu, terutama

karbohidrat).

g) Hati semakin mengecil dan tempat penyimpanan menurun,

aliran darah berkurang.


23

9) Sistem Reproduksi

Wanita :

a) Vagina mengalami kontraktur dan mengecil.

b) Ovarium menciut, uterus mengalami atrofi.

c) Atrofi payudara.

d) Atrofi vulva.

e) Selaput lender vagina menurun, permukaan menjadi vulva,

sekresi berkurang , sifatnya menjadi alkali dan perubahan

warna.

Pria :

a) Testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun ada

penurunan secara berangsur-angsur.

b) Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun, asal

kondisi kesehatannya baik.

10) Sistem Genitourinaria.

a) Ginjal

Mengecilnya nefron akibat atrofi, aliran darah ke ginjal

menurun sampai 50% sehingga fungsi tubulus berkurang.

Akibatnya, kemampuan mengonsentrasi urine menurun, berat

jenis urine menurun, BUN (blood urea nitrogen) meningkat

sampai 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa

meningkat.
24

b) Vesika urinaria

Otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau

menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat. Pada pria

lanjut usia, vesika urinaria sulit dikosongkan sehingga

mengakibatkan retensi urine meningkat.

c) Prmbesaran prostat. Kurang lebih 75% dialami oleh pria usia

diatas 65 tahun.

11) Sistem integument

a) Permukaan kulit cenderung kusam, kasar, dan bersisik, (karena

kehilangan proses kreatinisasi serta perubahan ukuran dan

bentuk sel epidermis).

b) Timbul bercak pigmentasi akibat proses melanogenesis yang

tidak merata pada permukaan kulit sehingga tampak bintik-

bintik atau noda coklat.

c) Mekanisme proteksi kulit menurun:

(1) Produksi serum menurun.

(2) Produksi vitamin D menurun.

(3) Pigmentasi kulit terganggu.

12) Sistem Muskuloskletal

a) Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh.

b) Gangguan tulang, yakni mudah mengalami demineralisasi.


25

c) Kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terutama vertebra,

pergelangan, dan paha. Insiden ospeoporosis dan fraktur

meningkat pada area tulang tersebut.

d) Kartilago yang meliputi permukaan sendi tulang penyangga

rusak dan aus.

e) Kifosis.

f) Gerakan pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas.

g) Gangguan gaya berjalan.

h) Kekakuan jaringan penghubung.

i) Diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya

berkurang).

j) Persendian membesar dan menjadi kaku.

k) Tendon mengerut dan mengalami sclerosis.

l) Atrofi serabut otot, serabut otot mengecil sehingga gerakan

menjadi lamban, otot kram, dan menjadi termor (perubahan

pada otot cukup rumit dan sulit dipahami.

3. Osteoporosis

a. Pengertian Osteoporosis

Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan

berkurangnya massa tulang adanya perubahan mikroarsitektur (bentuk

mikro/terhalus) jaringan tulang yang mengakibatkan menurunnya

kekuatan tulang dan meningkatnya kerapuhan tulang, sehingga


26

menyebabkan tulang mudah patah. Osteoporosis dijuluki sebagai silent

epidemic diseases, karena menyerang secara diam-diam, tanpa adanya

tanda-tanda khusus, sampai pasien mengalami patah tulang

(Misnadiarly, 2013).

Osteoporosis adalah penyakit dimana tulang menjadi kurang

padat, kehilangan kekuatannya, dan kemungkinan besar patah

(fraktur). Beberapa orang menyamakan tulang penderita osteoporosis

seperti keju swiss. Kata osteoporosis diambil dari bahasa Yunani

osteo, yang berarti tulang, dan porosis, yang berarti berlubang

(Alexander dan Knight, 2010).

Penyakit osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang

yang progresif, sehingga tulang mudah patah. Tulang terdiri dari

mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi

keras dan padat. Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan mineral

dalam tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh,

sehingga terjadilah osteoporosis (Javier, 2010).

b. Klasifikasi Osteoporosis

Menurut pembagiannya osteoporosis dapat diklasifikasikan

sebagai berikut:

1) Osteoporosis primer

Osteoporosis primer, adalah osteoporosis yang bukan

disebabkan oleh suatu penyakit (proses alamiah). Osteoporosis

primer berhubungan dengan berkurangnya massa tulang dan/atau


27

terhentinya produksi hormon (khusus wanita) disamping

bertambahnya usia.

Osteoporosis primer terdiri dari:

a) Osteoporosis primer tipe I

Sering disebut dengan istilah osteoporosis pasca

menopause (setelah menopause), yang terjadi pada wanita

pascamenopause (berusia 50- 65 tahun), fraktur biasanya pada

vertebra (ruas tulang belakang), tulang iga, atau tulang radius.

b) Osteoporosis primer tipe II

Sering disebut dengan istilah osteoporois senil, yang

terjadi pada usia lanjut, biasanya berusia 70 tahun, pria dan

wanita punya kemungkinan sama terserang, fraktur/patah

biasanya pada tulang paha. Selain fraktur, gejala yang perlu

diwaspadai adalah kifosis dorsalis (kifosis: kelainan bentuk

punggung yang melengkung/ bongkok) betambah. Makin

pendek dan nyeri tulang berkepanjangan.

2) Osteoporosis Sekunder

Osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang

disebabkan oleh berbagai penyakit tulang chronic rheumatoid

(rematik menahun/ kronis), artritis (asam urat/ artritis gout), TBC

spondilitis (TBC tulang) dll, pengobatan steroid untuk jangka

waktu yang lama, astronot tanpa gaya berat, paralisis otot


28

(kelemahn/ kelumpuhan otot), tidak bergerak untuk periode yang

lama, hipertiroid, dll (Misnadiarly, 2013).

c. Faktor- faktor yang mempengaruhi osteoporosis.

1) Usia

Massa tulang berkurang seiring penuaan Anda. Maka ketika

bertambah tua, Anda kemungkinan besar mengalami osteoporosis.

Walaupun dapat terjadi pada wanita dan pria lanjut usia. National

Osteoporosis Foundation melaporkan bahwa 75% dari semua kasus

osteoporosis di diagnosis pada wanita kulit putih di sekitar usis 50

tahun. Seiring pria bertambah tua mereka bisa terkena

osteoporosis, dan kemungkinan besar terjadi pada pria lanjut usia

(Alexander dan Knight, 2010).

2) Jenis kelamin

Kaum wanita lebih besar kemungkinannya untuk

mengalami osteoporosis. Masa tulang wanita lebih sedikit serta

mengalami kehilangan massa tulang lebih cepat karena perubahan-

perubahan yang terjadi sehubungan dengan menopause.

3) Struktur tulang dan berat badan

Wanita yang bertulang kecil dan kurus beresiko lebih tinggi

untuk mendapatkan osteoporosis; demikian pula pria ceking dan

kurus lebih beresiko dibanding mereka yang berbadan kekar dan

tegap.
29

4) Menurunnya hormon seks

Sepertiga sampai separuh kaum wanita akan mengalami

osteoporosis setelah menopause. Menopause dini atau histerektomi

meningkatkan resiko osteoporosis. Selain itu, wanita yang

mengalami henti haid karena berbagai kondisi seperti anoreksia

(rendahnya nafsu makan), bulimia (kerusakan otot usus besar,

hingga penghancuran makanan kurang sempurna), atau olahraga

eksesif seperti pada atlet wanita yang sedang mengikuti pemusatan

latihan, juga mempunyai resiko lebih beasar untuk menderita

osteoporosis.

Kaum pria yang mengalami penurunan kadar hormon

testosteron juga akan mengalami berkurangnya massa tulang.

Setiap gangguan fungsi hormon reproduksi dengan sebab apapun

akan mengakibatkan osteoporosis (Misnadiarly, 2013).

5) Pengobatan

Beberapa pengobatan menyebabkan meningkatnya keropos

tulang maupun berkurangnya pembentukaan tulang. Beberapa

pengobatan yang memperbesar resiko terhadap osteoporosis antara

lain: antikonvulsan, hormon tiroid, kortosteroid, litium

methotreksate, hormon yang mengeluarkan gonadotropin

(gonadotropin-releasing hormone/GnRH), kolesteramin, heparin,

wafarin, dan antacid yang mengandung alumunium (Alexander

dan Knight, 2010).


30

6) Gaya hidup

Baik pria maupun wanita akan berkurang kemungkinannya

menderita osteoporosis jika mengkonsumsi makanan yang cukup

mengandung kalsium (kalk), melakukan olahraga weight bearing,

berhenti merokok, dan menghentikan minum alkohol. Penelitian

membuktikan bahwa alkohol dan tembakau meracuni tulang baik

pada pria maupun wanita, menurunkan kadar hormon seks dan

menurunkan aktivitas sel pembentuk tulang.

Faktor resiko yang disebabkan oleh gaya hidup:

a) Kurang latihan fisik

Yaitu latihan beban yang memberi tekanan pada kerangka

tubuh, dapat merangsang pembentukan tulang baru.

b) Pecandu minuman keras

Minum minuman keras berlebihan dalam waktu lama bisa

mengakibatkan berkurangnya kepadatan tulang baik pada pria

maupun wanita, terlebih lagi bila konsumsi nutrisi buruk, dan

resiko bertambah pada wanita pascamenopause yang

mengakibatkan kepadatan tulang semakin kurang serta

cenderung terkena penyakit lever, mengakibatkan penyerapan

vitamin D terggangu yang mengakibatkan tulang lemah dan

sampai tidak normal.


31

c) Pecandu kopi

Kopi dapat menyebabkan berkurangnya kadar kalsium dalam

tulang, sehingga jika meminum kopi secara berlebihan

mengakibatkan pengeroposan tulang (osteoporosis).

d) Kekurangan protein

Kekurangan protein dan vitamin D dalam waktu yang lama

pada anak akan berakibat buruk pada proses pembentukan

tulang, serta memperlambat datangnya masa pubertas dan

memicu timbulnya osteoporosis lebih cepat.

e) Kekurangan asupan kalsium karena memakan makanan yang

mengandung unsur kalsium rendah, terutama pada wanita

pascamenopause, mempercepat timbulnya osteoporosis.

Kalsium amat penting bagi pembentukan tulang.

f) Kekurangan paparan sinar matahari pagi hari yang

mengandung vitamin D.

Kebutuahan akan kalsium harus dengan kecukupan vitamin D,

karena tanpa vitamin D, kalsium tidak bisa diserap usus.

g) Pil KB

Hasil penelitian menunjukkan kalau wanita yang

mengkonsumsi pil KB memiliki tulang yang lebih kuat

dibandingkan dengan yang tidak makan pil KB.

Kontrasepsi oral mengandung estrogen dan progesteron, dan

estrogen amat penting untuk mencegah osteoporosis.


32

h) Diet protein tinggi

Terlalu banyak memakan protein hewani dapat mengakibatkan

peningkatan keasaman dalam usus, sehingga absorpsi kalsium

mengurang. Disamping itu juga jika terlalu banyak makan

makanan berserat, kalsium akan terserap ikut terbuang.

7) Keturunan

Kerentanan terhadap fraktur (patah tulang) ternyata

dipengaruhi keturunan (genetika). Wanita muda yang ibunya

pernah fraktur tulang punggung akan mempunyai massa tulang

lebih rendah.

Berikut beberapa keadaan yang meningkatkan resiko

terkena osteoporosis.

a) Menopause

Menopause merupakan faktor paling signifikan sehubungan

dengan resiko terhadap osteoporosis. Hilangnya estrogen saat

menopause adalah alasan yang paling umum wanita terkena

osteoporosis. Penurunan estrogen menyebabkan keropos tulang

secara cepat. Hanya 5% dari wanita pasca menopause terkena

osteoporosis yang disebabkan faktor selain kehilangan estrogen

(Alexander dan Knight, 2010).

b) Setelah umur 30 sampai 40 tahun.

Karena setelah umur ini, pembentukan tulang lebih sedikit

ketimbang hilangnya sel tulang.


33

c) Merokok

Nikotin dalam rokok menimbulkan masalah pada pembentukan

tulang dengan cara menganggu peran penting estrogen dan

testosteron dalam perkembangan tulang (Alexander dan

Knight, 2010).

d) Penyakit tertentu

Beberapa penyakit yang meningkatkan resiko osteoporosis:

artritis reumatoid, bronkitis kronis dan emfisema,

hipertiroidisme, malnutrisi, penyakit hati kronis dan penyakit-

penyakit usus.

e) Asupan kalsium atau vitamin D rendah

Jika makanan mengandung kalsium selama bertahun-tahun,

pada masa pertumbuhan, resiko untuk mengalami osteoporosis

juga meningkat. Kurangnya kalsium menyebabkan kurangnya

pembentukan tulang. Vitamin D dibutuhkan untuk membantu

penyerapan kalsium dan menghantarkan ke tulang

(Misnadiarly, 2013).

d. Gambaran Klinis Osteoporosis

Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah:

1) Nyeri tulang

Nyeri terutama terasa pada tulang belakang yang intensitas

serangannya meningkat pada malam hari.


34

2) Deformitas tulang

Dapat terjadi fraktur fraktur traumatik pada vertebra dan

menyebabkan kifosis angular yang dapat menyebabkan medula

spinalis tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis.

Gambaran klinis sebelum terjadi patah tulang: Klien

(terutama wanita tua) biasanya datang dengan nyeri tulang

terutama tulang belakang bungkuk dan sudah menopause.

Gambaran klinis sesudah terjadi patah tulang: Klien biasanya

datang dengan keluhan tiba-tiba punggung terasa sangat sakit

(nyeri punggung akut), sakit pada pangkal paha, atau bengkak pada

pergelangan tangan setelah jatuh. Dengan pemeriksaan radiologi,

dapat dilihat gambaran patah tulang pada tempat-tempat tersebut

(Muttaqim, 2008).

Gejala umum yang terlihat pada orang lanjut usia adalah

posisi tubuh yang membungkuk karena tulang belakang tidak

mampu menopang berat badan orang tersebut (Linden dkk, 2008).

e. Pencegahan Osteoporosis

Ada dua bentuk pencegahan osteoporosis yang pertama adalah

menghindari osteoporosis dan yang kedua adalah pencegahan terhadap

timbulnya keparahan sesudah osteoporosis mulai berkembang. Namun

kedua bentuk pencegahan osteoporois tersebut tidak dapat dipisahkan

satu sama lain karena bentuk pencegahan yang digunakan untuk

menghindari osteoporosis juga berguna untuk mencegah keparahan


35

sesudah osteoporosis terjadi. Beberapa bentuk pencegahan

osteoporosis yaitu:

1) Konsumsi Kalsium

Kalsium merupakan komponen yang tetap harus ada. Para

ahli menganjurkan asupan 1000-5000 mg kalsium sehari untuk

mereka yang osteoporosis dan patah tulang. Ini dapat diperoleh

dari menu sehari-hari, bila tidak cukup baru ditambah suplemen

kalsium. Berikut disajikan dosis kalsium yang diperlukan oleh

tubuh menurut kelompok umur:

Tabel 2.1. Kebutuhan kalsium sesuai umur


Usia Kebutuhan Kalsium
Kurang dari 1 tahun 210 270 mg
1 tahun - 3 tahun 500 mg
4 tahun 8 tahun 800 mg
9 tahun 18 tahun 1300 mg
19 tahun 50 tahun 1000 mg
Lebih dari 50 tahun 1200 mg
Sumber : Misnadiarly (2013)

Tabel 2.2. Contoh makanan berkalsium tinggi


Contoh menu sarapan pagi Kandungan kalsium
1 gelas susu 228 mg kalsium
2 potong roti 36 mg kalsium
2 telur 90 mg kalsium
1 jeruk 15 mg kaslium
Jumlah asupan kalsium 369 mg kalsium

Untuk makan siang dan malam, bisa dipilih makanan yang

mengandung kalsium tinggi di bawah ini:


36

Tabel 2.3. Kandungan kalsium


Kandungan kalsium per 100 mg bahan makanan
Ikan Teri kering 1200 mg
Rebon 769 mg
Teri segar 500 mg
Sarden 354 mg
Mackerel 309 mg

Sayuran Daun Pepaya 353 mg


Daun talas 302 mg
Bayam 267 mg
Pak choi, sawi, caisin 220 mg
Brokoli 110 mg

Kacang- Kacang panjang 347 mg


kacangan dan Susu kedelai (1 gelas) 250 mg
Hasil Tempe 129 mg
Olahannya Kacang hijau kering 125 mg
Tahu 124 mg
Kacang merah kering 53 mg
Sumber : Daftar Konsumsi Bahan Makanan, Direktorat Gizi,
Depkes RI (Misnadiarly, 2013)

2) Vitamin D

Salah satu fungsi vitamin D adalah membantu penyerapan

kalsium dari usus. Sebagian penderita osteoporosis mempunyai

kadar vitamin D yang rendah ditubuhnya sehingga absorbsi

kalsium dari usus juga kurang. Vitamin D dibentuk didalam tubuh

dengan paparan sinar matahari atau didapatkan langsung dari

makanan. Prosesnya yaitu, ketika sinar ultraviolet dari matahari

disaring oleh kulit kita, sinar itu lalu mengubah kolestrol yang

terdapat pada tubuh kita menjadi vitamin D selanjutnya otak dan

tubuh memberikan sinyal kepada kolestrol dalam darah untuk

keluar menuju kekulit sehingga kadar kolestrol dalam darah dapat

dikontrol dengan baik. Lima menit berjemur dibawah sinar


37

matahari pagi kita akan mendapatkan 400 unit vitamin D pada

tubuh kita. Dengan bertambahnya vitamin D yang diserap dari

sinar matahari, maka meningkat pula penyerapan kalsium di tubuh

kita. Hal inilah yang dapat membentuk dan memperbaiki tulang

kita.

Dosis harian vitamin D adalah 400 IU. Dosis ini dapat

ditingkatkan hingga 800 IU, terutama jika Anda tidak cukup

mendapat vitamin D dari makanan atau kurang terpapar sinar

matahari.

3) Olahraga

Olahraga weight bearing sangat baik pengaruhnya untuk

merangsang pembentukan tulang baru. Mulailah dengan intensistas

ringan kemudian ditingkatkan hingga 30 sampai 40 menit per sesi

beberapa kali dalam seminggu.

Beberapa manfaat olahraga:

a) Memelihara tulang. Otot yang kuat membuat tulang semakin

kuat dan padat.

b) Memperbaiki bentuk tubuh. Otot punggung yang terlatih

membantu menjaga tubuh agar tetap tegap dan mencegah

bungkuk.
38

4) Kebiasaan Merusak Tulang

Hilangkan juga kebiasaan yang dapat membuat

pertumbuhan tulang terganggu atau membuat struktur tulang

menjadi rusak. Kebiasaan buruk yang dismaksud adalah:

a) Membungkukkan badan yang dapat menyebabkan saraf yang

melewati tulang belakang terjepit sehingga menimbulkan sakit

pinggang.

b) Memakai sepatu hak tinggi untuk waktu yang lama. Saat

menggunakannya, terjadi perenggangan pada jaringan lunak

sekitar sendi mata kaki sehingga dapat merusak struktur

jaringan lunak ini.

c) Membawa tas berat. Ini dapat memperparah kondisi tulang

apakah kita memiliki kelainan pada tulang.

d) Membunyikan jari. Bunyi terjadi akibat gesekan jaringan lunak

di sekitar jari. Proses yang terjadi berulang-ulang ini akan

mengakibatkan gangguan di jaringan lunak tersebut

(Misnadiarly, 2013).

5) Mencegah secara alami

Menurut Azza (2011) cara-cara mencegah secara alami

penyakit osteoporosis antara lain:

a) Bawang Bombai

Bawang bombai mengandung kalsium yang cukup

diperhitungkan. Kalsium sangat diperlukan untuk mencegah


39

osteoporosis. Dalam penelitian yang dilakukan di Bern Swiss

terungkap bahwa bawang bombai cukup potensial untuk

mencegah osteoporosis. Efek tersebut lebih baik dibandingkan

dengan obat yang direkomendasikan dokter sebagai obat untuk

penderita osteoporosis. Kandungan diallsulfida dalam bawang

bombai mampu mengaktifkan osteoblast untuk menyaingi

osteodast yang mengurai tulang hingga kerapatannya

berkurang.

b) Brokoli

Brokoli sebagai sumber kalsium yang baik. Dalam

volume yang sama dengan kalsium pada satu gelas susu.

c) Nangka Muda

Nangka muda mengandung berbagai macam mineral.

Mineral yang dominan berguna berupa kalsium dan fosfor.

Kedua unsur makro tersebut termasuk dalam kategori baik

dengan jumlah seimbang.

Bagi para manula khususnya wanita pascamenopause

kebutuhan kalsium harian mereka meningkat karena daya

absorbsi kalsium semakin berkurang. Di sisi lain tulang

membutuhkan asupan kalsium yang mencukupi untuk

menghindari kerapuhan tulang.


40

f. Perawatan Osteoporosis

Hal-hal yang harus diperhatikan oleh lansia yang menderita

osteoporosis adalah:

1) Sikap Tubuh

Sikap tubuh menjadi fokus perhatian utama pada penderita

osteoporosis terutama didaerah punggung (tulang belakang).

Dalam kondisi yang wajar tulang belakang menanggung beban

yang cukup berat sehingga bisa dibayangkan bila terjadi kerapuhan

pada tulang tersebut. Sebaiknya saat kita berdiri tegak, badan

jangan membungkuk, bahu jangan turun, perut jangan kedepan,

karena hal tersebut memberi beban yang berlebihan pada tulang

belakang. Saat kita merapikan tempat tidur, menyiangi tanaman di

kebun, dan lain-lain usahakan jangan membungkuk tapi berlutut.

2) Hindari risiko jatuh

Sekitar 35% kasus patah tulang pada penderita osteoporosis

karena patah tulang berawal dari kecelakaan didalam rumah oleh

berbagai sebab, seperti kondisi lantai yang licin dan basah,

penerangan yang buruk, alas kaki yang kurang memadai, serta

permukaan jalan di rumah ataupun disekitarnya yang tidak rata.

Oleh karena itu jika memungkinkan lakukanlah modifikasi rumah

tinggal sehingga lingkungan tempat tinggal menjadi aman dan

nyaman.
41

Diantaranya hindarilah penempatan alat-alat rumah tangga yang

malang-melintang sehingga membuat kaki tersanndung. Berilah

penerangan lampu yang cukup agar dapat melihat dengan baik.

Berilah pegangan yang kuat di kedua sisi anak tnagga. Hindarilah

lantai licin dan basah (Misnadiarly, 2013).

g. Pemeriksaan Untuk Osteoporosis

Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk mendeteksi

Osteoporosis antara lain:

1) Bone Desitometery

Bone densitometer atau juga disebut Dual Energy X-ray

absorptiometry (DEXA). Mesin ini memungkinkan pengukuran

kepadatan tulang belakang,tulang paha dan pergelangan tangan ,

serta komposisi tubuh lateral (lemak). Pandangan lateral tulang

belakang juga dapat diperoleh untuk deteksi fraktur. Bone

Desitometer secara ilmiah terbukti sebagai metode terbaik untuk

pengukuran kepadatan tulang. Jika kepadatan tulang berkurang

lebih dari 2,5 standart deviasi maka didiagnosis sebagai

osteoporosis.

Berdasarkan kriteria kelompok kerja WHO, diagnosis osteoporosis

ditegakkan dengan kriteria berikut:

a) Normal, bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata nilai

densitas massa tulang orang dewasa muda (T-score)


42

b) Osteopenia, bila densitas massa tulang -1 SD dan -2,5 SD T-

score atau kurang.

c) Osteoporosis berat, yaitu osteoporosis yang disertai adanya

fraktur/patah tulang.

2) Laboratorium

Pemeriksaan untuk mengetahui turnover atau pergantian

tulang-tulang tua dengan tulang muda. Jika pergantian tidak

seimbang, dimana tulang tua yang diabsorbsi/di musnahkan lebih

banyak jumlahnya daripada tulang muda yang dibentuk, berarti

menderita osteoporosis.

3) Radiografi

Cara pemeriksaan dengan alat radiografi, akan tetapi

dengan alat ini osteoporosis baru bias dideteksi bila kehilangan

masa tulang >30%.


43

B. Kerangka Teori

Faktor-faktor yang Osteoporosis


mempengaruhi
pengetahuan: 1. Pengertian osteoporosis
2. Klasifikasi osteoporosis
a. Faktor Internal 3. Faktor-faktor yang
1. Pendidikan mempengaruhi
2. Pekerjaan osteoporosis
3. Umur 4. Gambaran klinis
b. Faktor Eksternal osteoporosis
1. Faktori lingkungan 5. Pencegahan osteoporosis
2. Sosial Budaya

Lansia

Tingkat
Pengetahuan :
1. Baik
2. Cukup
3. Kurang

Keterangan:

: yang diteliti

: yang tidak diteliti

Gambar 2.1. Kerangka Teori

Sumber : Notoatmodjo (2011), Misnadiarly (2013), Javier (2010), Alexander


dan Karla (2010),Wawan dan Dewi M. (2011), Nugroho (2001),
Maryam dkk (2008)
44

C. Kerangka Konsep Penelitian

Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan lansia tentang 1. Baik
osteoporosis 2. Cukup
3. Kurang

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian


BAB III

METODLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimen. Menggunakan

metode penelitian deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan

dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu

keadaan secara obyektif. Penelitian ini dilakukan dengan menempuh langkah-

langkah pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan atau analisa data, membuat

kesimpulan dan laporan (Setiadi, 2007).

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan cross sectional yaitu

suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor

resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi, atau pengumpulan

data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya, tiap subjek

penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap

status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan (Notoatmodjo,

2012).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Panti Wredha Dharma Bakti

Surakarta.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni 2014.


45
46

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari dari obyek

atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi

juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari,

tetapi meliputi seluruh karakeristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau

obyek itu (Sugiyono, 2009).

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua lansia

di Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta sebanyak 97 lansia, 31 laki-laki

dan 66 perempuan.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007).

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi

oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel

(Notoatmodjo, 2010). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

1) Lansia di Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta.

2) Dapat berkomunikasi dengan baik.

3) Bersedia menjadi responden.

4) Lansia yang dapat beraktifitas secara mandiri.

5) Lansia yang kooperatif.


47

b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subyek penelitian

tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai

sampel penelitian (Hidayat, 2007). Kriteria eksklusi pada penelitian ini

adalah:

1) Tidak bersedia menjadi responden.

2) Sedang sakit keras atau gangguan jiwa.

3) Responden yang tidak mengisi kuesioner dengan lengkap.

3. Teknik Pengambilan Sampel (Sampling)

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara

nonprobability sampling dengan teknik purposive sampling yaitu suatu

teknik pengambilan sampel dari populasi yang dilakukan tidak

berdasarkan strata, kelompok, atau acak, tetapi berdasarkan pertimbangan/

tujuan tertentu. Teknik ini dilakukan atas pertimbangan tertentu yang

dibuat oleh peneliti sendiri (Saryono, 2011).

D. Variabel Penelitian

Variabel adalah karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi

nilai dan merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat diteliti

secara empiris atau ditentukan tingkatannya (Setiadi, 2007). Variabel dalam

penelitian ini adalah tingkat pengetahuan lansia tentang osteoporosis di Panti

Wredha Dharma Bakti Surakarta.


48

E. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah sesuatu yang membatasi ruang lingkup

atau pengertian variabel-variabel diamati atau diteliti serta bermanfaat untuk

mengarahkan kepada pengukuran-pengukuran yang bersangkutan atau

pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta

pengembangan instrumen atau alat ukur (Notoatmodjo, 2012). Adapun

definisi pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1. Definisi Operasional


Definisi Parameter dan Alat Skala
Variabel Operasional Kategori Ukur Ukur
Tingkat Kemampuan lansia Tingkat Kuisioner Ordinal
Pengetahuan untuk mengetahui pengetahuan
Lansia osteoporosis, dibagi menjadi 3
tentang klasifikasi, faktor- kategori yaitu:
Osteoporosis faktor yang 1. Baik: Hasil 76
mempengaruhi -100%
osteoporosis, 2. Cukup : Hasil
Gambaran klinis 56% -75%
osteoporosis, dan 3. Kurang : Hasil
pencegahan < 56%
osteoporosis

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang dapat digunakan untuk

pengumpulan data. Pembuatannya mengacu pada variabel penelitian, definisi

operasional dan skala pengukuran data yang dipilih. Sebelum melakukan

pengumpulan data, perlu dilihat alat ukur pengumpulan data agar dapat

memperkuat hasil penelitian. Alat ukur pengumpulan data tersebut antara lain

dapat berupa kuisioner/angket, observasi, wawancara, atau gabungan data

ketiganya (Hidayat, 2007).


49

Adapun instrumen penelitian yang digunakan adalah berupa kuisioner

yang berisi tentang identitas responden yaitu nama (inisial), umur, pendidikan

terahir, jenis kelamin dan dilanjutkan dengan pertanyaan tentang penyakit

penyakit osteoporosis. Kuesioner penelitian terdiri dari 20 pertanyaan yang

terdiri dari item favorable (positif) pernyataan benar dan unfavorable (negatif)

dengan 20 pertanyaan. Cara pengisian kuesioner yaitu dengan memberi tanda

centang () pada lembar jawaban yang sudah tersedia.

Tabel 3.2. Kisi-kisi Tentang Pengetahuan Osteoporosis


Nomor item Nomor item non Jumlah
Variabel Indikator
favourable favourable soal
Tingkat 1.Pengertian 1, 2, 3 - 3
Pengetahuan 2.Klasifikasi 4, 7 5, 6, 8 5
lansia tentang 3.Faktor-faktor yang 13 11, 12, 14 5
osteoporosis mempengaruhi 15
4.Gambaran 9, 10 - 2
Klinis
5.Pencegahan 19, 20 16, 17, 18 5
osteoporosis
Jumlah 10 10 20

G. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

1. Teknik Pengolahan Data

Metode ini menggunakan jenis daftar pertanyaan kuesioner untuk

observasi, yang merupakan langkah awal dalam mendapatkan data

penelitian maka tahap selanjutnya adalah analisa data. Pengumpulan data

dan analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik

deskriptif yaitu menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana

adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum

atau generalisasi (Sugiyono, 2011).


50

Data yang diperoleh dari hasil kuesioner berupa jawaban dari

responden diubah menjadi data kuantitatif berupa skor nilai. Kemudian

data yang telah terkumpul tersebut dilakukan pengolahan. Menurut

Notoatmodjo (2010) langkah-langkah dalam pengolahan data adalah

sebagai berikut :

a. Editing (Penyuntingan Data)

Hasil wawancara atau angket yang diperoleh atau dikumpulkan

melalui kuesioner perlu disunting (edit) terlebih dahulu. Kalau ternyata

masih ada data atau informasi yang tidak lengkap, dan tidak mungkin

dilakukan wawancara ulang, maka kuesioner tersebut dikeluarkan.

b. Lembaran Kode (Coding sheet)

Lembaran atau kartu kode adalah instrumen berupa kolom-kolom

untuk merekam data secara manual. Lembaran atau kartu kode berisi

nomor responden dan nomor-nomor pertanyaan.

c. Memasukkan Data (Data Entry)

Data Entry adalah mengisi kolom atau kotak-kotak lembar kode

atau kartu kode sesuai dengan jawaban masing-masing pertanyaan.

d. Tabulasi

Dilakukan untuk memasukkan data hasil penelitian ke dalam

tabel survey berdasarkan kriteria yang telah di inginkan oleh peneliti.

Setelah data diolah kemudian data tersebut dianalisa secara deskriptif

untuk mengetahui gambaran pengetahuan lansia tentang osteoporosis

di Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta. Hasil dari analisa data


51

tersebut disajikan dalam bentuk narasi dan tabel distribusi atau

proporsi.

2. Analisis Data

Analisis Univariate (Analisis Deskriptif) adalah bertujuan untuk

menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian.

Bentuk analisis univariate tergantung dari jenis datanya. Untuk data

numerik digunakan nilai mean, median, modus dan standar deviasi. Pada

umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan

persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010). Data frekuensi adalah

penyusunan data ke dalam kelas-kelas titik dimana setiap individu/item

hanya termasuk ke dalam 1 kelas tertentu saja. Distribusi frekuensi

disusun bila jumlah data yang akan disajikan cukup banyak, sehingga

kalau disajikan dalam tabel biasa menjadi tidak efisien dan kurang

komunikatif (Sugiyono, 2011). Hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

f
P= x 100 %
N

Keterangan :

P = Persentase

f = Frekuensi data

N = Jumlah sample yang diolah

Tahap-tahap analisa data menurut Sugiyono (2013), sebagai berikut:

a. Mean

Mean merupakan tehnik penjelasan kelompok yang didasarkan

atas nilai rata-rata dari kelompok tersebut. Rata-rata (mean) ini dapat
52

dengan menjumlahkan data seluruh individu dalam kelompok itu,

kemudian dibagi dengan jumlah individu yang ada pada kelompok

tersebut.

Rumus:

xi
Me:
n

Keterangan:

Me : mean (rata-rata)

: epsilon (baca jumlah)

xi : nilai ke I sampai ke-n

n : jumlah individu

b. Modus

Modus merupakan teknik penjelasan kelompok yang didasarkan

atas nilai yang populer (yang sedang menjadi mode) atau nilai yang

sering muncul dalam kelompok tertentu.

Untuk menentukan pengetahuan lansia tentang penyakit

osteoporosis berdasarkan kemampuan dalam menjawab kuesioner,

dilakukan penilaian hasil jawaban kuesioner. Skor untuk masing-

masing jawaban Benar mendapat skor 1, dan jawaban Salah

mendapat skor 0. Hasil jawaban responden kemudian dihitung tingkat

presentasenya dengan cara menbandingkan jumlah jawaban responden

dengan jumlah nilai maksimal yang dapat dicapai secara keseluruhan,

menurut Arikunto (2006) dalam Wawan dan Dewi (2011) dengan

kategori sebagai berikut :


53

1) Baik: hasil presentase 76%- 100%

2) Cukup: hasil presentase 56%- 75%

3) Kurang: hasil presentase < 56%

H. Jalannya Penelitian

Pengumpulan data dilakukan di Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta

dengan prosedur sebagai berikut :

1. Tahap persiapan

a. Mengajukan judul

b. Membuat proposal dan revisi proposal

c. Peneliti setelah mendapatkan persetujuan dari pembimbing I dan II

akan mengajukan ujian proposal penelitian di STIKES PKU

Muhammadiyah Surakarta.

d. Ujian proposal

e. Peneliti merevisi semua masukan dan arahan dari para penguji

2. Tahap Pelaksanaan

a. Pengurusan perijinan

b. Peneliti mengajukan surat permohonan ijin penelitian dari institusi

kepada Kepala Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta.

c. Mengobservasi banyaknya lansia di Panti Wredha Dharma Bakti

Surakarta

d. Membagikan kuesioner

e. Peneliti mengecek kembali kelengkapan data

f. Melakukan pengolahan data

g. Seminar penelitian
54

h. Revisi penelitian

i. Pengumpulan penelitian

I. Etika Penelitian

1. Informed Concent

Informed consent merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed

concent diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan

lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed concent

adalah agar subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui

dampaknya. Apabila reponden bersedia maka mereka harus

menandatangani lembar persetujuan tersebut, jika responden tidak bersedia

maka peneliti harus menghormati hak pasien (Hidayat, 2007).

2. Anonymity (Tanpa Nama)

Masalah etika merupakan masalah yang memberikan jaminan

penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang

akan disajukan (Hidayat, 2007).

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan

hasil penelitia, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua

informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti,

hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset

(Hidayat, 2007).
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta

dengan 24 lansia sebagai data responden yang terkait dengan subyek yang

diteliti yaitu mengenai gambaran tingkat pengetahuan lansia tentang

osteoporosis di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta.

Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta merupakan salah satu tempat

binaan dari dinas sosial kota Surakarta yang berperan sebagai tempat

penampunagn bagi lansia yang berusia 60 tahun ke atas. Panti jompo ini

berdiri pada tahun 1977 sampai sekarang. Periode tahun 2014 dipimpin oleh

Kepala Panti Drs.Suryanto. Panti Wredha Dharma Bakti ini beralamat di Jalan

Rajiman, Laweyan, Surakarta. Di dalam panti terdapat 7 kelompok kamar

untuk lansia. Kelompok 1, 2, 7 untuk lansia yang sehat. Kelompok 3, 4, 6,

untuk lansia yang sehat dan sebagian untuk kamar bagi lansia yang sakit.

Kelompok 5 adalah ruang isolasi bagi lansia yang tidak dapat beraktivitas lagi.

Dengan 2-6 warga tiap kamar. Terdiri dari 8 PNS, 1 honorer dan 4 tenaga

panti Wredha yang setiap harinya dengan sabar melayani puluhan lansia yang

ada di panti.

Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta memiliki batas wilayah, yaitu:

1. Sebelah utara : Perumahan warga

2. Sebelah barat : Pom bensin

55
56

3. Sebelah selatan : Jalan raya

4. Sebelah timur : Dinas social

B. Hasil Penelitian

Setelah dilakukan pengambilan data penelitian mengenai gambaran

tingkat pengetahuan lansia tentang osteoporosis di Panti Wredha Dharma

Bhakti Surakarta pada tanggal 15 sampai dengan 19 Juni 2014 dengan sampel

24 lansia.

1. Karakteristik responden

a. Umur

Di bawah ini merupakan tabel distribusi frekuensi responden

berdasarkan karakteristik umur.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Responden


Umur Frekuensi Prosentase (%)
61 70 tahun 10 41,7
71 80 tahun 12 50
81 90 tahun 2 8,3
Total 24 100,0

Tabel 4.1 memperlihatkan distribusi responden berdasarkan

umur. Ada 10 lansia (41,7%) yang berumur 61 70 tahun. Ada 12

lansia (50%) yang berumur 71 80 tahun. Ada 2 lansia (8,3%) yang

berumur 81 90 tahun. Dari distribusi tersebut diketahui bahwa

sebagian besar responden adalah lansia berumur 71 80 tahun.

Pembagian responden tersebut dapat digambarkan dalam bentuk

diagram sebagai berikut :


57

Karakteristik Responden
Berdasarkan Umur
8.30%
61-70 tahun
41.70%
71-80 tahun
50% 81-90 tahun

Gambar 4.1. Diagram Pembagian Responden berdasarkan Umur


b. Jenis Kelamin

Di bawah ini merupakan tabel distribusi frekuensi responden

berdasarkan karakteristik jenis kelamin responden.

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Jenis


Kelamin.
Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase (%)
Perempuan 15 62,5
Laki-laki 9 37,5
Total 24 100,0
Tabel 4.2 memperlihatkan distribusi responden berdasarkan

jenis kelamin. Ada 9 lansia (37,5%) yang berjenis kelamin laki-laki.

Ada 15 lansia (62,5 %) yang berjenis kelamin perempuan. Dari

distribusi tersebut diketahui bahwa sebagian besar responden adalah

lansia berjenis kelamin perempuan. Pembagian responden tersebut

dapat digambarkan dalam bentuk diagram sebagai berikut :

Karakteristik Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin

37,5% Perempuan
62,5% laki-laki

Gambar 4.2. Diagram Pembagian Responden berdasarkan Jenis


Kelamin
58

c. Pendidikan

Di bawah ini merupakan tabel distribusi frekuensi responden

berdasarkan karakteristik pendidikan.

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Pendidikan


Pendidikan Frekuensi Prosentase (%)
Tidak Sekolah 8 33,3
SD 12 50
SMP 4 16,7
Total 24 100,0

Tabel 4.3 memperlihatkan distribusi responden berdasarkan

pendidikan. Lansia yang tidak sekolah sebanyak 8 lansia (33,3%).

Lansia yang berpendidikan SD ada sebanyak 12 lansia (50%). Dan

lansia yang berpendidikan SMP ada sebanyak 4 lansia (16,7%). Dari

distribusi tersebut diketahui bahwa sebagian besar responden adalah

lansia lulusan SD. Pembagian responden tersebut dapat digambarkan

dalam bentuk diagram sebagai berikut.

Karakteristik Responden Berdasarkan


Pendidikan

16,7%
33,3% Tidak sekolah
SD

50% SMP

Gambar 4.3. Diagram Pembagian Responden berdasarkan Pendidikan


59

2. Pengetahuan Tentang Osteoporosis

Tabel di bawah memperlihatkan distribusi responden berdasarkan

pengetahuan lansia tentang osteoporosis.

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang


Osteoporosis
Pengetahuan Frekuensi Prosentase (%)
Baik 1 4,2
Cukup 18 75
Kurang 5 20,8
Total 24 100,0

Lansia yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 1 lansia (4,2%).

Lansia yang memiliki pengetahuan sedang sebanyak 18 lansia (75%). Dan

lansia yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 5 lansia (20,8%). Dari

distribusi tersebut diketahui bahwa sebagian besar responden adalah lansia

yang memiliki pengetahuan cukup tentang osteoporosis. Pembagian

responden tersebut dapat digambarkan dalam bentuk diagram sebagai

berikut.

Pengetahuan Tentang
Osteoporosis
4,2%

20,8%
Baik
Cukup
75%
Kurang

Gambar 4.4. Diagram Pembagian Responden berdasarkan


Pengetahuan Lansia tentang Osteoporosis
60

3. Pengetahuan Responden Berdasarkan Umur

Berikut adalah distribusi frekuensi tingkat pengetahuan responden

berdasarkan umur.

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan berdasarkan Umur


Umur Baik Cukup Kurang Total
f % f % f % f %
61-70 th - 0,0 8 80 2 20 10 100,0
71-80 th 1 8,3 9 75 2 16,7 12 100,0
81-90 th - 0,0 1 50 1 50 2 100,0
Total 1 4,2 18 75 5 20,8 24 100,0

Tabel 4.5 memperlihatkan distribusi frekuensi pengetahuan lansia

tentang osteoporosis berdasarkan umur. Dari 10 lansia yang berumur 61

70 tahun, ada 8 lansia (80%) yang memiliki pengetahuan cukup, 2 lansia

(20%) yang memiliki pengetahuan kurang. Dari 12 lansia yang berumur 71

80 tahun, ada 1 lansia (8,3%) yang memiliki pengetahuan baik, 9 lansia

(75%) yang memiliki pengetahuan cukup, dan 2 lansia (16,7%) yang

memiliki pengetahuan kurang. Dan dari 2 lansia yang berumur 81 90

tahun, ada 1 lansia (50%) yang memiliki pengetahuan cukup, dan 1 lansia

(50%) yang memiliki pengetahuan kurang.

4. Pengetahuan Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Berikut adalah distribusi frekuensi tingkat pengetahuan responden

berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan berdasarkan Jenis


Kelamin
Baik Cukup Kurang Total
Jenis Kelamin
f % f % f % f %
Perempuan 1 6,7 11 73,3 3 20 15 100,0
Laki-laki - 0,0 7 77,8 2 22,2 9 100,0
Total 1 4,2 18 75 5 20,8 24 100,0
61

Tabel 4.6 memperlihatkan distribusi frekuensi pengetahuan lansia

tentang osteoporosis berdasarkan jenis kelamin. Dari 15 lansia yang

berjenis kelamin perempuan, ada 1 lansia (6,7%) yang memiliki

pengetahuan baik, 11 lansia (73,3%) yang memiliki pengetahuan cukup

dan 3 lansia (20%) yang memiliki pengetahuan kurang. Dan dari 9 lansia

yang berjenis kelamin laki-laki, ada 7 lansia (77,8%) yang memiliki

pengetahuan cukup, dan 2 lansia (22,2%) yang memiliki pengetahuan

kurang.

5. Pengetahuan Responden Berdasarkan Pendidikan

Berikut adalah distribusi frekuensi tingkat pengetahuan responden

berdasarkan tingkat pendidikan.

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan berdasarkan


Pendidikan
Baik Cukup Kurang Total
Pendidikan
f % f % f % f %
Tidak sekolah - 0,0 5 62,5 3 37,5 8 100,0
SD - 0,0 10 83,3 2 16,7 12 100,0
SMP 1 25 3 75 - 0,0 4 100,0
Total 1 4,2 18 75 5 20,8 24 100,0

Tabel 4.7 memperlihatkan distribusi frekuensi pengetahuan lansia

tentang osteoporosis berdasarkan tingkat pendidikan. Dari 8 lansia yang

tidak sekolah, ada 5 lansia (62,5%) yang memiliki pengetahuan cukup, dan

3 lansia (37,5%) yang memiliki pengetahuan kurang. Dari 12 lansia yang

berpendidikan SD, ada 10 lansia (83,3%) yang memiliki pengetahuan

cukup dan 2 lansia (16,7%) yang memiliki pengetahuan kurang. Dan dari 4
62

lansia yang berpendidikan SMP, ada 1 lansia (25%) yang memiliki

pengetahuan baik, dan 3 lansia (75%) memiliki pengetahuan cukup.

C. Pembahasan

1. Karakteristik Lansia di Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta

a. Karakteristik Umur Responden

Setelah dilakukan penelitian pada responden sejumlah 24 orang

lansia di Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta berdasarkan hasil

distribusi frekuensi menunjukkan bahwa lansia yang berumur 61 70

tahun sebanyak 10 orang (41,7%), lansia yang berumur 71 80 tahun

sebanyak 12 orang (50%). Dan lansia yang berumur 81 90 tahun

sebanyak 2 orang (8,3%). Dari data tersebut diketahui bahwa sebagian

besar responden adalah lansia berumur 71 80 tahun sebanyak 12

orang (50%). Hal itu dipengaruhi kemampuan dan kesangguapan

lansia untuk menjadi responden penelitian. Lansia yang sudah berusia

diatas 80 tahun dari hasil pengamatan peneliti lebih banyak mengalami

kemunduran dalam hal memori dan pengetahuan.

Menurut Nugroho (2008) bahwa pada sistem sensori, manusia

mengalami puncak pada usia 40 tahun lebih, selanjutnya mulai

mengalami penurunan.

b. Jenis Kelamin Responden

Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin responden

menunjukkan hasil bahwa lansia yang berjenis kelamin laki-laki


63

sebanyak 9 orang (37,5%), dan lansia yang berjenis kelamin

perempuan sebanyak 15 orang (62,5 %). Dari distribusi tersebut

diketahui bahwa sebagian besar responden adalah lansia berjenis

kelamin perempuan sebanyak 15 orang (62,5 %).

Data BPS 2009 mengenai jumlah penduduk lansia di Indonesia

menunjukkan jumlah lansia laki-laki sebanyak 9.290.782 jiwa dan

lansia perempuan sebanyak 11.256.759 jiwa. Data tersebut

menunjukkan bahwa jumlah lansia di Panti Wredha Dharma Bakti

Surakarta sesuai dengan jumlah penduduk lansia di Indonesia.

c. Pendidikan Responden

Pendidikan merupakan karakteristik yang tinggi rendahnya

dicapai dengan upaya tertentu dan secara umum diukur berdasarkan

jenjang pendidikan informal yang telah ditempuh. Distribusi frekuensi

berdasarkan pendidikan responden menunjukkan bahwa lansia yang

tidak sekolah sebanyak 8 lansia (33,3%). Lansia yang berpendidikan

SD ada sebanyak 12 lansia (50%). Dan lansia yang berpendidikan

SMP ada sebanyak 4 lansia (16,7%). Dari distribusi tersebut dapat

diketahui bahwa sebagian besar responden adalah lansia yang

berpendidikan SD yaitu sebanyak 12 lansia (50%). Banyaknya

responden yang berpendidikan sekolah dasar adalah kemampuan

responden pada saat usia sekolah hanya mampu menyelesaikan

sekolah hanya sampai pada jenjang pendidikan dasar. Rendahnya

tingkat pendidikan tentunya berkaitan dengan kondisi lansia di masa


64

sekolah. Usia 70 tahun dapat di artikan bahwa usia sekolah responden

sekitar pada tahun 1940-1950 an. Pada masa tersebut Negara Indonesia

berada pada masa sulit. Sehingga kemampuan masyarakat dan Negara

untuk memberikan fasilitas pendidikan juga masih rendah.

2. Tingkat pengetahuan lansia tentang osteoporosis di Panti Wredha Dharma

Bakti Surakarta

Hasil keseluruhan dari penelitian ini menunjukkan bahwa lansia

yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 1 lansia (4,2%). Lansia yang

memiliki pengetahuan cukup sebanyak 18 lansia (75%). Dan lansia yang

memiliki pengetahuan kurang sebanyak 5 lansia (20,8%). Sedangkan hasil

dari penelitian berdasarkan tingkat pengetahuan lansia sesuai dengan

karakteristik yang diteliti yang meliputi umur, jenis kelamin dan

pendidikan yaitu:

a. Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Umur Responden

Ketiga karakterisrik tersebut dapat berpengaruh terhadap

pengetahuan lansia tentang osteoporosis baik secara langsung maupun

tidak langsung. Umur merupakan karakteristik responden yang terkait

dengan pengalaman dan kedewasaan. Berdasarkan hasil penelitian

menunjukkan dari 10 lansia yang berumur 61 70 tahun, ada 8 lansia

(80%) yang memiliki pengetahuan cukup, 2 lansia (20%) yang

memiliki pengetahuan kurang. Dari 12 lansia yang berumur 71 80

tahun, ada 1 lansia (8,3%) yang memiliki pengetahuan baik, 9 lansia

(75%) yang memiliki pengetahuan cukup, dan 2 lansia (16,7%) yang


65

memiliki pengetahuan kurang. Dan dari 2 lansia yang berumur 81 90

tahun, ada 1 lansia (50%) yang memiliki pengetahuan cukup, dan 1

lansia (50%) yang memiliki pengetahuan kurang. Semakin bertambah

umur seseorang semakin baik tingkat pengetahuannya. Meskipun

begitu pada umur tertentu peningkatan pengetahuan tersebut berhenti

dan kemudian menurun. Secara umum umur berpengaruh positif

terhadap pengetahuan.

Menurut Wawan dan Dewi (2010) bahwa usia adalah umur

individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun.

Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang

akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.

b. Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Jenis Kelamin Responden

Distribusi frekuensi pengetahuan lansia tentang osteoporosis

berdasarkan jenis kelamin responden menunjukkan hasil bahwa dari 15

lansia yang berjenis kelamin perempuan, ada 1 lansia (6,7%) yang

memiliki pengetahuan baik, 11 lansia (73,3%) yang memiliki

pengetahuan cukup dan 3 lansia (20%) yang memiliki pengetahuan

kurang. Dan dari 9 lansia yang berjenis kelamin laki-laki, ada 7 lansia

(77,8%) yang memiliki pengetahuan cukup, dan 2 lansia (22,2%) yang

memiliki pengetahuan kurang. Hal itu dapat diartikan bahwa tingkat

pengetahuan dari responden menunjukkan tingkat pengetahuan

responden laki-laki lebih tinggi daripada tingkat pengetahuan

responden perempuan.
66

Menurut Witelson dalam Paisak (2004) dalam penelitiannya

menemukan bahwa otak perempuan secara keseluruhan lebih kecil

daripada otak laki-laki. Pada perempuan, sel-sel lobus parietal dan

hipokampus lebih cepat menghilang ketika mereka menjadi tua. Pada

saat-saat seperti itu perempuan akan banyak kehilangan memori dan

kemampuan mengenal ruang.

c. Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Pendidikan Responden

Menurut Notoatmodjo (2010) pendidikan adalah salah satu dari

faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Dari

distribusi frekuensi pengetahuan lansia tentang osteoporosis

berdasarkan pendidikan responden menunjukkan hasil bahwa dari 8

lansia yang tidak sekolah, ada 5 lansia (20,8%) yang memiliki

pengetahuan cukup, dan 3 lansia (12,5%) yang memiliki pengetahuan

kurang. Dari 12 lansia yang berpendidikan SD, ada 10 lansia (41,7%)

yang memiliki pengetahuan cukup dan 2 lansia (8,3%) yang memiliki

pengetahuan kurang. Dari 4 lansia yang berpendidikan SMP, ada 1

lansia (4,2%) yang memiliki pengetahuan baik, dan 3 lansia (12,5%)

memiliki pengetahuan cukup. Hal itu berarti semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang, semakin tinggi pula tingkat pengetahuan

seseorang.

Pendidikan merupakan media untuk menambah wawasan dan

kemampuan penyerapan pengetahuan. Secara umum pendidikan

berbanding lurus dengan pengetahuan. Menurut Notoatmodjo (2010)


67

pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu yang

menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk

mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk

mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan

sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.

d. Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang Osteoporosis.

Dari pembahasan tingkat pengetahuan lansia berdasarkan

karakteristik yang diteliti yang meliputi umur, jenis kelamin dan

pendidikan diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

memiliki pengetahuan yang cukup tentang osteoporosis. Hal itu dapat

diartikan bahwa para lansia cukup memahami mengenai penyakit

osteoporosis, hanya saja masih ada sedikit kekurangan. Beberapa

kekurangan pengetahuan ini umumnya dikarenakan karena faktor-

faktor perbedaan pengalaman pengetahuan dari lansia itu sendiri dan

selain itu dikarenakan pertanyaan dari kuisioner yang berbobot medis

dan pertanyaan yang bersifat negatif/unfavourabel sehingga sebagian

dari lansia kurang memahami pertanyaan yang dimaksud.

Bagaimanapun dengan pengetahuan yang dimiliki tersebut para lansia

diharapkan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari untuk

meningkatkan kesehatan lansia itu sendiri.

Pada akhirnya pengetahuan itu juga akan berujung pada

perilaku yang diharapkan. Lansia dengan pengetahuan yang baik maka


68

perilaku untuk menjaga kesehatan dalam kehidupan sehari-hari juga

akan baik. Notoatmodjo (2010) mengemukakan bahwa sebelum

mengadopsi perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses

yang berurutan, di mana proses yang pertama harus terjadi adalah

awareness (kesadaran) yaitu orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). Hal ini berarti

bahwa pengetahuan sebagai faktor predisposisi merupakan pemicu

awal terbentuknya perilaku kesehatan tersebut.

D. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam proses penelitian ini yaitu :

1. Dalam penelitian ini ada kelemahan dalam menyusun alat (kuesioner)

yang menggunakan jawaban tertutup sehingga responden tidak dapat

menguraikan jawaban selain jawaban yang tersedia.

2. Dalam penelitian ini hanya untuk mengetahui tingkat pengetahuan

lansia tentang osteoporosis tanpa adanya tindak lanjut terhadap hasil

penelitian yang diperoleh.

3. Dalam penelitian ini untuk menentukan lansia yang terkena

osteoporosis hanya berdasarkan pada hasil pemeriksaan di balai

pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter di panti, seharusnya

dilakukan pemeriksaan BMD (bone mass density) sebelumnya.


BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada lansia di Panti

Wredha Dharma Bhakti Surakarta dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai

berikut:

1. Karakteristik responden berdasarkan umur menunjukkan sebagian besar

lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta berumur 71-80 tahun

sebanyak (50%).

2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin menunjukkan sebagian

besar lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta berjenis kelamin

perempuan sebanyak (62,5%) .

3. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan menunjukkan

sebagian besar lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta

berpendidikan SD sebanyak (50%).

4. Sebagian besar lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta memiliki

tingkat pengetahuan yang cukup tentang osteoporosis sebanyak (75%).

B. Saran

Berikut adalah beberapa saran yang dapat dikemukakan terkait dengan

penelitian yang telah dilaksanakan.

69
70

1. Bagi Responden

Bagi para lansia disarankan terus meningkatkan pengetahuan dan

tingkat kesehatan dengan berbagai upaya baik secara aktif dengan

mengikuti kegiatan pemeriksaan kesehatan atau secara pasif dengan

mengikuti penyuluhan-penyuluhan yang rutin di laksanakan di Panti

Wredha Dharma Bakti Surakarta.

2. Bagi Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan baik melalui wadah instansi kesehatan atau secara

pribadi disarankan untuk terus menggalakkan upaya-upaya sosialisasi

informasi kesehatan khususnya mengenai osteoporosis pada lansia guna

meningkatkan tingkat pengetahuan dan kualitas perilaku kesehatan

masyarakat dan lansia pada khususnya.

3. Bagi Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta

Agar dapat memberikan penyuluhan kesehatan pada lansia tentang

osteoporosis terutama cara mempertahankan tulang dengan menghindari

faktor-faktor risiko sekunder osteoporosis, bekerja sama dengan pihak lain

untuk dapat menggerakkan pemeriksaan kepadatan tulang di panti,

mengatur menu makanan tinggi kalsium, mengatur program kegiatan yang

dapat meningkatkan dan mempertahankan kepadatan tulang.

4. Untuk Penelitian Selanjutnya

Penelitian sejenis dapat dilakukan dengan melihat sudut pandang

lain atau memperluas cakupan materi misalnya mengenai hubungan


71

faktor-faktor dengan pengetahuan atau pengaruh pengetahuan terhadap

perilaku kesehatan.

5. Bagi Institusi

Bagi institusi diharapkan bisa menambah koleksi referensi dan

diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi dan bacaan

di perpustakaan.
DAFTAR PUSTAKA

Alexander Ivy M. Knight dan Karla A Knight. 2010. Osteoporosis dan Osteopenia.
Jakarta: PT Indeks

Angelina. 2010. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Wnita terhadap Osteoporosis di


Desa Arapayung Dusun II Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang
Bedagai. diambil dari http://www.respository.usu.acid/Abstract/pdf diakses
tanggal 10 Januari 2014.

Azza, Sauqina. 2011. Mencegah dan Mengobati Penyakit. Jakarta: Klik Publishing.

Depkes RI. 2008. Pedoman Pengendalian Osteoporosis. Jakarta. diambil dari


http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMKNo.114.pdf diakses
tanggal 4 Januari 2014

Hidayat, Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis
Data. Jakarta: Salemba Medika

Javier. 2010. Kupas Tuntas Osteoporosis. Jakarta: Kedokteran

Karolina. 2009. Hubungan Pengetahuan dan Pencegahan Osteoporosis yang


Dilakukan Lansia di Kecamatan Medan Selayang. diambil dari
respository.usu.acid./bitstream/cover/pdf diakses tanggal 10 Januari 2014.

Maryam, dkk . 2008. Mengenal lanjut Usia dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika

Misnadiarly. 2013. Osteoporosis. Jakarta: Akademia Permata

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Jakarta: EGC

Notoatmodjo, S. 2011. Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta : EGC

Nursalam. 2003. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Paisak. 2004. Perbedaan Intelegensi Perempuan dan Laki-laki. http://hatibku.


wordpress.com, diakses tanggal 15 Juni 2014.

Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Saryono. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press


Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta

Sugiyono. 2013. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Wawan dan Dewi. 2010. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia. Yoyakarta:
Nuha Medika
JADWAL PENELITIAN

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN LANSIA TENTANG OSTEOPOROSIS


DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI SURAKARTA
Oleh : Dwi Kusumawati

No Kegiatan Nopember Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4

1 Pengumpulan judul KTI

2 Studi pendahuluan
3 Bimbingan proposal
4 Ujian proposal KTI
Revisi proposal penelitian
5 dan pengambilan ijin
penelitian

6 Pengambilan data penelitian

Pembimbingan penyusunan
7
laporan hasil penelitian
Ujian laporan hasil
8
penelitian

Revisi hasil penelitian dan


9
pengumpulan KTI
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Kepada
Yth. Warga Panti Wredha
Dharma Bakti Surakarta

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan dibawah ini saya :
Nama : Dwi Kusumawati
NIM : 2011.1407
Akan mengadakan penelitian dengan judul Gambaran Tingkat Pengetahuan
Lansia Tentang Osteoporosis di Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta.
Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi Bapak/Ibu
sebagai responden. Oleh karena itu, penulis meminta ijin kepada Bapak/Ibu agar
bersedia menjadi responden. Kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan kami
jaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
Apabila Bapak/Ibu menyetujui, saya mohon kesediaannya untuk
menandatangani lembar persetujuan yang kami sertakan, dan menjawab semua
pertanyaan yang telah disediakan.
Demikian, atas perhatian dan partisipasinya saya ucapkan terima kasih.

Surakarta, 2014
Hormat saya,

Dwi Kusumawati
PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Penelitian Tentang :

Gambaran Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang Osteoporosis di Panti Wredha

Dharma Bakti Surakarta

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

Dengan ini menyatakan bersedia menjadi responden penelitian yang dilakukan oleh

Dwi Kusumawati Mahasiswa DIII Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

PKU Muhammadiyah Surakarta.

Surakarta, . Maret 2014

Responden

()
KUISIONER

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN LANSIA TENTANG


OSTEOPOROSIS DI PANTI WREDHA DHARMA BAKTI
SURAKARTA

A. BIODATA RESPONDEN
No. Responden :
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan

B. KUISIONER (Pengetahuan Tentang Osteoporosis)


Petunjuk Pengisisan
1. Semua pernyataan di bawah ini adalah pengetahuan lansia mengenai
osteoporosis.
2. Jawablah pernyataan di bawah ini sesuai dengan pengetahuan anda mengenai
osteoporosis.
3. Berilah tanda pada kotak benar atau salah berikut sesuai dengan
jawaban.
No Pernyataan Benar Salah
1. Osteoporosis adalah penyakit karena pengeroposan
tulang.
2. Tulang yang keropos mengakibatkan tulang rapuh
dan mudah patah.
3. Semakin kita tua, tulang kita semakin rapuh.
4. Pengeroposan tulang banyak terjadi pada lansia.
5. Tulang keropos tidak bisa terjadi pada orang yang
berusia muda.
6. Tulang keropos lebih banyak terjadi pada pria
dibandingkan pada wanita.
7. Osteoporosis bisa disebabkan karena penyakit
rematik yang sudah menahun.
8. Punggung mulai membungkuk bukan salah satu
tanda penyakit osteoporosis.
9. Kalsium didalam tulang akan semakin banyak
berkurang saat kita tua.
10. Salah satu tanda dan gejala pada penyakit
osteoporosis adalah nyeri pada tulang belakang yang
berkepanjangan.
11. Kaku dan lemah pada otot bukan merupakan salah
satu tanda dan gejala pada penyakit osteoporosis.
12. Tulang keropos tidak dapat diturunkan dari orang tua
ke anak.
13. Orang yang kurus dan jarang berolahraga tulangnya
lebih mudah patah.
14. Rokok dan alkohol baik untuk kesehatan tulang.
15. Mengkonsumsi kopi yang berlebihan tidak
mengakibatkan pengeroposan tulang.
16. Kurang asupan kalsium bukan merupakan penyebab
pengeroposan tulang.
17. Olahraga tidak baik untuk kesehatan tulang.
18. Berjemur di bawah sinar matahari pada pagi hari
tidak baik untuk kesehatan tulang.
19. Salah satu pencegahan terhadap penyakit
osteoporosis adalah dengan mengkonsusmsi banyak
kalsium, yang salah satu contohnya terdapat didalam
susu kedelai.
20. Kacang panjang adalah salah satu menu makanan
yang baik untuk kesehatan tulang karena banyak
mengandung kalsium
Kunci Jawaban

1. B 11. S
2. B 12. S
3. B 13. B
4. B 14. S
5. S 15. S
6. S 16. S
7. B 17. S
8. S 18. S
9. B 19. B
10. B 20. B
Hasil Penelitian
Gambaran Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang Osteoporosis di Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta
Oleh : Dwi Kusumawati

Nomor Soal Pengetahuan Lansia tentang Osteoporosis


No JK Umur Skor % Kategori
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 L 64 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 12 60% Cukup
2 L 66 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 15 75% Cukup
3 P 77 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 12 60% Cukup
4 P 73 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 18 90% Baik
5 L 72 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 14 70% Cukup
6 P 83 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 15 75% Cukup
7 P 72 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 10 50% Kurang
8 P 70 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 14 70% Cukup
9 P 61 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 15 75% Cukup
10 P 65 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 14 70% Cukup
11 L 63 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 15 75% Cukup
12 P 63 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 11 55% Kurang
13 L 74 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 12 60% Cukup
14 L 65 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 11 55% Kurang
15 L 64 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 12 60% Cukup
16 P 65 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 15 75% Cukup
17 P 71 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 13 65% Cukup
18 P 73 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 13 65% cukup
19 P 81 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 1 1 10 50% Kurang
20 L 72 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 10 50% Kurang
21 P 72 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 14 70% Cukup
22 P 76 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 15 75% Cukup
23 L 74 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 13 65% Cukup
24 P 71 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 13 65% Cukup
Hasil Perhitungan Distribusi Frekuensi

Frequencies
Statistics

Umur Pendidikan Jenis Kelamin Pengetahuan


N Valid 24 24 24 24
Missing 0 0 0 0

Frequency Table

Umur

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 61-70 tahun 10 41.7 41.7 41.7
71-80 tahun 12 50.0 50.0 91.7
81-90 tahun 2 8.3 8.3 100.0
Total 24 100.0 100.0

Pendidikan

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid tidak sekolah 8 33.3 33.3 33.3
SD 12 50.0 50.0 83.3
SMP 4 16.7 16.7 100.0
Total 24 100.0 100.0
Jenis Kelamin

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Perempuan 15 62.5 62.5 62.5
Laki-laki 9 37.5 37.5 100.0
Total 24 100.0 100.0

Pengetahuan lansia tentang osteoporosis

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Baik 1 4.2 4.2 4.2
Cukup 18 75.0 75.0 79.2
Kurang 5 20.8 20.8 100.0
Total 24 100.0 100.0
Crosstabs

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Umur * Pengetahuan 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Pendidikan *
24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Pengetahuan
Jenis Kelamin *
24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Pengetahuan

Umur * Pengetahuan Lansia tentang Osteoporosis

Pengetahuan
Baik Cukup Kurang Total
Umur 61-70 tahun Count 0 8 2 10
% within
.0% 80.0% 20.0% 100.0%
Umur
71-80 tahun Count 1 9 2 12
% within
8.3% 75.0% 16.7% 100.0%
Umur
81-90 tahun Count 0 1 1 2
% within
.0% 50.0% 50.0% 100.0%
Umur
Total Count 1 18 5 24
% within
4.2% 75.0% 20.8% 100.0%
Umur
Pendidikan * Pengetahuan Lansia tentang Osteoporosis

Pengetahuan
Baik Cukup Kurang Total
Pendidikan tidak sekolah Count 0 5 3 8
% within
.0% 62.5% 37.5% 100.0%
Pendidikan
SD Count 0 10 2 12
% within
.0% 83.3% 16.7% 100.0%
Pendidikan
SMP Count 1 3 0 4
% within
25.0% 75.0% .0% 100.0%
Pendidikan
Total Count 1 18 5 24
% within
4.2% 75.0% 20.8% 100.0%
Pendidikan

Jenis Kelamin * Pengetahuan Lansia tentang Osteoporosis

Pengetahuan
Baik Cukup Kurang Total
Jenis Kelamin Perempuan Count 1 11 3 15
% within Jenis
6.7% 73.3% 20.0% 100.0%
Kelamin
Laki-laki Count 0 7 2 9
% within Jenis
.0% 77.8% 22.2% 100.0%
Kelamin
Total Count 1 18 5 24
% within Jenis
4.2% 75.0% 20.8% 100.0%
Kelamin

You might also like