Professional Documents
Culture Documents
Laki - laki, usia 21 tahun dirawat di ruang Kemuning tanggal 12 Mei 2014 dengan diagnosa
Meningitis TB grade2 dengan komplikasi arteritis.
Pasien pulang perbaikan, tanggal 2 Juni 2014 dengan diagnosa akhir Meningitis TB grade 2 dengan
komplikasi arteritis (perbaikan) + DILI ec OAT
RM 14070760
I. ANAMNESIS
Sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh nyeri kepala yang dirasakan di seluruh bagian
kepala seperti dipukul, terus-menerus, (VAS 9-10), tidak berkurang dengan istirahat. . Keluhan disertai
demam yang mulai dirasakan bersamaan dengan munculnya nyeri kepala, tidak terlalu tinggi, terus
menerus. Mual (+), muntah (+), kejang (-). Pasien sadar dan mengerti pembicaraan. Keluhan lemah
anggota gerak sesisi/bicara rero/mulut mencong/baal sesisi tubuh disangkal. Keluhan pandangan
ganda,pandangan buram disangkal. Keluhan nyeri perut dan nyeri punggung disangkal. Pasien berobat
ke klinik 4 hari SMRS dikatakan sakit tifus dapat obat dexycol, ranitidin, paracetamol, domperidon,
vitamin. Pasien tidak membaik dirujuk ke RS Cililin dikatakan usus buntu lalu dirujuk ke RSHS, di RSHS
pasien sudah di USG Abdomen Hasil Appendicities tidak terdeksi .Makan minum baik, buang air besar
dan buang air kecil tidak ada kelainan.
- Riwayat Demam (+) selama 1minggu, riwayat batuk lama (+) kurang lebih 1 bulan/keringat
malam (+)/penurunan BB (+) sekitar 5kg dalam 1 bulan terakhir /KP dan kontak KP (-)
- Riwayat nyeri kepala kronik progresif (-)
- Riwayat perubahan tingkah laku (-)
- Riwayat narkoba suntik/seks bebas disangkal, tattoo tidak ada.
- Riwayat keluar cairan dari telinga/telinga dikorek hingga berdarah (-)/gigi berlubang di
korek (-)
- Riwayat trauma kepala (-)
- Riwayat stroke/Transient Ischemic Attack (TIA) sebelumnya (-)
- Riwayat benjolan di tempat lain disangkal
1
II. PEMERIKSAAN FISIK
Respirasi : 20x/mnt
Suhu : 36,4 C
STATUS INTERNA
Leher : Jugular Venous Pressure 5+2 cmH2O, Kelenjar getah bening tidak teraba membesar
Jantung : batas kiri Inter Costal Space V Linea Midclavicula Sinistra, batas kanan Linea
Sternalis Dekstra, Bunyi Jantung murni ,regular
Abdomen : Datar, Lembut, Nyeri tekan (-) ,Hepar/Lien tidak teraba membesar, Bising Usus (+)
Normal
STATUS NEUROLOGIS
Rangsang Meningeal : Kaku Kuduk (+), Laseq/Kernig tidak terbatas, Brudzinski I/II/III/IV : -/-/-/-
Saraf Otak : Pupil bulat isokor, Ocular Dextra Sinistra 3 mm, Reflex Cahaya +/+
2
Nervus VII : Simetris
Motorik :
4+ 5
4+ 5
Refleks Fisiologis : Reflex bisep dan trisep +/+, reflex patella +/+, reflex achiles+/+
Refleks Patologis : Babinski -/- Chaddock -/- Schaeffer -/- Gordon -/-
Rossolimo -/- Mendel Bechtrew -/- Hoffman tromner -/-
Lab :
Hb 14,7 Ureum 47
SGOT 31 SGPT 66
Lumbal Pungsi :
kejernihan : jernih
3
Sel : 697 (PMN:MN 51: 49)
V. TERAPI
- Umum
Bedrest
- Khusus
Obat Anti Tuberkulosis kategori I BB<50kg : INH 1x300mg p.o, Rifampisin 1x450mg p.o, Ethambutol
1x1000mg p.o, Pirazinamid 1x1500mg p.o
B6 1x50mg
4
- Meningitis TB grade 2 dengan komplikasi
arteritis
LED (13/5/2014) : 28
PPD5TU (15/5/2014) : Negatif
Dk/:
- Meningitis TB grade 2 dengan komplikasi
arteritis
- DILI ec OAT
5
Hasil Lab 20/5/2014
Bilirubin total : 0,66 Fosfatase Alkali : 73
Bilirubin Direk : 0,40 Gamma GT : 141
SGOT : 41
SGPT : 173
Sens/Veg/FL : baik
RF : +/+
RP : -/-
Dk/:
- Meningitis TB grade 2 dengan komplikasi
arteritis
- DILI ec OAT
VII.DIAGNOSA AKHIR
Meningitis TB grade 2 dengan Komplikasi Arteritis (perbaikan)
DILI Ec OAT
6
VIII.TERAPI PULANG
Obat Anti Tuberkulosis kategori I BB<50kg : INH 1x300mg p.o, Rifampisin 1x450mg p.o,
Ethambutol 1x1000mg p.o, Pirazinamid 1x1500mg p.o + B6 1x50mg PO
Dexamethasone 1X5mg po di tapp off per minggu
Ranitidine tab 2x1 po
IX.PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
X. RESUME
Seorang laki laki 21 tahun, dirawat di ruang perawatan Azalea RS Hasan Sadikin mulai tanggal 12 Mei
2014, dengan keluhan utama nyeri kepala kepala yang dirasakan di seluruh bagian kepala , terus-
menerus, (VAS 9-10), tidak berkurang dengan istirahat. Keluhan disertai demam yang mulai dirasakan
bersamaan dengan munculnya nyeri kepala, tidak terlalu tinggi, terus menerus. Mual (+), Muntah (+),
Kejang (-). Pasien sadar dan mengerti pembicaraan. Kelemahan Anggota gerak sesisi/ bicara rero/ mulut
mencong/baal sesisi tubuh disangkal. Riwayat batuk lama (+), kurang lebih 1 bulan, penurunan berat
badan (+), kurang lebih 5kg dalam 1 bulan terakhir, keringat malam (+), kontak dengan penderita TB
paru (-), riwayat penyakit TB (-). Pemeriksaan fisik pasien tanda vital dalam batas normal dengan
rangsang meningen kaku kuduk positif, saraf kranial parese simetris, kekuatan motorik hemiparese
kanan dengan kekuatan superior 4+ dan inferior 4+, sensorik/vegetatif/fungsi luhur baiki. Hasil LP
menunjang suatu meningitis TB. Pasien didiagnosis kerja dengan meningitis TB gr II dengan komplikasi
arteritis. Selama perawatan, pasien mendapat terapi berupa dexamethasone injeksi dosis tappering off,
ranitidine injeksi, OAT kombipak kategori I BB < 50kg, vitamin B6 50 mg, dan paracetamol. Setelah
perawatan 1 minggu , SGPT menjadi 173, gejala mual (-), kuning di tubuh (-).Pasien pulang perbaikan
klinis pada tanggal 2 Juni 2014 dengan diagnosis akhir meningitis TB gr II dengan komplikasi arteritis,
DILI ec OAT.
IX. PERMASALAHAN
1. Apa diagnosis klinis dan diagnosis banding secara klinis pada pasien ini ?
2. Komplikasi apa saja yang bisa terjadi pada pasien ini dan komplikasi apa yang sudah terjadi pada
pasien ini?
3. Bagaimana menegakkan DILI pada pasien ini dan bagaimana penanganannya?
4. OAT apa saja yang dapat mengakibatkan DILI
7
XII. PEMBAHASAN
1. Apa diagnosis klinis dan diagnosis differential klinis pada pasien ini .
Meningitis tuberkulosa adalah suatu peradangan pada selaput otak atau meningen yang
disebabkan oleh kuman batang tahan asam (BTA) Mycobacterium tuberculosis.1 Meningitis
tuberkulosa merupakan tipe meningitis dengan perjalanan penyakit yang bersifat sub akut
dengan manifestasi klinis bervariasi, namun secara umum gambaran klinis klasik meningitis
tuberkulosa dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu:2
1. Stadium prodromal
Stadium ini terdiri dari gejala non spesifik yang berlangsung dalam waktu 1-3 minggu,
dengan gejala febris (37,8 38,3 C), nyeri kepala, mual, muntah, dan nafsu makan
menurun.
2. Stadium perangsangan meningeal
Stadium ini terdiri dari kaku kuduk dengan tanda Brudzinski dan Kernig yang positif.
Namun tanda perangsangan meningeal ini mungkin tidak ditemukan pada anak-anak
dengan usia di bawah 2 tahun.
3. Stadium kerusakan fokal menetap
Terdapat gejala klinis berupa defisit neurologis fokal seperti hemiparese dan
kelumpuhan saraf otak. Pada stadium akhir terdapat kerusakan otak yang difus, serta
ditemukan gejala tekanan tinggi intrakranial seperti papil edema, kejang, dan
penurunan kesadaran.
Pada pasien dari anamnesa terdapat stadium prodromal yaitu nyeri kepala, gejala febris dan
mual. Pada pemeriksan status nerurologis terdapat stadium perangsangan meningeal yaitu
kaku kuduk (+), dan stadium kerusakan fokal yaitu hemiparese kanan
Diagnosis meningitis tuberkulosa didasarkan pada tanda dan gejala klinis serta didukung
pemeriksaan penunjang, terutama dari analisis cairan serebrospinal. Gambaran CSS yang khas
untuk meningitis tuberkulosa adalah:3,4
- Jumlah sel 10-500 sel/mm3 dengan predominan limfosit (mononuklear)
- Peningkatan protein dengan kadar 100-500 mg/dl
- Glukosa turun hingga kurang dari 40 mg/dl atau rasionya dibandingkan glukosa darah
sewaktu kurang dari 50%
8
- Glukosa turun (+) 32mg/dl, perbandingan dengan glukosa darah sewaktu
(98mg/dl)32,6%
Pemerikssan uji tuberkulin pada pasien ini negatif dan RoentgenThoraks tidak menunjukkan
tuberkulosis paru
9
Pada pasien ini :
Symptom: Headache,fever,vomiting,weight loss (+). Photofobia (-)
Clinical Sign: Neck Stifness,hemiparesis (+). Confusion,coma,cranial nerve
palsy,paraparesis,seizure (-)
Cerebrospinal fluid : clear appearance (+),opening pressure dan lactate tidak diukur,leukosit
697,dominan PMN,CSF glukosa :blood gucose <0,5 (+)
Rumah Sakit Hasan Sadikin menggunakan protap berdasarkan skoring dari Marais untuk
mendiagnosis meningitis tuberkulosa. Skoring ini membagi meningitis tuberkulosa menjadi
definite apabila ditemukan gejala klinis yang mendukung meningitis dan ditemukan basil tahan
asam pada LCS/kultur M. Tuberculosis (+) dari LCS atau didapatkan basil tahan asam pada
otopsi otak/medulla spinalis yang mengalami perubahan histologis dari pasien. Probable
apabila klinis menunjang meningitis plus skor diagnostik total lebih dari sama dengan 10 (jika
tidak ada data CT scan dan MRI) atau lebih dari sama dengan 12 (jika CT scan dan MRI
dikerjakan) plus tidak ditemukan diagnosis lain. Possible bila klinis menunjang meningitis plus
skor diagnostik total 6-9 (jika tidak ada data CT scan dan MRI) atau 6-11 (jika CT scan dan MRI
dikerjakan) plus tidak ditemukan diagnosis lain. Sementara, diagnosis meningitis TB dapat
10
disingkirkan bila tegak diagnosis lain tanpa didapatkannya diagnosis definitif meningitis TB, atau
didapatkannya tanda infeksi ganda yang meyakinkan. Tabel di bawah menunjukkan skoring
sistem menurut Marais4:
11
Menurut Medical Research Council of Great Britain, stadium klinis meningitis
tuberkulosa adalah sebagai berikut:3
Pada pasien ini didapatkan gambaran klinis klasik meningitis trias meningitis stadium
prodromal yaitu nyeri kepala, gejala febris dan mual. Pada pemeriksan status nerurologis
terdapat stadium perangsangan meningeal yaitu kaku kuduk (+), dan stadium kerusakan fokal
yaitu hemiparese kanan. Dari gambaran CSS khas untuk meningitis tuberkulosa. Menurut
algoritma dari British Infection Society pasien ini sesuai untuk diagnosis meningitis tuberkulosa.
Sementara berdasarkan skoring Marais yang digunakan di RSHS, pasien ini memperoleh skor 8
atau possible. Stadium klinis TB pada pasien ini sesuai Medical Research Council of Great Britain
adalah stadium II.
1. Tuberkuloma
Tuberkuloma adalah lesi pada jaringan otak berupa masa padat yang merupakan
kumpulan jaringan nekrotik akibat infeksi kuman TB (Mycobacterium tuberkulosis) yang
menyebar dari organ lain secara hematogen,terutama berasal dari organ paru.
Gambaran klinis penderita dibagi menjadi 3 fase. Pada fase permulaan gejalanya tidak
khas,berupa malaise,apatis,anoreksia,demam, dan nyeri kepala. Setelah minggu kedua,
fase meningitis dengan nyeri kepala,mual,muntah dan mengantuk (drowsiness).
12
Kelumpuhan saraf kranial dan hidrosefalus terjadi karena eksudat yang mengalami
organisasi dan vaskulitis yang menyebabkan hemiparesis atau kejang kejang yang juga
dapat disebabkan oleh proses tuberkuloma intrakranial. Pada fase ke tiga ditandai
dengan mengantuk yang progresif sampai koma dan kerusakan fokal yang semakin
berat. Pemeriksaan CT Scan berguna untuk suatu diagnosis5, dapat dipastikan bila pada
serial CT Scan atau serial Magnetic Resonance Imaging (MRI) lesi menghilang sesudah
mendapat terapi obat anti tuberculosis (OAT)
Pada pasien terdapat gambaran klinis fase permulaan dan fase meningitis.
Diperlukan pemeriksaan CT Scan untuk diagnosis pada pasien ini.
2. Meningitis Viral5
Pada meningitis viral jarang dijumpai edema papil dan lamanya sakit lebih pendek
dibanding meningitis tuberkulosis. Selain hal diatas, maka pada meningitis viral jarang
didapatkan penurunan kesadaran atau defisit neurologik fokal. Dalam cairan
serebrospinal meningitis viral kadar gula normal dan protein tidak terlalu meninggi,
serta tidak akan ditemukan kuman tuberkulosis.
2.Komplikasi apa saja yang bisa terjadi pada pasien ini dan apa saja yang sudah terjadi pada
pasien ini?
13
- Arteritis akibat proses inflamasi pembuluh darah. Inflamasi vaskuler ini terjadi akibat
adanya infiltrasi eksudat pada pembuluh darah terutama yang berukuran kecil.
Gambaran klinis yang muncul dari komplikasi ini ialah gambaran infark serebri, terutama
pada daerah distribusi arteri serebri media dan arteri striata lateral.9
Pada pasien ditemukan komplikasi arteritis yaitu berupa kelemahan anggota gerak
sebelah kanan
- Gangguan elektrolit, yang sering ditemui pada meningitis tuberkulosa adalah
hiponatremia yang disebabkan oleh Syndrome of Inappropropriate Antidiuretic Hormone
(SIADH). Hal ini disebabkan oleh gangguan fungsi kelenjar pituitari posterior akibat
adanya eksudat di daerah basal.9
Pada pasien tidak terdapat hiponatremi
Pada pasien ini ditemukan komplikasi arteritis yaitu berupa kelemahan anggota gerak sebelah kanan.
DILI (Drug Induce Liver Injury) adalah penyakit liver yang umumnya terjadi antara 5 dan
90 hari sesudah minum obat. Gejala klinis penyakit ini bervariasi, dari peningkatan ringan
sementara enzym liver sampai ke gagal liver fulminan yang menyebabkan kematian. DILI telah
dilaporkan penyebab gagal liver fulminan 13%-30% kasus.10
DILI dibagi 3 tipe : hepatocellular,cholestatic, dan mixed (campuran) menurut Councils
for International Organizations of Medical Sciences (CIOMS). Tipe Hepatocellular ditandai
dengan alanin aminotransferase (ALT) > 2 ULN (upper limits of normal) or R 5, dimana R
adalah rasio dari serum ALT/serum alkaline phosphatase(ALP), keduanya menunjukkan
peningkatan dari batas atas nilai normal. Kerusakan liver lebih berat pada tipe Hepatoselular
daripada tipe cholestatis dan tipe gabungan, dan pasien dengan peningkatan bilirubin pada
hepatocelular liver injury merupakan kerusakan liver yang serius dengan fatalitas, ditemukan
ratenya dari 0,7 sampai 1,3/100.000 individu yang diberikan minum obat. Tipe Cholestatik
ditandai dengan ALP>2ULN atau R 2 dan tipe mixed ditandai dengan ALT > 2ULN dan 2<R<5.
Pasien tipe cholestatik/mixed paling sering berkembang menjadi penyakit kronis. Untuk
kebanyakan obat, estimasi resiko liver injury 1-10/100.000 orang yang terekspose.10
Pada pasien: peningkatan ALT (SGPT) >2 UPN(nilai normal 20-40)SGPT 217. R =
217/593,67. Tipe gabungan dimana R: 2<R<5
DILI bukan suatu kondisi yang jarang dan kadang kadang menyebabkan penyakit serius.
Diagnosa DILI yang cepat dan tepat penting dalam praktek sehari hari. Dalam praktek klinis
sehari hari, DILI dapat selalu penyebab liver injury pada pasien mendapat pengobatan.
14
Bagaimanapun, ada beberapa situasi dimana DILI dapat diduga terjadi pada keadaan sebagai
berikut : 1. Mulai dengan obat baru dalam 3 bulan terakhir, 2. Terdapat rash atau eosinophilia,
3. Tipe mixed (hepatocellular dan cholestatik) liver injury,4.Cholestasis dengan imaging
hepatobiliary yang normal dan 5. Akut atau kronis hepatitis tanpa autoantibodi atau
hypergammaglobulinemia.10
Pada pasien ini : 1. Mulai dengan obat baru dalam 3 bulan terakhir (+)mendapat Obat anti
tuberkulosis Rifampisin,Pirazinamid,INH,Ethambutol. 2. Rash atau eosinophilia (-). 3. Tipe
mixed (+).4. Cholestasis dengan imaging hepatobiliary yang normal (tidak dilakukan).
5. Akut atau kronis hepatitis (-)
DILI pada pasien ini ditegakkan dari pasien baru mendapat terapi OAT dan terdapat
peningkatan nilai SGPT(ALT) sebanyak 5 kali dari batas atas nilai normal 217 Nilai normal
SGPT (20-40)
Jika fungsi hati meningkat lebih dari 5 kali Hentikan pyrazinamid, tapi isoniazid, rifampicin,
dan etambutol dapat diteruskan, dengan
pemeriksaan fungsi hati setiap hari
Jika kadar albumin menurun, waktu protombin Isoniazid dan rifampicin dapat dihentikan
meningkat, atau fungsi hati terus meningkat
Pada kasus berat Dapat diberikan Streptomisin dan Etambutol dapat
ditambah Moxifloxacin atau Levofloxacin
Jika fungsi hati sudah kembali normal Segera berikan rifampicin dan isoniazid
Setelah Streptomisin dan isoniazid mencapai dosis Baru boleh memberikan pirazinamide secara
penuh tanpa disertai efek samping bertahap
Bila pirazinamid tidak dapat diberikan atau tidak Etambutol harus diberikan selama fase terapi dan
dapat ditoleransi diperpanjang selama 18 bulan
Jika Rifampicin telah mencapai dosis penuh dan Streptomisin dapat dihentikan
Isoniazid ditoleransi
Jika fungsi hati meningkat lebih dari 10x Regimen OAT dapat dihentikan
15
5 300mg 10 20mg/kg 300mg 5mg/kg
6 300mg 10 20mg/kg 450mg 10mg/kg
(Maks 500mg)
7 300MG 10 20 mg/kg 450mg (<50kg) 10 20mg/kg Pertimbangan
Maks500mg 600mg (Maks 600mg) reintroduksi
(50kg) gradual jika
fungsi hati
normal setelah
14 hari atau
dosis
rifampicin dan
isoniazid sudah
penuh.Jika
pirazinamid
tidak
digunakan,
obati selama
18 bulan.
Pada Pasien ini OAT tetap diteruskan dengan pemantauan yang ketat gejala klinis dan nilai SGOT dan
SGPT
- Isoniazid (INH), diberikan dengan dosis 10-20mg/kgBB, diberikan per oral. Bersifat
bakteriostatik. Efek samping yang ditimbulkan 5
1. Hepatitis. Terjadi peninggian sementara dari SGOT pada 10% penderita, akan tetapi
biasanya SGOT kembali normal meskipun INH diteruskan.
2. Neuropati perifer. Dapat diatasi dengan pemberian piridosin 50mg/hari. Neuropati
perifer biasanya terjadi pada penderita dengan kecanduan alkohol,gizi jelek atau
pemberian INH dengan dosis tinggi.
- Rifampisin, diberikan dengan dosis 10-20mg/kgbb,diberikan peroral. Bersifat
bakteriosid. Efek samping yang sering ditemukan :
1. Gangguan Hepar dapat ditemukan pada minggu minggu pertama
pengobatan,dimana terjadi peninggian bilirubin dan transaminase serum.
2. Gejala menyerupai influenza,anemia hemolitik.
- Pirazinamid,diberikan dengan dosis 20-35 mg/kgbb,peroral. Efek samping yang dapat
terjadi : gangguan hepar, peninggian asam urin dengan gejala gout pada penderita usia
tua.
16
- PAS atau Para Amino Salicylic Acid diberikan dengan dosis 200mg/kgbb/hari dibagi
dalam 3 dosis dapat diberikan dengan dosis 12g/hari. Efek samping yang dapat terjadi :
Keluhan gastritis,diare,sakit kepala,reaksi hipersensitivitas dan ikterus.
Kesimpulan
Telah dibahas kasus seorang laki laki berumur 21 tahun, dirawat di Ruang Kemuning lt.V pada
tanggal 12/05/14 sampai dengan tanggal 2/06/14. Dengan diagnosis Menigitis TB grade II dengan
komplikasi arteritis. Pasien pulang perbaikan, dengan diagnosis Menigitis TB grade II dengan komplikasi
arteritis, DILI ec OAT.
17
Daftar Pustaka
1) Thwaites G, Fisher M, Hemingway C, et al. British Infection Society Guidelines for the Diagnosis
and Treatment of Tuberculosis of The Central Nervous System in Adults and Children. Journal of
Infection. 2009; 59. 167-187
2) Rock RB, Olin M, Baker CA, Molitor TW, Peterson PK. Central Nervous System Tuberculosis:
Pathogenesis and Clinical Aspects. Clin Microbiol Rev. 2008; 21(2). 243-61
3) Ganiem AR. Kapan Mencurigai Suatu Meningitis in Neurology in Daily Practice. Bagian/UPF Ilmu
Penyakit saraf FKUP-RSHS. 2010. 19-25
4) Marais S, Thwaites G, Schoeman JF, et al. Tuberculous Meningitis: A Uniform Case Definitions for
Use In Clinical Research. Lancet Infect Dis. 2010; 10. 803-12Lang .G, Ophtalmology, 2000,
Thieme Stutgart,New York P481-485
5) Reggy Panggabean, Pola penderita meningitis ,RS Hasan Sadikin Bandung,1985,hal 84-88
6) Thwaites G, Bang ND, Dung NH, et al. Dexamethasone for The Treatment of Tuberculous
meningitis in Adolescents and Adults. N Engl J Med. 2004; 351 (17). 1741-51
7) Liao PW, Chiang TR, Lee MC, Huang CH. Tuberculosis with Meningitis, Myeloradiculitis, and
Hydrocephalus: A Case Report. Acta Neurol Taiwan 2010;19:189-193
8) Hernandez S, Arribas JR, Royo A, Garcia JJ, Vazquez JJ. Tuberculous Radiculomyelitis
Complicating Tuberculous Meningitis: Case Report and Review. CID 2000;30. 915-21
9) Zuger A. Tuberculosis. In: Scheld WM, Whitley RJ, Marra CM. Infections of the Central Nervous
System. 3rd ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins. 2004: 441-59.
10) Tajiri Kazuto Practical guidelines for diagnosis and early management of drug-induced
liver injury, World J Gastroenterol,Nov 28,2008 :6774-6785
11) Standar Operasional Pelaksanaan Sub Bagian Infeksi,Bagian Neurologi RSHS/Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran,2012
18