You are on page 1of 18

Kasus/Tahun : III/I

Oleh : dr. Monalisa R Sitinjak


Pembimbing : dr. Nushrotul Lailiyya, SpS
Hari/Tanggal : Jumat/19 September 2014

Laki - laki, usia 21 tahun dirawat di ruang Kemuning tanggal 12 Mei 2014 dengan diagnosa
Meningitis TB grade2 dengan komplikasi arteritis.
Pasien pulang perbaikan, tanggal 2 Juni 2014 dengan diagnosa akhir Meningitis TB grade 2 dengan
komplikasi arteritis (perbaikan) + DILI ec OAT

RM 14070760

I. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Nyeri Kepala

Riwayat Penyakit Sekarang :

Sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh nyeri kepala yang dirasakan di seluruh bagian
kepala seperti dipukul, terus-menerus, (VAS 9-10), tidak berkurang dengan istirahat. . Keluhan disertai
demam yang mulai dirasakan bersamaan dengan munculnya nyeri kepala, tidak terlalu tinggi, terus
menerus. Mual (+), muntah (+), kejang (-). Pasien sadar dan mengerti pembicaraan. Keluhan lemah
anggota gerak sesisi/bicara rero/mulut mencong/baal sesisi tubuh disangkal. Keluhan pandangan
ganda,pandangan buram disangkal. Keluhan nyeri perut dan nyeri punggung disangkal. Pasien berobat
ke klinik 4 hari SMRS dikatakan sakit tifus dapat obat dexycol, ranitidin, paracetamol, domperidon,
vitamin. Pasien tidak membaik dirujuk ke RS Cililin dikatakan usus buntu lalu dirujuk ke RSHS, di RSHS
pasien sudah di USG Abdomen Hasil Appendicities tidak terdeksi .Makan minum baik, buang air besar
dan buang air kecil tidak ada kelainan.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat Demam (+) selama 1minggu, riwayat batuk lama (+) kurang lebih 1 bulan/keringat
malam (+)/penurunan BB (+) sekitar 5kg dalam 1 bulan terakhir /KP dan kontak KP (-)
- Riwayat nyeri kepala kronik progresif (-)
- Riwayat perubahan tingkah laku (-)
- Riwayat narkoba suntik/seks bebas disangkal, tattoo tidak ada.
- Riwayat keluar cairan dari telinga/telinga dikorek hingga berdarah (-)/gigi berlubang di
korek (-)
- Riwayat trauma kepala (-)
- Riwayat stroke/Transient Ischemic Attack (TIA) sebelumnya (-)
- Riwayat benjolan di tempat lain disangkal

1
II. PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi = Heart Rate : 84x/mnt, regular, isi cukup,

Respirasi : 20x/mnt

Suhu : 36,4 C

Visual Analogue Scale : 9 -10

STATUS INTERNA

Berat Badan : 46 kg Tinggi Badan : 165 cm

Kepala : Konjungtiva tidak anemis,sklera tidak ikterik,mukosa mulut basah

Leher : Jugular Venous Pressure 5+2 cmH2O, Kelenjar getah bening tidak teraba membesar

Thorax : Bentuk dan gerak simetris

Jantung : batas kiri Inter Costal Space V Linea Midclavicula Sinistra, batas kanan Linea
Sternalis Dekstra, Bunyi Jantung murni ,regular

Paru : Vesicular Breathing Sound kiri=kanan, ronkhi -/- , wheezing -/- .

Abdomen : Datar, Lembut, Nyeri tekan (-) ,Hepar/Lien tidak teraba membesar, Bising Usus (+)
Normal

Extremitas : Edema -/-, Sianosis -/- , Turgor kulit baik.

Kelenjar Getah Bening di axilla dan di inguinal (-)

STATUS NEUROLOGIS

Rangsang Meningeal : Kaku Kuduk (+), Laseq/Kernig tidak terbatas, Brudzinski I/II/III/IV : -/-/-/-

Saraf Otak : Pupil bulat isokor, Ocular Dextra Sinistra 3 mm, Reflex Cahaya +/+

Funduskopi : Papil Ocular Dextra Sinistra batas tegas, arteri/vena 2/3,


perdarahan (-) eksudat (-)

Gerak bola mata : Baik ke segala arah

2
Nervus VII : Simetris

Nervus XII : Ditengah

Motorik :

4+ 5

4+ 5

Sensibilitas/Vegetatif/Fungsi Luhur : Baik /Baik/Baik

Refleks Fisiologis : Reflex bisep dan trisep +/+, reflex patella +/+, reflex achiles+/+

Refleks Patologis : Babinski -/- Chaddock -/- Schaeffer -/- Gordon -/-
Rossolimo -/- Mendel Bechtrew -/- Hoffman tromner -/-

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Lab :

Hb 14,7 Ureum 47

Hct 43 Kreatinin 0,83

Leuko 8.100 Na 137

Thrombo 454.000 K 4,7

Eritro 5,24 GDS 98

SGOT 31 SGPT 66

Ro. Thorax : Kardiomegali (-) , TB paru aktif (-)

EKG : sinus Rhytme

Lumbal Pungsi :

jernih menetes biasa

warna : tidak berwarna

kejernihan : jernih

3
Sel : 697 (PMN:MN 51: 49)

Glukosa LCS/GDS 32/98 32,6%

Protein 100 mg/dl

Marais Score 8 ( gejala klinis 6, kriteria CSF 2 ) Meningitis Possible

IV. DIAGNOSIS KERJA

Meningitis TB grade 2 dengan komplikasi arteritis

V. TERAPI

- Umum

Bedrest

Diet lunak 1500 kkal/hari

IVFD NaCl 0,9% 20tts/mnt

- Khusus

Obat Anti Tuberkulosis kategori I BB<50kg : INH 1x300mg p.o, Rifampisin 1x450mg p.o, Ethambutol
1x1000mg p.o, Pirazinamid 1x1500mg p.o

Dexametason 4 x1 amp IV ( tapp off)

Ranitidin 2x1 amp IV

B6 1x50mg

Paracetamol 3x1 prn

VI.FOLLOW UP DAN TINDAK LANJUT

Tanggal Hari Pemeriksaaan Tindakan


Rawat
13- R: 1-6 Kesadaran : CM, Nyeri kepala (+) VAS 7-8 Terapi : sama
18/5/2014 TD : 120/70 mmHg
N=HR : 84 x/mnt, reguler, isi cukup Rencana Pemeriksaan
R : 20 x/mnt LED, PPD5TU
S : 36,5C Monitoring keluhan,
Status Neurologi : sama tanda vital, tanda-
Dk/: tanda TTIK

4
- Meningitis TB grade 2 dengan komplikasi
arteritis

LED (13/5/2014) : 28
PPD5TU (15/5/2014) : Negatif

19-25 R: 7- 13 Kesadaran : CM,Nyeri kepala (+) VAS 3-4 Deksametason 3x1


/5/2014 TD : 130/80 mmHg amp IV
N=HR : 84 x/mnt, reguler, isi cukup Terapi lain : sama
R : 20 x/mnt
S : 36,5C
Status Neurologi : sama Rencana Pemeriksaan
PITC
Hasil Lab 19/5/2015 Cek SGOT/SGPT ulang
SGOT : 59 LP ulang
SGPT : 217

Hasil LP ulang 19/5/2014


tidak berwarna/jernih/ PMN 94/MN 6/Glukosa
LCS 122/Protein 44/ sel 79/ GDS 195

Dk/:
- Meningitis TB grade 2 dengan komplikasi
arteritis
- DILI ec OAT

PITC : Non Reaktif

Jawab IPD Konsul IPD : Untuk


DK/ konfirmasi diagnosa
DILI ec OAT dan penatalaksanaan
Meningitis TB grade 2 dengan komplikasii DILI ec OAT
arteritis
Saran
Therapi :
02 3LPM, diit biasa
OAT Kat I distop ganti
ethambutol,streptomisin 1x750mg im (skin test),
ofloxacin 2x400 mg po.
lain2 sesuai TS neuro, monitor TNRS
Periksa : Bilirubin total,bilirubin
direk,sgot,sgpt,fosfatase alkali, gamma GT

Jawab Sub Div Infeksi Konsul Sub Div Infeksi


Bila tidak ada gejala klinis yang berat OAT : Untuk Konfimasi
diteruskan dan dipantau ketat Penatalaksanaan DILI
ec OAT

5
Hasil Lab 20/5/2014
Bilirubin total : 0,66 Fosfatase Alkali : 73
Bilirubin Direk : 0,40 Gamma GT : 141
SGOT : 41
SGPT : 173

Jawab FU IPD FU IPD (20/5/2014)


DK/ tetap Untuk konfirmasi Hasil
Saran : Sesuai TS Neuro, periksa SGOT dan SGPT Lab dan
setiap 3 hari penatalaksanaan
selanjutnya.
Hasil lab 23/5/2014
SGOT : 28 SGPT : 99
26/5- R : 14-21 Kesadaran : CM,Nyeri kepala (-) Mobilisasi ringan
2/6/2014 TD : 130/80 mmHg diet makanan biasa
N=HR : 84 x/mnt, reguler, isi cukup 1500 kkal/hari
R : 20 x/mnt OAT kategori I BB<50kg
S : 36,5C Dexamethasone 2x1
RM : KK (-), L/K tt, B I/II/III (-) amp, tapp off
SO : Pupil bulat isokor, ODS 3 Ranitidine 2x1 amp iv
mm, RC +/+ Vitamin B6 1x50mg
GBM : baik ke segala arah
NVII : simetris (2/6/2014) Lapor DPJP
NXII : di tengah Acc Rawat Jalan
Motorik :
5 5
5 5

Sens/Veg/FL : baik
RF : +/+
RP : -/-

Dk/:
- Meningitis TB grade 2 dengan komplikasi
arteritis
- DILI ec OAT

Hasil Lab 26/5/2014 , SGOT : 21 SGPT : 62


Hasil Lab 1/6/2014 , SGOT : 18 SGPT : 39

VII.DIAGNOSA AKHIR
Meningitis TB grade 2 dengan Komplikasi Arteritis (perbaikan)
DILI Ec OAT

6
VIII.TERAPI PULANG
Obat Anti Tuberkulosis kategori I BB<50kg : INH 1x300mg p.o, Rifampisin 1x450mg p.o,
Ethambutol 1x1000mg p.o, Pirazinamid 1x1500mg p.o + B6 1x50mg PO
Dexamethasone 1X5mg po di tapp off per minggu
Ranitidine tab 2x1 po

IX.PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam

X. RESUME

Seorang laki laki 21 tahun, dirawat di ruang perawatan Azalea RS Hasan Sadikin mulai tanggal 12 Mei
2014, dengan keluhan utama nyeri kepala kepala yang dirasakan di seluruh bagian kepala , terus-
menerus, (VAS 9-10), tidak berkurang dengan istirahat. Keluhan disertai demam yang mulai dirasakan
bersamaan dengan munculnya nyeri kepala, tidak terlalu tinggi, terus menerus. Mual (+), Muntah (+),
Kejang (-). Pasien sadar dan mengerti pembicaraan. Kelemahan Anggota gerak sesisi/ bicara rero/ mulut
mencong/baal sesisi tubuh disangkal. Riwayat batuk lama (+), kurang lebih 1 bulan, penurunan berat
badan (+), kurang lebih 5kg dalam 1 bulan terakhir, keringat malam (+), kontak dengan penderita TB
paru (-), riwayat penyakit TB (-). Pemeriksaan fisik pasien tanda vital dalam batas normal dengan
rangsang meningen kaku kuduk positif, saraf kranial parese simetris, kekuatan motorik hemiparese
kanan dengan kekuatan superior 4+ dan inferior 4+, sensorik/vegetatif/fungsi luhur baiki. Hasil LP
menunjang suatu meningitis TB. Pasien didiagnosis kerja dengan meningitis TB gr II dengan komplikasi
arteritis. Selama perawatan, pasien mendapat terapi berupa dexamethasone injeksi dosis tappering off,
ranitidine injeksi, OAT kombipak kategori I BB < 50kg, vitamin B6 50 mg, dan paracetamol. Setelah
perawatan 1 minggu , SGPT menjadi 173, gejala mual (-), kuning di tubuh (-).Pasien pulang perbaikan
klinis pada tanggal 2 Juni 2014 dengan diagnosis akhir meningitis TB gr II dengan komplikasi arteritis,
DILI ec OAT.

IX. PERMASALAHAN

1. Apa diagnosis klinis dan diagnosis banding secara klinis pada pasien ini ?
2. Komplikasi apa saja yang bisa terjadi pada pasien ini dan komplikasi apa yang sudah terjadi pada
pasien ini?
3. Bagaimana menegakkan DILI pada pasien ini dan bagaimana penanganannya?
4. OAT apa saja yang dapat mengakibatkan DILI

7
XII. PEMBAHASAN

1. Apa diagnosis klinis dan diagnosis differential klinis pada pasien ini .

Meningitis tuberkulosa adalah suatu peradangan pada selaput otak atau meningen yang
disebabkan oleh kuman batang tahan asam (BTA) Mycobacterium tuberculosis.1 Meningitis
tuberkulosa merupakan tipe meningitis dengan perjalanan penyakit yang bersifat sub akut
dengan manifestasi klinis bervariasi, namun secara umum gambaran klinis klasik meningitis
tuberkulosa dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu:2
1. Stadium prodromal
Stadium ini terdiri dari gejala non spesifik yang berlangsung dalam waktu 1-3 minggu,
dengan gejala febris (37,8 38,3 C), nyeri kepala, mual, muntah, dan nafsu makan
menurun.
2. Stadium perangsangan meningeal
Stadium ini terdiri dari kaku kuduk dengan tanda Brudzinski dan Kernig yang positif.
Namun tanda perangsangan meningeal ini mungkin tidak ditemukan pada anak-anak
dengan usia di bawah 2 tahun.
3. Stadium kerusakan fokal menetap
Terdapat gejala klinis berupa defisit neurologis fokal seperti hemiparese dan
kelumpuhan saraf otak. Pada stadium akhir terdapat kerusakan otak yang difus, serta
ditemukan gejala tekanan tinggi intrakranial seperti papil edema, kejang, dan
penurunan kesadaran.

Pada pasien dari anamnesa terdapat stadium prodromal yaitu nyeri kepala, gejala febris dan
mual. Pada pemeriksan status nerurologis terdapat stadium perangsangan meningeal yaitu
kaku kuduk (+), dan stadium kerusakan fokal yaitu hemiparese kanan

Diagnosis meningitis tuberkulosa didasarkan pada tanda dan gejala klinis serta didukung
pemeriksaan penunjang, terutama dari analisis cairan serebrospinal. Gambaran CSS yang khas
untuk meningitis tuberkulosa adalah:3,4
- Jumlah sel 10-500 sel/mm3 dengan predominan limfosit (mononuklear)
- Peningkatan protein dengan kadar 100-500 mg/dl
- Glukosa turun hingga kurang dari 40 mg/dl atau rasionya dibandingkan glukosa darah
sewaktu kurang dari 50%

Pemeriksaan CSS pada pasien ini :


- Jumlah sel 697 dominan MN
- Peningkatan protein (+)100

8
- Glukosa turun (+) 32mg/dl, perbandingan dengan glukosa darah sewaktu
(98mg/dl)32,6%

Pemeriksaan penunjang lain yang dianjurkan pada meningitis tuberkulosa adalah:


- Uji tuberkulin, dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 cc PPD (purified protein derivatives)
sebanyak 1:10.000 dari standar tuberkulin (atau 5 TU) secara intrakutan. Interpretasi
dari pemeriksaan ini dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikkan. Uji tuberkulin
dinyatakan positif bila timbul indurasi pada kulit dengan diameter lebih dari 10 mm
pada orang dewasa atau lebih dari 5 mm pada anak-anak. Uji tuberkulin yang negatif
tidak dapat menyingkirkan diagnosis TBC. Tes tuberkulin didasarkan pada reaksi
hipersensitivitas tipe lambat (tipe 4) dan tidak mengacu pada suatu infeksi aktif.
- Roentgen thoraks merupakan pemeriksaan untuk mencari sumber tuberkulosis primer
dari paru. Namun pemeriksaan ini hanya positif pada 50-80% kasus meningitis
tuberkulosa. Roentgen paru yang negatif tidak dapat menyingkirkan diagnosis
meningitis. Namun ada gambaran roentgen tertentu yang memiliki nilai tambah dalam
diagnosis meningitis TB, seperti TB milier.

Pemerikssan uji tuberkulin pada pasien ini negatif dan RoentgenThoraks tidak menunjukkan
tuberkulosis paru

British Infection Society mengeluarkan guideline untuk mendiagnosis suatu meningitis


yang disebabkan oleh tuberkulosis. Diagnosis tersebut didasarkan terutama pada gambaran
klinis (baik tanda maupun gejala), serta hasil pemeriksaan cairan serebrospinal. Gambaran klinis
serta hasil analisa cairan serebrospinal yang umum ditemukan pada kasus meningitis
tuberkulosa tergambar pada tabel di bawah ini.1

9
Pada pasien ini :
Symptom: Headache,fever,vomiting,weight loss (+). Photofobia (-)
Clinical Sign: Neck Stifness,hemiparesis (+). Confusion,coma,cranial nerve
palsy,paraparesis,seizure (-)
Cerebrospinal fluid : clear appearance (+),opening pressure dan lactate tidak diukur,leukosit
697,dominan PMN,CSF glukosa :blood gucose <0,5 (+)

Rumah Sakit Hasan Sadikin menggunakan protap berdasarkan skoring dari Marais untuk
mendiagnosis meningitis tuberkulosa. Skoring ini membagi meningitis tuberkulosa menjadi
definite apabila ditemukan gejala klinis yang mendukung meningitis dan ditemukan basil tahan
asam pada LCS/kultur M. Tuberculosis (+) dari LCS atau didapatkan basil tahan asam pada
otopsi otak/medulla spinalis yang mengalami perubahan histologis dari pasien. Probable
apabila klinis menunjang meningitis plus skor diagnostik total lebih dari sama dengan 10 (jika
tidak ada data CT scan dan MRI) atau lebih dari sama dengan 12 (jika CT scan dan MRI
dikerjakan) plus tidak ditemukan diagnosis lain. Possible bila klinis menunjang meningitis plus
skor diagnostik total 6-9 (jika tidak ada data CT scan dan MRI) atau 6-11 (jika CT scan dan MRI
dikerjakan) plus tidak ditemukan diagnosis lain. Sementara, diagnosis meningitis TB dapat

10
disingkirkan bila tegak diagnosis lain tanpa didapatkannya diagnosis definitif meningitis TB, atau
didapatkannya tanda infeksi ganda yang meyakinkan. Tabel di bawah menunjukkan skoring
sistem menurut Marais4:

Sistem Skoring Meningitis TB1


Kriteria Skor Diagnostik Pasien
a. Kriteria klinis Skor maximum= 6
Lama gejala > 5 hari 4 +
Gejala sistemik yang menunjang diagnosis TB (1 2 +
atau lebih): penurunan BB, keringat malam,
batuk lama (>2mg)
Riwayat kontak dengan TB paru (dalam 1 tahun 2 -
terakhir)
Defisit neurologi fokal (tidak termasuk 1 +
kelumpuhan saraf kranial)
Kelumpuhan saraf kranial 1 -
Penurunan kesadaran 1 -
b. Kriteria CSS Slor maksimum =
4
Warna jernih/xantokrom 1 +
Jumlah sel: 10-500/dL 1 -
Predominansi Limfosit (>50%) 1 -
Protein > 1 g/L 1 -
Rasio glukosa CSS:plasma < 50% dan atau kadar 1 +
glukosa absolut < 2,2 mmol
c. Kriteria CT Scan Skor maksimum = Tidak dilakukan
6
Hidrosefalus 1
Penyengatan basal meningeal 2
Tuberkuloma 2
Infark 1
Hiperdensitas basal pra kontras 2
d. Tanda TB di tempat lain Skor maksimum =
4
Foto thorak menunjukan TB aktif 2/4 -
Tanda TB paru= 2, TB milier= 4 -
Bukti CT/MRI/USG yang menunjukan adanya TB 2 Tidak dilakukan
diluar SSP
Didapatka BTA baik dari pewarnaan langsung 4 Tidak dilakukan
atau kultur dari sampel lain selain CSS
Hasil positif dari NAAT M.TB komeersial dari 4 Tidak dilakukan
bahan pemeriksaan selain CSS
NAAT: Nuclei Acid Amplification Test

Skoring Marais pada pasien 8 possible meningitis

11
Menurut Medical Research Council of Great Britain, stadium klinis meningitis
tuberkulosa adalah sebagai berikut:3

Stadium Meningitis TB dari BMRC


Stadium Deskripsi Pasien
Stadium I Gejala dan tanda tidak spesifik (nyeri kepala, fotofobia, kaku +
kuduk)
Tidak ada penurunan kesadaran -
Tidak ada defisit neurologi -
Stadium Letargi atau perubahan tingkah laku -
II Penurunan Kesadaran -
Iritasi meningen +
Defisit neurologis ringan seperti paresis saraf otak dan/atau -
defisit neurologis fokal
Stadium Sopor atau koma -
III Kejang -
Defisit neurologis berat dengan plegia -

Stadium meningitis TB menurut BMRC pada pasien ini stadium II

Pada pasien ini didapatkan gambaran klinis klasik meningitis trias meningitis stadium
prodromal yaitu nyeri kepala, gejala febris dan mual. Pada pemeriksan status nerurologis
terdapat stadium perangsangan meningeal yaitu kaku kuduk (+), dan stadium kerusakan fokal
yaitu hemiparese kanan. Dari gambaran CSS khas untuk meningitis tuberkulosa. Menurut
algoritma dari British Infection Society pasien ini sesuai untuk diagnosis meningitis tuberkulosa.
Sementara berdasarkan skoring Marais yang digunakan di RSHS, pasien ini memperoleh skor 8
atau possible. Stadium klinis TB pada pasien ini sesuai Medical Research Council of Great Britain
adalah stadium II.

Diagnosis banding secara klinis pada pasien ini

1. Tuberkuloma
Tuberkuloma adalah lesi pada jaringan otak berupa masa padat yang merupakan
kumpulan jaringan nekrotik akibat infeksi kuman TB (Mycobacterium tuberkulosis) yang
menyebar dari organ lain secara hematogen,terutama berasal dari organ paru.
Gambaran klinis penderita dibagi menjadi 3 fase. Pada fase permulaan gejalanya tidak
khas,berupa malaise,apatis,anoreksia,demam, dan nyeri kepala. Setelah minggu kedua,
fase meningitis dengan nyeri kepala,mual,muntah dan mengantuk (drowsiness).

12
Kelumpuhan saraf kranial dan hidrosefalus terjadi karena eksudat yang mengalami
organisasi dan vaskulitis yang menyebabkan hemiparesis atau kejang kejang yang juga
dapat disebabkan oleh proses tuberkuloma intrakranial. Pada fase ke tiga ditandai
dengan mengantuk yang progresif sampai koma dan kerusakan fokal yang semakin
berat. Pemeriksaan CT Scan berguna untuk suatu diagnosis5, dapat dipastikan bila pada
serial CT Scan atau serial Magnetic Resonance Imaging (MRI) lesi menghilang sesudah
mendapat terapi obat anti tuberculosis (OAT)
Pada pasien terdapat gambaran klinis fase permulaan dan fase meningitis.
Diperlukan pemeriksaan CT Scan untuk diagnosis pada pasien ini.

2. Meningitis Viral5
Pada meningitis viral jarang dijumpai edema papil dan lamanya sakit lebih pendek
dibanding meningitis tuberkulosis. Selain hal diatas, maka pada meningitis viral jarang
didapatkan penurunan kesadaran atau defisit neurologik fokal. Dalam cairan
serebrospinal meningitis viral kadar gula normal dan protein tidak terlalu meninggi,
serta tidak akan ditemukan kuman tuberkulosis.

2.Komplikasi apa saja yang bisa terjadi pada pasien ini dan apa saja yang sudah terjadi pada
pasien ini?

Meningitis tuberkulosa dapat menimbulkan berbagai komplikasi, di antaranya adalah: 6


- Penjeratan saraf kranial oleh eksudat. Hal ini menimbulkan kelainan pada saraf kranial
yang bersangkutan, terutama yang paling sering terkena adalah nervus abducens (CN
VI). Komplikasi ini dapat memberikan gambaran klinis berupa diplopia, paresis wajah,
atau pandangan kabur.
Pada pasien diplopia (-),paresis wajah(-),pandangan kabur (-)
- Hidrosefalus komunikans akibat gangguan resorpsi cairan serebrospinal sebagai akibat
dari eksudat di ruang sub ependimal. Gambaran klinis peningkatan tekanan intrakranial
adalah penurunan kesadaran, parese nervus abducens bilateral, dan munculnya refleks
patologis bilateral.7
Pada pasien: penurunan kesadaran (-),parese nervus abducens bilateral (-),refleks
patologis bilateral (-)
- Arachnoiditis spinal akibat penyebaran eksudat ke medulla spinalis. Gambaran klinis
arachnoiditis spinal adalah nyeri radikuler, paraparesis, serta gangguan fungsi
sphincter.8
Pada pasien : nyeri radikuler (-),paraparesis(-),gangguan fungsi sphincter(-)

13
- Arteritis akibat proses inflamasi pembuluh darah. Inflamasi vaskuler ini terjadi akibat
adanya infiltrasi eksudat pada pembuluh darah terutama yang berukuran kecil.
Gambaran klinis yang muncul dari komplikasi ini ialah gambaran infark serebri, terutama
pada daerah distribusi arteri serebri media dan arteri striata lateral.9
Pada pasien ditemukan komplikasi arteritis yaitu berupa kelemahan anggota gerak
sebelah kanan
- Gangguan elektrolit, yang sering ditemui pada meningitis tuberkulosa adalah
hiponatremia yang disebabkan oleh Syndrome of Inappropropriate Antidiuretic Hormone
(SIADH). Hal ini disebabkan oleh gangguan fungsi kelenjar pituitari posterior akibat
adanya eksudat di daerah basal.9
Pada pasien tidak terdapat hiponatremi

Pada pasien ini ditemukan komplikasi arteritis yaitu berupa kelemahan anggota gerak sebelah kanan.

3. Bagaimana menegakkan DILI pada pasien ini dan bagaimana penanganannya?

DILI (Drug Induce Liver Injury) adalah penyakit liver yang umumnya terjadi antara 5 dan
90 hari sesudah minum obat. Gejala klinis penyakit ini bervariasi, dari peningkatan ringan
sementara enzym liver sampai ke gagal liver fulminan yang menyebabkan kematian. DILI telah
dilaporkan penyebab gagal liver fulminan 13%-30% kasus.10
DILI dibagi 3 tipe : hepatocellular,cholestatic, dan mixed (campuran) menurut Councils
for International Organizations of Medical Sciences (CIOMS). Tipe Hepatocellular ditandai
dengan alanin aminotransferase (ALT) > 2 ULN (upper limits of normal) or R 5, dimana R
adalah rasio dari serum ALT/serum alkaline phosphatase(ALP), keduanya menunjukkan
peningkatan dari batas atas nilai normal. Kerusakan liver lebih berat pada tipe Hepatoselular
daripada tipe cholestatis dan tipe gabungan, dan pasien dengan peningkatan bilirubin pada
hepatocelular liver injury merupakan kerusakan liver yang serius dengan fatalitas, ditemukan
ratenya dari 0,7 sampai 1,3/100.000 individu yang diberikan minum obat. Tipe Cholestatik
ditandai dengan ALP>2ULN atau R 2 dan tipe mixed ditandai dengan ALT > 2ULN dan 2<R<5.
Pasien tipe cholestatik/mixed paling sering berkembang menjadi penyakit kronis. Untuk
kebanyakan obat, estimasi resiko liver injury 1-10/100.000 orang yang terekspose.10
Pada pasien: peningkatan ALT (SGPT) >2 UPN(nilai normal 20-40)SGPT 217. R =
217/593,67. Tipe gabungan dimana R: 2<R<5

DILI bukan suatu kondisi yang jarang dan kadang kadang menyebabkan penyakit serius.
Diagnosa DILI yang cepat dan tepat penting dalam praktek sehari hari. Dalam praktek klinis
sehari hari, DILI dapat selalu penyebab liver injury pada pasien mendapat pengobatan.

14
Bagaimanapun, ada beberapa situasi dimana DILI dapat diduga terjadi pada keadaan sebagai
berikut : 1. Mulai dengan obat baru dalam 3 bulan terakhir, 2. Terdapat rash atau eosinophilia,
3. Tipe mixed (hepatocellular dan cholestatik) liver injury,4.Cholestasis dengan imaging
hepatobiliary yang normal dan 5. Akut atau kronis hepatitis tanpa autoantibodi atau
hypergammaglobulinemia.10
Pada pasien ini : 1. Mulai dengan obat baru dalam 3 bulan terakhir (+)mendapat Obat anti
tuberkulosis Rifampisin,Pirazinamid,INH,Ethambutol. 2. Rash atau eosinophilia (-). 3. Tipe
mixed (+).4. Cholestasis dengan imaging hepatobiliary yang normal (tidak dilakukan).
5. Akut atau kronis hepatitis (-)

DILI pada pasien ini ditegakkan dari pasien baru mendapat terapi OAT dan terdapat
peningkatan nilai SGPT(ALT) sebanyak 5 kali dari batas atas nilai normal 217 Nilai normal
SGPT (20-40)

Penanganan DILI karena OAT11

Jika fungsi hati meningkat lebih dari 5 kali Hentikan pyrazinamid, tapi isoniazid, rifampicin,
dan etambutol dapat diteruskan, dengan
pemeriksaan fungsi hati setiap hari
Jika kadar albumin menurun, waktu protombin Isoniazid dan rifampicin dapat dihentikan
meningkat, atau fungsi hati terus meningkat
Pada kasus berat Dapat diberikan Streptomisin dan Etambutol dapat
ditambah Moxifloxacin atau Levofloxacin
Jika fungsi hati sudah kembali normal Segera berikan rifampicin dan isoniazid
Setelah Streptomisin dan isoniazid mencapai dosis Baru boleh memberikan pirazinamide secara
penuh tanpa disertai efek samping bertahap
Bila pirazinamid tidak dapat diberikan atau tidak Etambutol harus diberikan selama fase terapi dan
dapat ditoleransi diperpanjang selama 18 bulan
Jika Rifampicin telah mencapai dosis penuh dan Streptomisin dapat dihentikan
Isoniazid ditoleransi
Jika fungsi hati meningkat lebih dari 10x Regimen OAT dapat dihentikan

Regimen Introduksi OAT setelah drug-induced hepatitis

Hari Ke Isoniazid Rifampicin Pirazinamid


1 150mg 5mg/kg
2 150mg 5mg/kg
3 300mg 10mg/kg
4 300mg 10mg/kg 150mg 5mg/kg

15
5 300mg 10 20mg/kg 300mg 5mg/kg
6 300mg 10 20mg/kg 450mg 10mg/kg
(Maks 500mg)
7 300MG 10 20 mg/kg 450mg (<50kg) 10 20mg/kg Pertimbangan
Maks500mg 600mg (Maks 600mg) reintroduksi
(50kg) gradual jika
fungsi hati
normal setelah
14 hari atau
dosis
rifampicin dan
isoniazid sudah
penuh.Jika
pirazinamid
tidak
digunakan,
obati selama
18 bulan.

Pada Pasien ini OAT tetap diteruskan dengan pemantauan yang ketat gejala klinis dan nilai SGOT dan
SGPT

4. OAT mana saja yang dapat mengakibatkan DILI ?

Obat anti Tuberkulosis (OAT) yang menyebabkan DILI

- Isoniazid (INH), diberikan dengan dosis 10-20mg/kgBB, diberikan per oral. Bersifat
bakteriostatik. Efek samping yang ditimbulkan 5
1. Hepatitis. Terjadi peninggian sementara dari SGOT pada 10% penderita, akan tetapi
biasanya SGOT kembali normal meskipun INH diteruskan.
2. Neuropati perifer. Dapat diatasi dengan pemberian piridosin 50mg/hari. Neuropati
perifer biasanya terjadi pada penderita dengan kecanduan alkohol,gizi jelek atau
pemberian INH dengan dosis tinggi.
- Rifampisin, diberikan dengan dosis 10-20mg/kgbb,diberikan peroral. Bersifat
bakteriosid. Efek samping yang sering ditemukan :
1. Gangguan Hepar dapat ditemukan pada minggu minggu pertama
pengobatan,dimana terjadi peninggian bilirubin dan transaminase serum.
2. Gejala menyerupai influenza,anemia hemolitik.
- Pirazinamid,diberikan dengan dosis 20-35 mg/kgbb,peroral. Efek samping yang dapat
terjadi : gangguan hepar, peninggian asam urin dengan gejala gout pada penderita usia
tua.

16
- PAS atau Para Amino Salicylic Acid diberikan dengan dosis 200mg/kgbb/hari dibagi
dalam 3 dosis dapat diberikan dengan dosis 12g/hari. Efek samping yang dapat terjadi :
Keluhan gastritis,diare,sakit kepala,reaksi hipersensitivitas dan ikterus.

Pasien mendapatkan terapi Obat Anti Tuberkulosis Rifampisin 450mg,

INH 300mg, Ethambutol 750mg, Pirazinamid 1500mg

Kesimpulan

Telah dibahas kasus seorang laki laki berumur 21 tahun, dirawat di Ruang Kemuning lt.V pada
tanggal 12/05/14 sampai dengan tanggal 2/06/14. Dengan diagnosis Menigitis TB grade II dengan
komplikasi arteritis. Pasien pulang perbaikan, dengan diagnosis Menigitis TB grade II dengan komplikasi
arteritis, DILI ec OAT.

17
Daftar Pustaka
1) Thwaites G, Fisher M, Hemingway C, et al. British Infection Society Guidelines for the Diagnosis
and Treatment of Tuberculosis of The Central Nervous System in Adults and Children. Journal of
Infection. 2009; 59. 167-187
2) Rock RB, Olin M, Baker CA, Molitor TW, Peterson PK. Central Nervous System Tuberculosis:
Pathogenesis and Clinical Aspects. Clin Microbiol Rev. 2008; 21(2). 243-61
3) Ganiem AR. Kapan Mencurigai Suatu Meningitis in Neurology in Daily Practice. Bagian/UPF Ilmu
Penyakit saraf FKUP-RSHS. 2010. 19-25
4) Marais S, Thwaites G, Schoeman JF, et al. Tuberculous Meningitis: A Uniform Case Definitions for
Use In Clinical Research. Lancet Infect Dis. 2010; 10. 803-12Lang .G, Ophtalmology, 2000,
Thieme Stutgart,New York P481-485
5) Reggy Panggabean, Pola penderita meningitis ,RS Hasan Sadikin Bandung,1985,hal 84-88
6) Thwaites G, Bang ND, Dung NH, et al. Dexamethasone for The Treatment of Tuberculous
meningitis in Adolescents and Adults. N Engl J Med. 2004; 351 (17). 1741-51
7) Liao PW, Chiang TR, Lee MC, Huang CH. Tuberculosis with Meningitis, Myeloradiculitis, and
Hydrocephalus: A Case Report. Acta Neurol Taiwan 2010;19:189-193
8) Hernandez S, Arribas JR, Royo A, Garcia JJ, Vazquez JJ. Tuberculous Radiculomyelitis
Complicating Tuberculous Meningitis: Case Report and Review. CID 2000;30. 915-21
9) Zuger A. Tuberculosis. In: Scheld WM, Whitley RJ, Marra CM. Infections of the Central Nervous
System. 3rd ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins. 2004: 441-59.
10) Tajiri Kazuto Practical guidelines for diagnosis and early management of drug-induced
liver injury, World J Gastroenterol,Nov 28,2008 :6774-6785
11) Standar Operasional Pelaksanaan Sub Bagian Infeksi,Bagian Neurologi RSHS/Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran,2012

18

You might also like