Professional Documents
Culture Documents
1. Surat Permohonan
2. Persetujuan Prinsip
3. Daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan
4. Daftar jumlah tenaga kerja beserta tempat penugasannya
5. Diagram/alur proses produksi masing-masing bentuk sediaan obat tradisional dan ekstrak
yang dibuat
6. Fotokopi sertifikasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup/Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
7. Rekomendasi pemenuhan CPOTB dari Kepala Badan dengan melampirkan Berita Acara
Pemeriksaan dari Kepala Balai Setempat; dan
8. Rekomendasi dari kepala Dinas Kesehatan Provinsi
Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) adalah usaha yang hanya membentuk sediaan
obat tradisional dalam bentuk param, tapel, pilis, cairan obat luar dan rajangan. Persyaratan izin
Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) terdiri dari :
1. Surat permohonan
2. Fotokopi akta pendirian badan usaha perorangan yang sah sesuai ketentuan peraturan
perudang-undangan
3. Susunan Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan Pengawas dalam hal permohonan bukan
perseorangan.
4. Fotokopi KTP/Identitas pemohon dan/atau Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan Pengawas
5. Pernyataan pemohon dan/atau Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan Pengawas tidak pernah
terlibat pelanggaran peraturan perudang-undangan di bidang farmasi.
6. Fotokopi Bukti penguasaan tanah dan bangunan
7. Surat Tanda Daftar Perusahaan dalam hal permohonan bukan perseorangan
8 Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan dalam hal permohonan bukan perseorangan
9 Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak
10.Fotokopi Surat Keterangan Domisili.
3. BAGAIMANA CARA PENOMORAN REGISTRASI OBAT TRADISIONAL
Keterangan :
Kotak no 9,10, dan 11 menunjukkan nomor urut obat jadi yang disetujui untuk masing-masing
pabrik.
Kotak no 12 dan 13 menunjukkan kekuatan sediaan obat jadi. Macam sediaan yang ada yaitu :
12 : Tablet isap
37 : Sirup
24 : bedak/talk
62 : Inhalasi
33 : Suspensi
30 : Salep
29 : krim
10 : Tablet
01 : Kapsul
46 : Collyria
36 : Drops
Kotak nomor 15 menunjukkan kemasan yang berbeda untuk tiap nama, kekuatan dan bentuk
sediaan obat jadi.
1 : Menunjukkan kemasan yang pertama
2 : Menunjukkan beda kemasan yang pertama
3 : Menunjukkan beda kemasan.
Produksi Ruahan
Digit 1 : Untuk produk (tahun)
1990 = 0
1991 = 1
http://ictjogja.net/kesehatan/D2_2.htm
Jamu bisa diartikan sebagai obat tradisional yang disediakan secara tradisional, tersedia
dalam bentuk seduhan, pil maupun larutan. Pada umumnya, jamu dibuat berdasarkan resep turun
temurund dan tidak melalaui proses seperti fitofarmaka. Jamu harus memenuhi beberapa
kriteria, yaitu:
Aman
Klaim khasiat berdasarkan data empiris (pengalaman)
Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
Sebuah ramuan disebut jamu jika telah digunakan masyarakat melewati 3 generasi. Artinya
bila umur satu generasi rata-rata 60 tahun, sebuah ramuan disebut jamu jika bertahan minimal
180 tahun. Inilah yang membedakan dengan fitofarmaka, dimana pembuktian khasiat tersebut
baru sebatas pengalaman, selama belum ada penelitian ilmiah. Jamu dapat dinaikkan kelasnya
menjadi herbal terstandar atau fitofarmaka dengan syarat bentuk sediaannya berupa ekstrak
dengan bahan dan proses pembuatan yang terstandarisasi.
Obat Herbal Terstandar (OHT) juga tidak sama dengan fitofarmaka. Obat Herbal Terstandar
(OHT) adalah obat tradisional yang berasal dari ekstrak bahan tumbuhan, hewan maupun
mineral. Perlu dilakukan uji pra-klinik untuk pembuktian ilmiah mengenai standar kandungan
bahan yang berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat, standar pembuatan obat yang
higienis dan uji toksisitas akut maupun kronis seperti halnya fitofarmaka.Dalam proses
pembuatannya, OHT memerlukan peralatan yang lebih kompleks dan berharga mahal serta
memerlukan tenaga kerja dengan pengetahuan dan keterampilan pembuatan ekstrak, yang hal
tersebut juga diberlakukan sama pada fitofarmaka.Inilah beberapa kriteria OHT, yang dibaca
sekilas hampir mirip fitofarmaka. yaitu:
Aman
Klaim khasiat secara ilmiah, melalui uji pra-klinik
Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
Telah dilakukan standardisasi terhadap bahanbakuyang digunakan dalam produk jadi.
3.Fitofarmaka
fitofarmaka juga bisa diartikan sebagai sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dan uji klinis bahan baku serta
produk jadinya telah di standarisir (Badan POM. RI., 2004 ). Dari sini jelas bahwa dari ke tiga
golongan 3 obat tradisional tersebut, fitofarmaka menempati level paling atas dari segi kualitas
dan keamanan. fitofarmaka perlu proses penelitia yang panjang serta uji klinis yang detail,
sehingga fitofarmaka termasuk dalam jenis golongan obat herbal yang telah memiliki
kesetaraan dengan obat, karena telah memiliki clinical evidence.
Beberapa kriteria fitofarmaka, yaitu:
Aman
Klaim khasiat secara ilmiah, melalui uji pra-klinik dan klinik
Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
Telah dilakukan standardisasi bahanbakuyang digunakan dalam produk jadi
Kemasan produk fitofarmaka berupa jari-jari daun yang membentuk bintang dalam lingkaran.
Saat ini di Indonesia baru terdapat 5 fitofarmaka, contoh produk fitofarmaka yang sudah
beredar adalah: Nodiar (PT Kimia Farma), Stimuno (PT Dexa Medica), Rheumaneer PT.
Nyonya Meneer), Tensigard dan X-Gra (PT Phapros).Setelah lolos uji fitofarmaka, produsen
dapat mengklaim produknya sebagai obat. Namun demikian, klaim tidak boleh menyimpang dari
materi uji klinis sebelumnya. Misalnya, ketika uji klinis hanya sebagai antikanker, produsen
dilarang mengklaim produknya sebagai antikanker dan antidiabetes.
Bahan kimia obat (BKO) di dalam obat tradisional
BKO adalah singkatan dari Bahan Kimia Obat, istilah yang biasa dipakai
oleh dunia kefarmasian indonesia untuk zat-zat obat konvensional/sintesis yang
dicampurkan kedalam obat herbal.
Sudah rahasia umum bahwa masyarakat ingin agar obat yang dikonsumsinya memiliki
khasiat yang baik, dan cepat berefek (cespleng). Sedangkan, khasiat obat herbal mayoritas tidak
seperti obat-obatan konvensional yang notabene memiliki reaksi/onset yang cepat.Lalu harus
bagaimana agar obat herbal bisa memberikan reaksi yang cepat? Salah satu solusinya (yang
dilarang BPOM) adalah dengan menambahkan BKO dengan efek yang sejenis. Hal ini bertujuan
untuk membuat efek obat tersebut cepat muncul (karena BKO nya), lalu efek obat herbal akan
muncul dibelakang. Parahnya, ada beberapa oknum yang menggunakan bahan herbal sisa/yang
tidak berefek, kemudian mencampurnya dengan BKO sehingga seakan-akan obat herbal tersebut
berkhasiat.
Obat Sintesis tidak seluruhnya dapat dikonsumsi dengan bebas, ada hal-hal yang
mendapat perhatian lebih terkait keamanan dan potensinya terhadap kesehatan pasien, apalagi
pasien yang memiliki riwayat penyakit tertentu. Konsumen yang tidak menyadari adanya bahaya
dari obat tradisional (mengandung BKO), tentunya dapat timbul potensi berbahaya bagi
kesehatannya. Untuk itulah Badan POM secara berkesinambungan melakukan pengawasan
terhadap produk yang beredar.
1. Fenilbutazon
Efek samping :
Timbul rasa tidak nyaman pada saluran cerna, mual, diare, kadang pendarahan dan
tukak, reaksi hipersensifitas terutama angio edema dan bronkospasme, sakit kepala,
pusing, vertigo, gangguan pendengaran, fotosensifitas dan hematuria.
Paroritis, stomatitis, gondong, panareatitis, hepatitis, nefritis, gangguan penglihatan,
leukopenia jarang, trombositopenia, agranulositosis, anemia aplastik, eritema
multifoema 9 syndroma Steven Johnson, nekrolisis epidermal toksis (lyll), toksis
paru-paru.
2.Antalgin (Metampiron)
3.Deksametason
Efek Samping :
5.Teofilin
Efek samping : Takikardia, palpitasi, mual, gangguan saluran cerna, sakit kepala, insomnia
dan aritmia.
6.Hidroklortiazid (HCT)
Efek samping : Hipotensi postural dan gangguan saluran cerna yang ringan, impotensi
(reversible bila obat dihentikan), hipokalimia, hipomagnesemia, hipoatremia,
hiperkalsemia, alkalosis, hipokloremik, hiperurisemia, pirai, hiperglikemia dan peningkat
kadar kolesterol plasma.
7.Furosemid
Efek samping : Hiponatremia, hipokalemia, hipomagnesia, alkalosis, hipokloremik,
ekskresi kalsium meningkat, hipotensi, gangguan saluran cerna, hiperurisemia, pirai,
hiperglikemia, kadar kolesterol dan trigliserida plasma meningkat sementara.
8.Glibenklamid
Efek samping :Umumnya ringan dan frekuensinya rendah diantaranya gejala saluran cerna
dan sakit kepala.M,Gejala hematology trombositopeni dan agranulositosis.
9.Siproheptadin
Efek samping : Mual, muntah, mulut kering, diare, anemia hemolitik, leukopenia,
agranulositosis dan trombositopenia.
12.Diclofenac sodium
Efek samping :
13.Sildenafil Sitrat
Efek samping : Dyspepsia, sakit kepala, flushing, pusing, gangguan penglihatan, kongesti
hidung, priapisme dan jantung.
14.Sibutramin Hidroklorida
Efek samping: Dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung serta sulit tidur
1. Efek yang dirasakan setelah minum obat tradisional tersebut sangat cepat (jamu
cenderung cespleng) : Banyak masyarakat yang menginginkan reaksi yang cepat ketika
minum obat tradisional. Jika suatu obat tradisional memberikan efek yang sangat cepat
setelah diminum yang biasa disebut cespleng, dapat dicurigai obat tradisional tersebut
mengandung BKO karena cara kerja obat tradisional menyeluruh ke jaringan dengan
memperbaiki jaringan yang mengalami kerusakan, sehingga waktu kerja obat tradisional
lambat, berbeda dengan obat kimia yang mempunyai reaksi yang cepat.
2. Apabila klaim produk tersebut dapat digunakan untuk segala penyakit : Pada
umumnya tidak ada obat tradisional dengan kandungan satu simplisia yang dapat
menyembuhkan segala macam penyakit, apabila ada obat yang dapat digunakan untuk
menyembuhkan berbagai macam penyakit hal tersebut dapat saja terjadi karena dalam
suatu simplisia mengandung berbagai macam zat aktif itupun harus diuji kandungan zat
aktif tersebut melalui uji klinik.
3. Memastikan bahwa obat tradisional tersebut terdaftar di BPOM : Hal ini dapat
diketahui dengan melihat kode registrasi yang tercantum dalam kemasan yang terdiri dari
kode POM diikuti oleh 9 angka
http://ictjogja.net/kesehatan/D2_2.htm