You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Trauma merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami cedera


oleh salah satu sebab. Penyebab yang paling sering adalah kecelakaan lalu
lintas, kecelakaan kerja, olah raga dan rumah tangga. Setiap tahun 60 juta
penduduk Amerika Serikat mengalami trauma dan 50% memerlukan
tindakan medis. 3,6 juta membutuhkan perawatan di Rumah Sakit.
Didapatkan 300 ribu di antaranya mendapatkan kecacatan yang bersifat
menetap (1%) dan 8,7 juta menderita kecacatan sementara ( 30% ) dan
menyebabkan kematian sebanyak 145 ribu orang per tahun (0,5%). Di
Indonesia kematian akibat kecelakaan lalu lintas lebih kurang 12 ribu
orang per tahun sehingga dapat disimpulkan bahwa trauma dapat
menyebabkan angka kematian yang tinggi, hilangnya waktu kerja yang
banyak sehingga biaya perawatan yang besar, kecacatan sementara dan
permanen.

Banyak dari korban trauma tersebut mengalami cedera musculoskeletal


berupa fraktur, dislokasi, dan cedera jaringan lunak. Cedera sistem
musculoskeletal cenderung meningkat dan terus meningkat dan akan
mengancam kehidupan kita (Rasjad C,2003). Walaupun cedera
musculoskeletal umumnya jarang menyebabkan kematian, tapi dapat
menimbulkan penderitaan fisik, stress mental dan kehilangan banyak
waktu. Jadi dalam hal ini, cedera muskuloskeletal akan meningkatkan
angka morbiditas dibanding angka mortalitas (Salter, R. B. , 1999).

1.2 RUMUSAN MASALAH

1
Bagaimana asuhan keperawatan gawat darurat pada trauma ekstremitas?

1.3 TUJUAN

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui kegawatdaruratan trauma ekstremitas

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Untuk mengetahui definisi trauma ekstremitas
b. Untuk mengetahui macam-macam trauma ekstremitas
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis trauma ekstremitas
d. Untuk mengetahui patofisiologi
e. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik
f. Untuk mengetahui penatalaksanaan

1.4 MANFAAT

1.4 1 Manfaat Bagi Penulis

Mengembangkan kualitas dan kuantitas perawat dalam penanganan

kegawatdaruratan trauma ekstremitas

1.4.2 Manfaat Bagi Masyarakat

Menambah pengetahuan masyarakat mengenai tindakan


kegawatdaruratan trauma ekstremitas

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI TRAUMA EKSTREMITAS

Trauma ekstremitas adalah trauma yang mengakibatkan cedera pada


ekstremitas. Trauma pada satu bagian system musculoskeletal atau trauma
ekstremitas dapat menyebabkan disfungsi struktur di sekitarnya dan
struktur yang dilindungi atau disangganya serta kerusakan pada otot,
pembuluh darah dan saraf.
Trauma otot dan tulang dapat terjadi tanpa atau disertai trauma system
lain. Bila hanya ekstremitas yang mengalami trauma biasanya tidak
dianggap sebagai prioritas pertama. Mekanisme cedera/trauma antara lain
tabrakan/kecelakaan kendaraan bermotor, penyerangan, jatuh dari
ketinggian, cedera waktu olah raga, cedera waktu bersenang-senang atau
waktu melakukan pekerjaan rumah tangga.

3
2.2 MACAM-MACAM TRAUMA EKSTREMITAS

2.2.1 Fraktur

Cedera skelet yang paling signifikan dapat terjadi disebut fraktur.


Selain berakibat ke jaringan tulang, cedera dapat terjadi disekitar
jaringan lunak, pembuluh darah, dan saraf. Resiko komplikasi yang
signifikan, seperti infeksi yang sering dikaitkan dengan fraktur yang
meliputi cedera jaringan lunak mayor.

a. Fraktur tertutup
Fraktur tertutup adalah fraktur tanpa cedera jaringan lunak
terbuka. Prognosis umumnya lebih baik untuk fraktur tertutup
karena resiko infeksi terbatas. Fraktur tertutup juga
diklasifikasikan berdasarkan tipenya : compression impacted,
green stick, oblique, spiral, transversal, komunitif

b. Fraktur terbuka
Adalah fraktur dengan cedera jaringan lunak terbuka. Fraktur
ini kadang sulit ditentukan bila luka pada bagian proksiml
fraktur benar-benar terkain dengan fraktur tersebut. Pedoman

4
atau prinsip yang berdasarkan praktik menganggap luka
sebagai fraktur terbuka sampai dapat dibuktikan sebaliknya.

Fraktur terbuka ditangani sebagai


kedaruratan ortopedik karena resiko
infeksi dan kemungkinan komplikasi.
Fraktur terbuka dapat diklasifikasikan
berdasarkan tingkat keparahannya.

Klasifikasi fraktur terbuka

Derajat I Luka kecil, panjang < 1 cm yang tertusuk


dari bawah

Derajat II Luka melingkar penuh sampai panjang 5 cm


dengan sedikit atau tanpa kontaminasi dan
tidak ada kerusakan jaringan lunak
berlebihan atau kepingan periosteal

Derajat III Luka > 5 cm dan dikaitkan dengan


kontaminasi atau cedera jaringan lunak
signifikan (kehilangan jaringan, avulse,
cedera remuk) dan sering mencakup fraktur
segmental; dapat ditemukan kepingan
jaringan lunak tulang, cedera vaskuler mayor
atau kepingan periosteal.

Data dari American College of Surgeons: Advance trauma life support,


student manual, ed 2, Chicago, 1993. The College; Geiderman, JM:
Orthopedic Injuries: management principles. In Rosen P et al, editors:
Emergency medicine concepts and clinical practice, ed 4. St Louis, 1998
Mosby.

5
c. Fraktur ekstremitas bawah
Fraktur pelvic
Fraktur ini dapat mengakibatkanhipovolemi akibat
kemungkinan kehilangan darah sampai 4 L yang dapat
terjadi karena robekan arteri, kerusakan pembuluh vena
pleksus, dan permukaan kanselosa tulang yang fraktur.
Gejala :
Deformitas eksternal ringan mungkin terjadi,
sebagai akibat jaringan lunak yang bertumpuk
banyak
Darah dapat terlihat di meatus dan pada
pemeriksaan rectal (cedera rectal, uretra dan
kandung kemih adalah komplikasi fraktur pelvis)
Ekimosis perineal atau hematoma skrotum
mungkin terlihat
Rotasi abnormal pada panggul atau kaki mungkin
ada
Perdarahan eksternal mungkin teramati pada
fraktur terbuka
Sirkulasi distal mungkin berpotensi terganggu
Pasien merasa nyeri ketika tekanan diberikan pada
Krista iliaka anteriorsuperior dan simpisis pubis
Fraktur femoral
Fraktur femur bilateral dapat menunjukkan cedera
mengancam jiwa sekumder akibat hipovolemi (kehilangan
darah pada setiap femur mungkin sebanyak 2 L)
Fraktur lutut
Fraktur patella umumnya disertai dislokasi akibat
transmisi energy tinggi, dan fraktur ini dapat dikaitkan
dengan cedera pembuluh popliteal
Fraktur tibia dan fibula

6
Fraktur tibia dan fibula dapat terjadi bersamaan atau
sendiri-sendiri dan umunya akibat benturan langsung.
Tibia umumya fraktur saat jatuh karena sifatnya yang
menyokong beban berat tubuh.
Gejala :
Fraktur tibia dapat dikaitkan dengan
memburuknya sindrom kompartemen. Evaluasi
nyeri progresif yang tampak hebat pada cedera
ringan menetap, nyeri peregangan pasif pada otot
yang terkena, tegangan pada area yang terkena,
penurunan sensasi, dan kelemahan tungkai bawah.
Pasien dengan fraktur tibia dan fibula yang stabil
mungkin dapat menyokong berat tubuh pada
ekstremitas. Pemeriksaan posterior tungkai bawah
dapat menunjukkan gejala yang konsisten dengan
fraktur.
d. Fraktur ekstremitas atas
Fraktur scapula
Curigai adanya fraktur scapula dengan cedera jaringan
lunak yang signifikan pada bahu dan saat mekanisme
cedera menunjukkan tingkat transmisi energy kinetic
tinggi. Fraktur scapula menuntut evaluasi yang cermat
untuk kerusakan pada struktur disekitarnya karena sering
dikaitkan dengan dislokasi bahu, kontusio paru, fraktur
iga dengan potensi pneumotoraks, fraktur kompresi
vertebra dan fraktur ekstremitas atas.
Gejala :
Pasien sering menunjukkan keterbatasan rentang
gerak ekstremitas ipsilateral.
Fraktur klavikula

7
Fraktur klavikula sering menyebabkan kerusakan pada
struktur dibawahnya, seperti paru (pneumotoraks,
hemotoraks), dan vena subklavia.
Gejala :
Pasien sering menunjukkan bahu yang tidak stabil
karena kehilangan penyokong pada gelang bahu
Evaluasi status neuro vascular ekstremitas karena
fraktur ini sering dikaitkan dengan gangguan
neurovascular
Fraktur ini dapat dikaitkan dengan pneumotoraks,
hematotoraks, atau kompresi pleksus brakialis
Fraktur humerus
fraktur humerus dapat dikaitkan dengan kerusakan arteri
brakialis dan kerusakan saraf radialis, ulnaris dan saraf
medialis. Oleh karena lokasi anatomic berkas
neurovascular, fraktur humerus distal yang dicurigai harus
menjalani pemeriksaan neurovascular dengan seksama
dan terdokumentasi. Benturan langsung pada prosesus
olekranon dapat mengakibatkan fraktur indirek pdaa
humerus distal.
Fraktur radius dan ulna
Gejala :
Perhatikan fraktur dekat siku dan pergelangan
yang berkaitan dengan gangguan neurovascular;
fraktur pada daerah ini memerlukan evaluasi
neurovascular dan dokumentasi yang cermat.
Fraktur Colle adalah salah satu dari fraktur yang
paling umum pada radius dan ulna. Fraktur ini
umumnya ditandai dengan tipe penampilan garpu
perak, dengan pergelangan tangan memutar
keatas yang berhubungan dengan radius dan ulna.

8
2.2.2 Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen adalah kondisi kedaruratan yang terjadi
ketika tekanan didalam kompartemen otot meningkat sampai tingkat
yang mempengaruhi sirkulasi mikrovaskular dan merusak integritas
neurovascular. Setelah beberapa jam tekanan jaringan nintersitial
meningkat diatas dasar kapiler, yang mengakibatkan iskemia saraf
dan jaringan otot.

Sindrom ini paling umum disebabkan oleh edema atau perdarahan


kedalam ruang kompartemen karena cedera remuk, fraktur, kompresi
yang lama pada ekstremitas, luka bakar (listrik, termal) atau gigitan
(binatang, manusia). Penyebab iatrogenic sindrom kompartemen
meliputi MAST, manset TD otomatis, gips atau balutan yang terlalu
ketat.
Gejala :
Nyeri progresif dan berat yang melebihi kondisi cedera lapisan
dibawahnya, nyeri meningkat dengan gerakan pasif otot yang
terkena
Penurunan sensasi terhadap sentuhan
Bengkak tegang, asimetris
Parastesi
Ekstremitas pucat

9
2.2.3 Dislokasi
Dislokasi merupakan cedera sendi yang serius dan jarang
terjadi. Dislokasi terjadi bila sendi lepas dan terpisah, dengan ujung-
ujung tulang tidak lagi menyatu. Bila ujung tulang hanya berubah
posisi secara parsial, cedera disebut subluksasio. Bahu, siku, jari,
panggul, lutut dan pergelangan kaki merupakan sendi-sendi yang
paling sering mengalami dislokasi

Gejala :
Nyeri hebat pada daerah sendi yang sakit
Deformitas sendi
Pembengkakan sendi
Kehilangan rentang sendi
Kebas, kehilangan sensasi dan tidak terabanya nadi pada bagian
distal cedera (dislokasi dapat mengganggu fungsi arteri dan
saraf dibagian proksimal)

2.2.4 Sprain (keseleo)


Sprain (keseleo) merupakan cedera pada sendi yang sering
terjadi. Pada keadaan tersebut, ligament dan jaringan lain rusak
karena peregangan atau puntiran yang keras. Usaha untuk
menggerakkan atau menggunakan sendi meningkatkan rasa nyeri.
Lokasi yang sering mengalami sprain (keseleo) meliputi pergelangan
kaki, pergelangan tangan, atau lutut.

10
Gejala:
Derajat I Peregangan atau robekan kecil pada
ligament
Pembengkakan dan hemoragi minimal,
nyeri tekan lokal
Tidak ada gerakan sendi abnormal

Derajat II Robekan parsial ligament


Nyeri
Gerakan sendi abnormal

Derajat III Ligament terputus komplet


Sendi secara nyata mengalami deformasi
Nyeri tekan dan bengkak
Sendi tidak dapat menopang beban
Gerakan sendi sangat abnormal

2.2.5 Strain (peregangan)


Strain otot, dikenal juga sebagai tarikan otot, terjadi bila otot
terlalu meregang atau robek. Otot punggung sering mengalami strain
bila seseorang mengangkat benda berat.

11
Gejala :
Derajat I Peregangan ringan-robekan minor
Nyeri local, nyeri tekan, bengkak, spasme otot
ringan

Derajat II Peregangan sedang-peningkatan jumlah serat


yang robek
Nyeri local, nyeri tekan, bengkak, dislokasi
dan ketidakmampuan untuk menggunakan
tungkai untuk periode lama

Derajat III Peregangan hebat-pemisahan komplet otot


dari otot, otot dari tendo, atau tendon dari
tulang
Nyeri local, nyeri tekan, bengkak, pucat

2.2.6 Vulnus (Luka)


Terdapat beberapa jenis luka terbuka :

12
Abrasi : lapisan atas kulit terkelupas, dengan sedikit kehilangan
darah. Nama lain untuk abrasi adalah goresan (scrape), road
rush, dan rug burn.
Laserasi : kulit yang terpotong dengan pinggir bergerigi. Jenis
luka ini biasanya disebabkan oleh robeknya jaringan kulit
secara paksa
Insisi : potongan dengan pinggir rata seperti potongan pisau
atau teriris kertas
Pungsi : cedera akibat benda tajam (seperti pisau, pemecah es
atau peluru). Benda yang menembus dapat merusak organ-
organ internal. Resiko infeksi tinggi. Benda yang
menyebabkan cedera tersebut dapat tetap tertanam dalam
luka.
Avulse : potongan kulit yang robek lepas dan menggantung
pada tubuh.
Amputasi : terpotong atau robeknya bagian tubuh

2.3 ETIOLOGI TRAUMA EKSTREMITAS


a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan
fraktur klavikula.

2.4 PATOFISIOLOGI

2.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Hemoglobin dan hematokrit

13
Untuk pasien fraktur pelvis, femur, atau multiple, ukur hemoglobin dan
hematokrit karena berpotensi kehilangan darah.
b. Mioglobin urine
Mioglobin urine adalah protein otot yang dilepaskan dari sel ketika sel
rusak berat, seperti pada cedera remuk atau sindrom kompartemen.
Mioglobin di ekskresikan kedalam urine dan akan mengubah urine
menjadi coklat kemerahan.
c. Radiografi
Radiografi adalah alat pemeriksaan paling bermanfaat dalam
mendiagnosis fraktur. Foto anteroposterior dan lateral harus dilakukan
untuk melihat keseluruhan tulang, baik sendi proksimal maupun distal.
d. Arteriogram
Lakukan arteriogram untuk memastikan atau menyingkirkan dugaan
sedera vaskuler pada kasus penurunan atau tidak terabanya nadi.
e. CT Scan
CT scan sering kali digunakan untuk mengidentifikasi fraktur
asetabulum dan untuk mengevaluasi integritas permukaan artikulasi
seperti lutut, tangan, pergelangan tangan dan pergelangan kaki.
f. MRI
MRI mengidentifikasi kerusakan tulang, ligament, kartilago dan
meniscus.

2.6 PENATALAKSANAAN

Tujuan tindakan penanggulangan cedera musculoskeletal menurut definisi


orthopedic adalah untuk mencapai rehabilitasi pasien secara maksimum
dan utuh dilakukan dengan cara medic, bedah dan modalitas lain untuk
mencapai tujuan terapi. Ada 4 hal yang harus diperhatikan :

a. Recognition

14
Pada trauma ekstremitas perlu diketahui kelainan yang terjadi
sebagai akibat cedera tersebut, baik jaringan lunak atau tulangnya.
Dengan mengenali gejala dan tanda pada penggunaan fungsi jaringan
yang terkena cedera.
Fraktur merupakan akibat suatu kekerasan yang menimbulkan
kerusakan tulang disertai jaringan lunak sekitarnya.
Dibedakan pada trauma tumpul dan trauma tajam, langsung dan
tidak langsung. Pada umumya trauma tumpul akan memberikan
kememaran yang difus pada jaringan lunak termasuk ganggguan
neurovaskuler yang menentukan vitalitas ekstremitas bagian distal dari
bagian yang cedera.
b. Reduction atau reposisi
Reposisi adalah tindakan untuk mengembalikan jaringan atau
fragmen tulang pada posisi semula. Tindakan ini diperlukan guna
mengembalikan kepada bentuk semula sebaik mungkin agar fungsi
dapat kembali semaksimal mungkin.
ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
fiksasi internal dengan pembedahan terbuka akan
mengimmobilisasi fraktur dengan melakukan pembedahan
dengan memasukan paku, sekrup atau pin ke dalam tempat
fraktur untuk memfiksasi bagian-bagian tulang yang fraktur
secara bersamaan.
OREF (Open Reduction External Fixation)
c. Retaining
Retaining adalah tindakan imobilisasi atau fiksasi untuk
mempertahankan hasil reposisi dan memberi istirahat pada spasme otot
pada bagian yang sakit agar mencapai penyembuhan dengan baik.
Imobilisasi yang tidak adekuat dapat memberikan dampak pada
penyembuhan dan rehabilitasi.
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi berarti mengembalikan kemampuan anggota gerak
yang cedera untuk dapat berfungsi kembali. Falsafah lama mengenai

15
rehabilitasi adalah tindakan setelah tindakan kuratif dalam mengatasi
kendala kecacatan. Rehabilitasi menekan upaya pada fungsi dan akan
lebih berhasil dilaksanakan sedini mungkin.

BAB III

16
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

3.1 PENGKAJIAN

a. Mengkaji ABCD
Airway
Kaji : bersihan jalan nafas, ada tidaknya sumbatan jalan nafas,
distress pernafasan, tanda-tanda perdarahan dijalan nafas,
muntahan, edema laring
Breathing
Kaji : frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada, suara
pernafasan melalui hidung atau mulut, udara yang dikeluarkan dari
jalan nafas
Circulation
Kaji : denyut nadi karotis, tekanan darah, warna kulit, kelembaban
kulit, tanda tanda perdarahan eksternal dan internal
Disability
Kaji : tingkat kesadaran dengan AVPU (alert, verbal, pain,
unrespon), gerakan ekstremitas, GCS, ukuran pupil dan respon
pupil terhadap cahaya
b. Kaji riwayat dan kondisi pasien
Riwayat SAMPLE (Sign and symptom, Allergy, Medication, Past
medical history, Last oral intake, Event Preceding the injury)
Tentukan mekanisme cedera untuk membantu memperkirakan
kelanjutan cedera
Kaji disfungsi segera atau lambat atau nyeri yang dialami
Perhatikan adanya riwayat cedera musculoskeletal
Singkirkan benda yang berpotensi menekan ekstremitas yang
cedera, seperti pakaian, perhiasaan
Evaluasi adanya luka terbuka pada ekstremitas. Tentukan panjang
dan dalamnya luka. Laserasi diatas tempat yang dicurigai fraktur

17
ditangani sebagai fraktur terbuka sampai pengkajian selanjutnya
membuktikan sebaliknya.
Perhatikan adanya hematoma
Evaluasi stabilisasi tulang-krepitasi tulang indikasi adnaya fraktur
Inspeksi apakah ada pembengkakan, deformitas, rotasi abnormal
atau pemendekan tulang
c. Mengevaluasi ekstremitas apakah ada 5 P
Pain (nyeri)
Keluhan paling umum pada cedera musculoskeletal adalah nyeri.
Titik nyeri tekan dapat menunkukkan fraktur dibawahnya. Nyeri
yang tidak konsisten dengan perluasan cedera menunjukkan
terjadinya sindrom kompartemen.
Pallor (pucat)
Iskemik menimbulkan perubahan warna dan suhu
Pulse (nadi)
Palpasi nadi pada semua ekstremitas. Nadi harus diperiksa dengan
palpasi, atau dengan Doppler bila tidak dapat diraba.
Parestesia
Paralisis

3.2.TINDAKAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

3.2.1 Perawatan untuk cedera tulang

1) Buka dan periksa area tempat cedera


Cari deformitas, luka terbuka, memar, dan pembengkakan
Rasakan area yang cedera untuk memeriksa adakah
deformitas dan nyeri tekan saat disentuh
Tanyakan apakah korban merasakan nyeri dan mampu
menggunakan bagian yang cedera secara normal.
2) Stabilkan bagian yang cedera untuk mencegah gerakan
Ikuti tindakan pencegahan

18
Jika layanan medis darurat segera tiba, stabilkan bagian
yang cedera dengan tangan penolong sampai mereka tiba
Jika layanan medis darurat lambat, atau jika penolong
membawa korban ke perawatan medis, stabilkan bagian
yang cedera dengan bidai
3) Jika cedera adalah fraktur terbuka, jang mendorong tulang yang
prostusi. Tutup luka dan tulang yang terpajan dengan kassa.
Tempelkan gulungan kassa disekitar tulang, dan perban cedera
tanpa menekan tulang
4) Kompres dengan es batu atau kantong dingin (cold pack) jika
memungkinkan untuk membantu mengurangi pembengkakan dan
nyeri.
5) Cari pertolongan medis. Telpon 118 atau layanan medis darurat
setempat untuk setiap fraktur terbuka atau fraktur tulang besar
(seperti paha) atau bila membawa korban sulit atau akan
mempercepat cedera.

3.2.2 Perawatan untuk cedera sendi

1) Jika dicurigai terjadi dislokasi, pasang bidai jika layanan medis


darurat (EMS) terlambat datang. Berikan perawatan seperti
pada fraktur. Jangan mencob mengembalikan bagian yang
mengalami dislokasi ke posisi normalnya, karena kerusakan
saraf dan pembuluh darah dapat terjadi.
2) Jika dicurigai terjadi sprain (keseleo) terapkan prosedur RICE.
Rest (istirahat) : hentikan menggunakan bagian yang cedera
Ice (es) :kompres dengan kantong es pada area yang cedera.
Gunakan perban elastic untuk menahan kantong es agar
tidak bergeser selama 20 sampai 30 menit.
Compression (kompresi) : ambil esnya dan gunakan perban
kompresi dan biarkan ditempatnya selama 3 sampai 4 jam
Elevation (elevasi) : tinggikan area yang cedera melebihi
tinggi jantung, jika memungkinkan.

19
3) Cari pertolongan medis. Telepon 118 atau layanan medis
darurat setempat jika dislokasi atau cedera yang terjadi tidak
memungkinkan membawa korban atau akan memperberat
cedera.

3.2.3 Perawatan untuk cedera otot

Perawatan untuk strain meliputi mengistirahatkan otot yang terkena


dan kompres dengan es atau kantong dingin (cold pack)

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Kekurangan volume cairan

b. Nyeri akut

c. Gangguan Mobilitas Fisik

d. Gangguan perfusi jaringan perifer

e. Resiko infeksi

3.4 INTERVENSI

a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan


berlebih melalui perdarahan masif

No Intervensi Rasional

1 Kaji tanda-tanda dehidrasi pada klien Tanda-tanda dehidrasi dapat


meliputi CRT, turgor kulit, dikategorikan menurut derajad
konjungtiva mata, mukosa bibir dan dehidrasi sehingga intervensi
kelemahan dapat dilakukan dengan tepat

2 Berikan cairan parenteral sesuai Mengatasi terjadinya syok


indikasi hipovolemik

20
Replacement cairan
4cc/kgBB/jam untuk 10 kg
pertama BB, 2cc/kgBB/jam untuk
10kg ke dua BB, dan
1cc/kgBB/jam untuk kg BB sisa

3 Kaji TTV klien secara periodic dan Pengukuran tersebut sangat


teliti penting untuk mengetahui
perubahan kondisi dan keparahan

b. Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan dan spasme otot


sekunder terhadap luka trauma mekanik (kecelakaaan)

No Intervensi Rasional

1 Berikan balutan dan pembidaian Untuk menjaga stabilitas bagian


atau traksi pada ekstremitas yang yang sakit dan mengurangi gerakan
mengalami deformitas yang dapat menciderai jaringan dan
menyebabkan nyeri

2 Tinggikan daerah ekstremitas yang Untuk mengurangi nyeri


sakit

3 Istirahatkan bagian yang Meminimalisir gerakan yang


mengalami cedera dapat memperberat nyeri

c. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Kehilangan integritas


struktur tulang, tidak nyaman/nyeri, kerusakan muskuloskeletal dan
neuromuskuler

No Intervensi Rasional

1 Ambulasi Meningkatkan dan membantu


berjalan untuk mempertahankan

21
atau memperbaiki fungsi tubuh

2 Mobilitas Sendi penggunaan untuk mempertahankan atau


pergerakan tubuh aktif memperbaiki fleksibilitas sendi

3 perubahan posisi memindahkan untuk memberikan kenyamanan,


pasienatau bagian tubuh menurunkan resiko kerusakan
kulit mendukung integritas kulit
dan meningkatkan
penyembuhan.

d. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kehilangan cairan


berlebih melalui perdarahan massif

No Intervensi Rasional

1 Kaji adanya tanda-tanda sianosis Menilai ketidakadekuatan


dan perlambatan CRT perfusi

2 Anjurkan pasien untuk Memperlancar sirkulasi darah


menurunkan ekstremitas dibawah ke ekstremitas
jantung

3 Pemberian cairan intravena Meningkatkan sirkulasi ke


perifer

e. Infeksi berhubungan dengan paparan lingkungan pada fraktur terbuka

No Intervensi Rasional

1 Pertahankan teknik anti septik Meminimalkan kesempatan


bila mengganti balutan / introduksi bakteri
perawatan luka

2 Inspeksi balutan dan luka Deteksi dini terjadinya infeksi


memberi kesempatan

22
intervensi tepat waktu dan
mencegah komplikasi serius

3 Berikan antibiotic (kolaborasi) Penggunaan antibiotic dapat


disesuai kan dengan organisme
penyebab

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Trauma ekstremitas adalah trauma yang mengakibatkan cedera pada


ekstremitas. Trauma pada satu bagian system musculoskeletal atau trauma
ekstremitas dapat menyebabkan disfungsi struktur di sekitarnya dan
struktur yang dilindungi atau disangganya serta kerusakan pada otot,
pembuluh darah dan saraf. Penyebab dari trauma ekstremitas dapat berupa
trauma langsung maupun tidak langsung.

Trauma ekstremitas meliputi

Fraktur
Dislokasi
Strain
Sprain
Vulnus

Pengkajian gawatdarurat untuk trauma ekstremitas meliputi :

23
Mengkaji ABCD
Kaji riwayat dan kondisi pasien (SAMPLE, mekanisme injuri)
Mengevaluasi ekstremitas apakah ada 5 P (pain, pallor, pulse,
parestesi, paralisis)

DAFTAR RUJUKAN

Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Nuha Medika: Yogyakarta

Thygerson, Alton. 2006. Pertolongan Pertama Edisi 5. Erlangga: Jakarta

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and


Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta.

Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.

Kidd, Pamela S. 2000. Pedoman Perawatan Emergensi Edisi 2. EGC : Jakarta

24
HS Lubis - 2012

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33107/5/Chapter%20I.pdf
(online) di akses pada 11 Nopember 2013

Hermawan, hery.

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/124/jtptunimus-gdl-heryhermaw-6200-2-
babii.pdf (online) di akses pada 11 Nopember 2013

25

You might also like