You are on page 1of 10

BAB I

PENDAHULUAN

Kehidupan manusia di dunia merupakan anugerah dari Allah SWT. Dengan segala
pemberian-Nya manusia dapat mengecap segala kenikmatan yang bisa dirasakan oleh dirinya.
Tapi dengan anugerah tersebut kadangkala manusia lupa akan dzat Allah SWT yang telah
memberikannya. Untuk hal tersebut manusia harus mendapatkan suatu bimbingan sehingga di
dalam kehidupannya dapat berbuat sesuai dengan bimbingan Allah SWT. Hidup yang dibimbing
syariah akan melahirkan kesadaran untuk berprilaku yang sesuai dengan tuntutan dan tuntunan
Allah dan Rasulnya yang tergambar dalam hukum Allah yang Normatif dan Deskriptif
(Quraniyah dan Kauniyah).
Sebagian dari syariat terdapat aturan tentang ibadah, baik ibadah khusus maupun ibadah
umum. Sumber syariat adalah Al-Quran dan As-Sunnah, sedangkan hal-hal yang belum diatur
secara pasti di dalam kedua sumber tersebut digunakan rayu (Ijtihad). Syariat dapat
dilaksanakan apabila pada diri seseorang telah tertanam Aqidah atau keimanan. Semoga dengan
bimbingan syariah hidup kita akan selamat dunia dan akhirat.
Rumusan Masalah

A. Apakah yang dimaksud dengan Syariah


B. Apakah yang dimaksud dengan Muamalah

Manfaat

Menambah pengetahuan Hukum Islam tentang Syariah,dan Muamalah .

BAB II
PEMBAHASAN

A. Syariah

Syariah adalah sebutan terhadap pokok ajaran Allah dan Rasulnya yang merupakan jalan
atau pedoman hidup manusia dalam melakukan hubungan vertical kepada Pencipta, Allah SWT,
dan juga kepada sesame manusia.

Ada dua pendekatan dalam mendefinisikan Syariah, yaitu antara lain:


Dari segi tujuan, Syariah memiliki pengertian ajaran yang menjaga kehormatan manusia sebagai
makhluk termulia dengan memelihara atau menjamin lima hal penting, yaitu:

a) Menjamin kebebasan beragama (Berketuhanan Yang Maha Esa)


b) Menjamin kehiupan yang layak (memelihara jiwa)
c) Menjamin kelangsungan hidup keluarga (menjaga keturunan)
d) Menjamin kebebasan berpikir (memelihara akal)
e) Menjamin kehidupan dengan tersedianya lapangan kerja yang pantas (memelihara harta)
Lima hal pemeliharaan itu akan menjadi ukuran dari lima hukum Islam, seperti wajib, sunnat,
haram, makruh, dan mubah.
Ditinjau dari segi klasifikasi.
Untuk memahami hal ini, ada baiknya terlebih dahulu kita mengetahui arti dari Ibadah
dan Muamalah itu sendiri. Ibadah.
Berikut di bawah ini adalah pengertian dari Ibadah, menurut Ustadz Yazid bin Abdul Qadir
Jawas.
Ruang Lingkup Syariah

Ruang lingkup syariah lain mencakup peraturan-peraturan sebagai berikut :


1. Ibadah, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung dengan Allah SWT
(ritual),yangterdiridari :a. Rukun Islam : mengucapkan syahadat, mengerjakan shalat, zakat,
puasa, dan haji.b. Ibadah lainnya yang berhubungan dengan rumun Islam.1. Badani (bersifat
fisik) : bersuci meliputi wudlu, mandi, tayamum, pengaturan menghilangkan najis, peraturan air,
istinja, adzan, qomat, Itikaf, doa, sholawat, umroh, tasbih, istighfar, khitan, pengurusan mayit,
dan lain-lain.2. Mali (bersifat harta) : qurban, aqiqah, alhadyu, sidqah, wakaf, fidyah, hibbah, dan
lain-lain.2. Muamalah, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan yang lainnya
dalam hal tukar-menukar harta (jual beli dan yang searti), diantaranya : dagang, pinjam-
meminjam, sewa-menyewa, kerja sama dagang, simpanan, penemuan, pengupahan, rampasan
perang, utang-piutang, pungutan, warisan, wasiat, nafkah, titipan, jizah, pesanan, dan lain-lain.
3. Munakahat, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lain dalam
hubungan berkeluarga (nikah, dan yang berhubungan dengannya), diantaranya : perkawinan,
perceraian, pengaturan nafkah, penyusunan, memelihara anak, pergaulan suami istri, mas kawin,
berkabung dari suami yang wafat, meminang, khulu, liam dzilar, ilam walimah, wasiyat, dan
lain-lain.
4. Jinayat, yaitu peraturan yang menyangkut pidana, diantaranya : qishsash, diyat, kifarat,
pembunuhan, zinah, minuman keras, murtad, khianat dalam perjuangan, kesaksian dan lain-lain.
5. Siyasa, yaitu yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan (politik), diantaranya :
ukhuwa (persaudaraan) musyawarah (persamaan), adalah (keadilan), taawun (tolong
menolong), tasamu (toleransi), takafulul ijtimah (tanggung jawab sosial), ziamah
(kepemimpinan) pemerintahan dan lain-lain.6. Akhlak, yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi,
diantaranya : syukur, sabar, tawadlu, (rendah hati), pemaaf, tawakal, istiqomah (konsekwen),
syajaah (berani), birrul walidain (berbuat baik pada ayah ibu), dan lain-lain.7. Peraturan-
peraturan lainnya seperti : makanan, minuman, sembelihan, berburu, nazar,pemberantasan
kemiskinan, pemeliharaan anak yatim, mesjid, dawah, perang, dan lain-lain.

Sumber-Sumber Syariah

1. Al-Quran, kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan merupakan
Undang-Undang yang sebagian besar berisi hukum-hukum pokok.
2. Al-Hadist (As-Sunnah), sumber hukum kedua yang memberikan penjelasan dan rincian
terhadap hukum-hukum Al-Quran yang bersifat umum.
3. Rayu (Ijtihad), upaya para ahli mengkaji Al-Quran dan As-Sunnah untuk menetapkan hukum
yang belum ditetapkan secara pasti dalam Al-Quran dan As-Sunnah.
Muamalah

Secara Etiomologi Muamalah berasal dari kata ( )yang merupakan istilah yang
digunakan untuk mengungkapkan semua perbuatan yang dikehendaki mukallaf. muamalah
mengikuti pola ( ) yang bermakna bergaul () .
Secara Terminologi Muamalah adalah istilah yang digunakan untuk permasalahan selain
ibadah.
Menurut fiqih, muamalah ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi
manfaat dengan cara yang ditentukan. Yang termasuk dalam hal muamalah adalah jual beli, sewa
menyewa, upah mengupah, pinjam meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat dan lain-lain.
Ibadah wajib berpedoman pada sumber ajaran Al-Quran dan Al-Sunnah, yaitu harus ada
contoh (tatacara dan praktek) dari Nabi Muhammad SAW. Konsep ibadah ini berdasarkan
kepada mamnu (dilarang atas haram). Ibadah ini antara lain meliputi shalat, zakat, puasa, dan
haji. Sedangkan masalah muamalah (hubungan kita dengan sesame manusia dan lingkungan),
masalah-masalah dunia, seperti makan dan minum, pendidikan, organisasi, dan ilmu
pengetahuan dan teknologi, berlandaskan pada prinsip boleh (jaiz) selama tidak ada larangan
yang tegas dari Allah dan Rasul-Nya.
Berkaitan dengan hal di atas (muamalah), Nabi Muhammad SAW mengatakan:
Bila dalam urusan agama (aqidah dan ibadah) Anda contohlah saya. Tapi, dalam urusan dunia
Anda, (teknis muamalah), Anda lebih tahu tentang dunia Anda.
Dalam ibadah, sangat penting untuk diketahui apakah ada suruhan atau contoh tatacara,
atau aturan yang pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Apabila hal itu tidak ada, maka
tindakan yang kita lakukan dalam ibadah itu akan jatuh kepada bidah, dan setiap
perbuatan bidah adalah dhalalah (sesat). Sebaliknya dalam muamalah yang harus dan penting
untuk diketahui adalah apakah ada larangan tegas dari Allah dan Rasul-Nya, karena apabila tidak
ada, hal tersebut boleh saja dilakukan.
Dalam hal ini, Dr. Kaelany juga menjelaskan adanya dua prinsip yang perlu kita
perhatikan, yaitu:
Pertama: Manusia dilarang menciptakan agama, termasuk system ibadah dan tata caranya,
karena masalah agama dan ibadah adalah hak mutlak Allah dan para Rasul-Nya yang ditugasi
menyampaikan agama itu kepada masyarakat. Maka menciptakan agama dan ibadah adalah
bidah. Sedang setiap bidah adalah sesat.
Kedua: Adanya kebebasan dasar dalam menempuh hidup ini, yaitu hal-hal yang berkaitan
dengan masalah muamalah, seperti pergaulan hidup dan kehidupan dalam masyarakat dan
lingkungan, yang dikaruniakan Allah kepada umat manusia (Bani Adam) dengan batasan atau
larangan tertentu yang harus dijaga. Sebaliknya melarang sesuatu yang tidak dilarang oleh
Allah dan Rasul-Nya adalah bidah.
Dalam menjalankan keseharian, penting bagi kita untuk mengingat dua prinsip di atas.
Ibadah tidak dapat dilakukan dengan sekehendak hati kita karena semua ketentuan dan aturan
telah ditetapkan dalam Al-Quran dan Sunnah, serta contoh dan tatacaranya telah diajarkan oleh
Rasulullah SAW semasa hidupnya. Melakukan sesuatu dalam ibadah, yang tidak ada disebutkan
dalam Al-Quran dan Sunnah berarti melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan oleh Allah
SWT, dan ini sungguh merupakan perbuatan yang sesat.
Namun dalam beberapa hal, tentu ada hal yang harus diperhatikan sesuai dengan
perkembangan zaman. Di sini lah implikasi dari muamaah itu sendiri. Selama tidak ada
larangan secara tegas di dalam Al-Quran dan Sunnah, hal yang dipertimbangkan itu boleh
dilakukan. Hal ini telah diterangkan oleh Rasul dalam sabdanya yang sudah ditulis di atas.
Sebagai contoh adalah dalam kehidupan sehari-hari, pada zaman hidupnya Rasulullah,
masyarakat yang mengadakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain menggunakan binatang
Unta sebagai kendaraan. Akan tetapi hal itu tidak mungkin sama dalam kehidupan zaman
modern ini. Dan karenanya, menggunakan kendaraan bermotor diperbolehkan karena tidak ada
larangan dari Allah dan Rasul-Nya (tidak tertera larangan yang tegas dalam Al-Quran dan
Sunnah).
Syariat Islam adalah ajaran islam yang membicarakanamal manusia
baiksebagai makluk ciptaan Allah maupun hamba Allah.Terkait dengan susunan tertib
Syariat,AlQuran Surat Al Ahzab ayat 36 mengajarkan bahwa sekiranya Allah dan
RasulNya sudah memutuskan suatu perkara, maka umat Islam tidak diperkenankan mengambil
ketentuan lain. Oleh sebab itu secara implisit dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara
yang Allah dan RasulNya belum menetapkan ketentuannya maka umat Islam dapat menentukan
sendiri ketetapannya itu. Pemahaman makna ini didukung oleh ayat dalam Surat Al Maidah QS
5:101 yang menyatakan bahwa hal-hal yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah
dimaafkanAllah.

D. Macam macam Muamalah

Persamaan pengertian muamalah dalam arti sempit dengan muamalah dalam arti luas ialah sama
sama mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitan dengan pengaturan harta.

Pembagian Muamalah

Menurut Ibn Abidin, fiqh muamarah terbagi menjadi lima bagian, yaitu:

a. Mu'awadlah Matiyah (Hukum Kebendaan),

b. Munakahat (Hukum Perkawinan),

c. Muhasanat (Hukum Acara),

d. Amanat dan Aryah (pinjaman),

e. Tirkah (Harta Peninggalan).


Ibn Abidin adalah salah seorang yang mendefinisikan muamalah secara luas sehingga munakahat
termasuk salah satu bagian fiqh muamalah, padahal munakahat diatur dalam disiplin ilmu
tersendiri, yaitu fiqh munakahat.

E. Perkara yang Dihadapi Umat Islam

Dengan demikian perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani


hidup beribadahnya kepada Allah itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa yang
disebut sebagai perkara yang termasuk dalam kategori Asas Syara dan perkara yang masuk
dalam kategori Furu Syara.
1. Asas Syara
Yaitu perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al
Hadits. Kedudukannya sebagaiPokok Syariat Islam dimana Al Quran itu Asas Pertama Syara
dan Al Hadits itu Asas Kedua Syara. Sifatnya, pada dasarnya mengikat umat Islam seluruh
dunia dimanapun berada, sejak kerasulan Nabi Muhammad saw hingga akhir zaman, kecuali
dalam keadaan darurat.
Keadaan darurat dalam istilah agama Islam diartikan sebagai suatu keadaan yang memungkinkan
umat Islamtidak mentaati syariat Islam, ialah keadaan yang terpaksa atau dalam keadaan yang
membahayakan diri secara lahir dan batin, dan keadaan tersebut tidak diduga sebelumnya atau
tidak diinginkan sebelumnya, demikian pula dalam memanfaatkan keadaan tersebut tidak
berlebihan. Jika keadaan darurat itu berakhir maka segera kembali kepada ketentuan syariat
yang berlaku.
2. Furu Syara
Yaitu perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam Al Quran dan Al
Hadist.Kedudukannya sebaga Cabang Syariat Islam.Sifatnya pada dasarnya tidak mengikat
seluruh umat Islam di dunia kecuali diterima Ulil Amri setempat menerima sebagai peraturan /
perundangan yang berlaku dalam wilayah kekuasaanya.
Perkara atau masalah yang masuk dalam furu syara ini juga disebut sebagai perkara ijtihadiyah.

F. Filsafat Ibadah dan Muamalah

Pendahuluan Tujuan penciptaan manusia dan jin hanya tiada lain adalah untuk beribadah
kepada Allah SWT. Penciptaan itu bukan sekedar main-main atau hal yang percuma. Di balik
penciptaan itu, Allah SWT mempunyai rencana yang sungguh-sungguh. Setiap makhluk diberi
kesempatan untuk berkembang maju ke arah suatu tujuan itu, yaitu keridhaan-Nya. Allah SWT
adalah sumber dan pusat segala kekuasaan dan kesempurnaan. Kemajuan yang kita capai
tergantung kepada cara kita mendapatkan diri sesuai dengan kehendak-Nya. Inilah sebaik-baik
ibadah kita kepada-Nya. Gambaran tentang kemampuan syari'at Islam dalam menjawab segala
persoalan modern dapat diketahui dengan mengemukakan beberapa prinsip syari'at Islam
mengenai tatanan hidup secara vertikal (antara manusia dengan Tuhannya) dan secara horizontal
(antara sesama manusia). kebanyakan ahli fiqh teah menetapkan kaidah bahwa hukum asal
segala sesuatu dalam bidang material dan hubungan antara sesama manusia (mu'amalat) adalah
boleh, kecuali apabila ada dalil yang menunjukkan bahwa sesuatu itu dilarang. Kaidah di atas
berlawanan dengan kaidah hukum dalam bidang ibadah. Dalam bidang ibadah, syari'at Islam
menetapkan sendiri garis-garisnya.
Di sini dikemukakan nash yang tidak dapat ditafsirkan lain, sehingga terjaga dari
kesimpangsiuran. Dalam bidang yang disebut terakhir ini terdapat kaidah bahwa ibadah tidak
dapat dilakukan kecuali apabila ada dalil yang menunjukkan bahwa sesuatu itu telah
diperintahkan oleh Allah SWT dan atau dicontohkan oleh Rasulullah. Sebagaimana yang
dikatakan oleh imam al-Syathibi, ibadah memiliki maksud asli dan maksud sekunder, maksud
asli adalah semata-mata menuju Allah SWT dengan tujuan tunduk, taat, mencintai dan menuju
kepada Allah SWT dalam setiap kondisi, kemudian diikuti dengan bukti berupa beribadah untuk
mendapatkan derajat di akhirat atau menjadi kekasih Allah SWT dan lain-lain. Sedangkan
maksud sekunder dalam ibadah adalah seperti meluruskan diri dan mendapatkan keutamaan.
Apabila makna-makna ibadah yang diberikan oleh masing-masing ahli ilmu diperhatikan baik,
nyatalah bahwa takrif yang diberikan oleh suatu golongan berpaut untuk menyempurnakannya
dengan takrif yang diberikan oleh golongan yang lain.
Jelasnya, tidaklah dipandang seorang mukallaf telah beribadah (sempurna ibadahnya) kalau
ia hanya mengerjakan ibadah-ibadah dalam pengertian fuqaha, atau ahli ushul saja. Di samping
ia beribadah dengan ibadah yang dimaksudkan oleh ahli tauhid, ahli hadits dan ahli tafsir. Dan
perlu pula ia beribadah dengan yang dimaksudkan oleh ahli akhlak, yaitu memperbaiki budi
pekerti. Maka apabila pengertian-pengertian tersebut telah menyatu, barulah terdapat hakikat
ibadah dan ruhnya : barulah rangka ibadahnya mempunyai motor yang menggerakkan. Al-Qur'an
dan Al-Sunnah yang menjadi sumber dan pedoman bagi umat untuk beribadah mengandung
ajaran-ajaran yang oleh Mahmud Syaltut dibagi kepada dua bagian, yaitu : ajaran tentang akidah
dan ajaran tentang syari'ah, kemudian syari'ah itu sendiri terdiri atas ibadah dan mu'amalah.
Ajaran tentang akidah berkaitan dengan persoalan keimanan dan keyakinan seseorang
terhadap eksistensi Allah SWT, para malaikat, Rasul, kitab suci yang diturunkan Allah SWT,
tentang hari akhirat, dan lain sebagainya. Ajaran tentang akidah bersifat permanen, pasti dan
tidak berubah disebabkan terjadinya perubahan sosial-kultural Ajaran tentang ibadah berkaitan
dengan persoalan-persoalan pengabdian kepada Allah SWT dalam bentuk-bentuk yang khusus
seperti shalat, puasa, haji, zakat dan sebagainya. Ajaran tentang ibadah ini bersifat permanen dan
ditetapkan secara rinci baik oleh Al-Qur'an maupun oleh Al-Sunnah, sikap seorang Muslim
dalam persoalan ibadah adalah melaksanakannya sesuai dengan petunjuk dalil yang ada dalam
Al-Qur'an yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW melalui sunahnya. Ajaran tentang mu'amalah
berkaitan dengan persoalan-persoalan hubungan antara sesama manusia dalam memenuhi
kebutuhan masing-masing, sesuai dengan ajaran-ajaran dan prinsip-prinsip yang dikandung oleh
Al-Qur'an dan Al-Sunnah, itulah sebabnya bahwa bidang muamalah tidak bisa dipisahkan sama
sekali dengan nilai-nilai ketuhanan.
Dengan demikian, akidah, ibadah, muamalah merupakan tiga rangkaian yang sama sekali
tidak bisa dipisahkan. Al-Syatibi mencoba mengembangkan lebih lanjut prinsip-prinsip di atas,
ia sebagaimana ahli fiqh lainnya, membedakan materi hukum Islam menjadi dua bagian, bagian
pertama, materi hukum Islam yang menyangkut ibadah daan bagian kedua materi hukum Islam
yang menyangkut muamalah (adat). Ia secara filosofis telah merumuskan kaidah sebagai berikut
: "Prinsip dalam persoalan ibadat bagi mukallaf adalah ta'abbud tanpa perlu melihat kepada nilai
atau hikmah, sedangkan prinsip dalam persoalan adat (muamalat) adalah melihat kepada nilai
atau hikmah" Perlu segera ditambahkan, bahwa Al-Syatibi sendiri mengakui adanya beberapa
bentuk muamalat yang mempunyai nilai ta'abbudi.
Kelihatannya yang dimaksud dengan ta'abbudi di sini adalah hukum yang ditetapkan
berdasarkan dalil yang terperinci. Berdasarkan prinsip di atas dapat dipahami bahwa
modernisasi, dalam arti meliputi segala macam bentuk muamalat, diizinkan oleh syari'at Islam,
selama tidak bertentangan dengan prinsip dan jiwa syari'at Islam itu sendiri. Menyadari bahwa
kehidupan dan kebutuhan manusia selalu berkembang dan berubah, syari'at dalam bidang
muamalat, pada umumnya hanya mengatur dan menetapkan dasar-dasar hukum secara umum.
Sedangkan perinciannya diserahkan kepada umat Islam, dimana pun mereka berada.
Tentu prinsip dan jiwa syari'at Islam. Dapat dikatakan bahwa jiwa dan prinsip hukum
Islam bersifat konstant, permanen dan stabil, tidak berubah sepanjang masa, betapa pun
kemajuan peradaban manusia. Sementara itu peristiwa hukum, teknis, dan cabang-cabang
mengalami perubahan, berkembang sejalan dengan perkembangan zaman. Dengan tetap
teguhnya jiwa dan prinsip hukum, dibarengi oleh terbuka lebarnya perubahan dan kemajuan ilmu
pengetahuan secara leluasa, dengan tetap dilandasi oleh norma hukum yang ketat dan kuat.
Dengan adanya perubahan dan perkembangan masyarakat, cabang-cabang hukum Islam
di bidang muamalat semakin bertambah materi hukumnya, semakin banyak perbedaannya dan
semakin sempurna pembahasannya. Berbeda dengan bidang muamalat, hukum Islam dalam
bidangibadah mahdah tidak terbuka kemungkinan adanya modernisasi, melainkan materinya
harus berorientasi kepada nash Al-Qur'an dan Hadits yang mengatur secara jelas tentang tata cara
pelaksanaan ibadah tersebut. Namun demikian, modernisasi dalam bidang sarana dan prasarana
ibadah mungkin untuk dilakukan.

Kerukunan Antar Umat Beragama

Kerukunan merupakan kebutuhan bersama yang tidak dapat dihindarkan di Tengah perbedaan.
Perbedaan yang ada bukan merupakan penghalang untuk hidup rukun dan berdampingan dalam
bingkai persaudaraan dan persatuan. Kesadaran akan kerukunan hidup umat beragama yang
harus bersifat Dinamis, Humanis dan Demokratis, agar dapat ditransformasikan kepada
masyarakat dikalangan bawah sehingga, kerukunan tersebut tidak hanya dapat
dirasakan/dinikmati oleh kalangan-kalangan atas/orang kaya saja. Karena, Agama tidak bisa
dengan dirinya sendiri dan dianggap dapat memecahkan semua masalah. Agama hanya salah
satu faktor dari kehidupan manusia.

Mungkin faktor yang paling penting dan mendasar karena memberikan sebuah arti dan tujuan
hidup. Tetapi sekarang kita mengetahui bahwa untuk mengerti lebih dalam tentang agama perlu
segi-segi lainnya, termasuk ilmu pengetahuan dan juga filsafat. Yang paling mungkin adalah
mendapatkan pengertian yang mendasar dari agama-agama. Jadi, keterbukaan satu agama
terhadap agama lain sangat penting.

Kalau kita masih mempunyai pandangan yang fanatik, bahwa hanya agama kita sendiri saja yang
paling benar, maka itu menjadi penghalang yang paling berat dalam usaha memberikan sesuatu
pandangan yang optimis. Namun ketika kontak-kontak antaragama sering kali terjadi sejak tahun
1950-an, maka muncul paradigma dan arah baru dalam pemikiran keagamaan. Orang tidak lagi
bersikap negatif dan apriori terhadap agama lain. Bahkan mulai muncul pengakuan positif atas
kebenaran agama lain yang pada gilirannya mendorong terjadinya saling pengertian.

Di masa lampau, kita berusaha menutup diri dari tradisi agama lain dan menganggap agama
selain agama kita sebagai lawan yang sesat serta penuh kecurigaan terhadap berbagai aktivitas
agama lain, maka sekarang kita lebih mengedepankan sikap keterbukaan dan saling menghargai
satu sama lain.
BAB III
KESIMPULAN

Syariah adalah sebutan terhadap pokok ajaran Allah dan Rasulnya yang merupakan jalan
atau pedoman hidup manusia dalam melakukan hubungan vertical kepada Pencipta, Allah SWT,
dan juga kepada sesame manusia.
Muamalah adalah Hukum Islam yang berkaitan dengan hak dan harta yang muncul dari
transaksi antara seseorang dengan orang lain , atau antara seseorang dengan badan hukum , atau
antara badan hukum yang satu dengan badan hukum yang lainnya .
Semoga Ibadah yang kita perbuat dapat merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu
tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling
tinggi.
Syariah Islam memberikan tuntunan hidup khususnya pada umat Islam dan umumnya pada
seluruh umat manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Muamalah dalam syariah
Islam bersifat fleksibel tidak kaku. Dengan demikian Syariah Islam dapat terus menerus
memberikan dasar spiritual bagi umat Islam dalam menyongsong setiap perubahan yang terjadi
di masyarakat dalam semua aspek kehidupan.
Syariah Islam dalam muamalah senantiasa mendorong penyebaran manfaat bagi semua pihak,
menghindari saling merugikan, mencegah perselisihan dan kesewenangan dari pihak yang kuat
atas pihak-pihak yang lemah. Dengan dikembangkannya muamalah berdasarkan syariah Islam
akan lahir masyarakat marhamah, yaitu masyarakat yang penuh rahmat.

DAFTAR PUSTAKA

- Prof. T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Fakta Keagungan Syari'at Islam, Tintamas, Jakarta, 1992 -
Harun Nasution "Dasar Pemikiran Pembaharuan dalam Islam", Pustaka Pajimas, Jakarta, 1985. -
Prof. T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Kuliah Ibadah, Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2000 - DR. H.
Fathurrahman Djamil, MA, Filsafat Hukum Islam, Logos, Jakarta, 1999 - Yusuf al-Qardhawi,
Fiqh Maqashid Syari'ah, Pustaka Kautsar, Jakarta, 2007 - DR. H. Nasruh Haroen, MA, Fiqh
Mua'malah, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2000

You might also like