You are on page 1of 29

BAB I

PENDAHULUAN

Sekitar 0,75% - 2% pembedahan nonobstetrik dilakukan selama masa kehamilan.

Di United States, diperkirakan sekitar 75.000 wanita hamil menjalani anestesi dan

pembedahan setiap tahunnya. Sekitar 42% prosedur pembedahan terjadi pada trimester

pertama, 35% pada trimester kedua, dan 23% pada trimester ketiga.

Di Swedia, dilaporkan sekitar 42% prosedur pembedahan terjadi pada trimester

pertama, 35% pada trimester kedua, dan 23% pada trimester ketiga. Laparoskopi

merupakan prosedur pembedahan terbanyak yang dikerjakan pada trimester pertama,

sedangkan appendisektomi adalah prosedur pembedahan yang paling sering dikerjakan

pada trimester selanjutnya. Tindakan pembedahan lainnya yang umum dikerjakan

diantaranya pembedahan akibat inkompetensi servik, komplikasi kista ovarium,

trauma, penyakit kandung empedu, obstruksi usus, pengangkatan tumor payudara

ataupun keganasan lainnya.

Pembedahan mayor adakalanya harus dikerjakan bila terjadi keadaan yang

mengancam nyawa ibu, seperti bedah kardiak dan bedah saraf. Pembedahan

nonobstetri selama periode kehamilan dapat memberi kontribusi terjadinya morbiditas

dan mortilitas perinatal, akibat perjalanan penyakit dasarmya sendiri atau efek terapi,

kemuungkinan paparan anestetika yang teratogenik, gangguan perfusi uteroplasenta

dan oksigenasi fetal, serta adanya risiko terjadi abortus atau persalinan premature.

1
Penatalaksanaan anestesi optimal memerlukan pemahaman ahli anestesi

mengenai perubahan fisiologi maternal, pertimbangan terhadap fetus akibat

pembedahan dan anestesi, serta upaya mempertahankan perfusi uteroplasenta dan

oksigenasi maternal fetus.

2
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama pasien : Ny. Saadia Wattimena

Nomor RM : 12 32 95

Umur : 27 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Alamat : Laimu

Agama : Islam

Tanggal operasi : 11 November 2017

B. EVALUASI PRE-ANASTESI

1. ANAMNESIS

Keluhan Utama : nyeri perut atas disertai kembung

Riwayat penyakit sekarang : pasien datang dengan keluhan nyeri

perut atas, pasien sedang dalam masa kehamilan G1P0A0, hamil 29-30

minggu, keluar lendir darah (-), tidak bisa BAB.

Riwayat penyakit dahulu : pasien memiliki riwayat penyakit

gastritis akut.

Riwayat alergi : pasien tidak memiliki riwayat alergi

Riwayat penyakit keluarga : dalam keluarga tidak ada anggota

keluarga yang memiliki keluhan yang sama

3
Riwayat kehamilan : pasien sedang dalam masa kehamilan

G1P0A0, belum pernah melahirkan sebelumnya, pasien hamil 29-30

minggu.

2. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum :

Kesadaran : compos mentis

B1 : rr 28x/ menit, O2 kanul 2 liter per menit

B2 : TD 90/60 mmHg, N: 98 x/ menit, reguler, BJ:

S1/S2 reguler, gallop (-), murmur (-).

B3 : GCS E4V5M6, pupil isokhor, S: 37C.

B4 : urine

B5 : BU: lemah, abdomen gravid TFU 25 cm,

defans muskuler (+), hypertimpani (+), nyeri tekan (+)

B6 : deformitas (-), Edema (-)

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hb : 12,5 gr/ dL

WBC : 10,0

PLT : 30,4

HbsAg : negatif

Diagnosis kerja : susp. Peritonitis dengan gravid 29 minggu

Anestesi : anestesi regional - SAB

4
Status ASA : ASA PS II

Penatalaksanaan : Laparatomi eksplorasi

Planning : Operasi CITO

C. PRE-OPERATIF

Persiapan operasi

Diagnosis pra bedah : Susp. Peritonitis + gravid 29 minggu

Jenis pembedahan : Laparatomi eksplorasi

Jenis anestesi : Regional Anestesi (SAB)

Posisi : Supine

Lama anestesi : 22.30 WIT

Lama operasi : 22.35 00.10 WIT

Premedikasi : Ranitidin 50 mg IV

Persiapan alat dan obat anestesi regional

1. Alat :

Monitor

Alat anestesi umum

Obat resusitasi

Set spinal

Obat anestesi

2. Pasien

Informed consent

5
Pemfis

Uji laboratorium

Induksi anestesi

Teknik anestesi spinal :

1. Tidurkan pasien dalam posisi lateral dekubitus atau dalam posisi duduk.

Buat penderita membungkuk maksimal agar processus spinosus teraba.

2. Inspeksi, garis yang menghubungkan dua titik tertinggi. Krista iliaka kanan

dan kiri akan memotong garis tengah punggung setinggi L4-L5. Palpasi,

untuk mengenal ruang antara 2 vertebra lumbalis. Pungsi lumbal hanya

diantara L2-L3, L3-L4, L4-L5 atau L5-S1.

3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine dan alkohol

4. Dengan memakai sarung tangan steril, pungsi lumbal dilakukan dengan

menyuntikan jarum lumbal (spinoken) no. 22 (atau lebih halus misanya no.

23, 25, 26) pada bidang median dengan arah 10 - 30 terhadap bidang

horisontal ke arah kranial pada ruang antar vertebra lumbalis yang sudah

dipilih. Jarum lumbal akan menembus kulit-subcutis ligamentum

supraspinosum ligamentum intraspinosum- ligamentum flavum-

duramater- ruang subarachnoid.

5. Setelah stilet dicabut, cairan serebrospinal akan menetes keluar.

Selanjutnya, disuntikkan larutan obat analgesik lokal pelan-pelan, diselingi

aspirasi sedikit kedalam ruang subarachnoid tersebut.

6
Maintenance

Inhalasi O2 3L

Infus RL 1.600 Ml

Ranitidine 50 mg

Ondansetron 4 mg

D. Pemantauan Intraoperatif

Gambar laporan intraoperatif

E. Perawatan Post Operasi

Recovery (post op pain)

Ketorolac 30 mg/IV bolus

Tramadol 100 mg drips 28 tetes per menit

Pasien masuk ruang pemulihan (recovery room) pukul 00.15 WIT

Keluhan pasien : nyeri perut (+), mual (+), pusing (-), lendir (-)

Pemeriksaan fisik :

B1 : RR 20x/ menit, O2 kanul 3 liter per menit

B2 : TD : 107/ 68 mmHg, N: 64x/menit, reguler, BJ: S1/S2

reguler, gallop (-), murmur (-)

B3 : GCS E4V5M6, pupil isokor, S: 36,5 C

B4 : BAK kateter, urine 24 cc per jam, warna the

B5 : BU (-), drain 50 cc warna coklat

7
B6 : deformitas (-), edema (-)

8
BAB III

PEMBAHASAN

I. Perforasi Gallbledder

Perforasi kandung empedu (GBP) merupakan komplikasi yang jarang tetapi

mengancam kehidupan dari kolesistitis akut. Perforasi kandung empedu dapat

disebabkan oleh batu empedu dan kolesistitis. Batu empedu adalah suatu bahan

keras berbentuk bulat, oval, ataupun bersegi segi yang terdapat pada saluran

empedu dan mengandung kolesterol, kalsium karbonat, kalsium bilirubin, ataupun

campuran dari elemen-elemen tersebut.

Hanya 20-25% pasien dengan batu empedu yang menunjukkan gejala klinis.

Biasa batu empedu dijumpai ketika dilakukan pemeriksaan USG dan dijumpai

asimtomatik pada 80% pasien. Gejala yang dapat terjadi adalah Kolik bilier, yang

diakibatkan oleh obstruksi transien dari batu empedu merupakan keluhan utama

pada 70-80% pasien. Nyeri kolik disebabkan oleh spasme fungsional di sekitar

lokasi obstruksi. Nyeri kolik mempunyai karakteristik spesifik; nyeri yang

dirasakan bersifat episodik dan berat, lokasi di daerah epigastrium, dapat juga

dirasakan di daerah kuadran kanan atas, kuadran kiri, prekordium, dan abdomen

bagian bawah. Onset nyeri tiba-tiba dan semakin memberat pada 15 menit pertama

dan berkurang hingga tiga jam berikutnya. Resolusi nyeri lebih lambat. Nyeri

dapat menjalar hingga region interskapular, atau ke bahu kanan. Gejala lainnya

seperti jaudice obstruktif, kolangitis, kolesistitis obstruktif aut, dll.

9
Perforasi gallbledder dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Tipe I perforasi pasien dengan keluhan nyeri perut umum. Yang awalnya

berlokasi di hipokondrium kanan kemudian menyebar keseluruh bagian

perut, dan nyeri lepas positif.

2. Tipe II perforasi pasien dengan keluhan nyeri hypochondrial kanan yang

berkisar dalam durasi dari 3 hari sampai 15 hari.

3. Tipe III perforasi disajikan dengan gejala mirip seperti cholecystits akut

Pasien dengan type I gallbladder perforasi memiliki tanda-tanda iritasi peritoneum

seperti nyeri perut yang luas, menjaga, dan nyeri lepas. Pasien dengan type II

gallbladder perforasi memiliki nyeri yang terlokalisir, menjaga, Murphy sign positif,

dan memiliki massa subcostal, dan memiliki penyakit kuning dengan tingkat bilirubin

total 28 mg / dL. Pasien dengan tipe III kandung empedu perforasi memiliki

kelembutan epigastrium dan salah satu dari mereka juga memiliki distensi abdomen.

Empat pasien memiliki sindrom respon inflamasi sistemik, dari mereka dua pasien

dengan type I gallbladder perforasi dan dua dengan jenis type II and III perforasi

kandung empedu.

Diagnosis peforasi gallbledder ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala berikut

Leukositosis, demam tinggi, serum kreatinin meningkat pada pasien. Tidak ada

perbedaan yang signifikan antara tiga kelompok sehubungan dengan parameter ini.

Pada pemeriksaan abdomen, nyeri umum hadir terutama di daerah kuadran kanan atas.

Kekakuan hadir di perut kanan bagian atas tapi tidak ada massa dirasakan.

10
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Palpasi : Nyeri tekan abdomen, Refleks spasme

otot perut rigiditas (+), Murphy Sign (+), Pembesaran kandung empedu Auskultasi :

Bising usus (-) Inspeksi : Jalan membungkuk. Pemeriksaan penunjang : - Foto polos

abdomen Ada 3 posisi : 1. terlentang (di foto dari anterior ke posterior secara vertikal)

2. duduk atau setengah duduk (di foto dari anterior ke posterior secara horizontal) 3.

tiduran miring ke kiri (di foto dari anterior ke posterior dari horizontal) - USG - CT

scan - Tes faal hati (untuk menyingkirkan diagnosis banding).

II. Anestesi Obstetrik

Dalam anestesi obstetrik perlu diingat beberapa catatan penting

diantaranya :

1. Anestesi obstetrik bersifat unik karena berhadapan dengan keselamatan ibu

maupun janin serta berhadapan dengan perubahan fisiologik maternal yang

dapat bervariasi bergantung pada usia kehamilan.

2. Perubahan fisiologi selama kehamilan dapat terjadi pada berbagai organ dan

sistem tubuh dengan segala akibat

3. Selain evaluasi kondisi maternal, diperlukan juga evaluasi kondisi janin,

berkaitan dengan masalah yang mungkin muncul dan risiko tindakan

terhadap kesejahteraan janin.

4. Plasenta adalah penghubung sirkulasi ibu dan janin yang berfungsi unik

dalam transfer nutrisi, endokrin, dan metabolisme. Meskipun plasenta juga

berfungsi sebagai penyaring obat-obatan yang diberikan kepada ibu,

11
sebagian obat anestesi tetap dapat melewati sawar ini dan berpengaruh

terhadap janin.

5. Banyak pertimbangan yang perlu dilakukan sebelum menentukan jenis

anestesi untuk sectio caesaria (bedah sesar). Bila digunakan anestesia

regional diperlukan blok saraf setinggi T4.

6. Anestesia epidural memberikan keuntungan berupa dapat dimanfaatkannya

kateter epidural untuk analgesia pascaoperasi serta komplikasi hipotensi

yang terjadi lebih lambat. Namun demikian teknik anestesia epidural lebih

kompleks, awitan lebih lambat dan harganya relatif mahal.

7. Teknik kombinasi spinal-epidural (combined spinal epidural, CSE)

memberikan kelebihan daripada spinal atau epidural sendiri, akan tetapi

prosedur yang dilakukan lebih rumit dan lebih mahal.

8. Anestesia umum pada ibu hamil menggunakan teknik rapid sequence

induction (RSI) untuk mengurangi aspirasi pada ibu, namun dengan teknik

ini tetap ada kemungkinan depresi neonatus.

9. Analgesia persalinan dapat dilakukan dengan pemerian obat parenteral,

neuraksial, blok atau agen inhalasi

III. Perubahan fisiologi pada wanita hamil

Pada kehamilan, terdapat berbagai perubahan penting pada sistem organ dan

tubuh. Perubahan ini sebagian dicetuskan oleh hormon yang dikeluarkan oleh

korpus luteum atau plasenta. Perubahan anatomis pada wanita hamil juga membawa

12
konsekuensi fisiologis. Misalnya, kompresi uterus ke struktur sekitarnya terjadi

pada kehamilan trimester kedua dan ketiga, menyebabkan perubahan

kardiovaskular. Secara keseluruhan, perubahan fisiologi selama kehamilan ini

berkontribusi pada tatalaksana anestesi pada wanita hamil. Perubahan paling

signifikan dan dapat memberi dampak pada anestesi adalah pada sistem

kardiovaskuler, sistem hematologi, pernapasan, metabolik dan gastrointestinal.

1. Perubahan kardiovaskular

Menurunnya tahanan vaskular sistemik yang diakibatkan pengaruh estrogen,

progesteron, dan prostasiklin mulai terjadi di awal kehamilan. Pada masa akhir

kehamilan, terjadi peningkatan laju denyut jantung (15-25%) dan curah jantung

(>50%) dibandingkan dengan keadaan tidak hamil. Peningkatan curah jantung

juga terjadi pada persalinan (dapat mencapai 12 14 liter/menit) dan pada masa

pascapersalinan karena penambahan volum darah dari uterus.

Pembesaran uterus dapat menekan struktur penting disekitarnya, terutama

pembuluh- pembuluh darah besar di abdomen, yaitu aorta abdominalis dan vena

kava inferior. Penekanan ini menghambat venous return ke jantung dan

menyebabkan hipotensi. Kompresi ini lebih nyata jika wanita hamil berbaring

dalam posisi terlentang (supine). Kompresi aorta yang berat pada posisi ini dapat

menyebabkan turunnya sirkulasi uteroplasenta dan mengakibatkan asfiksia janin.

Pada trimester kedua, kompresi aortokaval lebih nyata, mencapai maksimum

pada minggu ke 36-38, akan berkurang setelah itu karena kepala bayi turun ke

13
pelvis. Curah jantung wanita hamil pada minggu-minggu akhir kehamilan

menurun secara bermakna pada posisi telentang bila dibandingkan dengan wanita

tidak hamil. Hal ini dapat diatasi dengan posisi lateral dekubitus.

Uterus yang besar juga dapat mendorong jantung ke atas, menyebabkan LAD

(left axis deviation). Selain itu terdapat kecenderungan terjadinya PAC

(premature atrial complex), sinus takikardia dan PSVT (paroxysmal supra

ventricular tachycardia).

2. Perubahan hematologi

Meningkatnya aktivitas hormon mineralokortikoid pada kehamilan akan

meningkatkan retensi natrium dan meningktanya jumlah air di dalam tubuh.

Peningkatan volum plasma dan jumla darah total mulai terlihat pada kehamilan

awal dan volum plasma akan meningkat hingga 40-50% pada akhir kehamilan.

Sementara pada akhir kehamilan penambahan volum sel darah merah hanya 25-

40% dari awal. Hal ini akan menyebabkan anemia fisiologis pada ibu hamil.

Jumlah fibrinogen plasma dapat meningkat hingga 50%. Pseudokolinesterase

di plasma menurun sekitar 20% pada masa akhir kehamilan dan mencapai jumlah

terendah pada masa nifas. Konsentrasi protein plasma total cenderung menurun

< 6 gr/dL pada akhir kehamilan. Rasio albumin dan globulin akan menurun.

Penurunan konsentrasi albumin serum selain mengurangi tekanan onkotik darah

juga dapat berpengaruh terhadap anestesi. Hipoalbuminemia menambah fraksi

obat bebas yang berakibat memperlambat eliminasi obat.

14
3. Perubahan ventilasi

Meningkatnya jumlah cairan ekstraseluler dan ekstravasasi cairan

intraseluler akan menyebabkan edema interstisial, termasuk pada jalan napas

atas. Banyak wanita hamil yang mengeluhkan susah bernafas melalui hidung.

Tindakan-tindakan yang dapat mencederai mukosa saluran nafas, seperti insersi

nasopharyngeal airway , nasogastric tube, atau endotracheal tube dapat

menyebabkan perdarahan yang cukup hebat.

Ketinggian diafragma juga naik saat ukuran uterus membesar. Pada bulan

kelima, kapasitas fungsional (FRC) akan turun sekitar 20%. Hal ini akan

dikompensasikan dengan peningkatan volum cadangan inspirasi sehingga

kapasitas paru normal tidal berubah.

Pada wanita hamil yang memiliki potensi permasalahan saluran pernapasan

sebelumnya, perubahan fisiologis pada saluran pernapasan dapat menyebabkan

kolapsnya saluran pernapasan kecil secara dini. Potensi trendelenberg dan

telentang dapat meningkatkan closing volume. Volum residual dan kapasitas

residual fungsional akan kembali ke normal setelah kelahiran .

Progesteron menginduksi relaksasi otot polos bronkus dan menurunkan

resistensi jalan nafas. Komplians paru dan dead space cenderung tidak berubah

dan ventilasi semenit akan meningkat. Setelah melahirkan, kadar progesteron

darah akan turun dan ventilasi akan kembali normal dalam 1-3 minggu.

15
4. Perubahan gastrointestinal

Pada kehamilan motilitas usus menjadi lebih lambat dan tonus lower

esophageal sphincter (LES) turun akibat pengaruh progesteron. Pengaruh

kehamilan pada pengosongan lambung masih kontroversi, meskipun diketahui

bahwa nyeri pada fase persalinan dan pemberian opioid parenteral/ fentanyl

epidural dosis besar untuk analgesia persalinan dapat memperlambat

pengosongan lambung. Namun demikian, semua sepakat bahwa risiko aspirasi

paru akibat regurgitasi cairan gaster meningkat pada kehamilan.

5. Metabolisme

Konsumsi O2 basal akan meningkat sekitar 20% pada akhir kehamilan. PaCO2

akan turun menjadi sekitar 32 mmHg karena meningkatnya ventilasi. Plasma

buffer base juga menurun dari 47 mEq/l menjadi 42 mEq/l, sehingga pH akan

tetap normal.

Uptake dan eliminasi zat anestetik inhalasi akan meningkat karena

peningkatan ventilasi dan penurunan kapasitas residual fungsional. Penurunan

kapasitas residual fungsional yang disertai laju metabolik (yang meningkatkan

konsumsi O2) mengakibatkan wanita lebih sering mengalami hipoksia.

Human placental lactogen dan kortisol meningkatkan kecenderungan

hiperglikemia dan ketosis. Toleransi glukosa pasien cenderung turun pada akhir

kehamilan. Hiperglikemia pada ibu dapat mengakibatkan hipoglikemia neonatus

segera setelah kelahiran.

16
IV. Penilaian pra-anestesi

Selaian penilaian anestesia standar, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

dalam penilaian praoperatif pasien dengan kehamilan. Perlu diketahui riwayat

obstetrik dan ginekologi pasien. Evaluasi usia kehamilan dan kondisi janin perlu

dilakukan karena menyangkut risiko tindakan yang akan dilakukan, baik terhadap

ibu maupun kesejahteraan janin.

Kondisi lambung penting diketahui relatif kosong atukah penuh karena

berpengaruh terhadap risiko yang dihadapi dan menentukan pemilihan teknik

anestesi. Kemungkinan kesulitan penanganan jalan nafas harus dinilai. Skor

mallampati, ekstensi leher, penyempitan jalan napas dan pembesaran dada

merupakan faktor penyulit yang sering terjadi karena perubahan anatomi,, fisiologi,

dan hormonal selama kehamilan.

V. Pemilihan Teknik Anestesia

Bayak perubahan fisiologik karena kehamilan meningkatkan risiko dibidang

anestesia. Meningkatnya kemungkinan aspirasi dan regurgitasi, peningkatan

tekanan intraabdominal dan sulitnya penanganan jalan nafas adalah diantara alasan

yang menyebabkan anestesia regional lebih disukai untuk wanita hamil.

Anestesia regional yang paling banyak digunakan pada bedah sesar tanpa

komplikasi adalah penggunaan teknik sub arachnoid block (SAB) atau anestesia

spinal. Teknik SAB merupakan teknik yang mudah, awitannya cepat dan harganya

murah. Kombinasi antara anestetika lokal seperti bupivakain dengan atau tanpa

opioid seperti fentanyl atau morfin sering digunakan dan menghasilkan anestesia

17
yang memuaskan. Anestesia epidural atau combined spinal-epidural (CSE)

digunakan pada kasus-kasus komplikasi yang memerlukan prosedur yang lebih

lama. Indikasi kontra anestesia regional tetap perlu dipertimbangkan dalam

pemilihan anestesia yang digunakan pada ibu hamil. Kontroversi ambang trombosit

yang diperkenankan untuk anestesia regional masih diperdebatkan.

Anestesia regional memberikan beberapa keuntungan dibandingkan anestesia

umum. Gas anestetika menekan kontraksi uterus sehingga potensial menimbulkan

perdarahan yang lebih banyak. Selain itu, kondisi ibu yang tetap sadar selama

anestesia regional memungkinkan terbentuknya ikatan antara ibu dan bayi sejak

dini. Efek anestesia regional pada janin juga tidak langsung seperti halnya anestesia

umum, misalnya pada pasien dengan kondisi yang sangat buruk, gangguan

hemostasis, menolak tindakan anestesia regional dan tidak koperatif. Perlu diingat

bahwa gawat janin bukanlah indikasi mutlak dilakukannya anestesia umum.

VI. Persiapan Pra bedah

Operasi bedah sesar dengan anestesi regional pada umumnya tidak memerlukan

sedasi. Namun, jika pasien tampak sangat cemas dapat digunakan golongan

benzodiazepin seperti midazolam 0,5-2 mg. oleh karena kemungkinan aspirasi isi

lambung pada wanita hamil lebih tinggi, diperlukan premedikasi untuk

meningkatkan pH lambung. Dapat diberikan 30 mL 0,3M sodium sitrat untuk

meningkatkan pH lambung diatas 2,5 selama 1-2 jam, diberikan 15-30 menit

sebelum operasi. Antagonis reseptor H2 (ranitidin/ famotidin) berguna untuk

18
mengurangi sekresi asam lambung dan metoklopramid berguna untuk memfasilitasi

pengosongan lambung, meningktakan tonus (LES) dan efek antiemetik.

VII.Anestesi Pada Wanita Hamil yang Menjalani Operasi Non Obstetrik

Tidak semua wanita hamil akan menjalani suatu tindakan atau operasi yang

berkaitan langsung dengan kehamilannya. Sebagai contoh wanita hamil yang akan

menjalani operasi apendisektomi yang sama sekali tidak berhubungan dengan

kehamilannya. Pada keadaan seperti ini ada beberapa hal yang harus menjadi

pertimbangan untuk melakukan anestesia pada pasien ini. Dua hal penting yang

menjadi perhatian adalah efek yang terjadi pada ibu dan janin.

1. Efek pada ibu

Terjadi perubahan secara signifikan terhadap fisiologi pada wanita hamil

dibandingkan dengan pasien non hamil. Perubahan-perubahan inilah yang

menjadi pertimbangan keselamatan seorang pasien hamil. Perubahan yang

terjadi pada sistem kardiovaskular, sistem susunan saraf, pernafasan,

gastrointestinal akan mempengaruhi bagaimana anestesia akan kita lakukan

dan dosis obat yang akan diberikan. Yang penting dari hal ini adalah waktu

dimana perubahan ini terjadi sehingga penting bagi seorang dokter anastesi

untuk mengetaui usia kehamilan pasien.

2. Efek pada janin

Kesejahteraan janin merupakan suatu pertimbangan penting. Ada beberapa

risiko yang dapat terjadi seperti abortus spontan, kematian janin dalam

19
kandungan, persalinan lebih awal atau dapat juga kemungkinan kelainan

kongenital akibat teratogenitas pada janin.

VIII. Pembedahan selama Kehamilan

Jika operasi harus dilakukan selama kehamilan, waktu operasi harus

mempertimbangkan risiko ibu, fetus dan urgensi dari operasi (gambar 1). Operasi

elektif sebaiknya tidak dilakukan selama kehamilan. Dari sisi fetus, trimester

kedua adalah waktu yang optimal untuk operasi. Secara teorritis, risiko teratogenik

meningkat selama periode organogenesis pada trimester pertama dan risiko

persalinan premature tinggi pada trimester ketiga. Risiko terhadap ibu lebih besar

selama trimester ketiga yang dipengaruhi perubahan fisiologi kehamilan. Risiko

terjadinya abortus selama trimester pertama sekitar 12% dan risiko ini berkurang

pada trimester kedua menjadi sekitar 0- 5,6%. Risiko persalinan premature selama

trimester kedua adalah 5%. Pada pasien ini tindakan bedah tergolong urgent karena

ibu sangat kesakitan dengan nyeri perutnya, dan juga kondisi umum ibu semakin

memburuk dan mulai ikterus.

Perfusi Uteroplasenta

Mempertahankan aliran darah uteroplasenta merupakan penanda bagi

kesejahteraan janin. Aliran darah uteroplasenta dapat dirumuskan sebagai berikut


Aliran darah uterin =

20
Maka semua keadaan yang menurunkan tekanan darah rata-rata maternal atau

meningkatkan resistensi vascular uterus akan menurunkan aliran darah uterine dan

akhirnya menurunkan aliran darah umbilical.

Table 1. faktor penyebab penurunan aliran darah uterin

Penyebab penurunan aliran darah uterine

Penurunan tekanan perfusi Peningkatan resistensi vaskuler uterus

Penurunan tekanan arteri uterine Vasokonstriktor endogen

- Posisi supine (kompresi aortocaval) - Katekolamin (stress)

- Perdarahan / hipovolemi - Vasopressin (sebagai respon terhadap

- Obat yang menyebabkan hipotensi hipovolemi)

- Hipotensi akibat blockade simpatis Vasokonstriktor endogen

Peningkatan tekanan vena uerine - Epinefrin

- Kompresi vena cava - Vasopresor (phenylephrine>

- Kontraksi uterus ephedrine)

- Obat yang menyebabkan hipertonus - Anestesi local (dalam konsentrasi

uterus (oksitosin, anestesi lokal) tinggi)

- Hipertonus otot skelet (kejang,

valsava)

21
Gambar 1. Rekomendasi penatalaksanaan prosedur pembedahan pada pasien hamil.

IX. Penatalaksanaan Anestesi

Seorang ahli anestesi mutlak harus memahami perubahan fisiologis kehamilan,

implikasi yang ditimbulkan, serta risiko anestesi terhadap kehamilan. Teknik

anestesi dipilih berdasarkan indikasi maternal dan disesuaikan dengan jenis

pembedahannya. Tidak ada penelitian yang menyatakan bahwa outcome fetal

lebih baik dengan suatu teknik anestesi tertentu. Jika memungkinkan dipilih teknik

22
anestesi lokal atau regional (kecuali blok paraservikal), mengurangi kemungkinan

paparan obat yang berefek teratogenik dan risiko komplikasi respirasi maternal

dapat diminimalkan.

Mulai usia kehamilan 18 20 minggu, pasien diposisikan tilt kiri minimal 15

dengan penyangga panggul atau pengatuuran meja operasi untuk meminimalkan

kompresi aortokaval. Pencegahan aspirasi maternal dapat dilakukan dengan

pemberian antagonis reseptor H2 dan clear antacid sebanyak 30 mL 30 menit

sebelum induksi anestesi. Selama kehamilan, kebuuhan oksigen meningkat dan

terjadi perubahan mekanika respirasi akibat efek uterus yang bertambah besar.

Penurunan kapasitas residu fungsional dapat menyebabkan desaturasi maternal

yang cepat selama periode hipoventilasi atau apneu. Preoksigenasi dengan O2

100% selama 3-4 menit atau 4 kali kapasitas vital sangat esensial sebelum rapit

sequence induction dengan penekanan krikoid. Pipa endotrakeal dipilih ukuran

yang lebih kecil akibat oedem dan pembesaran mukosa jalan napas atas.

Obat premedikasi yang bersifat sedasi dapat diberikan untuk mengurangi

kecemasan maternal karena katekolamin yang meningkat dapat menurunkan aliran

darah uterus. Tidak ada obat anestesi yang terbukti teratogenik terhadap manusia.

Pada pasien ini tidak digunakan nitrous oxide saat pemeliharaan anestesi. Nitrous

oxide tergolong teratogenik lemah pada tikus dalam keadaan tertentu melalui

inhibisi methionine synthetase yang menyebabkan penurunan tetrahydrofolate

(THF), yang selanjutnya menurunkan sintesis DNA.

23
Meskipun data yang tersedia tidak lengkap, penelitian menunjukkan

bahwa pemberian suatu analgesik, hipnotis opioid atau obat penenang tidak akan

memiliki efek merusak pada embrio atau perkembangan janin. Konsensus saat ini

adalah bahwa benzodiazepin tidak teratogenik dan dosis tunggal tampaknya

aman. Karena kekhawatiran tentang peningkatan risiko sumbing, penggunaan

biasa, terutama pada trimester pertama, mungkin harus dihindari.

Anestesi pada trimester pertama

Setelah 6-8 minggu kehamilan, jantung, hemodinamik, pernafasan, parameter

metabolik dan farmakologis yang jauh berubah. Dengan peningkatan ventilasi

menit dan konsumsi oksigen dan penurunan dalam cadangan oksigen (penurunan

kapasitas residu fungsional dan volume residu), wanita hamil menjadi lebih cepat

hypoxaemic. Oksigen harus selalu diberikan selama periode rentan untuk

mempertahankan oksigenasi.

Manajemen jalan napas oleh masker wajah, masker laring atau intubasi trakea

bisa secara teknis sulit karena diameter anteroposterior dinding dada meningkat,

pembesaran payudara, edema laring dan berat badan mempengaruhi jaringan lunak

leher. Canul nasal harus dihindari dalam kehamilan karena peningkatan

vaskularisasi selaput lendir. Penurunan konsentrasi cholinesterase plasma

sebanyak 30% secara teori menyebabkan succinylcholine, anestesi lokal ester

memiliki efek yang lebih lama.

24
Aspirasi profilaksis dianjurkan dari awal trimester kedua. Kehamilan

berhubungan dengan persyaratan anestesi yang lebih rendah, meskipun

mekanisme ini tidak diketahui. Konsentrasi minimum alveolar (MAC) untuk

anestesi inhalasi berkurang sebesar 30% sedini 8-12 minggu kehamilan. Obat IV

yang menginduksi anestesi umum juga harus diberikan dalam dosis yang lebih

rendah.

Kesejahteraan janin harus dinilai oleh USG atau Doppler sebelum dan setelah

anestesi dan pembedahan. Karena peningkatan risiko hipoksemia, kesulitan

dengan intubasi, aspirasi asam dan risiko bagi janin, anestesi regional lebih dipilih

dari anestesi umum jika keadaan memungkinkan.

Anestesi pada trimester kedua

Kompresi Aortocaval adalah bahaya yang paling ditakutkan pada operasi ibu

hamil dengan usia gestasi lebih dari 20 minggu. Karena berat uterus dapat

mendesak vena inferior yang mengakibatkan penurunan aliran vena dan cardiac

output. Sehingga mengakibatkan penurunan aliran darah uterus-plasenta. Hal ini y

dapat terjadi pada bebepa wanita hamil dengan posisi telentang. Biasanya keadaan

ini dapat dikompensasi dengan vasokontriksi dan takikardi pada ekstremitas

atas. Efek ini dapat diperburuk oleh regional atau anestesi umum ketika

mekanisme kompensasi normal dilemahkan atau dihapuskan. Aortocaval

kompresi dapat dihindari dengan menggunakan posisi lateral. Hal ini juga dapat

dikurangi dengan perpindahan rahim melalui wedging atau perpindahan manual.

25
Kehamilan berhubungan dengan keadaan hiperkoagulasi karena peningkatan

pro-koagulan faktor. Insiden komplikasi tromboembolik setidaknya lima kali

lebih besar selama kehamilan; tromboprofilaksis sangat penting.

Anestesi pada trimester ketiga

Pada usia kehamilan ini, melahirkan melalui operasi caesar sebelum operasi

utama adalah sering dianjurkan. Bila memungkinkan, operasi harus ditunda 48

jam untuk memungkinkan terapi steroid untuk meningkatkan pematangan paru

janin. Mungkin lebih tepat untuk melahirkan bayi dengan anestesi regional,

kemudian dikonversi ke anestesi umum untuk operasi definitif. Anestesi pasca

persalinan harus disesuaikan dengan persyaratan bedah, dengan tindakan

pencegahan bahwa agen-agen volatil harus dihentikan atau digunakan hanya

dalam dosis kecil (<0,5 MAC) bersama dengan oxytocics untuk meminimalkan

risiko atonia uteri dan perdarahan.

Bedah, stres dan anestesi dapat menekan laktasi, setidaknya untuk

sementara. Kebanyakan obat diekskresikan ke dalam ASI, namun, hanya sedikit

yang benar-benar dikontraindikasikan selama menyusui (zat radioaktif misalnya,

ergotamine, lithium, agen psikotropika.

26
BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

1. Selama kehamilan terdapat berbagai perubahan pada sistem organ dan tubuh.

Perubahan ini sebagian dicetuskan oleh hormon yang dikeluarkan oleh korpus

luteum atau plasenta.

2. Anestesia regional yang paling banyak digunakan pada bedah sesar tanpa

komplikasi adalah penggunaan teknik sub arachnoid block (SAB) atau

anestesia spinal.

3. Jika operasi harus dilakukan selama kehamilan, waktu operasi harus

mempertimbangkan risiko ibu, fetus dan urgensi dari operasi

4. Trimester kedua adalah waktu yang optimal untuk operasi. Risiko teratogenik

meningkat selama periode organogenesis pada trimester pertama dan risiko

persalinan premature tinggi pada trimester ketiga. Risiko terhadap ibu lebih

besar selama trimester ketiga yang dipengaruhi perubahan fisiologi kehamilan.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Mhuireachtaigh RN, OGorman DA. Anesthesia in pregnant patients for

nonobstetric surgery. Journal of Clinical Anesthesia 2006;18:6066.

2. Naughton NN, Cohen SE. Nonobstetric surgery during pregnancy. Dalam:

Chesnut DH, editor. Obstetric Anesthesia Principles and Practice. Third

edition. Philadelphia: Elsevier Mosby. 2004, 25569.

3. Birnbach DJ, Browne IM. Anesthesia for 111 obstetrics. Dalam: Miller RD,

editor. Millers Anesthesia. Edisi ke-7. Philadelphia: Churchill Livingstone

Elsevier; 2010, 220336.

4. Goma HM. Management of brain tumor in pregnancy-an anesthesia

window. Dalam: Lichtor T, editor. Clinical Management and Evolving

Novel Therapeutic Strategies for Patients with Brain Tumors. Egypt: Intech;

2013, 55568.

5. Braveman FR. Pregnancy-associated diseases. Dalam: Hines & Marschall:

Stoeltings Anesthesia and Co-Existing Disease. Edisi ke-5. Philadelphia:

Churchill Livingstone. 2008.

6. Weiner CP, Eisenach JC. Uteroplacental blood ow. Dalam: Chesnut DH,

editor. Obstetric Anesthesia Principles and Practice. Third edition.

Philadelphia: Elsevier Mosby. 2004, 3746.

7. Tsen LC. Anesthesia for obstetric care and gynecologic surgery. Dalam:

Longnecker DE, Brown DL, Newman MF, Zapol WM, editor.

28
Anesthesiology. United States of America: the McGraw-Hill Companies.

2008, 147197.

29

You might also like