Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Herni Khaerunisa
Sariman
Subagjo
Komarudin
Supriatna Mujahidin
Dkk
Usaha dalam pencegahan pemanasan global antara lain berupa penghematan energi dan
pengurangan CO2 yang terekspos ke atmosfir.
Pembangkit-pembangkit listrik yang dilengkapi instalasi penangkap karbon, selain
mengalami penurunan emisi maka efisiensinya pun akan meningkat.
Puslitbang tekMIRA sebagai instansi di bawah Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral
ikut aktif memberikan masukan dalam kebijakan energi terutama dengan peningkatan nilai
tambah mineral dan batubara. Salah satunya adalah dengan memberikan hasil litbang dari
sisi lingkungan akibat pemanfaatan batubara di industri pengguna batubara.
Mencari metode pemisahan yang tepat dalam pengurangan CO2. akan menjadi masukan
untuk industri pengguna batubara terutama industri menengah guna mendukung program
aksi nasional perubahan iklim.
i
SARI
Penangkapan CO2 berarti pemisahan CO2 dari gas buang (flue gas) yang dihasilkan dari
sumber besar, seperti pembangkit listrik atau instalasi industri berbahan bakar fosil.
Pada umumnya, proyek percontohan penangkapan karbon dilakukan melalui post-
combustion, karena teknologi ini merupakan teknologi yang telah mapan pada proses
penangkapan karbon. Beberapa penelitian tentang penangkapan CO2 telah dilakukan di luar
negri. Namun, Indonesia sendiri penelitian yang berkaitan dengan penangkapan CO2 ini
sangat minim. Terdapat beberapa metode pemisahan yang tersedia dalam teknologi
penangkapan karbon, yaitu absorpsi, adsorpsi, sistem membran, dan fraksinasi cryogenic.
Untuk itu maka mulai tahun 2010, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara melakukan
kegiatan untuk penguasaan teknologi penangkapan CO2.
Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai langkah awal penelitian untuk
mengurangi emisi CO2 dari gas buang pembakaran batubara dengan menggunakan bahan
penyerap (sorben) padat.
Kegiatan yang dilakukan terdiri dari pembuatan model alat penangkap CO2 teknik kolom,
pembuatan zeolit sintetik, dan uji coba penyerapan CO2. Pembuatan model alat pengurang
CO2 berdasarkan teknik kolom pada tekanan atmosfir. Alat ini terdiri dari bahan pipa gelas,
triplek dan besi. Alat tersebut dilengkapi alat ukur laju alir, pengontrol panas, dan sensor
CO2 berikut layar monitor. Sintesis zeolit NaX menggunakan metoda dari U.S Patent No.
2,882,244 dan US Patent No. 5,487,882. Variabel yang digunakan adalah rasio mol oksida
reaktan, dan waktu reaksi. Perbandingan rasio mol oksida reaktan tersebut, yaitu: SiO2/Al2O3
= 3 : 1 s.d. 5 : 1, Na2O/SiO2 = 1,2 : 1 s.d. 1,5 : 1, H2O/Na2O = 35 : 1 s.d. 60 : 1. Waktu reaksi
antara 1 15 jam dengan temperatur reaksi antara 20 120 oC. Uji coba adsorpsi dilakukan
dengan gas sintetis CO2 dengan kisaran konsentrasi CO2 15 % (sisanya N2) dan gas buang
hasil pembakaran batubara. Terdapat beberapa perlakuan untuk mengetahui pengaruh
kadar air, temperatur adsorpsi, dan berat adsorben.
Hasil kegiatan diperoleh Kisaran nilai kapasitas adsorpsi yang dihasilkan yaitu 3,67 165 g
CO2/g molecular sieve (treatment,T30-45,4gr). Nilai kapasitas adsorpsi CO2 Zeolit NaX, yaitu
13,30 119 g CO2/g zeolit NaX (oven+N2,T25,2 gr). Sedangkan untuk karbon aktif nilainya
antara 14,87 39,23 g CO2/karbon aktif (oven+N2,T25,2 gr). Nilai kapasitas adsorpsi CO2
sangat dipengaruhi oleh kadar air dari adsorben dan suhu adsorpsi, dimana semakin banyak
air maka nilai kapsitas adsorpsi menurun. Namun, pengaruh berat adsorben dan ukuran
adsorben belum signifikan terlihat. Kesimpulan sementara kapasitas adsorpsi CO2 zeolit NaX
hasil proses lebih baik dibanding molecular sieve dan karbon aktif. Kemudian, masih
diperlukan banyak modifikasi pada alat pengurang CO2 yang dibuat sekarang untuk uji coba
adsorpsi selanjutnya.
ii
iii
KATA PENGANTAR
Usaha dalam pencegahan pemanasan global antara lain berupa penghematan energi dan
pengurangan CO2 yang terekspos ke atmosfir.
Pada umumnya, proyek percontohan penangkapan karbon dilakukan melalui post-
combustion, karena teknologi ini merupakan teknologi yang telah mapan pada proses
penangkapan karbon. Beberapa penelitian tentang penangkapan CO2 telah dilakukan.
Terdapat beberapa metode pemisahan yang tersedia dalam teknologi penangkapan karbon,
yaitu absorpsi, adsorpsi, sistem membran, dan fraksinasi cryogenic.
Puslitbang tekMIRA sebagai instansi di bawah Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral
ikut aktif memberikan masukan dalam kebijakan energi terutama dengan peningkatan nilai
tambah mineral dan batubara. Salah satunya adalah dengan memberikan hasil litbang dari
sisi lingkungan akibat pemanfaatan batubara di industri pengguna batubara.
Mencari metode pemisahan yang tepat dalam pengurangan CO2. akan menjadi masukan
untuk industri pengguna batubara terutama industri menengah guna mendukung program
aksi nasional perubahan iklim.
i
SARI
Yang menjadi isu efek rumah kaca saat ini adalah meningkatnya konsentrasi CO2. Karbon
dioksida terjadi secara alami di atmosfir, tetapi aktivitas manusia antara lain pembakaran
bahan bakar fosil (seperti minyak, batubara dan gas untuk produksi energi dan transportasi),
melepaskan karbon dioksida dan terakumulasi sejak puluhan tahun yang lalu. Dan hingga
saat ini bahkan sampai abad mendatang, bahan bakar fosil masih merupakan salah satu
sumber energi di dunia, termasuk di Indonesia. Hal ini terlihat dari komposisi bauran energi
hingga tahun 2030 yang masih menggunakan batubara dan BBM.
Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mendukung program aksi nasional
perubahan iklim, untuk menuju penurunan emisi 26% pada tahun 2020 dengan penggunaan
teknologi penangkapan CO2 dan maksud dilakukannya kegiatan ini adalah untuk membuat
material penyerap CO2 dan membuat prototipe penangkap emisi CO2 pada industri
berbahan bakar batubara dengan teknologi penangkapan post-combustion.
Kegiatan yang dilakukan terdiri dari pembuatan adsorben dari zeolit alam, karakterisasi
adsorben, uji coba adsorpsi CO2 dengan beberapa zeolit termasuk zeolit sintetik (molecular
sieve 13X) sebagai pembanding, pembuatan awal alat pengurang CO2, dan pengukuran CO2
dari stack industri berbahan bakar batubara. Pembuatan dan karakterisasi adsorben serta
perancangan dilaksanakan di Laboratorium Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara,
sedangkan uji coba adsorpsi di Laboratorium Teknik Reaksi Kimia ITB. Adapun lokasi
pengukuran gas buang dipilih 12 perusahaan tekstil sekitar Kabupaten Bandung.
Pembuatan adsorben menggunakan cara modifikasi dengan larutan monoetanolamin (MEA)
dalam metanol. Karakterisasi adsorben meliputi analisis luas permukaan, XRD, dan TGA. Uji
adsorpsi CO2 dengan metode tekanan vakum. Alat pengurang CO2 dirakit berdasarkan teknik
fluidisasi. Adapun pengukuran CO2 dari gas buang memakai alat flue gas analyzer.
Hasil kegiatan diperoleh hal-hal berikut, yaitu: analisis luas permukaan memberikan
perbedaan yang jauh , yaitu zeolit alam hasil pencucian dengan asam sebesar 159,5 m2/g
dan zeolit sintetik 433,4 m2/g. Menurut difraktogram XRD, terjadi perubahan pada zeolit
alam dan zeolit sintetik setelah diberi perlakuan amin. Komposisi zeolit alam yang semula
kuarsa dan mordenite menjadi tridimite, mordenite, dan clinoptilolite, sedangkan zeolit
sintetik diidentifikasi sebagai sodium kalsium aluminium hidrat berubah menjadi bersifat
amorf. Berdasarkan analisis TGA terlihat bahwa temperatur optimum kehilangan berat dari
zeolit yang dicoba antara 133 218 oC.
Zeolit alam yang dimodifikasi MEA memiliki kapasitas adsorpsi 12,88 mL CO2/g adsorben,
sementara zeolit alam asli hanya 5,01 mL CO2/g adsorben. Nilai tersebut dibandingkan
dengan zeolit sintetik (201,24 mL CO2/g adsorben) memang jauh, tetapi zeolit alam dapat
dijadikan adsorben CO2 alternatif asalkan diberi perlakuan tambahan.
Masih diperlukan banyak modifikasi pada alat pengurang CO2 yang dibuat sekarang jika
akan dipakai uji coba skala bangku. Adapun hasil pengukuran kandungan CO2 di beberapa
cerobong pabrik berkisar antara 0,4 4,4 % dan 15,9 20,6 % untuk oksigen. Pengukuran ini
perlu dievaluasi karena ada kecenderungan pemakaian blower atau lubang udara tambahan
untuk mendorong gas buang ke udara luar.
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
SARI ii
DAFTAR ISI .. iii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR .. v
BAB I PENDAHULUAN . 1
1.1 Latar Belakang ... 2
1.2 Ruang Lingkup Kegiatan .. 2
1.3 Tujuan ... 2
1.4 Sasaran .. 2
1.5 Lokasi Kegiatan . .. 2
BAB VI PENUTUP.. 28
6.1 Kesimpulan.... 28
6.2 Saran. 29
iii
DAFTAR PUSTAKA.... 30
LAMPIRAN I
LAMPIRAN II
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Perbandingan Emisi CO2 dari Pembangkit Listrik yang
Menggunakan Penangkap Carbon................................................. 3
Tabel 2.2 Perbandingan Efisiensi Pembangkit Listrik yang Menggunakan
Penangkap Carbon....................................................................... 4
Tabel 4.1 Tabel Percobaan Sintesis Zeolit NaX............................................... 16
Tabel 5.1 Hasil Analisis Luas Permukaan....................................................... 20
Tabel 5.2 Kapasitas Adsorpsi CO2 pada Adsorben Molecular sieve 1.0 22
nm....
Tabel 5.3 Kapasitas Adsorpsi CO2 pada Adsorben Zeolit NaX Serbuk........... 23
Tabel 5.4 Kapasitas Adsorpsi CO2 pada Adsorben Karbon Aktif..................... 23
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Skema Penangkapan CO2 Teknik Pasca-Pembakaran................... 5
Gambar 2.2 Skema Penangkapan CO2 Teknik Pra-Pembakaran....................... 6
Gambar 2.3 Penangkapan CO2 dengan Teknik Pembakaran Oxyfuel............... 7
Gambar 2.4 Penelitian Penangkapan CO2 oleh Perusahaan Alstom.................. 9
Gambar 4.1 Alur Proses Kegiatan................................................................... 13
Gambar 4.2 Rangkaian Alat Penangkap CO2 Adsorpsi Kontinu........................ 14
Gambar 4.3 Alat Uji Coba Adsorpsi................................................................ 15
Gambar 4.4 Rangkaian Alat Percobaan Sintesis Zeolit NaX............................... 17
Gambar 5.1 Difraktogram Zeolit NaX dan pembandingnya.............................. 21
Gambar 5.2 Grafik Pengaruh Perlakuan Awal pada Adsorban.......................... 24
Gambar 5.3 Pengaruh Tadsorpsi terhadap Kapasitas CO2............................... 24
Gambar 5.4 Pengaruh Penambahan Berat pada Adsorben............................... 25
Gambar 5.5 Perbandingan Kapasitas Adsorpsi CO2 antara Molecular Sieve
dengan Zeolit NaX..................................................................... 26
Gambar 5.6 Alat Pengurang CO2 Skala Laboratorium..................................... 27
v
1. PENDAHULUAN
1
Karakter sorben yang dibutuhkan adalah yang memiliki kapasitas adsorpsi CO2 yang tinggi,
dan memiliki stabilitas kimia dan mekanik untuk periode operasi yang lama dalam siklus
berulang. Untuk itu maka mulai tahun 2010, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara
melakukan kegiatan untuk penguasaan teknologi penangkapan CO2.
Hasil kegiatan penelitian 2010 difokuskan pada uji coba penyerapan CO2 skala lab dengan
CO2 sintetis (99% CO2) terhadap adsorben zeolit modifikasi amin dan zeolit sintetik komersil
(molecular sieve) menggunakan kolom tekanan vakum. Kemudian dilanjutkan dengan
karakterisasi untuk parameter lainnya berupa analisis TGA (Thermo Gravimetric Analisys).
Kegiatan 2011 difokuskan pada perancangan alat untuk uji coba adsorpsi, dikarenakan
dengan cara tekanan vakum kurang mendekati untuk aplikasi nyatanya. Perancangan alat
dibuat untuk skala laboratorium.
1.3. Tujuan
Kegiatan ini merupakan langkah awal penelitian untuk mengurangi emisi CO2 dari gas
buang pembakaran batubara dengan menggunakan bahan penyerap (sorben) padat.
2
Puslitbang Tekmira dan di Sentra Batubara Palimanan Cirebon. Adapun gas buang yang
dipakai berasal dari cerobong tungku gasifikasi batubara.
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
Penangkapan CO2 berarti pemisahan CO2 dari gas buang (flue gas) yang dihasilkan dari
sumber besar, seperti pembangkit listrik atau instalasi industri berbahan bakar fosil.
Tabel 2.1 Perbandingan Emisi CO2 dari Pembangkit Listrik yang Menggunakan Penangkap
Carbon
Teknik pasca-pembakaran dapat langsung ditambahkan pada PLTU yang sudah ada untuk
menangkap CO2 dari gas emisi. Namun untuk PLTU yang akan dibangun, proses
penangkapan CO2 sebaiknya dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembangkitan
listrik.
3
Sumber : NETL, 2007
Teknik penangkapan CO2 umumnya terdiri dari tiga proses. Teknik yang pertama dan saat ini
sudah merupakan teknologi yang matang (IPCC, 2009) adalah teknik penangkapan pasca-
pembakaran. CO2 ditangkap dan dipisahkan dengan gas-gas lainnya dari gas emisi dari
proses pembakaran (sehingga dinamakan teknik pasca-pembakaran) batubara di PLTU.
Proses penangkapan CO2 ini dilakukan pada tahap akhir pengeluaran flue gas. Hal ini
memerlukan bahan absorben kimia dikombinasikan dengan proses mekanikal. Absorben
yang sering digunakan adalah amin atau karbonat yang akan mengikat CO2. Sekitar 80-90%
akan dapat diikat dengan absorben pada proses pasca-pembakaran ini.
Pada saat flue gas diemisikan melalui cerobong pada PLTU, komposisi gas bervariasi.
Umumnya terdiri dari CO2 hingga 10%, dan sisanya berupa gas nitrogen dan uap air,
kadang-kadang mengandung sulfur. Untuk memisahkan CO2 dari gas lainnya, proses yang
umum digunakan adalah dengan absorpsi menggunakan absorben. Proses ini dilakukan di
dalam kolom scrubber, tempat di mana flue gas akan dicampur dengan absorben yang
dilarutkan dalam air. Setelah proses absorpsi, absorben dan CO2 dipisahkan di kolom
regenerasi. Hasil akhirnya adalah CO2 murni dan absorben kemudian didaur ulang menjadi
kolom scrubber.
Penukar
panas
Bahan bakar
fosil dan udara
Pemanasa
n
Saat ini, PLTU komersial yang pertama kali menerapkan teknologi penangkapan pasca-
pembakaran walaupun masih dalam tahap percontohan -- adalah PLTU Longannet di
Inggris. PLTU ini berkapasitas 4x600 MW dibangun pada tahun 1969, dan merupakan
pembangkit kedua terbesar di Inggris. Unit penangkapan CO2 akan menangkap 1000 m3 CO2
per jam, dan masih merupakan proyek demonstrasi. Unit komersial penuh diharapkan akan
beroperasi pada tahun 2014 (BBC, 2009).
Teknologi berikutnya adalah penangkapan CO2 sebelum proses pembakaran batubara. Ini
disebut sebagai teknik penangkapan pra-pembakaran. Pada teknik ini, pada batubara akan
dilakukan proses khusus yang akan mengubah batubara menjadi hidrogen dan CO2 yang
nantinya akan dipisahkan. Hidrogen akan digunakan sebagai bahan bakar pada PLTU dan
CO2 yang ditangkap akan ditransportasikan ke tempat penyimpanan.
Teknik penangkapan pra-pembakaran ini hanya dapat diterapkan di PLTU yang akan
dibangun karena proses penangkapan CO2 memerlukan proses yang terintegrasi pada
pembakaran bahan bakar di PLTU tersebut. Hidrogen yang dihasilkan dari proses integrasi ini
pada tahap akhir sebagai bahan bakar PLTU tidak akan mengeluarkan emisi CO2. Gambar
berikut menunjukkan skema penangkapan dengan teknik pra-pembakaran (Bellona, 2009).
5
Bahan bakar
fosil
Uap air
Jika bahan bakar yang digunakan pada PLTU adalah batubara atau gas, maka bahan bakar
dan uap air akan dikonversi menjadi gas sintesis (syngas). Syngas merupakan gas industri
yang umum digunakan, dan mengandung karbon monoksida (CO) serta gas hidrogen.
Selanjutnya CO akan bereaksi dengan uap air membentuk CO2.
Pada teknik pra-pembakaran ini, penangkapan karbon dapat dilakuka hingga 90%. Namun
dengan proses yang harus terintegrasi, teknik ini hanya dapat diterapkan pada PLTU yang
akan dibangun. Dengan teknologi yang ada pada saat ini, biaya investasi untuk PLTU
berbahan bakar gas dengan teknik penangkapan CO2 pra-pembakaran akan menjadi jauh
lebih mahal dibandingkan dengan PLTU menggunakan teknik penangkapan pasca-
pembakaran. Namun demikian, penangkapan pra-pembakaran ini pada masa mendatang
diprediksi akan makin murah dengan makin turunnya biaya investasi dan biaya operasi
(Bellona, 2009).
Pilihan ketiga adalah membakar batubara (atau gas/BBM) dengan oksigen murni dan bukan
dengan udara biasa. Teknik ini disebut sebagai oxyfuel. Dengan teknik ini, penangkapan CO2
menjadi sangat sederhana, karena hampir semua emisi gas sudah berupa CO2. Kesulitan
utamanya adalah teknik yang efisien untuk memisahkan oksigen murni dari udara.
6
Berikut adalah skema teknik oxyfuel (Bellona, 2009):
Bahan bakar
fosil
Pada PLTU konvensional, pembakaran dilakukan menggunakan udara biasa yang juga
mengandung nitrogen. Pada oxyfuel, sebagai ganti udara digunakan oksigen murni.
Keuntungannya adalah pada emisi akhir yang terbentuk berupa emisi gas yang terdiri dari
uap air dan CO2 saja. Kedua komponen gas ini mudah untuk dipisahkan menggunakan
teknik kondensasi, sehingga uap air akan menjadi air dan yang tersisa adalah gas CO2.
Hampir 100% CO2 dapat ditangkap menggunakan teknik ini.
Teknologi saat ini yang tersedia untuk memperoleh oksigen murni dari udara adalah melalui
proses pemisahan cryogenic. Udara didinginkan hingga mencapai suhu di bawah titik
bekunya untuk memisahkan oksigen cair, nitrogen, dan gas argon. Namun demikian, proses
ini membutuhkan energi yang banyak sehingga juga merupakan teknik yang mahal.
Penelitian masih dikembangkan dengan teknologi membran untuk memisahkan oksigen dari
udara secara lebih efisien (Bellona, 2009).
7
Optimisasi teknologi yang ada saat ini bertujuan untuk menurunkan biaya, mencapai
efisiensi pada pembangkit listrik dengan penangkap CO2, dan memberikan fleksibilitas yang
lebih besar terhadap kualitas bahan bakar.
Bahan lainnya yang dapat digunakan dalam pemisahan CO2 pada temperatur tinggi adalah
membran ataupun oksida logam, seperti: CaO. Sorben padatan yang sedang diinvestigasi
untuk penangkapan CO2 skala besar adalah oksida sodium ataupun potassium, dan karbonat
(untuk memproduksi bikarbonat), biasanya disangga pada substrat padatan (Hoffman et al.,
2002; Green et al., 2002). Dan juga, sorben berbasis Li ataupun berbasis CaO pada
temperatur tinggi merupakan kandidat yang tepat. Penggunaan senyawa yang mengandung
litium (oksida litium, litium-zirkonia, ataupun litium silika) dalam siklus karbonasi-kalsinasi,
8
pertama kali diinvestigasi di Jepang (Nakagawa dan Ohashi, 1998). Kinerja sorben ini sangat
baik, dengan reaktivitas yang sangat tinggi dalam rentang temperatur yang lebar di bawah
700 C, regenerasi yang cepat pada temperatur yang lebih tinggi dan daya tahan dalam
siklus berulang penangkapan-regenerasi.
Kelakuan adsorpsi CO2 dari beberapa kelas adsorben CO2 padatan yang berbeda, termasuk
zeolit, karbon aktif, kalsium oksida, hidrotalsit, hibrida organik-anorganik, dan kerangka
logam-organik (Sunho Choi et al., 2009).
Penangkapan CO2 yang sudah banyak dipakai terutama di industri petrokimia/pupuk adalah
senyawa Monoetanolamin (MEA). Penelitian senyawa MEA sebagai absorben CO2 ini
dibutuhkan waktu sampai 70 tahun. Saat ini perusahaan besar Alstom sudah
mengembangkan penangkapan CO2 dari gas buang pembangkit listrik dengan senyawa
berbasis amin (Gambar 2.4).
9
Gambar 2.4. Penelitian Penangkapan CO2 oleh Perusahaan Alstom
Adapun penelitian di luar Indonesia mengenai penangkapan CO2 secara adsorpsi terus
berkembang terutama fokus pada jenis adsorben, antara lain:
X. Xu, 2002 : nano porous solid (133 mg/g)
Krutka, 2008 : pengetesan adsorpsi dengan karbon aktif, adsorben berbasis karbonat dan
amin.
John Toon menulis peluang senyawa hyperbranch silika sebagai adsorben CO2.
TM
Zhao, 2008 : mengembangkan macroporous silica (Davisil ukuran pori 40-63 nm)
sebagai penyerap CO2.
S. F. Wu, Cina, 2009 : CaTiO3/Nano CaO yang bisa memberikan kemampauan adsorpsi
CO2 sampai dengan 5,3 mol/kg, dan
Carbon Capture Journal menuliskan perkembangan tes penangkapan CO2 skala pilot
plant
10
3. PROGRAM KEGIATAN
11
- Setelah diketahui komposisi, memperbanyak adsorben
- Uji coba adsorpsi CO 2 dengan CO 2 sintetis dan gas buang hasil pembakaran
batubara
12
4. METODOLOGI
Karakterisasi
adsorben
Luas permukaan
dgn surfacemeter
Komposisi mineral
dengan XRD
Uji Coba
- Uji coba dengan CO 2 sintetis
- Uji coba min pada keluaran gas buang
- Percobaan min 3 kali tempuhan
(running)
- Instalasi alat
setelah keluaran
gas buang
- Analisis gas
dengan bantuan
sensor CO2 pada
masukan dan
keluaran keluaran
alat
13
Rangkaian Alat Uji Adsorpsi Kontinyu
Sample point 1
Rotameter 1
Rotameter 2
15 cm
Reaktor
25 cm
N2
Needle valve 1
Keterangan:
- Diameter pipa = 9 mm
- Diameter reaktor = 16 mm
- Rotameter menggunakan bola karbon (ringan)
- Alat tambahan: heating mantle, display, temperature control, bubble soap, stopwatch
14
Gambar 4.3 Alat Uji Coba Adsorpsi
15
Gambar 4.2 merupakan skema perancangan alat pengurang CO 2 sedangkan Gambar
4.3 adalah hasil rancang bangun desain tersebut.
16
IV Na 2 O/SiO 2 = 1,5; 420
SiO 2 /Al 2 O 3 = 5,0;
H 2 O/Na 2 O = 60
Rangkaian alat yang digunakan dalam percobaan ini disajikan dalam Gambar 4.4.
Pengaduk
Reaktor
Gambar di atas menunjukkan rangkaian alat percobaan sintesis zeolit NaX dengan
menggunakan botol HDPE sebagai reaktor dan oilbath sebagai pemanas. Proses
sintesis ini menggunakan motor pengaduk.
Prosedur yang dijalankan dalam percobaan pembuatan zeolit ini sebagai berikut :
- Pertama, membuat campuran larutan reaktan yang terdiri dari Cab -O-Sil,
sodium aluminat, sodium hidroksida, dan air demineralisasi sesuai komposisi
yang telah ditentukan, lalu mengaduknya hingga homogen pada temperatur
ruang.
- Kemudian memanaskan larutan reaktan yang berada dalam reaktor HDPE
tertutup pada T = 110 C menggunakan oil bath selama waktu tertentu sambil
dilakukan pengadukan.
- Kristal zeolit yang terbentuk disaring dan dicuci dengan air demineralisasi
sampai air cucian memiliki pH 9 12.
17
- Terakhir adalah mengeringkan kristal zeolit dalam oven pada T = 110 C sampai
kristal zeolit kering.
18
- Lepaskan sambungan selang bagian bawah tempat sa mple, karena
saat dipanaskan akan mengeluarkan uap air
- Apabila uap air sudah tidak keluar lagi, maka pemanasan sudah
selesai. sambungkan kembali selang bagian bawah tempat sample.
- Turunkan temperatur hingga suhu 70 C
- Kran V1, V3 dan V4 posisi ditutup, kra n V5 posisi dibuka.
19
20
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji coba adsorpsi dilakukan dengan gas sintetis CO2 dengan kisaran konsentrasi CO2 15 %
(sisanya N2) dan gas buang hasil pembakaran batubara.
21
Namun, pada pelaksanaan uji coba dengan gas buang hasil pembakaran mengalami
kegagalan memperoleh data yang disebabkan oleh kendala teknis pada sensor CO2 dan alat
pengurang CO2 itu sendiri yang harus mengalami modifikasi terutama pada rangkaian aliran
untuk gas buangnya.
Beberapa data yang diperoleh tidak layak diolah karena diragukan validasi datanya
mengingat sensor sempat mengalami kesalahan dalam pembacaannya.
Adapun hasil uji coba dengan gas CO2 sintetis disajikan dalam Tabel 5.2,Tabel 5.3, Tabel 5.4,
dan Tabel 5.5. Kisaran nilai kapasitas adsorpsi yang dihasilkan yaitu 3,67 165 g CO2/g
molecular sieve, 13,30 119 g CO2/g zeolit NaX, dan 14,87 39,23 g CO2/karbon aktif.
Tabel 5.2 Kapasitas Adsorpsi CO2 pada Adsorben Molecular sieve 1.0 nm
Kapasitas adsorpsi
Kondisi Percobaan gCO2/g adsorben Berat adsorben
asli T70 3.67 4 gram
treatmen T70 28.59 4 gram
treatment T30-45 165 4 gram
oven + N2, T40-50 137 4 gram
treatmen T 50 119 4 gram
oven + N2 T60 10.62 4 gram
oven + N2 T70 22.83 4 gram
treatmen T60-70 120 4 gram
treatment T40-50 101 6 gram
oven+N2 T40-50 18.15 6 gram
treatment T60-70 44.94 6 gram
oven+N2 T60 5.73 6 gram
oven+N2 T70 14.15 6 gram
oven+N2 T40-50 122 10 gram
oven+N2 T60 99.5 10 gram
Kondisi uji coba adsorpsi dibuat dengan beberapa variasi percobaan, yaitu :
- Asli, berarti adsorben dicoba tanpa ada perlakuan sama sekali.
- Simbol T menunjukkan temperatur tertentu (tertulis angka di belakang huruf T) pada saat
uji coba adsorpsi dilakukan (suhu proses).
22
- Treatmen, berarti adsorben tersebut mengalami perlakuan pemanasan selama interval
tertentu dan suhu tertentu sambil dialirkan gas N2 (lihat Bab 4). Perlakuan tersebut
bertujuan untuk menghilangkan air yang menempel di pori-pori adsorben.
- Kode oven, berarti adsorben mengalami pemanasan dengan oven pada suhu 180oC
selama 2 jam sebelum dilakukan proses adsorpsi.
Semua proses uji coba adsorpsi CO2 skala laboratorium dengan gas sintetis berlangsung
pada tekanan atmosfir, hanya variabel temperature unggun (Tadsorpsi) yang divariasikan.
Tabel 5.3 Kapasitas Adsorpsi CO2 pada Adsorben Zeolit NaX Serbuk
Kapasitas adsorpsi
Kondisi Percobaan
gCO2/g adsorben
treatment,T70,4 gram 31.93
oven+N2,T70,4 gram 30.10
oven+N2,T80,2 gram 77.12
oven+N2,T100,2 gram 35.93
oven+N2,T100,6 gram 17.25
oven+N2,T100,5,2 gram 13.30
oven+N2,T25,2 gram 119
oven+N2,T25,5 gram 46.62
oven+N2,T25,10 gram 57.55
Kapasitas adsorpsi
Kondisi Percobaan
gCO2/g adsorben
Oven+N2,T25,2 gram 39.23
Oven+N2,T25,5 gram 22.21
Oven+N2,T25,10 gram 14.87
Gambar 5.2 memperlihatkan adanya pengaruh perlakuan antara adsorben yang dipanaskan
langsung di unggun, dipanaskan tersendiri dulu di oven, dan tanpa pengeringan. Namun,
yang signifikan adalah yang tanpa pengeringan. Sehingga adsorben harus dijaga
23
kelembabannya karena faktor air sangat berpengaruh pada daya adsorpsi. Adanya sejumlah
kecil air dapat menghambat adsorpsi CO2 pada beberapa kationik yang ada dalam adsorben.
35,00 31,93
30,10
30,00 28,59
Kap. adsorpsi, gCO2/g
25,00 22,83
20,00
15,00
10,00
5,00 3,67
0,00
140,0
119,0
120,0
Kap. adsorpsi, gCO2/g
100,0
77,1
80,0
60,0
35,9
40,0
20,0
0,0
oven+N2,T25,2 gram oven+N2,T80,2 gram oven+N2,T100,2 gram
Zeolit NaX
Dari Gambar 5.3 terlihat adanya pengaruh suhu terhadap daya serap zeolit NaX dimana
semakin tinggi suhu maka nilai kapasitas adosrpsi menurun.
24
Ketinggian adsorben dalam unggun/kolom pun berpengaruh, sehingga harus dicari kondisi
optimum antara diameter kolom dengan ukuran partikel ataupun berat adsorben yang
digunakan. Tiga faktor tersebut mempengaruhi pada kerapatan adsorben dalam kolom
sehingga akan mempengaruhi laju adsorpsi juga. Namun, dari uji coba yang telah dilakukan
(Gambar 5.4) pengaruh penambahan berat belum signifikan terlihat sehingga perlu dikaji
ulang.
Berdasarkan gambar 5.4 juga terlihat bahwa dalam kondisi yang sama kapasitas adsorpsi
zeolit NaX lebih tinggi daripada Karbon aktif. Selain itu, karbon aktif tersebut memiliki
kandungan air yang sangat tinggi, meskipun setelh dikeringkan dalam waktu yang sama
dengan zeolit NaX. Ini terlihat saat karbon aktif diuji pada suhu lebih tinggi, karbon aktif
tersebut mengeluarkan uap air.
140,00
118,63
120,00
Kap. Adsorpsi, gCO2/g
100,00
80,00
57,55
60,00 46,62
39,23
40,00
22,21
20,00 14,87
0,00
oven+N2,T25,2 gram oven+N2,T25,5 gram oven+N2,T25,10 gram
120,00
99,5
Kap. adsorpsi, gCO2/g
100,00
80,00
60,00
40,00
20,00 10,62 5,73
0,00
oven + N2,T60,4 gr oven+N2,T60,6 gr oven+N2 T60,10 gr
Molecular sieve
25
35,00 31,93
30,10
30,00 28,59
25,00 22,83
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
treatment,T70,4 gram oven+N2,T70,4 gram
Gambar 5.5 Perbandingan Kapasitas Adsorpsi CO2 antara Molecular Sieve dengan Zeolit NaX
Menurut Gambar 5.5, nilai kapasitas adsorsi CO2 dari zeolit NaX sedikit lebih tinggi dari
molecular sieve. Hal ini perlu dicoba ulang pada kondisi lainnya.
Untuk uji coba adsorpsi CO2 dari zeolit NaX dalam berat yang lebih besar telah dilakukan
peletisasi serbuk halus zeolit NaX dengan penambahan CMC. CMC yang ditambahkan perlu
hati-hati karena dapat mempengaruhi nilai luas permukaan yang ada kaitannya dengan daya
adsorpsi adsorben tersebut. Pengaruh penambahan CMC dapat dilihat pada Tabel 5.1 yang
mana penambahan CMC 2% malah menurunkan luas permukaan dari zeolit NaX hampir 50%
luas permukaan tanpa CMC. Adapun Pengaruh ukuran partikel belum sempat diuji secara
mendetail, namun sudah dipersiapkan 2 ukuran, yaitu diameter 1 mm dan 2 mm. Kemudian
pengaruh pengkondisian dengan gas nitrogen tidak berpengaruh, sehingga percobaan
laboratorium selanjutnya nanti tidak akan dilakukan
26
- Rangkaian selang untuk mengalirkan gas buang ke dalam unggun dilengkapi flow
meter.
- Dan yang memegang peranan penting adalah sensor CO2
Gambar 5.2 adalah alat pengurang CO2 skala laboratorium dan bagian dalam sensor CO2.
Setelah dilakukan uji coba adsorpsi dengan alat ini, ada beberapa hal yang harus
dimodifikasi, yaitu:
- Perlu ditambahkan scrubber di inlet untuk mencegah masuknya partikel halus dan
volatile matter dalam gas buang ke dalam rangkaian selang. Hal ini ditujukan agar
selang gas tidak mengalami penyumbatan.
- Menambahkan pemanas gas, agar dalam uji coba skala laboratorium selanjutnya
tidak hanya unggun bisa dipanaskan tetapi gas sintetis CO2 pun bisa dipanaskan
sehingga mendekati keadaan sebenarnya dari gas buang hasil pembakaran yang
memiliki suhu tertentu.
- Mengganti pipa gelas dengan selang Teflon untuk menghindari keretakan.
- Menambahkan gas standar CO2 dengan konsentrasi antara 0-20 % sesuai batas
kemampuan baca sensor CO2.
27
28
6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Hasil kegiatan menunjukkan beberapa hal sebagai berikut:
Rancang Bangun Alat Pengurang CO2 skala laboratorium telah dibuat
dengan rangkaian terdiri atas bagian masuk gas, flowmeter, pipa saluran
gas, kolom dilengkapi pemanas lengkap dengan pengontrol suhu, bagian
keluaran gas, dan terakhir sensor CO2.
Alat tersebut dipakai uji coba adsorpsi dengan jenis adsorben yang
dicobakan, yaitu Molecular sieve 1.0 nm dengan ukuran sekitar 1,5 mm,
dijual secara komersil di pasaran, sebagai pembanding, Zeolit NaX hasil
proses, serbuk dan pellet, dan karbon aktif ukuran sekitar lolos ayakan
12#, merupakan hasil proses dari kegiatan Tim pembuatan karbon aktif
dari batubara.
Uji coba adsorpsi dilakukan dengan gas sintetis CO2 dengan kisaran
konsentrasi CO2 15 % (sisanya N2) dan gas buang hasil pembakaran
batubara. Namun, pada pelaksanaan uji coba dengan gas buang hasil
pembakaran mengalami kegagalan memperoleh data yang disebabkan
oleh kendala teknis
Semua proses uji coba adsorpsi CO2 skala laboratorium dengan gas
sintetis berlangsung pada tekanan atmosfir, hanya variabel temperatur
unggun (Tadsorpsi) yang divariasikan.
Kisaran nilai kapasitas adsorpsi yang dihasilkan yaitu 3,67 165 g CO2/g
molecular sieve. Nilai 165 diperoleh pada kondisi diberi pemanasan
sampai suhu 140 C sambil dialiri gas N2 (20 ml/menit) selama 2-5 jam
(sampai tidak terlihat keluar uap air) dengan suhu adsopsi antara 30-45 C
dan berat adsorben 4 gram (treatment,T30-45,4gr). Nilai kapasitas
adsorpsi CO2 Zeolit NaX, yaitu 13,30 119 g CO2/g zeolit NaX. Nilai
tertinggi tersebut pada kondisi hasil oven, dan diberi N2 beberapa menit
dengan suhu adsorpsi 25 C dengan berat contoh 2 gram (oven+N2,T25,2
28
gr). Sedangkan untuk karbon aktif nilainya antara 14,87 39,23 g
CO2/karbon aktif dengan nilai tertinggi pada saat kondisi yang sama
dengan zeolit NaX (oven+N2,T25,2 gr).
Nilai kapasitas adsorpsi CO2 sangat dipengaruhi oleh kadar air dari
adsorben dan suhu adsorpsi, dimana semakin banyak air maka nilai
kapsitas adsorpsi menurun. Namun, pengaruh berat adsorben dan ukuran
adsorben belum signifikan terlihat.
Untuk mencoba adsorpsi dengan berat yang lebih banyak maka serbuk
zeolit halus harus dibuat pellet/granular.
Pembuatan pellet dibantu dengan penambahan CMC 1% dimana luas
permukaan tidak mengalami perubahan.
Kesimpulan sementara kapasitas adsorpsi CO2 zeolit NaX hasil proses
lebih baik dibanding molecular sieve.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilakukan, dapat
disarankan hal berikut ini :
- Zeolit sintetik yang diperoleh masih memerlukan kajian mendalam, yaitu
untuk melihat pengaruh rasio antara berat dan diameter kolom serta ukuran
partikel. Kemudian sebaiknya uji coba juga dilakukan dengan variasi suhu
gas (bukan adsorben yang dipanaskan) dengan tujuan untuk mendekati
kondisi sebenarnya dengan gas buang hasil pembakaran industri.
- Sangat penting untuk mencari alternatif bahan material adsorben lainnya
dengan memperhatikan pengaruh-pengaruh yang akan memperbesar nilai
kap[asitas adsorpsi.
- Penelitian lanjutan difokuskan pada modifikasi alat pengurang CO2 agar uji
coba adsorpsi CO2 dengan gas hasil pembakaran batubara dapat dilakukan.
29
DAFTAR PUSTAKA
3. IPCC, 2006., Capture of CO2, IPCC Special Report Carbon Dioxide Capture and Storage,
diakses 31 Desember 2008.
http://www.luminatellc.com/Newsletter%20PDFs/CO2%20Part%203.pdf
4. R. Chatti et al., 2009. Amine loaded zeolites for carbon dioxide capture: Amine loading
and adsorption studies. Microporous and Mesoporous Materials 121 p. 84-89.
http://www.elsevier.com/locate/micromeso.
5. Subho Choi, Jeffrey H. Drese, and Christopher W. Jones., 2009. Adsorbent Materials for
Carbon Dioxide Capture from Large Anthropogenic Point Sources. ChemSusChem 2, 796-
854. Wiley-VCH Verlag Gmbh&Co. KGaA, Weinheim.
http://www3.interscience.wiley.com/cgi-bin/fulltext/122589165/PDFSTART
6. Wicks, M., 2008. CCS The next step, Featured Article, Carbon Capture Journal, 22 Juli
2008. diakses 18 Juli 2009.
http://www.carboncapturejournal.com/displaynews.php?NewsID=246&PHP
43
LAMPIRAN FOTO KEGIATAN