You are on page 1of 16

Kolokium Jalan dan Jembatan

PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN


YANG BERWAWASAN HAK ASASI MANUSIA

Dento Mudhiarko
Anita Sri Indrawanti
Dit. Bina Teknik, Ditjen Bina Marga
Gedung Bina Marga Lt. 4, Jl. Pattimura No. 20, Jakarta Selatan
tlbintek@gmail.com

ABSTRAK
Jalan dapat meningkatkan kegiatan ekonomi di suatu tempat karena menolong orang
untuk pergi atau mengirim barang lebih cepat ke suatu tujuan. Dengan adanya jalan,
komoditi dapat mengalir ke pasar setempat dan hasil ekonomi dari suatu tempat dapat
dijual kepada pasaran di luar wilayah itu. Selain itu, jalan juga mengembangkan
ekonomi lalu lintas di sepanjang lintasannya.

Di era reformasi sekarang ini jalan dan jembatan masih merupakan prasarana utama
untuk masyarakat menuju ke tempat-tempat kegiatan ekonomi, pelayanan kesehatan,
dan pendidikan. Tempat-tempat kegiatan tersebut adalah tumpuan kebutuhan dasar
masyarakat terutama menyangkut kesehatan dan pendidikan, dimana dapat terkait
dengan angka kematian ibu dan bayi atau berpengaruh ke presentase buta aksara dan
jumlah anak sekolah. Sedangkan hak hidup dan hak atas pendidikan adalah termasuk
hak dasar setiap manusia yang dijamin oleh Negara. Namun sejauh ini
penyelenggaraan jalan dan jembatan sebagai akses ke pemenuhan hak-hak dasar
tersebut masih banyak kekurangan, mengingat masih banyak jalan yang rusak
diberitakan melalui media massa di berbagai Indonesia. Dengan demikian terdapat
indikasi bahwa pemerintah telah melanggar hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya dari
masyarakat dengan penyediaan infrastruktur yang buruk. Belum lagi berbagai hak
masyarakat yang dilanggar dalam proses pembebasan tanah untuk proyek-proyek
pembangunan jalan.

Dalam analisa terhadap data sekunder dari media massa, beberapa literatur dan data
aduan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ini penulis menjelaskan betapa pentingnya
penerapan berbagai kebijakan termasuk norma, standar, pedoman dan manual
(NSPM) dalam penyelenggaraan infrastruktur jalan yang ada dalam rangka
mewujudkan peyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan yang berwawasan Hak
Asasi Manusia.

Kata Kunci: Kebijakan Penyelenggaraan Jalan, Infrastruktur Berwawasan HAM, Jalan


dan Hak Asasi Manusia.

ABSTRACT

Roads increase economic activity in one area by providing access for people to go or
to send commodities to their destination. By the existence of roads, commodities flow
can run quickly into the local market and the economic product of one region can
be sold to markets outside the region. In addition, roads also develop the economic
activity along its route.

Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 1


Kolokium Jalan dan Jembatan

In the current reformation era, roads and bridges are still major infrastructure relied
by the community for accessing places of economic activity, health care
facilities, and education. Those places are essential as places of people's basic
needs regarding health and education, which is closely related to maternal and infant
mortality also might affect the percentage of illiteracy and the number of school
children. While the right for proper life and right for education are among the basic
human right which is guaranteed by the State. But so far the performance
of roads and bridges as access to the fulfillment of peoples basic rights are still
insufficient, considering reports from mass media regarding many roads are in poor
condition in several areas in Indonesia. Thus there are indications that
the government had violated the rights of economic, social, and cultural
rights of people with performing poor infrastructure. Additionally there is also variety of
people's rights being violated in the process of land acquisition for road construction
projects.

In a study conducted by analysis of secondary data from the mass media, literature
and the complaints data from the National Human Rights Commission, the author
describes how important the application of various policies including all norms,
standards, guidelines, and manuals (NSPM) in the implementation of the existing
road infrastructure in order to perform a Human Rights based road
and bridge development.

Keywords: Roads Organisation Policy, Human Rights Based Infrastructure, Roads


and Human Rights.

Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 2


Kolokium Jalan dan Jembatan

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberadaan infrastruktur jalan dan jembatan dapat meningkatkan kegiatan ekonomi di


suatu tempat karena membantu orang untuk pergi atau mengirim barang lebih cepat
ke suatu tujuan. Dengan adanya jalan, komoditi dapat mengalir ke pasar setempat dan
hasil ekonomi dari suatu tempat dapat dijual kepada pasar di luar wilayah itu. Bahkan,
disinyalir dengan adanya percepatan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan,
perekonomian Indonesia tidak perlu lagi bergantung kepada keuntungan dari hasil
ekspor. Karena vitalnya dampak penyelenggaraan jalan terhadap pertumbuhan
ekonomi negara ini, tidak mengherankan apabila masalah infrastruktur jalan dan
jembatan di Indonesia semakin menjadi sorotan publik di era derasnya arus informasi
saat ini.

Melalui media massa, masyarakat bebas mendapatkan informasi apapun mengenai


penyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan. Di satu sisi telah banyak informasi
mengenai pertumbuhannya dan mengenai dampak positifnya seperti mengurangi
angka kemiskinan dan memperluas lapangan pekerjaan di Indonesia. Di pihak lain
juga banyak pemberitaan mengenai sisi negatif pembangunan jalan seperti halnya
ganti rugi tanah yang bermasalah, kerusakan infrastruktur jalan yang mengakibatkan
kecelakaan hingga terputusnya akses suatu daerah akibat jalan atau jembatan yang
rusak. Bahkan beberapa ekses negatif infrastruktur jalan yang menyentuh masyarakat
tersebut ada yang berkembang menjadi permasalahan hak asasi manusia (HAM).1

Catatan hitam terkait hak asasi manusia di dalam penyelenggaraan infrastruktur jalan
di Indonesia telah ada sejak jaman penjajahan Belanda. Pada era pemerintahan
Herman Willem Daendels, seorang Gubernur Jendral Hindia Belanda yang ke-36,
pada tahun 1808 1811 ia membangun jalan raya dari Anyer hingga Panarukan.
Sebagian dari jalan ini sekarang menjadi Jalur Pantura (Pantai Utara) yang
membentang sepanjang pantai utara Pulau Jawa. Pembangunan jalan ini adalah
proyek monumental namun dibayar dengan praktik kerja paksa yang menelan banyak
korban jiwa.

Seiring dengan kemerdekaannya, negara Indonesia sebagai salah satu negara


anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah meratifikasi berbagai instrumen
PBB tentang Hak Asasi Manusia seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
(DUHAM), Konvensi Internasional tentang Hak-hak Ekonomi Sosial Budaya
(EKOSOB), Konvensi Internasional tentang Hak-hak Sipil Politik (SIPOL), hingga
dikeluarkannya Undang-undang no. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Jadi
pada hakikatnya negara Indonesia berkomitmen terhadap penegakan HAM, Secara
tak langsung penyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan merupakan bagian
dari pemenuhan Hak EKOSOB.

B. Tinjauan Pustaka

Pancasila sebagai dasar negara mengandung pemikiran bahwa manusia diciptakan


oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan menyandang dua aspek yakni, aspek
individualitas (pribadi) dan aspek sosialitas (bermasyarakat). Oleh karena itu,
kebebasan setiap orang dibatasi oleh hak asasi orang lain. Ini berarti bahwa setiap
orang mengemban kewajiban mengakui dan menghormati hak asasi orang lain.
Kewajiban ini juga berlaku bagi setiap organisasi pada tataran manapun, terutama
negara. Dengan demikian, negara melalui pemerintah bertanggung jawab untuk

1 Data aduan HAM dalam klasifikasi sengketa lahan yang diterima olehKomnas HAM RI.

Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 3


Kolokium Jalan dan Jembatan

menghormati, melindungi, membela, dan menjamin hak asasi manusia setiap warga
negara dan penduduknya tanpa diskriminasi. Kewajiban menghormati hak asasi
manusia tersebut, tercermin dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang
menjiwai keseluruhan pasal dalam batang tubuhnya, terutama berkaitan dengan
persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan; hak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak; kemerdekaan berserikat dan berkumpul; hak
untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan; kebebasan memeluk agama dan
untuk beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu; juga hak untuk
memperoleh pendidikan dan pengajaran.

Untuk melaksanakan kewajiban yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945


tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dengan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/l998 tentang
Hak Asasi Manusia menugaskan kepada Lembaga-lembaga Tinggi Negara dan
seluruh Aparatur Pemerintah, untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan
pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat, serta segera
meratifikasi berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi
Manusia, sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang- Undang Dasar
1945. Sehingga kemudian disahkannya Undang-undang no. 39 tahun 1999 yang
mendefinisikan Hak Asasi Manusia sebagai seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia.

Indonesia telah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi dan Sosial
Budaya (EKOSOB) di dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Tidak
seperti halnya hak-hak sipil dan politik (SIPOL) yang dapat ditunda pemenuhannya,
hak EKOSOB itu sesuatu yang harus diberikan, karena merupakan hak yang bersifat
positif yaitu hak atas, yang mensyaratkan intervensi Negara dalam rangka
memastikan partisipasi yang merata dalam produksi dan distribusi hak . Karena itu
untuk memenuhi hak-hak itu negara berkewajiban secara bertahap untuk
memenuhinya, walaupun adanya keterbatasan sumber daya tidak membuat Negara
terbebas dari kewajiban tersebut. Berbeda dengan hak-hak SIPOL yang lebih
dipahami dalam istilah negatif; bebas dari dan menuntut minimnya campur tangan
Negara, maka dalam pemenuhan hak-hak EKOSOB Negara wajib untuk terlibat lebih
banyak untuk memastikan partisipasi yang merata dalam produksi dan tingkat
distribusi nilai-nilai yang dikandungnya.2

Negara dinyatakan melanggar apabila ia melakukan tindakan (commission) yang


dilarang atau tidak diperbolehkan oleh norma-norma hak asasi manusia. Tindakan
tidak berbuat atau tidak mengambil langkah-langkah untuk mencapai hasil (obligation
of result) dapat dikategorikan pelanggaran omisi. Sedangkan pelanggaran omisi
(omission) dapat juga berupa pembiaran atau kegagalan Negara untuk mengambil
tindakan lanjutan yang perlu atas kewajiban hukum, misalnya gagal mengambil
langkah seperti yang terdapat dalam kovenan, gagal untuk mengimplementasikan
segera hak yang oleh kovenan dianggap perlu segera diwujudkan; gagal
menyingkirkan dengan segera hambatan-hambatan yang menjadi kewajiban Negara
untuk memenuhi hak dengan segera. Penghambatan dan penghentian dapat
dilaksanakan apabila terjadi keterbatasan sumber daya dan force major.

2
Weston, Burns H, Hak-hak Asasi Manusia dalam Lubis, 1993, T Mulya, Hak-hak Asasi
Manusia dalam Masyarakat Dunia: Isu dan Tindakan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993.
Hal 14-15

Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 4


Kolokium Jalan dan Jembatan

Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan

Berdasarkan pengertiannya dalam UU No.38 tahun 2004, jalan adalah prasarana


transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap
dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada
permukaan tanah, di atas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau air,
serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
Sedangkan penyelenggaraan jalan adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan. Pembagian tugas antara pusat dan
daerah dalam penyelenggaraan infrastruktur jalan ini juga diatur sehingga terdapat
status Jalan Nasional (dan Strategis Nasional), Jalan Provinsi, dan Jalan Kabupaten/
Kota.

Sasaran RPJM ke-2 (2010-2014) sebagaimana digambarkan secara umum dalam


RPJPN 2005-2025, berpangkal pada keberlanjutan kondisi keamanan dan
kesejahteraan dan ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di
segala bidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia
termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing
perekonomian.

Di dalam Arah Kebijakan dan Strategi yang terdapat dalam Rencana Strategis
(Renstra) Kementerian PU 2010 2014 juga telah terdapat visi Terwujudnya
Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan.
1. Kesejahteraan Rakyat. Terwujudnya peningkatan kesejahteraan rakyat,
melalui pembangunan ekonomi yang berlandaskan pada keunggulan daya
saing, kekayaan sumber daya alam, sumber daya manusia dan budaya
bangsa. Tujuan penting ini dikelola melalui kemajuan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
2. Demokrasi. Terwujudnya masyarakat, bangsa dan negara yang demokratis,
berbudaya, bermartabat dan menjunjung tinggi kebebasan yang bertanggung
jawab serta hak asasi manusia.
3. Keadilan. Terwujudnya pembangunan yang adil dan merata, yang dilakukan
oleh seluruh masyarakat secara aktif, yang hasilnya dapat dinikmati oleh
seluruh bangsa Indonesia.

C. Metodologi

Jenis penulisan ini adalah analisa deskriptif terhadap data sekunder pemberitaan
media dan juga data aduan masyarakat mengenai pelanggaran HAM terkait bidang
infrastruktur jalan dan jembatan untuk menjelaskan bentuk-bentuk pelanggaran HAM
apa saja yang (dapat) terjadi di sektor infrastruktur jalan dan jembatan. Selain itu akan
dipaparkan juga kebijakan yang ada termasuk dari segi Norma Standar Pedoman dan
Manual/ Kriteria (NSPM/K) yang telah mendukung tegaknya HAM sehingga
penyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan yang berlangsung saat ini dapat
dinyatakan telah berwawasan HAM, meskipun masih di tingkat kebijakan.

BAB II. PEMBAHASAN

Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


ditegaskan bahwa tujuan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, antara
lain, adalah memajukan kesejahteraan umum. Oleh karena itu, bumi dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 ayat (3).
Di samping itu, negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas umum yang layak

Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 5


Kolokium Jalan dan Jembatan

yang harus diatur dengan undang-undang sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 34


ayat (3) dan ayat (4).

Penyelenggaraan jalan nasional oleh Direktorat Jenderal Bina Marga untuk periode
pembangunan tahun 2010 2014 memiliki visi Terwujudnya sistem jaringan jalan
yang handal, terpadu dan berkelanjutan di seluruh wilayah nasional untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Adapun misi yang diemban adalah:
(1) Mewujudkan jaringan Jalan Nasional yang berkelanjutan dengan mobilitas,
aksesibilitas dan keselamatan yang memadai;
(2) Mewujudkan jaringan Jalan Nasional bebas hambatan antar-perkotaan dan di
kawasan perkotaan; dan
(3) Memfasilitasi agar kapasitas Pemerintah Daerah meningkat dalam
menyelenggarakan jalan daerah.

Sebagai penjabaran atas Visi dan Misi Direktorat Jenderal Bina Marga, maka
ditetapkan Tujuan dan Sasaran Strategis dan Rinci untuk mencapainya. Sasaran
utama yang ingin dicapai antara lain yaitu prosentase jaringan jalan dalam kondisi
mantap meningkat menjadi 94%, penurunan waktu tempuh rata-rata antar Pusat
Kegiatan Nasional sebesar 5%, panjang penambahan lajur kilometer sebesar 13.000
lajur-kilometer, panjang peningkatan kapasitas jalan sebesar 19.370 kilometer, serta
panjang penambahan jaringan jalan bebas hambatan sebesar 700 kilometer.3

II.1. Indikasi Pelangaran HAM di bidang infrastruktur jalan dan jembatan.

Jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting


terutama dalam mendukung ekonomi, sosial budaya, lingkungan, politik, serta
pertahanan dan keamanan. Dari aspek ekonomi, jalan sebagai modal sosial
masyarakat merupakan katalisator di antara proses produksi, pasar, dan konsumen
akhir. Dari aspek sosial budaya,keberadaan jalan membuka cakrawala masyarakat
yang dapat menjadi wahana perubahan sosial, membangun toleransi, dan mencairkan
sekat budaya. Dari aspek lingkungan, keberadaan jalan diperlukan untuk mendukung
pembangunan berkelanjutan. Dari aspek politik, keberadaan jalan menghubungkan
dan mengikat antardaerah, sedangkan dari aspek pertahanan dan keamanan,
keberadaan jalan memberikan akses dan mobilitas dalam penyelenggaraan sistem
pertahanan dan keamanan.

Semua pusat kegiatan beserta wilayah pengaruhnya membentuk satuan wilayah


pengembangan. Pusat pengembangan dimaksudkan untuk dikoneksikan dalam satu
hubungan hierarkis dalam bentuk jaringan jalan yang menunjukkan struktur tertentu.
Dengan struktur tersebut, bagian jaringan jalan akan memegang peranan masing-
masing sesuai dengan hierarkinya. Kedudukan jaringan jalan sebagai bagian sistem
transportasi menghubungkan dan mengikat semua pusat kegiatan sehingga
pengembangan jaringan jalan tidak dapat dipisahkan dari upaya pengembangan
berbagai moda transportasi secara terpadu, baik moda transportasi darat, laut,
maupun udara.

Tingkat perkembangan antardaerah yang serasi dan seimbang merupakan perwujudan


berbagai tujuan pembangunan. Tingkat perkembangan suatu daerah (wilayah dalam
batasan administratif) akan dipengaruhi oleh satuan wilayah pengembangan yang
bersangkutan. Pada prinsipnya, perkembangan semua satuan wilayah pengembangan
perlu dikendalikan agar dicapai tingkat perkembangan antardaerah yang seimbang.
Usaha pengendalian tersebut pada dasarnya merupakan salah satu langkah
penyeimbang dalam pengembangan wilayah yang dapat dilakukan secara langsung

3 Website Bina Marga di akses pada tanggal 16 April 2012

Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 6


Kolokium Jalan dan Jembatan

atau tidak langsung, misalnya dengan memberikan kesempatan kepada beberapa


satuan wilayah pengembangan yang tergolong kecil dan lemah untuk
mengelompokkan diri menjadi lebih besar dan kuat.

Proses pengelompokan tersebut, yang dijalankan dengan meningkatkan kemampuan


pelayanan pemasaran dari salah satu kota yang menduduki hierarki tertinggi, akan
membawa implikasi pada penyelenggaraan sistem distribusi. Di dalam sistem
distribusi, sistem jaringan jalan memegang peranan penting karena peningkatan
pelayanan pemasaran menuntut pengembangan prasarana transportasi. Agar sistem
distribusi dapat berfungsi dengan baik, perlu dibangun jalan berspesifikasi bebas
hambatan yang memperhatikan rasa keadilan berbagai elemen masyarakat.
Pembangunan jalan bebas hambatan tersebut yang memerlukan pendanaan relatif
besar diselenggarakan melalui pembangunan jalan tol.

Melalui peran penting jalan dalam membentuk struktur wilayah, penyelenggaraan jalan
pada hakikatnya dimaksudkan untuk mewujudkan perkembangan antardaerah yang
seimbang dan pemerataan hasil pembangunan (road infrastructures for all).

Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan negara mempunyai


kewenangan menyelenggarakan jalan dan jembatan. Penyelenggaraan jalan, sebagai
salah satu bagian penyelenggaraan prasarana transportasi, melibatkan unsur
masyarakat dan pemerintah. Agar diperoleh suatu hasil penanganan jalan yang
memberikan pelayanan yang optimal, diperlukan penyelenggaraan jalan secara
terpadu dan bersinergi antarsektor, antardaerah dan juga antarpemerintah serta
masyarakat termasuk dunia usaha.

Sesuai dengan kewenangannya, Ditjen Bina Marga merupakan perwakilan Negara


dalam penyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan, selain juga terdapat peran
Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan Provinsi
dan Kabupaten/ Kota. Apabila mengacu pada sasaran utama yang disebutkan diatas
maka panjang jalan eksisting yang ada pada tahun 2010 sepanjang sekitar 38.000 km
akan menjadi sekitar 51.000 km pada tahun 2014 nanti. Penyelenggaraan infrastruktur
tersebut tentu saja harus mendukung kesejahteraan rakyat, demokrasi dan keadilan.
Sehingga ketika Renstra 2010-2014 ditetapkan seharusnya sudah mencantumkan
rencana penyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan baik secara umum maupun
bertahap. Secara transparan semua tahapan tersebut juga perlu diketahui oleh seluruh
masyarakat. Dengan demikian hak-hak EKOSOB masyarakat yang berkaitan dengan
akses jalan/ jembatan dapat terjamin.

Akses informasi terhadap rencana pembangunan infrastruktur memang bisa diperoleh


masyarakat, namun informasinya masih sebatas kebijakan/ rencana umum yang
sifatnya mengambang tanpa diketahui jelas daerah mana saja yang akan dibangun
terlebih dahulu, berdasarkan skala prioritas seperti apa, dan juga ada atau tidaknya
kajian yang mendukungnya. Akibatnya seringkali penyelenggaraan infrastruktur jalan
dan jembatan menjadi terhambat atau justru berbenturan dengan masyarakat. Bahkan
skala prioritas pembangunan yang tidak jelas terkadang membuat hubungan antara
pemerintah pusat dengan daerah menjadi tidak harmonis. Misalnya terjadi proses
pembebasan tanah yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah tidak kunjung
ditindaklanjuti dengan pembangunan dari tingkat Pusat. Demikian juga sebaliknya,
ketika Pemerintah Pusat berencana mengadakan pembangunan jalan dengan
kebutuhan pembebasan lahan, namun pemberitahuan kegiatan tersebut kepada
Pemerintah Daerah terlalu mendadak sehingga PEMDA yang memiliki peran vital
dalam pembebasan tanah tidak punya cukup waktu untuk menyediakan anggaran bagi
proses tersebut. Dampak dari kejadian tersebut adalah menjadi tertundanya kegiatan
pembangunan atau apabila proses pembangunan tetap dipaksakan maka penduduk

Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 7


Kolokium Jalan dan Jembatan

yang terkena pembebasan lahan akibat proyek (PTP) berpotensi menjadi korban
pelanggaran HAM akibat distorsi informasi yang diterima, ketidakjelasan proses ganti
kerugian, serta potensi terlanggarnya hak-hak EKOSOB lainnya.

Dalam data aduan pelanggaran HAM yang diterima oleh Komisi Nasional (Komnas)
HAM RI tercatat 19 kasus pada tahun 2010 dan 20 kasus pada tahun 2011 merupakan
kasus-kasus terkait dengan sengketa lahan di bidang infrastruktur jalan dan jembatan.
Komposisi kasus-kasus tersebut dapat dilihat di Tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1
Data Aduan yang diterima Komnas HAM Dalam Klasifikasi Sengketa Lahan

Tahun 2010
Jalan Non-Tol Total Aduan TOTAL
Jalan Aduan Bid Selain ADUAN
Keterangan Tidak
Tol Nasional Lainnya Jalan Bid. Jalan
disebut
Jumlah
14 0 0 5 19 800 819
Kasus

Tahun 2011
Jalan Non-Tol Total Aduan TOTAL
Jalan Aduan Selain ADUAN
Keterangan Tidak
Tol Nasional Lainnya Bid Jalan Bid. Jalan
disebut
Jumlah
7 2 3 8 20 1044 1064
Kasus
(Diolah dari: Data Aduan Komnas HAM Dalam Klasifikasi Sengketa Lahan Th. 2010 &2011)

Penyelenggaraan Jalan Tol menjadi sumber aduan kasus yang paling banyak
dibandingkan dengan jalan Nasional ataupun Provinsi/ Kabupaten. Meskipun demikian
secara keseluruhan aduan kasus di bidang jalan hanya sekitar 2% dari seluruh aduan
sengketa lahan yang masuk ke data Komnas HAM pada setiap tahunnya. Berbagai
kasus sengketa lahan selain di bidang jalan banyak terjadi pada sektor perkebunan,
pertambangan, dan lain sebagainya.

Adapun berdasarkan lokasi sumber surat aduan kasus sengketa lahan terkait bidang
jalan tersebut masuk ke Komnas HAM, pada tahun 2010 Provinsi Jawa Barat
menempati urutan pertama dengan 5 kasus. Sedangkan di tahun 2011 Provinsi Jawa
Tengah, Jawa Barat dan Lampung menempati posisi paling atas dengan masing-
masing 3 kasus. Komposisi aduan pelanggaran HAM terkait infrastruktur Jalan
berdasarkan lokasi kejadian kasus dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut.

Tabel 2
Data Kasus Berdasarkan Lokasi Sumber Aduan

Tahun 2010
No. Provinsi Jumlah Kasus
1 Jawa Barat 5
2 Jawa Tengah 4
3 Jawa Timur 4
4 Jambi 2
5 Sulawesi Selatan 2
6 Sumatera Barat 1

Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 8


Kolokium Jalan dan Jembatan

7 DKI Jakarta 1
TOTAL 19

Tahun 2011
No. Provinsi Jumlah Kasus
1 Jawa Tengah 3
2 Jawa Barat 3
3 Lampung 3
4 Jawa Timur 2
5 DKI Jakarta 2
6 Jambi 2
7 Sulawesi Selatan 2
8 Sumatera Barat 1
9 Riau 1
10 Kalimantan Selatan 1
TOTAL 20
(Diolah dari: Data Aduan Komnas HAM Dalam Klasifikasi Sengketa Lahan Th. 2010 & 2011)

Melihat sebaran lokasi sumber surat aduan mengenai pelanggaran HAM terkait bidang
jalan yang masuk ke Komnas HAM pada tahun 2010 & 2011 tersebut menjelaskan dua
kemungkinan, pertama bahwa mayoritas aduan yang berasal dari Indonesia bagian
barat tersebut memang karena banyak kasus pelanggaran terjadi di bagian barat
Indonesia atau kemungkinan kedua yaitu karena tingkat kesadaran HAM masyarakat
di bagian timur Indonesia masih rendah sehingga meskipun terjadi hal serupa
(pelanggaran HAM) namun masyarakat tidak ada yang melaporkan karena tidak
mengetahui bahwa hak-hak mereka telah dilanggar atau tidak mengetahui mekanisme
pengaduan HAM ini.

Dalam data aduan kasus tersebut hampir semuanya memiliki modus serupa yaitu
berupa kesewenangan dan ancaman dalam pembebasan tanah serta pembebasan
tanah yang dilakukan tanpa ganti kerugian yang wajar. Dengan demikian hak-hak
EKOSOB yang dilanggar oleh negara dalam proses penyelenggaraan infrastruktur
jalan dan jembatan setidaknya meliputi Hak Atas Informasi, Hak Atas Rasa Aman dan
Hak Atas Kesejahteraan.

Kesewenangan dalam pembebasan tanah meliputi kegiatan pembebasan lahan tanpa


pemberitahuan atau mengabaikan pemberian informasi kepada masyarakat, terutama
penduduk terkena proyek (PTP). Pengabaian terhadap hak memperoleh informasi
merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia, khususnya hak atas informasi
yang diatur dalam Pasal 14 ayat (1) dan (2) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia yang menyatakan bahwa Setiap orang berhak untuk berkomunikasi
dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya dan Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala
jenis sarana yang tersedia.

Dari tindakan yang berupa ancaman yang terjadi dalam proses pembebasan lahan
untuk pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan menjadikan Negara gagal
menyediakan rasa aman bagi masyarakat. Ketidakmampuan Negara menjamin rasa
aman di masyarakat ini merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia, khususnya
hak atas rasa aman sebagaimana diatur dalam Pasal 30 UU Nomor 39 Tahun 1999

Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 9


Kolokium Jalan dan Jembatan

tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan bahwa Setiap orang berhak atas rasa
aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu.

Akibat tindakan yang diduga telah menghilangkan hak-hak atas kepemilikan warga dan
belum memperoleh penyelesaian secara resmi, mengindikasikan terjadinya
pelanggaran hak asasi manusia, khususnya hak atas kesejahteraan sebagaimana
diatur dalam Pasal 36 ayat (1) dan (2) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia yang menyatakan bahwa Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri
maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga,
bangsa, dan masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum dan Tidak boleh
seorangpun boleh dirampas miliknya dengan sewenang-wenang dan secara melawan
hukum.

Di sisi lain dari peyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan, kondisi jalan dan
jembatan yang tersedia sebagai akses masyarakat menuju tempat pendidikan, sarana
kesehatan serta pusat kegiatan ekonomi tidak selalu dalam keadaan mantap. Dari segi
pemberitaan oleh berbagai media massa target jalan mantap sebesar 94% sepertinya
masih jauh dari tercapai. Dalam kurun waktu kuartal pertama tahun 2012 ini saja
melalui media massa harian online dapat kita temukan banyak artikel mengenai
kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan di berbagai daerah di Indonesia. 4
Kerusakan infrastruktur tersebut bukan hanya sebatas lubang-lubang kecil, namun
kerusakan yang cukup mengganggu distribusi perekonomian atau bahkan berakibat
pada terputusnya akses.

Penyebab dari kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan di berbagai wilayah di


Indonesia memang multifaktor, mulai dari keadaan cuaca yang ekstrim, bencana alam,
faktor beban jalan yang berlebihan, hingga pada kualitas konstruksi yang terkadang
tidak sesuai dengan standar yang ditentukan. Namun apapun penyebab kerusakan
tersebut Pemerintah seharusnya tetap memikul tanggung jawab dalam menjamin
ketersediaan akses jalan kepada masyarakat. Karena akses jalan merupakan
prasyarat bagi pemenuhan hak-hak EKOSOB seperti hak atas pendidikan, fasilitas
kesehatan, tempat kegiatan ekonomi, dll. Ketika Pemerintah tidak bisa menyediakan
akses bagi masyarakat ke tempat kegiatan ekonomi, fasilitas kesehatan dasar dan
sarana pendidikan yang layak maka terjadi indikasi pelangggaran hak-hak EKOSOB
tersebut.

II.2. Perencanaan dan Penyelenggaran Pembangunan Insfrastruktur Jalan dan


Jembatan Yang Berwawasan HAM

A. Perencanaan Pembangunan Yang Berwawasan HAM dengan Pendekatan Belajar


sosial dan Melibatkan Partisipasi warga negara.

Dalam skema pembangunan, perencanaan dan perumusan strategi adalah bagian


penting dalam keseluruhan prosesnya. Dengan adanya perencanaan yang matang,
bisa meminimalisir terjadinya koordinasi dan implementasi proses yang tidak efektif
dan efisien di level antar birokrasi pemerintah maupun di level aparatur dengan
masyarakat. Pembangunan merupakan bagian dari hak asasi manusia, yang artinya
sudah menjadi landasan tujuan setiap Negara yang mengakui HAM dalam
konstitusinya. Dalam hal perencanaan pembangunan insfratruktur jalan dan jembatan,
harus berwawasan HAM karena sebagaimana disebutkan dalam penjelasan di muka
tujuan pembangunan sebagai upaya untuk memajukan kesejahteraan umum

4Berdasarkan artikel dari berbagai website koran on-line sepanjang tahun 2012,
diakses pada tanggal 16 April 2012.

Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 10


Kolokium Jalan dan Jembatan

khususnya Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (EKOSOB) yang tercantum dalam
pertimbangan UU No 11 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional tentang Hak-Hak
Ekosob, sejalan dengan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam setiap proses pembangunan, warga Negara punya hak untuk terlibat di
berbagai turunan aktivitasnya. Keterlibatan tersebut sebagai manisfestasi hak asasi
warga Negara mulai dari proses perencanaan, implementasi hingga pemanfaatan
fasilitas yang dibangun. Hal itu sesuai dengan bunyi pasal 44 UU No. 39 Tahun 1999
yaitu:
Setiap orang baik sendiri maupun bersama-sama berhak mengajukan pendapat,
permohonan, pengaduan, dan atau usulan kepada pemerintah dalam rangka
pelaksanaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan efisien, baik dengan lisan maupun
dengan tulisan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Metode pelibatan partisipasi aktif warga negara ini merupakan pendekatan belajar
sosial yang paling positif dan relevan bagi perencanaan pembangunan yang
berwawasan HAM. Melalui proses belajar sosial yang melibatkan partispasi
masyarakat -- termasuk organisasi masyarakat sipil -- dalam proses pembangunan,
selain akan menghasilkan produk pembangunan yang tepat guna namun juga
mendorong transparansi dan akuntabilitas tugas dan fungsi pemerintah sebagai
pelaksana pemenuhan HAM. Karakteristik bangsa Indonesia yang heterogen dari segi
adat, tradisi dan dinamika sosial tentu beragam pula aspirasi dan kebutuhannya akan
ekonomi, sosial dan budayanya. Dikaitkan dengan pembangunan jalan dan jembatan
juga memerlukan pendekatan yang sama. Perlu diperhatikan berbagai aspek dan juga
konsultasi dengan masyarakat. Misalnya jika melihat dari segi sosial dan budaya, ada
wilayah atau areal tertentu yang amat bernilai tinggi bagi masyarakat setempat secara
ekonomi, sosial atau budaya, bahkan menjadi warisan budaya bangsa yang
pemanfaatannya tidak bisa dialih fungsikan menjadi atau jembatan dengan alasan
apapun.

II.3. Kebijakan Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan dan Jembatan terkait


penegakan HAM

Pemerintah Indonesia dalam proses pembangunan insfrastruktur jalan dan jembatan


sudah menyelaraskan wawasan HAM tersebut dengan kebijakan dan pedomannya.
Dikenal adanya siklus delapan dan NSPM ke-binamarga-an yang melandasi delapan
tahap tersebut dalam mewujudkan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan
sesuai dengan berbagai peraturan perundang-undangan. Pada berbagai NSPM
tersebut beberapa kebijakan penyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan yang
memperhatikan penegakan HAM adalah dengan mengakomodir kepentingan-
kepentingan terkait HAM, antara lain:

Pedoman Penanaman Pohon pada Sistem Jaringan Jalan, sebagai lampiran dari
Peraturan Menteri PU Nomor 5 tahun 2012 tentang Penanaman Pohon pada
Sistem Jaringan Jalan. Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi
pembangunan yang berwawasan lingkungan. Dengan melaksanakan
pembangunan nasional yang berkelanjutan ataupun berwawasan lingkungan,
maka kegiatan tersebut juga merupakan salah satu upaya penegakan HAM,
dimana hak masyarakat untuk hidup layak tidak terganggu. Pedoman penanaman
pohon ini dimaksudkan agar pada saat pelaksanaan pembangunan memperhatikan
juga pengelolaan lingkungan sekitar lokasi pembangunan jalan sehingga
kenyamanan masyarakat di sekitarnya tidak terganggu. Adapun tujuan penanaman
pohon di ruang milik jalan adalah untuk meningkatkan fungsi jalur hijau pada
Ruang Milik Jalan (RUMIJA) dalam menciptakan suasana lingkungan sepanjang

Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 11


Kolokium Jalan dan Jembatan

jalan yang lebih nyaman, indah dan untuk mengurangi tingkat pencemaran udara
serta kebisingan.

Manual Keselamatan pada Tahap Pelaksanaan Konstruksi, Manual ini pada


dasarnya hadir untuk menjawab permasalahan Keselamatan Jalan. Berisi petunjuk
praktis bagi para Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk dapat
menyelenggarakan konstruksi di bidang jalan dan jembatan dengan asas
keselamatan sehingga menjamin keselamatan pekerja sekaligus pengguna jalan.

Kepmen PU No. 134/KPTS/M/2011 tentang Perubahan Kepmen PU No.


363/KPTS/M/2009 tentang Pembentukan Tim PUG Kementerian PU, sebagai
tindak lanjut pemenuhan Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Kebijakan terkait
pengarusutamaan gender ini merupakan salah satu bentuk penegakan terhadap
HAM, dimana yang dimaksud dengan gender adalah perbedaan-perbedaan sifat,
peranan, fungsi dan status antara laki-laki dan perempuan yang bukan
berdasarkan pada perbedaan biologis tetapi berdasarkan sosial budaya yang
dipengaruhi oleh struktur masyarakat yang luas. Penegakan HAM dilakukan
dengan membangun strategi untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi
integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi
atas kebijakan dan program pembangunan nasional. Keberhasilan penegakan
HAM terkait pengarusutamaan gender ini ditandai dengan terpenuhinya akses,
kesempatan partisipasi, kontrol, dan manfaat atas pembangunan. Terkait dengan
pengarusutamaan gender ini, dalam proyek-proyek berbantuan Loan atau Grant di
Bina Marga terdapat kegiatan pelengkap berupa kampanye HIV & AIDS serta anti
perdagangan manusia.

Peraturan Menteri PU Nomor 09/PER/M/2008 tentang Pedoman Sistem


Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi Bidang Pekerjaan
Umum merupakan langkah penegakan HAM dimana keamanan, keselamatan dan
kesehatan kerja adalah hak para pekerja yang harus diperhatikan. Sehingga agar
penyelenggaraan keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja pada tempat
kegiatan konstruksi Bidang Pekerjaan Umum dapat terselenggara secara optimal,
diperlukan suatu pedoman pembinaan dan pengendalian sistem keselamatan dan
kesehatan kerja. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah
bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur
organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan
sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian,
pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja guna
terciptanya tempat kerja yang selamat, aman, efisien dan produktif.

Rencana Strategis (Renstra) Kementerian PU 2010-2014 memiliki visi Terwujudnya


Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan, dengan demikian
penyelenggaraan pembangunan di Bidang Pekerjaan Umum harus memenuhi visi
tersebut, termasuk menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan yang mencakup penjelasan


mengenai penyiapan dokumen lingkungan, baik berupa AMDAL, UKL-UPL ataupun
SPPL. AMDAL dengan konsultasi publik, merupakan bentuk menjunjung hak asasi
manusia dengan memberikan informasi serta mendengarkan aspirasi dari warga di
sekitar proyek yang dikhawatirkan terkena dampak negatif dari dilaksanakannya
pembangunan jalan. Sebelum dilaksanakan studi AMDAL, dilaksanakan
pengumuman melalui media cetak, dan konsultasi langsung dengan masyarakat di
sekitar lokasi rencana proyek, dengan maksud untuk memperhatikan dan

Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 12


Kolokium Jalan dan Jembatan

mengakomodir aspirasi masyarakat dan dapat menanggulangi keresahan


masyarakat yang mungkin timbul. Dengan demikian pada setiap proyek jalan yang
dilengkapi AMDAL pasti melakukan proses konsultasi publik.

Dari penjelasan beberapa NSPM ke-bina margaan tersebut, terlihat bahwa dalam
tahapan pembangunan infrastruktur jalan, aspek keberlangsungan ekosistem serta
praktik humanis partisipatoris dalam arti lebih mengedepankan aspek dan dimensi
manusiawi sebagai tujuan utama pembangunan. Praktik tersebut memberi akses
kepada warga negara untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan di berbagai
bidang kehidupan melalui panduan keselamatan pekerja dan pengguna jalan,
kesetaraan gender dalam setiap proses pembangunan, hingga konsultasi publik dalam
hal AMDAL. Kurang lebih praktik ini juga bagian dari pengamalan pasal 44 UU No. 39
Tahun 1999 yang dijelaskan di poin sebelumnya.

II. 4. Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan dan Jembatan yang berwawasan HAM

Upaya pengakuan internasional atas status pembangunan sebagai HAM yang bersifat
kolektif telah dilakukan oleh negara-negara berkembang sejak tahun 1970-an. Upaya
tersebut menuai hasilnya pada saat Sidang PBB pada tahun 1986 mengeluarkan
Deklarasi HAM atas Pembangunan. Herry Priyono (1992) mencatat bahwa Deklarasi
tersebut antara lain berisi pengakuan HAM sebagai alat sekaligus tujuan
pembangunan, tuntutan atas perluasan partisipasi rakyat sebagai manifestasi HAM
atas pembangunan, dan kewajiban badan-badan pembangunan nasional serta
internasional untuk menempatkan HAM sebagai fokus utama dalam pembangunan.5

Pada dasarnya untuk menyelenggarakan infrastruktur jalan dan jembatan dengan


berwawasan HAM Pemerintah perlu melakukan penjelasan mengenai pekerjaan
konstruksi ini secara transparan kepada masyarakat. Pemerintah harus menjelaskan
tahapan pembangunan secara mendetil, kapan akan dilakukan konstruksi, kapan
pembebasan tanah dan mekanisme ganti ruginya, kapan akan selesai. Sehingga
masyarakat memiliki peran dalam mengontrol pekerjaan tersebut.

Dari aspek legal Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan dan Jembatan Berwawasan


HAM telah tertuang di dalam berbagai kebijakan yang mendasari kegiatan-kegiatan di
siklus delapan dari pembangunan jalan, apabila disederhanakan akan terlihat seperti
dalam tabel 3 berikut:

Tabel 3.
Tahapan Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan dan Aspek HAM

No. Tahapan Pertimbangan

1 Perencanaan Umum Adanya pertimbangan penyelenggaraan proyek infrastruktur


terhadap :
a. Tata Ruang
b. Daerah Sensitif
c. Konsultasi Masyarakat
- Konsultasi masyarakat merupakan suatu forum
keterlibatan masyarakat dalam proses penyelenggaraan
infrastruktur jalan

5Herry Priyono, Hak Asasi Manusia dan Pembangunan, Kompas, Edisi Kamis, 10 Desember
1992, hal. 4.

Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 13


Kolokium Jalan dan Jembatan

- Konsultasi masyarakat dilaksanakan dengan berbagai


metode dan dengan berbagai pemangku kepentingan
yang mewakili golongan/kelompok PTP, mewakili
instansi, Lembaga Swadaya Masyarakat, mewakili
kelompok profesi dan mewakili instansi PEMDA

2 Pra Studi Kelayakan Koordinasi dengan PEMDA dan Survei awal melingkupi
ketersediaan dan status kepemilikan tanah.

3 Studi Kelayakan Penyusunan studi kelayakan termasuk kelayakan lingkungan.

4 Perencanaan Teknis Penyiapan teknis desain detail (DED) berdasarkan alternatif


terbaik hasil dari studi kelayakan dan dengan
mengintegrasikan pengelolaan lingkungan dari studi
lingkungan yang telah dilakukan.

5 Pra Konstruksi Penyusunan Studi Analisis Dampak Sosial (ANDAS) dan


(Perencanaan Rencana Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali
pengadaan Tanah) (LARAP) akibat melintasi daerah komunitas rentan (komunitas
adat dan/atau fakir miskin sangat disarankan agar
pembangunan dapat diterima dan didukung oleh komunitas
setempat.

6 Konstruksi Pelibatan masyarakat setempat dalam pekerjaan konstruksi


sesuai dengan keahlian dan keterampilan.

7 Pasca Konstruksi / Menampung masukan, keluhan, dan informasi mengenai


Operasional operasional / kerusakan jalan dari masyarakat.

8 Monitoring & Melakukan evaluasi seluruh pekerjaan untuk perencanaan


Evaluasi kegiatan yang lebih baik di masa mendatang

Penyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan yang berwawasan Hak Asasi


Manusia harus terintegrasi dalam pengelolaan (manajemen) pembangunan secara
keseluruhan. Agar hal tersebut dapat tercapai, koordinasi dan konsultasi antar instansi
terkait mutlak diperlukan dan menjadi sangat penting. Dengan demikian, sinergi yang
optimal terkait peran Negara dan Pemerintah selaku pemangku kewajiban dengan
warga negara selaku pemegang hak atas hasil dan tujuan utama dari pembangunan,
bisa mewujudkan keadilan dan kesejahteraan umum bangsa Indonesia sebagaimana
yang tertuang dalam Pancasila dan UUD 1945.

Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 14


Kolokium Jalan dan Jembatan

BAB III. KESIMPULAN

Pertama, Perencanaan pembangunan yang berwawasan HAM merupakan


perencanaan pembangunan yang menjadikan nilai-nilai HAM sebagai sumber pokok
sekaligus rambu-rambu dalam perencanaan pembangunan. HAM harus dipatuhi oleh
negara atau pemerintah dalam menjalankan fungsinya sehingga menjadikan
pembangunan sebagai sarana kesejahteraan manusia, dan bukan sebaliknya, yakni
menjadikan pembangunan sebagai tujuan dengan mengorbankan hak asasi manusia
demi pembangunan. Pembangunan sepatutnya dijadikan sebagai alat untuk mencapai
tujuan penegakkan hak atas pembangunan. Hal ini telah diwujudkan dalam
ketersediaan berbagai NSPM yang dimiliki Bina Marga sebagai landasan untuk
menyelenggarakan infrastruktur jalan dan jembatan.

Kedua, Pendekatan belajar sosial dalam perencanaan pembangunan merupakan


pendekatan yang paling positif dan relevan bagi perencanaan pembangunan yang
berwawasan HAM. Pendekatan ini memungkinkan keterlibatan secara aktif warga
negara dalam proses pembangunan karena selain sebagai manifestasi hak asasi
sebagai warga negara, juga untuk menjamin hak-hak asasi warga negara atas
pembangunan, baik secara individual maupun kolektif. Pendekatan ini merupakan
prasyarat bagi model pembangunan yang berpusat pada rakyat (people-centered
development). Pendekatan ini telah diadopsi oleh Bina Marga dengan menampung
pendapat dan keluhan dari masyarakat terutama pada tahap monitoring dan evaluasi
untuk terus memperbaiki kualitas penyelenggaraan jalan.

Ketiga, dari sisi pembangunan kebijakan, kebijakan yang relevan untuk dikembangkan
sejalan dengan nilai-nilai HAM adalah model humanis partisipatoris. Manifestasi dari
model pembangunan kebijakan ini adalah memberi perhatian pada aspek dan dimensi
manusiawi sebagai tujuan utama pembangunan yang memberi akses kepada warga
negara untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan di berbagai bidang kehidupan.
Kebijakan memberi alokasi wewenang yang lebih besar kepada warga negara untuk
menentukan realisasi dirinya sebagai subjek, bukan objek yang dibentuk dan dikontrol
oleh subjek lain. Penyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan juga sudah
melibatkan masyarakat dalam perencanaan berupa konsultasi publik dan dalam tahap
konstruksi berupa pengikutsertaan masyarakat lokal dalam konstruksi sesuai keahlian
dan keterampilannya.

Terakhir, target Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan dan Jembatan Berwawasan HAM,


adalah tercapainya pembangunan jalan yang berkelanjutan dan berwawasan HAM
melalui program dan kegiatan yang terukur pada jangka menengah dan jangka
panjang. Tersedianya NSPM pembangunan jalan yang mengakomodir penegakan
HAM menjadi salah satu landasan dalam rangka mewujudkan pembangunan jalan dan
jembatan yang berwawasan HAM. Meskipun dalam implementasi lapangannya
penyelenggaraan jalan masih memiliki catatan di dalam kasus pelanggaran HAM
namun pada hakikatnya kebijakan yang ada telah berwawasan HAM. Sehingga dalam
rangka peningatan kualitas penyelenggaraan Infrastruktur Jalan dan Jembatan
terutama dalam wawasan HAM, hal-hal yang dijadikan sasaran utama adalah sebagai
berikut:
a. Mencegah, mengurangi dan menanggulangi dampak negatif serta meningkatkan
dampak positif penyelenggaraan infrastruktur jalan dan jembatan.
b. Turut mewujudkan tata pemerintahan yang baik, yang transparan dan akuntabel
mulai dari tingkat pusat hingga Kelurahan atau Desa.
c. Meningkatkan kepatuhan masyarakat sekitar lokasi infrastruktur jalan yang
diselenggarakan dalam menjaga kualitas dan fungsinya.
d. Meningkatkan kapasitas penyelenggara infrastruktur jalan dalam penyelenggaraan
infrastruktur yang berwawasan HAM.

Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 15


Kolokium Jalan dan Jembatan

DAFTAR PUSTAKA

Ditjen Bina Marga, 2009. Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan.

Kementerian PU, 2010. Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum 20102014.

Komnas HAM, 2007. Multinational Corporations (MNCs) dan Masyarakat Dalam


Perspektif Hak Asasi Manusia, Jakarta: Komnas HAM.

Priyono Herry, Hak Asasi Manusia dan Pembangunan, Kompas, Edisi Kamis, 10
Desember 1992, hal. 4.

Lubis, 1993, T Mulya, Hak-hak Asasi Manusia dalam Masyarakat Dunia: Isu dan
Tindakan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Undang undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan

Undang undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

Anonim. 2012. http://www.hariansumutpos.com/2012/04/31411/wapres-kritik-jalan-


rusak.htm diakses tanggal 16 April 2012.

Anonim. 2012. Perlu Kontribusi Pengusaha Perbaiki Jalan Rusak


http://www.pontianakpost.com/index.php?mib=berita.detail&id=106839
diakses tanggal 16 April 2012.

Dian, 2012.
http://serpong.kompas.com/berita/detail/1597/Spanduk.Protes.Jalan.Rusak.Di
ganti.Spanduk.Minta.Maaf diakses tanggal 16 April 2012.

Harjono, Yulvianus. 2012.


http://regional.kompas.com/read/2012/04/15/14495583/Jalan.By.Pass.Lampu
ng.Rusak.Parah diakses tanggal 16 April 2012.

Junaedi. 2012.
http://regional.kompas.com/read/2012/03/22/10503830/Jalan.Rusak.Parah.98.
Kilometer.Ditempuh.6.jam diakses tanggal 16 April 2012.

Trisnaningtyas, Farida. 2012. http://www.solopos.com/2012/boyolali/jalan-rusak-jalur-


wonosegoro-repaking-rusak-parah-180109 diakses tanggal 16 April 2012.

Dento Mudhiarko, Anita Sri Indrawanti 16

You might also like