You are on page 1of 46

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses menua (aging) merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut

secara alamiah) yang dimulai sejak lahir dan umumnya dialami oleh semua

makhluk hidup. Perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia dapat mengenai

sistem muskuloskeletal, yaitu rasa nyeri sendi pada ekstremitas bawah adalah

keluhan yang paling sering muncul pada lansia (Yohanita & Dewi, 2010).
Diperkirakan pada tahun 2010 jumlah lansia di Indonesia meningkat

menjadi 19,9 juta jiwa atau 8,48% dari total penduduk Indonesia. Sekitar 80%

lansia mengalami kondisi kronis yang dihubungkan dengan nyeri dan hampir

8% orang-orang berusia 50 tahun ke atas mempunyai keluhan pada sendinya.

Nyeri sendi yang paling banyak adalah pada sendi-sendi penahan berat tubuh

(panggul, lutut dan kaki) (Yohanita & Dewi, 2010).


Beberapa kelainan akibat perubahan sendi yang banyak terjadi pada

lansia antara lain osteoartritis, artritis reumatoid, dan gout (Yohanita & Dewi,

2010). Osteoarthritis adalah kelainan degenerative kronis dengan penyebab

yang belum diketahui, ditandai denga hilangnya kartilago sendi secara

bertahap. Penyakit ini dapat mengenai satu sendi atau lebih, terutama

mengenai sendi yang menyangga berat badan seperti sendi lutut dan panggul.

Degenerasi kartilago sendi biasanya disertai dengan perubahan-perubahan di

sekitar sendi yang terkena, misalnya kelemahan otot, dan pertumbuhan tulang

baru, yang berakibat berkurangnya mobilitas dan fungsi sendi. Program

latihan yang didesain dengan baik, meliputi latihan aerobic dan ketahanan,

fleksibilitas dan mobilisasi sendi, disertai dengan pengaturan berat badan,

obat-obatan, fisioterapi, proteksi sendi, dan pembedahan apabila diperlukan


akan memperbaiki keluhan dan mengurangi dampak osteoarthritis pada

kehidupan pasien (Rachmah, 2007).


Olahraga jalan kaki merupakan salah satu olehraga aerobik yang

banyak direkomendasikan bagi lansia. Selain mudah dilakukan dan tidak

memerlukan keterampilan khusus, olahraga jalan kaki juga aman untuk lansia

karena memiliki risiko yang sangat kecil terjadinya cidera otot maupun

persendian. Berdasarkan hal tersebut kami tertarik untuk melakukan mini

riset tentang pengaruh olahraga jalan kaki untuk mengurangi intensitas nyeri

pada penderita osteoatritis lutut di Wisma Teratai UPT PSLU Kasiyan

Jember.

B. Rumusan Masalah
1. Pernyataan Masalah
Masalah yang sering dikeluhkan oleh penderita osteoarthritis adalah

timbulnya nyeri di persendian. Jalan kaki merupakan salah satu olehraga

aerobik yang banyak direkomendasikan bagi lansia dan dianggap dapat

menurunkan intensitas nyeri pada penderita osteoatritis


2. Pertanyaan Masalah
a. Bagaimana olahraga jalan kaki di Wisma Teratai UPT PSLU

Kasiyan Jember?
b. Bagaimana intensitas nyeri pada penderita osteoatritis lutut di

Wisma Teratai UPT PSLU Kasiyan Jember?


c. Apakah ada pengaruh olahraga jalan kaki untuk mengurangi

intensitas nyeri pada penderita osteoatritis lutut di Wisma Teratai UPT

PSLU Kasiyan Jember?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh olahraga jalan kaki untuk mengurangi intensitas

nyeri pada penderita osteoatritis lutut di Wisma Teratai UPT PSLU

Kasiyan Jember.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi olahraga jalan kaki di Wisma Teratai UPT PSLU

Kasiyan Jember.
b. Mengidentifikasi Intensitas nyeri pada penderita osteoatritis lutut

di Wisma Teratai UPT PSLU Kasiyan Jember.


c. Menganalisis pengaruh olahraga jalan kaki untuk mengurangi

intensitas nyeri pada penderita osteoatritis lutut di Wisma Teratai UPT

PSLU Kasiyan Jember.

D. Manfaat Penelitian
1. Pelayanan Kesehatan
Memberikan informasi mengenai terapi atau latihan yang dapat diajarkan

kepada pasien dengan Osteoartritis lutut maupun keluarganya.


2.
3. Ilmu Pengetahuan
Menambah perbendaharaan referensi mengenai terapi atau latihan yang

dapat diajarkan kepada pasien dengan Osteoartritis lutut


4. Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai terapi atau latihan

yang dapat dilakukan pada pasien dengan osteoartritis lutut, sehingga

masyarakat dapat menerapkannya di rumah.


5. UPT PSLU Kasiyan

Diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pengaruh olahraga jalan

kaki untuk mengurangi intensitas nyeri pada penderita osteoatritis lutut

sehingga dapat dipergunakan sebagai dasar penentuan kebijakan yang

terkait terhadap penurunan intensitas nyeri pada penderita osteoatritis

lutut.

6. Peneliti Lain
Sebagai bahan kajian pustaka bagi peneliti lain, terutama sebagai bahan

pertimbangan dalam melakukan penelitian lanjutan atau melakukan

penelitian yang sejenis.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Osteoarthritis
1. Definisi Osteoartritis
Osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif dengan etiologi

dan patogenesis yang belum jelas serta mengenai populasi luas. Pada

umumnya penderita OA berusia di atas 40 tahun dan populasi bertambah

berdasarkan peningkatan usia. Osteoartritis merupakan gangguan yang

disebabkan oleh multifaktorial antara lain usia, mekanik, genetik, humoral

dan faktor kebudayaan. Osteoartritis merupakan suatu penyakit dengan

perkembangan slow progressive, ditandai adanya perubahan metabolik,

biokimia, struktur rawan sendi serta jaringan sekitarnya, sehingga

menyebabkan gangguan fungsi sendi. Kelainan utama pada OA adalah

kerusakan rawan sendi yang dapat diikuti dengan penebalan tulang

subkondral, pertumbuhan osteofit, kerusakan ligamen dan peradangan

ringan pada sinovium, sehingga sendi yang bersangkutan membentuk

efusi. Osteoartritis diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu OA primer

dan OA sekunder. Osteoartritis primer disebut idiopatik, disebabkan faktor

genetik, yaitu adanya abnormalitas kolagen sehingga mudah rusak.

Sedangkan OA sekunder adalah OA yang didasari kelainan endokrin,

inflamasi, metabolik, pertumbuhan, mikro dan makro trauma, imobilitas

yang terlalu lama serta faktor risiko lainnya, seperti obesitas dan

sebagainya (Soeharyo & Henry, 2007).


2.
3. Tanda dan gejala (Soeharyo & Henry, 2007)
Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan

yang dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara

perlahan. Berikut adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :


a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya

bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat.

Beberapa gerakan dan tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri

yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini dapat ditemukan meski OA

masih tergolong dini (secara radiologis). Umumnya bertambah berat

dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bias

digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris

(seluruh arah gerakan) maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja).

Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago

pada sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat

diasumsikan bahwa nyeri yang timbul pada OA berasal dari luar

kartilago.
Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari

nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ),

efusi sendi, dan edema sumsum tulang. Osteofit merupakan salah satu

penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit tumbuh, inervasi

neurovaskular menembusi bagian dasar tulang hingga ke kartilago dan

menuju ke osteofit yang sedang berkembang. Hal ini menimbulkan

nyeri. Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di

dekat sendi. Sumber nyeri yang umum di lutut adalah aakibat dari

anserine bursitis dan sindrom iliotibial band.


b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan

dengan pertambahan rasa nyeri.


c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau

tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil

dalam waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi

hari.
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala

ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa

perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau

dokter yang memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit,

krepitasi dapat terdengar hingga jarak tertentu.


e. Pembesaran sendi (deformitas)
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar.
f. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi

yang biasanya tidak banyak (< 100 cc) atau karena adanya osteofit,

sehingga bentuk permukaan sendi berubah.


g. Tanda-tanda peradangan
Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan

gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan) dapat dijumpai

pada OA karena adanya synovitis. Biasanya tanda-tanda ini tidak

menonjol dan timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh.

Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut.


h. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan

ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien

lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena

menjadi tumpuan berat badan terutama pada OA lutut.


3. Penatalaksanaan (Soeharyo & Henry, 2007)
Pengeloaan OA berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat

ringannya OA yang diderita. Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu:


Terapi non-farmakologis
a. Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien

dapat mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya,

bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar

persendiaanya tetap terpakai.


b. Terapi fisik atau rehabilitasi
Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini

dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai

dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit.


Latihan adalah jenis aktivitas fisik yang direncanakan, terstruktur

dengan gerakan yang berulang untuk mempertahankan atau

memperbaiki kesehatan dan kebugaran jasmani (Kozier dkk, 2004).

Banyak strategi untuk memperbaiki kebugaran dan aktivitas fisik pada

lansia, antara lain dengan cara memperbaiki satu tahap saja dari

keadaan aktivitas sebelumnya. Lansia yang sebelumnya kadang aktif

menjadi dapat melakukan aktivitas teratur dan yang sebelumnya telah

melakukan aktivitas teratur kemudian melakukan olahraga secara

teratur (Darmojo & Martono, 2004). Edward dan Larson (cit. Darmojo

& Martono, 2004) menyatakan bahwa :


1) Latihan dan olah raga dengan intensitas sedang dapat

memberikan keuntungan bagi para lansia melalui berbagai hal,

antara lain pengurangan resiko fraktur peningkatan status

kardiovaskuler dan kemampuan fungsional serta proses mental.


2) Peningkatan aktivitas, hanya akan sedikit sekali

menimbulkan komplikasi.
3) Latihan dan olah raga pada lansia harus disesuaikan secara

individual, dengan tujuan yang khusus pada individu tersebut.

Perhatian khusus harus diberikan pada jenis dan intensitas latihan,

antara lain : aerobic, kekuatan, fleksibilitas dan keadaan dalam hal

apa latihan diberikan.


4) Latihan menahan beban (weight bearing exercise) yang

ringan secara intensif misalnya berjalan.


5) Lansia yang tidak aktif (sedentary) harus dirangsang untuk

melakukan latihan secara tetap.


Jenis latihan yang dapat dilakukan yaitu:
a)
b) Latihan fleksibilitas (ROM)
Mobilitas sendi sangat penting untuk memaksimalkan ruang

gerak sendi, meningkatkan kinerja otot, mengurangi risiko cedera,

dan memperbaiki nutrisi kartilago. Latihan fleksibilitas, yang

dilakukan pada latihan fisik tahap pertama, dapat meningkatkan

panjang dan elastisitas otot dan jaringan sekitar sendi. Untuk

pasien aosteoartritis, latihan fleksibilitas ditujukan untuk

mengurangi kekakuan, meningkatkan mobilitas sendi, dan

mencegah kontraktur jaringan lunak. Latihan fleksibilitas sering

dilakukan selama periode pemanasan atau tergabung dalam

latihan ketahanan atau aktivitas aerobic.


Teknik peregangan dilakukan untuk memperbaiki ruang gerak

sendi. Latihan peregangan ini dilakukan dengan menggerakkan

otot-otot, sendi-sendi, dan jaringan sekitar sendi. Semua gerakan

sebaiknya menjangkau ruang gerak sendi yang tidak

menimbulkan rasa nyeri dan meningkatkan gerakan.


Latihan fleksibilitas dapat dimulai dari latihan peregangan tiap

kelompok otot, setidaknya tiga kali seminggu. Apabila sudah

terbiasa, latihan ditingkatkan repetisinya per kelompok otot secara

bertahap. Latihan harus melibatkan otot dan tendon utama pada

ekstremitas atas dan bawah.


c) Latihan kekuatan
Latihan kekuatan mempunyai efek yang sama dengan latihan

aerobic dalam memperbaiki disabilitas, nyeri, dan kinerja. Latihan

kekuatan ada 3 macam, yaitu: latihan isometric, latihan isotonic,

dan isokinetik. Latihan kekuatan otot secara isometric, isotonic,

maupun isokinetik dapat mengurangi nyeri dan disabilitas serta


memeperbaiki kecepatan berjalan pada pasien osteoarthritis.

Latihan isotonic memberikan perbaikan lebih besar dalam

menghilangkan nyeri. Latihan ini dianjurkan untuk latihan

kekuatan awal pada pasien osteoarthritis dengan nyeri lutut saat

latihan. Latihan isokinetik menghasilkan peningkatan kecepatan

berjalan paling besar dan pengurangan disabilitas sesudah terapi

dan saat evaluasi, sehingga latihan ini disarankan untuk

memperbaiki stabilitas sendi atau ketahanan berjalan.


Latihan isometric diindikasikan apabila sendi mengalami

peradangan akut atau senti tidak stabil. Kontraksi isometric

memberikan tekanan ringan pada sendi ditoleransi baik oleh

penderita osteoarthritis dengan pembengkakan dan nyeri sendi.

Latihan ini dapat memperbaiki kekuatan otot dan ketahanan statis

(static endurance) dengan cara menyiapkan sendi untuk gerakan

yang lebih dinamis dan merupakan titik awal program penguatan.

Peningkatan kekuatan terjadi saat kontraksi isometric dikenakan

pada otot saat panjang otot sama dengan kondisi istirahat.

Perbaikan kekuatan terutama pada sudut otot yang dilatih.

Apabila instabilitas sendi dan nyeri berkurang, program latihan

secara bertahap diubah ke latihan yang dinamis (isotonic).


Latihan kekuatan isometric harus memperhatikan tipe latihan,

intensitas, volume, dan frekuensi. Latihan sebaiknya melibatkan

kelompok otot utama. Kontraksi isometric dimulai pada intensitas

rendah. Untuk menetapkan intensitas latihan, diberitahukan pada

pasien untuk memaksimalkan kontraksi otot yang menjadi target


penguatan. Intensitas latihan dimulai sekitar 30% usaha maksimal

(maximal effort). Jika bisa ditoleransi oleh pasien intensitas

ditingkatkan secara bertahap sampai 75% kontraksi maksimal.

Kontraksi dipertahankan tidak lebih dari enam detik. Pada

awalnya satu kontraksi untuk tiap kelompok otot, kemudian

jumlah pengulangan ditingkatkan menjadi 8-10, sesuai toleransi

pasien.
Pasien diinstruksikan untuk bernafas selama masing-masing

kontraksi. Jarak antar kontraksi dianjurkan 20 detik. Latihan

dilakukan dua kali sehari pada periode peradangan akut.

Selanjutnya jumalah latihan secara bertahap ditingkatkan menjadi

5-10 kali per hari, disesuaikan dengan kondisi pasien. Hal yang

harus diperhatikan adalah adanya risiko peningkatan tekanan

darah bila kontraksi dilakukan lebih dari 10 detik.


Kontraksi isotonic digunakan untuk aktivitas sehari-hari. Latihan

kekuatan isotonic memperlihatkan efek positif pada metabolism

energy, kerja insulin, kepadatan tulang, dan status fungsional pada

orang sehat. Jika tidak terdapat peradangan akut maupun

instabilitas sendi, bentuk latihan ini ditoleransi baik oleh pasien

osteoarthritis.
d) Latihan aerobic
Latihan aerobic (berjalan, bersepeda, berenang, senam aerobic,

dan latihan aerobic di kolam renang) dapat meningkatkan

kapasitas aerobic, memperkuat otot, meningkatkan ketahanan,

mengurangi berat badan, dan mengurangi konsumsi obat pada

pasien osteoarthritis. Suatu systemic review memperlihatkan


bahwa latihan aerobic efektif menghilangkan nyeri dan

memperbaiki fungsi sendi.


Pemilihan aktivitas aerobic tergantung pada beberapa faktor, yaitu

status penyakit, stabilitas sendi, sumber daya dan minat pasien.

Latihan aerobic di kolam air hangat dapat mengurangi nyeri otot

dan sendi, mengurangi beban sendi, meningkatkan gerakan yang

tidak dapat menimbulkan nyeri, dan memperkuat otot-otot di

sekitar sendi yang sakit.


c. Penurunan berat badan
Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA.

Oleh karena itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan

diupayakan untuk melakukan penurunan berat badan apabila berat

badan berlebih.
Terapi farmakologis
Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang

timbul, mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi

manifestasimanifestasi klinis dari ketidakstabilan sendi.


a. Obat Antiinflamasi Nonsteroid ( AINS ), Inhibitor

Siklooksigenase-2 (COX-2), dan Asetaminofen


Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA lutut, penggunaan

obat AINS dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada

penggunaan asetaminofen. Namun karena risiko toksisitas obat AINS

lebih tinggi daripada asetaminofen, asetaminofen tetap menjadi obat

pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain untuk

mengurangi dampak toksisitas dari obat AINS adalah dengan cara

mengombinasikannnya dengan menggunakan inhibitor COX-2.


b. Chondroprotective Agent
Chondroprotective Agent adalah obat-obatan yang dapat menjaga atau

merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat-obatan yang

termasuk dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat,

kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya.


Terapi pembedahan
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk

mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi

deformitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari-hari.

B.
C. Konsep Nyeri
1. Definisi Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan

bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang

dalam hal skala atau tingatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat

menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Aziz Alimul,

2006). Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi

seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya

(Tamsuri, 2007).
Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak

menyenangkan dan meningkatkan akibat adanya kerusakan jaringan yang

aktual atau potensial. (Judith M. Wilkinson 2002). Sensori yang tidak

menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara aktual atau

potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan.

Serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yang

dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi

kurang dari 6 bulan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional).


2. Fisiologi Nyeri

Munculnya nyeri berkaitan erat dengean reseptor dan adanya

rangsangan. Reseptor nyeri yang di maksud adalah niciceptor, merupakan

ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak

memiliki myelin yang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada

visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kandung empedu.

Reseptor nyeri dapat memberikan respon akibat adanya stimulasi

atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berubah zat kimiawi seperti

histamine, bradikinin, prostaglandin, dan macam-macam asam yang di


lepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan

oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat berupa termal, listrik atau mekanis.

3. Klasifikasi Nyeri

Klasifikasi nyeri secara umum di bagi menjadi dua, yakni nyeri akut

dan kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan

cepat menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan di tandai adanya

peningkatan tegangan otot.

Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan,

biasanya berlangsung cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Termasuk

dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis,

dan nyeri psikosomatis. Ditinjau dari sifat terjadinya, nyeri dapat dibagi

kedalam beberapa kategori, di antaranya nyeri tersusuk dan nyeri terbakar.

4. Stimulus Nyeri

Seseorang dapat meneloransi, menahan nyeri (pain tolerance) atau

mengenali jumlah stimulus nyeri sebelum merasakan nyeri (pain

tolerance). Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri, di antaranya:

a. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya karena bedah akibat

terjadinya kerusakan jaringan dari iritasi secara langsung pada reseptor.

b. Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya pada edema akibat

terjadinya penekanan pada reseptor nyeri.

c. Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.

d. Iskemia pada jaringan, misalnya terjadi pada blockade pada arceria

koronaria yang menstimulasi resptor nyeri akibat tumpukan asam

laktat.
5. Teori Nyeri

Tedapat beberapa teori tentang terjadinya rangsangan nyeri, di

antaranya (Barbara C.Long, 1989):

a. Teori Pemisahan (Specificity Theory). Menurut teori ini,

rangsangan sakit masuk ke medulla spinalis (spinal cord) melalui karnu

dorsalis yang bersinaps di daerah posterior, kemudian naik ke tractus

lissur dan menyilang di garis median ke sisi lainnya, dan berakhir di

korteks sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut diteruskan.

b. Teori Pola (Pattren Theory). Rangsangan nyeri masuk melalui akar

ganglion dorsal ke medulla spinalis dan merangsang aktivitas sel T. Hal

ini mengakibatkan suatu respons yang merangsan ke bagian yang lebih

tinggi, yaitu korteks serebri, serta kontraksi menimbulkan response dan

otot berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi di pengaruhi

oleh modalitas respons dari reaksi sel T.

c. Teori Pengendali Gebang (Gate Control Theory). Menurut teori ini,

nyeri tergantung dari kerja serat saraf besar dan kecil yang keduanya

berada di dalam akar ganglion doralis. Rangsangan pada serat besar

akan meninggalkan aktivitas subtansia gelatinosa yang mengakibatkan

tutupnya pintu mekanisme sehingga aktivitas sel T terhambat dan

menyebabkan hantaran rangsangan ikut terhambat. Rangsangan serat

besar dapat langsung merangsang korteks serebri. Hasil persepsi ini

akan dikembalikan kedalam medulla spinalis melalui serat eferen dan

reaksinta mempengaruhi aktivitas sel T. Rangsangan pada serat kecil

akan menghambat aktivitas substansi gelatinosa dan membuka pintu


mekanisme,sehingga merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya akan

menghantarkan rangsangan nyeri.

d. Teori transmisi dan inhibisi. Adanya stimulus pada niciceptor

melalui transmisi impuls-implus saraf, sehingga implus nyeri menjadi

efektif oleh neurotransmitter yang spesifik. Kemudian, inhibisi implus

nyeri menjadi efektif oleh implus-implus pada serabut-serabut besar

yang memblok implus-implus pada serabut lamban dan endogen opiate

system supresif.

6. Faktor-Faktor Mempengaruhi Nyeri

Pengalaman nyeri pada seseorang dapat di pengaruhi oleh beberapa

hal, di antaranya adalah:

a. Arti Nyeri. Nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan

hampir sebagian arti nyeri merupakan arti yang negatif, seperti

membahayakan, merusak, dan lain-lain. Keadaan ini di pengaruhi

lingkungan dan pengalaman.

b. Persepsi Nyeri.Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat

subjektif tempatnya pada korteks (pada fungsi evaluasi kognitif).

Persepsi ini di pengaruhi oleh faktor yang dapat memicu stimulasi

nociceptor.

c. Toleransi Nyeri. Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas

nyeri yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri.

Faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara

lain alcohol, obat-obatan, hipnotis, gerakan atau garakan, pengalihan

perhatian, kepercayaan yang kuat dan sebagainya. Sedangkan faktor


yang menurunkan toleransi antara lain kelelahan, rasa marah, bosan,

cemas, nyeri yang kunjung tidak hilang, sakit, dan lain-lain.

d. Reaksi terhadap Nyeri. Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk

respon seseorang terhadap nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas,

menangis, dan menjerit. Semua ini merupakan bentuk respon nyeri

yang dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor, seperi arti nyeri, tingkat

perspepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan sosial,

kesehatan fisik dan mental, rasa takut, cemas, usia, dan lain-lain.

7. Cara Mengukur Intensitas Nyeri

Skala nyeri menurut Hayward

Skala Keterangan
0 Tidak nyeri
1-3 Nyeri ringan
4-6 Nyeri sedang
7-9 Sangat nyeri, tetapi masih dapat dikontrol dengan aktifitas

yang biasa dilakukan


10 Sangat nyeri dan tidak bias dikontrol
Skala nyeri menurut McGill

Skala Keterangan
1 Tidak nyeri
2 Nyeri sedang
3 Nyeri berat
4 Nyeri sangat berat
5 Nyeri hebat

8. Etiologi Nyeri

Adapun Etiologi Nyeri yaitu:

a. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya kerusakkan jaringan akibat

bedah atau cidera.

b. Iskemik jaringan.

c. Spasmus otot merupakan suatu keadaan kontraksi yang tak

disadari atau tak terkendali, dan sering menimbulkan rasa sakit.

Spasme biasanya terjadi pada otot yang kelelahan dan bekerja

berlebihan, khususnya ketika otot teregang berlebihan atau diam

menahan beban pada posisi yang tetap dalam waktu yang lama.

d. Inflamasi pembengkakan jaringan mengakibatkan peningkatan

tekanan lokal dan juga karena ada pengeluaran zat histamin dan zat

kimia bioaktif lainnya.

e. Post operasi setelah dilakukan pembedahan.

9.
10. Manifestasi Klinis

a. Gangguam tidur

b. Posisi menghindari nyeri

c. Gerakan meng hindari nyeri

d. Raut wajah kesakitan (menangis,merintih)

e. Perubahan nafsu makan

f. Tekanan darah meningkat

g. Nadi meningkat

h. Pernafasan meningkat

i. Depresi

D. Konsep Walking Exercise / Latihan Jalan Kaki


1. Definisi Jalan Kaki
Jalan kaki atau berjalan kaki merupakan salah satu bentuk aktivitas

fisik yang juga merupakan olahraga, karena berjalan kaki merupakan

serangkaian gerak yang dilakukan secara sistematis dan fungsional juga,

dalam bentuk latihan low impact. Jalan kaki dikelompokkan jenis olahraga

aerobik yaitu jenis olahraga yang dilakukan dan memerlukan oksigen

sebagai sumber energinya dan biasanya dilakukan di lapangan. Aktivitas

jalan kaki memang baru bisa disebut olahraga jika dilakukan secara

kontiniu, minimum 30 menit setiap harinya. Berjalan adalah gerakan siklis

yang diatur oleh medulla spinalis pada tingkat neuron mototris. Berjalan

diawali dengan mencondongkan badan ke depan, menyebabkan posisi

tubuh tidak stabil, kemudian melangkahkan kaki ke depan untuk

mendapatkan keseimbangan kembali (Rachmah Laksmi, 2007). Olahraga

jalan kaki merupakan salah satu olehraga aerobic yang banyak


direkomendasikan bagi lansia. Selain mudah dilakukan dan tidak

memerlukan keterampilan khusus, olahraga jalan kaki juga aman untuk

lansia karena memiliki risiko yang sangat kecil terjadinya cidera otot

maupun persendian (Lungit Wicaksono, 2011).


Teknik berjalan menurut Lungit Wicaksono (2011) adalah sebagai

berikut:
a. Badan tegak kepala lurus dengan badan dan dagu ampir sejajar

dengan pundak
b. Bengkokkan lengan dan siku dengan sudut yang benar (kira-kira

90 derajat), lalu ayunkan sejajar dengan tubuh atau boleh juga sedikit

menyilang (diagonal) depan badan.


c. Kecepatan gerak lengan harus disesuaikan dan seirama dengan

gerak tungkai, gerakan tersebut bisa membantu mempercepat jalan

anda.
d. Pompa lengan untuk menambah momentum jalan, namun lengan

tetap rileks dan hindari gerak lengan yang berlebihan (overacting).


e. Telapak kaki depan harus terus kontak dengan tanah sebelum ujung

kaki belakang (toe) diangkat dari tanah. Dengan kata lain, salah satu

kaki harus kontak dengan tanah. Sebab jika tidak begitu maka akan

terjadi gerakan jongging.


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yohanita Pamungkas

dan Dewi Ika tahun 2010 pada lansia di Posyandu Lansia Sejahtera GBI

Setia Bakti Kediri, setelah dilakukan latihan gerak kaki (Stretching)

didapatkan mayoritas responden (lebih dari 90%) mengalami penurunan

nyeri sendi ekstremitas bawah. Latihan dilakukan dengan frekuaensi 3 atau

5 kali per minggu secara teratur dan terus-menerus dengan lama latihan

15-30 menit.
2. Keuntungan Jalan Kaki
Keuntungan yang diperoleh dari jalan kaki adalah:
a. Jalan merupakan aktivitas aerobic yang sangat baik, dengan banyak

sekali manfaatnya bagi jantung, paru-paru dan peredaran darah.


b. Jalan merupakan cara yang tepat untuk mengurangi stress
c. Jalan merupakan aktivitas yang dapat mengurangi berat badan bagi

yang memerlukannya. Bagi orang-orang yang kelebihan berat

badannya, jalan kaki dapat membakar kalori yang banyaknya hamper

sama dengan jogging pada jarak yang sama dengan stress fisik yang

kecil
d. Jalan merupakan aktivitas yang dapat dikatakan bebas dari cedera,

mudah sekali dilakukan oleh telapak kaki, pergelangan kaki, tungkai,

lutut, pinggul, dan pinggang.


e. Jalan dapat dimanfaatkan untuk terapi latihan, untuk orang-orang

yang mengalami cedera persendian


f. Jalan merupakan latihan olahraga yang dapat dilakukan oleh orang

dari berbagai macam usia, dan khususnya bagi para manula (manusia

usia lanjut) sangat baik untuk menghambat proses degenerasi (Nanang

Kusnandi, 2012).
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen

Penatalaksanaan OA:
1. Terapi non
farmakologis
2. Terapi
Terapi non farmakologis:
farmakologis
1. Edukasi
Intensitas nyeri pada
2. Terapi fisik atau
penderita osteoatritis lutut
rehabilitasi Variabel Confounding
a. Latihan a. Usia
Gambar 3.1 Kerangka konsep pengaruh olahraga jalan kaki untuk mengurangi intensitas nyeri
b. Jenis kelamin
pada penderita osteoatritis
fleksibilitas (ROM) lutut di Wisma Teratai UPT PSLU Kasiyan Jember.
c. Pengalaman terhadap
b. Latihan
nyeri
Keterangan:c. Latihan aerobic
kekuatan
:(jalan kaki)
Diteliti

: Tidak diteliti

: Diteliti

: Tidak diteliti

1.
2. Penjelasan Kerangka Konsep
Terdapat dua jenis penatalaksanaan osteoatritis yaitu terapi non

farmakologis dan farmakologis. Banyak tindakan yang dapat dilakukan

pada terapi non farmakologis salah satunya adalah latihan aerobic yang

dalam penelitian ini adalah latihan berjalan kaki. Variabel Independen pada

penelitian ini adalah olahraga jalan kaki, sedangkan yang menjadi variabel

dependen adalah intensitas nyeri pada penderita osteoatritis lutut di Wisma

Teratai UPT PSLU Kasiyan Jember.

B. Hipotesis
H1 : Ada pengaruh olahraga jalan kaki untuk mengurangi intensitas

nyeri pada penderita osteoatritis lutut di Wisma Teratai UPT PSLU Kasiyan

Jember.
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam

penelitian, memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi akurasi suatu hasil. Desain penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen, tipe non randomized

pretest and post test, yaitu mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah

terapi diberikan, hal ini untuk mengetahui apakah klien mengalami penurunan

intensitas nyeri atau tidak (Nursalam, 2008).

B. Populasi, Sampel dan Sampling


1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau

subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya

(Sugiyono, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang ada di

Wisma Teratai UPT PSLU KasiyanJember.


2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Pada penelitian ini sampel yang digunakan 8 orang.


3. Sampling
Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi sampel yang

digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada dengan menggunakan

teknik sampling (Alimul, 2003). Teknik sampling dalam penelitian ini

adalah total sampling (Sastroasmoro & Ismail, 1995:49 dalam Nursalam,

2008).

C. Definisi Operasional
Definisi operasional dirumuskan untuk kepentingan akurasi,

komunikasi, dan replikasi. Definisi operasional adalah definisi berdasarkan

karakteristik yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut

(Nursalam, 2008). Definisi opearsional tersebut terlihat dalam tabel 4.1 di

bawah ini.

No Variabel Definisi Alat Ukur Skala Hasil Ukur


Operasional
Independent salah satu Observasi Nominal 1 : Tidak
Jalan kaki bentuk aktivitas Jalan Kaki
fisik yang aman 2 : Jalan Kaki
bagi lansia

Dependent Perubahan wawancara Ordinal 0 : tidak


intensitas respon nyeri (1)
nyeri pada responden 1-3 : ringan
penderita terhadap rasa (2)
osteoatritis nyeri sendi pada 4-6 : sedang
lutut awal dan akhir (3)
6-10 : berat
penelitian.
(4)

D. Tempat Penelitian
Tempat pengambilan data pada penelitian ini adalah di Wisma Teratai

UPT PSLU Kasiyan Jember.

E. Waktu Penelitian
Pelaksanaan pengambilan data pada penelitian ini dimulai pada

tanggal 19 September 2015 dan diakhiri tanggal 25 September 2015.


F. Etika Penelitian
Etika penelitian adalah suatu tatatertib atau kode etik dalam

pengambilan data di suatu tempat. Masalah etika penelitian dalam penelitian

meliputi:
1. Informed Consent (LembarPersetujuan)
Lembar persetujuan penelitian diberikan pada responden. Tujuannya

adalah subyek mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak

yang diteliti selama pengumpulan data. Bila subyek bersedia diteliti maka

harus menandatangani lembar persetujuan. Jika subyek menolak untuk

diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.
2. Anonimity (TanpaNama)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas pasien, peneliti tidak akan

mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data, hanya member

nomor kode.
3.
4. Confidentiallity (Kerahasiaan)
Informasi yang berhasil dikumpulkan dari sampel penelitian dijaga

dan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya kelompok tertentu saja

yang akan disajikan atau dilaporkan pada hasil penelitian.


G. Alat Pengumpul Data
Instrument pengumpulan data digunakan dalam riset untuk

menggambarkan suatu metode pengumpulan data tertentu (Nursalam, 2011

dalam Nugroho, 2014). Pada penelitian ini instrument yang digunakan

adalah: SOP tentang jalan kaki dan skala nyeri.


H. Pengumpulan Data
1. Prosedur administratif
Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan rekomendasi dari

Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKES) Universitas Muhammadiyah Jember dan

mendapat ijin dari instansi terkait.


2. Prosedur tehnis
Peneliti melakukan penelitian dengan tahapan awal penetapan

populasi, sampel dan sampling. Dilanjutkan dengan pengumpulan data

dengan cara wawancara, angket dan observasi kepada responden. Setelah

semua data terkumpul, peneliti melakukan analisa data dengan

menggunakan uji statistik kemudian menyajikan data-data tersebut.


I. Analisa Data
Kegiatan awal yang dilakukan yaitu memeriksa ulang kelengkapan

data yang diisi subyek pada kuesioner yang dibagikan, kemudian setiap

jawaban di konversikan ke dalam angka-angka guna proses analisa.


1. Pengolahan data
a. Editing.
Mengamati kelengkapan data-data yang sudah terkumpul, sudah

lengkap atau masih ada yang kurang.


b. Entry
Merupakan kegiatan memasukkan data yang ada kedalam program

statistik sesuai dengan format yang di kehendaki.


c. Cleaning.
Merupakan tahap akhir untuk membersihkan data yang sudah

dimasukkan ke dalam program dan membandingkan dengan standar

penelitian yang ditetapkan.


2. Analisa data.
a. Analisa Univariat.
Analisa univariat dilakukan tiap variabel dari hasil penelitian,

yaitu guna mendapatkan gambaran distribusi responden dengan cara

membuat tabel distribusi frekuensi. Berdasarkan tabel tersebut

variabel-variabel yang di teliti kemudian di analisis secara deskriptif

dengan menguraikannya secara rinci (Hidayat, 2003 dalam Febrianto,

2013).
b. Analisa bivariat.

Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan

variabel dependen, peneliti menggunakan alat uji statistik dengan

bantuan komputer yaitu menggunakan program SPSS (Statistical

program for social science) maka, design penelitian ini menggunakan

quasy experiment yaitu non randomize pre test dan post test design uji

statistik yang di gunakan adalah Spearman Rank. Apabila p < 0,05

artinya ada pengaruh olahraga jalan kaki untuk mengurangi intensitas

nyeri pada penderita osteoatritis lutut di Wisma Teratai UPT PSLU

Kasiyan Jember.
BAB V
HASIL PENELITIAN

Bab ini menyajikan hasil penelitian tentang pengaruh olahraga jalan kaki

untuk mengurangi intensitas nyeri pada penderita osteoatritis lutut di Wisma

Teratai UPT PSLU Kasiyan Jember yang dilaksanakan pada tanggal 19 September

2015 dan diakhiri tanggal 25 September 2015 dengan jumlah responden sebanyak

8 responden. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner dan observasi yang

akan ditampilkan dalam bentuk narasi dan tabel distribusi.

A. Data Umum
1. Jenis Kelamin Responden

Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin responden di


Wisma Teratai UPT PSLU Kasiyan Jember
No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

1 Laki-laki 3 37,50%

2 Perempuan 5 62,50%

Total 8 100%

Berdasarkan tabel 5.1 diperoleh data bahwa responden di Wisma

Teratai UPT PSLU Kasiyan Jember Jember sebagian besar berjenis

kelamin perempuan yaitu sebanyak 5 responden (62,50%).

2.
3. Usia Responden

Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan usia responden di Wisma


Teratai UPT PSLU Kasiyan Jember
No. Usia Frekuensi Persentase (%)

1 60 70 tahun 5 62,50%

2 71 80 tahun 2 25,00%

3 > 80 tahun 1 12,50%

Total 8 100%

Berdasarkan tabel 5.2 diperoleh data bahwa usia responden di

Wisma Teratai UPT PSLU Kasiyan Jember hampir seluruhnya berusia 60

70 tahun yaitu sebanyak 5 orang (62,50%).

4. Pendidikan Responden

Tabel 5.3 Distribusi responden berdasarkan pendidikan responden di


Wisma Teratai UPT PSLU Kasiyan Jember
No. Pendidikan Frekuensi Persentase (%)

1 Tidak Sekolah 5 62,50%

1 SD 3 37,50%

Total 8 100%

Berdasarkan tabel 5.3 diperoleh data bahwa pendidikan responden

di Wisma Teratai UPT PSLU Kasiyan Jember sebagian besar tidak

bersekolah sebanyak 5 orang (51,35%).


B.
C. Data Khusus
1. Intensitas nyeri sebelum melakukan jalan kaki di Wisma Teratai

PSLU Kasiyan Jember


Tabel 5.4 Intensitas nyeri sebelum melakukan jalan kaki di Wisma Teratai
PSLU Kasiyan Jember
Intensitas nyeri Kelompok Kelompok kontrol Total

eksperiment
Tidak nyeri 0 0 0
Ringan 1 2 3
Sedang 3 2 5
Berat 0 0 0
Total 4 4 8

Berdasarkan tabel 5.4 terbanyak responden dengan skala nyeri

sedang sebelum diberikan perlakuan (pre test) pada kelompok eksperimen

yaitu 3 orang pada kelompok kontrol 2 orang.

2. Intensitas nyeri sesudah Melakukan jalan kaki di Wisma Teratai

PSLU Kasiyan Jember

Tabel 5.5 intensitas nyeri sesudah Melakukan jalan kaki


Intensitas nyeri Kelompok Kelompok Total

eksperimen kontrol
Tidak nyeri 1 0 1
Ringan 2 2 4
Sedang 1 2 3
Berat 0 0 0
Total 4 4 8

Berdasarkan tabel 5.5 mayoritas responden dengan skala nyeri tidak

nyeri sesudah diberi perlakuan (post test) pada kelompok eksperimen yaitu

2 orang sedangkan pada kelompok kontrol terbanyak responden dengan

skala nyeri ringan dan sedang yaitu 2 orang.


3. Intensitas sebelum dan sesudah melakukan jalan kaki di Wisma

Teratai PSLU Kasiyan Jember

Tabel 5.6 intensitas sebelum dan sesudah melakukan jalan kaki


Intensitas nyeri Kelompok eksperimen Kelompok control
Pre Post pre Post
Tidak nyeri 0 1 0 0
Ringan 1 2 2 2
Sedang 3 1 2 2
Berat 0 0 0 0

Berdasarkan tabel 5.6 ada perbedaan pada kelompok eksperimen

yaitu dari nyeri sedang (3 orang) sebelum melakukan jalan kaki menjadi 1

orang.

4.
5. Hasil analisis pengaruh olahraga jalan kaki untuk mengurangi

intensitas nyeri pada penderita osteoatritis lutut di Wisma Teratai UPT

PSLU

Tabel 5.7 hasil analisis pengaruh olahraga jalan kaki untuk mengurangi
intensitas nyeri pada penderita osteoatritis lutut di Wisma Teratai
UPT PSLU
Kelompok Mean Median Sd P value
Kelompok Pre 1,88 2,00 0,619 0,002
Post 1,56 2,00 0,727
Eksperimen
Kelompok Pre 1,88 2,00 0,719 0,025
Post 1,00 1,00 0,516
Kontrol
Berdasarkan tabel 5.7 didapatkan bahwa ada pengaruh olahraga jalan

kaki untuk mengurangi intensitas nyeri pada penderita osteoatritis lutut

dengan P Value 0,002.


BAB VI
PEMBAHASAN

Bab ini menyajikan pembahasan tentang pengaruh olahraga jalan kaki

untuk mengurangi intensitas nyeri pada penderita osteoatritis lutut di Wisma

Teratai UPT PSLU Kasiyan Jember yang dilaksanakan pada tanggal 19 September

2015 dan diakhiri tanggal 25 September 2015 dengan jumlah responden sebanyak

8 responden.
A. Intepretasi dan Hasil Diskusi
Berdasarkan teori yang ada, osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi

degeneratif dengan etiologi dan patogenesis yang belum jelas serta mengenai

populasi luas, dengan tanda dan gejala adanya nyeri sendi, kekakuan,

deformitas dan hambatan pergerakan sendi. Nyeri dan ketidakmampuan

akibat osteoarthritis pada lansia merupakan faktor resiko penting terjadinya

resiko jatuh. Dalam jurnal yang kami bahas, disebutkan bahwa di Jepang

lebih dari 50% orang dengan osteoarthritis lutut mengalami jatuh pada tahun

sebelumnya, dengan estimasi jumlah kasus osteoarthritis lutut adalah 10 juta

orang yang sebagian besar adalah lansia. Karena hal inilah penulis jurnal

melakukan penelitian dengan menggunakan responden lansia dengan

osteostritis pada lutut.


Teori yang ada menjelaskan ada beberapa latihan yang dapat dilakukan

pada usia lanjut dengan osteoartritis, yaitu:


a. Latihan fleksibilitas (ROM), yang ditujukan untuk osteoarthritis

dapat mengurangi kekakuan sendi, meningkatkan mobilitas sendi, dan

mencegah kontraktur jaringan lunak. Teknik peregangan dilakukan untuk

memperbaiki ruang gerak sendi. Latihan peregangan ini dilakukan dengan

menggerakkan otot-otot, sendi-sendi, dan jaringan sekitar sendi.


b. Latihan kekuatan, yang terdiri dari latihan isometric, latihan

isotonic, dan isokinetik. Latihan kekuatan otot secara isometric, isotonic,

maupun isokinetik dapat mengurangi nyeri dan disabilitas serta

memeperbaiki kecepatan berjalan pada pasien osteoarthritis. Latihan

isotonic memberikan perbaikan lebih besar dalam menghilangkan nyeri.

Latihan kekuatan isotonic memperlihatkan efek positif pada metabolism

energy, kerja insulin, kepadatan tulang, dan status fungsional pada orang

sehat. Jika tidak terdapat peradangan akut maupun instabilitas sendi,

bentuk latihan ini ditoleransi baik oleh pasien osteoarthritis.

Latihan isometric diindikasikan apabila sendi mengalami peradangan akut

atau senti tidak stabil. Kontraksi isometric memberikan tekanan ringan

pada sendi ditoleransi baik oleh penderita osteoarthritis dengan

pembengkakan dan nyeri sendi. Latihan ini dapat memperbaiki kekuatan

otot dan ketahanan statis (static endurance) dengan cara menyiapkan sendi

untuk gerakan yang lebih dinamis dan merupakan titik awal program

penguatan. Peningkatan kekuatan terjadi saat kontraksi isometric

dikenakan pada otot saat panjang otot sama dengan kondisi istirahat.

Perbaikan kekuatan terutama pada sudut otot yang dilatih. Apabila

instabilitas sendi dan nyeri berkurang, program latihan secara bertahap

diubah ke latihan yang dinamis (isotonic).


Latihan kekuatan isometric harus memperhatikan tipe latihan, intensitas,

volume, dan frekuensi. Latihan sebaiknya melibatkan kelompok otot

utama. Kontraksi isometric dimulai pada intensitas rendah. Untuk

menetapkan intensitas latihan, diberitahukan pada pasien untuk

memaksimalkan kontraksi otot yang menjadi target penguatan.


c. Latihan aerobic, seperti berjalan, bersepeda, berenang, senam

aerobic, dan latihan aerobic di kolam renang dapat meningkatkan kapasitas

aerobic, memperkuat otot, meningkatkan ketahanan, mengurangi berat

badan, dan mengurangi konsumsi obat pada pasien osteoarthritis. Suatu

systemic review memperlihatkan bahwa latihan aerobic efektif

menghilangkan nyeri dan memperbaiki fungsi sendi.

Olahraga jalan kaki merupakan salah satu olehraga aerobic yang banyak

direkomendasikan bagi lansia. Selain mudah dilakukan dan tidak

memerlukan keterampilan khusus, olahraga jalan kaki juga aman untuk

lansia karena memiliki risiko yang sangat kecil terjadinya cidera otot

maupun persendian.
Dalam penelitian ini responden sebanyak 8 orang, peneliti

menggunakan latihan berjalan yang merupakan salah satu dari bagian latihan

kekuatan dan latihan aerobic. Peneliti menggunakan latihan berjalan didasari

oleh alasan karena latihan berjalan adalah salah satu latihan yang mudah dan

menyenangkan untuk dilakukan yang tidak hanya berpengaruh pada terhadap

kesehatan tetapi juga dapat mengurangi nyeri pada penderita osteoarthritis

lutut.
Dalam penelitian ini didapatkan mayoritas responden mengalami nyeri

sedang yaitu sebanyak 62.50% sebelum melakukan jalan kaki. Sedangkan

pada responden setelah melakukan jalan kaki sebanyak 50,00% mengalami

nyeri ringan. Dalam penelitian ini didapatkan pengaruh yang signifikan antara

saat awal pengkajian dengan setelah diberikan intervensi.


Dalam teori yang telah ada sebelumnya diketahui bahwa ada beberapa

manfaat dari latihan berjalan, yaitu merupakan aktivitas aerobic yang

bermanfaat bagi jantung, paru-paru dan peredaran darah, merupakan cara


yang tepat untuk mengurangi stress, merupakan aktivitas yang dapat

mengurangi berat badan, merupakan aktivitas yang mudah dilakukan dan

dikatakan bebas dari cedera, dapat dimanfaatkan untuk terapi latihan, untuk

orang-orang yang mengalami cedera persendian dan latihan berjalan

merupakan latihan olahraga yang dapat dilakukan oleh orang dari berbagai

macam usia, dan khususnya bagi para manula (manusia usia lanjut) sangat

baik untuk menghambat proses degenerasi (Nanang Kusnandi, 2012).


Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan dalam jurnal terkait,

diketahui bahwa latihan berjalan dapat mengurangi nyeri sendi yang

kemudian akan meningkatkan kemampuan kognitif dan kemampuan untuk

melakukan dua kegiatan secara bersamaan yang terkait dengan fungsi

kognitif.
Berdasarkan analisis data menggunakan spearmans rank menunjukkan

bahwa besarnya pengaruh olahraga jalan kaki untuk mengurangi intensitas

nyeri pada penderita osteoatritis lutut di Wisma Teratai UPT PSLU Kasiyan

Jember adalah (P value=0,002) karena Pvalue lebih kecil dari 0,05 maka

dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh olahraga jalan kaki untuk

mengurangi intensitas nyeri pada penderita osteoatritis lutut di Wisma Teratai

UPT PSLU Kasiyan Jember.

B. Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian melibatkan subjek penelitian dalam jumlah terbatas,

yaitu sebanyak 8 responden, sehingga hasilnya belum dapat

digeneralisasikan pada kelompok subjek dengan jumlah yang besar.


2. Penelitian ini hanya dilakukan observasi selama 1 minggu sehingga

perlu dilakukan observasi lanjutan dengan waktu yang lebih lama


D. Implementasi keperawatan
Hasil penelitian dan teori-teori yang ada menunjukkan bahwa latihan

berjalan yang merupakan bagian dari latihan kekuatan isototonik yang

berpengaruh dalam mengurangi nyeri sendi, serta mudah dan dilakukan

setiap hari sehingga cocok untuk dilakukan oleh lansia dengan osteoarthritis

lutut.
Impelementasi keperawatan terkait dengan manfaat latihan berjalan

berdasarkan pada teori dan hasil penelitian yang ada, berhubungan dengan

peran dan fungsi perawat, yaitu :

a. Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan


Berdasarkan pada efektifitas latihan berjalan terhadap peningkatan

kemampuan pergerakan dan pengurangan nyeri pada penderita

osteoartritis, sebagai perawat kita dapat menggunakan latihan tersebut

sebagai salah satu intervensi dalam pemberian asuhan keperawatan yang

akan diberikan kepada pasien khususnya pada lansia.


b. Peran perawat sebagai educator
Sebagai educator atau pemberi pengetahuan, perawat bisa meningkatkan

pengetahuan pasien dengan osteoarthritis khususnya pada lansia tentang

latihan berjalan yang mudah dilakukan tetapi dapat meningkatkan

kemampuan pergerakan pasien, menjelaskan keuntungan dari latihan

berjalan terhadap kondisi penyakit, mengajarkan tentang teknik latihan

berjalan yang efektif.


c. Peran perawat dalam kolaborasi
Terkait dengan pelayanan kesehatan yang akan diberikan, sebagai

perawat perlu berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk

meningkatkan kondisi kesehatan pasien, seperti berkolaborasi dengan ahli

gizi untuk meningkatkan status gizi pasien, berkolaborasi dengan dokter

dalam penatalaksaan medis terkait penyakit.


BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian maka dapat disimpulkan

bahwa:
1. Berdasarkan hasil penelitian sebelum melakukan jalan kaki

didapatkan mayoritas 62,50% lansia di wisma Teratai mengalami nyeri

sedang.
2. Pada lansia yang sudah melakukan jalan kaki didapatkan mayoritas

50,00% mengalami nyeri ringan.


3. Ada pengaruh olahraga jalan kaki untuk mengurangi intensitas

nyeri pada penderita osteoatritis lutut di Wisma Teratai UPT PSLU

Kasiyan Jember dengan P value 0.002

B. Saran

1. Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

terapi atau latihan yang dapat diajarkan kepada pasien dengan Osteoartritis

lutut maupun keluarganya.


2.
3. Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah perbendaharaan referensi

mengenai terapi atau latihan yang dapat diajarkan kepada pasien dengan

Osteoartritis lutut
4. Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

masyarakat mengenai terapi atau latihan yang dapat dilakukan pada pasien

dengan osteoartritis lutut, sehingga masyarakat dapat menerapkannya di

rumah.
5. UPT PSLU Kasiyan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang

pengaruh olahraga jalan kaki untuk mengurangi intensitas nyeri pada

penderita osteoatritis lutut sehingga dapat dipergunakan sebagai dasar

penentuan kebijakan yang terkait terhadap penurunan intensitas nyeri pada

penderita osteoatritis lutut.

6. Peneliti Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian pustaka bagi

peneliti lain, terutama sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan

penelitian lanjutan atau melakukan penelitian yang sejenis.


DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Alimul Azis. (2009). Metodologi Penelitian Keperawatan Dan Teknik


Analisa Data. Salemba Empat, Jakarta

Kusnadi, Nanang. 2012. Motivasi Pria Lanjut Usia Melakukan Olahraga


Bulutangkis Dan Jalan Kaki Serta Hubungannya Dengan Kebugaran
Jasmani. Universitas Pendidikan Indonesia.

Laksmi, Rachmah. 2007. Peran Latihan Fisik Dalam Manajemen Terpadu


Osteoartritis. Yogyakarta: FIK UNY.

Lungit Wicaksono. 2011. Terapi Sederhana Menekan Gejala Penyakit


Degenerative. Universitas Pendidikan Indonesia.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Salemba Medika, Jakarta

Soeharyo & Henry. 2007. Faktor-Faktor Risiko Osteoartritis Lutut. Semarang:


UNDIP.

Yohanita & Dewi. 2010. Pengaruh Latihan Gerak Kaki (Stretching) Terhadap
Penurunan Nyeri Sendi Ekstremitas Bawah Pada Lansia Di Posyandu
Lansia Sejahtera Gbi Setia Bakti Kediri. STIKES RS Baptis.
MINI RISET
PENGARUH OLAHRAGA JALAN KAKI UNTUK MENGURANGI
INTENSITAS NYERI PADA PENDERITA OSTEOATRITIS LUTUT DI
WISMA TERATAI UPT PSLU KASIYAN JEMBER

DISUSUN OLEH :
Chusnawiyah S,Kep
Dewi Krisdianawati S,Kep
Dio Areza Prastyatama S,Kep
Ervan Setyobudi S,Kep
Jumaidah S,Kep
Munfarikatus Zuhdataini S,Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2015

You might also like