Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1. ANAMNESIS PASIEN
A. Identitas Pasien
No Rm : W1608097811
Umur : 73 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiun
B. Keluhan Utama
1
2
2. PEMERIKSAAN
b) Pembicaraan
o Disartria :+
c) Kepala
o Bentuk : oval
o Asimetri :-
o Torticolis : -
o Muka (mask) : -
c) Extremitas
Superior
Inspkesi
Atrofi otot: -/-
Palpasi
Nyeri : -/-
Kontraktur: -/-
Konsistensi: DBN/ DBN
Motorik
Kekuatan otot:
5 5
Sensorik
Rasa raba : +/+
Rasa nyeri : +/+
Reflek Fisiologis
BPR : +2/+2
TPR : +2/+2
Reflek Patologis
Hoffman : -/-
Tromner : -/-
Inferior
Inspkesi
Atrofi otot : -/-
Palpasi
Nyeri : -/-
Kontraktur : -/-
Konsistensi : DBN/DBN
Motorik
6
Kekuatan otot :
5 5
Sensorik
Rasa raba : +/+
Rasa nyeri : +/+
Reflek Fisiologis
KPR : +2/+2
APR : +2/+2
Reflek Patologis
Babinski : -/-
Chaddock : -/-
Oppenheim : -/-
d) Gerakan involunter
Tremor
Waktu istirahat : - (negatif di keempat extremitas)
Waktu gerak : - (negatif di keempat extremitas)
e) Refleks Primitif
Grasp refleks :-
Snout refleks :-
Sucking refleks :-
f) Susunan saraf otonom
Miksi : DBN
Salivasi : DBN
Defekasi : DBN
3. DIAGNOSA
Diagnosa Klinis: Post Herpetic Neuralgia, Parastesi Facial Sinistra
Diagnosa Topis: Nervus Trigeminal cabang 1
Diagnosa Etiologis: Herpes Zoster
7
4. RENCANA TERAPI
Alpentin 2x100mg
Xepaneuron 2x1
Paracetamol 3x500mg
S O A P
KU : GCS : 456, Kes: CM -Dx Klinis: Hipoestesi P/o:
Baik, TD: 120/70 facial sinistra -Alpentin
tidak Nadi: 66x/menit -Dx Topis: Nervus 2x100mg
ada RR: 18x/menit Trigeminalis 1 -Xepaneuron
keluhan Temp: 37C -Dx Etiologis: Post Herpetic 2x1
Status Neurologis: Neuralgia -Paracetamol
-Dx Sekunder : Herpes 3x500mg
Zooster
Mot :
Pm N. Kranialis:
N. V.1 Sensorik raba
dan nyeri sinistra
(menurun)
N.VII Fasial palsy: (-
)
N. IX&X : Lingual
palsy (-)
N.XII : Tidak ada
lateralisasi
8
18 Agustus 2016
S O A P
KU : GCS : 456, Kes: CM -Dx Klinis: Hipoestesi P/o:
Baik, TD: 100/70 facial sinistra -Alpentin
tidak Nadi: 72x/menit -Dx Topis: Nervus 2x100mg
ada RR: 20x/menit Trigeminalis 1 -Xepaneuron 2x1
keluhan Temp: 36,9C -Dx Etiologis: Post -Paracetamol
Status Neurologis: Herpetic Neuralgia 3x500mg
-Dx Sekunder : Herpes
Zooster
Mot :
Pm N. Kranialis:
N. V.1 Sensorik raba
dan nyeri sinistra
(menurun)
N.VII Fasial palsy: (-
)
N. IX&X : Lingual
palsy (-)
N.XII : Tidak ada
lateralisasi
9
BAB II
PEMBAHASAN
1. NYERI
A. Definisi
Nyeri adalah suatu gejala dalam merasakan subyek dan
pengalaman emosional serta termasuk suatu komponen sensori,
komponen diskriminatori, respon-respon yang mengantarkan
ataupun reaksi-reaksi yang ditimbulkan oleh stimulus dalam suatu
kasus nyeri. Biasanya dirasakan hanya dalam bentuk suatu sensasi,
dengan gambaran yang dapat dibandingkan dengan sensasi lain
(seperti sentuhan atau penglihatan) yang mengikuti untuk
membedakan kualitas, lokasi, durasi dan intensitas dari suatu
stimulus. Nyeri sangat penting sebagai mekanisme proteksi tubuh
yang timbul bilamana jaringan sedang dirusak dan menyebabkan
individu bereaksi untuk menghilangkan rangsang nyeri ini.
C. Jenis Nyeri
Nyeri terbagi menjadi nyeri adaptif atau nyeri nosiseptif, atau
nyeri akut dan nyeri maladaptif sebagai nyeri kronik juga disebut
sebagai nyeri neuropatik serta nyeri psikologik atau nyeri idiopatik.
Nyeri akut atau nosiseptif yang diakibatkan oleh kerusakan
jaringan, merupakan salah satu sinyal untuk mempercepat
perbaikan dari jaringan yang rusak. Sedangkan nyeri neuropatik
disebut sebagai nyeri fungsional merupakan proses sensorik
abnormal yang disebut juga sebagai gangguan sistem alarm. Nyeri
idiopatik yang tidak berhubungan dengan patologi baik neuropatik
maupun nosiseptif dan memunculkan gejala gangguan psikologik
memenuhi somatoform seperti stres, depresi, ansietas dan
sebagainya.
Nyeri neuropatik yang didefinisikan sebagai nyeri akibat lesi
jaringan saraf baik perifer maupun sentral bisa diakibatkan oleh
beberapa penyebab seperti amputasi, toksis (akibat khemoterapi)
metabolik (diabetik neuropati) atau juga infeksi misalnya herpes
zoster pada neuralgia pasca herpes dan lain-lain. Nyeri pada
neuropatik bisa muncul spontan (tanpa stimulus) maupun dengan
stimulus atau juga kombinasi.
Nyeri neuropatik juga disebut sebagai nyeri kronik. Nyeri ini
dipicu oleh keberadaan neurotransmiter sebagai reaksi stimulasi
terhadap reseptor serabut alfa-delta dan C polimodal yang
berlokasi di kulit, tulang, jaringan ikat otot dan organ viseral.
Stimulus ini bisa berupa mekanik, kimia dan termis, demikian juga
infeksi dan tumor. Reaksi stimulus ini berakibat pada sekresi
neurotransmiter seperti prostaglandin, histamin, serotonin,
substansi P, juga somatostatin (SS), cholecystokinin (CCK),
vasoactive intestinal peptide (VIP), calcitoningenen-related peptide
(CGRP) dan lain sebagainya. Nyeri neuropatik adalah non-self-
limiting dan nyeri yang dialami bukan bersifat sebagai protektif
12
D. Patofisiologi
Informasi sensorik dari reseptor perifer dihantarkan melalui
system saraf dalam serangkaian neuron yang tersusun sedemikian
rupa sehingga membentuk sistem jaras asendens.
Badan sel neuron tingkat pertama : ganglion radiks dorsalis.
Neuron ini menghantarkan impuls dari reseptor ke medula spinalis,
(bila reseptor neuron tingkat pertama terletak pada daerah yang
dipersarafi oleh saraf-saraf kranial, maka aksonnya akan masuk
kebatang otak dan tidak berlanjut ke medula spinalis)
Badan sel neuron tingkat kedua terletak pada berbagai
substansia grisea medula spinalis atau batang otak dan
menghantarkan impuls lewat substansia alba medula spinalis ke
thalamus. Neuron tingkat ketiga menghantarkan impuls dari
17
E. Gejala Klinis
Tanda khas dari herpes zoster pada fase prodromal adalah
nyeri dan parasthesia pada daerah dermatom yang terkena.
Pada umumnya penderita dengan herpes zoster berkunjung
ke dokter ahli penyakit kulit oleh karena terdapatnya gelembung
gelembung herpesnya. Keluhan penderita disertai dengan rasa
demam, sakit kepala, mual, lemah tubuh. 48-72 jam kemudian,
setelah gejala prodromal timbul lesi makulopapular eritematosa
unilateral mengikuti dermatom kulit dan dengan cepat berubah
bentuk menjadi lesi vesikular. Nyeri yang timbul mempunyai
intensitas bervariasi dari ringan sampai berat sehingga sentuhan
ringan saja menimbulkan nyeri yang begitu mengganggu
penderitanya. Setelah 3-5 hari dari awal lesi kulit, biasanya lesi
akan mulai mengering. Durasi penyakit biasanya 7-10 hari, tetapi
biasanya untuk lesi kulit kembali normal dibutuhkan waktu sampai
berminggu-minggu.
F. Diagnosis
Diagnosis Post Herpetic Neuralgia merupakan diagnosis klinis.
Adanya riwayat Herpes zoster diikuti nyeri yang menetap dikaitkan
dengan dermatom yang terkena atau daerah yang berdekatan
merupakan ciri khas NPH. Namun pada beberapa kasus tidak
terdapat riwayat erupsi Herpes Zooster. Pada kasus seperti ini
diagnosis definitif berdasarkan pemeriksaan serologik serial yang
kadang-kadang dapat dimungkinkan praktik klinis. Uji diagnostik
ini berguna dalam penelitian yang dapat membantu dalam
penetapan protokol terapi. Uji diagnostik ini meliputi uji sensoris
kuantitatif, biopsi kulit dan uji konduksi saraf.
Pemeriksaan fisik harus termasuk perbandingan fungsi
sensorik didermatom yang terkena dengan yang di sisi
kontralateral. Hilangnya fungsi sensorik dalam menanggapi untuk
kedua rangsangan mekanik dan termal adalah umum pada pasien
dengan neuralgia postherpetic, sebagai amplifikasi sensorik
patologis (misalnya, allodynia dan hiperalgesia).
G. Terapi
Terapi pada Post Herpetic Neuralgia
22
a) Antidepresan trisiklik
Antidepresan trisiklik yang biasa digunakan di praktik sehari-hari
adalah amin tersier (amitriptilin, doksepin) dan amin sekunder
(desipramin, nortriptilin).
Mekanisme kerja ATS adalah menghambat uptakenoerepinefrin
dan serotonin, menghambat kanal kalsium serta sebagai antagonis
NMDA (N-methyl-D aspartic acid); dimana diketahui bahwa nyeri
juga ditransmisikan melalui reseptor NMDA disusunan saraf pusat.
Selain itu, ATS juga bermanfaat bagi pasien NPH karena efek
sedatifnya (antihistaminergik) dan efek ansiolitiknya, yang dapat
menangani gangguan tidur dan kecemasan. Antidepresan trisiklik
ini telah terbukti efikasinya pada penatalaksanaan NPH namun
tidak mendapatkan persetujuan FDA untuk terapi NPH. Faktor
utama yang membatasi penggunaan ATS adalah efek sampingnya.
Efek samping yang biasa
dijumpai antara lain: mulut kering, fatigue, dizziness, sedasi,
konstipasi, retensi urin, palpitasi, hipotensi ortostatik, kenaikan
berat badan, penglihatan kabur dan pemanjangan QT. Penggunaan
obat golongan ini harus lebih hati-hati pada orang tua dan pasien
dengan riwayat aritmia kordis atau penyakit jantung. Dosis awal
10mg setiap malam (2 jam sebelum tidur) dengan titrasi
ditingkatkan 20mg setiap 7 hari menjadi 50 mg kemudian menjadi
100mg dan 150mg tiap malam
c) Analagetik opioid
H. Prognosis
Umumnya prognosisnya baik, di mana ini bergantung pada
tindakan perawatan sejak dini. pada umumnya pasien dengan
neuralgia post herpetika respon terhadap analgesik seperti
antidepressan trisiklik. Jika terdapat pasien dengan nyeri yang
menetap dan lama dan tidak respon terhadap terapi medikasi maka
diperlukan pencarian obat lanjutan untuk mencari terapi yang
sesuai.
Prognosis ad vitam dikatakan bonam karena neuralgia
paska herpetik tidak menyebabkan kematian. Kerusakan yang
terjadi bersifat lokal dan hanya mengganggu fungsi sensorik.
Prognosis ad functionam dikatakan bonam karena setelah terapi
25
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN