You are on page 1of 57

BAB I

LAPORAN KASUS
1.1 Identitas Pasien
Nama pasien : Ny. A
Umur : 34 tahun
Alamat : Mojokerto
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
No RM : W1707118956
Masuk Rs : 26-07-2017
Keluar Rs : 29-07-2017

1.2 Anamnesis
Keluhan utama
Tidak ada keluhan pasien datang dengan kontrol
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke poli kandungan, tidak ada keluar cairan dari jalan
lahir, gerak bayi terasa aktif, kenceng-kenceng (-), lendir (-), darah (-), mual
(-), muntah (-), pusing (-), demam (-), riwayat jatuh (-), riwayat hubungan
suami istri (+), BAB dan BAK tiadak ada keluhan. Saat ini merupakan
kehamilan kedua dengan usia kehamilan 9 bulan. Pasien rutin periksa
kehamilan di bidan.

Riwayat penyakit dahulu


Hipertensi : (-)

1
2

Asma : (-)
Diabetes melitus : (-)
HIV : (-)
Hepatitis : (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi : (-)
Asma : (-)
Diabetes melitus : (-)
Alergi : (-)

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien seorang ibu rumah tangga, dan suami bekerja swasta. Pasien
menggunakan jaminan BPJS.

Riwayat Kebiasaan
Pasien mengatakan sering melakukan kegiatan rumah tangga seperti bersih-
bersih rumah, masak, cuci baju.
Merokok : (-)
Minum-minuman beralkohol : (-)

Riwayat Menstruasi
Menstruasi pertama kali umur 13 tahun, siklus 28 hari, lama menstruasi 7
hari. Saat haid pasien mengeluh nyeri biasanya pada 3 hari pertama.

Riwayat Perkawinan
Pasien menikah satu kali

10
3

Riwayat KB Terakhir
Tidak menggunakan KB sebelumnya

Riwayat hamil
HPHT : 23 11 - 2016
Tafsiran partus : 30 8 - 2017

Riwayat alergi
Tidak ada riwayat alergi

Riwayat Kehamilan

No. Tgl, Bln, Umur Jenis Penolong Anak, BB Keadaan Menyusui


Th Patrus Hamil Persalinan Lahir anak
sekarang
1 2006 aterm SC Nakes 3.3 normal ya
2 Hamil ini

1.3 Pemeriksaan Fisik


Dilakukan tanggal 26 07 - 2017
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Status gizi : BB 65.5 kg
TB 150 cm

Vital sign : Tensi = 120/80mmhg


Nadi = 88x / menit

10
4

Suhu = 36,2 0C
RR = 18 x / menit

Status Generalisata
Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Hidung : tidak ditemukan kelainan
Mulut-Gigi : tidak ditemukan kelainan
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
Payudara : hiperpigmentasi areola mamae (+), inversi puting (-)
Thoraks :
a. Jantung : S1S2 reguler tunggal, murmur (-), gallop (-)
b. Paru-paru : suara napas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
Abdomen:
a. Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas:
a. Superior : edema (-/-), akral hangat
b. Inferior : edema (-/-), akral hangat, varises (-/-)
c. CRT : < 2 detik

Status Obstetrik
Inspeksi : membesar arah memanjang, striae gravidarum (+),
hiperpigmentasi linea alba (+),bekas operasi(+)
Palpasi : Tinggi Fundus Uteri : 31cm
Leopold I : teraba bagian bulat dan keras

10
5

Leopold II : teraba tahanan keras dan memanjang di bagian kiri


kesan punggung, teraba bagian kecil di bagian kanan kesan
ekstremitas.
Leopold III : bagian bawah teraba bulat dan lunak, belum masuk
PAP
Leopold IV : bagian bawah teraba bulat dan lunak, belum masuk
PAP
TBJ (Johnson) : (31-13) x 155 gram : 2790 gram.
His : 2 kali dalam 10 menit = 20 detik
Auskultasi : Denyut jantung janin : 140 kali / menit

1.4 Pemeriksaan penunjang


USG : dilakukan tanggal 26 Juli 2017, Usia kehamilan 35/36 minggu.

10
6

1.5 Diagnosis
Ny.A GIIP1-1 35-36 minggu tunggal hidup + letak sungsang + BSC + CPD
+ Oligohidramnion

1.6 Terapi
1. Bed rest total
2. Pasang infuse RL 20 tpm
3. Injeksi ceftriaxon 2x1 gram
4. Diet TKTP
5. Pro SC

1.7 Operasi Sectio Sesar


Tanggal 27 juli 2017

10
7

1.8 Data bayi


Lahir pada tanggal 27 juli 2017. Operasi Sectio Ceisar. Jenis kelamin laki-
laki. Lahir menangis tapi tidak keras, Apgar skor 5-7. Berat bayi baru lahir
2400 gram. Kelainan kongenital (-). Anus (+).

Follow up pasien

Tanggal 27 07 - 2017
Subjektif Objektif Assesment Planning
Mual (-), A/I/C/D = -/-/-/- P 2-2 post SC Inf RL : D5 2:1
Pusing(-), TD =130/70 hari ke-0
demam (-), mmhg
nyeri luka N = 80x / menit Asam mefenamat 3x500
jahitan (+), RR =20 x/menit mg
makan dan Suhu =360 C Cefadroxil 2x1
minum mau, Solvitron 2x1
BAK tidak Nifas
ada keluhan, Fundus Uteri : 2
BAB (-) jari dibawah Diet TKTP
pusat
Kontraksi Uterus
baik konsistensi
keras
Lochea : darah
merah segar

28-07-2017

10
8

Subjektif Objektif Assesment Planning


Nyeri luka A/I/C/D = -/-/-/- P 2-2 post SC Inf RL 20 tpm
jahitan TD =120/80 hari ke-1
berkurang, mmhg Asam mefenamat 3x500
makan dan N = 84x / menit mg
minum mau, RR =16 x/menit Cefadroxil 2x1
BAK dan Suhu =36,20 C Solvitron 2x1
BAB tidak
ada keluhan Nifas
Fundus Uteri : 2
jari dibawah
pusat
Kontraksi Uterus
baik, konsistensi
keras
Lochea : darah
merah segar
sedikit sekali

29-07-2017

Subjektif Objektif Assesment Planning


Nyeri luka A/I/C/D = -/-/-/- P 2-2 post SC
jahitan TD =110/70 hari ke 2 KRS
berkurang, mmhg

10
9

makan dan N = 70x / menit


minum mau, RR =16 x/menit
BAK dan Suhu =36,0 C
BAB tidak
ada keluhan Nifas
Fundus Uteri : 2
jari dibawah
pusat
Kontraksi Uterus
baik, konsistensi
keras
Lochea : darah
merah segar
sedikit sekali

10
10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 CPD
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak
dapat keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh
panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.

Ukuran Panggul :

- Pintu Atas Panggul

Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus


vertebra sacrum 1, linea innominata, serta pinggir atas simfisis.
Konjugata diagonalis adalah jarak dari pinggir bawah simfisis ke
promontorium, Secara klinis, konjugata diagonalis dapat diukur
dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan
menyusur naik ke seluruh permukaan anterior sacrum, promontorium
teraba sebagai penonjolan tulang. Dengan jari tetap menempel pada
promontorium, tangan di vagina diangkat sampai menyentuh arcus
pubis dan ditandai dengan jari telunjuk tangan kiri. Jarak antara ujung
jari pada promontorium sampai titik yang ditandai oleh jari telunjuk
merupakan panjang konjugata diagonalis.

Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke


promontorium yang dihitung dengan mengurangi konjugata diagonalis
1,5 cm, panjangnya lebih kurang 11 cm. Konjugata obstetrika
merupakan konjugata yang paling penting yaitu jarak antara bagian

10
11

tengah dalam simfisis dengan promontorium, Selisih antara konjugata


vera dengan konjugata obstetrika sedikit sekali.

Gambar 1. Diameter pada Pintu Atas Panggul

- Panggul Tengah (Pelvic Cavity)


Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas.
Pengukuran klinis panggul tengah tidak dapat diperoleh secara
langsung. Terdapat penyempitan setinggi spina isciadika, sehingga
bermakna penting pada distosia setelah kepala engagement. Jarak
antara kedua spina ini yang biasa disebut distansia interspinarum
merupakan jarak panggul terkecil yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter
anteroposterior setinggi spina isciadica berukuran 11,5 cm.
Diameter sagital posterior, jarak antara sacrum dengan garis
diameter interspinarum berukuran 4,5 cm.

- Pintu Bawah Panggul

10
12

Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar


namun terdiri dari dua segitiga dengan dasar yang sama yaitu
garis yang menghubungkan tuber isciadikum kiri dan kanan.
Pintu bawah panggul yang dapat diperoleh melalui pengukuran
klinis adalah jarak antara kedua tuberositas iscii atau distansia
tuberum (10,5 cm), jarak dari ujung sacrum ke tengah-tengah
distensia tuberum atau diameter sagitalis posterior (7,5 cm),
dan jarak antara pinggir bawah simpisis ke ujung sacrum (11,5
cm).

Istilah cephalopelvic disproportion mulai digunakan


pada abad 20 untuk menggambarkan adanya hambatan
persalinan akibat ketidakseimbangan ukuran kepala bayi
dengan pelvis ibu.

2.2 Cairan Ketuban

2.2.1 Definisi

Cairan ketuban atau cairan amnion adalah cairan yang memenuhi

rahim. Cairan ini ditampung di dalam kantung amnion yang disebut kantung

ketuban atau kantung janin. Cairan ketuban diproduksi oleh buah kehamilan,

yaitu sel-sel trofoblas, kemudian akan bertambah dengan produksi cairan

janin, yaitu air seni janin. Sejak usia kehamilan 12 minggu, janin mulai

minum air ketuban dan mengeluarkannya kembali dalam bentuk air seni. Jadi

ada pola berbentuk lingkaran atau siklus yang berulang.

10
13

2.2.2 Anatomi dan Fisiologi Cairan Ketuban

Secara mikroskopis, selaput ketuban merupakan suatu struktur berlapis

lapis yang didominasi dengan jaringan penyangga dan jaringan epitel.

Jaringan-jaringan penyangga terdiri dari substrat matriks ekstraseluler kolagen

dan non kolagen, seperti fibronectin, integrin, febrilin, laminin dan

proteoglican. Dibawah ini digambarkan struktur selaput ketuban yang

membentuk kantong kehamilan, yaitu:

1. Lapisan khorion, merupakan lapisan yang terluar berhubungan langsung dengan

jaringan desidua maternal. Berfungsi sebagai kerangka dari selaput. Terdiri 4

lapisan :

10
14

2. Lapisan Trophoblas. Lapisan ini melekat dengan lapisan sel desidua maternal,

terdiri dari 210 sel tropoblas dan akan mengalami penipisan sesuai dengan usia

kehamilan.

3. Lapisan Pseudobasement membrane.Lapisan tipis jaringan retikulin yang berada

antara trophoblas dengan lapisan reticular.

4. Lapisan Reticular. Lapisan jaringan retikulin ini merupakan bagian utama dari

membrane khorion yang terdiri dari sel-sel fibroblast dan sel Hofbauer yang

bertugas dalam proses transport metabolit aktif dan sebagai makrofag.

5. Lapisan Celular. Merupakan lapisan paling dalam dari membran khorion,

berbatasan dan melekat langsung dengan lapisan amnion.

6. Lapisan amnion, merupakan lapisan bagian dalam selaput ketuban serta paling

elastis dibandingkan Lapisan khorion. Lapisan ini memiliki 5 lapisan:

a. Spongy layer. Lapisan yang berbatasan langsung dengan khorion. Merupakan

lapisan reticular yang terdiri dari jaringan kolagen dan mucus. Mempunyai

kemampuan bergeser dan meregang. Merupakan lapisan stress absorber

yang terdiri kolagen tipe III. Walaupun lapisan amnion lebih tipis dbanding

lapisan korion, lapisan tersebut lebih elastis.

b. Fibroblast layer. Lapisan ini terdiri dari sel-sel mesenkimal yang berasal dari

mesoderm discus embrionik. Didapat banyak makrofag yang sering terlibat

dalam proses penipisan selaput ketuban.

c. Compact layer. Merupakan bagian yang paling tebal dan mengandung kolagen

interstisiial tipe I, kolagen tipe III dan kolagen tipe V. Bersama dengan

10
15

membran basal merupakan kerangka jaringan ikat yang kokoh.

d. Basement membrane. Merupakan bagian yang terdiri dari jaringan fibroblast

kompleks dalam jaringan retikulin. Memisahkan lapisan epithelial dengan

jaringan selaput ketuban lainnya. Didapatkan sel Hofbauer. Sangat kaya serabut

kolagen tipe III dan IV.

e. Epithelial lining. Merupakan lapisan terdalam dari selaput ketuban. Terdiri dari

selapis sel kuboid yang tidak bersilia. Permukaan bebas dari sel ini ditutupi oleh

mikrovili. Antar sel dihubungkan dengan desmosom. Embriologis berasal dari

ektoderm. Pada lapisan ini disekresi kolagen tipe III, IV dan glikoprotein

nonkolagen (laminin, nidogen, fibronektin) yang membentuk membran basal4

2.2.3 Embriologi Cairan Ketuban

Hari ke 67 setelah fertilisasi, embrio akan nidasi kedalam

endometrium. Sel-sel stroma endometrium mengalami perubahan yang

disebut Decidual reaction, yang ditandai dengan pembengkakan sel akibat

akumulasi glikogen dan lipid kedalam sitoplasmanya. Tujuan perubahan ini

guna menyiapkan tempat untuk nidasi dari embrio. Sel yang mengalami

perubahan ini disebut Sel desidua. Setelah proses nidasi, bagian sel desidua

yang menutupi lapisan atas dari kantong khorionik disebut Lapisan sel

desidua kapsularis, sedangkan lapisan yang membatasi antara kantong

khorionik dengan dinding endometrium uterus disebut Lapisan sel desidua

10
16

basalis. Jaringan endometrium yang mengalami desidualisasi selain ditempat

nidasi blastokist disebut Lapisan sel desidua parietalis. Dinding khorion yang

berbatas dengan Lapisan desidua basalis disebut Khorion frondusum.

Sedangkan dinding khorion yang berbatasan dengan Lapisan desidua

kapsularis yang nantinya mengalami regresi disebut Khorion laeve. Akibat

perkembangan yang progresif pada trimester pertama, kantong khorion akan

memenuhi seluruh rongga kavum uteri dan menyebabkan Lapisan sel desidua

kapsularis terdorong menjauhi pasokan darah dari dinding endometrium

sehingga Lapisan desidua kapsularis mengalami degenarasi menjadi lebih

tipis. Berikutnya, Khorion laeve akan kontak langsung dengan Desidua

parietalis dan berfusi menjadi satu pada pertengahan trimester kedua

10
17

membentuk Membran khorion amnion(selaput ketuban). Selaput Ketuban

merupakan membran yang avaskuler tetapi secara aktif terlibat dalam

pengaturan jumlah cairan ketuban serta memproduksi zat-zat bioaktif berupa

peptida vasoaktif, faktor pertumbuhan dan sitokin5.

Gambar 1. Embriologi lapisan-lapisan placenta

2.2.4 Volume Cairan Ketuban

10
18

Cairan amnion pada keadaan normal berwarna putih agak

keruh karena adanya campuran partikel solid yang terkandung di

dalamnya yang berasal dari lanugo, sel epitel, dan material sebasea.

Volume cairan amnion pada keadaan aterm adalah sekitar 800 ml, atau

antara 400 ml -1500 ml dalam keadaan normal. Pada kehamilan 10

minggu rata-rata volume adalah 30 ml, dan kehamilan 20 minggu 300

ml, 30 minggu 600 ml. Pada kehamilan 30 minggu, cairan amnion

lebih mendominasi dibandingkan dengan janin sendiri.

Cairan amnion diproduksi oleh janin maupun ibu, dan

keduanya memiliki peran tersendiri pada setiap usia kehamilan. Pada

kehamilan awal, cairan amnion sebagian besar diproduksi oleh sekresi

epitel selaput amnion. Dengan bertambahnya usia kehamilan, produksi

cairan amnion didominasi oleh kulit janin dengan cara difusi

membran. Pada kehamilan 20 minggu, saat kulit janin mulai

kehilangan permeabilitas, ginjal janin mengambil alih peran tersebut

dalam memproduksi cairan amnion.

Pada kehamilan aterm, sekitar 500 ml per hari cairan amnion di

sekresikan dari urin janin dan 200 ml berasal dari cairan trakea. Pada

penelitian dengan menggunakan radioisotop, terjadi pertukaran sekitar

500 ml per jam antara plasma ibu dan cairan amnion.

10
19

Pada kondisi dimana terdapat gangguan pada ginjal janin,

seperti agenesis ginjal, akan menyebabkan oligohidramnion dan jika

terdapat gangguan menelan pada janin, seperti atresia esophagus, atau

anensefali, akan menyebabkan polihidramnion

Volume cairan amnion pada setiap minggu usia kehamilan

bervariasi, secara umum volume bertambah 10 ml per minggu pada

minggu ke-8 usia kehamilan dan meningkat menjadi 60 ml per minggu

pada usia kehamilan 21 minggu, yang kemudian akan menurun secara

bertahap sampai volume yang tetap setelah usia kehamilan 33 minggu.

Normal volume cairan amnion bertambah dari 50 ml pada saat usia

kehamilan 12 minggu sampai 400 ml pada pertengahan gestasi dan

1000 1500 ml pada saat aterm. Pada kehamilan postterm jumlah

cairan amnion hanya 100 sampai 200 ml atau kurang.

Brace dan Wolf menganalisa semua pengukuran yang

dipublikasikan pada 12 penelitian dengan 705 pengukuran cairan

amnion secara individual. Variasi terbesar terdapat pada usia

kehamilan 32-33 minggu. Pada saat ini, batas normalnya adalah 400

2100 ml

10
20

Gambar 2. Grafik yang menunjukkan perubahan volume cairan amnion sesuai

dengan penambahan usia gestasi. dikutip dari Gilbert

Faktor utama yang mempengaruhi volume air ketuban :

1. Pengaturan fisiologis aliran oleh fetus

2. Pergerakan air dan larutan didalam dan yang melintasi membran

3. Pengaruh maternal pada pergerakan cairan transplasenta

Volume air ketuban merupakan prediktor kemampuan janin menghadapi

persalinan, karena kemungkinan tali pusat terjepit antara bagian bayi dan dinding

rahim meningkat tatkala air ketuban sedikit. Hal ini akan menimbulkan gawat janin

serta persalinan diakhiri dengan bedah cesar.

10
21

2.2.5 Kandungan Cairan Ketuban

Pada awal kehamilan, cairan amnion adalah suatu ultrafiltrat

plasma ibu. Pada awal trimester kedua, cairan ini terdiri dari cairan

ekstrasel yang berdifusi melalui kulit janin sehingga mencerminkan

komposisi plasma janin. Namun setelah 20 minggu, kornifikasi kulit

janin menghambat difusi ini dan cairan amnion terutama terdiri dari

urin janin.

Urin janin mengandung lebih banyak urea, kreatinin, dan asam

urat dibandingkan plasma. Selain itu juga mengandung sel janin yang

mengalami deskuamasi, verniks, lanugo dan berbagai sekresi. Karena

zat-zat ini bersifat hipotonik, maka seiring bertambahnya usia gestasi,

osmolalitas cairan amnion berkurang. Cairan paru memberi kontribusi

kecil terhadap volume amnion secara keseluruhan dan cairan yang

tersaring melalui plasenta berperan membentuk sisanya. 98% cairan

amnion adalah air dan sisanya adalah elektrolit, protein, peptid,

karbohidrat, lipid, dan hormon.

Terdapat sekitar 38 komponen biokimia dalam cairan amnion,

di antaranya adalah protein total, albumin, globulin, alkalin

aminotransferase, aspartat aminotransferase, alkalin fosfatase, -

transpeptidase, kolinesterase, kreatinin kinase, isoenzim keratin

10
22

kinase, dehidrogenase laktat, dehidrogenase hidroksibutirat, amilase,

glukosa, kolesterol, trigliserida, High Density Lipoprotein (HDL), low-

density lipoprotein (LDL), very-low-density lipoprotein (VLDL),

apoprotein A1 dan B, lipoprotein, bilirubin total, bilirubin direk,

bilirubin indirek, sodium, potassium, klorid, kalsium, fosfat,

magnesium, bikarbonat, urea, kreatinin, anion gap , urea, dan

osmolalitas.

Faktor pertumbuhan epidermis (epidermal growth factor, EGF)

dan factor pertumbuhan mirip EGF, misalnya transforming growth

factor-, terdapat di cairan amnion. Ingesti cairan amnion ke dalam

paru dan saluran cerna mungkin meningkatkan pertumbuhan dan

diferensiasi jaringan-jaringan ini melalui gerakan inspirasi dan

menelan cairan amnion.

Beberapa penanda (tumor marker) juga terdapat di cairan

amnion termasuk -fetoprotein (AFP), antigen karsinoembrionik

(CEA), feritin, antigen kanker 125 (CA-125), dan 199 (CA-199).

-fetoprotein (AFP)

Merupakan suatu glikoprotein yang disintesa yolk sac janin pada

awal kehamilan Konsentrasinya dalam cairan amnion meningkat

sampai kehamilan 13 minggu dan kemudian akan berkurang. Jika

10
23

kadar AFP ini meningkat dan diiringi dengan peningkatan kadar

asetil kolin esterase menunjukan adanya kelainan jaringan syaraf

seperti neural tube defect atau defek janin lainnya.

Jika peningkatan kadar AFP tidak diiringi dengan peningkatan

kadar asetilkolinesterase menunjukan adanya kemungkinan

etiologi lain atau adanya kontaminasi dari darah janin.

Lesitin Sfingomielin

Lesitin ( dipalmitoyl phosphatidycholine) merupakan suatu unsur

yang penting dalam formasi dan stabilisasi dari lapisan surfaktan

yang mempertahankan alveolar dari kolaps dan respiratori distress,

sebelum minggu ke 34 kadar lesitin dan sfingomielin dalam cairan

amnion sama konsentrasinya. Setelah minggu ke 34 konsentrasi

lesitin terhadap sfingomielin relatif meningkat.

Jika konsentrasi lesitin dalam cairan amnion lebih dari dua kali

kadar sfingomielin ( L/S Ratio ), menunjukan resiko terjadinya

gawat nafas pada janin sangat rendah. Tetapi jika perbandingan

kadar lesitin sfingomielin kecil dari dua resiko terjadinya gawat

nafas pada janin meningkat. Karena lesitin dan sfingomielin juga

ditemukan pada darah dan mekonium, kontaminasi oleh kedua

substansi tersebut dapat membiaskan hasil. Selama kehamilan

10
24

sejumlah agen bioaktif bertumpuk di cairan amnion, kompartemen

cairan amnion merupakan suatu tempat penyimpanan yang luar

biasa yang khususnya bermanfaat dalam kehamilan dan

persalinan.

Banyaknya agen bioaktif yang terakumulasi dalam cairan amnion

selama kehamilan merupakan suatu hal yang tipikal dari inflamasi

jaringan. Suatu hal yang unik dari agen agen bioaktif ini adalah

bersifat uterotonik seperti PGE2 , PGF2 , PAF dan endothelin-1,

produk-produk ini dapat dilihat pada vagina dan cairan amnion

setelah proses persalinan dimulai. Agen-agen inflamasi ini penting

peranannya dalam proses dilatasi servik.

Sitokin

Makrofag terdapat dalam cairan amnion dalam jumlah yang kecil

sebelum proses persalinan, sebenarnya leukosit tidak dapat

melakukan penetrasi normal melalui membran janin baik secara in

vivo atau in vitro, tetapi dengan adanya inflamasi dari desidua

pada partus preterm, leukosit ibu akan diambil menuju cairan

amnion, fenomena juga pada partus yang aterm, aktivasi leukosit

diakselerasi oleh inflamasi dan memungkinkan melewati membran

janin.

10
25

Interleukin -1

Interleukin -1 merupakan sitokin primer, yang

diproduksi secara cepat sebagai respon dari infeksi dan

perubahan imunologi dan Interleukin -1 akan

merangsang sitokin lain dan mediator inflamasi lainnya.

Interleukin -1 secara normal tidak terdeteksi sebelum

proses persalinan, Interleukin -1 baru akan muncul

pada cairan amnion pada persalinan yang preterm atau

sebagai reaksi dari infeksi pada cairan amnion.

Pada kehamilan aterm, seperti prostaglandin,

Interleukin -1 diproduksi pada desidua setelah induksi

persalinan atau dilatasi servik, yang kemudian akan

didistribusikan pada cairan amnion dan vagina.

Sitokin lainnya yang terdapat dalam cairan amnion

adalah Interleukin -6 atau Interleukin 8.

Prostaglandin

Prostaglandin terutama PGE2 juga PGF2 di

dapatkan pada cairan amnion pada semua tahap

persalinan . Sebelum proses persalinan dimulai

prostanoid dalam cairan amnion dihasilkan dari

10
26

ekskresi urine janin dan mungkin juga oleh kulit , paru-

paru dan tali pusat. Seiring dengan pertumbuhan janin ,

kadar prostaglandin dalam cairan amnion meningkat

secara bertahap.

Walaupun demikian tidak ada pertambahan kadar

prostaglandin yang dapat dihubungkan atau

diinterprestasikan sebagai pertanda pre partus. Faktanya

jumlah total kadar prostaglandin dalam cairan amnion

pada saat kehamilan cukup bulan sebelum persalinan

dimulai sangat kecil (sekitar 1g) , karena waktu paruh

prostaglandin dalam cairan amnion sangat lama yaitu 6

12 jam jumlah dari prostaglandin yang memasuki

cairan amnion sangat kecil.

Hubungan antara peningkatan kadar prostaglandin

dalam cairan amnion dan inisiasi dari persalinan

menjadi suatu tanda tanya selama lebih 30 tahun

terakhir.

10
27

2.2.6 Keadaan Normal Cairan Ketuban

Pada usia kehamilan cukup bulan volume 1000-1500 cc

Keadaan jernih agak keruh

Steril

Bau khas, agak manis dan manis

Terdiri dari 98-99% air, 1-2% garam-garam anorganik dan bahan

organic (protein terutama albumin), runtuhan rambut lanugo,

vernix caseosa dan sel-sel epitel

Sirkulasi sekitar 500 cc/jam

2.2.6 Fungsi Cairan Ketuban

Cairan amnion merupakan komponen penting bagi

pertumbuhan dan perkembangan janin selama kehamilan. Pada awal

embryogenesis, amnion merupakan perpanjangan dari matriks

ekstraseluler dan di sana terjadi difusi dua arah antara janin dan cairan

amnion. Pada usia kehamilan 8 minggu, terbentuk uretra dan ginjal

janin mulai memproduksi urin. Selanjutnya janin mulai bisa menelan.

Eksresi dari urin, sistem pernafasan, sistem digestivus, tali pusat dan

permukaan plasenta menjadi sumber dari cairan amnion. Telah

diketahui bahwa cairan amnion berfungsi sebagai kantong pelindung

di sekitar janin yang memberikan ruang bagi janin untuk bergerak,

10
28

tumbuh meratakan tekanan uterus pada partus, dan mencegah trauma

mekanik dan trauma termal.

Cairan amnion juga berperan dalam sistem imun bawaan

karena memiliki peptid antimikrobial terhadap beberapa jenis bakteri

dan fungi patogen tertentu. Cairan amnion adalah 98% air dan

elektrolit, protein , peptide, hormon, karbohidrat, dan lipid. Pada

beberapa penelitian, komponen-komponen cairan amnion ditemukan

memiliki fungsi sebagai biomarker potensial bagi abnormalitas-

abnormalitas dalam kehamilan. Beberapa tahun belakangan, sejumlah

protein dan peptide pada cairan amnion diketahui sebagai faktor

pertumbuhan atau sitokin, dimana kadarnya akan berubah-ubah sesuai

dengan usia kehamilan. Cairan amnion juga diduga memiliki potensi

dalam pengembangan medikasi stem cell

10
29

Ada beragam fungsi cairan ketuban, antara lain sebagai bantalan atau peredam

atau pelindung yang menjaga janin terhadap benturan dari luar.

Cairan ketuban juga memungkinkan janin leluasa bergerak sekaligus tumbuh

bebas ke segala arah. Selain itu sebagai benteng terhadap kuman dari luar

tubuh ibu dan menjaga kestabilan suhu tubuh janin. Cairan ketuban juga

merupakan alat bantu diagnosis dokter pada pemeriksaan amniosentesis.

Perlu diketahui, air ketuban tidak membuka apalagi mendorong janin keluar.

Yang bertugas untuk itu adalah kontraksi rahim (his). Jadi walaupun ketuban

10
30

sudah pecah atau kadar airnya sedikit , pembukaan mulut rahim dan dorongan

bayi untuk lahir tetap akan terjadi selama ada kontraksi.

Pada kehamilan normal, cairan amnion memberikan ruang bagi janin untuk

tumbuh, bergerak, dan berkembang. Tanpa cairan amnion, uterus akan

berkontraksi dan menekan janin. Jika terjadi pengurangan volume cairan

amnion pada awal kehamilan, janin akan mengalami berbagai kelainan seperti

gangguan perkembangan anggota gerak, cacat dinding perut, dan sindroma

Potter , suatu sindrom dengan gambaran wajah berupa kedua mata terpisah

jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkal hidung yang lebar, telinga yang

rendah dan dagu yang tertarik ke belakang.

Pada pertengahan usia kehamilan, cairan amnion menjadi sangat penting bagi

perkembangan paru janin. Tidak cukupnya cairan amnion pada pertengahan

usia kehamilan akan menyebabkan terjadinya hipoplasia paru yang dapat

menyebabkan kematian.

Selain itu cairan ini juga mempunyai peran protektif pada janin, cairan ini

mengandung agen-agen anti bakteria dan bekerja menghambat pertumbuhan

bakteri yang memiliki potensi patogen. .Selama proses persalinan dan

kelahiran cairan amnion terus bertindak sebagai medium protektif pada janin

untuk memantau dilatasi servik. Selain itu cairan amnion juga berperan

sebagai sarana komunikasi antara janin dan ibu. Kematangan dan kesiapan

10
31

janin untuk lahir dapat diketahui dari hormon urin janin yang diekskresikan ke

dalam cairan amnion.

Cairan amnion juga dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk melihat

adanya kelainan-kelainan pada proses pertumbuhan dan perkembangan janin

dengan melakukan kultur sel. Jadi cairan amnion memegang peranan yang

cukup penting dalam proses kehamilan dan persalinan.

2.2.7 Distribusi Cairan Ketuban

Urin Janin

Sumber utama cairan amnion adalah urin janin. Ginjal janin mulai

memproduksi urin sebelum akhir trimester pertama, dan terus berproduksi sampai

kehamilan aterm. Wladimirof dan Campbell mengukur volume produksi urin

janin secara 3 dimensi setiap 15 menit sekali, dan melaporkan bahwa produksi

urin janin adalah sekitar 230 ml / hari sampai usia kehamilan 36 minggu, yang

akan meningkat sampai 655 ml/hari pada kehamilan aterm.

Rabinowitz dan kawan-kawan, dengan menggunakan teknik yang sama

dengan yang dilakukan Wladimirof dan Campbell, namun dengan cara setiap 2

sampai 5 menit, dan menemukan volume produksi urin janin sebesar 1224

ml/hari. Pada tabel menunjukkan rata-rata volume produksi urin per hari yang

10
32

didapatkan dari beberapa penelitian. Jadi, produksi urin janin rata-rata adalah

sekitar 1000-1200 ml/ hari pada kehamilan aterm.

Cairan Paru

Cairan paru janin memiliki peran yang penting dalam pembentukan cairan

amnion. Pada penelitian dengan menggunakan domba, didapatkan bahwa paru-

paru janin memproduksi cairan sampai sekitar 400 ml/hari, dimana 50% dari

produksi tersebut ditelan kembali dan 50% lagi dikeluarkan melalui mulut.

Meskipun pengukuran secara langsung ke manusia tidak pernah dilakukan,

namun data ini memiliki nilai yang representratif bagi manusia. Pada kehamilan

normal, janin bernafas dengan gerakan inspirasi dan ekspirasi, atau gerakan

masuk dan keluar melalui trakea, paru-paru dan mulut. Jadi jelas bahwa paru-paru

janin juga berperan dalam pembentukan cairan amnion.

Gerakan menelan

Pada manusia, janin menelan pada awal usia kehamilan. Pada janin

domba, proses menelan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya usia

kehamilan. Sherman dan teman-teman melaporkan bahwa janin domba menelan

secara bertahap dengan volume sekitar 100-300 ml/kg/hari.

Banyak teknik berbeda yang dicoba untuk mengukur rata-rata volume

cairan amnion yang ditelan dengan menggunakan hewan, namun pada manusia,

pengukuran yang tepat sangat sulit untuk dilakukan. Pritchard meneliti proses

10
33

menelan pada janin dengan menginjeksi kromium aktif pada kompartemen

amniotik, dan menemukan rata-rata menelan janin adalah 72 sampai 262

ml/kg/hari.

Abramovich menginjeksi emas koloidal pada kompartemen amniotik dan

menemukan bahwa volume menelan janin meningkat seiring dengan

bertambahnya usia kehamilan. Penelitian seperti ini tidak dapat lagi dilakukan

pada masa sekarang ini karena faktor etik, namun dari penelitian di atas jelas

bahwa kemampuan janin menelan tidak menghilangkan seluruh volume cairan

amnion dari produksi urin dan paru-paru janin, karena itu, harus ada mekanisme

serupa dalam mengurangi volume cairan amnion.

Gambar 3. Distribusi cairan amnion pada kehamilan. Dikutip dari Gilbert5

10
34

Absorpsi Intramembran

Satu penghalang utama dalam memahami regulasi cairan amnion adalah

ketidaksesuaian antara produksi cairan amnion oleh ginjal dan paru janin, dengan

konsumsinya oleh proses menelan. Jika dihitung selisih antara produksi dan

konsumsi cairan amnion, didapatkan selisih sekitar 500-750 ml/hari, yang tentu

saja ini akan menyebabkan polihidramnion. Namun setelah dilakukan beberapa

penelitian, akhirnya terjawab, bahwa sekitar 200-500 ml cairan amnion diabsorpsi

melalui intramembran. Gambar menunjukkan distribusi cairan amnion pada fetus.

Dengan ditemukan adanya absorbsi intramembran ini, tampak jelas bahwa

terdapat keseimbangan yang nyata antara produksi dan konsumsi cairan amnion

pada kehamilan normal.

2.2.8 Pengukuran Cairan Ketuban

Terdapat 3 cara yang sering dipakai untuk mengetahui jumlah

cairan amnion, dengan teknik single pocket ,dengan memakai Indeks

Cairan Amnion (ICA), dan secara subjektif pemeriksa.

Pemeriksaan dengan metode single pocket pertama kali diperkenalkan

oleh Manning dan Platt pada tahun 1981 sebagai bagian dari

10
35

pemeriksaan biofisik, dimana 2ccm dianggap sebagai batas minimal

dan 8 cm dianggap sebagai polihidramnion.

Metode single pocket telah dibandingkan dengan AFI

menggunakan amniosintesis sebagai gold standar. Tiga penelitian

telah menunjukkan bahwa metode pengukuran cairan ketuban dengan

teknik Indeks Cairan Amnion (ICA) memiliki korelasi yang lemah

dengan volume amnion sebenarnya (R2 dari 0.55, 0.30 dan 0.24) dan

dua dari tiga penelitian ini menunjukkan bahwa teknik single pocket

memiliki kemampuan yang lebih baik.

Kelebihan cairan amnion seperti polihidramnion, tidak

mempengaruhi fetus secara langsung, namun dapat mengakibatkan

kelahiran prematur. Secara garis besar, kekurangan cairan amnion

dapat berefek negatif terhadap perkembangan paru-paru dan tungkai

janin, dimana keduanya memerlukan cairan amnion untuk berkembang

10
36

Gambar 4. Pengukuran cairan amnion berdasarkan empat kuadran. dikutip

dari Gilbert5

Bagaimana mengetahui kecukupan jumlah cairan ketuban?

Jumlah cairan ketuban dapat dipantau melalui USG, tepatnya

menggunakan parameter AFI (Amniotic Fluid Index). Pada dasarnya,

cairan ketuban sudah bisa dideteksi begitu seorang ibu terlambat haid

dan dengan USG sudah terlihat kantung janinkarena itu berarti sudah

terbentuk cairan ketuban. Pada kehamilan normal, saat cukup bulan,

jumlah cairan ketuban sekitar 1000 cc.

10
37

Cairan ketuban dikatakan kurang bila volumenya lebih sedikit

dari 500 cc. Hal ini diketahui dari hasil pemeriksaan USG. Istilah

medisnya oligohidramnion. Ibu harus curiga jika ada cairan yang

keluar secara berlebih atau sedikit tetapi terus menerus melalui vagina.

Biasanya berbau agak anyir, warnanya jernih dan tidak kental. Sangat

mungkin itu adalah cairan yang keluar atau merembes karena ketuban

mengalami perobekan. Tanda lainnya adalah gerak janin menyebabkan

perut ibu terasa nyeri.

2.2.9 Kelainan Cairan Ketuban

Hidramnion (polihidramnion)

Air ketuban berlebihan, diatas 2000 cc. Dapat mengarahkan

kecurigaan adanya kelainan kongenital susunan saraf pusat atau sistem

pencernaan, atau gangguan sirkulasi, atau hiperaktifitas sistem

urinarius janin.

Oligohidramnion

Air ketuban sedikit, dibawah 500 cc, umumnya kental, keruh,

berwarna kuning kehijauan

10
38

2.3 Oligohidramnion

Definisi Oligohidramnion

Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari

normal, yaitu kurang dari 500 cc.

Definisi lainnya menyebutkan sebagai AFI yang kurang dari 5 cm. Karena

VAK tergantung pada usia kehamilan maka definisi yang lebih tepat adalah AFI yang

kurang dari presentil 5 ( lebih kurang AFI yang <6.8 cm saat hamil cukup bulan)

2.3.1 Patofisiologi Oligohidramnion

Mekanisme atau patofisiologi terjadinya oligohidramnion dapat

dikaitkan dengan adanya sindroma potter dan fenotip pottern, dimana,

Sindroma Potter dan Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks yang

berhubungan dengan gagal ginjal bawaan dan berhubungan dengan

oligohidramnion (cairan ketuban yang sedikit).

Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru lahir,

dimana cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada. Oligohidramnion

menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim. Tekanan dari

dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas (wajah Potter). Selain itu,

karena ruang di dalam rahim sempit, maka anggota gerak tubuh menjadi abnormal

atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal.

10
39

Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru

(paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi

sebagaimana mestinya. Pada sindroma Potter, kelainan yang utama adalah gagal

ginjal bawaan, baik karena kegagalan pembentukan ginjal (agenesis ginjal bilateral)

maupun karena penyakit lain pada ginjal yang menyebabkan ginjal gagal berfungsi.

Dalam keadaan normal, ginjal membentuk cairan ketuban (sebagai air kemih)

dan tidak adanya cairan ketuban menyebabkan gambaran yang khas dari sindroma

Potter.

Gejala Sindroma Potter berupa :

Wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkal

hidung yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik ke belakang).

Tidak terbentuk air kemih

Gawat pernafasan.

2.3.2 Epidemiologi Oligohidramnion

Sekitar 8% wanita hamil memiliki cairan ketuban terlalu

sedikit. Olygohydramnion dapat terjadi kapan saja selama masa

kehamilan, walau pada umumnya sering terjadi di masa kehamilan

trimester terakhir. Sekitar 12% wanita yang masa kehamilannya

melampaui batas waktu perkiraan lahir (usia kehamilan 42 minggu)

10
40

juga mengalami olygohydrasmnion, karena jumlah cairan ketuban

yang berkurang hampirsetengah dari jumlah normal pada masa

kehamilan 42 minggu1

2.3.3 Etiologi Oligohidramnion

Penyebab oligohydramnion tidak dapat dipahami sepenuhnya.

Mayoritas wanita hamil yang mengalami tidak tau pasti apa

penyebabnya. Penyebab oligohydramnion yang telah terdeteksi adalah

cacat bawaan janin dan bocornya kantung/ membran cairan ketuban

yang mengelilingi janin dalam rahim. Sekitar 7% bayi dari wanita

yang mengalami oligohydramnion mengalami cacat bawaan, seperti

gangguan ginjal dan saluran kemih karena jumlah urin yang

diproduksi janin berkurang. Masalah kesehatan lain yang juga telah

dihubungkan dengan oligohidramnion adalah tekanan darah tinggi,

diabetes, SLE, dan masalah pada plasenta. Serangkaian pengobatan

yang dilakukan untuk menangani tekanan darah tinggi, yang dikenal

dengan namaangiotensin-converting enxyme inhibitor (mis captopril),

dapat merusak ginjal janin dan menyebabkan oligohydramnion parah

dan kematian janin. Wanita yang memiliki penyakit tekanan darah

tinggi yang kronis seharusnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan

ahli kesehatan sebelum merencanakan kehamilan untuk memastikan

10
41

bahwa tekanan darah mereka tetap terawasi baik dan pengobatan yang

mereka lalui adalah aman selama kehamilan mereka.

Fetal :

Kromosom

Kongenital

Hambatan pertumbuhan janin dalam rahim

Kehamilan postterm

Premature ROM (Rupture of amniotic membranes)

Maternal :

Dehidrasi

Insufisiensi uteroplasental

Preeklamsia

Diabetes

Hypoxia kronis

Induksi Obat :

Indomethacin and ACE inhibitors

Idiopatik

10
42

2.3.4 Faktor Resiko Oligohidramnion

Wanita dengan kondisi berikut memiliki insiden oligohidramnion yang

tinggi :

Anomali kongenital ( misalnya : agenosis ginjal,sindrom patter ).

Retardasi pertumbuhan intra uterin.

Ketuban pecah dini ( 24-26 minggu ).

Sindrom pasca maturitas

2.3.5 Manifestasi Klinis Oligohidramnion

Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada

ballotemen.

Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.

Sering berakhir dengan partus prematurus.

Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan

terdengar lebih jelas.

Persalinan lebih lama dari biasanya.

Sewaktu his akan sakit sekali.

Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang

keluar.

10
43

2.3.6 Diagnosis dan Pemeriksaan Oligohidramnion

Pemeriksaan dengan USG dapat mendiagnosa apakah cairan ketuban

terlalu sedikit atau terlalu banyak. Umumnya para doketer akan mengukur

ketinggian cairan dalam 4 kuadran di dalam rahim dan menjumlahkannya.

Metode ini dikenal dengan nama Amniotic Fluid Index (AFI). Jika ketinggian

amniotic fluid (cairan ketuban) yang di ukur kurang dari 5 cm, calon ibu

tersebut didiagnosa mengalami oligohydramnion. Jika jumlah cairan tersebut

lebih dari 25 cm, ia di diagnosa mengalami poluhydramnion17

2.3.7 Penatalaksanaan Oligohidramnion

Sebenarnya air ketuban tidak akan habis selama kehamilan masih

normal dan janin masih hidup. Bahkan air ketuban akan tetap diproduksi,

meskipun sudah pecah berhari-hari. Walau sebagian berasal dari kencing

janin, air ketuban berbeda dari air seni biasa, baunya sangat khas. Ini yang

menjadi petunjuk bagi ibu hamil untuk membedakan apakah yang keluar itu

air ketuban atau air seni.

Studi baru-baru ini menyarankan bahwa para wanita dengan kehamilan

normal tetapi mengalami oligohydramnion dimasa-masa terakhir

kehamilannya kemungkinan tidak perlu menjalani treatment khusus, dan bayi

mereka cenderung lahir denga sehat. Akan tetapi wanita tersebut harus

10
44

mengalami pemantauan terus-menerus. Dokter mungkin akan

merekomendasikan untuk menjalani pemeriksaan USG setiap minggu bahkan

lebih sering untuk mengamati apakah jumlah cairan ketuban terus berkurang.

Jika indikasi berkurangnya cairan ketuban tersebut terus berlangsung, dokter

mungkin akan merekomendasikan persalinan lebih awal dengan bantuan

induksi untuk mencegah komplikasi selama persalinan dan kelahiran. Sekitar

40-50% kasus oligohydramnion berlangsung hingga persalinan tanpa

treatment sama sekali. Selain pemeriksaan USG, dokter mungkin akan

merekomendasikan tes terhadap kondisi janin, seperti tes rekam kontraksi

untuk mengganti kondisi stress tidaknya janin, dengan cara merekam denyut

jantung janin. Tes ini dapat memberi informasi penting untuk dokter jika janin

dalam rahim mengalami kesulitan. Dalam kasus demikian, dokter cenderung

untuk merekomendasikan persalinan lebih awal untuk mencegah timbulnya

masalah lebih serius. Janin yang tidak berkembang sempurna dalam rahim ibu

yang mengalami oligohydramnion beresiko tinggi untuk mengalami

komplikasi selama persalinan, seperti asphyxia (kekurangan oksigen), baik

sebelum atau sesudah kelahiran. Ibu dengan kondisi janin seperti ini akan

dimonitor ketat bahkan kadang-kadang harus tinggal di rumah sakit.

Jika wanita mengalami oligohydramnion di saat-saat hampir bersalin,

dokter mungkin akan melakukan tindakan untuk memasukan laruran salin

melalui leher rahim kedalam rahim. Cara ini mungkin mengurangi komplikasi

10
45

selama persalinan dan kelahiran juga menghindari persalinan lewat operasi

caesar. Studi menunjukan bahwa pendekatan ini sangat berarti pada saat

dilakukan monitor terhadap denyut jantung janin yang menunjukan adanya

kesulitan. Beberapa studi juga menganjurkan para wanita dengan

oligohydramnion dapat membantu meningkatkan jumlah cairan ketubannya

dengan minum banyak air. Juga banyak dokter menganjurkan untuk

mengurangi aktivitas fisik bahkan melakukan bedrest

2.3.8 Prognosis Oligohidramnion

Semakin awal oligohidramnion terjadi pada kehamilan, semakin

buruk prognosisnya

Jika terjadi pada trimester II, 80-90% mortalitas

2.3.9 Komplikasi Oligohidramnion

Kurangnya cairan ketuban tentu aja akan mengganggu kehidupan

janin, bahkan dapat mengakibatkan kondisi gawat janin. Seolah-olah janin

tumbuh dalam kamar sempit yang membuatnya tidak bisa bergerak bebas.

10
46

Malah pada kasus extrem dimana sudah terbentuk amniotic band (benang atau

serat amnion) bukan tidak mustahil terjadi kecacatan karena anggota tubuh

janin terjepit atau terpotong oleh amniotic band tersebut.

Efek lainnya janin berkemungkinan memiliki cacat bawaan pada


saluran kemih, pertumbuhannya terhambat, bahkan meninggal sebelum
dilahirkan. Sesaat setelah dilahirkan pun, sangat mungkin bayi beresiko tak
segera bernafas secara spontan dan teratur.

Bahaya lainnya akan terjadi bila ketuban lalu sobek dan airnya
merembes sebelum tiba waktu bersalin. Kondisi ini amat beresiko
menyebabkan terjadinya infeksi oleh kuman yang berasal daribawah. Pada
kehamilan lewat bulan, kekurangan air ketuban juga sering terjadi karena
ukuran tubuh janin semakin besar.

Masalah-masalah yang dihubungkan dengan terlalu sedikitnya cairan


ketuban berbeda-beda tergantung dari usia kehamilan. Oligohydramnion dapat
terjadi di masa kehamilan trimester pertama atau pertengahan usia kehamilan
cenderung berakibat serius dibandingkan jika terjadi di masa kehamilan
trimester terakhir. Terlalu sedikitnya cairan ketuban dimasa awal kehamilan
dapat menekan organ-organ janin dan menyebabkan kecacatan, seperti
kerusakan paru-paru, tungkai dan lengan.

Olygohydramnion yang terjadi dipertengahan masa kehamilan juga


meningkatkan resiko keguguran, kelahiran prematur dan kematian bayi dalam
kandungan. Jika ologohydramnion terjadi di masa kehamilan trimester
terakhir, hal ini mungkin berhubungan dengan pertumbuhan janin yang
kurang baik. Disaat-saat akhir kehamialn, oligohydramnion dapat
meningkatkan resiko komplikasi persalinan dan kelahiran, termasuk
kerusakan pada ari-ari memutuskan saluran oksigen kepada janin dan

10
47

menyebabkan kematian janin. Wanita yang mengalami oligohydramnion lebih


cenderung harus mengalami operasi caesar disaat persalinannya

2.4 Indikasi Seksio Sesarea


Dalam persalinan ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan suatu
persalinan, yaitu passage (jalan lahir), passenger (janin), power (kekuatan ibu),
psikologi ibu dan penolong. Apabila terdapat gangguan pada salah satu faktor
tersebut akan mengakibatkan persalinan tidak berjalan dengan lancar bahkan dapat
menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin jika keadaan
tersebut berlanjut (Manuaba, 1999).
Indikasi untuk sectsio caesarea antara lain meliputi:
1. Indikasi Medis
Terdiri dari 3 faktor : power, passanger, passage
2. Indikasi Ibu
a. Usia
b. Tulang Panggul
c. Persalinan sebelumnya dengan section caesarea
d. Faktor hambatan jalan lahir
e. Kelainan kontraksi rahim
f. Ketuban pecah dini
g. Rasa takut kesakitan
3. Indikasi Janin
a. Ancaman gawat janin (fetal distress)
b. Bayi besar (makrosemia)
c. Letak sungsang
d. Faktor plasenta : plasenta previa, solution plasenta, plasenta accreta
e. Kelainan tali pusat : prolapsus tali pusat, terlilit tali pusat

10
48

Seksio sesarea dilakukan bila diyakini bahwa penundaan persalinan yang


lebih lama akan menimbulkan bahaya yang serius bagi janin, ibu, atau bahkan
keduanya, atau bila persalinan pervaginam tidak mungkin dapat dilakukan dengan
aman. Berdasarkan laporan mengenai indikasi terbanyak di negara-negara maju
seperti yang diperlihatkan pada tabel 2.1, di Norwegia diperoleh hasil bahwa indikasi
terbanyak untuk seksio sesarea adalah distosia 3,6%, diikuti oleh presentasi bokong
2,1%, gawat janin 2,0%, riwayat seksio sesarea sebelumnya 1,4% dan lain-lain 3,7%
dari 12,8% kasus seksio sesarea yang terjadi (Cunningham dkk, 2005).
Di Skotlandia diperoleh bahwa distosia sebagai indikasi seksio sesarea
terbanyak yaitu 4,0%, sedangkan riwayat seksio sesarea sebelumnya 3,1%, gawat
janin 2,4%, presentasi bokong 2,0% dan lain-lain 2,7% dalam 14,2% kasus seksio
sesarea. Riwayat seksio sesarea sebelumnya merupakan indikasi terbanyak dari
10,7% kasus seksio sesarea yang terjadi di Swedia yaitu 3,1%, diikuti oleh distosia
dan presentasi bokong yang masing-masing berkisar 1,8%, sedangkan gawat janin
hanya 1,6% dan lain-lain 2,4%. Di USA, riwayat seksio sesarea sebelumnya
merupakan indikasi terbanyak dari 23,6% kasus seksio sesarea yang terjadi yaitu
8,5%, dan distosia berperan dalam 7,1%, presentasi bokong 2,6%, gawat janin 2,2%
dan lain-lain 3,2% (Cunningham dkk, 2005). Sebaran indikasi seksio sesarea di
negara-negara maju tersebut dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :

Tabel 1. Indikasi seksio sesarea di 4 negara maju; Norwegia, Skotlandia, Swedia


dan USA, 1990 Indikasi Seksio sasarea tiap 100 persalinan Norwegia Skotlandia
Swedia USA

Seksio Cesarea tiap 100 persalinan


Indikasi
Norwegia Skotlandia Swedia USA
Distosia 3,6 4,0 1,8 7,1
Riwayat SC sebelumnya 1,4 3,1 3,1 8,5
Presentasi bokong 2,1 2,0 1,8 2,6
Gawat janin 2,0 2,4 1,6 2,2
Lainnya 3,7 2,7 2,4 3,2

10
49

Seksio Caesarea 12,8 14,2 10,7 23,6

Di negara-negara berkembang dilaporkan dari penelitian selama 15 tahun


terhadap indikasi seksio sesarea, ada empat faktor klinis utama yang menjadi indikasi
seksio sesarea yang tidak berubah, yakni gawat janin (22%), partus tidak maju (20
%), seksio sesarea ulangan (14%), dan presentasi bokong (11 %). Alasan kelima yang
paling sering membuat tindakan seksio sesarea adalah permintaan ibu (7%). Di RSUP
H Adam Malik dan RS Dr Pirngadi Medan dilaporkan oleh Mahdi (1997) bahwa
kejadian seksio sesarea dengan indikasi terbanyak adalah gawat janin (15,85%), dan
diikuti oleh kelainan letak (13,94%), panggul sempit (13,76%), dan plasenta previa
(12,20 %) (Birza, 2003).

2.5 Kontraindikasi Seksio Sesarea


Pada prinsipnya seksio sesarea dilakukan untuk kepentingan ibu dan janin
sehingga dalam praktik obstetri tidak terdapat kontraindikasi pada seksio sesarea.
Dalam hal ini adanya gangguan mekanisme pembekuan darah ibu, persalinan
pervaginam lebih dianjurkan karena insisi yang ditimbulkan dapat seminimal
mungkin (Cunningham dkk, 2005).

2.5.1 Penyembuhan Luka Pasca SC

Perawatan pertama yang dilakukan setelah selesai operasi adalah pembalutan


luka (wound dressing) dengan baik. Secara periodik pembalut luka diganti
dan dibersihkan.

Seringkali kita temukan komplikasi pada luka pasca SC, seperti :

10
50

1. Sebagian luka sembuh dan tertutup dengan baik, sebagian yang lain
terdapat eksudat dalam jumlah sedang atau banyak dan keluar melalui
lubang-lubang (fistel) dan terinfeksi.
2. Luka terbuka sebagian, bernanah dan terinfeksi
3. Luka terbuka seluruhnya dan usus kelihatan atau keluar
Luka tersebut memerlukan perawatan khusus sampai memerlukan
reinsisi untuk membuat luka baru dan menutupnya kembali. Komplikasi di
atas sering kita jumpai pada kasus dengan DM, obesitas, dan partus lama di
mana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartum.

Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya gangguan pada


penyembuhan luka uterus :

a. Aposisi garis pemotongan yang tidak baik


b. Adanya hematoma pada daerah luka operasi
c. Adanya sepsis
d. Adanya peregangan pada segmen bawah uterus sehingga mengurangi
vaskularisasi otot-otot uterus
e. Keadaan umum tidak baik

Faktor-faktor yang menyebabkan bekas operasi SC transperitoneal profunda


lebih baik dibanding bekas operasi SC secara korporal.

Bekas SC Transperitoneal Bekas SC


Profunda klasik/histerektomi

10
51

Aposisi Garis pemotong yang tipis Sulit untuk aposisi garis


membantu aposisi yang yang tebal. Terbentuk
baik tanpa meniggalkan poket yang mengandung
poket darah, yang akhirnya akan
diganti dengan jaringan
fibrosa. Pembentukan
saluran pada bagian dalam
lebih sering terjadi karena
desisua sering tertinggal
pada waktu menjahit.

Keadaan uterus Bagian uterus tidak banyak Bagian uterus berkontraksi


sewaktu bergerak selama proses dan berretraksi sehingga
penyembuhan penyembuhan jahitan terganggu,
menyebabkan luka sembuh
kurang baik

Efek Bekas luka operasi pada Pereganggan terjadi


perenggangan kehamilan berikutnya dan bersudut tegak terhadap
persalinan normal bekas operasi
merenggang mengikuti
garis bekas operasi

Impalantasi Kemungkinan Kemungkinan besar


plasenta pada melemahnya bekas operasi plasenta melekat pada
kehamilan oleh pelekatan plasenta bekas operasi dan
berikutnya tidak ada melemahnya dengan
adanya penetrasi trofoblas
atau herniasi kantong
amnion melalui saluran
yang terbentuk

Efek keseluruhan a. Bekas operasi baik a. Bekas operasi lemah


b. Ruptur hanya terjadi b. Ruptur dapat terjadi
pada waktu partus pada waktu kehamilan
tua dan persalinan (5-
20x lebih sering)
Lama perawatan 5-7 hari, masa pemulihan selama 6 minggu

10
52

2.6 Komplikasi Seksio Sesarea


Kelahiran sesarea bukan tanpa komplikasi, baik bagi ibu maupun janinnya
(Bobak, 2004). Morbiditas pada seksio sesarea lebih besar jika dibandingakan dengan
persalinan pervaginam. Ancaman utama bagi wanita yang menjalani seksio sesarea
berasal dari tindakan anastesi, keadaan sepsis yang berat, serangan tromboemboli dan
perlukaan pada traktus urinarius, infeksi pada luka (Manuaba, 2003; Bobak. 2004).
Demam puerperalis didefinisikan sebagai peningkatan suhu mencapai 38,50C
(Heler, 1997). Demam pasca bedah hanya merupakan sebuah gejala bukan sebuah
diagnosis yang menandakan adanya suatu komplikasi serius . Morbiditas febris
merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pasca pembedahan seksio seksarea
(Rayburn, 2001).
Perdarahan masa nifas post seksio sesarea didefenisikan sebagai kehilangan
darah lebih dari 1000 ml. Dalam hal ini perdarahan terjadi akibat kegagalan mencapai
homeostatis di tempat insisi uterus maupun pada placental bed akibat atoni uteri
(Karsono dkk, 1999). Komplikasi pada bayi dapat menyebabkan hipoksia, depresi
pernapasan, sindrom gawat pernapasan dan trauma persalinan (Mochtar, 1988).

10
53

BAB 3

RINGKASAN

Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari


normal, yaitu kurang dari 500 cc.

Mekanisme atau patofisiologi terjadinya oligohidramnion dapat dikaitkan


dengan adanya sindroma potter dan fenotip pottern, dimana, Sindroma Potter dan
Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks yang berhubungan dengan gagal ginjal
bawaan dan berhubungan dengan oligohidramnion (cairan ketuban yang sedikit).
Penyebab oligohydramnion tidak dapat dipahami sepenuhnya. Mayoritas
wanita hamil yang mengalami tidak tau pasti apa penyebabnya. Penyebab
oligohydramnion yang telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan bocornya
kantung/ membran cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim. Sekitar 7%
bayi dari wanita yang mengalami oligohydramnion mengalami cacat bawaan, seperti
gangguan ginjal dan saluran kemih karena jumlah urin yang diproduksi janin
berkurang.
Pemeriksaan dengan USG dapat mendiagnosa apakah cairan ketuban terlalu
sedikit atau terlalu banyak. Sebenarnya air ketuban tidak akan habis selama
kehamilan masih normal dan janin masih hidup. Bahkan air ketuban akan tetap
diproduksi, meskipun sudah pecah berhari-hari. Walau sebagian berasal dari kencing
janin, air ketuban berbeda dari air seni biasa, baunya sangat khas. Ini yang menjadi
petunjuk bagi ibu hamil untuk membedakan apakah yang keluar itu air ketuban atau
air seni.

10
54

Supaya volume cairan ketuban kembali normal, dokter umumnya


menganjurkan ibu hamil untuk menjalani pola hidup sehat, terutama makan dengan
asupan gizi berimbang.

Semakin awal oligohidramnion terjadi pada kehamilan, semakin buruk


prognosisnya. Jika terjadi pada trimester II, 80-90% mortalitas.

Kurangnya cairan ketuban tentu aja akan mengganggu kehidupan janin,


bahkan dapat mengakibatkan kondisi gawat janin. Seolah-olah janin tumbuh dalam
kamar sempit yang membuatnya tidak bisa bergerak bebas. Malah pada kasus
extrem dimana suah terbentuk amniotic band (benang atau serat amnion) bukan tidak
mustahil terjadi kecacatan karena anggota tubuh janin terjepit atau terpotong oleh
amniotic band tersebut.

Dalam persalinan ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan suatu


persalinan, yaitu passage (jalan lahir), passenger (janin), power (kekuatan ibu),
psikologi ibu dan penolong. Apabila terdapat gangguan pada salah satu faktor
tersebut akan mengakibatkan persalinan tidak berjalan dengan lancar bahkan dapat
menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin jika keadaan
tersebut berlanjut.

Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan


ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar
melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang
besar ataupun kombinasi keduanya.

10
55

DAFTAR PUSTAKA

Rustam, mochtar.1998. Sinopsis Obstetri; obstetri fisiologi, obstetri patologi

edisi ke 2. Jakarta: EGC.

Wikojosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan Edisi Ke2 Cetakan Ke4.

Jakarta: YBB- SP.

Wiknjosastro Haanifa, Ilmu Kebidanan, YBP-SP, Jakarta, 2005.

Wiknjosastro Hanifa, buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal

dan Neonatal, YBP-SP, Jakarta, 2006.

Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstorm

KD. Williams obstetric. 22nd ed. New York. McGraw-Hill Companies, Inc; 2005.

Fox H. The placenta , membranes and umbilical cord. In: Chamberlain G,

Steer P, editors. Turnbulls obstetrics. 3rd ed. London: Churchill Livingstone; 2002.

Laughlin D, Knuppel RA. Maternal-placental-fetal unit;fetal & early neonatal

physiology. In: DeCherney AH, Nathan L. Current obstetric & gynecologic diagnosis

& treatment. 9th ed. New York: The McGraw-Hill Companies;2003.

Chamberlain G, editor. Obstetrics by ten teacher. 16th ed. New York: Oxford

University Press;1995.

Gilbert WM. Amniotic fluid dynamics. NeoReviews 2006;7;e292-e299.

Gibbs RS, Karlan BY, Haney AF, Nygaard I, editors. Danforths obstetrics

and gynecology. 10th ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 2008.

10
56

Owen P. Fetal assessment in the third trimester: fetal growth and biophysical

methods. In: Chamberlain G, Steer P, editors. Turnbulls obstetrics. 3rd ed. London:

Churchill Livingstone; 2002;147-9;41-43.

Tong XL, Wang L, Gao TB, Qin YG, Xu YP. Potential function of amniotic

fluid in fetal development-Novel insight by comparing the composition of human

amniotic fluid with umbilical cord and maternal serum at mid and late gestation. J

Chin Med Assoc. 2009 Jul; 72(7) 368-73.

Neilson JP. Fetal medicine in clinical practice. In: Ketih D, Edmons, editors.

Dewhursts textbook of obstetrics and gynaecology for postgraduates. 6th ed. London:

Blackwell Publishing; 1999.

Barbati A, Renzo GCD. Main clinical analyses on amniotic fluid. Acta Bio

Medica Ateneo Parmenese. 2004; 75 Suppl 1: 14-17.

Pernoll ML. Benson and Pernolls handbook of obstetrics and gynecology.

10th ed. New York: The McGraw-Hill Companies; 2001.

Rodeck CH, Cockell AP. Alloimmunisation in pregnancy: rhesus and other

red cell antigens. In: Chamberlain G, Steer P, editors. Turnbulls obstetrics. 3rd ed.

London: Churchill Livingstone; 2002;256-7.

Cudleigh T, Thilaganathan B. Obstetric ultrasound: how , why, and when. 3rd

ed. London. Elsevier Science Limited; 2004.

Al-Salami KS, Sada KA. Maternal hydration for increasing amniotic fluid

volume in hydramnions. Bas J Surg. 2007 Sept; 59-62.

10
57

Hacker NF, Moore JG, Gambone JC. Essentials of obstetric and gynecology.

Edinburgh. Churchill Livingstone; 2004.

10

You might also like