You are on page 1of 36

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Salmonella yang termasuk dalam family Enterobacteriaceae

merupakan bakteri patogen bagi manusia dan hewan. Penderita demam

tifoid akibat infeksi bakteri Salmonella typhi sangat tinggi. Penyakit ini

tidak hanya terjadi di negara berkembang, tetapi juga di negara maju.

Penderita demam tifoid akibat infeksi Salmonella di seluruh dunia mencapai

lebih dari 12,5 juta pertahun (Radji maksum, 2009).

Salmonella typhi adalah penyebab penyakit demam tifoid pada

manusia yaitu infeksi saluran pencernaan yang ditandai dengan demam

tinggi , gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran. Bakteri Salmonella

typhi masuk dalam saluran pencernaan akan menembus epitel illeosekal dan

bermultiplikasi dalam felikol limfoid intestinal. Kemudian mengikuti aliran

limfe memasuki sirkulasi darah menuju berbagai organ terutama hati dan

limpa. Selanjutnya kuman akan menginvasi hepar dan bermultiplikasi dalam

sel hepar (hepatosit). Di dalam sel, mikroba ini akan tinggal dalam vakuola

yang berikatan dengan membran sehingga terlindungi dari sel fagosit

(Lehner, 2001).

Kuman-kuman Salmonella typhi mencapai hati melalui sirkulasi portal

dari usus. Salmonella typhi bersarang di plaque pleyeri, limfe, hati dan

bagian-bagian lain dari sistem retikulo endotelial. Salmonella typhi dapat


2

menghasilkan endotoksin, endotoksin Salmonella typhi berperan dalam

patogenesis demam tifoid karena membantu proses terjadinya inflamasi

lokal pada jaringan tempat Salmonella typhi berkembang biak

(Corwin, 2000).

Endotoksin adalah toksin yang merupakan bagian integral dari dinding

sel bakteri Gram negatif. Banyak pendapat bahwa peningkatan enzim

transaminase ini disebabkan banyak faktor salah satunya endotoksin. Oleh

sebab itu, pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien infeksi

Salmonella typhi adalah pemeriksaan enzim transaminase (SGOT dan

SGPT) oleh karena proses peradangan sel-sel hati, enzim transaminase

(SGOT dan SGPT) sering ditemukan meningkat (Depkes, 2006). Seperti

yang banyak diketahui SGOT dan SGPT adalah pemeriksaan laboratorium

untuk melihat fungsi hati.

Widal tes adalah tes serologi yang digunakan untuk mendeteksi

demam tifoid, untuk mengukur adanya antibodi yang ditimbulkan oleh

antigen O dan H Salmonella typhi. Prinsip tes widal adalah terjadi reaksi

aglutinasi antara antigen dengan antibodi (Widodo, D, 2007).

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang

Hubungan kadar pemeriksaan SGOT dan SGPT dengan titer widal pada

pasien infeksi Salmonella typhi Di Rumah Sakit Umum Daerah

Abunawas Kota Kendari.


3

1.2 Rumusan masalah

Apakah ada hubungan titer widal dengan kadar SGOT dan SGPT pada

pasien infeksi Salmonella typhi ?.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan titer widal dengan kadar SGOT dan SGPT

pada pasien infeksi Salmonella typhi.

1.3.2 Tujuan Khusus.

1. Untuk Mengetahui kadar SGOT dan SGPT pada pasien infeksi

Salmonella typhi.

2. Untuk mengetahui titer widal pada pasien infeksi Salmonella

typhi.

1.4 Manfaat penelitian

1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang bahaya demam

tifoid.

2. Memberikan gambaran nilai SGOT dan SGPT terhadap infeksi

Salmonella typhi.

3. Memberikan informasi bagi yang bekerja di Laboratorium Kesehatan.

1.5 Hipotesis Penelitian

Ho : Tidak terdapat hubungan titer widal dengan kadar SGOT dan SGPT

pada pasien infeksi Salmonella typhi.

Hi : Terdapat hubungan titer widal dengan kadar SGOT dan SGPT pada

pasien infeksi Salmonella typhi.


4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Demam Tifoid

Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang

disebabkan oleh Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di

berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan

subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan

penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta

standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah

(Simanjuntak,C.H, 2009).

Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di Dunia, sangat sulit

ditentukan karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum

klinis yang sangat luas. Data World Health Organization (WHO) tahun

2009, memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh

dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Demam tifoid di

Asia Selatan dan Tenggara termasuk China pada tahun 2010 rata-rata 1.000

per 100.000 penduduk per tahun. Demam tifoid tertinggi di Papua New

Guinea sekitar 1.208 per 100.000 penduduk pertahun. Di Indonesia masih

tinggi yaitu 358 per 100.000 penduduk pedesaan dan 810 per 100.000

penduduk perkotaan pertahun dengan rata-rata kasus pertahun 600.000 -

1.500.000 penderita (Nainggolan, R, 2011).


5

Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistematik akut yang disebabkan

oleh Salmonella typhi, dengan demam yang berkepanjangan (lebih dari satu

minggu), gangguan saluran cerna dan gangguan kesadaran. Angka kejadian

demam tifoid diketahui lebih tinggi pada Negara yang sedang berkembang

di daerah tropis. Di Indonesia sendiri, demam tifoid masih merupakan

penyakit endemik dan masih menjadi masalah kesehatan yang serius.

Demam tifoid erat kaitannya dengan higiene perorangan dan sanitasi

lingkungan (Depkes, 2006).

Demam tifoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri Salmonella typhi

yang memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan. Sumber utama

yang terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan bakteri penyebab

penyakit, ketika sedang sakit atau sedang dalam masa penyembuhan. Pada

masa penyembuhan, penderita masih mengandung Salmonella typhi di

dalam kantung empedu, sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan

menjadi karier sementara, sedang 2% yang lain akan menjadi karier dalam

waktu setahun. Sebagian besar karier tersebut merupakan karier intestinal

(intestinal type) sedangkan yang lain termasuk urinary type. Kekambuhan

ringan pada karier demam tifoid terutama pada karier jenis intestinal, sukar

diketahui karena gejalanya tidak jelas. (Prasetyo,2008).

2.2 Gambaran Epidemologi Demam Tifoid

Tifoid terdapat di seluruh dunia, terutama di Negara-negara yang

sedang berkembang di daerah tropis. Penyakit ini telah ada sejak beberapa

abad yang lalu. Sebagai gambaran dapat kita simak kejadian Jamestown
6

Virginia USA, dimana di laporkan lebih 6000 kematian akibat wabah tifoid

pada periode 1607 s/d 1624 .Demikian juga pada peperangan di Afrika

selatan akhir abad 19, dimana pihak Inggris telah kehilangan 13.000 serdadu

akibat tifoid. Padahal kematian akibat peperangan itu sendiri hanya 8000

serdadu. Sampai awal abad 21 ini tifoid ini masih eksis, di perkirakan 17

juta kasus pertahun dengan kematian sekitar 600.000 kasus. Case Fatality

rates berkisar 10% dan menurun sampai 1% bila mendapat pengobatan yang

adekuat. Di Indonesia, tifoid jarang dijumpai secara epidemis tetapi secara

endemis dan banyak dijumpai di kota-kota besar. Tidak ada perbedaan yang

nyata insiden tifoid pada pria dan wanita. Insiden tertinggi di dapatkan pada

remaja dan dewasa muda. Simanjuntak (1990) mengemukakan bahwa

insiden tifoid di Indonesia masih sangat tinggi berkisar 350-810 per100.000

penduduk. Demikian juga dari telaah kasus demam tifoid di rumah sakit

besar di Indonesia, menunjukan angka kesakitan cenderung meningkat

setiap tahun dengan rata-rata 500/100.000 penduduk. Angka kematian di

perkirakan sekitar 0,6-5% sebagai akibat dari keterlambatan pengobatan

(Depkes, 2006)

2.3 Tinjauan Umum Tentang Salmonella typhi

Salmonella typhi bakteri gram negatif, berflagela, bersifat anaerobik

fakultatif, tidak berspora, berkemampuan untuk invasi, hidup dan

berkembang biak di dalam sel eukariotik. Di samping itu mempunyai

beberapa antigen O, antigen H, dan antigen Vi (Koneman, dkk, 1992).


7

Salmonella typhi memiliki kombinasi karakteristik yang

menjadikannya patogen yang efektif. Mikroorganisme ini memproduksi dan

mengekresikan protein yang disebut invasin yang memberi jalan pada sel

non-fagosit yang memiliki kemampuan hidup secara intraseluler. Selain itu

Salmonella typhi juga memiliki kemampuan hidup secara intraseluler,

Salmonella typhi juga memiliki kemampuan menghambat tekanan oksidatif

leukosit, yang menjadikan sistem respon imun manusia menjadi tidak

efektif. Salmonella typhi kemudian berkembang menjadi demam typoid

( Muliawan, 1999).

2.3.1 Morfologi Salmonella typhi:

Kuman berbentuk batang, tidak berspora, pada pewarnaan gram

bersifat gram negatif ,ukuran 1-3,5 um x 0,5-0,8 um, besar koloni rata-

rata 2- 4 mm, mempunyai flagel peritrikh (Syahrurachman, dkk,1993).

2.3.2 Fisiologi:

Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada

suhu 15 - 41C (suhu pertumbuhan optimum 37,5C) dan pH

partumbuhan 6-8. Pada umumnya isolate kuman Salmonella di kenal

dengan sifat-sifat: gerak positif, reaksi fermentasi terhadap manitol

dan sorbitol positif dan memberikan hasil negatif pada reaksi indol

(Syahrurachman, dkk, 1993).

2. 3.3 Daya Tahan Salmonella Typhi

Bakteri Salmonella typhi mati pada suhu 56C juga pada

keadaan kering. Dalam air bias tahan selama 4 minggu. Hidup subur
8

pada medium yang mengandung garam empedu , tahan terhadap zat

warna hijau brillian dan senyawa natrium tetrationat, dan natrium

deoksikholat. Senyawa-senyawa ini menghambat pertumbuhan kuman

coliform sehingga senyawa-senyawa tersebut dapat dipergunakan di

dalam media untuk isolasi bakteri Salmonella dari tinja

( Syahrurachman, dkk, 1993).

2.3.4 Klasifikasi Salmonella sp.

Klasifikasi bakteri Salmonella sp, sangat kompleks biasanya

diklasifikasikan menurut dasar reaksi biokimia, serotype yang di

identifikasikan menurut struktur antigen O,H, dan Vi yang spesifik.

Menurut reaksi biokimianya, Salmonella sp dapat diklasifikasikan

menjadi 3 spesies yaitu Salmonella typhi, Salmonella enteretidis, dan

Salmonella cholerasuis di sebut bagan Kauffman-white. Berdasarkan

serotipenya di klasifikasikan menjadi empat serotype yaitu Salmonella

paratyphi A (Serotipe group A), Salmonella paratyphi B (serotipe

group B), Salmonella paratyphi C (serotipe group C) Salmonella

paratyphi D ( serotipe D) (Jawetz, 2005).

Klasifikasi Salmonella sp (Muliawan, 1999).

Kingdom : Plantea

Filum : Proteobacteria

Kelas : Gamma proteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Family : Enterobacteriaceae
9

Genus : Salmonella

Spesies : S.typhi, S.enteretidis, S.cholerasuis

2.4 Metode Pemeriksaan Demam Tifoid

Ada beberapa metode pemeriksaan demam tifoid antara lain yaitu:

2.4.1 Kultur

Diagnosis pasti penyebab demam tifoid yaitu dengan melakukan

isolasi bakteri Salmonella typhi, paratyphi A,B, dan C dari spesimen

yang berasal dari darah, urin, feses penderita demam tifoid.

Pengambilan specimen darah sebaiknya dilakukan minggu

pertama timbulnya penyakit, karena kemungkinan untuk positif

mencapai 80-90%, khusus untuk pasien yang belum mendapat terapi

antibiotik. Pada minggu ketiga kemungkinan untuk mencapai positif

menjadi 20-25% dan minggu keempat hanya mencapai 1-15%.

2.4.2 Uji widal

Uji ini dilakukan dengan membuat serangkaian pengeceran serum

penderita yang kemudian direaksikan dengan antigen spesifik yang

berasal dari Salmonella. Hasil uji diinterpretasikan sebagai berikut.

a. Titer O yang tinggi atau kenaikan titer yang tinggi (1:160 atau

lebih) menunjukan dugaan terjadi infeksi aktif Salmonella typhi.

b. Titer H yang tinggi (1:160: atau lebih) menunjukan bahwa

penderita pernah terinfeksi atau divaksinasi.


10

2.4.3 Tubex RTF

Pemeriksaan anti salmonella typhi IGM dengan reagen anti

Tubex RTF sebagai solusi pemeriksaan yang sensitif, spesifik, dan

praktis untuk mendeteksi penyebab demam akibat infeksi bakteri

Salmonella typhi. Pemeriksaan anti Salmonella typhi IGM dengan

reagen anti Tubex RTF dilakukan untuk mendeteksi antibodi terhadap

lipopolisakarida yang sangat spesifik terhadap bakteri Salmonella typhi.

Pemeriksaan ini sangat bermanfaat untuk mendeteksi infeksi akut lebih

dini dan senesitif, karena antibodi IgM muncul paling awal yaitu setelah

3-4 hari terjadi demam.

2.4.4 Metode Enzym Linked Imunosorbant Assay (ELISA)

Uji Enzym Linked Imunosorbant Assay (ELISA) dipakai untuk

melacak antibodi IgG, IgM,IgA terhadap antigen LPS, antibody IgG

terhadap antigen flagela d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi

Salmonella typhi.

2.4.5 Metode dipstick

Uji serologis dengan pemeriksaan dipstick dikembangkan di

Belanda dimana dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap

antigen LPS S.typhi dengan menggunakan membran nitroselulosa yang

mengandung antigen Salmonella typhi sebagai pita pendeteksi dan

antibodi IgM anti-human immobilized sebagai reagen control. Metode

ini mempunyai sensitif sebesar 65% bila dibandingkan dengan kultur

darah. (Lubis,1990).
11

2.5 Pengobatan Untuk Demam Tifoid

Pengobatan antibiotik yang efektif dapat mengurangi angka kematian.

Antibiotik khloramfenikol masih dipakai sebagai obat standar. Untuk

bakteri Salmonella typhi yang sensitif terhadap khloramfenikol, antibiotik

ini memberikan efek klinis yang paling baik dibandingkan obat lain.

Obat-obat lain seperti ampisilin, amoksisilin, dan trimetoprim-

sulfametoksasole dapat dipergunakan untuk pengobatan demam tifoid

dimana bakteri penyebab demam tifoid telah resisten terhadap

khloramfenikol ( Syahrurachman dkk,1993).

2.6 Tinjauan Umum Fungsi hati

Hati adalah organ sentral dalam metabolisme tubuh. Walaupun hanya

membentuk 2% dari berat tubuh total hati menerima 1500 ml darah/menit,

atau sekitar 28% dari curah jantung agar dapat melaksanakan fungsinya.

Hati terdiri dari dua jenis sel utama yaitu Hepatosit yang aktif secara

metabolisme dan berasal dari epitel, dan sel kupffer yang bersifat fagositik

dan merupakan bagian dari sistem retikuloendotel (sacher, dkk,1994).

Organ hati merupakan organ yang kompleks yang berfungsi sebagai

sentral dalam metabolisme karbohidrat, lemak,dan protein (Hastuti,T.2008).

Dalam metabolisme karbohidrat hati memiliki fungsi sebagai berikut:

menyimpan glukosa, mengubah galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa,

glukoneogenesis dan membentuk banyak senyawa kimia yang penting dari

hasil perantara metabolisme karbohidrat. Walaupun beberapa metabolisme

lemak dapat terjadi di semua sel tubuh, aspek metabolisme lemak tertentu
12

terutama terjadi di hati. Beberapa fungsi spesifik hati dalam metabolisme

lemak adalah: kecepatan oksidasi beta asam lemak yang sangat cepat untuk

mensuplai energi bagi fungsi tubuh yang lain pembentukan sebagian besar

lipoprotein dan pembentukan sejumlah besar kolesteron dan fospolipid.

Selain itu hati mempunyai peranan yang cukup penting dalam metabolisme

protein yaitu: deaminasi asam amino, pembentukan amoniak dari cairan

tubuh, pembentukan protein plasma dan introkonvensi di antara asam amino

yang berbeda demikian juga dengan ikatan penting lainnya untuk proses

metabolisme tubuh (Syafaiyah,2008).

Hati menerima semua darah yang datang dari usus melalui vena

porta dan akan menyimpan dan mengubah bahan-bahan makanan yang

diterima vena porta. Selanjutnya bahan-bahan tersebut di kirim kedalam

darah sesuai kebutuhan. Hati juga akan menjaga tubuh khususnya otak

terhadap zat-zat racun yang tak terelakkan diabsorsi melalui usus

(detoksifikasi). Bakteri dan protein bakteri yang memasuki sistim vena porta

melalui dinding usus akan dimakan oleh sel kupffer dalam hati

(Herdin W,dkk 1992).

Hati terbagi atas dua belahan utama, kiri dan kanan. Permukaan atas

berbentuk cembung dan terletak di bawah diagfragma kemudian permukaan

bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan, fisura transverses.

Permukaannya dilintasi oleh berbagai pembuluh darah yang masuk-keluar

hati (Pearce,2002.).
13

Hati terletak dibelakang tulang iga (kosta) dalam rogga abdomen

daerah kanan atas. Hati memiliki berat 1500 gram, dan dibagi menjadi 4

lobus. Setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan tipis jaringan ikat yang

membentang ke dalam lobus itu sendiri membagi masa hati menjadi unit-

unit yang lebih kecil yang disebut lobus (Smeltzer, 2002).

Di Indonesia penyakit hati sering ditemukan dalam praktek dokter

sehari-hari. Gejala-gejala yang dianggap disebabkan oleh penyakit hati

yaitu: rasa sakit didaerah sekitar hati, pembekakan abnormal di kuadran

kanan atas abdomen ikterus, adanya gejala-gejala ini yang mengarahkan

pikiran ke penyakit hati. Hati terletak ditempat strategis diantara vena porta

dan vena cava inferior. Semua darah yang datang dari vena-vena usus halus

yang penuh dengan bahan-bahan makanan dan kadang-kadang juga

mengandung bahan-bahan toksin (Herdin w, dkk.1992).

Fungsi hati adalah sebagai berikut:

1. Ikut mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, karena semua cairan

dan garam akan melewati hati sebelum ke jaringan ekstraseluler

lainnya.

2. Hati ikut mengatur volume darah.

3. Sebagai alat saringan (filter). Semua makanan dan berbagai macam

substansi yang telah diserap oleh intestin akan dialirkan ke organ

melalui sistem portal.

4. Menetralkan racun yang masuk ke dalam tubuh dan membunuh bibit

penyakit (Hadi, 2002).


14

Karena hati mempunyai multi fungsi yang berkaitan dengan

metabolisme, maka tes faal hati meliputi berbagai tes antara lain kimia klinik,

imunologi, seperti petanda tumor dan lain-lain. Beberapa tes kimia klinik

untuk tes faal hati antara lain ;

1. Aspartat Aminotransferase (AST) yang disebut SGOT (Serum Glutamic

Oxaloasetic Transaminase), di temukan dalam sitoplasma dan

mitokondria sel hati, jantung, otot skelet, ginjal, pankreas. Pada

kerusakan sel-sel tersebut AST dalam serum akan meninggi.

2. Alanin Aminotransferase (ALT) yang juga disebut SGPT (Serum

Glutamic Pyruvic Transaminase ), terdapat di sitoplasma sel hati, dan

sedikit di sel ginjal, sel jantung dan otot skelet. Pada kerusakan sel hati

ALT meninggi didalam serum sehingga merupakan indikator kerusakan

sel hati.

3. Phosphatase Alkalis atau Alkaline Phosphatase (ALP)

ALP, didapatkan di hati, tulang, ginjal, usus, dan plasenta. Pada orang

dewasa kadar tinggi terutama di hati, tulang,usus, dan plasenta pada

waktu trimester kehamilan.

Tujuan tes untuk menentukan lesi lokal di hati.

4. Gamma Glutamil Transferase (GGT)

GGT aktif dalam transfer asam amino melalui dinding sel di

tubulirenalis, hati, sel epitel bilier, pankreas, prostat, limfosit, otak dan

testis.
15

5. Bilirubin.

Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan sel darah

merah oleh hati. Tingginya kadar bilirubin sering dijumpai pada

penyakit hati akut (hepatitis akut), anemia hemolitik, batu empedu

(H. Hardjoeno, 2003).

2.7 Tinjauan Tentang SGOT dan SGPT

Salah satu pemeriksaan penunjang pada pasien infeksi Salmonella

typhi adalah SGOT dan SGPT. Oleh karena proses peradangan sel-sel hati

enzim transaminase (SGOT dan SGPT) sering ditemukan meningkat. SGOT

dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali

normal setelah sembuhnya. Banyak pendapat mengatakan bahwa

peningkatan enzim transaminase disebabkan banyak faktor salah satunya

endotoksin Salmonella typhi (Depkes,2006).

Pemeriksaan SGOT dan SGPT merupakan pemeriksaaan yang sangat

umum digunakan untuk mendeteksi kerusakan hati seperti mengetahui

terjadinya toksisitas pada hati atau perubahan arsitektur membran sel-sel

hati ( Hastuti, T, 2008).

2.7.1 SGOT

SGOT singkatan dari Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase,

sebuah enzim yang secara normal berada di sel hati dan organ lain. SGOT

dikeluarkan kedalam darah ketika hati rusak. Level SGOT darah kemudian

dihubungkan dengan kerusakan sel hati, seperti serangan virus hepatitis.

SGOT juga disebut aspartate aminotransferase (AST). SGOT sering


16

ditemukan dalam sitoplasma dan mitokondria sel hati, jantung, otot skelet,

ginjal, dan pankreas (Meyes, Dkk,1991).

Enzim AST (aspartat aminotransferase) merupakan enzim-enzim

transaminase yang sangat umum digunakan untuk mendeteksi kerusakan

hati seperti mengetahui terjadinya toksisitas pada hati atau perubahan

arsitektur membran sel-sel hati ( Hastuti, T, 2008).

2.7.2 SGPT

SGPT adalah singkatan dari Serum Glutamic Piruvic Transaminase,

enzim ini banyak terdapat di hati. Dalam uji SGPT, hati dapat dikatakan

rusak bila jumlah enzim tersebut dalam serum lebih besar dari kadar

normalnya. SGPT terdapat terutama disitoplasma sel hati, di sel ginjal, sel

jantung,dan otot skelet. Enzim Alanin Aminotransferase (ALT) yang sering

digunakan dalam diagnosis klinik kerusakan sel hati (Meyes, Dkk,1991).

SGPT paling banyak ditemukan dalam hati, sehingga untuk

mendeteksi penyakit hati, SGPT dianggap lebih spesifik dibanding SGOT.

Peningkatan kadar SGPT akan terjadi jika adanya pelepasan enzim secara

intraseluler ke dalam darah yang disebabkan nekrosis sel-sel hati atau

adanya kerusakan hati secara akut (Wibowo, dkk, 2008 ).

Enzim ALT (alanin aminotransferase) lebih spesifik untuk hati karena

proporsinya paling banyak berada pada organ hati dibandingkan organ

tubuh lainnya ( Hastuti, T, 2008).


17

2.8 Kerangka Konseptual

Hasil pemeriksaan
SGPT
Titer widal

Hasil pemeriksaan
SGOT

KET : -Variabel bebas :

- Variabel terikat :
18

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh penyusun adalah Deskriptif

analitik. Untuk mengetahui hubungan kadar SGOT dan SGPT dengan titer

widal pada pasien infeksi Salmonella typhi.

3.2 Desain penelitian

Tabel 3.1 Desain Penelitian.

Titer Kadar Nilai rujukan

NO Kode widal

Sampel O H SGOT SGPT Widal SGPT SGOT

1 X1

2 X2
Negatif: Perempuan Perempuan

3 X3 Tidak tejadi < 23 U/L < 21 U/L

aglutinasi
4 X4

5 X5

30 X30

Keterangan : X1,X2,X3,X4,X30= Kode Sampel


19

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Yang menjadi populasi dalam penelitian ini pasien demam tifoid di

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Abunawas Kendari Provinsi

Sulawesi Tenggara sebanyak 396 dengan jumlah pasien yang

melakukan pemeriksaan laboratorium sebannyak 4632 berdasarkan

data tahun terakhir (2012).

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian ini yaitu darah pasien dengan hasil pemeriksaan

widal positif dan dilanjutkan dengan pemeriksaan SGPT dan SGOT di

Rumah Sakit Umum Daerah Abunawas Kendari Provinsi Sulawesi

Tenggara.

3.3.3 Kriteria sampel

Umur: 5 - 60 tahun.

Jenis kelamin: Perempuan.

3.3.4 Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini berdasarkan pasien

yang berkunjung ke Rumah Sakit Umum Daerah Abunawas Kota

Kendari Provinsi Sulawesi tenggara yang melakukan pemeriksaan

widal.

Dengan persamaan rumus Estimasi proporsi yaitu :

Z.P.Q
n=
(d)
20

Keterangan :

Z : Nilai standar untuk 0,05 = 1,96

P : Proporsi variable = 0,085

Q : 1- P = 1 -0,06 = 0,915

d : tingkat ketepatan absolute yang dikehendaki = 0,1

1,96.0,085.0,915
Jadi, n= = 29,87 dibulatkan jadi 30..
0,1

3.4 Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini, variable dibagi menjadi dua bagian yaitu :

3.4.1 Variabel bebas (Independent) yaitu titer widal.

3.4.2 Variabel terikat (Dependent) yaitu kadar SGOT dan SGPT pada pasien

infeksi Salmonella typhi di Rumah Sakit Umum Daerah Abunawas

Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara.

3.5 Waktu dan Tempat Penelitian

3.5.1 Waktu

Penelitian akan dilakukan pada bulan Juni 2013.

3.5.2 Tempat

Pemeriksaan sampel akan dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah

Abunawas Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara.

3.6. Definisi Operasional

Definisi operasional mencakup pengertian-pengertian atau batasan-

batasan yang digunakan untuk mendapatkan data serta memudahkan dalam

menganalisa data yang berhubungan dengan penarikan kesimpulan.

Beberapa definisi tersebut sebagai berikut :


21

1. Salmonella typhi adalah penyebab penyakit demam typoid pada manusia

yaitu infeksi saluran pencernaan yang ditandai dengan demam tinggi ,

gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran.

2. titer widal Positif :

20 l (serum) 40 l(antigen) = Positif aglutinasi 1/80.

10 l (serum) 40 l (antigen) = Positif aglutinasi 1/160.

5 l (serum) 40 l (antigen) = Positif aglutinasi 1/320.

3. Uji widal adalah pemeriksaan serologi untuk mendeteksi kenaikan kadar

antibodi terhadap antigen Salmonella typhi dan menentukan adanya

antigen spesifik Salmonella typhi.

4. SGOT adalah enzim transaminase sering disebut juga AST (Asapartat

Amino Transferase) yang dalam keadaan normal berada dalam jaringan

tubuh dan hati.

5. SGPT adalah enzim transaminase sering disebut juga ALT

(Alanin Aminotransferase) yang dalam keadaan normal berada dalam

jaringan tubuh dan hati.

3.7 Alat dan Bahan

3.7.1 Alat yang digunakan :

1. Clinipette 100 l dan 1000 l.

2. Spektrofotometer

3. objek glass.

4. Rak tabung.

5. Spoit 3 ml.
22

6 Sentrifuge.

7. Tabung reaksi.

8. Tips biru dan kuning.

9.Tourniquet.

3.7.2 Bahan yang digunakan untuk pemeriksaan widal:

1. Alkohol 70%.

2. Kapas.

3.. Plester

4.Reagen widal(Tydal)

5. Sampel penderita demam tifoid (serum).

3.7.3. Bahan yang digunakan untuk pemeriksaan SGOT dan SGPT :

1 Sampel penderita demam tifoid (serum).

2. Pereaksi SGOT, terdiri dari :

1.Tris buffer pH 7,8 80 mmol/L.

2. L-aspartate 240 mmol/L

3. 2-okisogglutarat 12 mmol/L

4. NADH 0,18 mmol/L

5.LDH 6 KU/L

3. Pereaksi SGPT, terdiri dari :

1. Tris buffer pH 7,5 100 mmol/L

2. L alanin 500 mmol/L

3. 2 oksoglutarat 15 mmol/L

4. NADH 0,18 mmol/L


23

5. LDH 12 KU/L

3.8 Prosedur Penelitian

3.8.1 Pengambilan darah vena

1. Dipilih pembuluh darah pada lipat siku yang paling jelas.

2. Area vena didensinfeksi dengan kapas alkohol.

3. Tourniquet di atas bagian vena disertai pengepalan tangan pasien

membantu penampakan vena.

4. Jarum spoit ditusuk dalam ke vena, posisi lubang jarum menghadap

keatas dengan sudut 15-30.

5. Tourniquet dilepas setelah darah mengalir.

6. Jarum dilepaskan perlahan-lahan, diplester bagian vena dan lepas

setelah 15 menit.

7. Darah dipindahkan dari spoit ke dalam tabung.

8. Darah kemudian disentrifuge 3000 rpm selama 10 menit untuk

memperoleh serum.

3.8.2. Prosedur kerja uji widal :

Metode Slide:

1. Disiapkan kit antigen yang berisi antigen O dan H.

2. Disiapkan 2 slide kemudian diberi tanda O dan tanda H.

3. Dipipet serum sebanyak 20l pada masing-masing slide.

4. Pada masing-masing slide ditambahkan 40 l suspensi antigen

setelah disebelah tetesan serum.


24

5. Serum dan suspensi antigen diaduk selama 5 detik

6.Campuran dihomogenkan selama 1 menit, kemudian diamati

hasilnya.

7. Intepretasi hasil

Negatif : Tidak terjadi aglutinasi

Positif : 20 l (serum) 40 l(antigen) = Positif aglutinasi 1/80

10 l (serum) 40 l (antigen) = Positif aglutinasi 1/160

5 l (serum) 40 l (antigen) = Positif aglutinasi 1/320.

3.8.3 Pemeriksaan SGOT

A. Pra analitik

1. Persiapan pasien : tidak memerlukan persiapan khusus.

2. Persiapan sampel: Serum.

3. Metode pemeriksaan : Kinetik-IFCC (International Federation

of Clinikal Chemistry).

4. Prinsip Reaksi SGOT

L-Aspartat bereaksi dengan 2-oksoglutarat dengan bantuan

enzim AST membentuk oksaloasetat dan L-glutamat.

Oksaloasetat yang terbentuk akan mereduksi NADH dengan

bantuan enzim Malat De Hidrogenase (MDH) membentuk

L-Malat dan NAD. Aktivitas katalik AST ditentukan dengan

mengukur penurunan absorban pada panjang gelombang 340

nm, diukur pada fotometer 4010.


25

B. Analitik

Prosedur kerja yang digunakan:

1. Pipet kedalam tabung sebanyak 100 l serum.

2. Tambahkan 1000 l larutan pereaksi.

3. Campur sampai homogen.

4. Inkubasi selama 1 menit.

5. Baca pada Spektrofotometer pada panjang gelombang 340 nm.

C. Pasca Analitik

Nilai rujukan :

Perempuan : < 31 U/L

Laki-laki : < 33 U/L

3.8.4 Pemeriksaan SGPT

A. Pra analitik

1. Persiapan pasien : tidak memerlukan persiapan khusus.

2. Persiapan sampel : Serum.

3. Metode pemeriksaan : Kinetik-IFCC (International Federation

of Clinikal Chemistry).

4. Prinsip reaksi SGPT

L-alanin bereaksi dengan 2-oksoglutarat dengan bantuan

enzim ALT membentuk piruvat dan L-glutamat. Piruvat yang

terbentuk akan mereduksi NADH dengan bantuan enzim lakta De

Hidrogenase (LDH) membentuk L-laktat dan NAD+. Aktifitas


26

katalitik ALT ditentukan dengan mengukur penurunan absorban

pada panjang gelombang 340 nm pada spektrofotometer.

B. Analitik

Prosedur cara kerja yang digunakan:

1. ipipet kedalam tabung sebanyak 100 l serum.

2. Ditambahkan 1000 l larutan pereaksi.

3. Dicampur sampai homogen.

4. Diinkubasi selama 1 menit.

5. Dibaca pada Spektrofotometer pada panjang gelombang 340

nm.

C. Pasca Analitik

Nilai rujukan :

Perempuan : < 32 U/L

Laki-laki : < 37 U/L


27

3.9 Kerangka Operasional

3.9.1 pengambilan darah vena

Lengan Pasien

Pasang

Tourniquet

disinfeksi

Alkohol 70 %

di lakukan tusuk dengan

Penusukan pada Jarum spoit


lengan
keluar

Darah

Ditarik

Jarum spoit

Disimpan dalam

Tabung

Sentrifus

Serum
28

3.9.2 Uji widal

Uji widal

dihomogenkan di homogenkan

20 l serum + 40 l 20 l serum + 40 l
antigen O antigen H

diamati

Hasil

3.9.3 Pemeriksaan SGOT

100 l serum

Di pipet ke dalam
Tabung

Tambahkan

1000 l Larutan Pereaksi SGOT

Campur Sampai
Homogen

Di baca pada

Spektrofotometer
dengan panjang
gelombang 340
nm
29

3.9.4 Pemeriksaan SGPT

100 l serum

Di pipet ke dalam
Tabung

Tambahkan

1000 l Larutan Pereaksi SGPT

Campur Sampai

Homogen

Di baca pada

Spektrofotometer
dengan panjang
gelombang 340
nm

3.10 Analisis Data

3.10.1 Jenis Data

Jenis data yaitu yang digunakan dalam penelitian ini terdiri

dari dua yaitu :

a. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari tempat

pengujian, meliputi : hasil pemeriksaan kadar SGOT dan SGPT

pada pasien infeksi Salmonella typhi.


30

b. Data sekunder yaitu data dari sumber-sumber penelitian yang

relevan di Rumah Sakit Umum Daerah Abunawas Kota Kendari

Provinsi Sulawesi Tenggara.

3.10.2 Pengambilan Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini meliputi hasil

pemeriksaan kadar SGOT dan SGPT dan titer widal pada pasien

infeksi Salmonella typhi.

3.10.3 Pengolahan Data

Data yang diperoleh dianalisa secara manual Deskriptif

analitik.

3.10.4 Penyajian Data

Data yang telah dianalisa disajikan dalam bentuk tabel

kemudian dijelaskan dengan narasi.


31

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan titer widal

dengan kadar SGOT dan SGPT pada pasien infeksi Salmonella typhi di

RSUD Abunawas kota Kendari. Dari penelitian yang telah dilakukan

diperoleh hasil sebagai berikut :

Untuk melihat hubungan antara titer widal dengan kadar SGOT pada

pasien infeksi Salmonella typhi dapat dilihat pada tabel 4.1 hubungan antara

titer widal dengan kadar SGOT .

Tabel 4.1 Hubungan antara titer widal dengan kadar SGOT pada pasien
infeksi Salmonella typhi.
Correlations
SGOT WIDAL

SGOT 1.000 .465


Pearson Correlation
WIDAL .465 1.000

SGOT . .005
Sig. (1-tailed)
WIDAL .005 .

SGOT 30 30
N
WIDAL 30 30

Berdasarkan tabel 4.1 diatas terdapat hubungan antara titer widal

terhadap kadar SGOT, hal ini dapat dilihat dari hasil analisis berdasarkan nilai

signifikan widal terhadap kadar SGOT sebesar 0,005 yang jauh dibawah dari

0,05 sebagai nilai taraf kepercayaannya.


32

Untuk melihat hubungan antara titer widal dengan kadar SGPT pada

pasien infeksi Salmonella typhi dapat dilihat pada tabel 4.2 hubungan antara

titer widal dengan kadar SGPT

Tebel 4.2 Hubungan titer widal dengan kadar SGPT pada pasien infeksi
Salmonella typhi
Correlations

SGPT WIDAL

SGPT 1.000 .442


Pearson Correlation
WIDAL .442 1.000
SGPT . .007
Sig. (1-tailed)
WIDAL .007 .
SGPT 30 30
N
WIDAL 30 30

.
Berdasarkan tabel 4.2 diatas terdapat hubungan antara titer widal

terhadap kadar SGPT, hal ini dapat dilihat dari hasil analisis berdasarkan nilai

signifikan widal terhadap kadar SGPT sebesar 0,007 yang jauh dibawah dari

0,05 sebagai nilai taraf kepercayaannya.

Data yang diperoleh selanjutnya di uji statistik menggunakan metode

analisis regresi taraf signifikan 5% (< 0,05) ( tabel 4.3). Berikut ini adalah

ringkasan hasil perhitungan ANOVA mengenai hubungan titer widal dengan

kadar SGOT dan SGPT pada pasien infeksi Salmonella typhi.

Tabel 4.3 Ringkasan hasil uji ANOVA hubungan titer widal dengan kadar
SGPT pada pasien infeksi Salmonella typhi
ANOVAa
Model Df F Sig.
Regression 1 7.731 .010b
28
29
.
33

Dari tabel 4.3 di ketahui bahwa F hitung sebesar 7,731 dengan tingkat

signifikan sebesar 0.010. Berdasarkan analisis tersebut terdapat hubugan antara

titer widal dengan kadar SGPT pada infeksi Salmonella typhi.

4.2 PEMBAHASAN

Salmonella typhi adalah penyebab penyakit demam tifoid pada

manusia yaitu infeksi saluran pencernaan yang ditandai dengan demam tinggi ,

gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran.

Telah dilakukan penelitian tentang hubungan titer widal dengan kadar

SGOT dan SGPT pada pasien infeksi Salmonella typhi dirumah sakit Umum

Daerah Abunawas Kota Kendari dengan tujuan pengaruh titer widal terhadap

kadar SGOT dan SGPT pada pasien infeksi Salmonella typhi.

Berdasarkan analisis hubungan titer widal dengan kadar SGOT pada

pasien infeksi Salmonella typhi diperoleh hasil yang signifikan yakni widal

terhadap SGOT sebesar 0,005 yang jauh di bawah dari nilai 0,05 sebagai nilai

taraf kepercayaannya

Sementara untuk analisis hubungan titer widal dengan kadar SGPT

pada pasien infeksi Salmonella typhi diperoleh hasil yang signifikan widal

teerhadap SGPT sebesar 0,007 yang jauh dibawah 0,05 sebagai nilai taraf

kepercayaannya.

. Hasil uji ANOVA hubungan titer widal dengan kadar SGOT dan

SGPT diperoleh nilai F hitung sebesar 7,731 dengan tingkat signifikan 0,010

sehingga Hipotesis 0 ( H0) ditolak dan hipotesis i ( Hi ) di terima. Hasil ini

menunjukan bahwa titer widal mempengaruhi kadar SGOT hal ini dapat
34

dijelaskan berdasarkan literature dimana infeksi Salmonella typhi dapat

mengakibatkan peningkatan kadar SGOT yang disebabkan oleh bakteri

Salmonella typhi.

Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan titer widal dengan kadar SGOT dan SGPT pada pasien infeksi

Salmonella typhi.

Peningkatan kadar SGOT dan SGPT pada pasien infeksi bakteri

Salmonella typhi disebabkan banyak faktor salah satunya endotoksin.

Endotoksin adalah toksin yang merupakan bagian integral dari dinding sel

bakteri Gram negatif, bakteri Salmonella typhi termasuk dalam jenis bakteri

gram negatif . Endotoksin Salmonella typhi berperan dalam patogenesis

demam tifoid karena membantu proses terjadinya inflamasi lokal pada jaringan

tempat Salmonella typhi berkembang biak yaitu pada organ hati.

Dalam keadaan normal kadar SGOT dan SGPT dalam darah selalu

rendah, karena itu jika di temukan kadar SGOT dan SGPT yang tinggi

melampaui batas normal terjadi kerusakan pada sel-sel hati.

Kadar SGOT dan SGPT pada pasien infeksi Salmonella typhi

seringkali meningkat akan tetapi akan kembali normal setelah mendapat

pengobatan.
35

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat

disimpulkan bahwa :

1. Berdasarkan hasil analisis terdapat hubungan titer widal dengan

kadar SGOT dan SGPT pada pasien infeksi Salmonella typhi.

2. Hasil analisis hubungan kadar SGOT pada pasien infeksi

Salmonella typhi diperoleh hasil yang signifikan widal terhadap

SGOT.

3. Hasil analisis hubungan kadar SGPT pada pasien infeksi

Salmonella typhi diperoleh hasil yang signifikan widal terhadap

SGOT.

4. Peningkatan kadar SGOT dan SGPT pada pasien infeksi

Salmonella typhi disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya

yaitu endotoksin Salmonella typhi.

5.2 Saran

1. Atas dasar hasil penelitian dan pembahasan perlu dilakukan pemeriksaan

penunjang SGOT dan SGPT pada pasien infeksi Salmonella typhi ,untuk

melihat seberapa besar kerusakan organ hati akibat bakteri Salmonella typhi.
36

You might also like