Professional Documents
Culture Documents
PEREMPUAN
DAN
PEMBANGUNAN NASIONAL INDONESIA
Oleh :
Vera A. R. Pasaribu, S.Sos., MSP.
segenap lapisan masyarakat dalam pembangunan harus makin meluas dan merata.
kepada semua masyarakat, kepada laki-laki maupun perempuan, kepada yang kaya
maupun yang miskin, tanpa adanya ketimpangan relasi Gender yang berbasis kekuasaan
seperti yang masih terus berlangsung saat ini. Hal ini terlihat dari minimnya akses
melakukan kegiatan reproduktif. Hal ini berdampak pada semakin kecilnya peran dan
tidak menjadi lebih baik dan jumlah perempuan miskin semakin bertambah. Oleh sebab
itu penulis berusaha melihat dan mengulas peranan dan posisi perempuan dalam
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis juga
menerima kritikan yang membangun bagi kesempurnaan karya ilmiah ini kedepannya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
Perspektif Gender 6
(Women in Development) 14
ii
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 38
4.1. Kesimpulan 38
4.2. Saran 39
DAFTAR PUSTAKA 41
iii
BAB I
PENDAHULUAN
mengandalkan kekuatan yang ada pada pemerintah ....... namun hasilnya tidak akan
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) Indonesia disebutkan bahwa partisipasi aktif
segenap lapisan masyarakat dalam pembangunan harus makin meluas dan merata.
pembangunan ini diinginkan oleh semua orang, tapi sebagai istilah, perkataan partisipasi
"sense of belonging") terhadap sarana atau prasarana yang dibangun. Dengan adanya
rasa memiliki ini pada gilirannya akan menghasilkan pembangunan yang berkelanjutan
(sustainability).
kepada semua masyarakat, kepada laki-laki maupun perempuan, kepada yang kaya
1
maupun yang miskin. Fakta yang ada sekarang justru pembangunan semakin
yang kaya, antara perempuan dengan laki-laki, antara kelompok yang berkuasa dengan
kelompok masyarakat biasa. Hal ini terlihat dari masih banyaknya masyarakat miskin
Gender yang berbasis kekuasaan yang berlangsung seperti ini. Hal ini berdampak pada
sehingga kualitas hidup perempuan tidak menjadi lebih baik dan jumlah perempuan
Berdasarkan data BPS pada Indonesia dalam Angka 2007 diperoleh jumlah
penduduk Propinsi Sumatera Utara sekitar 12,64 juta jiwa. Dari jumlah tersebut,
proporsi penduduk laki-laki dan perempuan hampir berimbang, yaitu 49,98 persen
perempuan dan sisanya 50,02 persen laki-laki. Dengan jumlah penduduk yang besar dan
proporsi penduduk menurut jenis kelamin yang berimbang, maka bila diikuti dengan
kualitas dan kemampuan yang baik antara laki-laki dan perempuan, akan menjadi
kedudukan, hak, peranan dan kesempatan serta kurangnya dukungan iklim sosial
2
dan budaya masyarakat. Dengan kata lain secara relatif kaum perempuan masih serba
ketinggalan dari pada laki-laki terutama dalam menghadapi tuntutan kemajuan dan
dapat secara aktif berperan serta dalam kehidupan ekonomi dan politik digunakan
Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) atau Gender Empowerment Measure (GEM). IDG
teknisi, pegawai dan manajer, serta persentase perempuan dibandingkan laki-laki dalam
ketenagakerjaan.
Sampai dengan tahun 2002, IDG di Indonesia baru mencapai 54,6. Artinya,
sumbangan perempuan dalam perolehan pendapatan masih sangat rendah, bahkan bila
atas yang tidak/belum pernah sekolah jumlahnya dua kali lipat penduduk laki-laki
(11,56 persen berbanding 5,43 persen). Penduduk perempuan yang buta huruf sekitar
12,28 persen, sedangkan penduduk laki-laki yang buta huruf sekitar 5,84 persen. Pada
tahun 2000, angka kematian ibu melahirkan masih tertinggi di ASEAN, yaitu 307 per
100.000 kelahiran hidup. Prevalensi anemia gizi besi pada ibu hamil juga masih tinggi
yaitu sekitar 50,9 persen Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001. Berdasarkan
Susenas 2003, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan masih relatif
rendah yaitu 44,81 persen, dibandingkan dengan laki-laki (76,12 persen). Di bidang
3
politik, meskipun Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu
legislatif, yaitu keterwakilan perempuan di DPR hanya 11,6 persen dan di DPD hanya
19,8 persen (data Komisi Pemilihan Umum). Pada tahun 2003, rendahnya keterlibatan
perempuan dalam jabatan publik juga dapat dilihat dari rendahnya persentase
perempuan PNS yang menjabat sebagai Eselon I, II, dan III (12 persen). Sementara itu,
peran perempuan di lembaga judikatif juga masih rendah, yaitu masing-masing sebesar
16,2 persen dan 3,4 persen sebagai hakim di Peradilan Umum dan di Peradilan Tata
Usaha Negara, serta 17 persen sebagai Hakim Agung pada tahun 2000 (data Badan
Bertitik tolak dari kondisi tersebut, maka perempuan perlu ditingkatkan kualitas
dan kemandiriannya sehingga perempuan dapat menjadi mitra sejajar laki-laki yang
harmonis yang tidak saja berperan dalam keluarga tetapi juga dalam pembangunan
secara global.
4
1.2. Tujuan Penulisan
Uraian tersebut di atas adalah salah satu bentuk dari upaya pemberdayaan kaum
perempuan di Indonesia, agar lebih kritis dan tanggap terhadap hak dan kewajibannya
baik di rumah tangga maupun di tempat kerja. Atas dasar itu maka tujuan dari penulisan
ini adalah untuk mengetahui dan memahami sejauh mana peranan dan hambatan yang
5
BAB II
diharapkan yaitu terwujudnya keadilan dan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki
perempuan hanya sebagai ibu rumah tangga, sehingga mengurangi hak dan kesempatan
perempuan tersebut antara lain pada bidang pendidikan, kesehatan, partisipasi di sektor
(perguruan tinggi) yang dianggap banyak pihak paling sesuai untuk perempuan. Padahal
beberapa landasan hukum seperti Pasal 27 dan 28 UUD 1945, UU No. 7 tahun 1984
6
tentang Ratifikasi CEDAW, UU No. 43 tahun 1998 tentang PNS, UU No. 12 tahun
2003 tentang Pemilu, telah memberikan jaminan atas partisipasi yang setara antara laki-
peningkatan, tetapi APS perempuan terutama pada pendidikan tinggi lebih kecil
Inpres No. 9 Tahun 2000 dan sebagainya, menyatakan bahwa pembangunan nasional
harus berperspektif gender, sebagai upaya konkrit untuk mewujudkan kesetaraan dan
bernegara. Untuk mencapai hal tersebut adalah melalui pemberdayaan perempuan guna
dalam pembangunan adalah membedakan konsep seks (jenis kelamin) dengan konsep
sosial yang menimpa perempuan, yang diakibatkan oleh perbedaan gender (gender
Adalah perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan. Secara biologis laki-
laki mempunyai ciri: memiliki penis, jakala, dan memproduksi sperma. Sedangkan
7
perempuan mempunyai alat reproduksi: rahim, sel telur, vagina, dan alat untuk
menyusui. Perbedaan ini bersifat permanen atau sering dikatakan sebagai kodrat.
Gender
Adalah hak dan kewajiban, kedudukan, tanggung jawab, serta peran laki-laki
maupun perempuan dalam suatu masyarakat yang terjadi akibat konstruksi sosial
tersebut.
Adalah suatu kondisi yang adil (equity) dan setara (equality) dalam hak,
kesempatan dan hubungan kerjasama antara laki-laki dan perempuan, dengan kondisi
Pengarusutamaan Gender
pelaksanaan, sampai dengan pengawasan dan evaluasi; guna memastikan laki-laki dan
perempuan sama-sama mempunyai akses terhadap partisipasi dalam, kontrol atas dan
8
Pemberdayaan Perempuan
Adalah usaha sistematis dan terencana untuk mencapai kesetaraan dan keadilan
Gender merupakan konsep yang sangat berbeda dengan sex (jenis kelamin).
Pembedaan laki-laki dan perempuan berdasarkan jenis kelamin hanya menunjuk pada
perbedaan biologis semata. Perbedaan secara biologis ini tidak dapat memasukkan
dinamika sosial budaya yang sangat bervariasi antar struktur sosial masyarakat. Konsep
gender berusaha menjawab hal ini. Gender merupakan pembedaan laki-laki dan
perempuan sebagai hasil konstruksi sosial yang membentuk identitas laki-laki dan
perempuan serta pola perilaku dan kegiatan yang menyertainya. Pengertian gender ini
memberikan ruang yang sangat dominan terhadap dinamika sosial budaya masyarakat
Sebagai hasil konstruksi sosial budaya, gender menjadi konsep yang dinamis
antara ruang dan waktu. Penelitian sejarah telah membuktikan bahwa konstruksi sosial
namun di lain waktu menjadi isu yang sangat menarik untuk diperdebatkan.
wajar dari perbedaan biologis. Secara biologis, laki-laki dan perempuan memang
berbeda. Untuk merubah perilaku sebagai akibat perbedaan biologis ini merupakan
suatu hal yang tidak mungkin. Perkembangan hasil-hasil penelitian ilmu sosial
menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan berbeda tidak hanya sekedar akibat dari
perbedaan biologis antara keduanya. Namun lebih dari itu, proses sosial dan budaya
9
Perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan tidak dapat secara
normal/alamiah terjadi. Tetapi karakteristik yang dimiliki, peran dan tanggung jawab
yang dibebankan pada mereka bisa berbeda-beda dari suatu masyarakat, budaya, dan
periode historis.
perempuan dan laki-laki atas dasar pembedaan yang diterimanya. Selama ini, dalam
masyarakat, peran, tugas dan pembagian kerja laki-laki dan perempuan diterapkan
secara ketat atas dasar karakteristik gender dan atribut-atributnya, dan bukan atas dasar
laki-laki umumnya tidak terlibat dalam urusan domestik dan rumah tangga.
Waktu luang mereka digunakan untuk terlibat dalam arena politik, kelompok
peran tersebut tidak dinilai setara dengan peran yang dilakukan oleh laki-laki, tidak
pendapatan. Pada taraf tertentu tiadanya pengakuan yang setara tersebut menyebabkan
kekerasan.
10
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa selain fungsi reproduksi (haid, hamil,
melahirkan, dan menyusui) yang merupakan hak prerogatif perempuan sebagai karunia
Tuhan YME, perempuan dan laki-laki secara sosial mempunyai potensi peran yang
Hal ini terjadi karena sifat, peran, kedudukan yang ada pada jenis kelamin tertentu
terjadi akibat proses sosial yang panjang, sehingga sering dianggap sebagai kodrat yang
mendidik dan merawat anak, menjaga kebersihan rumah, dan memasak seolah-olah
menjadi kodrat perempuan. Sedangkan laki-laki harus kuat secara fisik agar bisa
melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar dan dianggap lebih kuat dari perempuan. Padahal
salah satu pihak. Akan tetapi seringkali perbedaan ini menimbulkan ketidakadilan
gender, seperti: marginalisasi, subordinasi, steriotipe dan kekerasan, serta bias gender
berumur pendek, banyak kegiatan yang biasa dilakukan oleh perempuan digantikan
dengan alat yang dioperasikan oleh laki-laki, misalnya panen (dulu dengan ani-ani
11
Dengan Analisis Gender, maka ketidakadilan gender dapat diuraikan agar
struktur dan relasi yang tidak seimbang tersebut dapat diperbaiki, karena analisis gender
membantu :
melihat masalah tidak dalam isolasi (ruang vakum) tanpa mengaitkannya dengan
1. Teori Nurture
Menurut teori ini perbedaan laki-laki dan perempuan pada hakekatnya adalah
hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda.
Konstruksi sosial budaya selama ini menempatkan perempuan dan laki-laki dalam kelas
untuk persamaan dipelopori oleh kaum feminis internasional yang cenderung mengejar
persamaan dengan konsep sama rata, konsep ini kemudian dikenal dengan istilah perfect
equality. Perjuangan tersebut sulit tercapai karena berbagai hambatan dari nilai agama
dan budaya.
2. Teori Nature
Menurut teori nature, perbedaan laki-laki dan perempuan adalah kodrat yang
harus diterima. Perbedaan biologis memberikan dampak berupa perbedaan peran dan
12
tugas diantara keduanya. tedapat peran dan tugas yang dapat dipertukarkan, tetapi ada
pula yang tidak dapat dipertukarkan karena memang berbeda secara kodrat alamiah.
Perjuangan kelas tidak akan pernah mencapai hasil yang memuaskan, karena manusia
kehidupan sosial terdapat pembagian tugas sehingga teori ini melahirkan pemikiran
struktural fungsional yang menerima perbedaan peran asal dilakukan secara demokratis
3. Teori Keseimbangan
Selain dua teori yang bertolak belakang tersebut, terdapat teori yang berusaha
antara laki-laki dan perempuan namun menuntut perlunya kerjasama yang harmonis
antara keduanya.
hubungan antara laki-laki dan perempuan, dimana perempuan berada pada status yang
lebih rendah. Di Indonesia pendekatan gender telah diambil untuk peningkatan status
satu topik diskusi yang sangat menarik karena selama ini peran perempuan di dalam
sumberdaya, ekonomi, politik, sosial dan budaya agar perempuan dapat mengatur diri
13
dan meningkatkan rasa percaya diri untuk berperan dan berpartisipasi aktif dalam
diri.
pembangunan. Strategi ini menjadi strategi dominan di tahun 1970-an. Setelah PBB
perempuan berakar pada rendahnya kualitas sumberdaya kaum perempuan dan hal
tersebut mengakibatkan mereka tidak mampu bersaing dengan kaum lelaki dalam
Pada tahun 1980-an pemerintahan dunia ketiga, melalui dukungan dan tekanan
Gagasan ini telah melahirkan diskursus baru dalam teori dan kebijakan pembangunan
14
yang dikenal Women in Development atau yang lebih dikenal dengan WID. Jenis-jenis
sumberdaya atau ataupun tidak produktif, oleh karena itu perlu diciptakan proyek
reproduksi dan segenap pekerjaan domestik tidak dinilai. Akibat dari persoalan ini,
proyek yang dikembangkan justru dapat menambah beban kerja kaum perempuan.
Paham analisis yang lain adalah pendekatan efisiensi yakni pemikiran bahwa
perkataan lain pelibatan perempuan itu sendiri demi efisiensi pembangunan. Dengan
paham ini pula peran gender perempuan di sektor produksi dan reproduksi tidak
dengan faham liberal feminisme yakni kesempatan yang sama dan hak yang sama bagi
setiap individual.
Strategi ini muncul sebagai kritik dan reaksi dari strategi yang berfokus kepada
menimbulkan beban ganda , karena mereka tetap berposisi subordinatif. Oleh karena
itu strategi kedua ini lebih memfokuskan pada sistem struktur, ideologi, dan budaya
15
bersumber pada keyakinan gender. Bagi strategi kedua ini letak persoalannya
Dengan demikian yang menjadi agenda utama perjuangan perspektif ini tidak
pendekatan dimana perempuan dan laki-laki tidak lagi dilecehkan dan memikul beban
Kerja dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kerja produktif dan kerja
reproduktif merupakan kerja yang berhubungan dengan kegiatan rumah tangga serta
tidak menghasilkan pendapatan bagi keluarga. Pada masyarakat dengan basis pertanian,
perempuan terlibat dalam pekerjaan produktif seperti mengelola lahan dan ternak.
Selain itu, perempuan memiliki tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan reproduktif
seperti mengasuh anak, memasak, mencuci dan sebagainya. Hal ini bertolak belakang
dengan laki-laki yang hanya melaksanakan kerja produktif dan tidak memiliki tanggung
16
Penetrasi kapitalis yang ditandai dengan munculnya industri serta transformasi
berorientasi bisnis telah menyebabkan perubahan dalam pola relasi gender. Kerja yang
dilakukan oleh laki-laki dan perempuan direlokasi dari kebutuhan keluarga atau rumah
tangga menjadi kebutuhan untuk pemenuhan pasar. Modal produksi kapitalis didasarkan
2. Munculnya formasi kelas sosial yang menguasai alat produksi, yang dikenal
Komoditisasi tenaga kerja ini kemudian melahirkan adanya kelas pekerja atau proletar.
Kelas ini dicirikan oleh ketidakadaan akses terhadap alat produksi serta sehingga untuk
bertahan hidup, kelas ini harus menjual tenaganya kepada kaum pemilik alat produksi.
belikan seperti halnya dengan komoditas lainnya. Nilai tenaga kerja dicerminkan dari
produksi kapitalis melalui pertentangan antara kapitalis dan pekerja serta antara laki-laki
dan perempuan. Posisi perempuan pada masyarakat modern kapitalis dicirikan oleh:
17
4. Konsentrasi perempuan dalam sektor ekonomi utama dan level utama tenaga
kerja.
jaman Orde Baru sampai era reformasi, watak itu masih demikian kental membaluti
proses pembangunan. Jika kita klasifikasikan, setidaknya ada tiga skema besar dalam
prosedur birokrasi) dan teknokratis (dirancang oleh para ahli). Partisipasi masyarakat
(dalam katagori kritis) tidak dikenal sebagai menu utama perencanaan. Namun hanya
masyarakat, orang per orang, mengembangkan prakarsa dan potensi dirinya masing-
masing tanpa digerakkan secara langsung oleh negara. Ada warga yang
18
mengembangkan pertanian, ada yang berbisnis, ada yang berdagang, ada yang
membangun industri rumah tangga, ada yang bersekolah, ada yang merantau ke kota,
dan seterusnya. Banyak warga masyarakat yang sukses mendongkrak mobilitas sosial,
karena usaha mereka sendiri atau karena memanfaatkan dampak positif pembangunan
Di sisi lain pembangunan yang digerakkan oleh masyarakat sangat tampak dari
sisi swadaya dan gotong-royong masyarakat secara kolektif. Jika ditinjau dari sudut
pemerintahan lokal, swadaya dan gotong-royong masyarakat merupakan ciri khas dan
basis otonomi asli, yang ada sejak dulu. Sementara jika dilihat dari konteks
Ketiga, pembangunan yang digerakkan oleh modal, sering kita sebut kapitalisasi
atau industrialisasi. Negara memang memberikan lisensi dan akses permodalan kepada
digerakkan sendiri oleh masyarakat (home industry) misalnya konveksi, keramik tanah,
kain, batu-bata, makanan lokal, genting, agro-industri, dan masih banyak lagi. Model
industri ini lebih bersifat padat karya ketimbang padat modal, yang sering dikatakan
sebagai kekuatan penyangga ekonomi rakyat. Tetapi yang lebih krusial untuk kita
cermati adalah industri padat modal berskala besar yang betul-betul melakukan
19
Ketiga skema pembangunan di atas juga disertai dengan pembangunan politik
yang dikendalikan negara. Tetapi pembangunan politik yang dijalankan Orde Baru
masyarakat dan menciptakan stabilitas politik. Sejak awal pemerintah, melalui doktrin
Apa yang terjadi dengan tiga skema pembangunan ekonomi yang ditopang
Tetapi sejarah telah mencatat bahwa industrialisasi yang tumbuh dengan pesat telah
tetapi tidak sedikit proyek industrialisasi yang menghadapi perlawanan dari masyarakat
mobilitas sosial (kemajuan dan kemakmuran) warga. Mobilitas sosial bisa kita ukur dari
20
penduduk, peningkatan kepemilikan perlengkapan modern (televisi, motor, mobil,
telepon selular, parabola, mesin cuci, lemari es, dan masih banyak lagi), dan sebagainya.
Tetapi ledakan pertumbuhan dan mobilitas sosial itu belum menjadi fondasi
yang kokoh bagi human well being, kesejahteraan dan keadilan. Ketimpangan jauh lebih
besar dan serius ketimbang kemajuan dan kemakmuran yang dihasilkan oleh
ekonomi dan industrialisasi yang ditopang oleh rekayasa politik lebih banyak
21
BAB III
PEMBAHASAN
keseluruhan kehidupan perjuangan bangsa dan negara merupakan petunjuk bahwa kaum
Perempuan di Indonesia pada dasarnya sejak dulu sudah merupakan bagian dan
pembangunan nasional tidak dapat dipisahkan dari keberadaan perempuan sebagai asset
pembangunan dan eksistensinya sebagai manusia yang memiliki keluhuran harkat dan
ketahanan mental serta spritual perempuan sebagai bagian tak terpisahkan dari upaya
perubahan perilaku (kondisi, afeksi dan ketrampilan) positif dari khalayak sasaran
22
kehidupan. Ketertinggalan perempuan sebagai populasi terbesar dari penduduk dalam
berbagai aspek pembangunan sangatlah jelas akan membawa dampak yang tidak
dimulai pada tahun dekade perempuan sebagai tonggak pertama pencanangan peranan
yang diwujudkan hanya pada perempuan atau hanya pada pria akan mempunyai
perempuan dan pria dalam semua sektor pembangunan sesuai dengan potensi serta
kebutuhan masing-masing.
yang harmonis antara pria dan perempuan dalam pembangunan. Untuk merealisasikan
berdasarkan relasi pria perempuan (gender) yang disesuaikan dengan perubahan sosial
budaya yang akan terjadi di dalam masyarakat keseluruhan dengan adanya pola relasi
hubungan gender.
23
Namun dalam kenyataan belum sepenuhnya dapat diwujudkan karena ternyata
peran gender, baik disektor domestik atau publik yang khusus menimpa perempuan.
gender (Gender blind) yang diakibatkan oleh kegagalan besar masyarakat atau penentu
kebijakan didalam memahami relasi gender dalam pembangunan sebagai suatu kunci
penentu terhadap pilihan-pilihan yang tersedia baik untuk pria maupun di dalam
mengalami pasang surut seiring dengan situasi dan perkembangan keadaan. Pada masa
mempunyai peran dan porsi yang cukup signifikan, baik dalam usaha meraih
tanggal 17 Agustus 1945. Bukti-bukti sejarah maupun cerita tantang sejarah ( The tale
Indonesia dalam membantu para pejuang untuk mengusir para penjajah. Mereka ada di
pergerakan dari para pejuang kita. Mereka telah memberikan semangat dan inspirasi
tersendiri para pejuang dalam usaha ikut aktif mempertahankan kemerdekaan bangsa.
Begitu pula dimasa awal-awal pembangunan di era tahun 70-an. Terlepas dari
kepentingan politik tertentu, kaum perempuan di Indonesia telah terlibat secara aktif dan
24
berbagai bentuk perkumpulan, seperti Dharma Wanita, PERWARI (Persatuan Wanita
tanah air.
olah telah mendapatkan energi baru yang jauh lebih besar, dimana peran dan fungsi
mengembangkan dan mematangkan berbagai potensi yang ada pada diri perempuan
yang memungkinkan dirinya dapat memanfaatkan hak dan kesempatan yang sama
dengan laki-laki terhadap sumber daya pembangunan dan berperan aktif dalam
berbeda dalam rumah tangga dan masyarakat, sehingga wujud kemiskinan yang dialami
juga berbeda.
yang tidak setara, ditambah pelabelan dan beban kerja yang tidak seimbang, laki-laki
dan perempuan mempunyai akses, partisipasi dan kontrol yang berbeda dalam
pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan politik. Hal ini tercermin dari terbatasnya
akses sebagian besar perempuan terhadap layanan kesehatan yang baik, pendidikan
yang lebih tinggi, dan keterlibatan dalam kegiatan publik yang luas, terutama dalam
25
lainnya adalah kesenjangan partisipasi politik kaum perempuan yang bersumber dari
Problem lain dari ketidakadilan gender juga terlihat dari rendahnya kualitas
hidup dan peran perempuan, tingginya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak,
kegiatan pembangunan yang bias gender, diskriminatif terhadap perempuan, dan atau
mereka akan mengarahkan pada desain dan kinerja pembangunan yang lebih baik.
pelaksana pembangunan dan kaum perempuan dan laki-laki penerima manfaat menjadi
penting. Para penerima manfaat dari pembangunan ini kemungkinan akan memiliki rasa
memiliki yang lebih kuat apabila proyek pembangunan memberi waktu yang cukup,
Memberi perhatian pada masalah gender akan memberi manfaat lebih dari
sekedar pelaksanaan proyek pembangunan yang baik dan adil. Tapi di lain pihak
a. Manfaat ekonomi
Akses yang setara bagi laki-laki dan perempuan yang lebih baik untuk
26
baik, yang berarti meningkatkan kesehatan dan produktivitas keluarga secara
sendiri.
anak, terutama anak anak perempuan dari kewajiban mengurus beban rumah tangga,
sehingga memberi kesempatan yang lebih besar bagi mereka untuk dapat
generasi.
terutama apabila aktivitas proyek tersebut terkait dengan kegiatan kegiatan yang
Oleh karena itu, isu gender bisa diselesaikan dengan lebih baik melalui
kelompok perempuan dan perempuan yang menjadi kepala keluarga, dan mendorong
27
Penerapan pendekatan Pembangunan yang responsif gender akan membantu
dan pembedaan peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki, dan menggunakan
informasi tersebut untuk merencanakan kebijakan, program, maupun proyek yang lebih
mereka tidak dapat memperoleh informasi dan tidak dapat menyuarakan kebutuhan
mereka. Hal ini juga berakibat perumusan kebijakan, program dan anggaran menjadi
tidak responsif gender dan mengabaikan permasalahan yang dihadapi oleh kaum
oleh kurangnya informasi baik mengenai kebijakan yang akan dirumuskan maupun
diatur melalui kebijakan, terutama dalam UU No.7 tahun 1984 tentang Pengesahan
merupakan salah satu kebijakan yang diharapkan mampu mengubah tatanan politik
bukan semata pada jumlah perempuan yang terlibat dalam lingkar pengambil keputusan,
28
Selain itu, ada pula Inpres No. 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender
Oleh karena itu, salah satu upaya peningkatan status kesejahteraan masyarakat
adalah adanya jaminan bahwa perempuan dan laki-laki dapat berpartisipasi secara setara
dan utuh, terutama dalam pengambilan keputusan di berbagai lini, baik politik, ekonomi
dan sosial. Secara spesifik prioritas untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam
lainnya untuk mempertinggi kualitas hidup dan sumber daya kaum perempuan
masyarakat.
29
3.3. Aspek Legal Perempuan dalam Pembangunan
setiap warga negara (laki-laki dan perempuan) memiliki hak dan kewajiban yang sama
perhatian serius dari pemerintah dengan dimasukkannya isu perempuan dalam Garis-
garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1978 dan terbentuknya lembaga Menteri
Peranan Wanita pada tahun yang sama (yang berubah menjadi Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan pada akhir tahun 1999), dimana sebagai mitra sejajar pria,
maupun masyarakat;
mungkin;
30
2. Pemberian kesempatan kepada perempuan untuk berperan aktif sebagai mitra
sejajar pria perlu ditunjang oleh sikap mental, perilaku, dan pandangan
3. Penyesuaian sistem dan struktur pranata sosial budaya, sosial ekonomi, dan
sosial politik.
Secara formal kesetaraan antara perempuan dan laki-laki mendapat pengesahan dengan
diterbitkannya:
dan Daerah.
Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 17 Tahun 1996 tentang Petunjuk Teknis
Pembangunan di Daerah.
Pada perkembangannya, pada tahun 2000 telah diterbitkan Instruksi Presiden Republik
31
Nasional. Inpres ini berisi instruksi kepada menteri, bupati/walikota, kepala lembaga
4. Secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugas dan fungsi,
masalahnya.
32
3.3. Situasi Yang Dihadapi
Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir sekarang ini, telah berkembang sebuah
wacana yang pada dasarnya menggugat kembali peran dan fungsi perempuan di
Indonesia. Wacana tersebut tidak hanya menyangkut keinginan untuk mereposisi dan
keinginan yang kuat untuk meningkatkan citra dan kualitas kaum perempuan di
Indonesia. Hal ini didasarkan pada suatu kenyataan bahwa kaum perempuan di
struktural, sehingga mereka belum dapat berperan secara maksimal baik dalam konteks
secara terstruktur, dimana peran kaum perempuan di eleminir sedemikan rupa sehingga
tidak dapat berkembang secara wajar. Fungsi dan peran perempuan yang selalu
ditempatkan sebagai ibu rumah tangga yang selalu harus di dapur atau mengurusi
masalah rumah tangga adalah contoh klasik dimana secara sosio kultur perempuan telah
Hambatan non struktural pada dasarnya lebih banyak disebabkan oleh sikap dan
cara pandang kaum perempuan itu sendiri yang menempatkan dirinya pada posisi lemah
dan menerima apa adanya segala sesuatu sebagai sesuatu yang given. Paradigma
kaum perempuan pada posisi nomor dua setelah kaum laki-laki, merupakan sebuah
contoh nyata dimana kaum perempuan masih mengalami perlakuan yang tidak adil dan
tidak proporsional.
33
Begitu pula dalam konteks ekonomi maupun politik, kaum perempuan di
Indonesia masih harus berjuang untuk mendapatkan haknya yang wajar agar dapat
berdiri sejajar dengan kaum laki-laki. Bias gender, dimana tolak ukur kesempatan dan
kemampuan sering dilihat dari faktor jenis kelamin dengan menempatkan posisi
perempuan pada posisi yang lebih rendah, masih sering kita jumpai dalam kehidupan
sehari-hari sehingga sering menjadi salah satu hambatan bagi kaum perempuan untuk
berkiprah dan berperan secara maksimal. Ada beberapa jenis hambatan yang masih
1. Hambatan Kultural
2. Hambatan Sosial
3. Hambatan Ekonomi
4. Hambatan Politik
rendah dibandingkan kepada kaum laki-laki. Beberapa hal yang disinyalir menjadi
1. Perempuan selama ini hanya dianggap sebagai ibu rumah tangga dan bukan
Era Otonomi Daerah telah memberikan peluang yang lebih besar bagi kaum
perempuan Indonesia untuk berkiprah dan mengambil peran yang signifikan dalam
masyarakat lokal dalam membangun daerah, maupun negaranya bagi seluruh komponen
34
Keberadaan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, telah
kebijakan sesuai dengan sistusi dan kebutuhan masyarakat lokal. Dalam konteks
memanfaatkan peluang ini untuk memberikan perhatian yang lebih baik terhadap
dihadapi serta membuat skala prioritas strategis dalam menopang daya dukung
pembangunan, baik di tingkat lokal maupun nasional. Oleh sebab itu, perbaikan kualitas
hidup kaum perempuan, merupakan isu pokok yang harus menjadi langkah awal dalam
sektor dan sebagai sebuah paradigma baru, otonomi daerah akan berhasil apabila
dari total penduduk. Hal ini berarti di Indonesia jumlah perempuan lebih banyak
daripada laki-laki. Dengan jumlah perempuan yang demikian besar maka potensi
35
bangsa. Peranan strategis perempuan dalam menyukseskan pembangunan bangsa dapat
dilakukan melalui:
keluarga. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dimulai dari peran perempuan
potensi perempuan melalui bidang pendidikan dan pelatihan maka tenaga kerja
perempuan akan semakin menempati posisi yang lebih terhormat untuk mampu
berbagai jalur baik kewirausahaan maupun sebagai tenaga kerja yang terdidik.
menetapkan target program 100 hari bagi para menterinya sebagai sebuah target
telah menetapkan beberapa program yang dicapai dalam kurun waktu 100 hari
pertama, dimana salah program yang cukup strategis adalah kesetaraan gender.
36
tentang perlunya memperhatikan kesetaraan gender dalam rekruitmen pegawai
negeri. Point dalam surat ini adalah bahwa para perempuan harus diberi peluang dan
kesempatan yang sama untuk dapat duduk di tingkat eksekutif di daerah masing-
masing.
Apa yang telah dilakukan oleh Meneg PP ini pada dasarnya sejalan dengan
surat serupa yang pernah di keluarkan masa presiden Abdurrahman Wahid. Pada
(Inpres) No. 9 Tahun 2000 yang berisikan tentang penghapusan isu perbedaan
gender dalam pembangunan nasional. Inpres ini pada dasarnya adalah meng-
amanatkan kepada kaum perempuan untuk dapat duduk lebih banyak, dalam
jabatan-jabatan publik.
dapat dikatakan sebagai sebuah komitmen lain dari pemerintah untuk melindungi
37
BAB IV
4.1. Kesimpulan
masyarakat agar mampu mengakses sumber informasi dan sumber daya pembangunan
mengendalikan serta memperoleh manfaat dari seluruh proses dan tahap pembangunan.
perempuan. Dalam rangka memperoleh efek ganda hasil yang lebih besar, strategi
pemberdayaan perempuan akan menjadi salah satu instrumen yang penting dalam
pengarusutamaan gender dalam setiap proses dan tahap pembangunan, yang menjamin
gender.
dapat bekerja lebih efisien dan efektif dalam memproduksi kebijakan-kebijakan publik
yang adil serta responsif gender bagi rakyatnya laki-laki dan perempuan. Kebijakan
publik serta program dan perundang-undangan yang adil dan responsif gender akan
membuahkan manfaat yang adil bagi semua rakyat. Pengarusutamaan gender juga
merupakan salah satu upaya untuk menegakkan hak-hak perempuan dan laki-laki atas
kesempatan yang sama, pengakuan yang sama dan penghargaan yang sama dalam
38
Pemberdayaan Perempuan dapat dicapai yaitu Terwujudnya Kesetaraan dan Keadilan
4.2. Saran-saran
langkah strategi akan diperkuat dengan meningkatkan kemampuan pranata dan lembaga
lebih berpartisipasi aktif dalam upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender
perempuan.
berikut :
pelaku yang terdiri dari (1) akses terhadap sumberdaya, (2) akses terhadap
modal, (3) akses terhadap pasar, dan (4) akses terhadap teknologi.
39
teknologi maupun dalam penciptaan iklim usaha yang kondusif bagi
masyarakat.
mutu produksi.
40
DAFTAR PUSTAKA
6. Dra Sri Suciati, M.Hum, Kesetaraan Gender Dalam Pendidikan, Suara Merdeka.
41
Development Local Governance and Community, Infrastructure for
Rumah Tangga.
Februari 2008.
42