You are on page 1of 14

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. KASUS MASALAH UTAMA : RESIKO PERILAKU KEKERASAN


1. Pengertian Perilaku Kekerasan
a. Resiko perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan
melukai seseorang, baik secara fisik maupun fisikologis (Keliat, 2010).
b. Perilaku agresif adalah suatu fenomena komplek yang dapat terjadi pada klien
dengan skizofrenia, gangguan mood, gangguan kepribadian, borderline,
gangguan prilaku dan ketergantungan obat (Fontaine, 2009)
c. Resiko prilaku kekerasan merupakan prilaku yang memperlihatkan individu
tersebut dapat mengancam secara fisik, emosional dan atau seksual kepada
orang lain (NANDA-I, 2012-2014, Herdman, 2012)

2. Tahapan resiko prilaku kekerasan


Tahapan prilaku agresif atau resiko prilaku kekerasan : (Fontaine, 2009)
a. Tahap 1 : Tahap Memicu
Perasaan : Kecemasan
Perilaku : Agitasi, mandar-mandir, mengindari kontak
Tindakan perawat : Mengidentifikasi faktor pemicu, mengurangi kecemasan,
memecahkan masalah bila memungkinkan.
b. Tahap 2 : Tahap Transisi
Perasaan : Marah
Perilaku : Agitasi meningkat
Tindakan perawat : Jangan tangani marah dengan amarah, menjaga
pembicaraan, menetapkan batas dan memberikan pengarahan, mengajak
kompromi, mencari dampak agitasi, meminta bantuan.
c. Tahap 3 : Krisis
Perasaan : Peningkatan kemarahan dan agresi
Perilaku : Agitasi, gerakan mengancam, menyerang orang disekitar,
berkata kotor, berteriak.
Tindakan perawat : lanjutkan intervensi tahap 2 menjaga jarak pribadi, hangat
(tidak mengancam ) konsekuensi, cobalah untuk menjaga komunikasi.

1
d. Tahap 4 : Prilaku Merusak
Perasaan : Marah
Perilaku : Menyerang, merusak
Tindakan perawat : lindungi klien,lain, menghindar, melakukan pengekangan
fisik
e. Tahap 5 : Tahap Lanjut
Perasaan : Agresi
Perilaku : Menghentikan perilaku terang-terangan dekstruktif,
pengurangan tingkat gairah.
Tindakan perawat : Tetap waspada karena perilaku kekerasan baru masih
memungkinkan, hindari pembalasan atau balas dendam.
f. Tahap 6 : Tahap Peralihan
Perasaan : Marah
Perilaku : Agitasi, mondar-mandir
Tindakan perawat : Lanjutkan focus mengatasi masalah utama

3. Rentang Respon Resiko Perilaku Kekerasan


Perilaku kekerasan merupakan respon kemarahan. Respon kemarahan dapat
berfluktuasi dalam rentang adaptif sampai maladaptif (Keliat & Sinaga, 1991).
Skema 2.2 Rentang Respon Marah Menurut Stuart dan Sundeen (1995)

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Pasif Frustasi Agresif Amuk

a. Asertif
Perilaku asertif adalah menyampaikan suatu perasaan diri dengan pasti dan
merupakan komunikasi untuk menghormati orang lain (berbicara dengan jujur
dan jelas).

2
b. Pasif
Individu yang pasif sering mengenyampingkan haknya dari persepsinya
terhadap hak orang lain. Perilaku pasif biasanya bicara pelan, kontak mata
yang sedikit, dan sering dengan cara yang kekanak-kanakan.
c. Frustasi
Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan yang kurang
realitis atau hambatan dalam mencapai tujuan (Stuart & Laraia, 2005.)
d. Agresif
Indivudu yang agresif tidak menghargai orang lain. Seseorang yang agresif
didalam hidupnya selalu mengarah kepada kekerasan fisik dan verbal .
e. Amuk
Amuk atau perilaku kekerasan adalah perasaan marah dan bermusuhan yang
kuat yang disertai kehilangan kontrol diri sehingga individu dapat merusak diri
sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat & Sinaga, 1991). Menurut Stuart dan
Laraia, 2009 perilaku kekerasan berfluktuasi dari tingkat rendah sampai tinggi
disebut dengan hirarki perilaku agresif dan kekerasan (Gambar 2.1).
Gambar 2.1 hirarki perilaku pada klien dengan perilaku kekerasan

Tinggi Melukai dalam tingkat serius dan berbahaya


Melukai dalam tingkat yang tidak berbahaya
Mengucapkan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
Mengucapkan kata-kata ancaman tanpa melukai
Mendekati orang lain dengan ancaman
Rendah Memperlihatkan permusuhan pada tingkat rendah

B. PROSES TERJADINYA MASALAH

Penyebeb kemarahan atau resiko prilaku kekerasan secara umum adalah :


kebutuhan yang tidak terpenuhi, menyinggung harga diri dan harapan tidak sesuai

3
dengan kenyataan. Komponen biopsikososial dari model tersebut termasuk dalam
faktor predisposisi, presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan
mekanisme koping (Stuart & laraia, 2015; Stuart 2009). Menurut Stuart (2009),
masalah resiko perilaku kekerasan dapat di jelaskan dengan menggunakan
psikodinamika masalah keperawatan jiwa seperti skema 2.1 seperti dibawah ini.

Faktor predisposisi

Biologi Psikologi Sosialkultural

Stresor presipitasi

Nature Origin Timing Number

Penilaian terhadap stressor

Kognitif Afektif Fisiologis Perilaku Sosial

Sumber Koping

Kemampuan person Dukungan social Aset material Kayakinan positif

Mekanisme koping

Konstruktif Destruksif

Rentang respon koping

Skema 2.1 Psikodinamika Masalah keperwatan jiwa (Stuart, 2009)

1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Biologi
Adapun yang termasuk dalam faktor biologis ini adalah :
1) Struktur Otak (Neuroanatomi)
Tiga area otak atau yang di yakini terlibat dengan perilaku agresif adalah
system limbic, lobus frontal, dan hipotalamus. Kerusakan struktur pada
system limbik dan lobus frontal serta lobus temporal otak dapat mengubah
kemampuan individu untuk memodulasi agresif sehingga menyebabkan
prilaku agresif/kekerasan (Videbeck, 2008).

4
System limbic dikaitkan dengan mediasi dorongan dasar dan ekspresi
emosi serta tingkah laku manusia seperti makan, agresi dan respon seksual
termasuk pengolahan informasidan memori.
Lobus frontal berperan penting dalam mediasi tingkah laku yang berarti
berfikir rasional. Hipotalamus didasar otak berfungsi sebagai system
alarm/peringatan otak.
2) Genetik
Secara genetic ditemukan perubahan pada kromosom 5 & 6 yang
mempredisposisikan individu mengalami skizofrenia (Copel, 2007).
Sedang Buchann & Carpenter (2000, dalam Stuart dan Laraia, 2005 :
Stuart, 2009 ) menyebutkan bahwa kromosom yang berperan dalam
menurunkan skizofrenia adalah kromosom 6. Sedangkan kromosom lain
yang juga berperan adalah kromossom 4, 8, 15 dan 22.
Penelitian yang paling penting memusatkan pada penelitian anak kembar
dimana anak kembar identic berisiko mengalami skizofrenia sebesar 50%,
kembar nonidentik/fraternal berisiko 15% resiko 15% jika salah satu orang
tua menderita skizofrenia, angka ini meningkat 40%-50% jika kedua orang
tua biologis menderita skizofrenia (Cancro & Lehman, 2000 : Videbeck
2008 Stuart 2009 Townsend 2009, Fontaine 2009)
3) Neurotransmitter
Neurotransmitter adalah zat kimia otak yang di transmisikan dari dan
keseluruh neuronsinapsis, sehingga menghasilkan komunikasi antara otak
dan struktur otak lainnya. Hasil temuan menyatakan serotonin berperan
sebagai inhibitor utama perilaku agresi, sehingga kadar serotonin yang
rendah dapat menyebabkan peningkatan perilaku agresif, selain itu
peningkatan aktivitas dopamine dan norepinefrin di otak dikaitkan dengan
peningkatan prilaku kekerasan yang impulsive ( kavoussi et al; 1997 dalam
Videbeck, 2008; Franlde etal, 2005; Perusse & gendreau, 2005; phil &
Benkelfat, 2005 dalam Fontaine 2009 ).
4) Imunovirologi
Karakteristik biologis lain yang berhubungan lain dengan perilaku
kekerasan adalah riwayat penggunaan obat NAPZA dan frekuensi dirawat.

5
Penggunaan NAPZA akan mempengaruhi fungsi otak, mempengaruhi terapi
dan perawatan yang di berikan (Dyah, 2009) mengalami kekambuhan,
perilaku kekerasan pada skizofrenia sering terjadi tidak terkontrol, putus
obat, kecemasan karena kegagalan dalam mengerjakan sesuatu atau situasi
yang menciptakan perilaku kekerasan.

b. Faktor Psikologis
Menurut Stuart dan Laraia (2005) yang termasuk dalam faktor psikologis
diantaranya kepribadian, pengalaman masa lalu, konsep diri, dan pertahanan
psikologis.
1) Teori psikoanalitik
Suatu pandangan psikologis tentang prilaku agresif menyatakan bahwa
pentingnya mengetahui predisposisi faktor perkembangan atau pengalaman
hidup yang membatasi kemampuan individu untuk memilih koping
mekanisme yang bukan perilaku kekerasan.
2) Teori pembelajaran
Teori pembelajaran sosial mengemukakan bahwa prilaku agresif di pelajari
melalui proses sosialisasi sebagai hasil dari pembelajaran internal dan
eksternal terjadi selama individu mendapat penguatan pribadi ketika
melakukan prilaku agresif, pengalaman merasakan pentingnya pembelajaran
eksterna terjadi selama observasi model peran seperti peran sebagai orang
tua, teman sebaya, saudara, olahraga dan tokoh hiburan (Stuart dan Laraia
2005 ; Stuart , 2009).

c. Faktor Sosial Budaya


Karakteristik yang termasuk pada social budaya seperti : usia, jenis kelamin,
Ras, status perkawinan, pendidikan dan tingkat social ekonomi (Stuart dan
Laraia, 2005; Stuart 2009), Riwayat perilaku kekerasan di masa lalu (Stuart,
2009).
1) Jenis kelamin
Namun berdasarkan penelitian Keliat dkk, (2008) pada penelitian
karakteristik klien yang dirawat di bangsal MPKP menyebutkan ada 63,9%

6
berjenis kelamin laki-laki, 82,5% terdapat pada golongan umur dewasa yaitu
33-55 tahun. Selain itu penelitian yang dilakukan Keliat (2003)
menyebutkan karakteristik pendidikan, status perkawinan dan pekerjaan
mempengaruhi dalam kejadian perilaku kekerasan, dimana sebagian besar
berpendidikan menengah dan rendah, dan tidak bekerja, tidak kawin dan
dirawat untuk pertama kali di rumah sakit.
2) Tingkat Sosial Ekonomi
Kondisi social lain yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan seperti :
kemiskinan dan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup, masalah
perkawinan, keluarga single parent, pengangguran, kesulitan
mempertahankan hubungan intrapersonal dalam keluarga, struktur keluarga,
dan control social ( Stuart & Laraia, 2005 ; Stuart 2009, Tardiff, 2003
dalam Townsend 2009).
3) Ras / Suku
Faktor Sosio Kultural lainnya adalah norma budaya yang dapat
membantu mengartikan makna ekspresi marah dan dapat mendorong untuk
mengekspresikan marah secara asertif sehingga membantu menjaga
kesehatan diri .

2. Faktor presipitasi
a. Faktor biologi
Ancaman atau tuntutan gangguan umpan balik di dalam proses informasi
penurunan fungsi dari lobus frontal menyebabkan gangguan pada proses
umpan balik dalam menyampaikan informasi yang menghasilkan proses
informasi overload (Stuart & Laraia, 2005 Stuart, 2009).
Faktor biologis lainnya yang merupakan predisposisi dapat menjadi presipitasi
dengan memperhatikan asal stressor, baik internal atau lingkungan eksternal
individu. Waktu frekuensi terjadi stressor prilaku kekerasan penting untuk di
kaji ( Stuart & Laraia 2005)

7
b. Faktor psikologis
Pemicu prilaku kekerasan dapat di akibatkan oleh toleransi terhadap frustasi
yang rendah, koping individu yang tidak efektif, impulsive dan
membayangkankan atau secara nyata adanya ancaman terhadap keberadaan
dirinya, tubuh atau kehidupan.

c. Faktor Sosial Budaya


Menurut Fagan-Pyor et al, (2003 dalam Stuat, 2009) petugas mungkin secara
sengaja atau tidak sengaja memicu perilaku klien untuk melakukan kekerasan,
ketidak pengalaman petugas, provokasi petugas, manajemen lingkungan yang
buruk, ketidakpahaman petugas, pertemuan fisik yang terlalu dekat, penetapan
batasan yang tidak konsisten dan budaya kekerasan mempengaruhi prilaku
kekerasan klien. Selanjutnya perlu di kaji asal stressor sosiokultural, waktu
terjadinya stressor dan jumlah stressor psikologis yang terjadi dalam suatu
waktu (Stuart & Laraia, 2005 ).

3. Penilaian Stressor
Model Stress Diatesis dalam sebuah karya klasik oleh Liberman dan rekan (1994)
menjelaskan bahwa gejala skizofrenia berkembang berdasarkan hubungan antara
jumlah stress dalam pengalaman seseorang dan toleransi internal terhadap ambang
stress. Ini adalah model penting karena mengintegrasikan faktor budaya biologis,
psikologis, dan social, cara ini mirip dengan stress konseptual (Stuart, 2009).

4. Sumber Koping
Proses penyesuaian pasca psikotik terdiri dari empat fase : (1) disonansi kognitif
(psikosis aktif), (2) pencapaian wawasan, (3) stabilitas dalam semua aspek
kehidupan (ketetapan kognitif ) dan (4) bergerak terhadap prestasi kerja atau
tujuan pendidikan (ordinariness). Proses multifase penyesuaian dapat berlangsung
3-6 tahun (Moller, 2006, dalam Stuart, 2009 ) :
a. Efikasi/kemanjuran pengobatan untuk secara konsisten mengurangi gejala dan
menstabikan disonansi kognitif setelah episode pertama memakan waktu 6
sampai 12 bulan.

8
b. Awal pengenalan diri/insight sebagai proses mandiri melakukan pemeriksaan
realitas yang dapat diandalkan. Pencapaian keterampilan ini memakan waktu 6-
18 bulan dan tergantung pada keberhasilan pengobatan dan dukungan yang
berkelanjutan .
c. Setelah mencapai pengenalan diri/insight, proses pencapaian kognitif meliputi
keteguhan melanjutkan hubungan interpersonal normal dan reengaging dalam
kegiatan yang sesuai dengan usia yang berkaitan dengan sekolah dan bekerja.
Fase ini berlangsung 1-3 tahun.
d. Ordinariness/kesiapan kembali seperti sebelum sakit di tandai dengan
kemampuan untuk secara konsisten dan dapat diandalkan dan terlibatkan dalam
kegiatan yang sesuai dengan usia lengkap dari kehidupan sehari-hari
mencermikan tujuan prepsychosis. Fase ini berlangsung minimal 2 tahun.

5. Mekanisme Koping
Pada fase aktif psikosis klien menggunakan beberapa mekanisme
pertahanan diri dalam upaya untuk melindungi diri dari pengalaman
menakutkan yang disebabkan oleh penyakit mereka. Regresi adalah berkaitan
dengan masalah informasi pengolahan atau penggunaan sejumlah besar energi
dalam upaya untuk menolah kegelisahan, menyisakan untuk sedikt aktivitas
kehidupan sehari-hari. Proyeksi adalah upaya untuk menjelaskan persepsi
membingungkan dengan menetapkan responsibiliti kepada seseorang atau
sesuatu.
Keluarga mengekspresikan penolakan ketika mereka mempelajari
pertama kali diagnosis relative mereka. Ini sama dengan penolakan yang terjadi
ketika seseorang menerima informasi yang meyebabkanrasa takut dan
kecemasan. Termasuk kognitif, emosi, interpersonal, fisiologis, dan spiritual
strategi penanggulangan yang dapat berfungsi sebagai dasar untuk penyusunan
intervensi keperawatan (Stuart, 2009).

C. Pohon Masalah
Menurut Keliat dkk (2005) pohon masalah perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut :

9
Resiko Mencederai Diri Sendiri Resiko Mencederai Orang lain dan lingkungan

Risiko Perilaku Kekerasan

Harga Diri Rendah

Pohon Masalah Pada Masalah Perilaku Kekerasan (Keliat, 2005)

2. Daftar Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji


1. Masalah keperawatan : Diagnosis keperawatan NANDA-I rentang respon
neurobiologis, skizofrenia dan gangguan psikotik (Stuart, 2009) :
Anxiety
Impaired verbal communication
Confusion, Acute
Compromised family coping
Ineffective coping
Decisional conflict
Impaired memory
Noncompliance
Disturbed personal identity
Ineffective role performance
Self care deficit (bathing /hygiene , dressing / grooming )
Disturbed sensory perception
Impaired social interaction
Social isolation
Risk for suicide
Ineffective therapeutic regiment management
Disturbed thought processes
(*Diagnosis keperawatan primer rentang respon neurobiologis, skizofrenia
dan gangguan psikotik )

10
2. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan
Tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan dapat dinilai dari ungkapan pasien
dan di dukung dengan hasil observasi.
a. Data Subjektif
1) Ungkapan berupa ancaman
2) Ungkapan kata-kata kasar
3) Ungkapan ingin memukul/melukai
b. Data Objektif
1) Wajah memerah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Mengatupkan rahang dengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Bicara kasar
6) Suara tinggi, menjerit atau berteriak (Kemenkes RI, 2012)

D. Diagnosis Keperawatan
1. Diagnosis Keperawatan : Risiko Perilaku Kekerasan
2. Diagnosis Medis : Skizofrenia

11
E. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Rencana Tindakan Keperawatan Generalis :
Dx. SP/ Kemampuan klien SP/ Kemampuan keluarga
Keperawatan
Resiko SP 1 : SP 1 :
Perilaku Identitas penyebab, tanda & Diskusikan masalah yang
Kekerasan gejala PK yang di lakukan, akibat dirasakan dalam merawat
PK pasien
Jelaskan cara mengontrol PK : Jelaskan pengertian, tanda &
fisik, obat, verbal, spiritual gejala dan proses terjadi ya
Latihan cara mengontrol PK PK (gunakan booklet)
secara fisik : tarik nafas dalam Jelaskan cara merawat PK
dan pukul kasur dan bantal Latihan satu cara merawat PK
Masukan pada jadwal kegitan dengan melakukan kegiatan
untuk latihan fisik fisik : tarik nafas dalam dan
pukul kasur dan bantal
Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan memberi
pujian.
SP 2: SP 2:
Evaluasi kegiatan latihan fisik, Evaluasi kegiatan keluarga
beri pujian dalam merawat /malatih
Latihan cara mengontrol PK pasien fisik ,beri pujian
dengan obat (jelaskan 6 benar : Jelaskan 6 benar cara
jenis, guna, dosis, frekuensi, cara, memberikan obat
kontinuitas minum obat) Latih memberikan/membimbi
Masukan pada jadwal kegiatan ng minum obat
untuk latihan fisik dan minum Anjurkan membantu pasien
obat sesuai jadwal dan beri pujian
SP 3 SP 3:
Evaluasi kegiatan latihan fisik & Evaluasi kegiatan keluarga

12
obat, beri pujian dalam merawat/melatih pasien
Latihan cara mengontrol PK fisik dan memberikan obat,
secara verbal (3 cara beri pujian
yaitu:mengungkapkan ,meminta, Latihan cara membimbing :
menolak dengan benar) cara bicara yang baik
Memasukan pada jadwal kegiatan Latihan cara membimbing
untuk latihan fisik, minum obat kegiatan spiritual
dan verbal Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan memberi
pujian
SP 4: SP 4:
Evaluasi kegiatan latihan fisik & Evaluasi kegiatan keluarga
obat & verbal, beri pujian dalam merawat / melatih
Latihan cara mengontrol spiritual pasien fisik, memberikan obat
(2 kegiatan) ,latihan bicara yang baik &
Masukan pada jadwal kegiatan kegiatan spiritual, beri pujian
untuk fisik, minum obat, verbal Jelaskan follow up ke
dan spiritual RSJ/PKM, kambuh rujukan
Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan memberikan
pujian

2. Rencana Tindakan Keperawatan sepesialis

Terapi individu : Terapi prilaku, CBT, REBT, RECBT, ACT


Terapi kelompok : Psikoedukasi kelompok, terapi suportif, SHG
Terapi keluarga : Triangle terapi, psikoedukasi keluarga
Terapi komunikasi : Assertive community therapy

13
DAFTAR PUSTAKA

Fontaine , K.L. (2009). Mental Health Nursing. 7th ed. New Jersey : Pearson Education,
Inc.

Frisch, N.C. & Frisch , L.E. (2006) Psychiatric Mental Health Nursing. (3th Ed.).
Canada : Thompson corporation

Isaacs, A. (2005). Lippincotts Review Series : Mental Health and Psychiatric Nursing
(3 rd ed). Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

Kaplan, H.I. ; Saddock, B.J. & . Grebb,J.A. (2007). Sinopsis Psikiatri Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid I. (7th ed.). Jakarta : Bina Rupa
Aksara. Jakarta

Keliat, B.s., (2006). Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa.
Jakarta : EGC

Maslim, R (2007), Panduan Praktis : Obat Psikotropik, Edisi Ketiga, FK Unika


AtmaJaya, Jakarta

Stuart, G.W. & Laraia, M.T. (2005). Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 8th
ed. Missouri : Mosby, Inc.

Stuart, G.W. (2009). Principles and Przctice of Psychiatric Nursing, 9th ed. Missouri :
Mosby, Inc.

Townsend, M.C. (2005). Essentials of Psychiatric Mental Health Nursing. 3rd ed.
Philadelphia: F.A. Davis Company

Townsend, M.C. (2009). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts of Care in


Evidence-Based Practice. 6th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company

Videback, S.L. (2008). Buku Ajar Keprawatan Jiwa. Jakarta : EGC.Wahyuni, D.


(2009).

Pengaruh assertive training terhadap perilaku kekerasan pada klien skizoprenia, Tesis.
Jakarta. FIK UI. Tidak dipublikasikan

14

You might also like