You are on page 1of 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyakit kanker merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia.


Penyakit ini berkembang semakin cepat dan diperkirakan dari setiap 1.000.000
penduduk terdapat 100 penderita kanker baru.
Penyakit kanker merupakan penyakit keganasan yang timbul ketika sel tubuh
mengadakan mutasi menjadi sel kanker yang kemudian tumbuh cepat dan tidak lagi
memperhatikan tugasnya sebagai sel normal. Kanker adalah pembelahan dan
pertumbuhan sel secara normal yang tidak dapat dikontrol sehingga cepat menyebar,
yang terjadi dari perubahan sel yang melepaskan diri dari mekanisme pengaturan
normal. Sel-sel ini akan merusak jaringan tubuh sehingga mengganggu fungsi organ
tubuh yang terkena. Salah satu kanker yang kerap dialami adalah kanker paru atau
kanker saluran nafas.

Kanker paru dapat dialami oleh semua orang, terutama mereka yang sering
terpapar bahan-bahan karsinogen yang masuk ke dalam tubuh melalui saluran nafas.

Berikut ini adalah permasalahan dalam skenario 2:

APAKAH SAYA MENDERITA KANKER PARU?

Seorang laki-laki, umur 50 tahun,bekerja sebagai penata rontgen do RS, datang


control ke poli Penyakit Paru di RS tempatnya bekerja. Pasien adalah pasien rawat
jalan di Poli Paru dengan diagnosis PPOM sudah sejak 8 tahun terakhir ini. Tiga
hari lalu, pasien merasa dadanya agak nyeri dan lebih sering batuk-batuk. Dalam 3
bulan terakhir ini berat badannya turun 5 kg. tadi pagi sehabis sikat gigi, pasien
terbatuk dan keluar dahak disertai sedikit darah. Pasien adalah perokok berat.
Ayah pasien meninggal dengan riwayat batuk darah dan didiagnosis kanker paru,
sudah menyebar ke hati, otak, dan tulang. Ayah pasien adalah pekerja pabrik asbes.
Pasien bertanya kepada dokter, apakah ada kemungkinan dia juga terkena kanker
seperti ayahnya? Apakah kanker bisa diturunkan? Ataukah karena risiko
pekerjaannya?dokter menerangkan bahwa pertumbuhan tumor dipengaruhi banyak
faktor dan tahapan.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa saja faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor?


2. Bagaimana mekanisme dari munculnya tumor atau kanker?
3. Apa hubungan usia pasien dengan penyakit yang diderita (dalam skenario)?
4. Apa hubungan pekerjaan pasien dengan penyakit yang diderita?
5. Apa pengaruh penggunaan Asbes pada kesehatan?
6. Apa hubungan paparan asbes dengan penyakit kanker paru?
7. Apa hubungan kebiasaan merokok pasien dengan keluhan yang dirasakan?
8. Adakah resiko PPOM menjadi kanker paru?
9. Apa sebab pasien mengeluh nyeri dada dan sering batuk?
10. Bagaimana mekanisme penyakit PPOM/ kanker menyebabkan berat badan
pasien turun?
11. Apa hubungan riwayat penyakit keluarga dengan penyakit pasien dan
penyakit dahulu?
12. Mengapa pasien mengalami batuk disertai dahak?
13. Bagaimana mekanisme penyebaran kanker paru pada pasien?
14. Bagaimanakah penatalaksanaan , pencegahan, prognosis dari kanker yang
dialami pasien dalam skenario?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui definisi dan pengertian neoplasma.


2. Mengetahui hubungan antara umur dan gender penderita dengan penyakit.
3. Mengetahui hubungan antara penyakit dengan gangguan hormonal.
4. Mengetahui hubungan penyakit yang dialami oleh ayah pasien dengan
penyakit yang dialami oleh pasien (faktor herediter).
5. Mengetahui patogenesis dan patofisiologi penyakit.
6. Mengetahui diagnosis penyakit.
7. Mengetahui diagnosis banding penyakit.
8. Mengetahui manifestasi klinis yang timbul akibat adanya neoplasma.
9. Mengetahui faktor risiko penyakit (faktor eksogen dan endogen)
10. Mengetahui hubungan antara penyakit yang diderita dengan pekerjaan yang
dijalani pasien.
11. Mengetahui pemeriksaan tambahan yang dibutuhkan.
12. Mengetahui klasifikasi neoplasma dan perbedaan masing-masing
neoplasma.
13. Mengetahui penatalaksanaan penyakit yang tepat.
D. MANFAAT PENULISAN

Mahasiswa mampu:

1. Menjelaskan definisi dan epidemiologi neoplasma: insidensi kanker, faktor


geografik, umur, pekerjaan, herediter.
2. Menjelaskan macam faktor dan risiko penyebab neoplasma.
3. Menjelaskan gejala dan tanda timbulnya neoplasma.
4. Menjelaskan macam-macam proses dan diagnosis neoplasma.
5. Menjelaskan tatalaksana, pencegahan, dan prognosis dari suatu neoplasma.
E. HIPOTESIS

Pasien dalam kasus diatas menderita karsinoma paru.

LAPORAN TUTORIAL

BLOK NEOPLASMA SKENARIO 2

KARSINOMA PARU
KELOMPOK 15
AULIANSYAH ALDISELA J S G0012036
ERIKA VINARIYANTI G0012072
KARTIKA AYU P S G0012102
NI NYOMAN WIDIASTUTI G0012148
R. Rr. ERVINA KUSUMA W G0012168
REINITA VANY G0012176
YUNIKA VARESTRI A R G0012236
CANDA ARDITYA G0012046
MICHAEL ASBY W G0012132
NOPRIYAN PUJOKUSUMA G0012152
SATRIYA TEGUH IMAM G0012206
BEATA DINDA SERUNI G0012042

TUTOR: MARWOTO, dr, Sp. MK, M.Sc

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

TAHUN 2013

BAB II

DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Seven Jump
1. Langkah I : Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam
skenario.

Dalam skenario ini kami mengklarifikasi istilah sebagai berikut:

a. Rontgen :Rntgen adalah salah satu bentuk dari radiasi elektromagnetik


dengan panjang gelombang berkisar antara 10 nanometer ke 100 pikometer
(mirip dengan frekuensi dalam jangka 30 PHz to 60 EHz). Sinar-X umumnya
digunakan dalam diagnosis gambar medis. Sinar-X adalah bentuk dari radiasi
ion dan dapat berbahaya.
b. PPOM :Singkatan dari Penyakit Paru Obstruktif Menahun. Merupakan
penyumbatan menetap pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh emfisema
atau bronchitis kronis.PPOM lebih sering menyerang laki-laki dan sering
berakibat fatal. PPOM juga lebih sering terjadi pada suatu keluarga, sehingga
diduga ada faktor yang diturunkan.Bekerja di lingkungan yang tercemar oleh
asap kimia atau debu, bias meningkatkan resiko terjadinya PPOM. Tetapi
kebiasaan merokok pengaruhnya lebih besar dibandingkan dengan pekerjaan
seseorang, dimana sekitar 10-15% perokok menderita PPOM. Angka kematian
karena emfisema dan bronchitis kronis pada perokok lebih tinggi dibandingkan
dengan angka kematian karena PPOM pada bukan perokok.Sejalan dengan
pertambahan usia, perokok akan mengalami penurunan fungsi paru-paru yang
lebih cepat daripada bukan perokok. Semakin banyak rokok yang dihisap,
semakin besar kemungkinan terjadinya penurunan fungsi paru-paru.
c. Dahak : Lendir kental, membulur dan lengket yang disekresikan di
saluran pernapasan, biasanya sebagai akibat dari peradangan, iritasi atau infeksi
pada saluran udara, dan dibuang melalui mulut. (identik dengan mukus, namun
kata ini tidak lagi banyak digunakan).
d. KankerParu : Pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam jaringan
paru, biasanya pada sel-sel tempat mengalirnya udara. Ada dua jenis utama
kanker paru, yaitu Small Cell Lung Cancer (SCLC) atau Kanker Paru Jenis
Karsinoma Sel Kecil dan Non-Small Cell Lung Cancer (NSLC) yang terdiri dari
adenokarsinoma squamous cell dan large cell.

2. Langkah II : Menentukan/mendefinisikan permasalahan


Permasalahan pada skenario ini yaitu sebagai berikut:

a. Apa saja faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor? endogenik


eksogenik, dll?
b. Bagaimana mekanisme dari tumor atau kanker?
c. Apa hubungan usia pasien dengan penyakit yang diderita?
d. Apa hubungan pekerjaan pasien dengan penyakit yang diderita?
e. Apa pengaruh penggunaan Asbes pada kesehatan?
f. Apa hubungan paparan asbes dengan penyakit kanker paru?
g. Apa hubungan kebiasaan merokok pasien dengan keluhan yang dirasakan?
h. Adakah resiko PPOM menjadi kanker paru?
i. Apa sebab pasien mengeluh nyeri dada dan sering batuk?
j. Bagaimana mekanisme penyakit PPOM/kanker menyebabkan berat badan
pasien turun?
k. Apa hubungan riwayat penyakit keluarga dengan penyakit pasien dan penyakit
dahulu?
l. Mengapa pasien mengalami batuk disertai dahak?
m. Bagaimana mekanisme penyebaran kanker paru pada pasien?
n. Penatalaksanaan , pencegahan, prognosis

3. Langkah III : Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara


mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah 2).

a. Apa saja faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor?


Semua sel normal memerlukan rangsangan dari faktor pertumbuhan agar dapat
mengalami proliferasi. Sebagian besar faktor pertumbuhan yang dapat larut dibuat
satu jenis sel dan bekerja pada sel disekitarnya untuk merangsang pertumbuhan
(kerja parakrin). Namun banyak sel kanker memperoleh kemampuan untuk
tumbuh sendiri karena mampu menyintesis faktor pertumbuhan yang sama kepada
mana sel tersebut responsif. Hal ini terjadi pada platelet-derived growth factor
(PDGF, faktor pertumbuhan yang berasal dari trombosit) dan transforming growth
factor (TGF-). Banyak glioblastoma mengeluarkan PDGF, dan sarkoma
menghasilkan TGF-. Lengkung otokrin serupa sering ditemukan pada banyak
jenis kanker. Pada banyak kasus, gen faktor pertumbuhan itu sendiri tidak berubah
atau mengalami mutasi, tetapi produk onkogen lain (misal RAS) menyebabkan
ekspresi berlebihan gen faktor pertumbuhan. Oleh karena itu sel dipaksa
mengeluarkan sejumlah faktor pertumbuhan seperti TGF-. Selain menghasilkan
PDGF, gen-gen yang mengkode homolog dari faktor pertumbuhan fibroblas (mis.
Hst-1 dan FGF3) juga pernah ditemukan pada beberapa tumor saluran cerna dan
payudara.
Faktor Endogen masuk LO.
b. Bagaimana mekanisme dari tumor atau kanker?
Penyakit kanker pada dasarnya merupakan penyimpangan gen yang
menimbulkan proliferasi berlebihan, progresif, dan irreversibel. Knudson
menyatakan bahwa karsinogenesis memerlukan dua hit. Proses pertama
menyangkut inisiasi dan karsinogen disebut inisiator. Proses kedua, yang
menyangkut pertumbuhan neoplastik promosi dan agennya disebut promotor.
Sekarang dipercaya bahwa sebenarnya terjadi hit multiple (lima atau lebih), dan
berbagai faktor dapat menyebabkan hit ini. Setiap hit menghasilkan perubahan
pada genom dari sel terpapar yang ditransmisikan kepada progeninya (sel
turunannya, yang disebut sebagai klon neoplastik). Periode antara hit pertama dan
berkembangnya kanker klinis disebut sebagai lag periode.
Proses transformasi sel kanker terjadi melalui pengaturan proliferasi oleh
beberapa jenis gen yaitu :
1) Protoonkogen dan onkogen
Protoonkogen berfungsi mengatur proliferasi dan diferensiasi sel normal.
Rangsangan faktro pertumbuhan ekstraaseluler diterima oleh reseptor faktor
pertumbuhan (gen ras) di permukaan membran (aktivasi tyrosin kinase) dan
diteruskan melalui transmembran sel (guanine nucleotide binding protein)ke
dalam sitoplasma dan ke dalam inti sel. Bila kemudian terjadi hit oleh
bahan karsinogen maka akan terjadi proliferasi sel abnormal yang berlebihan
dan tak terkendali, dimana protoonkogen berubah menjadi onkogen.
2) Antionkogen
Terjadinya kanker tidak semata disebabkan oleh aktivasi tapi dapat oleh
inaktifasi anti onkogen (growth supressor gen). Pada sel normal terdapat
keseimbangan onkogen dan anti onkogen. Anti onkogen yang sudah dikenal
secara umum adalah tp53. Apabila tp53 gagal mengikat DNA, makan
kemampuan mengontrol proliferasi menjadi hilang dan proliferasi sel
berjalan terus menerus dan tidak terkendali. Inaktifasi p53 dapat terjadi oleh
translokasi atau delesi. Gen tp53 ini merupakan tumor supresor gen yang
paling sering mengalami mutasi dalam kanker. Dalam sel-sel non stressed ia
mempunyai watu paruh yang singkat yaitu hanya 20 menit. Tp53 bekerja
dengan menginduksi gen penginduksi apoptosis yaitu gen BAX.
3) Gen repair DNA
Dalam keadaan normal, kerusakan gen akibat faktor- faktor endogen
maupun eksogen dapat dipernbaiki oleh mekanisme excission repair DNA
lession. Kegagalan mekanisme ini menimbulkan DNA yang cacat dan
diturunkan pada keturunan berikutnya sebagai mutasi permanen yang
potensial menjadi kanker. Gen lain yang ikut berperan langsung adalah sandi
protein check point (contoh ATM) yang berfungsi mencegah perkembangan
sel yang berasal dari sel cacat.
4) Gen anti apoptosis
Pada berbagai sel organ tubuh terdapat kematian sel secara terprogram
yang disebut apoptosis. Seperti misalnya ABL yang terdapat dalam nukleus.
Ia berperan untuk memulai proses apoptosis yang mederita kerusakan DNA.
Sel nekrosis tanpa reaksi radang diabsorpsi oleh makrofag
5) Gen anti metastasis
Para pakar telah mengidentifikasi gen nmE; dan nmE2 sebagai anti
metastasis. Pada beberapa kasus insiden metastasis tinggi, hilangnya fungsi
gen tertentu tampaknya berpotensi sebagai petanda agresifitas tumor.
6) Imunitas
Peran imunitas ikut mempengaruhi proses pertumbuhan kanker baik
humoral maupun sluler. Bukti-bukti menunjukkan bahwa adanya
keterlibatan proses immune dalam neoplasia dengan insidensi tinggi
terutama pada pasien dengan imunodefisiensi dan pasien pasca transplantaso
yang diberi obat imunosupresif.
c. Apa hubungan usia pasien dengan penyakit yang diderita?
Secara umum, frekuensi kanker meningkat seiring pertambahan usia. Sebagian
besar mortalitas akibat kanker terjadi pada usia 55 sampai 75 tahun; angka ini
menurun bersama dengan jumlah populasinya, setelah 75 tahun. Peningkatan
isiden seiring usia mungkin dapat dijelaskan dengan terjadinya akumulasi somatik
yang disebabkan oleh berkembangnya neoplasma ganas. Menurunnya kompetensi
imunitas yang menyertai penuaan juga mungkin berperan.
Kanker menyebabkan lebih dari 10% kematian pada anak-anak berusia 15
tahun atau kurang. Kanker mematikan yang utama pada anak adalah leukemia,
tumor sistem saraf pusat, limfoma, sarkoma jaringan lunak, dan sarkoma tulang.
d. Apa hubungan pekerjaan pasien dengan penyakit yang diderita?
Pada kasus Ca. Paru, penyebab yang berasal dari faktor lingkungan lebih besar
dari faktor geneti. Pada skenario disebutkan bahwa pekerjaan pasien adalah penata
rontgen. Rontgen merupakan salah satu faktor pencetus kanker atau bersifat
karsinogen. Cara kerja Rontgen yang sejatinya adalah sinar X yang ditembakkan
menembus jaringan. Sinar X memiliki sifat mengion sehingga mampu membentuk
ion ion dalam jaringan yang terkena olehnya. Ion dalam tubuh bisa menjadi radikal
bebas yang bersifat reaktif. Radikal bebas tersebut bisa mengubah atau merusak
DNA dengan mematahkan rantai DNA. DNA yang mengalami kerusakan
berpotensi mengakibatkan mutasi yang mengakibatkan kanker.
e. Apa pengaruh asbes dengan penyakit kanker paru?
Asbes merupakan mineral fibrosa yang secara luas banyak dipakai bukan hanya
di Negara berkembang melainkan juga di negara yang sudah maju seperti di
Amerika. Di Amerika asbes dipakai sebagai bahan penyekat. Terdapat banyak
jenis serat asbes tetapi yang paling umum dipakai adalah krisotil, amosit dan
krokidolit, semuanya merupakan silikat magnesium berantai hidrat kecuali
krokidolit yang merupakan silikat natrium dan besi. Krokidolit dan amosit
mempunyai kandungan besi yang besar. Krisotil terdapat dalam lembaranlembaran
yang menggulung, membentuk serat-serat berongga seperti tabung dengan
diameter sekitar 0,03 milimikron (Abraham, 1992) . Serat asbes bersifat tahan
panas dapat mencapai 8000C. Karena sifat inilah maka asbes banyak dipakai di
industri konstruksi dan pabrik. (Roggli, 1994). Lebih dari 30 juta ton asbes
digunakan di dalam konstruksi dan pabrik di Amerika (Murphy LLP) . Selain itu
asbes relatif sukar larut, daya regang tinggi dan tahan asam. (Abraham, 1992).
Asbestos adalah bentuk serat mineral silika termasuk dalam kelompok
serpentine dan amphibole dari mineral-mineral pembentuk batuan, termasuk:
actinolite, amosite (asbes coklat, cummingtonite, grunnerite), anthophyllite,
chrysotile (asbes putih), crocidolite (asbes biru), tremolite, atau campuran yang
sekurang-kurangnya mengandung salah satu dari mineral-mineral tersebut. Asbes
dapat diperoleh dengan berbagai metode penambangan bawah tanah, namun yang
paling umum adalah melalui penambangan terbuka (open-pit mining). Karena
sifatnya yang tahan panas, kedap suara dan kedap air, asbes sering juga digunakan
pada isolating pipa pemanas dan juga untuk panel akustik.
Sebenarnya asbes termasuk dalam kategori bahan yang sangat berbahaya,
karena asbes terdiri dari serat-serat yang berukuran sangat kecil, kira-kira lebih
tipis dari 1/700 rambut kita. Serat-serat ini menguap di udara dan tidak larut
dalam air, jika terhirup oleh paru-paru akan menetap di sana dan dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit.
Asbes dapat membahayakan tubuh kita jika ada bagian asbes yang rusak,
sehingga serat-seratnya bisa lepas, ini sangat berbahaya karena sulit untuk
mendeteksi bagaimanakah yang dikatakan asbes rusak, dan terkadang kita tidak
sadar kalau asbes yang kita gunakan sudah rusak.
Kondisi lain yang sangat beresiko adalah saat asbes yang diperbaiki atau
dipotong akan mengeluarkan serpihan yang berupa serbuk yang sangat berbahaya
bagi paru-paru (WHO, 1995).
f. Apa hubungan paparan asbes dengan kesehatan?
Hubungan paparan asbes dengan kanker paru adalah, asbes merupakan suatu
zat karsinogen. Zat karsinogen merupakan suatu zat yang dapat memicu timbulnya
kanker. Disini asbes merupakan proporsi risiko akibat kausa lingkungan. Dimana
paparan asbes yang terus menerus bisa menimbulkan kelaian di paru, mesotelioma,
saluran cerna (esofagus, lambung, dan usus besar).
g. Apa hubungan kebiasaan merokok pasien dengan keluahan yang dirasakan?
Hubungan kebiasaan merokok dengan keluhan yang dirasakan yaitu, rokok
selain sebagai inisiator juga merupakan promotor dan progesor, dan rokok juga
diketahui berkaitan (terbesar) dengan terjadinya kanker paru. Seperti pada
gambar :

Skema ini menggambarkan peran utama perubahan DNA dalam proses


karsinogenesis. Dalam skema ini, nikotin menyebabkan sifat adiksi ingin terus
merokok dan menyebabkan pajanan kronis terhadap bahan karsinogen. Karsinogen
secara metabolik dapat diaktifkan untuk bereaksi dengan DNA, membentuk
produk kovalen gabungan yang disebut DNA yang berubah (DNA adducts).
Bersaing dengan proses metabolik ini, proses detoksifikasi produk karsinogen
gagal untuk diekskresikan. Jika DNA yang sudah berubah tersebut dapat
diperbaiki (repair) oleh enzim perbaikan seluler, DNA akan kembali menjadi
bentuk normalnya. Akan tetapi jika perubahan terus berlangsung selama replikasi
DNA, kegagalan pengkodean DNA dapat terjadi, yang cenderung menjadi mutasi
permanen dalam urutan DNA. Sel-sel dengan DNA rusak atau bermutasi dapat
dilisiskan dengan proses apoptosis. Jika mutasi terjadi pada bagian utama dalam
gen-gen yang krusial, seperti RAS atau MYC onkogen atau TP53 atau CDKN2A
tumor supresor gen, hanya dapat terjadi kehilangan kontrol regulasi pertumbuhan
sel-sel normal dan terjadi pertumbuhan tumor. Nikotin dan karsinogen dapat juga
berikatan secara langsung dengan reseptor beberapa sel, selanjutnya mengaktivasi
protein kinase B (AKT), protein kinase A (PKA) dan faktor-faktor lain. Hal ini
dapat menyebabkan terjadinya penurunan proses apoptosis, peningkatan
angiogenesis, dan peningkatan transformasi sel. Bahan isi tembakau juga berisi
promotor tumor dan kokarsinogen, yang dapat mengaktifkan proses
karsinogenesis.
h. Adakah resiko PPOM menjadi kanker paru?
Ada, hal ini dikarenakan, pengertian PPOM itu sendiri adalah Penyakit Paru
Obstruktif menahun, yakni terjadinya penyumbatan menetap pada saluran
pernapasan yang disebabkan oleh emfisema atau bronkitis kronis. Dimana faktor
predisposisi dari PPOM itu sendiri juga mirip dengan kanker paru, serta gejala-
gejala yang ditimbulkan juga mirip dengan kanker paru. Ditambah lagi, didalam
skenario, dikatakan bahwa ayah pasien meninggal karena didiagnosis kanker paru,
hal ini menunjukkan adanya faktor genetik yang dibawa oleh pasien, sehingga
PPOM yang pasien alami saat ni bisa saja mengarah ke kanker paru.
i. Apa sebab pasien mengeluh nyeri dada dan sering batuk?
Nyeri di dada adalah gejala awal kanker paru-paru, yang akan terasa sangat
nyeri dengan tempatnya tidak pasti, serta bernafas akan terasa agak sesak. Jika
sakit berlanjut maka kemungkinan kanker ada di selaput paru-paru. Sedangkan
batuk disebabkan oleh kanker paru-paru yang sudah lama berada di jaringan paru-
paru, biasanya menyebabkan iritasi saluran pernafasan dan menimbulkan batuk.
j. Bagaimana mekanisme penyakit PPOM/kanker menyebabkan berat badan
pasien turun?
PPOM dan kanker paru membuat penderitanya sering batuk- batuk, akibat dari
gejala tersebut, pasien umumnya kesulitan dalam menelan makanan karena batuk
yang dialaminya, hal ini lah yang membuat berat badan pasien akan turun.
k. Apa hubungan riwayat penyakit keluarga dengan penyakit pasien dan penyakit
dahulu?
Pada skenario dijelaskan bahwa ayah pasien didiagnosa kanker paru. Dan
ayahnya adlah pekerja pabrik asbes. Serat asbes bisa menyebabkan terbentuknya
jaringan parut (fibrosis) dalam paru-paru. Sehingga tidak dapat mengembang dan
mengempis secara normal. Karena ayah pasien sering berhubungan dengan asbes,
kemungkinan partikel asbes terbawa kerumah dalam pakaian kerjanya. Dalam
skenario, ayah pasien didiagnosis kanker paru, maka pasien juga beresiko tinggi
terkena kanker paru karena kanker dapat diturunkan secara genetik
l. Mengapa pasien mengalami batuk disertai dahak?
Rokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran napas. Pada
saluran napas besar sel mukosa hipertropi dan kelenjar mukus hiperplasi sehingga
terjadi penyempitan saluran napas. Inilah yang menyebabkan pasien dadanya agak
nyeri. Tumor berada pada saraf, medesak saraf didekatnya atau bila tumor di
dalam organ padat dan tulang rangka tumbuh terlalu berlebihan sehingga
menyebabkan kapsula organ/periosteumteregang, sehingga timbul nyeri tumpul /
nyeri samar. Hipersekresi mukus pada saluran napas besar dan hipertropi kelenjar
submukosa pada trakea dan bronki menyebabkan peningkatan sekresi sel goblet.
Sehingga produksi mukus berlebih dan produksi sputum (dahak) berlebih. Itulah
yang menyebabkan pasien terbatuk dan keluar dahak.
m. Bagaimana mekanisme penyebaran kanker paru padapasien?
1) Sindroma obstruksi vena kava superior merupakan akibat dari
karsinoma paru langsung, menginvasi kelenjar limfe mediastinum superior
kanan
2) Sindroma Horner disebabkan metastasis kelenjar limfe mengenai saraf
simpatis paravertebra servikal VII hingga torakal I
3) Sindroma Pancoast diatas sindroma Horner, tumor lanjut mendestruksi
iga I, II dan saraf pleksus brakialis
n. Penatalaksanaan , pencegahan, prognosis

Pengobatan kanker paru-paru biasanya mempertimbangkan aspek riwayat


pasien, stadium kanker, serta kondisi kesehatan umum pasien. Berikut ini akan
dijelaskan beberapa pengobatan yang umumnya dilakukan pada penderita kanker
paru-paru.
1) Pembedahan untuk Kanker Paru
Pembedahan dalam kanker paru-paru adalah tindakan pengangkatan
jaringan tumor dan kelenjar getah bening di sekitarnya. Tindakan
pembedahan biasanya dilakukan untuk kanker yang belum menyebar hingga
ke jaringan lain di luar paru-paru. Pembedahan biasanya hanya merupakan
salah satu pilihan tindakan pengobatan pada NSCLC dan dibatasi pada satu
bagian paru-paru hingga stadium IIIA.
Beberapa jenis pembedahan yang mungkin digunakan untuk mengobati
NSCLC, antara lain:
1) Pneumonectomy: seluruh paru-paru (kiri atau kanan) diangkat pada
operasi ini
2) Lobektomi: lobus paru-paru diangkat dalam operasi ini
3) Segmentectomy atau reseksi baji: bagian dari suatu lobus diangkat dalam
operasi.
Ilustrasi pembedahan paru-paru (ada 3 ilustrasi)

Tindakan pembedahan memiliki angka kegagalan (death rate) sekitar


4,4% yang tergantung juga pada fungsi paru-paru pasien dan risiko lainnya.
Kadang pada kasus kanker paru stadium lanjut dimana banyaknya cairan
terkumpul pada rongga dada (pleural effusion), dokter perlu membuat suatu
lubang kecil pada dada untuk mengeluarkan cairan.
Efek samping pembedahan yang mungkin timbul sesudah operasi, antara
lain bronchitis kronis (terutama pada mantan perokok aktif).
2) Radioterapi untuk Kanker Paru
Radiasi kadang-kadang digunakan sebagai pengobatan utama kanker
paru-paru. Mungkin digunakan untuk orang yang tidak cukup sehat untuk
menjalani operasi. Untuk pasien kanker lainnya, radiasi dilakukan untuk
mengecilkan kankernya (dilakukan sebelum operasi).
Pada kasus kanker stadium lanjut, radiasi juga dapat digunakan untuk
meredakan gejala seperti nyeri, perdarahan, dan kesulitan menelan.
Seringkali dilakukan terapi Fotodinamik (PDT) untuk mengobati kanker
paru-paru yang dapat dioperasi. Dan berpotensi untuk mengobati tumor yang
tersembunyi dan tidak terlihat pada pemeriksaan Xray dada.
Efek samping radiasi, termasuk diantaranya: problem kulit, mual, muntah,
dan kelelahan. Radiasi pada dada dapat juga menyebabkan kerusakan paru-
paru dan kesulitan bernapas atau menelan.
Efek samping dari terapi radiasi pada (kanker paru yang telah menyebar
ke) otak biasanya menjadi serius setelah1 atau 2 tahun pengobatan, yang
mencakup: kehilangan memori, sakit kepala, masalah dengan pemikiran, dan
kurang gairah seksual.
3) Kemoterapi untuk Kanker Paru
Penderita SCLC terutama diobati dengan kemoterapi dan radiasi karena
tindakan pembedahan biasanya tidak berpengaruh besar terhadap survival
(kelangsungan hidup).Kemoterapi primer biasanya juga diberikan pada
kasus NSCLC yang sudah bermetastasis (menyebar).
Penggunaan kombinasi obat-obatan kemoterapi pada jenis tumor yang
diderita. Pada penderita NSCLC biasanya diobati dengan cisplatin atau
carboplatin yang dikombinasikan dengan gemcitabine, paclitaxel, docetaxel,
etoposide, atau vinorelbine. Sedangkan pada penderita SCLC, sering
digunakan obat cisplatin dan etoposide. Ataupun dikombinasikan dengan
carboplatin, gemcitabine, paclitaxel, vinorelbine, topotecan, dan irinotecan
juga digunakan.
4) TargetTerapi
Penerapan target terapi biasa dilakukan untuk pengobatan kanker paru-
paru pada stadium 3 dan 4 yang tidak berespons pengobatan lain. Ada dua
macam targeted therapy yang paling umum digunakan, yaitu.
a) Erlotinib (Tarceva)
Sel-sel kanker ditutupi oleh protein yang disebut EGFR (Epidermal
Growth Factor Receptor) yang membantu sel-sel kanker untuk membelah.
Tarceva bekerja dengan tidak mengizinkan EGFR untuk menginstruksikan
sel-sel kanker untuk tumbuh. Tarceva dapat diberikan pada pasien NSCLC
untuk memperpanjang harapan hidupnya.Boks
Tarceva bekerja lebih baik pada pasien bukan perokok atau wanita usia lebih
muda (sebelum menopause). Dan mudah dikonsumsi setiap hari karena
berbentuk pil.
b) Bevacizumab (Avastin)
Bevacizumad merupakan antibodi yang ditujukan untuk melawan protein
untuk membantu sel tumor membentuk pembuluh darah baru. Obat ini
mampu memperpanjang kelangsungan hidup pasien NSCLC stadium lanjut,
dan biasanya diberikan sebagai kombinasi dengan kemoterapi kombinasi
carboplatin & paclitaxel. Bevacizumab biasa diberikan melalui intravena
infus dan umumnya memiliki efek samping berupa perdarahan pada paru-
paru.
Prognosis dari kanker paru merujuk pada kesempatan untuk penyembuhan dan
tergantung dari lokasi dan ukuran tumor, kehadiran gejala-gejala, tipe kanker paru,
dan keadaan kesehatan secara keseluruhan dari pasien.
SCLC mempunyai pertumbuhan yang paling agresif dari semua kanker-kanker
paru, dengan suatu waktu kelangsungan hidup median (angka yang ditengah-
tengah) dari hanya dua sampai empat bulan setelah didiagnosis jika tidak dirawat.
(Itu adalah pada dua sampai empat bulan separuh dari semua pasien-pasien telah
meninggal). Bagaimanapun, SCLC adalah juga tipe kanker paru yang paling
responsif pada terapi radiasi dan kemoterapi. Karena SCLC menyebar sangat cepat
dan biasanya berhamburan pada saat diagnosis, metode-metode seperti
pengangkatan secara operasi atau terapi radiasi lokal berkurang efektif dalam
merawat tipe tumor ini. Bagaimanapun, ketika kemoterapi digunakan sendiri atau
dalam kombinasi dengan metode-metode lain, waktu kelangsungan hidup dapat
diperpanjang empat sampai lima kali. Dari semua pasien-pasien dengan SCLC,
hanya 5%-10% masih hidup lima tahun setelah diagnosis. Kebanyakan dari
mereka yang selamat (hidup lebih lama) mempunyai tingkat yang terbatas dari
SCLC.
Pada non-small cell lung cancer (NSCLC), hasil-hasil dari perawatan standar
biasanya keseluruhannya jelek namun kebanyakan kanker-kanker yang terlokalisir
dapat diangkat secara operasi. Bagaimanapun, pada tingkat I kanker-kanker yang
dapat diangkat sepenuhnya, angka kelangsungan hidup lima tahun dapat
mendekati 75%. Terapi radiasi dapat menghasilkan suatu penyembuhan pada suatu
minoritas dari pasien-pasien dengan NSCLC dan menjurus pada pembebasan
gejala-gejala pada kebanyakan pasien-pasien. Pada penyakit tingkat berlanjut,
kemoterapi menawarkan perbaikan waktu kelangsungan hidup yang sedang,
meskipun angka-angka kelangsungan hidup keseluruhannya jelek.
Prognosis keseluruhan untuk kanker paru adalah jelek jika dibandingkan
dengan beberapa kanker-kanker lain. Angka-angka kelangsungan hidup untuk
kanker paru umumnya lebih rendah daripada yang untuk kebanyakan kanker-
kanker, dengan suatu angka keseluruhan kelangsungan hidup lima tahun untuk
kanker paru sebesar 16% dibandingkan dengan 65% untuk kanker usus besar, 89%
untuk kanker payudara, dan lebih dari 99% untuk kanker prostat.
Penghentian merokok adalah langkah/tindakan yang paling penting yang dapat
mencegah kanker paru. Banyak produk-produk, seperti permen karet nikotin,
spray-spray nikotin, atau inhaler-inhaler nikotin, mungkin bermanfaat bagi orang-
orang yang mencoba berhenti merokok. Mengecilkan paparan pada merokok pasif
juga adalah suatu tindakan pencegahan yang efektif. Menggunakan suatu kotak tes
radon rumah dapat mengidentifikasi dan mengizinkan koreksi dari tingkat-tingkat
radon yang meningkat di rumah, yang juga dapat menyebabkan kanker-kanker
paru. Methode-metode yang mengizinkan deteksi dini kanker-kanker, seperti
helical low-dose CT scan, mungkin juga bermanfaat dalam mengidentifikasi
kanker-kanker kecil yang dapat disembuhkan dengan resection secara operasi dan
pencegahan dari kanker yang menyebar luas dan tidak dapat disembuhkan.

4. Langkah IV: Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan


sementara mengenai permasalahan pada langkah 3.

5. Langkah V: Merumuskan tujuan pembelajaran


a. Faktor endogenik yang dapat menyebabkan pertumbuhan tumor
b. Faktor dari pengaruh gaya hidup yang dapat menyebabkan pertumbuhan tumor
c. Prognosis penyakit tumor
d. Penatalaksanaan dan pencegahandari tumor
e. Penyakit penyakit yang dapat memicu terjadinya kanker paru
f. Pengaruh faktor keturunan terhadap karsinoma paru
g. Komposisi rokok yang dapat memicu terjadinya kanker (karsinogenik)

6. Langkah VI: Mengumpulkan informasi baru


Kami mengumpulkan informasi-informasi baru untuk menjawab pertanyaan
dari LO (Learning Obejctive) mulai dari jurnal baru hingga teks book.

7. Langkah VII: Melaporkan, membahas dan menata kembali informasi baru yang
diperoleh.
a. Faktor Endogen
Mutagen atau karsinogen yang berpotensial, dapat pula ditemukan dalam
tubuh. Menurut Soloway dan Lequesne (1980) terdapat beberapa zat yang
digolongkan sebagai mutagen/karsinogen endogen potensial. Karsinogen
tersebut yakni epoksida, peroksida, hidroksilamin, senyawa n-nitroso, n-oxides,
carbinolaminesandstruktur oksigen lain yang dapat dibentuk secara normal.
Keseluruhan karsinogen ini dapat dibentuk secara normal dalam tubuh dalam
jumlah yang sedikit, kebiasaan atau gaya hidup seseorang dapat meningkatkan
produksi karsinogen tersebut.
N-nitrosonornicotinemerupakan karsinogen yang dibentuk secara endogen
dalam tubuh. Seseorang yang tinggal atau hidup bersama dengan perokok
secara endogen tubuhnya akan membentuk karsinogen ini. N-
nitrosonornicotinepada hewan uji menyebabkan timbulnya tumor esofagus dan
cavitasnasalispada tikus, tumor trakhea pada hamster, tumor paru-paru pada
mencit, dan tumor cavitasnasalis pada mink.
Estrogen endogen dapat pula menjadi sebuah karsinogen endogen.
Kemampuannya sebagai karsinogen melalui efeknya yang memicu proliferasi
sel. Paparan berlebih dari estrogen endogen ini akan meningkatkan jumlah
proliferasi sel yang tidak lain dapat meningkatkan terjadinya suatu mutasi
melalui kesalahan saat melakukan proses sintesis DNA.
b. Faktor gaya hidup
1) Merokok
Merokok berhubungan dengan timbulnya tumor ganas di rongga mulut,
esophagus, kandung kemih, pancreas, hati, ginjal, dan paru-paru. Tingkat
bahaya dari merokok berkaitan juga dengan usia mulai merokok, lama
merokok, dan dosisnya.
2) Minuman Keras
Minuman keras beralkohol menunjukkan kaitannya dengan tumor di rongga
mulut faring, laring, esophagus, usus besar khususnya rectum.
3) Pola Diet
Kurangnya asupan sayuran buah kaya antioksidan dan beta karotene. Diet
tinggi lemak tinggi kalori dapat menimbulkan kanker mammae, kolorektal,
pancreas, dan prostat. Bahan makanan jenis ikan dan daging panggang juga
berhasil ditemukan 19 zat heterosiklikamin yang berefek mutagenik
4) Kurang olahraga
Olahraga menurunkan resiko kanker paru sebesar 20% dikarenakan
mempunyai fungsi meningkatkan fungsi paru-paru.
5) Heterocylic Amines (HCAs) yang berasal dari daging yang dimasak terlalu
lama. Akalamid bersifat merusak inti sel. Kebiasaan menggoreng maupun
merebus dalam suhu yang tinggi dan menggunakan minyak goreng secara
berulang ulang.
6) Asap Rokok baik secara aktif maupun pasif dan perokok pasif memiliki
resiko dua kali lebih tinggi dibandingkan perokok pasif.
7) Makanan instan
8) Konsumsi vitamin A yang kurang
9) Kurang beta karoten dan selenium
c. Prognosis dari karsinoma kanker menurut American Cancer Society dibedakan
berdasarkan jenis karsinoma paru yaitu :
1) Small Cell Lung Cancer (SCLC)
Kurang lebih 60-70% pasien dengan SCLC datang dengan kondisi telah
berada di stadium di mana sel tumor telah bermetastase ke tempat lain. Pada
dasarnya stadium ini sudah sulit untuk bisa diatasi. Namun apabila diberikan
kombinasi kemoterapi, pasien memberikan respon terhadap terapi sebesar
kurang lebih 20% dan kemungkinan untuk bertahan hidup sampai 7 bulan.
Akan tetapi hanya 2% kesempatan dapat bertahan hidup hingga 5 tahun ke
depan. Untuk stadium di mana sel tumor telah menginfiltrasi jaringan sekitar
dan kelenjar limfe namun belum bermetastase ke organ tubuh lain, apabila
diterapi dengan kombinasi kemoterapi serta terapi radiasi memberikan respon
sebesar 80% dan kemungkinan bertahan hidup hingga 17 bulan. Selain itu
harapan untuk bertahan hidup hingga 5 tahun meningkat sekitar 12-15%.
2) Non Small Cell Lung Cancer (NSLC)
Survival 5 tahun dari NSLC bergantung pada stadium mana pasien mulai
diterapi. Selain itu seberapa banyaknya kelenjar limfe yang sel tumor telah
bermetastase juga ikut mempengaruhi hasil dari prognosis.
Pasien dengan NSLC in situ dan stadium 1 masih dapat diberi terapi dalam
operasi pengangkatan. Prognosis jauh lebih baik ketimbang pasien dengan
stadium diatasnya. Untuk karsinoma yang sudah tidak dapat diterapi dengan
operasi, survival rate pasien rata-rata hanya sekitar 8-14 bulan saja.
d. Penatalaksanaan Karsinoma Paru
Tujuan pengobatan kanker ada 3 yaitu :
1) Kuratif : menyembuhkan atau memperpanjang masa bebas penyakit dan
meningkatkan angka harapan hidup pasien.
2) Paliatif : mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
3) Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal :mengurangi dampak
fisik maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
4) Suportif : menunjang pengobatan kuratif, paliatif, dan terminal seperti
pemberian nutrisi, transfusi darah dan komponen darah, growth factors obat
anti nyeri dan obat anti infeksi (Amin, 2009)
Pengobatan kanker dimulai dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
meliputi keadaan sistemik, kardiopulmonal, neurologi, dan skeletal. Dapat juga
dilakukan pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah tepi dan
pemeriksaan kimia darah untuk mencari kemungkinan metastasis tumor ke
sumsum tulang, hati, dan tengkorak. Selain itu baru dilakukan pemeriksaan lain
seperti :
1) Radioterapi
Radioterapi dapat digunakan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga untuk
terapi ajuvan pada tumor dengan komplikasi seperti mengurangi penekanan
terhadap pembuluh darah atau bronkus. Selain itu radioterapi nisa digunakan
untuk terapi komplikasi rongga dada akibat kanker, batuk refrakter, dan
megurangi nyeri akibat metastasis tumor atau kanker.
2) Kemoterapi
Kemoterapi merupakan pengobatan kuratif yang biasanya dikombinasikan
secara terintegrasi dengan pengobatan kanker lainnya. Kemoterapi bisa juga
digunakan untuk pasien kanker stadium IIIA. Biasanya kemoterapi diberikan
setelah terapi lokal. Sedangkan terapi definitif dengan pembedahan, radioterapi,
atau keduanya diberikan diantara siklus pemberian kemoterapi.
3) Pemilihan obat
Untuk obat tunggal umumnya tidak mencapai remisi komplit sehingga
digunakan obat kombinasi untuk meningkatkan respon yang berdampak pada
harapan hidup. Kombinasi obat yang digunakan untuk terapi kanker adalah
siklofosfamid, doksorubisin, dan vinkristin atau siklofosfamid, doksorubisin,
dan etoposid.
4) Terapi Target Molekular
Untuk terapi gen akhir-akhir ini dikembangkan penyelarasan gen/chimeric
dengan cara transplantasi stem sel dari darah tepi maupun sumsum tulang.
a) Epidermal Growth Factor Receptor -Tyrosine Kinase Inhibitor (EGFR-
TKIs)
Kerja obat ini adalah menghambat ikatan reseptor EGFR dengan
ligand-nya yaitu TGF (Transforming Growth Factor Alpha) dan EGF
(Epidermal Growth Factor). Contoh obat : gefitinib (Iressa), Erlotinib
(tarceva), dan Afatinib.
b) ALK inhibitor
Disarankan untuk pasien dengan fusi EML4-ALK di mana terjadi
gene arrangement dari gen pengkode ALK. Contoh obat : Crizotinib
Pencegahan
Pencegahan dari kanker paru antara lain :
1) Tidak merokok sejak usia muda. Berhenti merokok dapat mengurangi
risiko terkena kanker paru.
2) Pencegahan dengan chemopreventionbanyak dilakukan dengan memakai
derivat asam retinoid, karotenoid, vitamin c, selenium, dll.
3) Tindakan preventif juga perlu pada orang yang bekerja dengan asbes,
uranium, krom, dan materi karsinogenik dengan cara memakai alat pelindung
diri (APD) yang sesuai dengan gold standard dari pekerjaannya.
e. Penyakit lain yang beresiko menjadi Ca. Paru
Beberapa penyakit dapat berisiko menjadi kanker paru. Penyakit tersebut adalah
tuberkulosis (TBC) dan penyakit paru obstruktif kronis(PPOK) atau
crhonicobstructivepulmonarydisease(COPD).
Peneliti telah mereview data pada lebih dari 700.000 orang di China, dengan
atau tanpa tuberkulosis. Mereka yang dengan tuberkulosis hampir 11 kali berisiko
berkembang menjadi kanker paru-paru. Jumlah ini meningkat menjadi 16 kali
pada mereka yang juga menderita COPD. (Eldridge, 2011)
Dari 11.888 kasus insiden kanker paru-paru, 23% memiliki diagnosis
sebelumnya dari COPD dibandingkan dengan hanya 6% dari 37.605 kontrol.
Kemungkinan kanker paru-paru pada pasien yang telah didiagnosis PPOK dalam
waktu 6 bulan setelah diagnosis kanker mereka adalah 11 kali lipat dengan pasien
tanpa PPOK (oddsratio 11,47, 95% confidence interval 9,38-14,02). Namun,
ketika dibatasi untuk diagnosa awal PPOK, dengan penyesuaian untuk merokok,
efeknya nyata berkurang (untuk diagnosis PPOK> 10 tahun sebelum diagnosis
kanker paru-paru, rasio odds: 2.18, 95% confidence interval: 1,87-2,54). Pola
tersebut juga terjadi untuk pneumonia. Pengaruh PPOK pada kanker paru-paru
tetap setelah tidak termasuk pasien yang memiliki codiagnosis asma. (Powell etal.,
2013)
Menurut Powell (2013), Diagnosis PPOK sangat terkait dengan diagnosis
kanker paru-paru, namun, asosiasi ini sebagian besar disebabkan oleh kebiasaan
merokok, sangat tergantung pada waktu diagnosis PPOK, dan tidak spesifik untuk
COPD. Tampaknya tidak mungkin, karena itu, bahwa PPOK merupakan faktor
risiko independen untuk kanker paru-paru.
f. Faktor keturunan atau herediter, yaitu :
1) Sindrom kanker herediter : pewarisan satu gen mutan meningkatkan risiko
terkena kanker.
2) Sindrom resesif autosom :dikarenakan faktor dominan dan genotip yang
dipicu oleh lingkungan.
3) Kanker familial : ada kaitan antara gen penekan tumor BRCA1 dan BRCA2.
g. Komposisi Rokok
Untuk rokok tradisional atau yang sering disebut rokok kretek, terbuat dari
minyak esensial cengkeh atau terbuat dari cengkeh yang langsung digulung
menggunakan kertas. Sedangkan untuk rokok jaman sekarang sudah berbeda, yaitu
ada yang diberi zat tambahan seperti menthol, filter, dan bahan-bahan lain. Padahal
di dalam cengkeh terdapat suatu kandungan yang disebut eugenoi yang berguna
sebagai antijamur dan bakteri, serta mengandung vitamin A dan betakaroten yang
bisa mencegah kanker paru.
Sebuah penelitian mengatakan bahwa perokok kulit hitam lebih tinggi faktor
risiko terkena kanker paru dibandingkan dengan perokok kulit putih. Mungkin
dikarenakan mereka mengkonsumsi rokok yang mengandung menthol. Menthol
sendiri mengandung zat anestesi yang berfungsi untuk mematirasakan saluran
nafas sehingga para perokok cenderung menghisap rokoknya lebih dalam lagi.
Dan rokok filter merupakan zat sintesis yang tidak bisa diuraikan oleh tubuh
sehingga serbuk-serbuk filter yang sangat kecil dapat masuk lebih dalam ke
saluran pernafasan tidak bisa terurai dan menumpuk.

BAB III

KESIMPULAN

Neoplasma adalah pertumbuhan jaringan abnormal yang otonom dan merugikan.


Dibagi menjadi neoplasma jinak dan neoplasma ganas. Neoplasma ganas umumnya
disebut tumor ganas atau kanker atau carcinoma.
Terdapat banyak faktor risiko yang bisa memacu timbulnya kanker. Dalam kasus
pada skenario ini faktor risiko pasien adalah pekerjaannya seagai penata rontgen di
rumah Sakit karena sering terpapar sinar x. Selain itu pasien yang merupakan perokok
berat yang dapat mendukung terjadinya kanker. Terdapat predisposisi berupa riwayat
keluarga yang juga menderita kanker paru.
BAB IV
SARAN

A. Saran terkait skenario:


1. Sebaiknya suami pasien disarankan untuk berhenti merokok agar
faktor risiko neoplasma di keluarga pasien berkurang.
2. Untuk orang yang memiliki faktor risiko dan presdisposisi terhadap
neoplasma tertentu diharapkan selalu menjaga kesehatan dengan melakukan
gaya hidup sehat untuk mencegah munculnya neoplasma tersebut, serta
sebaiknya melakukan pemeriksaan kesehatan rutin.
3. Pencegahan terhadap kanker sangat perlu dilakukan dengan lebih
meningkatkan gaya hidup sehat dan tentunya edukasi terhadap pasien tentang
gejala dari kanker itu sendiri.

B. Saran terkait jalannyadiskusi tutorial:

1. Mahasiswa harus mencari bahan yang lebih dalam.


2. Mahasiswa harus lebih aktif tanpa harus terpancing tutor.
3. AC sebaiknya dilengkapi dengan remote control dan juga pengharum
ruangan.
4. Tutor diharapkan lebih memotivasi agar setiap anggota lebih semangat
dalam diskusi dan mencari bahan agar tutorial lebihefektif.
DAFTAR PUSTAKA

Dorland, Newman. 2008. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi ke-28.


Jakarta:EGC.

Eldridge L(2011). TuberculosisIncreasesRisk of Lung Cancer.


http://lungcancer.about.com/b/2011/01/01/tuberculosis-increases-risk-of-lung-
cancer.htm - diakses September 2013
Kumala, Poppy. 1998.Kamussakukedokteran Dorland Ed 25 , Jakarta: EGC

Larkin EK, Smith TJ, Stayner L, et al. Diesel exhaust exposure and lung cancer:
adjustment for the effect of smoking in a retrospective cohort study. Am J Ind
Med 2000;38(4):399.

Powell HA, Iven-omofoman B, Baldwin DR, Hubbard RB, Tata LJ (2013).


Chronicobstructivepulmonarydiseaseandrisk of lungcancer: theimportance of
smokingandtiming of diagnosis. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23196277 -
diakses September 2013

Price, Sylvia A. and Wilson, lorraine M. 2002. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: EGC, pp: 142-158.

Robnett TJ, Machtay M, Vines EF, et al. Factors predicting severe radiation
pneumonitis in patients receiving definitive chemoradiation for lung cancer. Int
J Radiat Oncol Biol Phys 2000;48(1):89.
Sudoyo, Aru W. et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam.Jakarta:InternaPublishing

You might also like