You are on page 1of 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS

Oleh :

Novita Sri Rahayu, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2016
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

A. Landasan Teoritis Diabetes Melitus


1. Defenisi
Diabetes melitus merupakan suatu sindrom dengan terganggunya
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh
berkurangnya sekresi insulin atau penurunan sensitifitas jaringan terhadap
insulin (Guyton & Hall, 2007). Sedangkan menurut (Saputra, 2012)
diabetes melitus adalah kelainan kronis defisiensi atau resistensi insulin
yang absolut atau relatif yang ditandai oleh gangguan metabolisme
karbohirat, protein dan lemak. Penyakit diabetes melitus ini dapat
mengakibatkan komplikasi yang berakibat fatal, seperti penyakit jantung,
penyakit ginjal, kebutaan, amputasi, dan mudah mengalami
atherosklerosis jika dibiarkan tidak terkendali (Krisnatuti dkk, 2014).
Diabetes melitus adalah suatu sindrom defisiensi sekresi insulin
atau pengurangan efektifitas kerja insulin atau keduanya, yang
menyebabkan hiperglikemia (Marrelli, 2007). Arti diabetes melitus dalam
bahasa Indonesia adalah sirkulasi darah madu. Kata ini digunakan karena
pada pasien diabetes melitus, meningginya kadar gula darah termanifestasi
juga dalam air seni.
Menurut ADA (2014), diabetes melitus dapat dikelompokkan
kedalam 4 kategori klinis, yaitu ; diabetes tipe 1 (karena kerusakan sel ,
biasanya menyebabkan kekurangan insulin absolut); diabetes tipe 2
(karena kerusakan progresif sekretorik insulin akibat resistensi insulin);
tipe diabetes tertentu karena penyebab lain, misalnya; defek genetik pada
fungsi sel , defek genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas
(seperti fibrosis kistik), dan yang disebabkan oleh obat atau kimia (seperti
dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ); diabetes
melitus gestasional (diabetes yang didiagnosis setelah kehamilan dan
belum menjadi penyakit diabetes secara pasti.
2. Etiologi

Etiologi secara umum tergantung dari tipe Diabetes, yaitu :


1. Diabetes Tipe I (Insulin Dependent Diabetes Melitus /IDDM)
Diabetes yang tergantung insulin yang ditandai oleh penghancuran
sel-sel beta pankreas disebabkan oleh :
a. Faktor genetik
Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri tapi
mewarisi suatu predisposisi / kecenderungan genetik ke
arah terjadinya DM tipe 1. Ini ditemukan pada individu
yang mempunyai tipe antigen HLA ( Human Leucocyte
Antigen ) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen transplatasi dan proses
imun lainnya.
b. Faktor Imunologi
Respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggap seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun
yang menimbulkan destruksi sel beta.
2. Diabetes Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus
/NIDDM )
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II belum
diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam
proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat faktor-faktor
risiko tertentu yang berhubungan yaitu :
a. Faktor genetik
Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam
proses terjadinya resistensi insulin. Komponen genetik berasal
dari koefisien keselarasan (corcodance) DM yang meningkat
pada kembar monozigot (Gibney, 2009).
b. Usia
Diabetes tipe ini sering terjadi pada penyandang yang
berusia lebih dari 40 tahun. Biasanya semakin meningkat usia
seseorang akan semakin beresiko terkena penyakit degenerative
salah satunya diabetes mellitus tipe 2. Karena pada usia tersebut
manusia mengalami penurunan fiologis yang secara dramatis
menurun sehingga akan beresiko pada penurunan fungsi
endokrin pankreas untuk memproduksi insulin (Smeltzer &
Bare, 2013).
c. Obesitas
Obesitas dapat didefinisikan sebagai kelebihan lemak
tubuh. Prediktor yang digunakan biasanya adalah indeks massa
tubuh. Obesitas dikatakan terjadi kalau terdapat kelebihan berat
badan 20% karena lemak pada pria dan 25% pada wanita
(Guyton, 2007). Tidak hanya indeks massa tubuh, lingkar
pinggang dan rasio lingkar pinggang panggul juga merupakan
alternative klinis yang praktis. Kedua pengukuran tersebut
berguna dalam penetuan obesitas sentral yang menggambarkan
lemak tubuh yang berhubungan dengan besarnya risiko untuk
terjadinya gangguan kesehatan termasuk diabetes mellitus tipe
2. Orang dengan obesitas lebih beresiko terkena diabetes
dibanding seseorang dengan berat badan normal (Sugondo,
2006).
d. Riwayat keluarga
DM tipe 2 merupakan penyakit multifaktorial dengan
komponen genetik yang akan mempercepat fenotipe diabetes,
riwayat penyakit untuk timbulnya DM tipe 2 terjadi interaksi
antara predisposisi genetik dan lingkungan. Seseorang yang
memiliki riwayat keluarga dengan diabetes mellitus akan lebih
beresiko terkena diabetes dibanding dengan yang tidak
(Smeltzer & Bare, 2013).
e. Kelompok etnik
Etnis berarti kelompok social dalam system social atau
kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu
karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya.
Anggota-anggota suatu kelompok etnik memiliki kesamaan
dalam hal sejarah, bahasa, system nilai, serta adat-istiadat dan
tradisi. Seperti halnya pada masyarakat minang memiliki tradisi
dan budaya sendiri khususnya dalam hal makanan. Orang
minang lebih suka mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak
dan tinggi karbohidrat, seperti makanan yang bersantan,
gorengan dll. Pola konsumsi makanan yang seperti ini
meningkatkan resistensi insulin yang akan beresiko terhadap
diabetes mellitus tipe 2 (Smeltzer & Bare, 2013).
3. Manifestasi klinis
Diabetes melitus tergolong penyakit berbahaya. Seringkali
penyakit ini baru diketahui setelah terjadi, bahkan setelah bertambah
parah. Jarang sekali penderita diabetes melitus yang menyadari bahwa
gejala awal diabetes telah terjadi pada dirinya sejak lama. Tidak sedikit
yang merasa kesehatannya baik-baik saja, walaupun peringatan bahaya
telah dikenalinya. Padahal sebelum penyakit ini berkembang telah
menunjukkan gejala-gejala khusus yang menjadi indikator diabetes
melitus. Tanda-tanda diabetes melitus yang perlu diketahui yaitu:
a. Sering berkemih
b. Sering merasa haus
c. Setiap saat merasa kelaparan
d. Penglihatan kabur
e. Mudah mengalami penambahan bobot badan
f. Sulit berkonsentrasi
g. Cepat lelah dan mudah mengantuk
h. Imunitas tubuh rendah, daya sembuh lambat terutama jika
mengalami luka pada kaki dan tangan
i. Pada wanita mudah terinfeksi jamur
j. Setiap saat merasa lelah, terutama setelah makan siang atau
makan malam
k. Mengalami penurunan daya tahan tubuh saat beraktivitas
l. Gula darah puasa pada pagi hari lebih tinggi dari 125 mg/dl
(Lingga, 2012).
4. Pemeriksaan penunjang dan diagnostic
Pemeriksaan diagnostik
Glukosa darah : meningkat 100 200 mg/dL
Aseton plasma ( keton ) : positif
Asam lemak bebas : peningkatan lipid dan kolesterol
Osmolalitas serum : peningkatan kurang dari 330 mOsm / L
Elektrolit :
- Natrium : normal, meningkat ataupun turun
- Kalium : normal, peningkatan semu, kemudian
menurun
- Fosfor : menurun
Hemoglobin glikosilat : meningkat 2 4 kali lipat
Gas darah arteri : pH rendah dan penurunan HCO3 ( asidosis
metabolik ) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
Trombosit darah : peningkatan Ht, leukositosis, hemokonsentrasi.
Ureum / kreatinin : dapat normal ataupun meningkat
Amilase darah : meningkat.
Insulin darah : menurun sampai tidak ada (pada tipe I) dan
meninggi pada tipe II
Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid
Urine : gula dan aseton positif, peningkatan berat jenis dan
osmoallitas.
Kultur dan sensitifitas : ISK, infeksi pada sistem nafas dan infeksi
pada luka.
5. Penatalaksanaan medis dan keperawatan
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya
komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe
diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa
terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien
(Smeltzer & Bare, 2013).

Penatalaksanaan diabetes mellitus tipe 2 didasarkan pada :


a. Rencana diet
b. Latihan fisik dan pengaturan aktivitas fisik
c. Agen-agen hipoglikemik oral
d. Terapi insulin
e. Pengawasan glukosa rumah
f. Pengetahuan tentang diabetes dan perawatan diri
(Price & Wilson, 2006)
Prinsip pengelolaan diabetes mellitus meliputi empat prinsip utama
yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi
farmakologis (Perkeni, 2011).
1. Edukasi
Menurut Martin (2011), rata-rata dibutuhkan waktu
selama 3-6 tahun untuk timbul manifestasi berupa hiperglikemia
puasa dan individu bisa terdiagnosa pasti menderita diabetes.
Hal ini menunjukan pada umumnya diabetes terjadi ketika pola
hidup yang kurang baik dari penyandang sudah berlangsung
secara stabil dalam waktu yang cukup lama. Berdasarkan hal ini,
perubahan perilaku merupakan kunci utama dalam
memanajemen kadar gula darah. Untuk mencapai keberhasilan
perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif
untuk meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga tentang
diabetes (American association of Diabetes Educator, 2009).
Pola hidup yang diharapkan dapat dicapai oleh
penyandang adalah :
a) Mengikuti pola makan sehat
b) Membiasakan aktivitas fisik
c) Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan
khusus dengan benar
d) Melakukan pemantauan Glukosa Darah Mandiri
(PGDM) dan memanfaatkan data hasil pengukuran
e) Melakukan perawatan kaki secara berkala
f) Mampu mengenal dan berespon secara tepat terhadap
berbagai penyulit akut
g) Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
yang ada
2. Terapi gizi medis
Setiap penyandang diabetes mendapat terapi gizi medis
sesuai kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Pengaturan
makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang simbang
dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing
individu. Berbagai alternatif jenis diet perlu diberikan secara
jelas agar klien dapat mengerti dan mudah dalam
menerapkannya. Seringkali yang menjadi tantangan bagi tim
kesehatan adalah faktor budaya dalam memodifikasi pola makan
klien dan keluarganya (Biswas, 2006). Tujuan dari mengatur
diet pasien adalah untuk mengatur status gizinya agar tidak
melebihi gizi normal.
3. Latihan jasmani
Salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes mellitus tipe
2 adalah kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara
teratur 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit. Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan
berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga
dapat memperbaiki kendali glukosa darah (sigal, 2006). Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan yang bersifat aerobik
seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dll. Latihan jasmani
sebaiknya disesuaikan berdasarkan umur dan kesegaran jasmani
dan hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau
bermalas-malasan (Soegondo, 2009).
4. Intervensi farmakologis
a) Obat hipoglikemik oral (OHO)
Menurut Soegondo (2009) OHO dibagi menjadi 4
golongan berdasarkan cara kerjanya, yaitu pemicu sekresi
insulin (insulin secretagogue) misalnya sulfonylurea dan
glinid, penambah sensitivitas terhadap insulin misalnya
metformin dan tiazolidindion, penghambat glukogenesis
misalnya metformin dan penghambat absorpsi glukosa
misalnya penghambat glukosidase alfa.
b) Insulin
Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi empat
jenis yaitu insulin kerja cepat (rapid acting insulin), insulin
kerja pendek (short acting insulin), insulin kerja menengah
(intermediate acting insulin), serta insulin kerja panjang (long
acting insulin) (Soegondo, 2009).
6. Komplikasi
Berdasarkan mulai timbulnya dan lama perjalanannya, komplikasi
diabetes melitus digolongkan menjadi komplikasi mendadak (akut) dan
komplikasi menahun (kronis).
a. Komplikasi menahun (akut)
Komplikasi akut, komplikasi yang datangnya mendadak
tanpa aba-aba. Namun, jika diatasi, dapat sembuh. Yang termasuk
komplikasi akut adalah infeksi yang sulit sembuh, koma
hipergikemik (koma diabetik) dan hipoglikemi dengan koma
hipoglikemik.
1. Infeksi yang sulit sembuh
Sewaktu-waktu, seperti orang lain, penderita diabetes
juga dapat mengalami infeksi, yaitu masuknya kuman ke dalam
tubuh, seperti flu, borok (biasanya di kaki), atau radang paru-
paru). Bedanya penderita diabetes melitus, lebih sering terkena
infeksi dan lebih sulit sembuh.
2. Koma hiperglikemik (koma diabetik)
Kadar gula darah yang sangat tinggi disebut
hiperglikemi. Keadaan ini isa menyebabkan koma pada diabetes
melitus. Koma pada hiperglikemi disebut koma hiperglikemik,
atau koma ketoasidotik. Biasanya gejala yang timbul sebelum
koma adalah keluhan klasik yang bertambah hebat, yaitu
semakin cepat haus, semakin banyak minum, dan badan
semakin lemah. Jika infeksi tidak cepat diobati dan gula darah
tidak cepat diatur, penyakit ini bisa menjadi lebih berat dan
terjadilah penurunan kesadaran atau koma.
3. Hipoglikemi dan koma hipoglikemik
Hipoglikemi bukan komplikasi murni diabetes melitus.
Keadaan ini adalah komplikasi pengobatan karena hanya dapat
dialami oleh penderita diabetes melitus yang mendapat obat
penurun gula, khususnya golongan sulfonilurea atau suntikan
insulin. Hipoglikemi terjadi apabila pasien yang sudah minum
obat golongan sulfonilurea, atau suntikan insulin, lalu:
a. terlambat makan,
b. lupa makan,
c. makan tapi jumlahnya kurang,
d. tiba-tiba muntah-muntah, atau
e. tiba-tiba harus melakukan kerja fisik berat.
Ciri-ciri gejalanya, tiba-tiba merasakan luar biasa lapar,
berkeringat dingin, jantung erdebar-debar, pusing, dan linglung.
Jika tidak segera diatasi, kesadaran turun, sampai akhirnya
tidak sadarkan diri (koma). Kondisi inilah yang disebut koma
hipoglikemik. Koma hipoglikemik adalah kesadaran yang
sangat gawat karena jika tidak cepat diatasi akan
mengakibatkan kematian.
b. Komplikasi kronis
Komplikasi kronis biasanya tampak setelah 10-15 tahun
sejak diagnosis diabetes melitus. Namun, pada diabetes melitus tipe
2, seringkali beberapa komplikasi kronis sudah ada sewaktu
penderita pertama kali didiagnosis menderita diabetes melitus. Hal
ini terjadi karena penderita sudah lama menderita diabetes melitus
tanpa gejala yang jelas sehingga komplikasi tidak terpantau.
Komplikasi kronis khas diabetes disebabkan kelainan pada
pembuluh darah besar, pembuluh darah kecil/halus, atau pada
susunan saraf.
7. Terapi Nutrisi/ Diet Sehat Penderita Diabetes Melitus
Tujuan dari diet sehat adalah untuk mempertahankan kadar glukosa
darah senormal mungkin dan mengusahakan agar berat badan penderita
mencapai batas seideal mungkin (Mahendra dkk, 2008). Sedangkan
menurut American Diabetes Association (ADA) tujuan dari diet sehat
adalah untuk meningkatkan kesehatan penderita diabetes melitus,
mengontrol kadar gula darah, menurunkan berat badan dan mencegah
komplikasi diabetes melitus tipe 2 (ADA, 2015). Semua penderita diabetes
melitus harus melakukan diet dengan pembatasan kalori, terlebih untuk
penderita yang obesitas. Pemilihan makanan harus dilakukan secara bijak
dengan melaksanakan pembatasan kalori, terutama pembatasan lemak total
dan lemak jenuh untuk mencapai kadar glukosa dan lipida darah yang
normal. Menu dengan jumlah kalori yang tepat umumnya disesuaikan dan
dihitung berdasarkan kondisi penderita (Mahendra dkk, 2008).
Menurut Hartono (2006) terapi diet untuk penderita diabetes
melitus bertujuan untuk:
a) Mengendalikan kadar glukosa dan lemak darah agar komplikasi dapat
dicegah atau ditunda.
b) Mendapatkan dan mempertahankan berat badan normal atau ideal.
c) Menghasilkan status gizi yang adekuat.
d) Menghasilkan kebugaran dan kenyamanan tubuh karena pengendalian
gula darah dapat menghilangkan keluhan mudah lelah, sering pusing
atau sakit kepala, kram, kesemutan, gatal-gatal dan sebagainya.
Berdasarkan konsesus yang telah disusun oleh PERKENI (2011)
terkait dengan manajemen diet diabetes melitus berikut dijelaskan.

a) Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:

1. Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total
asupan energi. Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak
dianjurkan pada pasien diabetes melitus. Makanan harus
mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi. Gula
dalam bumbu diperbolehkan sehingga penderita diabetes melitus
tipe 2 dapat makan bersama dengan makanan keluarga yang
lain. Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti
gula, asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted-
Daily Intake). Jadwal makan yaitu tiga kali sehari untuk
mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. Kalau
diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau
makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
2. Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan
kalori, tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
Lemak jenuh <7 % kebutuhan kalori, lemak tidak jenuh ganda
<10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal. Bahan
makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung
lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan
susu penuh (whole milk). Anjuran konsumsi kolesterol <200
mg/hari.
3. Protein
Dibutuhkan sebesar 10 20% total asupan energi.
Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang,
cumi,dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu
rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe. Pada
penderita dengan nefropati perlu penurunan asupan protein
menjadi 0,8 g/KgBB perhari atau 10% dari kebutuhan energi
dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.
4. Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes
melitus sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu
tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok
teh) garam dapur. Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium
sampai 2400 mg. Sumber natrium antara lain adalah garam
dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat
dan natrium nitrit.
5. Serat
Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes
melitus tipe 2 dianjurkan mengkonsumsi cukup serat dari
kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat
yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat,
dan bahan lain yang baik untuk kesehatan. Anjuran konsumsi
serat adalah 25 g/hari.
6. Pemanis alternatif
Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan
pemanis tak berkalori. Termasuk pemanis berkalori adalah gula
alkohol dan fruktosa. Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol,
maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol. Dalam penggunaannya,
pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya
sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari. Fruktosa tidak
dianjurkan digunakan pada penderita diabetes melitus tipe 2
karena efek samping pada lemak darah. Pemanis tak berkalori
yang masih dapat digunakan antara lain aspartam, sakarin,
acesulfame potassium, sukralose, dan neotame. Pemanis aman
digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily
Intake / ADI) .

b) Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkan penderita diabetes melitus tipe 2. Di antaranya adalah
dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya
25-30 kalori/kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada
beberapa faktor seperti: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan,
dan lain-lain.

i. Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus


Brocca yang dimodifikasi adalah sebagai berikut:

a) Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1


kg.

b) Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan


wanita di bawah 150 cm, rumus dimodifikasi
menjadi: Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm -
100) x 1 kg.

ii. Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa


Tubuh (IMT).Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan
rumus: IMT = BB(kg)/ TB(m2).

Klasifikasi IMT menurut WHO WPR/IASO/IOTF


dalam The Asia-Pacific Perspective :Redefining Obesity
and its Treatment: Berat badan kurang jika nilai IMT
kurang dari 18,5, berat badan normal jika nilai IMT 18,5-
22,9, berat badan lebih jika nilai IMT lebih besar atau sama
dengan 23,0, berat badan lebih dengan resiko jika nilai IMT
23,0-24,9,berat badan obesitas I jika nilai IMT 25,0-29,9,
berat badan obesitas II jika nilai IMT lebih dari 30.

8. WOC
B. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Identitas klien meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin,
pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, No
register, dan dignosa medis.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Adanya gatal pada kulit disertai luka yang tidak sembuh,
kesemutan,menurunnya BB, meningkatnya nafsu makan, polifagia,
polidipsi, menurunnya ketajaman penglihatan, mual, sering haus
dan muntah.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat konsumsi gula berlebihan ,riwayat
hiperensi,MCI,isk berulang
d. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji adanya anggota keluarga yang menderita DM
2. Pola Fungsinal Gordon
a. Pola persepsi
Kebiasaan merokok, riwayat peminum alcohol, kesibukan
dan olahraga.

b. Pola nutrisi dan metabolisme


Biasanya klien mengalami mual, muntah, bila kondisi klien
telah stabil, evaluasi terhadap pola nutrisi klien untuk
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat.
c. Pola eliminasi
Perubahan pola berkemih (poliuria ),nokturia,kesulitan
berkemih (infeksi ) isk berulang ,nyeri tekan abdomen

d. Pola tidur dan istirahat


Biasanya klien lemah ,letih,sulit bergerak /berjalan,kram
otot,tonus otot menurun,gangguan tidur /istirahat.
e. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya klien merasa lemah dan lelah sehingga tidak
banyak beraktivitas
f. Pola hubungan dan peran
Biasanya klien diabetes melitus yang menjalani rawat inap
akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
g. Pola kognitif dan perseptual
Biasanya klien mengalami gangguan penglihatan.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya dampak yang timbul pada klien diabetes melitus
yaitu rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal.
i. Pola seksual
Biasanya klien diabetes melitus akan mengalami masalah
dalam hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap
j. Pola mekanisme koping
Keluhan tentang penyakit

k. Pola keyakinan
Biasanya kebutuhan beribadah klien diabetes melitus
biasanya mengalami gangguan karena klien harus dirawat dan
keterbatasan gerak klien.
DAFTAR PUSTAKA

Guyton & Hall. (2007). Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta : EGC.

Krisnatuti, D., Yenrina, R., Rasjmida, D. (2014). Diet sehat untuk penderita
Diabetes melitus. Jakarta Timur : Penebar Swadaya.

Lingga, L. (2012). Bebas diabetes tipe 2 tanpa obat. Jakarta: Agro Media Pustaka.

Marrelli, T.M. (2007). Buku saku dokumentasi keperawatan. Jakarta : EGC.

PERKENI. (2011). Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe


2 di Indonesia. Jakarta.

Saputra, L. (2012). Buku saku keperawatan pasien dengan gangguan


fungsi endokrin. Tanggerang:Binarupa Aksara.

Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Kperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume
2. Jakarta : EGC

You might also like