Professional Documents
Culture Documents
Assalamualaikum Wr.Wb
Yang terhormat;
Rektor Universitas Malikussaleh, Pembantu Rektor, Dekan
Dekan Fakultas Teknik, Pembantu
Dekan Fakultas Teknik, Kajur di lingkungan Fakultas Teknik,, Pemateri Utama Bapak Ir.
Musthofa, Ibu Prof. Ir. Husni Husin, MT, Bapak Dr. Bahruddin, MT, Rekan Dosen di
Lingkungan Jurusan Teknik Kimia serta para undangan dan mahasiswa/mahasiswi yang
berbahagia. Bersama
ma ini kita panjatkan puji
puji dan syukur kehadirat Allah SWT., dimana
dengan rahmat dan hidayah-Nya
Nya kita dapat hadir dan menyelenggarakan Seminar Nasional
N
Teknik Kimia Universitas Malikussaleh (Unimal) tahun 2016 .
08.00-08.30 : Registrasi
08.30-10.10 : Pembukaan
- Pembacaan Al-Quran
- Tari Persembahan & Paduan Suara
- Kata Sambutan:
Ketua Panitia Seminar, Ketua Jurusan Teknik Kimia, Dekan
Fakultas Teknik, Rektor Universitas Malikussaleh
- Doa
- Coffe Break
10.10-11.35 : Pemateri Utama
- Ir. H. Musthofa (Komisaris Utama PT. Pupuk Iskandar Muda)
- Prof. Ir. Husni Husin (Teknik Kimia Universitas Syiah Kuala)
- Dr. Bahruddin, MT. (Teknik Kimia Universitas Riau)
11.35-11.45 : Sesi Photo Bersama
11.45-14.00 : Isoma
14.00-17.30 :Seminar Paralel
17.30-18.00 : Penutup
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
DAFTAR ISI
Halaman
Energi Terbarukan
ET-01 Desain dan Uji Kehandalan Konverter Kit Untuk Mesin Diesel 1
Berbahan Bakar Ganda Biogas Metana dan Biosolar
(Imron Rosyadi, Yuhelsa Putra, Dewi Murni )
ET-02 Optimasi Proses Pembuatan Biodiesel dari Minyak Biji Jarak 11
Kepyar (Ricinus communis L.) dengan Metode Ekstraksi Reaktif
(Wawan Setiawan, Azhari, Novi Slyvia)
ET-03 Pemanfaatan Limbah Kaleng Minuman Aluminium Untuk Produksi 22
MK-03 Pengaruh Suhu dan Waktu Reaksi Pada Pembuatan Kitosan Dari 118
Tulang Sotong (Sepia officinalis)
(Etty Centaury Siregar, Suryati, Lukman Hakim )
MK-04 Pembuatan Plazore Dari Plastik Bekas Dengan Media Minyak
Jelantah Dan Aplikasi Sebagai Perendam Bunyi 127
(Milawarni, Saifuddin)
MK-05 Uji Mekanik Komposit Berpenguat Serat Pandan Duri dan Resin 140
Polyester Dengan Variasi Komposisi Metoda Fraksi Berat
(Muhammad, Reza Putra )
MK-06 Pembuatan Lembar Hidrogel Dari Kitosan, Madu, gelatin, dan 150
kappa karagenan sebagai material pembalut luka
(Dhena Ria Barleany, Ifo Triyuni, M. Aryo bimantoro)
MK-07 Pengaruh perbedaan kepolaran pelarut pada Ekstraksi Resin dari 162
Buah Jernang (Dragon Blood) metode masearasi untuk penentuan
kualitas resin jernang sesuai SNI 1671:2010
(Saifuddin, Nahar dan Selvie Diana)
MK-08 Pengaruh Suhu Dan Konsentrasi Naoh Pada Pembuatan Kitosan 179
(Edy Yusuf,Zulmiardi)
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
MK-10 Efektifitas Proses Aop Berbasis H2O2 Dalam Menghilangkan 203
MK-11 Penguatan Sifat Mekanis Dan Biodegradability Pati Sagu Termoplastik 220
MK-12 Efektivitas Suhu Dan Waktu Distilasi Terhadap Komposisi Kimia 236
Asap Cair Dari Tempurung Kemiri
(Sulhatun, Nasrun, Cut Putri)
MK-13 Pemanfaatan Limbah Serat Ampas Tebu (Saccharum Officinarum) 251
Sebagai Bahan Baku Genteng Elastis
(Mis Ariska AJ Rambe, Fiqhi Fauzi,SitiKhanifa)
Pada Alat Penukar Kalor Jenis Shell And Tube Dengan Menggunakan
Aminullah M)
Abstrak
Kata kunci: Gas Heater koanverter, diesel dual fuel, Biogas, biosolar
1. Pendahuluan
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Biogas yang dihasilkan dari eceng gondok juga ramah lingkungan dan bersifat
berkelanjutan. Patil et al., (2011) menyatakan bahwa penggunaan eceng gondok
sebagai substrat pembuatan biogas merupakan strategi pengendalian yang sangat
menguntungkan karena bersifat produktif. Eceng gondok selalu tersedia dan
terbarukan sehingga bisa dipanen setiap saat sesuai masa produksinya.
Mesin diesel berbahan bakar ganda (dual fuel) yaitu mesin diesel yang
ditambahkan bahan bakar lain pada proses pembakarannya. Prinsip dari mesin
diesel dual fuel yaitu bahan bakar gas ditambahkan melalui saluran hisap mesin
dengan menggunakan ruang pencampur (mixing chamber). Sedangkan bahan
bakar solar disemprotkan dengan pilot fuel . Pembatasan subsidi pada bahan bakar
minyak akhir-akhir ini banyak menimbulkan permasalahan terutama masyarakat
kalangan menegah kebawah yang keseharian usahanya menggunakan motor diesel.
Masyarakat banyak menggunakan mesin diesel sebagai alat bantu, seperti mesin
pompa air pertanian, traktor tangan pertanian, penggilingan padi, generator listrik,
dan mesin perahu nelayan.
Oleh sebab itu perneliti ingin mengembangkan system diesel berbahan
bakar ganda (dual fuel). yang menggunakan instrument katalis kit konverter yang
sederhana. Dengan meningkatkan kemampuan katalis kit konverter, diharapkan
dapat meningkatkan suplai penggunaan bahan bakar gas. Dengan demikian
penggunaan bahan bakar solar dapat ditekan setinggi mungkin.
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Menguji kemampuan Gas Heater kit
Konverter untuk mensuplai bahan bakar biosolar dan gas metana kemesin diesel,
hingga aliran maksimum tanpa terjadi detonasi. (2) Membandingkan konsunsi
massa biogas Biosolar, (3) Membandingkan karakteristik performa mesin diesel
dual fuel dengan menggunakan Gas Heater converter standar dengan modifikasi.
(4) Mengetahui dari segi nilai ekonomis.
2. METODOLOGI
2.1. Diagram alir Penelitian
Mesin diesel yang akan digunakan dalam percobaan ini yaitu mesin diesel
satu silinder dengan kapasitas mesin 7 Hp berbahan bakar solar (diesel oil).
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Unit Gas Heater yaitu bagian utama dari konverter yang digunakan
untuk meningkatkan temperatur gas sebelum masuk keruang bakar, sehingga
diharapkan pembakaran dapan terjadi dengan sempurna untuk menghidari
terjadinya detonasi mesin.
Gas Heater dibuat menggunakan pipa-pipa tembaga dengan
pertimbangan nilai konduktivis termal tembaga cukup bagus serta mudah
ditemukan dipasaran.
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu unit motor diesel
dong feng 7 hp 2600 rpm. unit instrument rem block tunggal untuk pembenbanan.
Unit load cell beserta displainya, untuk indicator beban pengereman. Tachometer
digital, flow meter gas, dan thermometer beserta gelas ukur.
Untuk unit konverter dibuat dari selang gas, regulator dan klem klem
penghubung.
2.2 Prosedur penelitian
Tahap awal penelitian dimulai dari pembuatan Gas Heater ,dilanjutkan
dengan memodifikasi saluran hisap mesin. Untuk membuat ruang campur udara
dan gas.
Semua instrument diinstalasi menjadi satu, seperti sekema dibawah ini;
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Keterangan Gambar:
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Besarnya konsumsi bahan bakar gas metana type ini disebabkan karena
desain konver kit yang dimodifikasi ( Type 3) memungkinkan gas metana dapat
menyerap kalor dengan baik pada pipa gas buang , sehingga temperatur gas akan
meningkat . Hal ini mengakibatkan tekanan pada saat masuk ke katup hisap juga
meningkat.
Besarnya torsi yang dicapai oleh mesin dihitung berdasarkan parameter gaya
pembebanan pada sistem rem blok tunggal. Jika dibandingkan dengan biosolar
murni, maka pada putaran yang sama torsi yang dihasilkan pada bahan bakar
ganda ini lebih besar. Semakin besar supplai gas metana yang masuk ke dalam
ruang bakar, maka kualitas pembakaran akan lebih sempurna.
Supplay bahan bakar gas yang menggantikan pemakaian biosalar cukup
besar. Hal ini disebabkan nilai oktana dari gas ini cukup tinggi, sehingga
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
memungkinkan gas metana yang dipasok ke dalam ruang bakar lebih maksimal
tanpa terjadinya detonasi.
3.3 Daya Mesin
Besarnya daya yang dicapai oleh mesin dihitung berdasarkan parameter
besarnya torsi yang tercapai. Besarnya torsi yang dihasilkan berbanding lurus
dengan daya mesin. Semakin besar putaran mesin, maka besarnya torsi juga
meningkat dan diikuti oleh peningkatan daya yang dihasilkan.
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Secara umum, Katalis konverter kit Type 3 memiliki kemampuan performa mesin
yang paling baik, jika dibandingkan dengan type standar. Begitu juga dari
Konsumsi bahan bakar spesifik/ Sfc (kg/kWh), type ini, besarnya sfc lebih rendah
pada putaran 700 rpm, dan 1000 rpm. Akan tetapi pada putaran tinggi 1300 rpm,
nilai Sfc dari type standar lebih baik.
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
4. Kesimpulan
Setelah mengamati data- data hasil pengujian alat penukar panas (gas
heater) pada unit konverter kit mesin diesel dual fuel ini. Dapat di tarik beberapa
kesimpulan :
1. Penggunaan bahan bakar biogas metana dapat digunakan pada mesin diesel
berbahan bakar ganda ( solar + gas).
2. Pada pengujian bahan bakar ganda metana dan biosolar, supplai biogas metana
ke dalam ruang bakar mesin diesel tertinggi didapat pada katalis konverter
tipe 3. Pada tipe ini metana dapat menggantikan biosolar sampai 80,23%.
3. Jika bahan bakar biogas metana diasumsikan didapat secara gratis, maka biaya
operasi penggunaan bahan bakar solar akan lebih murah pada putaran yang
sama.
4. Secara ekonomis, penggunaan bahan bakar biogas metana jauh lebih murah
jika dibandingkan dengan biosolar murni pada putaran yang sama. Misalkan
pada putaran 1300 rpm, penggunaan solar murni jika beroperasi dalam 1 hari
sebesar Rp.31.795,00. Sedangkan pada bahan bakar biosolar gas metana Rp.
8.406 ,00.
5. Besarnya daya / BHP yang dihasilkan semakin menurun dengan semakin
besarnya supplay gas metana ke dalam mesin.
5. Saran
Perlu dilakukan sistem kontrol AFR agar dihasilkan komposisi udara dan
bahan bakar yang baik untuk pembakaran.
6. Daftar Pustaka
Sitompul, Cristian I. 2011. Pengujian Perbandingan Performa mesin Diesel
Berbahan Bakar Solar Dengan Mesin Diesel Berbahan Bakar campuran
(Solar-Kerosene). Fakultas Teknik Universitas Sumatra Utara, Medan
Rachmanto , Tri, ST., MSc. 2008. Konsumsi bahan bakar spesifik (SFCE) dan
efesiensi thermal mesin diesel idi bahan bakar ganda multi silinder solar-LPG
dengan variasi beban rendah bertingkat. Fakultas Teknik Universitas Mataram
Nurjaman, Jajang. 2014. Study Performa Motor Diesel Dengan Menggunakan
Bahan Bakar Biodiesel Minyak Goreng Bekas. Teknik Mesin UNTIRTA,
Cilegon-Banten
Pujo mulyanto, Imam. 2013. Kajian Mekanis Dan EkonomisPenggunaan Dual
Fuel System (LPG-Solar) Pada Mesin Diesel Kapal Nelayan Tradisional.
Teknik Perkapalan Universitas Diponogoro. Semarang
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
ABSTRAK
Biodiesel merupakan suatu bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan.
Dalam penelitian ini bahan baku yang digunakan dalam pembuatan biodiesel
adalah minyak Jarak kepyar (Ricinus communis L). Proses pembuatan biodiesel
yang digunakan adalah reaksi eksraksi reaktif, yaitu salah satu proses pembuatan
biodiesel dari minyak jarak kepyar dengan menggunakan pelarut etanol. Adapun
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari kondisi optimum proses
pembuatan biodiesel dari minyak jarak kepyar dengan menggunakan software
design expert 6.0.8 dengan metode response surface methogology (RSM) model
central composite design (CCD). Minyak jarak kepyar di esterifikasi terlebih
dulu. Adapun perbandingan mol yang digunakan (minyak : alkohol =
1:5,1:5.5,1:6), persen katalis = 0,95% dengan suhu reaksi 60 , 65 dan 70 .
Suhu optimum pada percobaan ini yaitu 65 dengan waktu reaksi 150 menit
mendapatkan yield sebesar 28.55%. Biodiesel yang dihasilkan dianalisa sifat
fisika dan kimia seperti densitas, flashpoint, dan yield.
1. Pendahuluan
Biodiesel adalah bahan bakar minyak (BBM) yang dibuat dari bahan nabati
berupa lemak atau minyak untuk digunakan pada mesin diesel. Biodiesel
termasuk bahan energi yang dapat dipulihkan, karena dapat ditanam pada areal
kehutanan, pertanian, lahan rakyat dan lain-lain (Pakpahan, 2001).
Penggunaan biodiesel sebagai sumber energi alternatif memiliki banyak
keunggulan komparatif antara lain : ketersediaan sumber daya,
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
2. Tinjauan Pustaka
Minyak jarak kepyar (ricinus communis) berwarna kuning pucat, tetapi
setelah dilakukan proses refining dan bleaching warna tersebut hilang sehingga
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
menjadi hampir tidak berwarna. Minyak jarak kepyar (ricinus communis) ini
tidak mudah tengik. Minyak jarak kepyar (ricinus communis) larut dalam
alkohol, eter, klorofom, dan asam asetat glasial. Minyak jarak kepyar (ricinus
communis) tidak larut dalam minyak mineral. Minyak jarak kepyar (ricinus
communis) hampir keseluruhan berada dalam bentuk trigliserida, terutama
resinolenin dengan asam risinoleat sebagai komponen asam lemaknya (Weiss,
1983). Biji jarak kepyar terdiri dari 75 % kernel ( daging biji ) dan 25 % kulit
dengan komposisi sebagai berikut: adapun komposisi biji jarak kepyar dapat
dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1. Komposisi Biji Jarak Kepyar
Komponen Jumlah (%)
Minyak 54
Karbohidrat 13
Serat 12.5
Abu 2.5
Protein 18
(Sumber : Ketaren, 1986).
Adapun kandungan dari jarak kepyar dapat dilihat pada Tabel 2.2
Tabel 2.2. Kandungan Asam Lemak pada Minyak Jarak Kepyar
Komponen Jumlah (%)
Asam risiloneat 85
Asam oleat 8.5
Asam linoleat 3.5
Asam stearat 0.5-2.0
Asam dihidroksi stearat 1-2
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Katalis
Trigliserida + ROH Digliserida + Etil Ester
Katalis
Digliserida + ROH Monogliserida + Etil Ester
Katalis
Monogliserida + ROH Gliserin + Etil Ester
3. Metode Penelitian
3.1 Bahan dan Peralatan
Adapaun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji jarak
kepyar, KOH, etanol, hexane dan aquadest.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah erlenmeyer, beaker glass,
destilasi, labu leher tiga, magnetic stirrer, corong pemisah, kondenser dan hot
plate.
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
adalah desain yang sesuai untuk mengestimasi model orde pertama. Uji
kelengkungan eksperimen orde pertama dilakukan dengan metode penambahan
titik pusat dengan ukuran nf dan nc dimana f menandakan desain faktorial dan
c menandakan titik pusat.
Pada desain faktorial diberi kode - untuk level rendah dan + untuk level
tinggi, sedangkan titik pusat diberi kode 0. Misalkan yf adalah rata-rata sampel
faktorial dan yc adalah rata-rata sampel pada titik pusat. Selisih dari yf yc dapat
digunakan untuk menguji adanya lengkungan kuadrat. Apabila nilai yf yc kecil,
maka titik pusat berada atau dekat pada bidang yang dilewati titik faktorial, dan
pada bagian tersebut tidak terdapat lengkungan kuadrat. Sebaliknya jika yf yc
besar, maka disana terdapat lengkungan kuadrat.
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Gambar 4.1 menunjukkan interaksi antara suhu dan waktu, dimana titi
titik
dan lamanya berlangsung reaksi selama 150
maksimum yang diperoleh yaitu 65
menit dengan jumlah konversi yield sebanyak 28.51%, sedangkan titik minimum
dan lamanya reaksi 120 menit dengan konversi 16.55%
terletak pada suhu 62
Suhu reaksi mempengaruhi kecepatan reaksi transesterifikasi dala
dalam
pembentukan biodiesel. Pada umumnya reaksi transesterifikasi dilakukan
di pada
suhu 60 65 pada tekanan atmosfer. Kecepatan reaksi akan meningkat sejal
sejalan
dengan kenaikan temperatur, yang berarti
berarti semakin banyak energi yang dapat
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
5. Simpulan
berdas rkan model yang diperoleh, hasil respon (va
Dari perhitungan berdasarkan (variabel
terikat) yield biodiesel 28.55%.
Kondisi minimum didapat pada kondisi perbandingan mol 1:5.7 suhu 62
dengan konversi yield 16.55%.
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
6. Daftar Pustaka
Desy. C .D. 2015. Produksi Biodiesel Dari Minyak Jarak (Ricinus Communis)
Dengan Microwave. Program Studi Teknik Kimia. Fakultas Teknik.
Universitas Negeri Semarang.
Heyne.M. 1987. Biodiesel the Comprehensive Handbook. Australia
Hidayat, J. (2012). Optimasi Pelilinan Dan Suhu Penyimpanan Buah
ManggisMenggunakan Response Surface Methodology (RSM). Bogor. IPB.
Jairurob, Ponsak, Chantaraporn Phalakornkule, Anamai Na-udom, Anurak
Petiraksakul, Reactive Extraction of After-Stripping Sterilized Palm Fruit
to Biodiesel, Fuel 107, Hal: 282 - 289, 2013.
Knothe, G., Dunn, R. O., and Bagby, M. O., 1997, Biodiesel: The Use of
Vegetable Oils and Their Derivatives as Alternative Diesel Fuels, Fuels and
Chemicals from Biomass, ACS Symposium Series, V, 666.
Osava, M., 2001, The Castor-Oil Plant: Ricinus Communis Is The BestSource
For Creating Biodiesel, Energyin Castor Bean, Tierramerica.
Pakpahan. 2001. Mengenal Biodiesel. Jakarta : UI Press.
Sudrajat,M. 2003. Biodiesel Alternatif Substitusi Solar Yang Menjanjikan Bagi
Indonesia. Lembaran Publikasi Lemigas No 1/95.
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Abstrak
Permintaan gas H2 sebagai sel bahan bakar (fuel cell) semakin besar, bahkan
diperkirakan bahwa gas H2 ini akan dijadikan sumber energi terbarukan pada
masa yang akan datang. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk
memproduksi gas hidrogen dari limbah kaleng minuman aluminium dengan
katalis kalium hidroksida (KOH). Metode yang digunakan pada penelitian ini
adalah reaksi kimiawi antara aluminium sebanyak 0.5 g, 1 g, 1.5 g, dan 2 g
dengan larutan KOH pada konsentrasi yang berbeda-beda (2 N, 3 N, 4 N, 5 N,
dan 6 N) masing-maing sebanyak 25 mL selama 60 menit. Dari hasil penelitian
diperoleh volume dan yield gas hidrogen tertinggi yaitu pada 2 gram aluminium,
KOH 6 N sebesar 2,025.10-3 m3 dan 7,23 %. Konversi aluminium menjadi produk
tertinggi diperoleh pada 0,5 gram aluminium, KOH 6 N sebesar 86,97 %.
1. Pendahuluan
22
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
yang sangat efisien dalam menghasilkan suatu produk yang mempunyai nilai
ekonomis serta ramah lingkungan.
Kaleng minuman aluminium pada umumnya di bagian dalamnya mempunyai
lapisan plastik yang tipis, bagian luarnya biasanya dilapisi oleh cat tipis. Pelapisan
ini harus dihilangkan sebelum reaksi-reaksi kimia dengan logam dapat terjadi.
Berikut reaksi pembentukan gas hidrogen pada pembuatan alum dari aluminium:
2Al (s) + 2 (aq) + 6H2O (liq) 2Al (aq) + 3H2 (g) .................... (1)
Pembentukan gas hidrogen diperoleh dalam pembuatan alum (tawas) dari
aluminium, secara teoritis didasarkan pada sifat amfoter dari hidroksida
aluminium. Jika logam aluminium direaksikan dengan larutan KOH dengan
konsentrasi tertentu, maka tahap pertama akan terjadi endapan hidrolisa
aluminium (Louis, 1963). Siregar (2010) menarik kesimpulan bahwa gas hidrogen
dapat diproduksi dari limbah aluminium foil atau limbah kaleng minuman
menggunakan katalis basa dengan hasil produksi hidrogen optimum yang
diperoleh adalah sebesar 0,006 gram dari 0,05 gram limbah aluminium
(aluminium foil). Penelitian tentang produksi H2 dari kaleng bekas dilanjutkan
oleh Agus dan Jajang (2014) dengan mereaksikan kaleng bekas dengan air
menggunakan soda api dan hidrogen berhasil dimanfaatkan sebagai suplement
bahan bakar mesin diesel pada sistim dual fuel menghasilkan pengurangan
konsumsi solar paling tinggi mencapai 52%.
Seiring dengan perkembangan teknologi, permintaan gas H2 semakin besar
terutama untuk bahan bakar tidak berpolusi, sel bahan bakar (fuel cell), bahkan
diperkirakan bahwa H2 ini akan dijadikan sumber energi terbarukan pada masa
yang akan datang. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk memproduksi
gas hidrogen dari limbah kaleng minuman aluminium dengan katalis kalium
hidroksida (KOH).
2. Tinjauan Pustaka
Hidrogen (bahasa Latin: hydrogenium, dari bahasa Yunani: hydro: air, genes:
membentuk) adalah unsur kimia pada tabel periodik yang memiliki simbol H dan
23
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
nomor atom 1. Pada suhu dan tekanan standar, hidrogen tidak berwarna, tidak
berbau, bersifat non-logam, bervalensi tunggal, dan merupakan gas diatomik yang
sangat mudah terbakar. Dengan massa atom 1,00794 dan
densitas 0,08988 g / L pada 0C (Henry, 1766). Adapun sifat kimia dari gas
hidrogen adalah gas hidrogen sangat mudah terbakar dan akan terbakar pada
konsentrasi serendah 4% di udara bebas. Hidrogen terbakar menurut persamaan
kimia:
Perapuhan hidrogen dapat terjadi pada kebanyakan logam dan hidrogen sangat
larut dalam berbagai senyawa yang terdiri dari logam tanah nadir, logam transisi,
dan dapat dilarutkan dalam logam kristal maupun logam amorf (Khairunnisa,
2013). Hidrogen adalah unsur yang ditemukan oleh Hendry Cavendish (1731-
1810) dan merupakan unsur yang atomnya paling kecil dan ringan serta paling
banyak terdapat di alam semesta. Hidrogen bergabung dengan unsur-unsur dari
keluarga karbon (IVA), nitrogen (VA), oksigen (VIA), dan halogen (VIIA),
sebaik dengan Be, Mg, B, Al dan Ga membentuk hibrida kovalen. H2 (c)
mempunyai rapatan yang lebih tinggi daripada H2 (g) sehingga lebih efisien untuk
disimpan. Walaupun cairan, sudah tentu harus dipertahankan pada suhu rendah.
Salah satu sistem penyimpanan yang lebih menguntungkan ialah dengan
melarutkan H2 (g) dalam logam. Gas kemudian dapat dibebaskan dengan
pemanasan perlahan-lahan dari hibrida logamnya (Petrucci, 1985).
Logam-logam dalam golongan IA dan bagian bawah golongan IIA bersifat
begitu reaktif sehingga bahkan dengan air dapat bereaksi dan menghasilkan
hidrogen. Reaksi seperti ini hanya dihasilkan dengan aluminium, dengan adanya
senyawa alkali yang kuat, seperti NaOH atau KOH. Karena logam ini memiliki
lapisan pasif yang sangat tipis Al2O3 pada permukaannya yang mencegah
serangan langsung dari molekul air (Porciuncula, 2012). Reaksi antara aluminium
dengan KOH dengan konsentrasi tertentu menghasilkan gas hidrogen, dimana
tahap pertama akan terjadi endapan hidrolisa aluminium yang akan segera larut
24
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Pemutusan Al (s) dalam KOH encer adalah contoh dari reaksi oksidasi-reduksi
atau reaksi redoks. Logam Al dioksidasi menjadi aluminium dengan bilangan
oksidasi +3 dan hidrogen dalam KOH atau dalam air. Hidrogen dapat dibuat atau
diperoleh dengan mereaksikan logam-logam dengan asam kuat dan dengan logam
aluminium yang direaksikan dengan basa kuat. Pada praktikum kali ini, pembuatan
gas hidrogen dilakukan dengan menggunakan KOH dan limbah kaleng minuman,
dimana KOH bertindak sebagai katalis yang mempercepat reaksi. Aluminium
merupakan logam yang berwarna putih abu-abu (silver) yang melebur pada 659 oC,
dan bila terkena udara akan teroksidasi pada permukaannya. Pembentukan
hidrogen ini terjadi menurut persamaan:
Alkaline solution
25
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Adapun tahapan reaksi antara aluminium, KOH, dan air dalam U.S Department
of Energy (2008) adalah sebagai berikut:
3. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui 2 tahap yaitu tahapan persiapan bahan baku
dan tahap penelitian. Kaleng minuman coca-cola bekas dibersihkan/ dihilangkan
terlebih dahulu catnya menggunakan amplas. Kemudian dipotong dengan ukuran
0,1 cm x 0,1 cm dan ditimbang dengan berat sampel divariasikan 0,5 gram, 1
gram, 1,5 gram dan 2 gram. KOH disiapkan dan diencerkan di dalam labu ukur
100 mL masing-masing dengan konsentrasi yang berbeda-beda yaitu 2 N, 3 N, 4
N, 5 N dan 6 N. Potongan aluminium dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Masing-
masing larutan KOH 2 N sebanyak 25 mL direaksikan dengan potongan
aluminium seberat 0,5 gram. Dipasangkan balon pada gelas erlenmeyer untuk
menangkap gas hidrogen yang terbentuk dalam waktu 60 menit menggunakan
stopwatch. Diamati suhu konstan pada 30C dan pengadukan pada 100 rpm.
Setelah mencapai waktu 60 menit, ikatkan balon menggunakan karet gelang.
Proses di atas diulangi kembali untuk berat aluminium 1 gram, 1,5 gram dan 2
26
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
V = .......................................................... (11)
dimana :
K = Keliling balon rata-rata (cm)
R = jari-jari balon rata-rata (cm)
= 22/7 atau 3,14
V = Volume H2 (cm)
Kemudian konversi dan yield gas hidrogen yang diperoleh dihitung dengan
menggunakan persamaan yang digunakan oleh Chirag and Pant (2011). Adapun
persamaan tersebut adalah:
a. Konversi (X) adalah perbandingan mol reaktan yang bereaksi dengan
mol reaktan yang masuk dan dihitung dengan persamaan berikut:
(12)
b. Besarnya yield (Y) hidrogen (%) dari tiap-tiap variabel dapat
ditentukan dengan membandingkan berat (massa) atau mol produk
akhir (gas hidrogen) terhadap berat (massa) atau mol reaktan awal
(aluminium).
Uji gas hidrogen dilakukan dengan penyulutan api terhadap gas H2 yang
dikumpulkan dalam balon. Uji ini untuk membuktikan bahwa gas yang dihasilkan
adalah gas H2 yang mempunyai titik nyala yang tinggi dan sangat mudah terbakar
(flameable). Pengujian juga dilakukan dengan cara menyulut/ membakar
27
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
langsung dari hasil reaksi antara aluminium dan api dengan bantuan KOH.
4.1 Pengaruh Konsentrasi KOH dan Berat Bahan Baku terhadap Volume H2
Untuk hasil volume gas hidrogen yang diperoleh telah dirangkum dalam Tabel
4.1 berdasarkan konsentrasi katalis dan berat bahan baku.
Tabel 4.1 Hasil Volume Gas H2
Konsentrasi KOH Berat Bahan Baku Volume H2 Volume H2
(N) (gram) (cm3) (m3)
0,5 483,4 4,843.10-4
2 1 756,3 7,563.10-4
1,5 877,2 8,772.10-4
2 1173,6 1,174.10-3
0,5 503,6 5,036.10-4
3 1 863,2 8,632.10-4
1,5 1234,6 1,235.10-3
2 1410,7 1,411.10-3
0,5 559,1 5,591.10-4
4 1 905,8 9,058.10-4
1,5 1334,6 1,335.10-3
2 1743,8 1,744.10-3
0,5 569,6 5,696.10-4
5 1 964,7 9,647.10-4
1,5 1410,7 1,411.10-3
2 1869,4 1,869.10-3
0,5 602,0 6,020.10-4
6 1 987,4 9,874.10-4
1,5 1479,6 1,480.10-3
2 2025,5 2,025.10-3
Pada konsentrasi 2 N dengan berat bahan baku 0,5 gram diperoleh volume gas
hidrogen sebesar 4,843.10-4 m3, pada 1 gram diperoleh sebesar 7,563.10-4 m3,
pada 1,5 gram gas hidrogen yang diperoleh sebesar 8,772.10-4 m3 dan pada 2 gram
diperoleh gas hidrogen sebesar 1,174.10-3 m3. Gambar 4.1 di bawah ini dapat
28
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
dilihat bahwa semakin besar konsentrasi KOH maka semakin besar pula volume
gas hidrogen yang diperoleh, dan sesuai dengan hasil penelitian Porciuncula dkk
(2012). Efek perpindahan massa ini adalah hasil dari interaksi kompleks antara
pengendapan Al(OH)3 pada logam dan pergerakan gelembung hidrogen melalui
lapisan pasivasi dan KOH. Selain itu, hal ini juga dikarenakan larutan KOH
membantu Al mengikat dari H2O dan membentuk KAl(OH)4, dan
melepaskan H2, seperti yang telah disimpulkan oleh Kumar dan Surenda, (2013).
2.000.E-03
Volume Hidrogen (m3)
1 gram Al
1.000.E-03
1.5 gram Al
2 gram Al
5.000.E-04
0.000.E+00
0 1 2 3 4 5 6 7
Gambar 4.1 Hubungan Konsentrasi KOH (N) dan Volume Hidrogen (m3)
Jumlah bahan baku juga dapat mempengaruhi volume gas hidrogen yang
diperoleh seperti yang terlihat pada Gambar 4.1 di atas bahwa semakin besar
jumlah bahan baku maka semakin besar pula gas hidrogen yang diperoleh.
Kemungkinan hal ini terjadi karena perubahan bilangan oksidasi aluminium dan
hidrogen. Al membentuk ion berarti bilangan oksidasinya berubah dari
nol menjadi +3. Sedangkan bilangan oksidasi H dari +1 menjadi nol. Berarti baik
dalam asam maupun basa, reaksi redoks yang terjadi sebagai akibat dari sifat
keamfoteran Al, ternyata perubahan bilangan oksidasinya sama.
4.2 Pengaruh Konsentrasi KOH dan Berat Bahan Baku terhadap Yield H2
Yield perlu dihitung untuk mengukur derajat sampai dimana reaksi yang
diinginkan berjalan relatif terhadap reaksi pesaing alternatif (reaksi yang tidak
diinginkan).
29
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
0.5 gram Al
5.00
4.00 1 gram Al
3.00 1.5 gram Al
2.00
2 gram Al
1.00
0.00
0 1 2 3 4 5 6 7
30
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
sebesar 1,97 %, dan pada KOH 6 N diperoleh gas hidrogen sebesar 2,15 %.
Semakin besar konsentrasi KOH maka yield hidrogen yang diperoleh semakin
tinggi, seperti yang terlihat pada Gambar 4.4. Hal ini terjadi dikarenakan semakin
cepat reaksi KOH mengikat aluminium dan oksigen dari air sehingga semakin
banyak gas hidrogen yang terlepas dari air tersebut.
Pada konsentrasi KOH yang sama, semakin besar jumlah bahan baku maka
semakin besar juga yield yang dihasilkan dan secara stoikiometri hal ini adalah
benar. Pada konsentrasi 2 N dengan berat bahan baku 0,5 gram diperoleh gas
hidrogen sebesar 1,54 %, pada 1 gram diperoleh sebesar 2,40 %, pada 1,5 gram
gas hidrogen yang diperoleh sebesar 2,78 % dan pada 2 gram diperoleh gas
hidrogen sebesar 3,72 %. Peningkatan yield tersebut dapat terjadi dikarenakan
dari senyawa air banyak diikat oleh aluminium dan melepaskan gas
hidrogen.
31
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
0,5 86,97
6 1 82,11
1,5 72,66
2 65,01
Pada konsentrasi KOH 2 N dengan berat bahan baku 0,5 gram
potongan aluminium yang terkonversi sebesar 50,60 %, pada KOH 3 N
sebesar 63,78 %, dengan berat bahan baku yang sama pada KOH 4 N
konversi sebesar 72,80 %, pada KOH 5 N sebesar 77,31 %, dan pada
KOH 6 N konversi sebesar 86,97 %. Untuk hubungan konsentrasi KOH
dan jumlah bahan baku yang divariasikan dengan konversi aluminium
menjadi produk dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut.
100
90
80
Konversi Al (%)
70
60
50 0,5 gram Al
40 1 gram Al
30 1,5 gram Al
20 2 gram Al
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Konsentrasi KOH (N)
32
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Gambar 4.3 juga menunjukkan bahwa semakin besar jumlah bahan baku yang
dicampurkan dalam reaksi maka konversi yang dihasilkan semakin renda
rendah.
re Pada
konsentrasi
entrasi KOH yang sama yaitu pada 2 N dengan berat bahan baku 0,5 gr
gram
potongan
an aluminium diperoleh konversi sebesar 50,60 %, pada 1 gram diper
diperoleh
dip
konversi
ersi sebesar 39,07 %, pada 1,5 gram diperoleh konversi sebesar
sebes 26,49 %, dan
pada 2 gram potongan aluminium dengan konsentrasi
konsentrasi KOH yang sama dip
diperoleh
konversi
ersi sebesar 18,99 %.
Gas hidrogen yang diperoleh dapat juga dibuktikan dengan pembakar
pembakaran
(disulut dengan api), karena hidrogen bersifat sangat mudah terbakar dan akan
terbakar pada konsentrasi serendah 4% di udara bebas (Khairunnisa, 2013). Sifat
gas hidrogen yang mudah terbakar itu juga dibuktikan dalam penelitian
peneli ini ddan
dapat dilihat pada Gambar 4.4 berikut.
Api
Reaksi
Potongan
Kaleng
33
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
5. Simpulan
6. Daftar Pustaka
Galih, G. 2015. Coca-cola Incar Produksi 450 Juta Liter Minuman di Indonesia.
http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150331174226-92-
43310/coca-cola-incar-produksi-450-juta-liter-minuman-di-indonesia/
diakses 19 Desember 2015.
Kumar, S., Surendra, K. S. 2013. Role of Sodium Hydroxide for Hydrogen Gas
Production and Storage. USA: Florida International University
34
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Okvitarini, N., Makrufah, H. I., Hantoro, S., dan Widayat. 2013. Pembuatan
Biodiesel dari Minyak Goreng Menggunakan Katalis KOH dengan
Penambahan Ekstrak Jagung. Semarang: Universitas Diponegoro.
35
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Abstrak
Salah satu energi yang digunakan masyarakat adalah energi bahan bakar dari
fosil. Sebagaimana kita ketahui, bahan bakar fosil termasuk salah satu jenis
energi yang tidak dapat diperbaharui dan menghasilkan banyak emisi. Gas
hidrogen termasuk jenis enegi yang dapat diperbaharui dan tidak menimbulkan
emisi. Penelitian unsur hidrogen merupakan unsur terbanyak sehingga dapat
menjadi solusi sebagai bahan bakar utama pengganti bahan bakar fosil. Tujuan
penelitian ini adalah mengembangkan teknik daur ulang limbah aluminium foil
untuk menghasilkan gas hidrogen sebagai energi yang ramah lingkungan dan
dapat diperbaharui. Penelitian ini dilakukan dengan mereaksikan aluminium
foil dan air dengan katalis NaOH pada suhu 35. Dimana berat aluminium 1 gr,
serta konsentrasi NaOH yang divariasikan 2N, 3N, 4N, 5N dan 6N, dan waktu
reaksi 2 menit, 3 menit, 4 menit, dan 5 menit. Dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa volume hidrogen terbesar pada konsentrasi NaOH 6N dan waktu reaksi 5
menit yaitu 1,938 liter. Untuk konversi aluminium tertinggi pada konsentrasi
NaOH 6N dan waktu reaksi 5 menit yaitu 51,346%, sedangkan yield hidrogen
tertinggi pada konsentrasi NaOH 6N dan waktu reaksi 5 menit yaitu 6,229%.
1. Pendahuluan
Krisis bahan bakar yang terjadi saat ini telah mengantarkan kita berfikir
kreatif untuk menciptakan energi alternatif terbarukan yang dapat diperbaharui
dan ramah lingkungan. Salah satu sumber energi alternatif yang ramah lingkungan
adalah gas hidrogen. Pembakaran gas hidrogen dapat menghasilkan energi yang
lebih tinggi yaitu sekitar 142 kj/g atau 3 kali lebih baik jika dibandingkan
hidrokarbon atau minyak bumi (Hafez et al., 2009). Gas hidrogen memiliki
36
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
37
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
teoritis bahwa gas hidrogen juga dapat terbentuk dari aluminium. Sehingga
dilakukan penelitian produksi gas hidrogen dari limbah aluminium foil dengan
memperhatikan variabel operasinya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan limbah aluminium
foil menjadi gas hidrogen dengan mereaksikan aluminium foil dengan basa, dan
mempelajari variabel-variabel yang mempengaruhi produksi gas hidrogen dari
aluminium foil bekas, diantaranya waktu reaksi, dan konsentrasi katalis.
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah memahami produksi gas
hidrogen dari aluminium foil yang dapat dijadikan sumber energi yang dapat
diperbaharui, memberikan pengetahuan mengenai teknologi dalam menghasilkan
energi terbarukan, dan sebagai bahan informasi kepada masyarakat akan
pemanfaatan limbah aluminium foil untuk produksi gas hidrogen.
2. Tinjauan Pustaka
Kemasan fleksibel adalah suatu bentuk kemasan yang bersifat lentur yang
dibentuk dari aluminium foil, film plastik, selopan, film plastik berlapis logam
aluminium (metalized film) dan kertas dibuat satu lapis atau lebih dengan atau
tanpa bahan thermoplastic maupun bahan perekat lainnya sebagai pengikat
ataupun pelapis konstruksi kemasan dapat berbentuk lembaran, kantong, sachet
maupun bentuk lainnya. Pemasaran kemasan ini akhir-akhir ini menjadi popular
untuk mengemas berbagai produk baik padat maupun cair. Dipakai sebagai
pengganti kemasan rigid maupun kemas kaleng atas pertimbangan ekonomis
kemudahan dalam handling. Bentuk alumunium foil dapat dilihat pada Gambar
2.1 dibawah ini (Departemen perindustrian, 2007).
38
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Limbah padat aluminium dibagi menjadi dua macam, yaitu limbah padat
aluminium primer seperti kaleng minuman ringan (soft drink) dan minuman bir
serta limbah padat aluminium sekunder seperti bingkai jendela dan pintu
aluminium. Limbah padat aluminium sekunder berbeda dengan kualitasnya
dengan limbah padat aluminium primer sehingga diperlukan perlakuan dan
pemeriksaan limbah padat aluminium sekunder sebelum didaur ulang. Daur ulang
aluminium adalah memproses kembali limbah aluminium (Suharto, 2011).
Karakteristik Aluminium
Aluminium merupakan unsur yang sangat reaktif sehingga mudah
teroksidasi. Karena sifat kereaktifannya maka Aluminium tidak ditemukan di
alam dalam bentuk unsur melainkan dalam bentuk senyawa baik dalam bentuk
oksida alumina maupun silikon. Sumber Aluminium yang sangat ekonomis adalah
bauksit. Bauksit adalah biji yang banyak mengandung Alumina (Al2O3) yakni 30
60 % serta 12 30 % adalah air. Makin banyak oksida besi yang mengotori
maka akan semakin gelap warnanya. Bauksit dapat berwarna putih, krem, kuning,
merah atau coklat dapat sekeras batu. Namun ada pula yang selembek tanah
lempung (Al2O3.4SiO2.2H2O). Paduan Aluminium mengandung 99% Aluminium
dan 1% mengandung mangan, besi, silikon, tembaga, magnesium, seng, krom, dan
titanium. Aluminium juga memiliki sifat yang lebih unggul dibandingkan dengan
sifat logam lain. Sifat-sifat Aluminium yang lebih unggul bila dibandingkan
dengan logam lain adalah sebagai berikut:
a. Ringan dengan massa jenis Aluminium pada suhu kamar (29oC) sekitar 2,7
gr/cm3.
b. Aluminium memiliki daya renggang 8 kg/mm3, tetapi daya ini dapat
berubah menjadi lebih kuat dua kali lipat apabila Aluminium tersebut
dikenakan proses pencairan atau roling. Aluminium juga menjadi lebih kuat
dengan ditambahkan unsur-unsur lain seperti Mg, Zn, Mn, Si.
c. Aluminium mengalami korosi dengan membentuk lapisan oksida yang tipis
dimana sangat keras dan pada lapisan ini dapat mencegah karat pada
Aluminium yang berada di bawahnya. Dengan demikian logam Aluminium
39
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
adalah logam yang mempunyai daya tahan korosi yang lebih baik
dibandingkan dengan besi dan baja lainnya.
d. Aluminium adalah logam yang paling ekonomis sebagai penghantar listrik
karena massa jenisnya dari massa jenis tembaga, dimana kapasitas arus dari
Aluminium kira-kira dua kali lipat dari kapasitas arus pada tembaga.
e. Aluminium adalah logam yang anti magnetis.
f. Aluminium adalah logam yang tidak beracun dan tidak berbau.
g. Aluminium mempunyai sifat yang baik untuk proses mekanik dari
kemampuan perpanjangannya, hal ini dapat dilihat dari proses penuangan,
pemotongan, pembengkokan, ekstrusi dan penempaan Aluminium
h. Aluminium mempunyai titik lebur yang rendah, oleh karena itu kita dapat
memperoleh kembali logam Aluminium dari scrap.
3. Metodologi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada Mei-Juni 2016 dan tempat penelitian
dilaksanakan di Laboratorium Teknik Kimia, Universitas Malikussaleh
(UNIMAL).
Dalam pelaksanaan penelitian pembuatan gas hidrogen, beberapa variabel
operasi yang digunakan yaitu:
a. Berat aluminium foil
b. Konsentrasi NaOH
c. Waktu reaksi
40
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Proses diulangi untuk waktu reaksi 3 menit, 4 menit, dan 5 menit. Sampel yang
telah direaksikan dengan NaOH di dalam labu leher tiga ditutup dengan balon
agar H2 masuk ke dalam balon. Sehingga dapat dihitung volume H2 di dalam
balon, konversi Aluminium, yield hidrogen, dan pengujian gas hidrogen dengan
cara pembakaran.
Berat
Waktu Konsentrasi NaOH Volume Hidrogen
Run Aluminium
(menit) (N) (L)
(gr)
1 2 0,580
2 3 0,694
3 4 0,927
1 2
4 5 1,439
5 6 1,489
6 2 1,372
7 3 1.499
8 4 1,592
9 1 3 5 1,655
10 6 1,754
11 2 1,571
12 3 1,743
13 4 1,754
1 4
14 5 1,845
15 6 1,937
16 2 1,777
17 3 1,892
18 4 1,904
1 5
19 5 1,928
20 6 1,938
Dari Tabel 4.1 menunjukkan volume hidrogen yang tertinggi adalah pada
Waktu 5 menit dan konsentrasi NaOH 6N yaitu 1,938 liter. Untuk volume
hidrogen yang terendah pada waktu 2 menit dan konsentrasi NaOH 2N yaitu
41
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
0,580 liter. Hasil penelitian gas Hidrogen dari limbah aluminium foil untuk
konversi aluminium dan yield hidrogen dapat dilihat pada Tabel 4.2 dengan
variasi NaOH (2N, 3N, 4N, 5N dan 6N) dan waktu reaksi (2 menit, 3 menit, 4
menit, dan 5 menit).
Tabel 4.2 Hasil Penelitian Gas Hidrogen dari Limbah Aluminium Foil
42
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
43
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
44
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Volume (L)
Konsentrasi (N)
45
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
tinggi jumlah aluminium, maka gas hidrogen yang dihasilkan semakin besar,
sedangkan laju reaksi tertinggi pada konsentrasi NaOH tertinggi.
Pada penelitian juga dilakukan variasi waktu reaksi yaitu 2 menit, 3 menit,
4 menit, dan 5 menit, volume gas hidrogen akan bertambah dengan semakin
lamanya waktu reaksi. Dalam reaksi ini terbentuk gas H2 yang ditandai dengan
munculnya gelembung-gelembung gas. Setelah semua aluminium bereaksi
gelembung-gelembung gas akan menghilang dan larutannya berubah menjadi
warna abu-abu, besar konsentrasi dari katalis yang dalam hal ini adalah NaOH
maka waktu yang diperlukan untuk alumunium foil habis bereaksi adalah
semakin cepat. Sehingga untuk mendapatkan hasil maksimal gas hidrogen
dengan memperbanyak alumunium foil dan memperbesar konsentrasi katalisnya.
Dalam penelitian ini volume hidrogen terbesar pada waktu 5 menit dan
konsentrasi 6N yaitu 1,938 liter. Hal ini membuktikan bahwa semakin lama
waktu reaksi, maka volume gas hidrogen yang dihasilkan akan semakin banyak.
Apabila natrium hidroksida (NaOH) dimasukkan dalam air akan
memisahkan kation natrium (sodium atom bermuatan positif) dan anion
hidroksida (oksigen dan hidrogen atom bermuatan negatif). Ion OH- pada larutan
alkali tersebut dapat merusak lapisan oksida pelindung pada permukaan
aluminium serta menjadi promotor pada reaksi aluminium dengan air. Karena
kecenderungan aluminium mudah dioksidasi, reaksi aluminium dengan larutan
alkali tersebut menghasilkan senyawa komplek NaAl(OH)4 dan Hidrogen.
46
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Konversi (%)
Konsentrasi (N)
47
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Konsentrasi (N)
48
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
tinggi jumlah partikel terlarut yang banyak menyebabkan jarak antar partikel
menjadi lebih rapat dan kemungkinan untuk terjadinya tumbukan lebih besar
dibandingkan dengan larutan konsentrasi rendah. Sehingga yield yang dihasilkan
semakin besar karena dalam larutan yang konsentrasinya tinggi atau larutan pekat
maka makin banyak jumlah molekulnya. Banyaknya jumlah molekul
menyebabkan letak molekul yang lebih rapat dan berdekatan sehingga molekul-
molekulnya lebih mudah dan sering untuk bertumbukan. Itulah sebabnya, makin
besar konsentrasi suatu larutan, makin besar pula laju reaksinya. Besarnya laju
reaksi dapat meningkatkan yield hidrogen yang diperoleh.
5. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data maka dapat
diambil kesimpulan yaitu sebagai berikut:
1. Natrium hidroksida (NaOH) berfungsi sebagai katalis dalam reaksi
aluminium dengan air, serta membantu aluminium mengikat OH- dari
senyawa air membentuk NaAl(OH)4 sehingga melepaskan hidrogen.
2. Volume hidrogen tertinggi diperoleh pada waktu reaksi 5 menit dan
konsentrasi NaOH 6N yaitu 1,938 liter.
3. Konversi aluminium tertinggi terdapat pada berat aluminium 1 gr
dengan konsentrasi natrium hidroksida (NaOH) 6N d a n waktu reaksi 5
menit yaitu 51,346%.
4. Yield hidrogen yang tertinggi terdapat pada berat aluminium foil 1 gr
dengan konsentrasi natrium hidroksida (NaOH) 6N da n waktu reaksi 5
menit yaitu 6,229%.
6. Daftar Pustaka
College Of The Desert. 2001. Modul 1 Hydrogen Properties. Hydrogen Fuel Cell
Engines and Related Technologies.http://www1.eere.energy.gov/
49
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Siregar, Y. D. I. 2012. Produksi Gas Hidrogen dari Limbah Aluminium dan Uji
Daya Listrik dengan Fuel Cell. Portal Garuda. Volume 2, No 5:573-580
Suharto. 2011. Limbah Kimia dalam Pencemaran Udara dan Air. Yogyakarta:
Andi Offset. Hal. 313-317, 321.
Takehito, H., Masato, T., Masaki, H., dan Tomohiro, A. 2005. Hydrogen
Production from Waste Aluminum at Different Temperatures with LCA.
Journal of Materials Transactions, Vol. 46, No. 5 pp 1052-1057.
50
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Optimasi Proses Pembuatan Biodiesel Biji Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.)
Melalui Proses Ekstraksi Reaktif
ABSTRAK
Kata kunci: Biodiesel, ekstraksi reaktif, minyak jarak pagar, Response Surface
Methodology, transesterifikasi.
1. Pendahuluan
Saat ini, bahan bakar fosil merupakan sumber energi secara global.
Namun, persediaan energi fosil seperti minyak, gas dan batubara di Indonesia
yang selama ini digunakan semakin menipis, dan akan diperkirakan habis pada
tahun 2025. Indonesia sedang mengalami krisis energi dan terpaksa harus impor
BBM dari negara asing, padahal Indonesia merupakan salah satu negara penghasil
minyak bumi di dunia. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan ini
51
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
52
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
ekstraksi dan sebagai reagent pada reaksi transesterifikasi selama ekstraksi reaktif
berlangsung [Supardan, 2013]. Berdasarkan pemikiran yang telah dipaparkan,
maka penulis melakukan penelitian pembuatan biodiesel minyak jarak pagar
(Jatropha curcas L.) dengan menggunakan ekstraksi reaktif, sehingga metode ini
nantinya dapat dikembangkan untuk skala industri dan mampu meminimalkan
dampak lingkungan.
2. Tinjauan Pustaka
Tanaman jarak dapat tumbuh di tanah yang kering, mudah tumbuh dengan
cepat dan tanaman ini dapat menghasilkan biji selama 40 tahun. Tanaman jarak
ini mnghasilkan biji dengan kandungan minyak hingga 37%, hampir dua kalilipat
dibandingkan kedelai dan hampir sama dengan kandungan minyak pada camelina.
Minyak dari tanaman ini dapat diekstrak dari bijinya setelah 2 hingga 5 tahun
penanaman, tergantung kualitas tanah dan curah hujan [Honary, L.A.T, 2011].
Bunga tanaman jarak berwarna kuning kehijauan, berupa bunga majemuk
berbentuk malai, bermah satu. Buah berupa buah kotak berbentuk bulat telur,
diameter 2-4 cm, berwarna hijau ketika masih muda dan kuning ketika telah
masak. Buah jarak terbagi 3 ruang yang masing-masing ruang diisi 3 biji. Biji
berbentuk bulat lonjong, warna coklat kehitaman. Biji inilah yang banyak
mengandung minyak dengan rendemen sekitar 30-40%. Minyak jarak pagar
diperoleh dari biji dengan metode pengempaan panas atau dengan ekstraksi
pelarut. Minyak jarak pagar tidak dapat dikonsumsi manusia karena mengandung
racun yang disebabkan adanya senyawa ester forbol [Syah, 2006].
Biodiesel digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti, sangat baik
bagi lingkungan, diproduksi dalam negeri dengan sumber daya alam untuk
mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar impor dan dapat memberikan
kontribusi untuk perekonomian negara [biodiesel.org, 2016]. Menurut American
Society of Testing Material bahwa biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang
menjanjikan yang dapat diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau
minyak bekas melalui esterifikasi dengan alkohol. Sumber alkohol yang digunakan
53
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
RCOOCH2 CH2OH
RCOOCH2 CH2OH
54
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Katalis
Trigliserida + ROH Digliserida + Metil Ester
Katalis
Digliserida + ROH Monogliserida + Metil Ester
Katalis
Monogliserida + ROH Gliserin + Metil Ester
Reaksi di atas terjadi secara bertahap. Pada reaksi pertama adalah konversi
dari trigliserida menjadi digliserida, diikuti dengan digliserida menjadi
monogliserida, dan terakhir adalah monogliserida menjadi gliserol, menghasilkan
satu molekul metil ester dari setiap gliserida pada setiap tahap. Reaksi
transesterifikasi dilakukan menggunakan katalis basa kuat, yaitu KOH. Menurut
Encinar dkk. (1999), melaporkan bahwa dibandingkan dengan NaOH, kinerja
KOH sebagai katalis lebih unggul dimana produk metil ester yang dihasilkan
lebih banyak serta pemisahan produk metil ester dari gliserol lebih mudah.
Kombinasi antara katalis KOH dengan pelarut metanol dalam reaksi
transesterifikasi diharapkan dapat menghasilkan produk biodiesel yang maksimal.
Tujuan reaksi transesterifikasi adalah untuk menghilangkan secara utuh
kandungan trigliserida, titik didih, titik nyala, viskositas dari minyak yang
direaksikan, agar metil ester yang dihasilkan dapat digunakan pada mesin diesel
tanpa merusak atau merubah mesin diesel.
Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan
kelarutan terhadap dua cairan yang tidak saling larut. Prinsip ekstraksi adalah
melarutkan minyak atsiri dalam bahan dengan pelarut organik yang mudah
menguap. Metode konvensional untuk memproduksi biodiesel dari minyak jarak
dan tipe lainnya terdiri dari beberapa tahap, yaitu ekstraksi minyak, purifikasi dan
reaksi esterifikasi atau transesterifikasi. Ini merupakan proses yang panjang
Metode pengolahan ini menghabiskan 70% dari total biaya produksi jika refined
oil digunakan sebagai bahan baku. Pengembangan ekstraksi reaktif memiliki
55
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
potensi untuk menrurangi biaya pengolahan sengan segala jenis bahan baku.
Hybrid atau proses simultan yang meng-kombinasikan reaksi dan proses
pemisahan adalah satu hal yang telah menerima banyak perhatian akhir-akhir ini
dikarenakan untuk menghemat biaya investasi dan energi dan beberapa hal lain.
Ekstraksi reaktif adalah proses yang melibatkan reaksi dan pemisahan
dilakukan secara bersamaan. Pemisahan fase dapat dilakukan secara alami dalam
sestem reaktif dengan menambahkan pelarut. Alkohol bertindak sebagai pelarut di
proses ekstraksi dan sebagai reagent di reaksi transesterifikasi selama ekstraksi
reaktif berlangsung. Oleh sebab itu alkohol diperlukan dalam jumlah yang sangat
banyak (Supardan, 2013).
3. Metode Penelitian
56
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
57
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
58
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Run
Suhu Waktu Perbandingan mol minyak: metanol Yield
C Menit Mol %
1 55,00 60,00 5,00 7,715
2 65,00 60,00 5,00 7,467
3 55,00 180,00 5,00 7,834
4 65,00 180,00 5,00 10,586
5 55,00 120,00 4,00 8,127
6 65,00 120,00 4,00 7,576
7 55,00 120,00 6,00 6,119
8 65,00 120,00 6,00 5,892
9 60,00 60,00 4,00 5,145
10 60,00 180,00 4,00 3,885
11 60,00 60,00 6,00 3,683
12 60,00 180,00 6,00 8,800
13 60,00 120,00 5,00 12,800
14 60,00 120,00 5,00 12,800
15 60.00 120,00 5,00 12,800
16 60,00 120,00 5,00 12,800
17 60,00 120,00 5,00 12,800
Y1 = yield biodiesel
59
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
DESIGN-EXPERT Plot
Yield
X = A: Suhu
Y = B: Waktu
Actual Factor
C: Perbandingan Mol = 5.00
12.8807
11.4054
9.93004
8.45471
Yield
6.97938
180.00
65.00
150.00
62.50
120.00
60.00
B: Waktu 90.00 57.50
A: Suhu
60.00 55.00
60
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Semakin lama waktu reaksi, maka semakin banyak ester yang dihasilkan.
Hal ini dapat terjadi karena situasi ini akan memberikan kesempatan molekul-
molekul reaktan untuk semakin lama bertumbukan. Grafik hubungan suhu dan
waktu disajikan pada Gambar 5.
61
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
DESIGN-EXPERT Plot
Yield
X = A: Suhu
Y = C: Perbandingan Mol
Actual Factor
B: Waktu = 120.00
12.8073
11.256
9.7046
8.15324
Yield
6.60188
6.00
65.00
5.50
62.50
5.00
60.00
C: Perbandingan Mol
4.50 57.50
A: Suhu
4.00 55.00
62
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
DESIGN-EXPERT Plot
Yield
X = B: Waktu
Y = C: Perbandingan Mol
Actual Factor
A: Suhu = 60.00
12.8589
10.361
7.86309
5.36517
Yield
2.86725
6.00
180.00
5.50
150.00
5.00
120.00
C: Perbandingan Mol
4.50 90.00
B: Waktu
4.00 60.00
63
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Gambar 9 Grafik Hubungan Antara Perbandingan Mol dan Waktu Reaksi
terhadap Yield
64
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
5. Simpulan
65
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
6. Daftar Pustaka
Dogra, S.K. dan S. Dogra. (1990). Kimia Fisik Dan Soal-soal. Universitas
Indonesia. Jakarta
Ma, F., dan Hannah, M.A. (1999). Biodiesel Production: A Review. Bioresource
Technology 70, 1-15.
Syam, A.M., Robiah Y., Suraya A, R. (2012). Synthesis of Biodiesel from Refined
Bleached Deodorized Palm Oil. LAP Lambert Academic Publishing
GmbH & Co. KG. Jerman.
66
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Abstrak
Gas hidrogen tidak dapat ditambang melainkan diproduksi, salah satunya produksi
hidrogen dari limbah kaleng minuman aluminium mereaksikannya dengan air dan
penambahan natrium hidroksida (NaOH) sebagai katalis. Reaksi tersebut menghasilkan
gas hidrogen dan NaAl(OH)4. Dalam konteks ini, hidrogen dapat dikonversikan menjadi
energi terbarukan, dimana energi tersebut ramah lingkungan dan emisi yang dihasilkan
berupa uap air. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan teknik daur ulang limbah
kaleng minuman aluminium seperti Pocari Sweat untuk menghasilkan gas hidrogen
sebagai energi yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui. Penelitian ini dilakukan
dengan mereaksikan aluminium dan air dengan katalis NaOH selama 43 menit pada suhu
300C. Dimana berat aluminium divariasikan (0.5 gr, 1 gr, 1.5 gr dan 2 gr), serta
konsentrasi NaOH yang divariasikan (2N, 3N, 4N, 5N dan 6N) . Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa volume hidrogen terbesar pada berat aluminium 2 gram dengan
konsentrasi NaOH 6N yaitu 1,081 liter. Untuk konversi aluminium tertinggi pada berat
aluminium 0,5 gram dengan konsentrasi NaOH 6N yaitu 68,950 %, sedangkan yield
hidrogen tertinggi pada berat aluminium yaitu 2 gram dengan konsentrasi NaOH 6N yaitu
3,539 %.
Kata Kunci : Aluminium, Air, Energi Terbarukan, Hidrogen, Katalis, Limbah Kaleng,
Natrium Hidroksida (NaOH)
1. Pendahuluan
Dalam konteks ini, isu utama yang paling menonjol adalah konversi energi dari
sebelumnya energi berbasis bahan bakar fosil kini beralih ke energi yang dapat
diperbaharui. Di sisi lain, isu lingkungan global yang menuntut tingkat kualitas lingkungan
yang lebih baik, mendorong berbagai pakar energi untuk mengembangkan energi yang
lebih ramah lingkungan dan mendukung jaminan pasokan berkesinambungan. Hasil
67
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
68
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Pemanfaatan limbah kaleng minuman untuk bahan menghasilkan suatu energi belum
banyak dilakukan. Padahal limbah kaleng minuman aluminium yang cukup banyak bisa
diproses menjadi gas hidrogen. Dalam penelitian ini, penulis mengambil penelitian limbah
kaleng minuman yang banyak ditemui serta memiliki kandungan aluminium yang banyak
terdapat pada kaleng pocari sweat. Menurut Siregar (2010) dalam penelitiannya
menunjukkan baik katalis asam dan netral tidak dapat memproduksi gas hidrogen.
Sebaliknya dengan menggunakan katalis basa kuat, baik itu NaOH dan KOH memberikan
hasil hidrogen yang lebih tinggi, tetapi pada penggunaan katalis NaOH waktu reaksi antara
aluminium dan air lebih cepat daripada katalis KOH.
2. Metode Penelitian
2.1 Alat dan bahan yang digunakan
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah erlenmeyer, tutup
sumbat erlenmeyer, balon, magnetic stirred, hotplate stirred, gunting, timbangan analitik,
termometer, labu ukur, benang, spatula, kaca arloji.
Bahan yang digunakan dalam penelitian in adalah limbah kaleng minuman Pocari
Sweat, NaOH, dan aquadest.
2.2 Prosedur Kerja
Proses Pembuatan Gas Hidrogen
Limbah kaleng minuman dengan merek Pocari Sweat yang dibersihkan catnya
dengan menggunakan amplas. Setelah penghilangan cat, kaleng minuman tersebut
dipotong dengan ukuran 0,1 x 0,1 cm dan ditimbang dengan berat sampel 0,5 gr, 1 gr, 1,5
gr dan 2 gr. Kemudian larutan NaOH dibuat dengan konsentrasi masing-masing 2N, 3N,
4N, 5N, 6N. Tahap ini masing- masing potongan kaleng tersebut dimasukkan ke dalam
erlenmeyer yang berisi larutan NaOH dengan konsentrasi masing-masing 2N, 3N, 4N,
5N,dan 6N. Kemudian ditutup mulut erlenmeyer dengan menggunakan penutup karet.
Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer. Suhu dijaga pada suhu
30oC. Untuk menjaga suhu reaksi digunakan water bath sebagai media pendingin. Waktu
reaksi dijaga selama 43 menit dengan pengadukkan 100 rpm. Pengumpulan gas hidrogen
digunakan balon yang letakkan pada permukaan erlenmeyer. Sebelum volume gas
hidrogen dapat dihitung, terlebih dalulu keliling balon diukur. Persamaan yang digunakan
yaitu sebagai berikut:
69
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Penentuan Konversi, Yield dan Pengujian Gas Hidrogen Dengan Cara
Pembakaran
Konversi dan yield ditentukan dengan menggunakan persamaan dibawah ini (Dave
dan Pant, 2010):
% Yield H2 =
Untuk mengidentifikasi dan memastikan telah dihasilkan hidrogen dalam reaksi yaitu
dengan melakukan pengujian pembakaran gas hidrogen dengan menggunakan botol dan
balon. Gas hidrogen sangat mudah terbakar dan akan terbakar pada konsentrasi serendah
4% di udara bebas. Karakteristik lainnya dari api hidrogen adalah nyala api cenderung
menghilang dengan cepat di udara, sehingga kerusakan akibat ledakan hidrogen lebih
ringan dari ledakan hidrokarbon (College Of Desert,2001).
70
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Dalam penelitian ini, pembuatan gas hidrogen dari limbah kaleng minuman
aluminiun menggunakan Natrium Hidroksida (NaOH) yang bertindak sebagai katalis
dalam reaksi untuk mempercepat reaksi. Natrium hidroksida (NaOH) adalah bahan kimia
berbentuk kristal putih padat yang apabila memasuki lingkungan akan mudah bereaksi
memecah dengan bahan kimia lain. Seperti halnya natrium hidroksida dimasukkan dalam
air akan memisahkan kation natrium (sodium atom bermuatan positif) dan anion hidroksida
(oksigen dan hidrogen atom bermuatan negatif). Natrium hidroksida mudah larut dalam air
dan akan menghasilkan panas (eksoterm). Ion OH- pada larutan alkali tersebut akan
menjadi promotor pada reaksi aluminium dengan air. Ketika reaksi antara Al dan air
dibantu oleh alkali, ion OH- dapat merusak lapisan oksida pelindung pada permukaan
aluminium (Kumar dan Surendra, 2013).
Reaksi antara aluminium dan air dengan Natrium Hidroksida (NaOH) untuk produksi
hidrogen dapat ditunjukkan pada reaksi dibawah ini:
2Al + 6H2O + 2NaOH 2NaAl(OH)4 + 3H2....................................... (2)
NaAl(OH)4 NaOH + Al(OH)3 .......................................................... (3)
Natrium hidroksida (NaOH) dikonsumsi untuk produksi hidrogen dengan reaksi
eksoterm (3) dan akan diproduksi ulang melalui reaksi dekomposisi NaAl(OH) 4. Reaksi
(4.4) akan menghasilkan endapan kristal aluminium hidroksida (Al(OH)3). Kombinasi dari
dua reaksi diatas menunjukkan bahwa hanya air yang dikonsumsi untuk produksi hidrogen
jika dilihat dari reaksi tersebut (Kumar dan Surendra, 2013).
Pada saat potongan kaleng aluminium dimasukan kedalam erlenmeyer yang berisi
larutan natrium hidroksida terjadi gelembung-gelembung pada potongan kaleng tersebut,
selanjutnya gas yang dihasilkan ditampung menggunakan dengan balon yang dapat di lihat
pada Gambar (a). Untuk mengidentifikasi dan memastikan telah dihasilkan hidrogen
dalam reaksi yaitu dengan melakukan pengujian pembakaran gas hidrogen seperti terlihat
pada Gambar 1 (b) dan (c).
71
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
72
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
73
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
aluminium mengikat OH- dari senyawa air membentuk NaAl(OH)4 sehingga melepaskan
hidrogen. Pengaruh konsentrasi natrium hidroksida (NaOH) dan jumlah aluminium
terhadap konversi aluminium dapat dilihat pada Gambar 3.
Berdasarkan waktu reaksi selama 43 menit dapat dilihat pada Gambar 3 bahwa
pengaruh konsentrasi NaOH terhadap konversi aluminium, semakin tinggi konsentrasi
NaOH (2N, 3N, 4N, 5N, dan 6N) maka konversi aluminium semakin tinggi. Hal ini
dikarenakan pada konsentrasi NaOH yang lebih tinggi menunjukkan jumlah NaOH lebih
banyak. NaOH adalah sebagai katalis reaktif yang dapat merusak lapisan oksida (Al2O3)
pelindung pada permukaan aluminium serta membantu aluminium mengikat OH - dari air
membentuk NaAl(OH)4 sehingga melepaskan hidrogen.
Jumlah aluminium berdasarkan Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin banyak
jumlah aluminium (0,5 gr, 1 gr, 1,5 gr, dan 2 gr) maka konversi aluminium terhadap
produk hidrogen semakin rendah. Dari Gambar 3 konversi aluminium tertinggi pada berat
aluminium 0,5 gr konsentrasi 6N sekitar 68,950%. Konversi aluminium sangat
berpengaruh terhadap jumlah aluminium dan konsentrasi NaOH. Hal ini disebabkan karena
natrium hidroksida (NaOH) bertindak sebagai katalis yang dapat menurunkan energi
aktivasi sehingga mampu meningkatkan laju reaksi agar reaksi dapat mencapai
kesetimbangan, tanpa terlibat didalam reaksi secara permanen. Energi aktivasi adalah
74
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
energi minimum yang dibutuhkan sehingga partikel dapat bertumbukan dan menghasilkan
reaksi. Dalam penggunaan katalis tersebut, energi aktivasi harus cukup agar reaksi tersebut
mencapai kesetimbangan. Apabila energi aktivasi dalam reaksi tersebut tinggi maka reaksi
tersebut akan berjalan lambat (Widhyahrini, 2013).
75
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
membantu aluminium mengikat OH- dari air membentuk NaAl(OH)4 sehingga melepaskan
hidrogen, seperti yang ditunjukkan pada reaksi (2) dan (3) (Kumar dan Surenda, 2013).
Jumlah aluminium berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat pada berat aluminium (0,5 gr,
1 gr, 1,5 gr, dan 2 gr), semakin tinggi jumlah aluminium maka gas hidrogen yang
dihasilkan semakin besar. Dalam penelitian Siregar (2012) menunjukkan bahwa semakin
tinggi jumlah aluminium hidrogen yang dihasilkan semakin besar. Dari Gambar 4 terlihat
bahwa yield hidrogen tertinggi pada berat aluminium 2 gr dengan konsentrasi 6N sekitar
3,539 %. Berdasarkan reaksi (2) dan (3) sama-sama menghasilkan reaksi (1) bahwa hanya
air yang dikonsumsi untuk menghasilkan hidrogen. Dari reaksi (1) aluminium mengikat
OH- dari senyawa air membentuk Al(OH)3 sehingga melepaskan hidrogen. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah aluminium maka hidrogen yang dihasilkan
semakin besar, sebab banyak aluminium mengikat OH- dari air mengakibatkan hidrogen
lepas dari senyawa air tersebut.
6. Daftar Pustaka
76
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Claassen,P.A.M., Truus de, V., Emmanuel, K., Ed van, N., Inci, E., Michael, M.,
Anton, F., Walter, W., Werner, A (2010), Non-thermal production of pure
hydrogen from biomass: HYVOLUTION, Journal of Cleaner Production, 18,54-
58.
College Of The Desert (2001), Modul 1 Hydrogen Properties, Hydrogen Fuel Cell
Engines and Related Technologies,
http://www1.eere.energy.gov/hydrogenandfuelcells/tech_validation/pdfs/fcm01r0.pd
f diakses pada 7 Desember 2015
Domen, K., dan Maeda K., (2006), Hydrogen Producrion from Water on Oxinitride
Photocatalysts, The International Society for Optical Engineering, 1-3
Dave, C. D., dan Pant, K. K., (2011), Renewable Hydrogen Generation by Steam
Reforming of Glycerol Over Zirconia Promoted Ceria Support Catalyst, Renewable
Energy An International Journal, 1-8.
K!rtay, E., (2011), " Recent advances in production of hydrogen from biomass, Journal of
Energi Conversion and Management, 52, 17781789.
Kumar, S. dan Surendra K. S., (2013), Role Of Sodium Hydroxide For Hydrogen Gas
Production And Storage, College of Engineering and Computing, Florida
International University, Miami, Florida 33199, USA
Penkova A., Bobadillaa, L., Ivanova, S., Dominguez, M.I., Romero-Sarriaa, F.,
Roger, A.C., Centeno, M.A., Odriozola, J.A., (2011), Hydrogen production by
methanol steam reforming on NiSn/MgOAl2O3catalysts: The role of MgO
addition, Journal of Applied Catalysis A, General 392, 184191.
Porciuncula, C.B., Marcillo, N. R., Tessaro, I. C., Gerchmann, M., (2010), Production of
Hydrogen in the Reaction Between Aluminum and Water in the Presence of NaOH
and KOH, Brazilian Journal of Chemical Engineering, Vol. 29 No. 2, ISSN 0104-
6632
Saputra, A. D., (2012)., Sintesis Tawas Kalium Aluminium Sulfat (Kal(SO4)2.12H2O) Dari
Kaleng Bekas Minuman Sebagai Zat Penjernih Air. Skripsi. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan. Universitas Pakuan Bogor
Siregar, Y. D. I., (2010), Produksi Gas Hidrogen dari Limbah Aluminium. Jurnal
Valensi, Volume 2, No. 1: 362-36
77
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Siregar, Y. D. I., (2012), Produksi Gas Hidrogen dari Limbah Aluminium dan Uji Daya
Listrik dengan Fuel Cell, Portal Garuda, Volume 2, No.5: 573-580
Zamani,H. A., Mina, R., Mohammad, R. A., Soraia, M., (2014), Al3+-Selective PVC
Membrane Sensor Based on Newly Synthesized 1,4-bis[o-(pyridine-2-
carboxamidophenyl)]-1,4-dithiobutane as Neutral Carrier, International Journal Of
Electrochemical Science, 9, 6495 - 6504
Zhang, H., Guoxing, L., Jincan, C., (2010), Evaluation and calculation on the efficiency
of a water electrolysis system for hydrogen production, International
Journal of Hydrogen Energi, 35, 10851- 10858
78
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Abstrak
Elpiji merupakan salah satu bahan bakar alternatif untuk motor bakar yang
lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan bensin. Hal ini telah
menjadikannya sebagai bahan bakar alternatif untuk mengurangi emisi
disektor transportasi. Perubahan jenis bahan bakar digunakan dari bahan
bakar bensin menjadi bahan bakar elpiji akan mempengaruhi unjuk kerja
yang dihasilkan oleh motor bakar, yang diakibatkan oleh perubahan
karaktristik bahan bakar. Dengan demikian, tujuan dari makalah ini adalah
membandingkan unjuk kerja yang dihasilkan oleh motor bakar dengan
menggunakan bahan bakar elpiji pada kondisi operasi wide open throttle
pada berbagai putaran poros motor bakar. Pengujian juga dilakukan
dengan menggunakan bahan bakar bensin, yang digunakan sebagai data
acuan untuk perbandingan unjuk kerja. Hasil pengujian diperoleh,
penggunaan elpiji sebagai bahan bakar dapat meningkatkan meningkatkan
efisiensi motor bakar rata-rata sebesar 6,6%. Hal ini sangat memungkinkan
elpiji digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk motor bakar
konvensional.
1 Pendahuluan
Penggunaan elpiji sebagai bahan bakar alternatif telah mulai meningkat di
sektor transportasi khususnya di Indonesia. Umumnya bahan bakar elpiji
digunakan pada motor bakar bensin. Perubahan jenis bahan bakar dari bahan
bakar cair menjadi bahan bakar gas menjadi permasalahan utama dalam
penggunaannya. Perubahan karakteristik bahan bakar juga menjadi permasalahan
yang mendasar terhadap unjuk kerja motor bakar. Motor bakar merupakan salah
satu media untuk merubah energi kimia menjadi energi termal yang kemudian
diubah menjadi energi mekanik (Ferguson and Kirkpatrick, 2001). Ditinjau dari
79
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
segi emisi yang dihasilkan, pemanfaatan elpiji sebagai bahan bakar alternatif
untuk motor bakar menjadi sangat efiktif serta lebih ramah lingkungan
dibandingkan dengan bahan bakar bensin. Bensin merupakan campuran i-octane
(C8H18) dan n-heptane (C7H16), pada tekanan lingkungan bensin berada dalam
fasa cair. Sedangkan elpiji berada dalam fasa gas pada temperatur dan tekanan
lingkungan. Komponen utama elpiji adalah merupakan campuran propane (C3H8)
dan butane (C4H10), serta mengandung sedikit hidrokarbon ringan lain seperti
ethane (C2H6) dan pentane (C5H12) (Borman and Ragland, 1998). Keduanya
memiliki karakteristik sangat berbeda, seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 1.
Salah satu kelebihan yang dapat diandalkan penggunaan elpiji sebagai bahan
bakar alternatif untuk motor bakar adalah bilangan oktan yang lebih tinggi
dibandingkan bensin. Bilangan oktan merupakan parameter dari kualitas bahan
bakar bensin, yang menunjukkan daya tahan bahan bakar terhadap autoignition
(Borman and Ragland, 1998; Ganesan, 2004; Heywood, 1988). Temperatur
autoignition untuk bahan bakar bensin jauh lebih rendah dibandingkan dengan
bahan bakar propane dan butane. Hal ini menunjukkan tingginya nilai oktan yang
dimiliki oleh bahan bakar, maka motor bakar dapat dioperasikan pada rasio
kompresi yang lebih tinggi, sehingga dapat meningkatkan efisiensi motor bakar.
Jika autoignition terjadi pada motor bakar SI akan menyebabkan fenomena
abnormal selama pembakaran atau disebut dengan ketukan (knocking), yang
berdampak pada penurunan efisiensi motor bakar dan dapat terjadi kerusakan
komponen utama motor bakar.
Tabel 1. Perbandingan karakteristik bahan bakar (Gumus, 2011)
Karakteristik Bensin Propane Butane
Specific gravity (kg/m) 765 509 585
Lower heating value (MJ/kg) 44,04 46,34 45,56
Boiling point (C) 30-225 -42 -0,5
Ignition point (C) 257 510 490
Combustion rate (m/s) 0,35 0,4 0,4
Airfuel ratio 14,7 15,8 15,6
Flammability limits (Vol.%) 1,3-7,6 2,1-9,5 1,5-8,5
Research octane number 95 111 103
80
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Selain itu, kandungan energi persatuan massa yang dimiliki elpiji serta
combustion rate/burning speed lebih tinggi dibandingkan dengan bensin.
Tingginya combustion rate/burning speed dapat menurunkan durasi pembakaran,
sehingga dapat menghasilkan tekanan puncak yang lebih tinggi serta motor bakar
dapat dioperasikan pada perbandingan campuran yang lebih kurus. Sehingga
dapat meningkatkan efisiensi termal dan menurunkan emisi serta konsumsi bahan
bakar.
Penurunan emisi gas buang disebabkan oleh tingginya perbandingan H/C yang
dimiliki oleh elpiji (M. A. Ceviz and Yksel, 2006). Ini merupakan karakteristik
yang sangat baik dijadikan sebagai bahan bakar untuk motor bakar. Flammability
limits bahan bakar elpiji lebih tinggi dibandingkan dengan bahan bakar bensin,
yang menunjukkan jumlah/keberadaan bahan bakar didalam udara sehingga
campuran tersebut mampu terbakar/bereaksi. Hal ini juga menunjukkan
penggunaan elpiji sebagai bahan bakar pada motor bakar lebih aman
dibandingkan dengan bensin.
2 Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai elpiji sebagai bahan bakar kendaraan sudah banyak
dilakukan diantaranya, Saleh (2008) melakukan pengujian dengan menggunakan
motor diesel dengan menggunakan elpiji dari berbagai Negara dengan komposisi
yang berbeda. Variasi komposisi mempengaruhi emisi yang dihasilkan, tingginya
kandungan butan dapat menurunkan nitric oxides (NOx) dan tingginya propane
dapat menurunkan carbon monoxide (CO), serta terjadinya perubahan temperatur
gas buang dan efisiensi pembakaran.
Komposisi elpiji sangat bervariasi, tergantung dari sumbernya dan proses
pemisahan yang dilakukan. Hal ini sangat menentukan karakteristik bahan bakar,
dimana komposisi bahan bakar yang digunakan sangat menentukan kecepatan
reaksi selama proses pembakaran, yang berdampak pada unjuk kerja motor bakar
(Ferguson and Kirkpatrick, 2001; Heywood, 1988). Variabel lain yang
81
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
82
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
(3)
83
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
(5)
(6)
3 Metodelogi Penelitian
Motor bakar yang digunakan adalah motor bakar jenis 4 langkah yang didesain
untuk bahan bakar petrol/bensin, spesifikasi ditunjukkan dalam tabel 2. Untuk
melakukan penelitian ini diperlukan modifikasi pada pada sistem pemasukan
bahan bakar dengan menggunakan vacuum regulator untuk mengontrol
perbandingan campuran bahan bakar dan udara.
Persiapan awal yang dilakukan meliputi pemasangan sensor-sensor seperti,
thermocouple untuk mengukur temperatur udara masuk serta gas buang.
Anemometer untuk mengukur kecepatan aliran udara masuk. Load cell untuk
mengukur besarnya gaya pengereman. Serta timbangan digital untuk mengukur
konsumsi bahan bakar.
Tabel 2. Spesifikasi Motor bakar yang digunakan
Engine Type Honda GX160 4 Stroke, OHV, Single Cylinder
Displacement 163 cc
Bore x Stroke 68 x 45 mm
Compression Ratio 9.0 : 1
Net Power Output* 4.8 HP (3.6 kW) @ 3,600 rpm
Net Torque 7.6 lb-ft (10.3 Nm) @ 2,500 rpm
Ignition System Transistorized magneto
Oil Capacity 0.58 liters
Fuel Tank Capacity 3.1 liters
Fuel Petrol
84
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
akan digunakan sebagai data acuan untuk perbandingan, dimana sudut percikan
api standar untuk bahan bakar premium adalah 10 sebelum TMA. Kemudian
pengujian dilanjutkan dengan menggunakan elpiji sebagai bahan bakar, yang
dioperasikan pada berbagai variasi putaran dari 3000 rpm hingga 4500 rpm.
Semua pengujian dilakukan pada kondisi beban penuh (full load) dengan
pembukaan katup throttle 100% atau sering disebut dengan wide open throttle
(WOT). Pengambilan data dilakukan dengan cara pembebanan/pengereman secara
bertahap untuk memvariasikan putaran hingga mencapai putaran poros yang
diinginkan. Data yang diperoleh dari pengukuran dianalisis untuk mendapatkan
unjuk kerja motor bakar. Alur pengujian ditunjukkan pada gambar 2.
85
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
rata-rata
rata sebesar 16,6%. Hal ini disebabkan oleh terjadinya penurunan
pe ef
efisiensi
volumetrik, yang disebabkan oleh berkurangnya massa
massa udara yang masuk
kedalam silinder dengan keberadan volume elpiji yang lebih besar
besa dibandingkan
dengan bahan bakar bensin.
5 Kesimpulan
Penggunaan elpiji sebagai bahan bakar alternatif berdampak baik
b terhadap
unjuk kerja motor bakar. Penurunan daya dan torsi yang terjadi diakibatkan oleh
diakibatka ol
rendahnya energi input yang masuk kedalam silinder. Tetapi konsumsi bahan
bakar persatuan daya menurun, yang merupakan dampak yang diharapkan untuk
86
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
meningkatkan efisiensi konversi energi yang terjadi pada motor bakar. Kelemahan
yang terjadi akibat dari menurunnya efisiensi volumetrik ini akan dapat dihindari
dengan mengunakan motor bakar injeksi untuk system pemasukan bahan bakar.
6 Daftar Pustaka
Ceviz, M. A., Kaleli, A., and Gner, E. (2015). Controlling LPG temperature for
SI engine applications. Applied Thermal Engineering, 82(0), 298-305.
Ceviz, M. A., and Yksel, F. (2006). Cyclic variations on LPG and gasoline-
fuelled lean burn SI engine. Renewable Energy, 31(12), 1950-1960.
Erku!, B., Srmen, A., and Karamangil, M. ". (2013). A comparative study of
carburation and injection fuel supply methods in an LPG-fuelled SI engine.
Fuel, 107(0), 511-517.
Kodah, Z. H., Soliman, H. S., Abu Qudais, M., and Jahmany, Z. A. (2000).
Combustion in a spark-ignition engine. Applied Energy, 66(3), 237-250.
Lee, S., Oh, S., Choi, Y., and Kang, K. (2011). Effect of n-Butane and propane on
performance and emission characteristics of an SI engine operated with
DME-blended LPG fuel. Fuel, 90(4), 1674-1680.
Masi, M., and Gobbato, P. (2012). Measure of the volumetric efficiency and
evaporator device performance for a liquefied petroleum gas spark ignition
engine. Energy Conversion and Management, 60(0), 18-27.
Abstrak
1. Pendahuluan
Permasalahan umum yang di hadapi industri maju saat ini adalah korosi
logam. Korosi bisa terjadi dimana saja, dapat menimbulkan kerusakan yang
mengakibatkan kerugian baik secara ekonomi ataupun keamanan. Kerugian
korosi mengakibatkan biaya pemeliharaan meningkat, kapasitas produksi
menurun, produksi berhenti total (shutdown), menimbulkan kontaminasi pada
produk, pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan dan keselamatan kerja, serta
kerugian non wujud lainnya. Pada umumnya, korosi yang paling sering terjadi
disebabkan oleh udara dan air (Fontana, 1987).
Sementara itu penelitian lanjutan telah dilakukan Fia Fathiayasa dan Arie
Buchari dalam mencari paduan optimum penambahan silika pada pembuatan
material coating silika dan getah flamboyant. Dari hasil penelitian tersebut
diperoleh kondisi optimum pada konsentrasi silika 30% dengan campuran getah
flamboyant : silica = 40:60.
Dari kedua penelitian tersebut perlu dilakukan analisa lebih lanjut untuk
karakterisasi coating getah flamboyant dan silika. Sehingga di akhir penelitian ini
diharapkan ditemukan karakterisasi dari coating tersebut dalam melindungi baja
dari pengaruh lingkungan.
2. Metodologi
Alat yang digunakanBatang pengaduk, Gelas ukur, Gelas kimia, Heater,
Oven, Thermometer, Kaca Arloji, Spatula, Blender, tali penggantung, ampelas
grid # 60, 120, 360, 1000. Bahan bahan yang digunakan: Water Glass 58%,
Getah Pohon Flamboyan, Alkohol 96%, Aquades, H2SO4 1 M, NaOH 1 M, NaCl
1 M.Pembuatan Larutan Getah,getah pohon flamboyan ditimbang sebanyak 60
gram dandilarutkan menggunakan blender dengan aquades viskositas mencapai
108 centiPoise.
Pengenceran Waterglass 30%
Pengenceran dilakukan dengan memanaskan aquades dalam gelas kimia
dan dijaga pada temperature 60C. Kemudian Waterglass konsentrasi 58%
dimasukkan kedalam gelas kimia disertai dengan pengadukan menggunakan
magnetit stirrer. Setelah itu aquades yang telah dipanaskan dicampurkan
kedalamnya hingga membentuk larutan waterglass yang homogen dengan
konsentrasi tertentu. Larutan tersebut didinginkan hingga mencapai suhu ruangan.
Pembuatan Material Coating
Menyiapkan larutan waterglass dan larutan getah.Masukkan waterglass ke
dalam gelas kimia.Lalu mencampurkan larutan getah dengan komposisi atau
perbandingan volume yang telah ditentukan dan mengaduk hingga homogen.
Persiapan logam
Pada tahap ini logam dibersihkan sebelum dilapisi.Sebelumnya, logam
dipotong dengan ketebalan 6 mm dengan dimensi 2 x 3 cm dengan gergaji mesin.
Kemudian membuat lubang diujung sampel dengan mesin bor logam yang
berfungsi untuk
uk menggantung sampel dengan tali pada saat proses dip coating.
Melakukan pengamplasan, kemudian dicuci
dicuci dengan alkohol 96% selama 15
menit.Sebelum
m digunakan logam dikeringkan terlebih dahulu dan dilakukan
penimbangan awal.
Pelapisan logam
Menyiapkan material coating pada gelas kimia kemudian menyelupkan
logam kedalamnya. Mengangkat spesimen yang telah dilapisi dan melakukan
m
peluruhan produk korosi dari spesimen. Lalu melakukan pengeringan dan
spe imen. Kemudian melakukan uji fisik (uji
penimbangan berat akhir dari spesimen.
kondisi
si lingkungan, uji thermal)
thermal dan uji SEM/EDX.
3. Hasil Dan Pembahasan
Tingkat keasaman atau pH lingkungan merupakan salah satu faktor ya
yang
menyebabkan terjadinya korosi (Prasetya, 2011).Penggunaan coating merupakan
salah satu upaya untuk mencegah kontak antara material baja dengan
deng lingkungan
sehingga bisa memperlambat korosi.Penggunaan
korosi.Penggunaan silika dengan daya adhesif untuk
melindungi dicampurkan polimer alam getah flamboyan dengan sifat
sifa fleksibel dan
melekat mampu menperlambat terjadinya korosi.
#,-#*#$,"-&
#$,"-&
(./#,#*")*
Pada variasi larutan uji terlihat persen degradasi terbesar yaitu pada larutan
asam sulfat. Massa yang terdegradasi bukan saja massa coating tetapi sudah
mengoksidasi baja sehingga ada massa baja yang hilang, yaitu 882,58%.
Asam sulfat merupakan asam kuat yang pada penelitian ini memiliki pH
1,01. Nilai pH yang rendah meningkatkan laju korosi karena adanya reaksi
reduksi tambahan yang berlangsung pada katoda.Adanya reaksi reduksi tambahan
pada katoda menyebabkan atom logam yang teroksidasi lebih banyak esehingga
meningkatkan laju korosi.Persen degradasi ini berbanding lurus dengan laju
korosi pada gambar 2, dimana asam sulfat menyebabkan laju korosi terbesar
0.00349g/cm2.jam.
'/+,+-&
'/+,+-&$,!)
')
NaOH 1 M
NaCl 1 M
Garam
(./#,#*")*
Pada kondisi asam, ion H+ memicu terjadinya reaksi reduksi lainnya yang
juga berlangsung, yakni evolusi atau pembentukan hidrogen menurut persamaan
reaksi :
(Rizky,2014)
Adanya dua reaksi di katoda pada kondisi asam menyebabkan lebih
banyaknya baja yang teroksidasi.Hal ini menjelaskan mengapa laju korosi dan
persen degradasi pada kondisi asam lebih besar dari pada kondisi basa dan garam.
#,-#**%& &-&
H2SO4 1 M
H2SO4 1 M
(./#,#*")*
Data Hasil Analisa SEM-EDX (Scanning Elektron Microscope with
Energy Dispersive x-ray)
Dari hasil uji asam, basa, dan garam yang didapat, dilakukan analisa SEM-
EDX pada sampel 1, sampel 4, dan sampel 7. Dimana sampel 7 memiliki laju
korosi paling kecil dan sampel 1 memiliki laju korosi paling besar.
a B
Tabel 1. Hasil analisa kandungan unsur dengan EDX padasampel mild steel
Kandungan (%)
No Sampel
C O Si Fe
1 1 6,89 29,34 3,08 60,68
2 4 3,45 24,37 0,50 71,69
3 7 4,07 19,19 0,41 76,33
4. KESIMPULAN
5. Daftar Pustaka
Afandi, Yudha Kurniawan, dkk.2015.Analisa Laju Korosi pada Pelat baja
Karbon dengan Variasi Ketebalan Coating. Surabaya : Institut Sepuluh
November (ITS).
Ambarwati dan Vicky Samsadi. Pelapisan hidrofobik kaca dengan metode
Sol-Gel Berbasis Waterglass. Surabaya : Institut Sepuluh November
(ITS).
Dahlan, Dahyunir dan S. Pravita, Anggi. 2013. Analisis Sifat Hidrofobik
dan Sifat Optik Lapisan Tipis TiO2. Padang : FMIPA Universitas
Andalas.
Dewi, Ika Marcelina Sari, dkk. Studi Perbandingan Laju Korosi dengan Varian
cacat Coating pada Pipa ALI 5L Grade X65 dengan Media korosi NaCl.
Surabaya : Institut Seputuh November (ITS).
Fontana, Mars Guy.1986. Corrosion Engineering. Singapore : Mc-Graw-Hill
Book Co.
Ichwani, M. Rizky. 2014. Pengaruh Kekasaran Permukaan Terhadap Laju
Korosi Baja 5L dalam Larutan Asam,Basa, dan Garam. Malang
:Universitas Brawijaya.
Prasetya, Hendra, dkk. 2011. Optimasi Proses sand blasting Terhadap Laju
Korosi Baja Aisi 430. Universitas Brawijaya.
Syarifudin, Umar dan Tiyas, Wahyu Dianing. 2014. Pembuatan SiO2-Getah
Flamboyan (Delonix Regia) sebagai MaterialCoating Pencegah Korosi.
Cilegon : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Trethewey, K. R. dan Chamberlain, J. 1991. Korosi untuk Mahasiswa dan
Rekayasawan. Jakarta : PT. Gramedia.
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Abstrak
Bijih besi merupakan salah satu bahan baku utama pembuatan baja dan
Kabupaten Merangin Provinsi jambi merupakan salah satu daerah berpotensi
sumber daya bijih besi di Indonesia.Nilai tambah industri tambang ini akan dapat
memenuhi kebutuhan bahan baku industri. Salah satu upaya meningkatkan nilai
tambah bijih besi yang ada di Indonesia adalah dengan menggunakan bijih besi
di Kabupaten Merangin Provinsi Jambi sebagai bahan baku alternatif reduksi
bijih besi untuk menghasilkan besi spons, masalah utama proses reduksi bijih besi
antara lain adalah komposisi bijih besi dan batubara juga lamanya waktu
reduksi, sehingga dalam penelitian ini digunakan variasi komposisi campuran
dengan perbandingan 30, 25 dan 20% reduktor batubara dan variasi waktu tahan
reduksi 60, 75, 90, 105 dan 120 menit. Proses reduksi untuk menghasilkan besi
spons dilakukan dengan cara mencampurkan bijih besi, batubara dan batu kapur
kemudian dipanaskan menggunakan muffle furnace pada temperatur 950 0C, lalu
dilakukan pengujian terhadap besi spons yang dihasilkan untuk megetahui persen
metalisasi dengan menggunakan analisa basah, karbon sisa dan analisa
mikrostruktur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persen metalisasi paling
tinggi didapatkan pada komposisi campuran 30% dengan waktu tahan 120 menit
yaitu 90,80%.
Kata kunci: lump ores Kabupaten Merangin, persen metalisasi, waktu tahan
reduksi, komposisi campuran
1. PENDAHULUAN
Bijih besi merupakan salah satu bahan baku utama pembuatan baja. Baja
merupakan sumber daya sebagai modal utama dalam pelaksanaan pembangunan
dan secara umum bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi
kesejahteraan masyarakat, selain itu produksi dan konsumsi baja merupakan salah
satu indikator berkembangnya suatu negara. Salah satu cara adalah dengan
pemanfaatan bijih besi dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, kelestarian
99
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
lingkungan, dan nilai potensi demi tercapainya pembangunan berkelanjutan.
[ESDM Merangin, 2008].
Seiring meningkatnya produksi baja nasional maka penggunaan bijih besi
sebagai bahan baku pembuatan baja juga meningkat. Untuk menjamin kelancaran
produksi industri besi baja nasional saat ini dan rencana pengembangan kapasitas
produksi di masa mendatang, maka perlu dukungan penyediaan bahan baku bijih
besi dalam jumlah cukup dengan harga yang kompetitif. Sampai saat ini
kebutuhan bijih besi nasional pada umumnya masih diimpor dari luar negeri,
sedangkan sumber daya bijih besi lokal sangat banyak tersebar di beberapa tempat
di Indonesia dan belum digunakan sebagai bahan baku pembuatan baja nasional
karena bijih besi lokal memiliki kandungan Fe total relatif berkisar antara 40-
60%. [ESDM, 2008].
Kabupaten Merangin merupakan salah satu daerah berpotensi sumber daya
bijih besi di Indonesia sehingga dapat diolah untuk menunjang keperluan produksi
industri besi baja nasional yang terus meningkat di masa mendatang. Kabupaten
Merangin berada di Provinsi Jambi yang memiliki jarak tempuh sekitar 255 km
dari pusat kota Jambi. Kandungan Fe total bijih besi di Kabupaten Merangin rata-
rata 65% sehingga digolongkan sebagai bijih besi high grade dan dapat memenuhi
kriteria untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pembuatan baja [ESDM
Merangin, 2008].
Berdasarkan data dinas pertambangan Kabupaten Merangin Jambi terdapat
5 lokasi berpotensi sumber daya bijih besi yang dapat diolah. 5 lokasi berpotensi
tersebut terletak di Desa Nalo Gedang, Desa Pulau Layang, Desa Petukan, Desa
Telentan, dan Desa Kotorayo. Berdasarkan data tersebut, telah dilakukan
eksploitasi bijih besi yang berpusat di Desa Nalo Gedang seluas 60 Ha kurang
lebih 1 juta ton, dan Desa Pulau Layang seluas 50 Ha kurang lebih 1,5 juta ton,
sedangkan sumber daya bijih besi yang terdapat di Desa Telentam, Desa
Kotorayo, dan Desa Petukan belum dapat diperkirakan karena masih dalam tahap
eksplorasi [ESDM Merangin, 2008].
Dengan adanya Undang-undang Mineral Batubara (MINERBA) no 4
tahun 2009, pemerintah daerah diwajibkan untuk mengolah produk hasil tambang
100
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
di dalam negeri menjadi produk yang memiliki nilai tambah dan tidak langsung
menjual produk hasil tambang keluar negeri dalam keadaan mentah ataupun
belum diolah. Peningkatan nilai tambah industri tambang ini akan dapat
memenuhi kebutuhan bahan baku industri baja domestik, memberikan dampak
positif bagi perekonomian bangsa, dan menghasilkan efek berantai yang
signifikan pada kondisi sosial ekonomi. Salah satu upaya meningkatkan nilai
tambah bijih besi yang ada di Indonesia adalah dengan mengunakan bijih besi
yang ada di Kabupaten Merangin jambi sebagai bahan baku alternatif reduksi
bijih besi untuk menghasilkan besi spons.
Istilah reduksi langsung menjadi lebih umum digunakan sebagai suatu
teknologi pembuatan besi spons. Besi spons digunakan sebagai bahan baku
industri baja yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas baja yang dihasilkan
[Ross., 1980]. Bijih besi yang masih dalam bentuk oksida harus melewati tahapan
pelepasan oksigen yang terikat pada bijih besi sehingga pada akhirnya yang
tersisa pada bijih besi hanya Fe dalam bentuk logamnya. Melepaskan oksigen
yang terikat pada bijih besi dibutuhkan suatu reduktor. Reduktor yang digunakan
berupa C, CO atau H2 [Ross,1980].
Karbon merupakan salah satu reduktor yang banyak digunakan untuk
mereduksi bijih besi. Sumber karbon yang digunakan untuk mereduksi bijih besi
hendaknya mempertimbangkan efisiensi dan faktor ekonomis untuk mengurangi
biaya produksi namun tidak mengurangi kualitas produk dan menghambat proses
reduksi [Yayat Imam Supriyatna, 2012]. Batubara merupakan salah satu sumber
reduktor yang bisa digunakan untuk mereduksi bijih besi.
Dalam penelitian ini reduktor yang digunakan adalah 100% batubara sub-
bituminus berasal dari Kalimantan. Di dalam proses reduksi kandungan utama
yang perlu diperhatikan dalam batubara adalah jumlah karbon, karena gas CO
tersebut akan berdifusi mereduksi bijih besi. Untuk memberikan kesempatan gas
CO berdifusi sampai ke bagian inti bijih besi maka diperlukan penahanan waktu
sehingga proses reduksi berjalan dengan sempurna.
Pada penelitian ini juga memvariasikan komposisi campuran bijih besi dan
batubara yang digunakan, Perbedaan komposisi pencampuran antara bijih besi
101
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
dengan reduktor batubara akan memberikan pengaruh terhadap nilai perolehan
Femetal selama proses reduksi. Hal ini bergantung pada jumlah fixed carbon
batubara yang digunakan, jumlah fixed carbon terlalu sedikit mengakibatkan tidak
terpenuhinya gas CO yang dihasilkan dari gasifikasi karbon. Jumlah fixed carbon
berlebihan akan membuat perolehan Femetal spons menjadi tidak optimal karena
terjadi pembentukan CO berlebih. Oleh karena itu perlu optimalisasi pencampuran
antara bijih besi dan batubara.
2. Kajian Pustaka
Reduksi bijih besi merupakan proses untuk mendapatkan besi metal dari
bijih besi yang masih dalam bentuk oksida. Pada proses reduksi dibutuhkan
bahan lain sebagai reduktor yang akan mengubah oksida besi dengan muatan
tinggi menjadi oksida besi dengan muatan yang lebih rendah atau bahkan
menjadi logam. Reduktor yang dapat digunakan dapat berupa C, CO atau H2
reaksi-reaksi reduksinya adalah sebagai berikut: [Ross, 1980]
3Fe2O3 + C 2Fe3O4 + CO !G01273 = -73 Kkal........(2.1)
3Fe2O3 + CO 2Fe3O4 + CO2 !G01273 = -24,19 Kkal...(2.2)
3Fe2O3 + H2 2Fe3O4 + H2O !G01273 = -25,72 Kkal ...(2.3)
Proses reduksi langsung didefinisikan sebagai suatu proses menghasilkan
besi metal dengan mereduksi bijih besi ataupun bentuk senyawa oksida lainnya
dibawah temperatur lebur setiap material yang terlibat di dalamnya. [Feinman,
1999]. Hasil proses reduksi langsung disebut dengan DRI (Direct Reduction Iron),
karena hasilnya masih dalam bentuk padatan dan secara fisik pada permukaannya
terlihat rongga-rongga atau porositas maka disebut juga dengan besi spons.
2.5 Reduksi Langsung Bijih Besi Oleh Batubara
Karbon merupakan salah satu reduktor yang banyak digunakan utuk
mereduksi bijih besi, dan salah satu sumber karbon adalah batubara. Reduksi bijih
besi oleh batubara atau karbon padat dapat digambarkan pada saat gas CO hasil
gasifikasi batubara secara langsung berdifusi secepat gas CO terbentuk [Ross,
1980]. Difusi gas CO akan terganggu ketika terbentuknya besi metal pada bagian
permukaan bijih besi seperti terlihat pada Gambar 2.1 yang mengilustrasikan
102
PROSIDING
ROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
potongan secara parsial besi oksida belum tereduksi sempurna. Terlihat bahwa
pada bagian luar terdapat suatu lapisan logam besi, hal ini mengindikasikan bahwa
bagian permukaan telah tereduksi sempurna menjadi besi.
besi. Oleh karena itu yang
terjadi selanjutnya adalah difusi gas CO melalui lapisan logam besi menuju
permukaan besi oksida.
Gambar 2.2 Diagram Elingham untuk reduksi bijih besi [Ross, 1980]
19
oksida, jika ditarik garis tegak
Pada Gambar 2.2 terdapat tiga bentuk senyawa besi oksida,
lurus terhadap temperatur 1000 0C pada temperatur dan tekanan konstan dapat
dilihat senyawa yang pertama kali direduksi adalah hematit (Fe2O3), dilanjutkan
dengan magnetit (Fe3O4) dan terakhir
terak adalah wustit (FeO). Jadi, ada tiga ta
tahapan
reduksi bijih besi oksida oleh gas CO [Rosenvqist, 1983] yaitu persamaan reaksi
(2.2), (2.4) dan (2.5).
Fe3O4 + CO 3FeO + CO2 !G01273 = -4,46
4,46 Kkal..........
Kkal..........(2.4)
103
PROSIDING
ROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
FeO + CO Fe + CO2 !G01273 = +2,01 Kkal ........
........(2.5)
Pada persamaan (2.5)) reaksi FeO menjadi Fe oleh reduktor
red CO menghasilkan nilai
!G0 pada Temperatur 1273 K adalah positif atau secara temodinamika tidak dapat
berlangsung. Kondisi ini mengindikasikan reduksi FeO
FeO menjadi Fe merupakan
tahapan yang sulit terjadi, namun demikian reduksi FeO menjadi Fe dapat
berlangsung jika kondisi proses reduksi dapat menghasilkan
menghasilkan komposisi gas CO
melebihi kesetimbangan kestabilan FeO dan adanya sisa
sis karbon pada proses
reduksi bijih besi (Glasner-Boudourd
(Glasner- diagram).
2.7 Kesetimbangan Boudouard
oksigen akan membentuk
Pada temperatur tinggi, reaksi antara karbon dan oksigen
gas CO. Menurut reaksi kesetimbangan Boudouard dijelaskan bagaimana
Keberadaan karbon pada proses
kestabilan gas CO pada saat proses reduksi. Keberadaan
akan
reduksi menyebabkan CO2 menjadi tidak stabil pada temperatur tinggi dan aka
menjadi CO [Biswas, 1981].
( 01273 = + 63,45 Kkal), reaksi ini
Reaksi Boudouard bersifat endotermis (!H
kestabilan CO memerlukan
membutuhkan energi atau untuk mendapatkan kestabilan
temperatur tinggi. Glasner-Bouduard
Glasner Bouduard membuat sebuah diagram kesetimbangan
antara, besi hematit, magnetit, wustit, karbon padat, karbon monoksida,
m dan
karbon dioksida (Gambar 2.3)
2.3) merupakan dasar untuk reduksi langsung deng
dengan
karbon. [Ross, 1980]
104
PROSIDING
ROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Pada diagram kesetimbangan Glasner-Boudouard
Glasner Boudouard reduksi magnetit
(Fe3O4) menjadi wustit (FeO) pada temperatur 650 0C, reduksi wustit (FeO)
menjadi Fe pada temperatur 700 0C. Dengan kata lain secara termodinamika
temperatur 700 0C dan magnetit
wustit (FeO) tidak bisa direduksi dibawah temperatur
(Fe3O4) juga tidak bisa direduksi dibawah temperatur 650 0C, karena gas CO
isi kembali membentuk gas CO2 dan C [Ross, 1980].
terdekomposisi
Menurut diagram Boudouard reaksi besi oksida dengan CO/CO2 (1 atm)
terjadi pada temperatur 710 0C. Pada temperatur 900-1000 0C, akan diperoleh
100% CO. [Ross, 1980]
dikendalikan oleh laju gasifikasi karbon. Laju
Laju reaksi secara keseluruhan dikendalikan
gasifikasi karbon ditentukan oleh beberapa faktor yaitu
yaitu reaktivitas karbon,
temperatur dan juga ketersediaan panas yang digunakan
digunakan untuk mempertahankan
reaksi hingga mencapai temperatur operasi.
2.8 Tahapan Kinetika Reduksi Bijih Besi
Suatu proses reduksi besi oksida untuk menjadi logam besi akan melal
melalui
tahapan-tahapan
tahapan tertentu. Gas reduktor akan berdifusi menuju lapisan
la antarmuka
besi oksida melalui suatu lapisan film. Kondisi ketika gas reduktor
r melewati
lapisan film secaraa sistematis akan melalui beberapa tahap seperti pada Gambar
2.4 kecepatan suatu reaksi dikendalikan oleh tahapan yang paling lambat. [Sun,
1997]
105
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Menurut Gambar 2.4 kemungkinan tahapan-tahapan secara berurutan adalah
sebagai berikut:
1. Perpindahan gas reduktor dari bulk gas phase menuju permukaan
butiran melalui suatu lapisan film (gas boundary film).
2. Difusi gas reduktor melalui lapisan produk ke reaksi antar muka
(interface reaction) dan adsorbsi gas reduktor di lapisan antar muka.
3. Reaksi antar muka terjadi perpindahan massa besi dan ion oksigen
serta terjadi transformasi fasa padatan yaitu pembentukan dan
pertumbuhan dari reaksi produk yaitu magnetik, wustit dan besi.
4. Difusi gas produk melalui lapisan produk menuju permukaan butiran.
5. Perpindahan gas produk dari permukaan butiran melalui suatu lapisan
batas (boudary gas film) menuju bulk gas phase.
Dari tahapan tersebut terdapat dua faktor pengontrol laju reaksi, yaitu Chemical
controlled (tahapan 3) dan Difussion controlled (tahapan 1, 2, 4 dan 5). [Biswas,
1981]
3. METODE PENELITIAN
Bijih besi, batubara dan batu kapur dipreparasi hingga mencapai ukuran lolos
dari ayakan -10 +18 # yang bertujuan membuat partikel bijih besi menjadi
homogen, sehingga akan lebih mudah pada proses pencampuran. Alat preparasi
yang digunakan adalah hand crushing, rod mill dan vibrating screen. Kemudian
dilakukan analisa komposisi kimia untuk bijih besi dan batu kapur yang
digunakan sedangkan terhadap batubara dilakukan analisa proksimat. Data
pengujiannya dapat dilihat pada Tabel 3.1-3.3. Gambar 3.1a-c masing-masing
menunjukkan bentuk fisik dari bijih besi, batu bara dan batu kapur yang
digunakan dalam penelitian ini.
106
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
4,62 7,38 58,20 2,16 80,90 0,28 0,12 0,14 0,18 0,078
% % % % % % % % % %
Tabel 3.2 Hasil Analisis Proksimat
Fixed carbon 35,98 %
Moisture 7,70 %
Volatile matter 43,95 %
Ash 12,37 %
Setelah dilakukan tahap preparasi, maka bijih besi, batu bara dan batu kapur
dicampur dengan komposisi 70% : 30% : <1%, 75% : 25% : <1% dan 80% : 20%
107
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
: <1%. Masing-masing campuran bahan baku ini dimasukkan ke dalam cawan
yang tertutup dan dilakukan tahap reduksi dengan menggunakan muffle furnace.
Temperatur reduksinya sekitar 950 0C
Dengan variasi waktu reduksi (menit) : 60, 75, 90, 105 dan 120. Hasilnya disebut
sebagai besi spons yang kemudian dianalisa untuk mengetahui komposisi Fe total,
Femetal dengan menggunakan standar pengujian ASTM-E 1028-84 dan juga
dilakukan analisa karbon sisa dan mikrostruktur dari besi spons tersebut.
% Metalisasi = x 100%...........................................................(4.1)
Persen metalisasi digunakan untuk melihat kualitas besi spons yang dihasilkan
untuk bahan baku proses lanjutan yaitu steel making. Besi spons yang memiliki
persentase metalisasi tinggi akan mengurangi konsumsi energi pada proses steel
making karena konsumsi energi untuk menghilangkan oksigen lebih sedikit
[Kumar,S.Arun, 2009].
4.1.1 Pengaruh Waktu Tahan Terhadap Persen Metalisasi Besi Spons
Pada proses reduksi yang perlu diperhatikan adalah tahapan difusi gas CO,
karena gas CO akan berdifusi mereduksi bijih besi. Untuk memberikan
kesempatan gas CO berdifusi sampai kebagian inti bijih besi maka diperlukan
penahanan waktu sehingga proses reduksi berjalan dengan sempurna.
Bertambahnya waktu tahan reduksi hingga waktu tahan tertentu cenderung
meningkatkan persen metalisasi kemudian persen metalisasi cenderung konstan
[Habashi, 1969]. Pada penelitian ini dilakukan proses reduksi dengan variasi
waktu tahan berbeda sehingga didapatkan grafik seperti pada Gambar 4.1.
108
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Gambar 4.1 Pengaruh waktu tahan terhadap persen metalisasi
Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa bertambahnya waktu tahan akan
meningkatkan persen metalisasi (30% reduktor). Hal ini dikarenakan dengan
penambahan waktu tahan memberikan kesempatan gas CO berdifusi hingga
bagian inti, tetapi kenaikan persen metalisasi tidak selamanya berbanding lurus
terhadap peningkatan waktu tahan reduksi, seperti pada grafik (25% reduktor)
terjadi penurunan persen metalisasi, hal ini diduga terjadinya pengintian ion Fe2+
pada saat proses reduksi berlangsung. Pada saat ion Fe2+ berdifusi menuju lapisan
wustit untuk mencari tempat pengintian yang sesuai maka pengendapan logam
mulai terjadi di permukaan bijih besi [Ross, 1980]. Pengendapan logam di
permukaan bijih besi dapat menganggu difusi gas CO sehingga secara langsung,
proses reduksi akan terhambat.
109
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Terganggunya tahapan difusi gas CO oleh lapisan padat logam besi pada
permukaan mengakibatkan konsentrasi kesetimbangan gas CO-CO2 akan berada
di daerah kestabilan wustit. Pada saat konsentrasi gas CO-CO2 berada pada daerah
wustit maka seluruh reaksi reduksi akan membentuk wustit dan reaksi reduksi
pembentukan Femetal akan berjalan menuju reaktan membentuk wustit seperti
yang ditunjukkan pada persamaan reaksi [Ross,1980].
Fe + CO2 FeO + CO !G01273 = -2,01 Kkal.....................(4.2)
Berdasarkan hasil penelitian Kamijo (Gambar 4.2) dijelaskan bahwa konsentrasi
CO2 terhadap persen metalisasi yang terbentuk akan berlebih dan akan
mereoksidasi kembali logam Fe menjadi oksida logam, sehingga dengan
bertambahnya konsentrasi CO2 pada atmosfer mengakibatkan persen metalisasi
turun signifikan didukung dengan hasil analisa karbon sisa seperti pada Tabel 4.1.
110
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
111
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
% Fe metal
waktu (menit)
112
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
% Fe metal
waktu (menit)
% Fe metal
waktu (menit)
113
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
perhitungan menggunakan software diketahui bahwa persentase logam besi yang
terbentuk sebesar 23,65 (60 menit) dan 64,68% (90 menit). Hal ini
mengindikasikan seperti pernyataan sebelumnya bahwa dengan penambahan
waktu tahan cenderung meningkatkan persen metalisasi dan persen Fe metal. Selain
itu, dari Gambar 4.5 juga dapat dilihat setelah dilakukan proses reduksi terdapat
porous (hitam) dan oksida (abu-abu) dengan persentase 12,66%.
114
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
variasi waktu tahan dapat dilihat pada Gambar 4.6. Pada Gambar 4.6 terlihat
bahwa pada variasi waktu tahan reduksi, penggunaan reduktor yang lebih besar
(30% reduktor) memiliki persen Femetal yang lebih tinggi dibandingkan dengan
penggunaan reduktor yang lebih kecil. Pada komposisi 30% reduktor terlihat
bahwa kecenderungan Femetal yang terbentuk lebih optimum dibandingkan
komposisi reduktor lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa kandungan Jumlah
fixed carbon pada reduktor akan membuat perolehan Femetal pada besi spons
optimal karena secara tidak langsung konsentrasi dari produk reduksi yang
dihasilkan seperti CO dan CO2 akan banyak pula, yang berdampak pada difusi.
90
80
% Fe metal
70
60
50
40
30
60 75 90 105 120
waktu (menit)
30% Reduktor 25% Reduktor 20% Reduktor
115
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
mempengaruhi konsentrasi dari produk reduksi yang dihasilkan seperti CO dan
CO2 akan banyak pula.
20% reduktor
5. KESIMPULAN
1. Persen metalisasi besi spons untuk bijih besi Merangin Provinsi Jambi
paling tinggi dicapai pada komposisi 30% reduktor yaitu 90,80% dan
persen metalisasi akan meningkat dengan penambahan waktu tahan.
Persen metalisasi besi spons untuk bijih besi Merangin Provinsi Jambi
paling tinggi dicapai pada waktu tahan 120 menit dengan persen
metalisasi 90,80%.
2. Persen Femetal pada besi spons Merangin Provinsi Jambi tertinggi sebesar
78,65% dicapai pada komposisi 30% reduktor dan waktu tahan 120
menit. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa besi spons yang dihasilkan
116
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
memenuhi persyaratan minimum Permen ESDM No.1 tahun 2014 yaitu
persen Femetal pada besi spons ! 75%.
3. Persen Fetotal pada besi spons Merangin Provinsi Jambi tertinggi sebesar
87,94% dicapai pada komposisi 30% reduktor dan waktu tahan 75 menit.
6. Daftar Pustaka
Biswas,A.K.1981. Principles Of Blast Furnace Ironmaking. Gootha Publishing
House. Brisbane, Australia.
Feinman, J.1999. Direct Reduction and Smelting Processes: Chapter 11. The
AISE Steel Foundation. Pittsburgh.
Permen Energi Dan Sumber Daya Mineral No.7. 2012. Peningkatan Nilai
Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian Mineral.
ESDM. Indonesia.
Ross, H.U. 1980. Physical Chemistry: Chapter 3. Direct Reduced Iron Technology
and Economics Of Productions and Use. The Iron and Steel Society of
AIME. Warrendale.
Yayat Iman Supriyatna, et al. 2012. Study Penggunaan Reduktor Pada roses
Reduksi Pellet Bijih Besi Lampung Menggunakan Rotary Kiln. Lampung
Selatan: LIPI.
117
PENGARUH SUHU DAN WAKTU REAKSI PADA PEMBUATAN
KITOSAN DARI TULANG SOTONG (Sepia officinalis)
Abstrak
1. PENDAHULUAN
Kitin merupakan bahan organik utama terdapat pada kelompok hewan
crustacea, insekta, fungi, mollusca dan arthropoda. Cangkang kepiting, udang
dan lobster telah lama diketahui sebagai sumber bahan dasar produksi kitin,
karena kandungan kitinnya cukup tinggi. Cangkang kering arthropoda rata-rata
mengandung 20-50% kitin (Suhardi, 1993).
Kitin yang telah dihilangkan gugus asetilnya melalui proses deasetilasi
disebut kitosan. Kitosan (2-asetamida-deoksi- -D-glukosa) memiliki gugus amina
bebas yang membuat polimer ini bersifat polikationik, sehingga polimer ini
potensial untuk diaplikasikan dalam pengolahan limbah, obat-obatan, pengolahan
makanan dan bioteknologi (Savant dkk., 2000).
Kitosan merupakan padatan amorf berwarna putih dengan struktur kristal
tetap dari bentuk awal kitin murni, memiliki sifat biologi dan mekanik yang tinggi
diantaranya adalah biorenewable, biodegradable, dan biofungsional. Kitosan
mempunyai rantai yang lebih pendek daripada rantai kitin (Suhardi, 1993).
Salah satu komoditas perikanan Indonesia yang berorientasi ekspor adalah
sotong. Pada umumnya sotong dimanfaatkan tanpa kepala atau tanpa kepala dan
tulang bagian dalam. Hal itu menyebabkan limbah yang berasal dari sotong juga
bervariasi berkisar antara 65- 85 % dari berat sotong, tergantung dari jenisnya.
Limbah sotong padat biasanya dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak dan
sebagian lagi belum dimanfaatkan (Wiles, 2000).
Limbah padat molusca ini merupakan salah satu masalah yang harus
dihadapi oleh pabrik pengolahan. Selama ini limbah tersebut dikeringkan dan
dimanfaatkan sebagai pakan dan pupuk dengan nilai ekonomi yang rendah.
Seiring dengan semakin majunya ilmu pengetahuan kini limbah sotong dapat
dijadikan bahan untuk membuat kitin dan kitosan (Muzarelli, 1977).
2. Tinjauan Pustaka
Kitosan dengan rumus molekul (C6H11NO4)n adalah hasil hidrolisis
kimiawi maupun enzimatik dari senyawa kitin. Kitosan merupakan kitin yang
telah dihilangkan gugus asetilnya melalui proses deasetilasi. Jadi kitosan adalah
suatu senyawa polimer dari glukosamin pada ikatan 11-1-4 atau 2-amino-2-
deoksi-D-glukosa (Alistair, 1995). Suatu molekul dikatakan kitin bila mempunyai
derajat deasetilasi (DD) sampai 10% dan kandungan nirogennya kurang dari 7%.
Dan dikatakan kitosan bila nitrogen yang terkandung pada molekulnya lebih
besar dari 7% berat dan derajad deasetilasi (DD) lebih dari 70%
(Muzzarelli,1985).
Proses utama dalam pembuatan kitosan, meliputi penghilangan protein
dan kandungan mineral melalui proses deproteinasi dan demineralisasi, yang
masing-masing dilakukan dengan menggunakan larutan basa dan asam.
Selanjutnya, kitosan diperoleh melalui proses deasetilasi dengan cara
memanaskan dalam larutan basa (Tolaimatea et al., 2003).
Laju reaksi pada proses deasetilasi dipengaruhi oleh konsentrasi basa,
temperatur, waktu reaksi, perbandingan antara kitin dengan larutan alkali, ukuran
partikel. Pada konsentrasi NaOH tinggi. semakin banyak gugus asetil yang
terlepas dari kitin sehingga meningkatkan derajat deasetilasi kitosan yang
dihasilkan, Pada temperatur rendah reaksi akan berjalan lambat, sedangkan jika
temperatur terlalu tinggi dapat merusak struktur bahan dasar (Suhardi, 1993).
3. Metode Penelitian
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Tulang rawan
sotong, Natrium hidroksida (NaOH), Asam klorida (HCl), Asam asetat, dan
Aquades.
Prosedur kerja
Tulang sotong dikeringkan kemudian dihaluskan. Selanjutnya dilakukan
proses deproteinasi dengan menggunakan NaOH 4 % pada suhu 80C sambil
dilakukan pengadukan, proses demineralisasi dengan menambahkan HCl 1 M
dengan perbandingan 1:15 (b/v) selama 120 menit pada suhu kamar. Proses
deasetilasi dilakukan dengan mereaksikan hasil demineralisasi dengan NaOH 50%
dengan perbandingan 1:10 (b/v) dengan variasi suhu 70, 80, 90, 100C selama 40,
50, 60, 70 menit, Hasil deasetilasi kemudian dicuci hingga pH netral dan
dikeringkan. Kitosan yang diperoleh ditimbang dan dikarakterisasi kadar air,
kadar abu viscositas dan gugus fungsinya.
Proses demineralisasi untuk menghilangkan mineral-mineral yang terdapat
dalam bahan baku. Proses demineralisasi dilakukan dengan mereaksikan bahan
baku dengan HCl 1 M selama 120 menit pada suhu kamar. Rendemen hasil proses
demineralisasi sebesar 87.85% berupa kitin.
Proses deasetilasi merupakan penghilangan gugus asetil kitin menjadi
gugus amida kitosan. Proses deasetilasi kitin pada penelitian ini dilakukan dengan
penambahan NaOH 50 % dengan perbandingan 1:10 b/v dengan variasi
konsentrasi dan suhu. Rata-rata rendemen pada proses deasetilasi adalah 75,775%.
4.1 Pengaruh Suhu dan Waktu Deasetilasi Terhadap Kadar Air Kitosan
Kadar Air (%)
Suhu (C)
Gambar 4.1 Grafik hubungan antara suhu dan waktu deasetilasi terhadap kadar air
kitosan
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu deasetilasi
kitosan maka semakin tinggi pula kadar air yang didapat. Waktu deasetilasi juga
mempengaruhi nilai dari kadar air kitosan. Sampel kitosan yang dihasilkan dari
limbah tulang sotong mempunyai kandungan air yang bervariasi antara 1,03-
9,98%. Nilai ini masih termasuk dalam standard kitosan. Waktu deasetilasi tidak
mempengaruhi kadar air kitosan, dapat dilihat dengan tidak beraturannya grafik
yang didapat.
4.2 Pengaruh Suhu dan Waktu Deasetilasi Terhadap Kadar Abu Kitosan
Kadar Abu (%)
Suhu (C)
Gambar 4.2 Grafik hubungan antara suhu dan waktu deasetilasi menit terhadap
kadar abu kitosan
Kadar abu merupakan parameter untuk mengetahui mineral yang
terkandung dalam suatu bahan yang mencirikan keberhasilan proses
deemineralisasi yang dilakukan. Semakin rendah nilai kadar abu, maka tingkat
kemurnian kitosan semakin tinggi, dan sebaliknya.
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu maka kadar
abu kitosan semakin berkurang. Hal tersebut dikarenakan oleh suhu dapat
membuat mineral yang terkandung dalam bahan larut dalam pelarut. Waktu
deasetilasi juga mempengaruhi kadar abu kitosan. Dimana semakin lama waktu
deasetilasi maka kadar abu kitosan yang didapat semakin menurun. Kadar abu
yang menurun dikarenakan oleh semakin lama proses deasetilasi maka semakin
banyak mineral dalam kitosan yang larut dalam larutan NaOH. Dan semakin
tinggi kadar kitosan yang digunakan maka semakin lama pula pencucian yang
dilakukan untuk menetralkan pH kitosan. Pada saat pencucian mineral-mineral
yang tidak terlarut pada proses demineralisasi ikut terbawa oleh air pencucian.
Hasil analisis kadar abu dari kitosan yang dihasilkan dapat berkisar antara 0,34-
0,99%. Hal ini menunjukkan bahwa kitosan yang dihasilkan telah memenuhi
standar mutu kadar abu kitosan yang telah diharapkan oleh Muzarelli (1985),
dengan standard kadar abu <1 %. Semakin lama waktu deasetilasi yang dilakukan
menyebabkan kadar abu kitosan semakin kecil. Hal tersebut dikarenakan oleh
semakin lamanya reaksi maka semakin banyak pula mineral yang terlarut pada
pelaru saat proses deasetilasi.
Viskositas (Csp)
Suhu (C)
Gambar 4.3 Grafik hubungan antara suhu dan waktu deasetilasi terhadap
viskositas kitosan
Kitosan hasil preparasi dalam penelitian ini memiliki viskositas sebesar
109.11-161.78 Csp. Viskositas tertinggi pada suhu 100C dengan waktu 60 menit
yaitu 161,78 Csp. Nilai viskositas kitosan tersebut termasuk kategori rendah.
Menurut Fernandez (1991), viskositas yang terlalu tinggi akan mempengaruhi
kekentalan larutan, yang tidak diinginkan untuk penanganan industri.
Viskositas merupakan salah satu sifat karakteristik dari polimer. Larutan
kitosan merupakan senyawa kimia berupa rantai-rantai polimer yang mempunyai
viskositas tinggi. Informasi mengenai viskositas kitosan berhubungan dengan
aplikasinya. Dalam bidang farmasi diperlukan kitosan dengan viskositas
rendah, sedangkan untuk keperluan pengental atau pengeras bahan makanan
diperlukan kitosan dengan viskositas tinggi (Dewi dan Fawzya, 2006).
Viskositas kitosan mengalami pengurangan seiring dengan bertambahnya
waktu proses demineralisasi. Viskositas kitosan dapat diukur dengan cara
melarutkan 1% kitosan ke dalam larutan asam asetat 1% kemudian diukur
viskositasnya dengan alat viscometer.
4.4 Penentuan Gugus Fungsi Kitosan dengan Spektrofotometer FT-IR, pada
Konsentrasi 50% dan Waktu Deasetilasi 1 Jam
Pemeriksaan FT-IR untuk sampel kitosan bertujuan untuk mengetahui
gugus-gugus fungsi karakteristiknya dan menghitung derajat deasetilasinya.
Gambar 4.4 Spektrum IR kitosan pada suhu 100C dan waktu 60 menit
Berdasarkan Gambar 4.5 terlihat bahwa pada spektra IR kitosan, muncul puncak
serapan pada bilangan gelombang 3435,22 cm-1 menunjukkan serapan vibrasi
ulur (OH). Menurut Fessenden (1982), suatu ikatan O-H menyerap energi
pada panjang gelombang 3000-3700 cm -1 . Kemunculan serapan pada bilangan
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa kitosan dapat
dibuat dari bahan baku tulang sotong dengan proses deproteinasi, demineralisasi
dan deasetilasi. Suhu dan waktu deasetilasi berpengaruh pada hasil kitosan yang
didapatkan. Derajat deasetilasi kitosan dari tulang sotong pada suhu 100C
dengan waktu 60 menit adalah 81,0231%. Semakin tinggi suhu dan waktu
deasetilasi maka viskositas kitosan semakin tinggi.
6. Daftar Pustaka
Alistair, M.S. 1995. Food Polysacharides and their application. Department of
Chemistry, University of Capetown: Rodenbosch
Dewi, A.S dan Fawzya, Y.N. 2006. Studi Pendahuluan: Penggunaan Berulang
Larutan Natrium Hidroksida dalam Pembuatan Kitosan. Proseding
Seminar Nasional Himpunan Kimia Indonesia. IPB : Bogor
Fessenden, Ralph J dan joan S Fessenden. 1982. Kimia Organik jilid 1.Erlangga:
Jakarta
Kusumaningsih. T, 2004. Karakterisasi khitosan hasil deasetilasi kitin dari
cangkang kerang hijau. Jur. Kimia FMIPA UNS
Muzzarelli, R.A.A., 1977. Chitin. Perngam o n Press, Oxford, New York.
Muzzarelli, R.A.A., 1985. Chitin in the Polysaccharides, vol. 3, pp. 147,
Aspinall (ed) Academic press Inc., Orlando, San Diego. No.3, Madrid,
Spain.
Savant, D. Vivek, and J.A. Torres. 2000. Chitosan based coagulating agents for
treatment of cheddar chees whey. Biotechnology Progress 16: 1091-1097.
Suhardi. 1993. Khitin dan Khitosan, Pusat Antar Universitas Pangan&Gizi.
Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Sun,Ok; Fernandez,Kim. 2004. Physicochemical and functional roperties of
crawfish chitosan as affected by different processing protocols
Tolaimatea, A.; Desbrieresb, J.; Rhazia, M., dan Alaguic, A., 2003, Contribution
to the preparation of chitins and chitosans with controlled physico-
chemical properties, Polym. J. , 44, 79397952.
Wiles, JL., Caner C, Vergano PJ., 2000. Chitosan Film Mechanical and
Permeation Properties as Affected by Acid, plastizer, and Storage. Journal
Food Science 63 (6):1049-1053
MILAWARNI 1 , SAIFUDDIN 2
1
Jurusan Teknik Elektro(Fisika Material), Politeknik Negeri Lhokseumawe
2
Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Lhokseumawe
Laboratorium Teknik Kimia, Jl. Medan-Banda Aceh Km 280,3 Buket rata Lhokseumawe
Anisakhanza524@gmail.com
Abstrak
Telah dilakukan penelitian untuk memperoleh nilai koefisien absorbsi bunyi pada
plazore. Plazore dibuat dengan berat 100 g. Koefisien absorbsi bunyi diukur dengan
menggunakan sound level meter, intensitas bunyi yang diukur antara lain intensitas
bunyi yang datang, intensitas yang dipantulkan (reflection) dan intensitas yang
ditransmisikan. Intensitas absorbsi didapat dengan mengurangkan intensitas awal
(I0) dengan intensitas transmisi (IT) dan intensitas refleksi (IR). Data yang diperoleh
dibuat grafik dan dianalisis. Diperoleh hasil bahwa plazore yang terbuat dari
kantong plastic (poliolefin) dengan cara digoreng menggunakan minyak jelantah
yang telah dimurnikan dengan komposisi 1:1 (sampel 3) adalah plazore terbaik
sebagai bahan absorbsi bunyi pada penelitian ini . plazore mempunyai sifat fisis:
koefisien absorbsi 0,08 cm-1, intensitas refleksi 0,30 dB, intensitas absorbsi 10,42 dB
dan efisiensi absorbsi 12,27 %.
Kata kunci: Koefisien absorbs suara, Intensitas awal (I0), Intensitas Transnisi (IT),
Intensitas Refleksi (IR).
1 PENDAHULUAN
2. Tinjauan Pustaka
Plazore adalah teknik penggorengan plastik yang dapat menghasilkan karya-
karya baru dari limbah plastik yang banyak dibuang oleh masyarakat. Ada tiga
metode pengolahan limbah plastik, yakni proses, cetak, mozaik. Sistem press dan
cetak digunakan untuk plastik jenis LDPE yang lebih tipis, sedangkan metode mozaik
diterapkan untuk plastik HDPE yang lebih tebal.(Halliwell,2004)
panas. Jika polimer jenis ini dipanaskan, maka akan menjadi lunak dan didinginkan
akan mengeras. Proses tersebut dapat terjadi berulang kali, sehingga dapat dibentuk
ulang dalam berbagai bentuk. Contoh plastik termoplastik sebagai berikut:
Polyethylene (PE), Polivinilklorida (PVC), Polipropena (PP),. Jenis yang kedua yaitu
polimer termosetting, yaitu adalah polimer yang mempunyai sifat tahan terhadap
panas. Jika polimer ini dipanaskan, maka tidak dapat meleleh. Sehingga tidak dapat
dibentuk ulang kembali. Susunan polimer ini bersifat permanen pada bentuk cetak
pertama kali (pembuatan). Bila polimer ini rusak/pecah, maka tidak dapat disambung
dan diperbaiki lagi. (Bilmeyer,F.W,1994)
merupakan suatu bentuk arang yang telah melalui hasil pembakaran gas CO2, uap air,
atau bahan-bahan kimia sehingga pori-pori arang tersebut terbuka. Dengan demikian,
daya adsorpsinya menjadi lebih tinggi. Sedangkan bentonit merupakan salah satu
jenis lembung yang banyak mengandung mineral montmorillonit ( lebih dari 85%)
dimana mempunyai sifat mengadsobsi, karena ukuran partikel koloidnya sangat kecil
dan memiliki kapasitas permukaan yang tinggi.
Redam bunyi
Akustika adalah ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan bunyi,
berkenaan dengan indera pendengaran serta keadaan ruangan yang mempengaruhi
bunyi, (Gabriel, 2001).
Ketika bunyi menumbuk suatu batas dari medium yang dilewatinya, maka energi
dalam gelombang bunyi dapat diteruskan, diserap atau dipantulkan oleh batas
tersebut. Pada umunnya ketiganya terjadi pada derajat tingkat yang berbeda,
tergantung pada jenis batas yang dilewatinya.(Fathurrahman,dkk, 2011).
Pada umumnya material penyerap bunyi secara alami bersifat resitif, berserat
(firous), berpori (porous) atau dalam khasus khusus bersifat resonator aktif. Ketika
gelombang bunyi menumpuk material penyerap, maka energi bunyi sebagian akan
diserap dan diubah menjadi panas. Bunyi akan masuk kedalam material melalui pori-
pori. Bunyi akan menumpuk partikel-partikel didalam material tersebut, kemudian
oleh partikel dipantulkan ke partikel lain, begitu seterusnya sehingga bunyi berkurang
dalam material. Kejadian ini disebut proses penyerapan. Besarnya penyerapan bunyi
pada material penyerap dinyatakan dengan koefisien serapan ( ). Koefisien serapan
dinyatakan dalam bilangan antara 0 dan 1. Nilai koefisien serapan 0 menyatakan tidak
ada energi bunyi yang diserap dan nilai koefisien serapan 1 menyatakan serapan
sempurna.(Gabriel,2001)
3. Metode Penelitian
Prosedur kerja penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu sebagai berikut:
Pada tahap awal minyak jelantah diukur 1000 ml dengan menggunakan gelas ukur
dan dimasukkan ke dalam gelas kaca. Kemudian diaduk dengan batang pengaduk.
Tutup gelas yang sudah berisi campuran minyak jelantah dan karbon aktif
Pembuatan Plazore
Kantong plastic dibersihkan dan dijemur sampai kering kemudaian ditimbang sesuai
dengan keperluan. Plastik dipotong untuk memudahkan pada saat
penggorengan.Kemudian minyak jelantah yang sudah dimurnikan dipanaskan sampai
suhu 150 oC dan goreng plastik. Hasilnya dikempa menggunakan hot press. Maka
terbentuklah sampel berupa plazore plazore dengan ukuran 15 x 15 cm lakukan uji
penyerapan bunyi.
Aplikasi Plazore Sebagai Penyerap Suara
%)"#$+$"(+)*+$ '
(,"(+$,+-& !
Gambar 4.1 Grafik koefisien absorbsi bunyi bahan terhadap intensitas awal (I0)
$(,"(+$,+*"#&"%+$ !
$(,"(+$,+-&!
Gambar 4.2 Grafik intensitas awal (I0) terhadap intensitas refleksi (IR).
Grafik pada gambar 4.2 ternyata tidak memberikan kecendrungan yang sama
terhadap intensitas yang direfleksikan dari tiap sampel. Sampel 1 memiliki intensitas
refleksi yang paling rendah . semakin besar nilai intensitas yang direfleksikan suatu
bahan, maka bahan tersebut semakin bersifat memantulkan dan semakin tidak baik
sebagai bahan penyerap suara, sebaliknya semakin kecil intensitas bunyi yang
direfleksikan, maka semakin baik sebagai bahan penyerap suara.
$(,"(+$,++)*+$ !
$(,"(+$,+-& !
"#$+$"(+$+)*+$
$(,"(+$,+-&!
Gambar!4.4!Grafik!presentase!efisiensi!absorbsi!setiap!sampel
Hasil uji! statistik! menunjukkan! bahwa! sampel! 3! memiliki! efisiensi! absorbsi! terbaik
dengan!nilai!12,27!%.
5. Simpulan
6. Daftar Pustaka
Bilmeyer,F.W.Jr. 1994. Text Book of polimer science. John willey and sons Inc.,
new york.
Doello,L.L.(1993). Akustika Lingkungan.(Diterjemahkan oleh Prasetia). Jakarta:
Erlangga.
Fathurrahman dan supriyadi. 2011. Tingkat redam bunyi suatu bahan (Triplek,
Gypsum, styrofoam). Semarang. Kampus Bendan Ngisor.
Fuadi Ramdja, dkk.2010. pemurnian minyak jelantah menggunakan ampas tebu
sebagai adsorben. Jurnal Chemistry. Universitas Sriwijaya.
Gabriel, Kinsler, L.E & A.R. Frey.(2001). Fundamental of acoustics. New york:
John Wiley & Sonc Inc.
Halliwell, J, Lambert, B. (2004). Revise for product Design: Graphics with
materials technology. UK: Heineman Educational publishers.
Hari Suprianto (2012), Karbon aktif sebagai bahan pemurnian minyak,Jurnal
Teknologi Vol.9, Hal 23-26,Universitas Brawijaya,Malang.
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Uji Mekanik Komposit Berpenguat Serat Pandan Duri dan Resin Polyester
Dengan Variasi Komposisi Metoda Fraksi Berat
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh nilai kekuatan tarik optimal dari
komposit berpenguat serat pandan duri dan resin polyester melalui perbandingan variasi
komposisi metoda fraksi berat. Proses pembuatan spesimen uji dengan bahan serat
pandan duri dan resin polyester sesuai dengan standar uji tarik ASTM D3039. Variasi
perbadingan fraksi berat untuk resin dan serat adalah 30% : 70% ; 40% : 60% dan 50%
: 50%. Hasil penelitian menunjukkan nilai kekuatan tarik maksimal adalah pada
perbadingan komposisi komposit 40% berat resin polyester dan 60 % berat serat
pandan duri, yaitu 0.45 Kg.f/mm2 dengan nilai beban maksimum rata yang mampu
ditahan sebesar 43.87 Kg.f. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan komposit
berpenguat serat pandan duri dengan resin polyester telah memenuhi nilai standar
minimum untuk sebuah material baru fibreboard berdasarkan ISO 17064:2010.
Kata Kunci : Uji Tarik, Serat pandan duri, Resin polyester, fibreboard, ASTM D3039
1. Pendahuluan
Serat alami sekarang banyak digunakan karena jumlahnya banyak dan
sangat murah jadi sering dimanfaatkan sebagai material penguat seperti serat
pandan duri. Ketergantungan terhadap material logam dan plastik juga dialih
fungsikan seperti halnya material komposit. Komposit adalah suatu bahan padat
yang dihasilkan dari gabungan dua atau lebih bahan yang berbeda untuk
memperoleh sifat-sifat yang lebih baik. Tanaman pandan duri termasuk dalam
suku Pandanaceae. Tanaman ini tersebar luas sebagai tanaman liar yang dapat
tumbuh pada daerah berpasir hingga daerah pengunungan.
Salah satu jenis pandan yang hidup tersebar luas di daerah-daerah terbuka
didataran rendah adalah pandan duri. Pandan inilah yang utama digunakan sebagai
bahan baku anyaman karena mempunyai serat yang kuat dan daun yang panjang
yang mencapai hingga 1-3 m dengan lebar 2-16 cm. Umumnya jenis ini tumbuh
disepanjang pantai yang landai dan membentuk kelompok-kelompok yang padat.
Di Jawa, jenis ini dikenal ada 4 macam yaitu jenis Samak, Litoralis, Laevis, dan
Variegatus. Jenis pandan yang termasuk jenis Samak adalah pandan betok, pandan
140
jaksi, pandan jaraim, pandan duri, pandan kapur, pandan tikar, pandan cucuk,
pandan semak, dan pandan ijo yang terdapat masing-masing di P. Bawean,
Tasikmalaya, dan Tangerang. Jenis ini umum ditanam untuk dimanfaatkan
daunnya karena mempunyai daun yang tipis.
Sofyan efendi, menyelidiki pengaruh perlakuan campuran serat pandan
duri dengan polyester terhadap sifat tarik dan kekuatan lentur komposit
berpenguat serat pandan duri (susunan vertical, horizontal dan acak) dengan
matrik polyester. Dari hasil penelitian uji tarik untuk susunan serat yang disusun
vertikal untuk hasil tegangan tarik maksimum yang terkecil dengan serat Vf 5%=
46,55 Mpa, sedangkan tegangan tarik maksimum yang terbesar Vf 25%= 50,06
Mpa, untuk hasil uji tarik serat yang disusun horizontal tegangan tarik tarik
maksimum terkecil dengan serat Vf 5%= 59,43 Mpa, sedangkan tegangan tarik
serat maksimum terbesar Vf 25%= 63,45 Mpa. Untuk hasil uji tarik susunan acak
didapat hasil terkecil Vf 5%= 71,167 Mpa, sedangkan tegangan tarik yang
terbesar serat Vf 25%= 75,1 Mpa.
Arif Bintoro Johan (2011), mengkaji kelayakan serat daun pandan
berbanding fiber glass sebagai penguat material komposit. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa : Kekuatan tarik serat pandan 1,5 kali dari kekuatan tarik
fiber glass. Kekuatan tarik serat pandan 39,036 kg/mm2 sedangkan kekuatan tarik
fiber glass 21,65 kg/mm2. Kekuatan tarik komposit alami lebih rendah dari
komposit sintetis. Kekuatan tarik komposit alami 3,03 kg/mm2 sedangkan
kekuatan tarik komposit sintetis 3,77 kg/mm2. Berat jenis serat pandan lebih
rendah dari berat jenis fiber glass. Berat jenis serat pandan 0,9574 gram/cm3
sedangkan berat jenis fiber glass 2,19 gram/cm3.. Serat dari daun pandan layak
digunakan sebagai material komposit, tetapi belum ditemukan matrik yang cocok
dan perlakuan yang sesuai.
Mariatti dkk (2008) mempelajari sifat ke tidak jenuhan polyester dengan
pengisi serat pisang dan serat pandan, dan ternyata serat pisang sebagai pengisi
mempunyai kekuatan mekanik (kekuatan tarik dan kekuatan lentur) lebih besar
dibandingkan dengan serat pandan, akan tetapi pada penelitian yang dilakukan
oleh Raghavendra dkk (2012) dengan meningkatnya kekuatan mekanik serat
141
pisang, regangan (tensile strain) serat menurun. Hal ini terjadi karena interaksi
adhesif-interfasial antara serat dan matrik mempengaruhi sifat mekanik komposit.
Paryanto Dwi Setyawan (2012), telah meneliti komposit manufaktur
dengan metode hand lay-up dengan fraksi volume serat 10%, 20%, 30%, dan 40%
dengan orientasi serat pendek searah dan acak daun nanas. pengujian spesimen
dilakukan dengan ASTM D3039 kekuatan tarik standar. Sebagai hasil diketahui
bahwa kekuatan tarik komposit meningkat dengan meningkatnya fraksi volume
serat untuk orientasi serat searah, hal ini berbanding terbalik untuk orientasi acak
serat pendek.
Dari beberapa data diatas perlu adanya penelitian tentang uji mekanik
komposit berpenguat serat pandan duri dan resin polyester Dengan Variasi
Komposisi Metoda Fraksi Berat, karena serat alam sangat berpotensi untuk
menggantikan serat sintetis yang tidak ramah lingkungan.
2. Metodologi Penelitian
Proses jalannya penelitian dapat dilihat pada diagram alir dibawah ini:
142
Matrik dalam komposit berfungsi sebagai bahan mengikat serat menjadi
sebuah unit struktur, melindungi dari perusakan eksternal, meneruskan atau
memindahkan beban eksternal pada bidang geser antara serat dan matrik, sehingga
matrik dan serat saling berhubungan. Pembuatan komposit serat membutuhkan
ikatan permukaan yang kuat antara serat dan matrik. Selain itu matrik juga harus
mempunyai kecocokan secara kimia agar reaksi yang tidak diinginkan tidak
terjadi pada permukaan kontak antara keduanya. Untuk memilih matrik harus
diperhatikan sifat-sifatnya, antara lain seperti tahan terhadap panas, tahan cuaca
yang buruk dan tahan terhadap goncangan yang biasanya menjadi pertimbangan
dalam pemilihan material matrik.
Dalam pembuatan sebuah material komposit, suatu pengkombinasian
optimum dari sifat-sifat bahan penyusunnya untuk mendapatkan sifat-sifat tunggal
sangat diharapkan. Beberapa material komposit polymer diperkuat serbuk yang
memiliki kombinasi sifat-sifat yang ringan, kaku, kuat dan mempunyai nilai
kekerasan yang cukup tinggi. Disamping itu juga sifat dari material komposit
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu material yang digunakan sebagai bentuk
komponen dalam komposit, bentuk geometri dari unsur-unsur pokok dan akibat
struktur dari sistem komposit, cara dimana bentuk satu mempengaruhi bentuk
lainnya
Menurut Agarwal dan Broutman, yaitu menyatakan bahwa bahan
komposit mmpunyai ciri-ciri yang berbeda dan komposisi untuk menghasilkan
suatu bahan yang mempunyai sifat dan ciri tertentu yang berbeda dari sifat dan
ciri konstituen asalnya. Disamping itu konstituen asal masih kekal dan
dihubungkan melalui suatu antara muka.
Kemajuan kini telah mendorong peningkatan dalam permintaan terhadap
bahan komposit. Perkembangan bidang sciences dan teknologi mulai
menyulitkan bahan konvensional seperti logam untuk memenuhi keperluan
aplikasi baru. Bidang angkasa lepas, perkapalan, automobile dan industri
pengangkutan merupakan contoh aplikasi yang memerlukan bahan-bahan yang
berdensity rendah, tahan karat, kuat, kokoh dan tegar. Dalam kebanyakan bahan
143
konvensional, walaupun kuat ia mempunyai density yang tinggi dan rapuh. Sifat
maupun karakteristik dari komposit ditentukan oleh :
a) Material yang menjadi penyusun komposit
Karakteristik komposit ditentukan berdasarkan karakteristik material
penyusun menurut rule of mixture sehingga akan berbanding secara
proporsional.
b) Bentuk dan penyusunan struktural dari penyusun
Bentuk dan cara penyusunan komposit akan mempengaruhi karakteristik
komposit.
c) Interaksi antar penyusun
Bila terjadi interaksi antar penyusun akan meningkatkan sifat dari komposit.
Salah satu jenis pandan yang hidup tersebar luas di daerah-daerah terbuka
didataran rendah adalah pandan duri. Pandan inilah yang utama digunakan sebagai
bahan baku anyaman karena mempunyai serat yang kuat dan daun yang panjang
yang mencapai hingga 1-3 m dengan lebar 2-16 cm. Umumnya jenis ini tumbuh
disepanjang pantai yang landai dan membentuk kelompok-kelompok yang padat.
Di Jawa, jenis ini dikenal ada 4 macam yaitu jenis Samak, Litoralis, Laevis, dan
Variegatus. Jenis pandan yang termasuk jenis Samak adalah pandan betok, pandan
jaksi, pandan jaraim, pandan duri, pandan kapur, pandan tikar, pandan cucuk,
pandan semak, dan pandan ijo yang terdapat masing-masing di P. Bawean,
Tasikmalaya, dan Tangerang. Jenis ini umum ditanam untuk dimanfaatkan
daunnya karena mempunyai daun yang tipis, orang banyak memanfaatkan pandan
ini untuk bahan baku anyaman yang diperlukan dalam kebutuhannya sehari-hari
misalnya tikar dan topi, pandan duri dapat dilihat pada Gambar 1.
144
Gambar 1. Pandan Duri (Pandanus Tectorius)
145
dilakukan dengan mesin uji tarik atau dengan universal testing machine.
Berdasarkan posisi pengambilan spesimen, dengan menarik suatu bahan kita akan
mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tegangan tarikan dan
mengetahui sejauh mana material bisa bertahan pada titik putus.
Hukum Hooke (Hookes law) hampir semua logam pada tahap awal di uji
tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan
perubahan panjang benda tersebut. Ini disebut daerah liniear atau liniear zone.
Didaerah ini kurva bertambah panjang dan beban mengikuti aturan hooke yaitu
rasio tegangan (stres) dan regangan (strain) a Spesimen ditempatkan di
genggaman (grip) mesin uji tarik universal machine pada jarak pegangan tertentu
dan menarik sampai pada kegagalan (regangan). Untuk ASTM D 3039 kecepatan
uji dapat ditentukan oleh spesifikasi material dengan waktu kegagalan 0 10
menit. Sebuah extensometer vs alat ukur regangan digunakan untuk menentukan
perpanjangan dan modulus tarik. Tergantung pada penguatan dan jenis, pengujian
di lebih dari satu orientasi mungkin diperlukan. Standar (ASTM D 3039) Untuk
mendapatkan nilai kekuatan tarik dapat dicari dengan rumus :
Keterangan :
= Kekuatan tarik ultimate ( N/ )
= Beban tarik maksimum (F)
= Luas penampang ( )
adalah konstan.
146
2. Hasil dan Pembahasan
berbahan
Setelah proses pembentukan spesimen material komposit yang be
serat pandan duri dengan resin polyester dengan menggunakan acuan dari ASTM
D 3039 siap diproses,
roses, selanjutnya proses pelaksanaan pengujian tarik
t terhadap 15
spesimen dari variasi berat yang berbeda dengan masing-masing
masing masing pengujian akan
dirangkum dalam tabel hasil. Dengan dimensi Pengujian tarik disesuaikan
dise dengan
standar uji ASTM D 3039 dengan dimensi
dim hitung luas yaitu panjang 15 mm dan
lebar 6 mm, sehingga luas penampang (Ao) diperoleh 90 mm2. Variabel yang akan
diterangkan adalah hasil tegangan tarik dengan perbandingan perbedaan
perbe berat
serat pada masing-masing material komposit.
$&!+&!+ !.'((&%**
Pada Gambar 2. terlihat hasil rata- rata perbandingan pengujian tarik yang
telah dilakukan terhadap 5 spesimen uji dengan variasi komposisi
posisi serat dan resin.
Rerata tegangan tarik tertinggi adalah sebesar 0.45 Kg.f/mm2 pada komposisi
40:60 % berat. Pada komposisi perbadingan 50:50 %, nilai Tegangan tari
ta rata-
tarik
rata yang mampu dicapai adalah 0.35 Kg.f/mm2, nilai ini tidak jauh dari
perbandingan komposisi 30:70 sebesar 0.33 Kg.f/mm2. Untuk beban maksi
maksimal
yang mampu ditahan oleh material komposit berpenguat serat pandan
panda duri ini,
maka dapat dilihat pada Gambar 3.
147
$"!+*!(/'*!)1/,*-,/'/'
$"!+&%
-$."!+#'+&!+(,*-,/'/'.$/'+#!+/$.!0
3. Kesimpulan
esimpulan
148
1. Dari hasil yang diperoleh dari 3 variasi komposisi fraksi berat dan susunan
serat acak didapat hasil dari pengujian terbaik pada variasi berat 40% serat
: 60% resin dengan beban maksimal 43.87 Kg.f dan kekuatan tegangan
tarik sebesar 0.45 Kgf/mm2.
2. Untuk hasil yang terendah terdapat pada komposisi serat 30% : 70% resin
dengan beban 33.08 Kgf dan kekuatan kekuatan tarik 0,33 Kgf/mm2.
4. Daftar Pustaka
Gibson RF. 1994, Principles Processing and Composite Material. Mc-Granhill
Book Company, New York.
Schwartz MM. 1984. Composite Material, Handbook. McGraw Hill, Inc., New
York, USA.
Citra M T, Astuti (2014), Sentesis dan karakterisasi sidat mekanik serta struktur
mikro komposit resin diperkuat daun pandan alas (pandanus dubius)
Unand, Vol. 3 No. 1.
Sofyan Efendi (2010), Analisa pengaruh sifat mekanikal terhadap campuran serat
pandan duri dengan matrik polyester Universitas Islam Riau.
Arif bintoro J (2011), kaji eksperimental kelayakan serat daun pandan sebagai
penguat material komposit
Mariati, dkk (2008), Sifat Ketidakjenuhan Polyester dengan Pengisi Serat Psang
dan serat pandan .
149
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
PEMBUATAN LEMBAR HIDROGEL DARI KITOSAN, MADU, GELATIN, DAN
KAPPA KARAGENAN SEBAGAI MATERIAL PEMBALUT LUKA
ABSTRAK
Kitosan, gelatin, dan madu merupakan bahan yang umum digunakan dalam pembuatan hidrogel.
Penambahan kappa karegenan diharapkan mampu meningkatkan kapasitas penyerapan terhadap
air serta sifat antibakteri gel sehingga dapat diaplikasikan sebagai material dalam perawatan luka.
Tujuan penelitian ini adalah mensintesis lembaran hidrogel dari kitosan, gelatin, dan madu dengan
penambahan kappa karagenan serta mendapatkan komposisi terbaik berdasarkan kapasitas
penyerapan, kandungan gel, sifat antibakteri, dan analisa matriks permukaan. Sintesis hidrogel
dilakukan dengan pencampuran larutan kitosan, gelatin, kappa karagenan, dan madu dengan
disertai pengadukan kontinyu pada 400C. Variasi percobaan adalah penambahan air dan
konsentrasi kappa karagenan di dalam campuran reaktan total (0; 0,5; 1; 1,5%) (b/v). Larutan gel
yang terbentuk kemudian didinginkan pada temperatur kamar selama 2x24 jam, kemudian
dilakukan pengujian berupa kapasitas penyerapan, kandungan gel, aktivitas antibakteri terhadap
Escherechia coli, dan struktur permukaan menggunakan SEM. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa lembaran hidrogel dapat terbentuk dengan tekstur yang kenyal dan hasil uji SEM yang baik
pada sintesis tanpa penambahan air dan konsentrasi kappa karagenan 1,5% (b/v), dengan nilai
kandungan gel 46,23% dan nilai kapasitas penyerapan air 496 (berat air/berat hidrogel kering).
Hasil uji aktivitas antibakteri juga menunjukkan bahwa lembar hidrogel dengan penambahan
kappa karagenan dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherechia coli lebih baik
dibandingkan dengan hidrogel tanpa kappa karagenan.
ABSTRACT
Chitosan, gelatin, and honey have been popular for hydrogel synthesis. The addition of
kappa carageenan was aimed to increase water absorption capasity of gel and the
antibacterial performance as well for wound dressing application. This study was purposed
to synthesize hydrogel from chitosan, gelatin, and honey, with the addition of kappa
carageenan, also to find the best composition based on water absorbency (swelling), gel
content, antibacterial activity, and micrograph analysis. The hydrogel was synthesized
through the mixing and stirring process at 400C. The addition of water and the
concentrations of kappa carageenan in the reactant mixture were varied (0; 0,5; 1;
1,5%)(w/v). The reactant solution was then cooled at room temperature for 2x24 h to form
150
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
gel. Swelling behavior, gel content, antibacterial activity, and SEM evaluation were
performed in this report. The result shows that hydrogel sheet with the best texture and
good matrix was resulted when it was synthesized without water addition and the
concentration of kappa carageenan was 1,5%. The gel content of 46,23% and swelling
capacity of 496 (weight of water absorbed/weight of dry hydrogel) was reached. The
antibacterial study also proof that the addition of kappa carageenan in the hydrogel
composition can inhibit Escherechia coli better than hydrogel without kappa carageenan.
1. Pendahuluan
Hidrogel adalah struktur jaringan tiga dimensi yang mampu menyimpan air dalam
jumlah yang sangat banyak (Peppas dkk, 2012). Kitosan banyak dimanfaatkan sebagai bahan
penyusun hidrogel untuk berbagai aplikasi termasuk dalam bidang biomedis yaitu sebagai
pembalut luka (wound dressing). Kitosan bersifat biokompatibel, biodegradabel, tidak beracun,
serta memiliki kemampuan anti-mikroba yang sangat baik (Smart dkk., 2006). Selain digunakan
secara tunggal sebagai pembalut luka, saat ini para peneliti mempelajari kombinasi
kitosan dengan bahan lain baik berupa polimer sintetis maupun material alami seperti
madu, alginat, gelatin serta hidrokoloid alami seperti kappa karagenan.
Pada percobaan ini diteliti pengaruh konsentrasi kappa karagenan terhadap nilai
swelling, fraksi gel dan uji antibakteri pada hidrogel kitosan, madu, gelatin dan kappa
karagenan. Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis lembaran gel dari kitosan, madu dan
gelatin serta mendapatkan komposisi kappa karagenan terbaik berdasarkan nilai swelling,
fraksi gel, uji antibakteri dan hasil uji Scanning Electro Microscope (SEM) yang
dihasilkan.
2. Tinjauan Pustaka
Luka dapat diklasifikasikan sebagai luka akut atau luka kronis. Luka akut dibagi
menjadi 2 (dua) kriteria, yaitu traumatis dan luka operasi. Perawatan luka dilakukan
tergantung pada jenis luka dan kemungkinan infeksi yang terjadi. Infeksi pada luka dapat
disebabkan oleh keseimbangan koloni bakteri yang biasa terdapat pada kulit.
151
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang biasa menginfeksi pada kasus luka saat
operasi, sedangkan pada luka kronis, infeksi sering berasal dari bakteri patogen yang
bersifat aerobik atau fakultatif (Saleh dan Snnergren, 2016). Dalam studi yang dilakukan
oleh Wang dkk (2012), aktivitas antimikroba melawan S. aureus dan E. coli diuji pada
produk untuk perawatan luka bakar.
Produk perawatan luka yang ideal harus mampu menyerap cairan luka yang berlebihan
serta racun, menjaga kelembaban antara area luka dengan pembalut, melindungi luka dari
infeksi, mencegah kelebihan panas pada luka, mempunyai permeabilitas yang baik
terhadap gas, steril, dan mudah dilepaskan tanpa menimbulkan trauma lebih lanjut terhadap
luka (Deng dkk, 2007). Hidrogel dan produk-produk hidrokoloid merupakan bentuk
pembalut yang didesain mampu menjaga kelembaban luka (Cal dan Khutoryanskiy,
2015).
Salah satu bahan pembalut bioaktif yang terbukti mampu menstimulasi dan
mempercepat proses penyembuhan luka adalah kitosan. Aplikasi kitosan dalam dunia
biomedis banyak dimanfaatkan sebagai zat antiinflamasi, antikoagulan, flokulan,
antibakteri, antijamur, memiliki aktivitas anthelmintic yang akan mencegah dari tekanan
mikroba dan kitosan juga memiliki efek penyembuh luka. Permeabilitas kitosan terhadap
oksigen sangat baik, sifat ini sangat penting untuk mencegah kekurangan oksigen pada
jaringan yang cedera. Jayakumar dkk (2011) dalam suatu ulasan menyimpulkan bahwa
hidrogel berbasis kitin dan kitosan merupakan teknologi yang layak dipertimbangkan untuk
pengembangan pembalut sekaligus penyembuh luka. Permeabilitas hidrogel yang tinggi
terhadap kelembaban dapat mencegah akumulasi cairan yang terjadi pada luka berat
dengan pendarahan cukup besar. Hidrogel berbasis kitosan untuk aplikasi dalam produk
perawatan luka telah banyak dikembangkan dan dimodifikasi dengan bahan lain (Ong dkk,
2008; Murakami dkk, 2010; Wang dkk, 2012).
Salah satu modifikasi hidrogel berbasis kitosan adalah dengan mengkombinasikannya
dengan gelatin. Sponge kitosan-gelatin telah berhasil dibuat oleh Deng dkk (2007) dan
terbukti reliabel untuk aplikasi pembalut luka. Hidrogel tersebut memiliki sifat antibakteri
yang sangat baik terhadap Escherechia coli, bahkan lebih baik dibandingkan dengan
pinisilin. Sifat antibakteri gel kitosan-gelatin juga lebih baik dibandingkan dengan
cefradine saat melawan Streptococcus. Gelatin merupakan material alami yang non toxic
152
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
dan biokompatibel, sesuai untuk lapisan penutup dan pelindung area yang rusak pada
aplikasi perawatan luka bakar, trauma, dan diabetes. Pembalut luka dari bahan gelatin
terbukti biokompatibel dan tidak menimbulkan reaksi negatif apapun terhadap tubuh
(Ulubayram dkk, 2011).
Bahan alami lain yang banyak diteliti dan memiliki banyak kelebihan dalam
pemanfaatannya untuk perawatan luka adalah madu (Yusof dkk, 2007; Nho dkk, 2014;
Stewart dkk, 2014). Kandungan zat antibiotik dan asam amino bebas dalam madu yang
berguna untuk mengalahkan bakteri mematikan, kuman patogen, dan membantu
penyembuhan penyebab penyakit infeksi. Rasa asam pada madu tidak cocok untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri karena madu menghasilkan hidrogen
peroksida yang merupakan antiseptik. Sifat antibakteri madu diteliti memiliki efektivitas
tinggi pada luka bakar, tetapi agak lemah untuk jenis luka lain. Bagaimanapun, kombinasi
madu dengan bahan lain memberikan performa yang lebih baik untuk sifat antibakterinya
(Vandamme dkk, 2013).
Pada penelitian ini, lembaran hidrogel untuk aplikasi pembalut luka dibuat dari bahan
kitosan, gelatin, madu, dan kappa karagenan. Dalam beberapa penelitian, karagenan
dimanfaatkan sebagai pembawa obat (drug delivery) dalam sistem hidrogel untuk
perawatan luka yang dikompositkan dengan material lain (Boateng dkk, 2013; Padhi dkk,
2016). Volodko (2016) meneliti pembentukan material kompleks yang terbentuk dari
karagenan dan kitosan kemudian menyatakan bahwa keduanya menunjukkan interaksi yang
baik serta jenis karagenan yang digunakan sangat mempengaruhi afinitas ikatannya dengan
kitosan.
2. Metode Penelitian
2.1. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitosan grade farmasi
dengan derajat deasetilasi 85%, madu Nusantara, gelatin dari sisik ikan yang dibeli dari
BATAN, kappa karagenan, asam asetat glasial (Merck), dan aquades.
153
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
2.2. Pembuatan Larutan Madu
20 g madu dilarutkan dalam 20 mL aquades sambil dilakukan pengadukan
kontinyu pada suhu 600C. Larutan yang sudah homogen lalu didiamkan hingga suhunya
mencapai 400C.
154
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Akhirnya, hidrogel dikeluarkan dari alat pengaduk, dikeringkan kembali dalam oven pada
suhu 600C dan ditimbang kembali sampai bobot konstan (W1). Fraksi gel dihitung dengan
persamaan (1):
...........(1)
................................................(2)
155
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Pengaruh konsentrasi kappa karagenan dan penambahan aquades terhadap fraksi gel
hidrogel kitosan, madu, gelatin dan kappa karagenan dengan variasi kappa karagenan 0;
0,5; 1 dan 1,5% disajikan pada Gambar 1. Terlihat bahwa dengan adanya penambahan
aquades, kandungan gel meningkat dengan bertambahnya konsentrasi larutan kappa
karagenan, dimana nilainya berturut-turut adalah 41,93%; 43,67%; 45,11%; dan 47,31%.
Hal ini menunjukkan bahwa hidrogel dari campuran (blend) kitosan, madu, gelatin dan
kappa karagenan dengan penambahan aquades dapat membentuk hidrogel relatif lebih
baik dibandingkan hidrogel tanpa penambahan aquades. Kemampuan pembentukan gel
pada kappa karagenan terjadi pada saat larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin
karena mengandung gugus 3,6- anhidrogalaktosa.
Pada hidrogel kitosan, madu, gelatin dan kappa karagenan tanpa penambahan air
terlihat penurunan kandungan gel saat konsentrasi kappa karagenan ditingkatkan. Menurut
Wang dkk (2012), viskositas kitosan dan madu yang terlalu tinggi dapat memberikan efek
merugikan terhadap produk gel yang diperoleh. Di dalam aplikasi ini, kitosan dan madu
lebih berfungsi sebagai material fungsional, dimana perannya lebih dominan dalam
penyembuhan luka, sedangkan gelatin dan kappa karagenan berperan dalam pembentukan
matriks gelnya.
156
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
3.1.Hasil Uji Kapasitas Swelling
Swelling merupakan parameter utama dari hidrogel, terutama dalam perannya sebagai
material untuk perawatan luka. Pengaruh konsentrasi kappa karagenan dan variasi air
terhadap swelling hidrogel kitosan, madu, gelatin dan kappa karagenan pada Gambar 2.
Berdasarkan pengamatan dan hasil perendaman pada uji swelling dengan variasi
penambahan air terlihat pada Gambar 2 bahwa dengan meningkatnya konsentrasi kappa
karagenan dari 0 hingga 1,5%, swelling meningkat berturut-turut yaitu 354%, 377%, 426%,
dan 463%; sedangkan tanpa penambahan air menghasilkan swelling sebesar 389%, 385%,
456% dan 496%. Peningkatan nilai swelling dengan bertambahnya konsentrasi kappa
karagenan disebabkan karena kappa karagenan berperan dalam mengimobilisasi cairan.
Semakin meningkatnya konsentrasi kappa karagenan di dalam gel mengakibatkan semakin
banyak pula jumlah cairan yang dapat masuk ke dalam matriks hidrogel.
Dengan penambahan air dapat menghasilkan hidrogel dengan kandungan gel yang
lebih besar tetapi menurunkan kapasitas penyerapannya. Besarnya jumlah cairan yang ada
dalam reaktan dapat menghambat penyerapan cairan dari luar karena terbatasnya ruang
kosong di dalam matriks,
157
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
hidrogel diperlihatkan dengan munculnya daerah bening disekitar
dis hidrogel dengan
menghitung pertumbuhan bakteri pada cawan yang berukuran 4 cm2. Baha
Bahan utama yang
digunakan sebagai zat antibakteri adalah kitosan dan madu.
(a) (b)
(c)
Gambar 3.. Pengujian aktivitas antibakteri (a). tanpa hidrogel, (b). dengan
d hidrogel tanpa
kappa karagenan, (c). Dengan hidrogel dngan kappa karagenan
158
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
3.3.Hasil
Hasil Evaluasi SEM
Pada lembaran hidrogel kitosan, gelatin, madu dan kappa karagenan
karagena dilakukan analisa
morfologinya dengan uji SEM (Scanning
( Electron Microscope)) untuk mengatahui struktur
pori-porinya,
inya, dengan variasi penambahan air (Gambar 4a) dan
da tanpa penambahan air
(Gambar 4b).
(a) (b)
Gambar 4.. Hasil Uji SEM hidrogel (a) dengan penambahan aquades, (b) ttanpa aquades.
Dari hasil analisa yang telah dilakukan dapat dilihat pada Gambar 4aa dengan variasi
penambahan aquades tidak terlihat pori-porinya
pori inya dengan 250 kali pembesaran, sedangkan
pada gambar 4b dengan variasi tanpa penambahan aquades terlihat
te pori- porinya dengan
diameter 26,96 m pada pembesaran yang sama yaitu 250 kali. Hal
Ha ini dapat menguatkan
hasil yang didapatkan pada nilai swelling,, dimana pada gambar 4b nilai swelling lebih
besar dibandingkan dengan gambar 4a. Semakin besar dan banyak pori
pori-pori maka akan
semakin banyak pula air yang terjerap didalam hidrogel blend dari kitosan, gelatin, madu
dan kappa karagenan. Kelemahannya, struktur hidrogel cenderung rapuh ka
karena jumlah
inya yang lebih besar dan banyak dibandingkan dengan Gamba
pori- porinya Gambar 4a, sehingga
membuat hidrogel mudah rusak. Dari struktur permukaannya, Gamba
Gambar 4a lebih halus
dibandingkan dengan Gambar 4b, karena pori-porinya
pori inya lebih rapat seh
sehingga membuat
hidrogel lebih kuat dan tidak mudah rusak.
159
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
4. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa lembaran hidrogel dapat terbentuk baik
pada variasi tanpa penambahan air dan konsentrasi penambahan kappa karagenan sebesar
1,5%; ditunjukan dengan peningkatan pada nilai swelling, kualitas hasil uji SEM dan uji
antibakteri. Berdasarkan karakteristiknya hidrogel yang dihasilkan dari penelitian ini
bersifat kenyal dengan nilai kandungan gel 46,3% dan nilai swelling 496 (g air /g hidrogel
kering). Hasil analisa antibakteri menunjukan lembar hidrogel dengan penambahan kappa
karagenan dapat menghambat tumbuhnya bakteri E. coli lebih baik dibandingkan
tanpa menggunakan kappa karagenan.
5. Daftar Pustaka
Boateng, J.S.; Pawar, H.V.; Tetteh, J., Polyox and carrageenan based composite film
dressing containing anti-microbial and anti-inflammatory drugs for effective wound
healing, International Journal of Pharmaceutics, 2013, 44, 181-91.
Calo, E. dan Khutoryanskiy, V.V., Biomedical Applications of Hydrogels: A review of
Patents and Commercial Products, European Polymer Journal, 2015, 65, 262-267.
Deng, C.M.; He, L.Z.; Zhao, M.; Yang, D.; Liu, Y., Biological properties of the chitosan-
gelatin sponge wound dressing, Carbohydrate Polymers, 2007, 69, 583-589.
Jayakumar, R.; Prabaharan, M.; Kumar, P.T.S.; Nair, S.V.; Tamura, H. Biomaterials based
on chitin and chitosan in wound dressing applications, Biotechnology Advances, 2011,
29, 322-337.
Murakami, K.; Aoki, H.; Nakamura, S.; Nakamura, S.I.; Takikawa, M.; Hanzawa, M.;
Kishimoto, S.; Hattori, H.; Tanaka, Y.; Kiyosawa, T.; Sato, Y.; Ishihara, M., Hydrogel
blends of chitin/chitosan, fucoidan and alginate as healing-impared wound dressings,
Biomaterials, 2010, 31, 83-90.
Nho, Y.C.; Park, J.S.; Lim, Y.M., Preparation of Hydrogel by Radiation for the Healing of
Diabetic Ulcer, adiation Physics and Chemistry, 2014, 94, 176-180.
Ong, S.Y.; Wu, J.; Moochhala, S.M.; Tan, M.H.; Lu, J., Development of a chitosan-based
wound dressing with improved hemostatic and antimicrobial properties, Biomaterials,
2008, 29, 4323-4332.
160
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Padhi, J.R.; Nayak, D.; Nanda, A.; Rauta, P.R.; Ashe, S.; Nayak, B., Development of
highly biocompatible Gelatin & i-Carrageenan based composite hydrogels: In depth
phisiochemical analysis for biomedical applications, Carbohydrate Polymers, Accepted
Manuscript, 2016, http://dx.doi.org/10.1016/j.carbpol.2016.07.098.
Peppas, N.A.; Slaughter, B.V.; Kanzelberger, M.A., Hydrogels, Polymer Science: A
Comprehensive Reference, 2012, Vol. 9, 385-395
Saleh, K. dan Snnergren, H.H., Control and treatment of infected wounds, Wound Healing
Biomaterials, 2016, 2, 107-115.
Smart, G.; Miraftab, M.; Kennedy, J.F.; Groocock, M.R., Chitosan: Crawling from crab
shells to wound dressings, Medical Textiles and Biomaterials for Healthcare, 2006, 67-
72.
Stewart, J.A.; Mc Grane, O.L.; Wedmore, I.S., Wound care in the wilderness: Is there
evidence for honey?, Wilderness and Environmental Medicine, 2014, 25, 103-110.
Ulubayram, K.; Cakar, A.N.; Korkusuz, P.; Ertan, C.; Hasirci, N., EGF containing gelatin-
based wound dressings, 2001, 22 (11), 1345-1356.
Vandamme, L; Heyneman, A.; Hoeksema, H.; Verbelen, J.; Monstrey, S., Honey in
modern wound care: A systematic review, Burns: Article in Press, 2013, xxx-xxx
Volodko, A.V.; Davydova, V.N.; Glazunov, V.P.; Likhatskaya, G.N.; Yermak, I.M.,
Influence of structural features of carrageenan on the formation of polyelectrolyte
complexes with chitosan, International Journal of Biological Macromolecules, 2016, 84,
434-441.
Wang, T.; Zhu, X.K.; Xue, X.T.; Wu, D.Y., Hydrogel sheets of chitosan, honey and gelatin
as bun wound dressings, Carbohydrate Polymers, 2012, 88, 75-83.
Yusof, N.; Hafiza, A.H.A.; Zohdi, R.M.; Bakar, Md.Z.A., Development of honey hydrogel
dressing for enhanced wound healing, Radiation Physics and Chemistry, 2007, 76,
1767-1770
161
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Pengaruh perbedaan kepolaran pelarut pada Ekstraksi Resin
dari Buah Jernang (Dragon Blood) metode masearasi
untuk penentuan kualitas resin jernang sesuai SNI 1671:2010
ABSTRAK
1. Pendahuluan
Resin jernang (dragon blood) merupakan getah termahal di dunia dan sangat
dicari oleh dunia farmasi. ini dikarenakan dalam getah jernang (resin) terdapat
162
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
kandungan senyawa Dracohordin yang sangat dibutuhkan oleh dunia farmasi.
Dracorhodin merupakan konstituen utama yang ditemukan dalam buah jernang
(Dragon Blood). Dracorhodin termasuk Senyawa antosianin alami dan digunakan
sebagai zat farmasi ampuh karena aktivitas biologis dan farmakologisnya seperti
antimikroba, antivirus, antitumor, dan aktivitas sitotoksik.. (Gupta et all, 2008).
Resin jernang merupakan resin hasil sekresi buah rotan jernang. Resin
tersebut menempel dan menutupi bagian luar buah rotan, dimana untuk
mendapatkannya diperlukan proses ekstraksi buah. Jernang secara tradisional
dimanfaatkan sebagai bahan obat. Di samping itu, jernang dimanfaatkan sebagai
bahan pewarna untuk mengecat barang-barang pernis, dahulu dan sekarang.
Komponen kimia utama pada resin jernang adalah resin ester dan dracoresino tannol
(57- 82%). Selain itu, resin berwarna merah dan juga mengandung senyawa-senyawa
seperti dracoresene (14%), dracoalban (hingga 2,5%), resin tak larut (0,3%), residu
(18,4%), asam benzoat, asam benzoilasetat, dracohodin dan beberapa pigmen terutama
nordracorhodin dan nordracorubin ( Chu, 2006 dalam Risna, 2006).
Penelitian ini terkait efisiensi proses ekstraksi dalam mengekstrak resin
turunan antosianin dari bahan baku buah jernang dengan metode masearasi.
Kandungan senyawa resin dalam buah jernang berbeda-beda, tergantung jenis
jernang dan tempat tumbuhnya, disamping kandungan resin jernang terdiri dari
beberapa senyawa polar, semipolar dan nonpolar. Salah satu cara untuk
memisahkan resin dari buah jernang adalah dengan cara ekstraksi dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Pelarut yang sesuai akan menghasilkan
ekstrak resin yang banyak. Penggunaan pelarut yang tepat akan meningkatkan
jumlah rendemen resin. Senyawa polar akan larut dalam pelarut polar, senyawa
semi polar akan larut dalam pelarut semi polar begitu juga senyawa non polar
akan larut dalam Pelarut non polarPenggunaan kepolaran pelarut sangat
menentukan .
Penggunaan pelarut dalam pengolahan secara tradisonal oleh kelompok pengolah
jernang di kabupaten Bireuen, dalam mengekstraksi resin jernang harus memakai
pelarut polar (air).
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai transfer teknologi separasi
resin jernang untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pengolah jernang
Mendapatkan resin mutu jernang yang sesuai dengan SNI (SNI.1671 : 2010) dengan
163
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
analisa hasil akhir adalah kadar resin, kadar air, kadar abu dan titik leleh pada resin
yang diperoleh setelah ekstraksi. Dan selanjutnya disesuaikan dengan SNI.
2. TINJAUAN PUSTAKA
164
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Komponen kimia utama pada resin jernang adalah kelompok ester dan
drakoresinotanol (5782%). Selain itu, resin tersebut mengandung berbagai
senyawa seperti drakoresena (14%), drakoalban (hingga 2.5%), resin tak larut
(0.3%), residu (18.4%), asam abietat, drakorhodin, drakorubin, dan beberapa
pigmen terutama nordrakorodin dan nordrakorubin (Purwanto et al. 2005). Ada
59 komponen kimia yang ditemukan dalam jernang (Toriq 2013).
165
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
minyak atsiri, larut sebagian dalam kloroform, etil asetat, metanol, karbon
disulfida, dan air (Coppen 1995).
166
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
mengelompokkan jernang dalam tiga jenis mutu, yaitu Mutu Super, Mutu A,
dan Mutu B (Tabel 1). Parameter mutu suatu jernang didasarkan pada Kadar
Air,Kadar Abu, Kadar Resin, Kadar Pengotor,dan Warna. Tidak jarang jernang
yang diperdagangkan dicampur dengan resin lain bahkan batu bata merah
untuk meningkatkan bobotnya. Pada dasarnya, parameter yang digunakan
berdasarkan sifat fisis dan tidak kuantitatif, sehingga cenderung banyak
penyimpangan dalam penetapan mutu. Parameter lainya didasarkan pada
pengamatan visual dan kekasaran resin sehingga mutu ditetapkan secara
subjektif. Rao et al. (1982) melaporkan melaporkan bahwa drakohorodin dan
turunan nya adalah senyawa aktif dari jernang dan merupakan komponen
utama seperti terlihat pada table 2.1 dibawah ini.
Persyaratan
Jenis Uji
Mutu Super Mutu A Mutu B
Kadar resin (%) Min. 80 Min. 60 Min. 25
Kadar air (%) Maks. 6 Maks. 8 Maks. 10
Kadar pengotor (%) Maks. 14 Maks. 39 Maks. 50
Kadar abu (%) Maks. 4 Maks. 8 Maks. 20
Titik leleh (oC) Min. 80 Min. 80 -
Warna Merah tua Merah muda Merah pudar
(Sumber : [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2010. Jernang. Standar Nasional
Indonesia 1671-2010. Jakarta)
2.1 Ekstraksi
167
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
senyawa yang mempunyai tingkat kepolaran yang sama dengan pelarutnya
(Harborne, 1987; Achmadi,1992). Ekstraksi bisa dilakukan dengan berbagai
metode yang sesuai dengan sifat dan tujuan ekstraksi. Pada proses ekstraksi
dapat digunakan sampel dalam keadaan segar atau yang telah dikeringkan,
tergantung pada sifat tumbuhan dan senyawa yang akan diisolasi. Penggunaan
sampel segar lebih disukai karena penetrasi pelarut yang digunakan selama
penyaringan kedalam membran sel tumbuhan secara difusi akan berlangsung
lebih cepat, selain itu juga mengurangi kemungkinan terbentuknya polimer
berupa resin atau artefak lain yang dapat terbentuk selama proses pengeringan.
Penggunaan sampel kering dapat mengurangi kadar air didalam sampel
sehingga mencegah kemungkinan rusaknya senyawa akibat aktivitas anti
mikroba. Tujuan dari ekstraksi ialah memisahkan suatu komponen dari
campurannya dengan menggunakan pelarut.
168
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
penyarian dengan pelarut organik menggunakan alat soklet. Pada cara ini
pelarut dan sampel ditempatkan secara terpisah.
Prinsip kerja dari Sokletasi, penyarian yang dilakukan berulang-ulang
sehingga penyarian lebih sempurna dan pelarut yang digunakan relatif sedikit.
Bila penyarian telah selesai maka pelarutnya dapat diuapkan kembali dan
sisanya berupa ekstrak yang mengandung komponen kimia tertentu. Penyarian
dihentikan bila pelarut yang turun melewati pipa kapiler tidak berwarna dan
dapat diperiksa dengan pereaksi yang cocok.
Keuntungan dari metode sokletasi ialah Sampel terekstraksi secar
sempurna karena dilakukan berulang kali dan kontinu, Pelarut yang digunakan
tidak akan habis karena selalu didinginkan dengan kondenser dan dapat
digunakan lagi setelah hasil isolasi dipisahkan, Proses ekstraksi lebih cepat
(waktu nya singkat), dan Pelarut yang digunakan lebih sedikit.
3. Fraksinasi
Fraksinasi merupakan teknik pemisahan atau pengelompokan
kandungan kimia ekstrak berdasarkan kepolaran. Pada proses fraksinasi
digunakan dua pelarut yang tidak bercampur dan memiliki tingkat kepolaran
yang berbeda.
Tujuan fraksinasi adalah memisahkan senyawa-senyawa kimia yang
ada di dalam ekstrak berdasarkan tingkat kepolarannya. Senyawa-senyawa
yang bersifat non polar akan tertarik oleh pelarut non polar seperti heksan &
pertolium eter. Senyawa yg semipolar seperti golongan terpenoid dan alkaloid
akan tertarik oleh pelarut semi polar seperti etil asetat & DCM. Senyawa-
senyawa yang bersifat polar seperti golongan flavonoid dan glikosida akan
tertarik oleh pelarut polar seperti butanol dan etanol.
2.2 Hubungan Kepolaran Pelarut Dengan Ekstraksi
Jenis pelarut berkaitan dengan polaritas dari pelarut tersebut. Hal yang
perlu diperhatikan dalam proses ekstraksi adalah senyawa yang memiliki
kepolaran yang sama akan lebih mudah tertarik / terlarut dengan pelarut yang
memiliki tingkat kepolaran yang sama (like dissolve like) . Berkaitan dengan
polaritas dari pelarut, terdapat tiga golongan pelarut yaitu:
169
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
2.2.1 Pelarut Polar
Pelarut Polar, Memiliki tingkat kepolaran yang tinggi, cocok untuk
mengekstrak Senyawa-senyawa yang polar dari tanaman. Pelarut polar
cenderung universal digunakan karena biasanya walaupun polar, tetap dapat
menyaring Senyawa-senyawa dengan tingkat kepolaran lebih rendah. Salah
satu contoh pelarut polar adalah : Air, Metanol, Etanol.
2.2.2 Pelarut Semipolar
Pelarut semipolar memiliki tingkat kepolaran yang lebih rendah
dibandingkan dengan pelarut polar. Pelarut ini baik untuk mendapatkan
Senyawa-senyawa semipolar dari tumbuhan. Contoh pelarut ini adalah :
Aseton, Etil Asetat, Kloroform.
3. METODE PENELITIAN
Tahap yang dilakukan untuk proses ini berupa persiapan awal yang
ingin dilakukan dengan memilih buah jernang yang telah dibersihkan
kemudian dilakukan proses pemblenderan sebanyak 100 gram setiap sampel
hingga buah jernang menjadi bubur kasar yang masih mengandung resin.
.
170
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
masing sessuai perbandingan jernang : pelarut yaitu 1:1, 1:2 dan 1: 3, Larutan tersebut
diaduk aduk sampai cairan bewarna merah pekat . Proses ekstraksi dilakukan dengan
masearasi selama 72 jam pada suhu kamar.
171
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
merupakan komponen molekul penting dalam reaksi biokimiawi tumbuhan. Logam-
logam tersebut merupakan abu fisiologis. Pada saat penyiapan, buah jernang dapat
terkotaminasi oleh tanah, pasir, dan sebagainya. Pasir merupakan senyawa silikat yang
tidak terbakar. Senyawa silikat ini tidak larut asam, sehingga merupakan komponen
penyusun abu tidak larut asam. Oleh karena itu, kadar abu dalam limbah jernang
harus ditentukan untuk melihat kadar senyawa pengotor yang terkandung di dalamnya.
Bila kadar abu pada limbah jernang melebihi persyaratan yang ditentu maka hasil
resinnya tersebut tidak boleh digunakan dimanfaatkan resinya.
Kadar abu =
172
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Analisa Sifat Fisiko-Kimia
Jernang : Waktu
Jenis Kadar Kadar Kadar
Pelarut Maserasi Kadar
Pelarut Resin air Pengotor
(mL) (Jam) abu (%)
(%) (%) (%)
!!
!!
!!
!
! ! !#
"
" "##
"
Volume Pelarut (mL)
Gambar 4.1 Perbandingan kadar resin dari pelarut polar (Air), Semipolar (Etil asetat)
dan Nonpolar (Heksana) terhadap volume pelarut
kadar resin paling banyak diperoleh dari jernang yang dilarutkan dengan
pelarut semipolar (37.5%). Dan kadar resin paling sedikit diperoleh dari
jernang yang dilarutkan dengan pelarut nonpolar (2.5%). Dengan demikian
senyawa yang terkandung pada resin jernang banyak mengandung senyawa
semipolar dan sedikit senyawa non polar. Dalam proses ekstraksi bahan dengan
menggunakan pelarut organik akan dihasilkan senyawa yang mempunyai
tingkat kepolaran yang sama dengan pelarutnya (Harborne, 1987;
173
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Achmadi,1992). Berdasarkan perbandingan jernang dengan pelarut , diperoleh
resin yang lebih banyak pada perbandingan 1:3 hal ini di sebabkan semakin
banyak volume pelarut yang digunakan maka pelarut akan dengan mudah
menembus membran sel buah jernang untuk terjadinya difusi, sehingga lebih
banyak ekstrak yang keluar dari membran sel jernang tersebut
4.2.Kadar Air(%
!!
!! !
Kadar Air
!! "
!
! "
(%)
! !#
!
! #"##
" "##
#"##
#"##
(mL)
Volume Pelarut
Gambar 4.2. perbandingan kadar Air dari pelarut polar (Air), Semipolar (Etil
asetat) dan Nonpolar (Heksana) terhadap volume pelarut.
kadar air paling banyak diperoleh dari resin jernang yang dilarutkan
dengan pelarut Polar (9.8%). dan kadar air paling sedikit diperoleh dari resin
jernang yang dilarutkan dengan pelarut Semipolar (1.9%). Tingginya kadar air
disebabakan karena memang menggunakan pelarut polar yaitu air sebagai
pelarut sehingga banyak kadar air terikat yang terkandung dalam resin jernang.
!!
Kadar Pengotor(%)
!!
!
! !
!!
! "
!
#"##
! #"##
#"##
#"##
!"
"
(mL)
Volume Pelarut
Gambar 4.3. perbandingan kadar Pengotor dari pelarut polar (Air), Semipolar
(Etil asetat) dan Nonpolar (Heksana) terhadap volume pelarut.
174
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
kadar pengotor paling banyak diperoleh dari resin jernang yang
dilarutkan dengan pelarut Polar (9.4%) dan kadar pengotor paling sedikit
diperoleh dari resin jernang yang dilarutkan dengan pelarut Semipolar (1.9%).
Banyaknya kadar pengotor dalam resin jernang disebabkan karena adanya
senyawa lain yang bukan senyawa penciri jernang ikut terekstraksi..
4.4.Kadar Abu(%)
!!
!! !
"
Kadar Abu (%)
Gambar 4.4. perbandingan kadar Abu dari pelarut polar (Air), Semipolar (Etil
asetat) dan Nonpolar (Heksana) terhadap volume pelarut.
Kadar abu paling banyak diperoleh dari resin jernang yang dilarutkan dengan
pelarut Polar (10.6%) dan kadar abu paling sedikit diperoleh dari resin jernang
yang dilarutkan dengan pelarut nonpolar (2.25%). Kadar abu berkorelasi positif
dengan kadar pengotor, di mana semakin tinggi kadar pengotor maka semakin
tinggi pula kadar abunya ini mungkin diakibatkan adanya kulit dan sisik dari
buah jernang yang ikut saat pengecilan ukuran buah jernang.(Waluyo, dkk.
2004).
175
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Pelarut yang digunakan Persyaratan Mutu jernang
Semipolar
No Jenis Uji Polar Nonpolar Mutu
(Etil Mutu A Mutu B
(Air) (Heksana) Super
Asetat)
Kadar Resin
1 8.5 31.5
(%) 2.5 Min. 80 Min. 60 Min. 25
2 Kadar Air (%) 4.55 1.9 1.85 Maks. 6 Maks.8 Maks. 10
Kadar Pengotor
3 2.7 1.9
(%) 1.5 Maks. 14 Maks. 39 Maks. 50
4 Kadar Abu (%) 5.8 3.5 2.25 Maks. 4 Maks. 8 Maks. 20
5.KESIMPULAN
Metode maserasi: Semakin banyak pelarut yang digunakan semakin banyak %
kadar resin yang diperoleh dengan kualitas yang lebih bagus.
Hanya jernang yang menggunakan dalam pelarut semipolar ( resin
37.5%) yang sesuai dengan persyaratan mutu resin jernang (Mutu B)
sesuai dengan SNI:1671:2010.
6.Daftar Pustaka
Anonim. 2010. Getah jernang. SNI 1671:2010. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta
Bambang W, 2010. Dragons blood extraction at various seed maturity levels and their
physico-chemical properties (RPI5), Funded under the Rattan Research
176
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Grant Program of the ITTO-Philippines-ASEAN Rattan Project (PD 334/05
Rev. 2 (I)
Coppen, J.J.W. 1995. Gum, resins, and latexes of plant origin. Non Wood Forest
Products. No.6. FAO,Roma.
Gupta, D.; B. Bleakley and R. K. Gupta. 2008. Dragon's blood : Botany, chemestry
and t h e r a p e u t i c u s e s. Jou r n a l o f Ethnopharmacology, 115(3) : 361-
380.
Grieve M. 2006. Dragons Blood [Internet]. [diunduh 2014 Jan 21]. Tersedia pada:
http//www.botanical.com/botanical/mgmh/d/dragon20.html.
Rao,G.S.R.; M.A. Gehart; R.T. Lee; L.A. Mitscher and S. Drake. 1982. Antimicrobial
agents from higher plants: Dragon's blood resin. Journal of Natural Products
45:646-648
Risna, R. A. 2006. Dragon's blood tumbuhan obat yang menjanjikan dari Taman
Nasional Bukit Tigapuluh. Warta Kebun Raya, Pusat Konservasi 6.No. 1 : 45
49 Shi, J.; R. Hu; Y. Lu; C. Sun and T. Wu. 2009.
Rondao RJBL. 2012. Dragons blood [disertasi]. Coimbra (PT): University of
Coimbra.
Rustiami H, Setyowati FM, Kartawinata K. 2004. Taxonomy and uses of
Daemonorops draco (Willd.). J Trop Ethnobiol. 1(2):65-75.
Soemarna Y. 2009. Ekologi dan teknik perkecambahan dan pembibitan rotan jernang
pulut (Daemonorops draco (Willd.) Blume). JPHH.6(1):3-39.
Sumadiwangsa, 1973; Sumadiwangsa 2000 dan Coppen 1995 dalam Waluyo, 2008).
(Anonim, 2006;Grieve, 2006).
Sumarna,y.,2005 China Butuh 400 ton jerenang rotan dari
Indonesia.www.kapanlagi.com. Diakses pada tanggal 6 Desember 2014
Shi, J.; R. Hu; Y. Lu; C. Sun and T. Wu. 2009. Single-step purification of dracorhodin
from dragon's blood resin of using high-speed counter-current chromatography
combined with pH modulation. J.Sep.Sci. 32:4040-4047.
177
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Toriq, U. 2013. Senyawa Kimia Penciri Jernang untuk Pembaruan Parameter Standar
Nasional Indonesia. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut
Pertanian Bogor. (Skripsi).
Winarni I, Waluyo TK, Hastoeti P. 2005. Sekilas tentang jernang sebagai komoditi
yang layak dikembangkan. Di dalam: Penguatan Industri Kehutanan Melalui
Peningkatan Efisiensi, Mutu, dan Diversifikasi Produk Hasil Hutan. Prosiding
Ekspose Hasil-Hasil Litbang Hasil Hutan. Bogor, 14 Desember 2004. Bogor (ID):
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. hlm 173-177.
178
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
1
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh
Laboratorium Teknik Kimia Jl.Batam No. 2, Bukit Indah, Lhokseumawe 24353
*)Penulis korespondensi: hmelatiginting@gmail.com
Abstrak
1. PENDAHULUAN
Salah satu komoditas perikanan Indonesia yang berorientasi ekspor adalah
sotong. Pada umumnya sotong dimanfaatkan tanpa kepala dan tulang bagian
dalam. Hal itu menyebabkan limbah yang berasal dari sotong juga bervariasi
berkisar antara 65-85% dari berat sotong, tergantung dari jenisnya. Limbah sotong
179
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
padat biasanya dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak dan sebagian lagi
belum dimanfaatkan (Willey dkk., 2000).
Sotong atau ikan nus adalah binatang yang hidup di perairan, khususnya
sungai maupun laut atau danau. Sotong merupakan molusca yang termasuk kelas
cephalopoda (kaki hewan terdapat di kepala) yang terdiri dari tulang internal yang
terletak didalam mantel, berwarna putih, berbentuk oval dan tebal, serta terbuat
dari kapur. tubuh relatif pendek menyerupai kantung. Limbah padat ini
merupakan salah satu masalah yang harus dihadapi oleh pabrik pengolahan.
Selama ini limbah tersebut dikeringkan dan dimanfaatkan sebagai pakan dan
pupuk dengan nilai ekonomi yang rendah. Seiring dengan semakin majunya ilmu
pengetahuan kini limbah sotong dapat dijadikan bahan untuk membuat kitin dan
kitosan (Muzarelli, 1977).
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa pengaruh variabel bebas
suhu dan konsentrasi pelarut NaOH pada pembuatan kitosan dari tulang sotong
dan diharapkan dapat menghasilkan produk kitosan terbaik yang sesuai dengan
karakteristiknya.
2. Tinjauan Pustaka
Kitin merupakan polisakarida terbesar kedua setelah selulosa yang
mempunyai rumus kimia poli (2-asetamida-2-dioksi-!-D-Glukosa) dengan ikatan
!-glikosidik (1,4) yang menghubungkan antar unit ulangnya. Struktur kimia kitin
mirip dengan selulosa yang hanya dibedakan oleh gugus fungsi yang terikat pada
atom C2. Jika pada selulosa gugus yang terikat pada atom C2 adalah OH, maka
pada kitin yang terikat adalah gugus asetamida. Kitin yang telah dihilangkan
gugus asetilnya melalui proses deasetilasi disebut kitosan.
Kitosan tidak larut dalam pelarut alkali karena adanya gugus amina (Kim
et al., 2000). Kitosan adalah poly-D-glukosamine (tersusun lebih dari 5000 unit
glukosamin dan asetilglukosamin) dengan berat molekul lebih dari satu juta
dalton, merupakan dietary fiber (serat yang bisa dimakan) kedua setelah selulosa.
(Simunek et al., 2006). Proses utama dalam pembuatan kitosan, meliputi
penghilangan protein dan kandungan mineral melalui proses kimiawi yang disebut
180
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
3. METODOLOGI PENELITIAN
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tulang sotong
yang didapatkan dari pedagang di pasar ikan Pusong, Lhokseumawe, Natrium
Hidroksida (NaOH) dengan konsentrasi 1N, 10N, 11N, 12N, asam Klorida (HCl)
1M, asam Asetat (CH3COOH) 1% digunakan sebagai reagen standar pro analisa.
Penelitian ini meliputi dua tahapan yaitu pembuatan kitosan dari limbah
tulang sotong dan pengujian karakteristik kitosan menggunakan Spektrofotometer
FT-IR.
Secara garis besar pembuatan kitosan meliputi :
Tulang sotong dicuci dan dikeringkan, lalu dihaluskan dan diayak dengan lolos
ayakan 50 mesh, dilanjutkan pada proses Deproteinasi (tahap penghilangan
protein) hasil endapan dicuci dengan air lalu dikeringkan, dilanjutkan kembali
181
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Pencucian
Dicuci, sampai pH netral dilakukan penyaringan, dikeringkan endapan
menggunakan oven.
Demineralisasi
Penghilangan mineral dilakukan pada suhu 30C dengan menggunakan
larutan HCl 1M dengan perbandingan sampel dengan pelarut HCl 1:15 (w/v)
sambil diaduk selama 120 menit. Kemudian disaring untuk diambil endapannya.
182
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
183
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
4.1 FT-IR Kitosan pada Suhu Operasi 95C dengan Konsentrasi NaOH 12N.
184
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
FTIR (Fourier Transform Infra Red) adalah salah satu metode baku untuk
mendeteksi molekul senyawa melalui identifikasi gugus fungsi penyusun
senyawa. Untuk membuktikan bahwa hasil penelitian ini adalah kitosan, maka
dilakukan karakterisasi serapan gugus fungsi khas kitosan dengan FTIR. Setiap
gugus fungsi yang berbeda, seperti O-H, C-H, atau C=C, menyerap dalam range
atau frekuensi yang sempit, sehingga gugus fungsi dalam molekul dapat
diidentifikasi melalui adanya pita serapan dalam range tertentu pada spektrum
inframerah.
350
300
Viskositas (Csp)
250
200 Konsentrasi
Pelarut
150
NaOH
100 10N
11N
50
12N
0
70 75 80 85 90 95 100
Suhu (C)
Gambar 4.2 Pengaruh Suhu dan Konsentrasi NaOH terhadap Viskositas Kitosan
185
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
4.3 Pengaruh Suhu dan Konsentrasi NaOH terhadap Kadar Air Kitosan
Menurut
enurut Muzarelli dalam Hargono (2008), kadar air standar bagi kitosan
komersil
ersil adalah maksimal 22-10%. Analisa
lisa yang dilakukan terhadap kadar air
bertujuan untuk mengetahui
ngetahui kandungan kadar air dalam kitosan. Umumnya
kandungan air dalam diperbolehkan dalam kitosan adalah sebesar 2%, sebab
terdapatnya kandungan air dalam kitosan adalah bentuk kristal dari kitosan yang
menangkap molekul air
air.. Kitosan merupakan biopolimer higrokopis sehingga
se
terjadi penyerapan air ketika kitosan dibiarkan dalam keadaan terbuka.
Grafik hasil uji kadar air kitosan pada seluruh peragaman penelitian dapat
dilihat pada Gambar 4.3
25
Kadar air (%)
20
15
10 10N
5 11N
12N
0
70 75 80 85
Suhu (C) 90 95 100
Gambar 4.3 Pengaruh Suhu dan Konsentrasi NaOH terhadap Kadar Air Kitosan
186
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Berdasarkan Gambar 4.
4.3 terlihat bahwa kadar air dalam kitosan yang
diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 120%. Hasil analisis keragaman
menunjukkan pada suhu proses 75
75C dengan konsentrasi
trasi NaOH 10N memiliki
nilai kadar air sangat tinggi sebesar 20%, sedangkan untuk suhu prose
proses 95C
dengan konsentrasi NaOH 12N didapatkan kadar air sebesar 2%. Menurut
Muzzarelli
uzzarelli (1985) dalam Puspawati dan. Simpen, (2010)
0) standar kadar air dalam
kitosan 2-10%
10% dan kitin memiliki kadar air <10%. Jika kadar air yang terkandung
dalam produk melebihi 10%
10%, makaa dapat dikatakan produk masih merupakan kitin
yang belum terdeasetilasi secara sempurna.
4.4 Pengaruh Suhu dan Konsentrasi NaOH terhadap Kadar Abu Kitosan.
Kadar
adar abu diketahui dari sampel yang tak terabukan
terabukan. Kadar abu juga dapat
digunakan sebagai parameter dari kemurnian produk. Kadar abu terbentuk dari
hasil residu pembakaran anorganik atau kandungan mineral dari produk.
komponen-komponen
komponen tersebut terdiri
erdiri dari kalsium, natrium, besi, magnesium dan
mangan. Abu yang terbentuk berwarna putih abu-abu,
abu, berpartikel halus
hal dan
mudah dilarutkan. Grafik hasil uji kadar abu kitosan pada seluruh peragaman
penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.4.
4
3.5
Kadar Abu (%)
3
2.5
2
1.5 10N
1
11N
0.5
12N
0
70 75 80 85 90 95 100
Suhu (C)
Gambar 4.4 Pengaruh Suhu dan Konsentrasi NaOH terhadap Kadar Abu Kitosan.
Berdasarkan Gambar 4.4 kadar abu yang diperoleh dari penelitian berkisar
be
dari 3,48-2,15%.
,15%. Kadar
adar abu yang paling rendah terdapat pada suhu proses 95C
187
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
dengan konsentrasi NaOH 12N yaitu sebesar 2,15%. Sedangkan kadar abu yang
paling tinggi terdapat pada suhu proses 75C dengan konsentrasi NaOH 10N
10 yaitu
sebesar 3,48%. Kadar abu yang diperoleh
peroleh dari hasil peragaman analisis penelitian
ini melebihi Standar Nasional Indonesia (SNI), 200
20088 dan Muzarelli(1985),
Muzarelli( yang
mana maksimum kadar abu yang dibolehkan adalah 1-2%.
2%. Perbedaan hasil yang
diperoleh disebabkan oleh proses demineralisasi tidak berjalan dengan baik.
7
6
Kelarutan (%)
5
4
3
2 10N
11N
1
12N
0
70 75 80 85 90 95 100
Suhu (C)
Gambar 4.5 Pengaruh Suhu dan Konsentrasi NaOH terhadap Kelarutan Kitosan.
188
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
9
8
Rendemen (%)
7
6
5
4
3 10N
2 11N
1 12N
0
70 75 80 85 90 95 100
Suhu (C)
Gambar 4.6 Pengaruh Suhu dan Konsentrasi terhadap Rendemen Kitosan
Pada Gambar 4.6 terlihat bahwa rendemen kitosan yang diperoleh pada
pa
penelitian ini berkisar antara 5,088,27%.
%. Pengujian terhadap suhu serta
konsentrasi
entrasi NaOH sebagai pelarut dalam proses deasetilasi berpengaruh sangat
189
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
5. Simpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa hasil
kitosan terbaik yang diperoleh ditemukan pada pada suhu proses 95C dengan
konsentrasi NaOH 12N. dengan kadar air sebesar 2%,kadar abu 2,15% dan derajat
deasetilasi sebesar 79,98%.
6. Daftar Pustaka
Kim, S.Y., S.M. Cho, Y.M. Lee, and S.J. Kim. 2000. Thermo and pH
responsive behaviours of graft copolimer and blend based on chitosan and
Nisopropylacrylamide. Journal of Applied Polymers Science 78: 1381-1391.
190
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Willey, JL., Caner C, Vergano PJ., 2000. Chitosan Film Mechanical and
Permeation Properties as Affected by Acid, plastizer, and Storage. Journal Food
Science 63 (6):1049-1053
191
ABSTRAK
Tujuan utama penelitian ini adalah mengkaji pemanfaatan serat rami untuk
pembuatan komposit. Penelitian komposit serat rami kontinyu bermatrik polyester
dikonsentrasikan pada sifat-sifat fisis dan mekanisnya. Orientasi arah serat,
fraksi volume, ukuran, dan bentuk serta material serat adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi properti mekanik dari laminat. Dengan memvariasikan orientasi
arah serat dan fraksi volume dari rami, diharapkan agar mendapat hasil properti
mekanik komposit yang maksimal, untuk dapat mendukung pemanfaatan komposit
alternatif. Tujuan penelitian ini adalah menyelidiki pengaruh fraksi volume dan
orientasi serat terhadap kekuatan tarik dan impak komposit berpenguat serat
rami kontinyu bermatrik polyester. Serat rami direndam di dalam larutan alkali
(5% NaOH) selama 2 jam. Selanjutnya, serat rami tersebut dicuci menggunakan
air bersih dan dikeringkan secara alami. Matrik yang digunakan adalah
Unsaturated Polyester Resin 157 BQTN dengan hardener MEKPO 1% (v/v).
Komposit dibuat dengan metode hand lay-up pada ! 37,9%, Semua spesimen
dilakukan post cure pada suhu 62C selama 4 jam. Pengujian tarik dilakukan
dengan mesin uji tarik, Spesimen uji tarik mengacu pada standar ASTM D 638-
99. Hasil pengujian didapatkan kekuatan tarik komposit pada ! 37,9% dengan
nilai 95,74 MPa dan regangan tarik sebesar 3,81%, merupakan hasil penguatan
yang tinggi. Pengaruh orientasi serat terhadap kekuatan tarik dan impak adalah
pada penguatan maksimum pada orientasi serat 0/0/0/0. Penampang patahan
yang terjadi adalah fiber pull out di orientasi serat 0/90/0/90, 90/0/0/90. Pada
orientasi serat 0/0/0/0 penampang patah yang terjadi adalah fiber splitting in
multiple area.
Kata kunci: Rami, unsaturated polyester, fraksi volume, orientasi arah serat, kekuatan
tarik
1. PENDAHULUAN
Serat sebagai elemen penguat sangat menentukan sifat mekanik dari komposit
karena meneruskan beban yang didistribusikan oleh matrik. Orientasi arah serat,
fraksi volume, ukuran, dan bentuk serta material serat adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi properti mekanik dari laminat. Serat rami kontinyu yang
dikombinasikan dengan resin polyester sebagai matrik akan dapat menghasilkan
komposit alternatif untuk aplikasi teknik. Dengan memvariasikan orientasi arah
serat dan fraksi volume dari rami kontinyu diharapkan akan didapatkan hasil
properti mekanik komposit yang maksimal untuk dapat mendukung pemanfaatan
komposit alternatif [6].
Keunggulan komposit serat rami dibandingkan dengan fiber glass adalah
komposit serat rami lebih ramah lingkungan karena mampu terbiodegrasi secara
alami dan harganya pun lebih murah dibandingkan fiber glass. Sedangkan fiber
glass sukar terbiodegrasi secara alami. Selain itu fiber glass juga menghasilkan
gas CO dan debu yang berbahaya bagi kesehatan jika fiber glass didaur ulang,
sehingga perlu adanya bahan alternatif pengganti fiber glass tersebut [5].
Rami merupakan tanaman yang memiliki kandungan serat yang tinggi,
namun saat ini pemanfaatan serat rami di Indonesia hanya sebatas sebagai bahan
dasar pembuatan pakaian dan kertas.Tentunya akan mempunyai nilai lebih jika
serat tersebut dapat digunakan untuk menggantikan serat non alam (fibre glass)
yang selama ini masih diimpor dari luar negeri sebagai penguat material
komposit. Mengapa serat alam Rami, karena Rami mempunyai karakteristik kuat,
ringan, tahan panas, tahan air dan bisa menahan tumbukan. Disamping itu Pohon
Rami mudah ditanam oleh petani, karena cocok didaerah tropis. Perkembangan
teknologi komposit saat ini sudah mulai mengalami pergeseran dari bahan
komposit berpenguat serat sintetis menjadi bahan komposit berpenguat serat alam.
Telah dilakukan penelitian awal, menunjukkan bahwa diameter serat rami
(jenis rami Cina super) dari Garut adalah sekitar 0.20-0.42 mm [7]. Massa jenis
serat rami adalah 1.5-1.6 gr/cm3 dan kekuatan tarik serat rami berkisar 400-
1050MPa. Modulus elastisitas dan regangannya adalah sekitar 61.5GPa dan 3.6%.
Umumnya, serat rami memiliki diameter sekitar 0.040.08 mm [2]. Sedangkan
hasil penelitian [3], kekuatan tarik komposit serat rami-polyester lebih rendah
dibandingkan dengan kekuatan minimal hasil analisis teoritis (ROM). Kekuatan
= .....................................................................(1)
= = ............................................................(2)
2. METODE
Serat rami kontinyu diperoleh dari Koppotren Agrobisnis Darussalam di
Kabupaten Garut Jawa Barat. Serat direndam dalam larutan alkali (5% NaOH)
dengan waktu perendaman 2 jam. Selanjutnya serat dinetralkan dari efek NaOH
dengan perendaman menggunakan air bersih. Setelah PH rendaman netral (PH =
7), serat ditiriskan hingga kering tanpa sinar matahari. Bahan matrik yang
Tegangan Serat
90/90/90/90 0/0/0/0 (B) 0/90/0/90 (C)90/0/0/90 (D)0/90/90/0 (E)
(A)
Orientasi Serat
3.72
2.14
2.31 2.35
90/90/90/90 0/0/0/0 (B) 0/90/0/90 (C) 90/0/0/90 (D) 0/90/90/0 (E)
(A)
Orientasi Serat
Pada Gambar
ambar 2, Grafik garis hubungan
an regangan dengan orientasi serat ra
rami
kontinyu-polyester
yester diatas dapat disimpulkan bahwa regangan maksimum bahan
komposit
it serat rami kontinyu-polyester
kontinyu bervariasi terhadap orientasi serat
seratnya,
dari perbandingan serat dengan matrik.
Dalam penelitian ini, untuk megetahui jenis-jenis
jenis jenis patahan, mengacu pada
jenis jenis patahan yang terjadi pada
standar ASTM D-3039 [1], dimana jenis-jenis
pengujian tarik serat rami kontinyu-polyester adalah seperti Gambar 3 di bawah
ini.
Pada Gambar
ambar 4, menunjukkan patahan yang terjadi adalah fiber Splitting in
Multiple area,, dengan orientasi serat 0/0/0/0. Hal ini diakibatkan karena
kegagalan yang luas dipermukaan spesimen. Umumnya komposit yang memiliki
m
patahan jenis ini memiliki kekuatan tarik paling tinggi.
Pada Gambar 5, dapat disimpulkan bahwa patahan yang terjadi adalah patah
tunggal, pada arah orientasi serat pada 90/90/90/90. Hal ini terjadi diakibatkan
karena ikatan interfacial serat matrik yang baik, hal ini ditunjukkan dengan
kuatnya matrik dalam menahan gaya geser dan mendukung beban yang
diterimannya, sehingga matrik mampu menahan gaya geser dan meneruskan
beban keserat yang lain. Akibatnya jumlah serat yang putus akan semakin banyak
dan komposit akan mengalami patah tunggal yang disebut brittle failure.
4. Kesimpulan
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dari hasil pengujian didapatkan bahwa besarnya tegangan tarik komposit untuk
orientasi arah serat 90/90/90/90 adalah dengan nilai 34,22MPa dan regangan
tarik sebesar 2,98%, untuk arah serat 0/0/0/0 dengan nilai 95,74MPa dan
regangan tarik sebesar 3,81%, untuk arah serat 0/90/0/90 dengan nilai
62,46MPa dan regangan tarik sebesar 2,18%, untuk arah serat 90/0/0/90
dengan nilai 56,92MPa dan regangan tarik sebesar 4,87% dan untuk arah serat
0/90/90/0 dengan nilai 62,88MPa dan regangan tarik sebesar 2,14%.
2. Komposit yang diperkuat serat rami kontinyu-polyester pada orientasi arah
serat 0/0/0/0, adalah komposit yang mempunyai harga kekuatan tarik
terbesar, yaitu ! = 95,74MPa.
3. Komposit yang diperkuat serat rami kontinyu-polyester pada orientasi arah
serat 90/0/0/90, adalah komposit yang mempunyai harga regangan
terbesar, yaitu " = 4,87%.
4. Penampang patahan komposit yang diperkuat serat rami kontinyu-polyester
pada orientasi serat 0/90/0/90, 90/0/0/90 dan 0/90/90/0 didominasi perilaku
kegagalan fiber pull out. Namun pada komposit dengan orientasi serat 0/0/0/0,
menunjukkan patahan yang terjadi adalah fiber Splitting in Multiple area.
Sedangkan pada komposit arah serat dengan fraksi volume 40%, pada arah
orientasi serat 90/90/90/90 bahwa patahan yang terjadi adalah patah tunggal
(Brittle filure).
5. Daftar Pustaka
Artikel dalam jurnal, Seminar, Proseding dan Diktat Kuliah:
[1] ASTM, 2003, Annual Book of ASTM Standard, West Conshohocken.
[2] Diharjo K. dan Nuri S.H., 2006, Studi Sifat Tarik Bahan Komposit
Berpenguat Serat Rami Dengan Matrik Unsaturated Polyester, Proseding
Seminar Nasional, Teknik Mesin FT Univ.Petra-Surabaya.
[3] Diharjo K., Jamasri, Soekrisno, Rochardjo H. S. B., 2005, Tensile Properties
of Unidirectional Continuous Kenaf Fiber Reinforced Polyester Composite,
International Seminar Proceeding, Kentingan Physics Forum, UNS,
Surakarta, Indonesia.
[4] Farid, M, 2004, Analisa Perilaku Elastik Material Komposit FRP Laminat
Berpenguat Serat Natural Orientasi Acak, SNTM, ITS, Surabaya.
[5] Hadi, B.K, 2000, Mekanika Struktur Komposit, Catatan Kuliah, Teknik
Penerbangan ITB.
[6] Hwang, C. Y., 2004, Evaluation of Bulk Interfacial Adhesion Between Wood
and five Thermoplastics. Journar For Science, Vol.19 no. 1.Taiwan.
[7] Marsyahyo M, Soekrisno, Jamasri, Rochardjo H.S.B., 2005, Penelitian Awal
Pengaruh Perlakuan Alkali Terhadap Kekuatan Tarik dan Model Perpatahan
Serat tunggal Rami, Proseding Seminar Nasional, SNTTM-IV, UNUD, Bali,
Indonesia.
Buku, Buku Terjemahan:
[8] Schwartz, Mel M., 1984, Composite Materials Handbook, McGraw-Hill
Book Company, United Stated of America.
!
Abstrak
Air gambut merupakan air permukaan yang banyak terdapat di daerah berawa
dan daratan rendah, memiliki intensitas warna yang tinggi, pH rendah (pH 3-5)
dan kandungan senyawa organik yang tinggi. Berdasarkan ciri-ciri tesebut
penggunaan air gambut tanpa pengolahan berpengaruh sangat nyata terhadap
resiko kesehatan. Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu pengolahan yang murah,
mudah dan handal. AOP (Advanced Oxidation Processes) berbasis H2O2 disebut
juga proses oksidasi kimia lanjut dapat ditawarkan untuk mengolah air gambut
dengan menghandalkan sifat reaktif radikal hidroksil (HO*) berasal dari eksitensi
H2O2 dengan pancaran sinar UV selanjutnyaa disebut proses UV-Peroksidasi.
Penelitian dilakukan untuk melihat efektifitas unjuk kerja proses UV-Peroksidasi
dalam kemampuannya menurunkan konsentrasi zat organik air gambut salah satu
penyebab air gambut berwarna dengan memvariasikan konsentrasi H2O2 0,0
0,11% pada panjang gelombang lampu UV 360 240 nm selama 0-240 menit.
Hasil penelitian menunjukkan semakin besar konsentrasi H2O2 dan semakin lama
waktu penyinaran semakin besar effisiensi penyisihan zat organik (%Rzat organik)
yang diperoleh. Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa dosis optimum H2O2 diperoleh pada konsentrasi 0,07% mampu
menurunkan 98,56% konsentrasi organik pada waktu 240 menit dengan capaian
warna air menjadi jernih sampai 5 TCU.
Kata Kunci: Air gambut, AOP, H2O2, konsentrasi zat organik, UV-peroksidasi
1. Pendahuluan
Air gambut merupakan air permukaan yang terdapat di lahan gambut.
Secara visual air gambut berwarna coklat kemerahan, berasa asam dan berbau.
Kajian Pusat Sumber Daya Geologi dari Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral melaporkan bahwa sampai tahun 2006 sumber daya lahan gambut di
!
Indonesia mencakup luas 26 juta hektare (ha) yang tersebar di Pulau Kalimantan
( 50%), Sumatera ( 40%) sedangkan sisanya tersebar di Papua dan pulau-pulau
lainnya. Dan untuk lahan gambut ini Indonesia menempati posisi ke-4 terluas di
dunia setelah Canada, Rusia dan Amerika Serikat. (Tjahjono, 2007). Berdasarkan
data tersebut, air gambut di negara kita berpotensial dapat dimanfaatkan sebagai
sumber daya air manusia sehari-hari jika sudah dikelola dengan baik dan benar.
Secara teoritis warna coklat kemerahan pada air gambut merupakan akibat
dari tingginya kandungan zat organik (bahan humus) terlarut terutama dalam
bentuk asam dan turunannya, sehingga memiliki kisaran pH 2-5, kandungan zat
organik dan logam yang tinggi, kekeruhan dan kandungan partikel tersuspensi
yang rendah. Asam humus tersebut berasal dari dekomposisi bahan organik
seperti daun, pohon atau kayu. Oleh sebab itu teknologi pengolahan air gambut
menjadi air bersih dapat terukur dengan perubahan kandungan organik dan
logamnya yang memenuhi baku mutu standar air bersih.
Beberapa metode pengolahan air gambut telah dilakukan dalam skala
laboratorium maupun lapangan, tetapi hasilnya belum maksimal. Metode
koagulasi konvensional skala laboratorium menggunakan koagulan kulit kerang
dan batu karang dalam mengolah air gambut daerah Geuredong Pase hanya
mampu menyisihkan konsentrasi besi 5-58% dan tidak memberikan perubahan
warna air yang signifikan baik sehingga air gambut hasil olahan masih tampak
berwarna kuning kecoklatan (Ismiyati, 2011). Fitria Dewi (2007) melaporkan
bahwa metode Two Stage Coagulation mampu menurunkan senyawa organik air
gambut daerah Bangkinang di Riau sampai 88% menggunakan koagulan Alum
pada dosis 280-300 mg/L tetapi tidak signifikan baik terhadap penurunan
konsentrasi besinya yang stabil terhadap organik.
Menurut Watt (1998) senyawa organik akan sangat mudah dioksidasi
menggunakan radikal hidroksil (HO), sehingga dapat termineralisasi menjadi
karbon dioksida (CO2) dan air (H2O). Metode Advanced Oxidation Processes
(AOP) adalah proses oksidasi kimia lanjut mampu menghasilkan radikal hidroksil
(HO!) sebagai oksidator handal untuk mengoksidasi semua bahan terdapat dalam
air. Metode AOP berbasis H2O2 dijabarkan dengan makna penerapan AOP
!
2. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan pengetahuan terhadap penyebab dan kandungan warna pada air
dan sifat-sifatnya, maka proses dan metode pengolahan yang dapat diterapkan
untuk mengolah air berwarna alami yaitu melalui proses oksidasi, proses adsorpsi,
proses koagulasi flokulasi, dan proses pemisahan dengan filtrasi membran.
`Zat organik yang terdapat di alam dapat berasal dari tumbuh-tumbuhan,
serat-serat minyak, lemak hewan, pati, gula, selulosa dan lain sebagainya. Adanya
bahan-bahan organik dalam air erat hubungannya dengan terjadinya perubahan
sifat fisik dari air, terutama dengan timbulnya warna, bau, rasa dan kekeruhan
yang tidak di inginkan. Rodriquez (2003) menyatakan bahwa AOP sangat cocok
digunakan untuk proses penghilangan kontaminan dalam air untuk mengurangi
campuran zat organik ,anorganik, COD dan BOD, yang tidak dioksidasi. Jika
prosesnya sempurna maka hasil oksidasi zat organiknya adalah karbondioksida
dan air, meskipun sangat sulit mendapatkan hasil reaksi yang sempurna. Proses
AOP menurut Metcalf & Eddy (2003) mempunyai prinsip menghasilkan radikal
!
hidroksil (HO) secara maksimal, bersifat sangat reaktif, dan merupakan oksidator
kuat yang dapat merusak kontaminan organik dan anorganik yang bereaksi
dengannya.
Dalam perkembangannya, kombinasi dari beberapa proses seperti ozone,
hydrogen peroxide, ultrviolet light, titaniun oxide, photo catalyst, sonolysis,
electron beam atau dikenal dengan metode AOP (Advanced Oxidation Processes)
yang merupakan proses untuk menghasilkan hidroksil radikal (Hutagalung dkk,
2013).
Menurut M. Rodriquez (2003) suatu senyawa kimia yang sulit dipecahkan
melalui oksida kimia biasa dapat dioksidasi menggunakan radikal hidroksil
(HO*). Radikal hidroksil merupakan substansi reaktif terbentuk dari hasil reaksi
intermediate. Radikal hidroksil memiliki potensial oksidasi (Eo = 2,8 V) lebih
besar dibanding oksidator lainnya. Melalui oksidator kimia lanjut (AOP), radikal
hidroksil terbentuk akibat simulasi pancaran sinar UV dan hidrogen peroksida
(Elfiana, 2012).
Mekanisme bagaimana radikal hidroksil terbentuk menggunakan hydrogen
peroksida (H2O2) sebagai reagen pembatas, dikenal tiga proses yaitu Fe[II]/H2O2),
UV/H2O2 dan O3/H2O2, seperti diperlihatkan pada Gambar 1.
(%&
"
!"
(%&
Gambar 1 Produksi radikal hidroksil pada metode AOP berbasis H2O2 melalui
reagen fenton (Fe[II]/H2O2), UV/H2O2, dan O3/H2O2 (Jones, 1999)
!
spesifik atau kelompok senyawa, berbeda dengan oksidan lainnya, dan reaksinya
dapat dioperasikan pada temperatur dan tekanan normal (Metcalf & Eddy, 2003)
!
2. UV buatan, yakni panjang gelombang lebih kecil dari 290 nm dan dikenal
dengan UV-C. Contoh adalah UV yang dihasikan dari lampu batang
merkuri. Intensitas yang dihasilkan biasanya lebih tinggi dan tentu juga lebih
energetik disbanding UV dari matahari (Metcalf&Eddy, 2003)
Berdasarkan fungsi sinar UV untuk fotolisis, maka efektifitas sinar UV
dibedakan berdasarkan jenis lampu penghasil sumber cahayanya, yaitu lampu
polychromatic dan monochromatic. Karakteristik utama dari lampu ini
berdasarkan pada emisi panjang gelombang yang ada di daerah sinar UV.
Semakin pendek panjang gelombang energi radiasi semakin besar. Lampu
polychromatic memancarkan sinarnya pada daerah panjang gelombang 180-400
nm, sedangkan lampu monochromatic berada pada daerah panjang gelombang
254 nm. Menurut Froelich (1992) dalam Rodriguez (2003) menyebutkan bahwa
hasil fotolisis yang baik berada pada daerah panjang gelombang lampu
polychromatic, tetapi hasil fotolisis untuk menghilangkan senyawa organik akan
lebih efektif pada lampu monochromatic.
!
H2O2/H2O/O2
hv
HO + H2O/OH- + O ......... 2)
Tahap terminasi : HO + HO hv
H2O2 ........ 3)
HO + H2O/O2 hv
H2O/ HO + O2 ........ 4)
H2O + H2O/O2 hv
H2O2 /HO2- + O2 ........ 5)
3. Metode Penelitian
3.1 Karakteristik Air Gambut
Sampel air gambut berasal dari Desa Ek Tren Kecamatan Samudera Aceh
Utara untuk diuji sifat fisikokimianya berdasarkan parameter pH, TDS,
kekeruhan, ion besi dan zat organik (KMnO4). Hasil karakteristik air gambut
yang digunakan disimpulkan dalam Tabel 1 berikut.
Tabel 1 Karakteristik air gambut Desa Ek Tren Kecamatan Samudera Aceh Utara
mengacu pada PERMENKES RI No.416/MENKES/PER/IX/1990
!
3.2 Reagen
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah Air gambut Simpang Ek
Tren Kecamatan Samudera Aceh Utara; hydrogen peroxide teknis (H2O2 35%;
density 1,11 kg/l; BM 34 g/gmol; BE 17); aquades; H2SO4; NH2OH.HCl; HCl;
NH4.C2H3O2; H2C2O4.2H2O dan KMnO4.
!
/:/8,50,5
,47;()
,:,507/50,.;2
%/,2:68
&;4-/8,8;9319:812
6:687/50,.;2
,:81.0/7/=,8150
?
,2786.;2
(a)
!
dengan volume kerja 3,8L) , tangki reagen H2O2 pada bagian atas, Quartz Sleeve
UV Lamp 10 Watt merk SNXIN, sistim perpipaan (pipa distribusi, pipa sirkulasi
dan pipa bypas masing-masing berdiameter 3/8) menghubungkan reaktor UV-
Peroksidasi dengan cartridge 03! dan 01! sebagai proses finishing tahap filtrasi
untuk mendapatkan produk air gambut yang bersih tidak berwarna memiliki
konsentrasi organaik dan ion besi rendah setelah proses pengolahan.
3.4 Analisa
Pengukuran pH air gambut menggunakan alat pH meter merk HANA HI
8424. Analisa zat organik menggnakan metode Permangonometri dengan cara
titrasi. Sedangkan analisa warna air gambut olahan dilakukan dengan metode
PtCo Spektrofotometri.
Kinerja setiap proses dapat dilihat dari persentase removal (%R) konsentrasi
parameter yang diperoleh menggunakan persamaan sebagi berikut:
Konsentras i ( mula - mula ) - Konsentras i ( pada waktu t )
%R = x 100 %
Konsentras i ( mula - mula )
!
!
,47;()31:/&
*'
54
$'3/1)'.*+
#'+340(.6*.'1'.3-(.*3
&15,8()"
&15,8()"
$;,8:>&3//</(),47&!+!
*
54
$'3/1)'.*+
#'+340(.6*.'1'.3-(.*3
&15,8()"
&15,8()"
Gambar 5 Profil %Rzat organik setiap waktu dari proses tanpa dan dengan adanya
H2O2 disertai penyinaran dengan UV 360 dan 240 nm.
Dari grafik pada Gambar 5 tersebut dapat dilihat bahwa %Rzat organik yang
diperoleh pada proses dengan penambahan H2O2 0,05% sudah memberi
perbedaan nilai capaian persentase penyisihan zat organik yang diperoleh.
Perlakuan menggunakan H2O2 0,05% memberikan hasil persentase penyisihan zat
organik lebih baik dibandingkan tanpa menggunakan H2O2. Hal ini menunjukkan
bahwa dalam mekanisme reaksi yang terjadi radikal hidroksil (HO) sudah
terbentuk.
!
7'3/1)'.*+
$'3/1)'.*+
/.2(.31'2*
/.2(.31'2*
()
54 ()
54 ()
54 ()
54
Gambar 6 Profil %Rzat organik setiap waktu dari perbagai konsentrasi H2O2 dengan
penyinaran sinar UV 360 dan 240 nm.
Dari grafik pada Gambar 6 tersebut dapat dilihat bahwa %Rzat organik yang
diperoleh pada proses UV-Peroksidasi dengan adanya penyinaran sinar UV pada
panjang gelombang 360 nm dan 240 nm pada variasi konsentrasi H2O2 memberi
perbedaan nilai capaian persentase penyisihan zat organik yang diperoleh.
Perlakuan menggunakan sinar UV 240 nm memberi hasil persentase penyisihan
zat organik lebih baik dibandingkan sinar UV 360 nm. Hal ini disebabkan energi
foton sinar UV 240 nm yang dihasilkan lebih besar dibanding sinar UV 360 nm
sehingga reaktifitas proses menjadi lebih besar. Semakin pendek panjang
!
gelombang sinar UV yang dipancarkan dalam air maka semakin besar energi
foton yang dihasilkan karena energi foton (E) berbanding terbalik dengan panjang
gelombang (!) pada kecepatan cahaya (c).
!
1)'.*+
#'+34(.6*.'1'.-(.*3
"
"
"
"
"
"
1)'.*+
#'+34(.6*.'1'.-(.*3
"
"
"
"
"
"
, &15,8()
54 -&15,8()
54
Gambar 7 Performansi proses UV-Peroksidasi berdasarkan persentase penyisihan zat
organik (%Rzat organik)
Dari grafik pada Gambar 7, dapat diketahui kondisi optimum untuk proses
UV-Peroksidasi yang memberikan performance terbaik berdasarkan effisiensi
penyisihan konsentrasi zat organik. Dari grafik dapat diketahui bahwa persentase
penurunan konsentrasi zat organik terbaik diperoleh pada konsentrasi H2O2 0,07%,
jenis lampu UV dengan organik mula-mula 395 mg/L KmnO4 dapat diturunkan
hingga 98% menjadi 5,6 mg/L pada waktu penyinaran 60-120 menit. Beberapa
contoh sample air sekitar waduk diperlihatkan pada Gambar 8.
!
5. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil bagian penelitian yang telah
dilakukan adalah sebagai berikut:
6. Daftar Pustaka
Elfiana, 2009, Kinetika Minimalisasi Kandungan Besi dalam Air secara Oksidasi
Kimia (Aerasi, Fotokimia Sinar UV, dan UV-Peroksidasi), Laporan
Penelitian, Politeknik Negeri Lhokseumawe
!
Elfiana dan Zulfikar. 2012. Penurunan Konsentrasi Organik Air Gambut Secara
AOP (Advanced Oxidation Processes) dengan Fotokimia Sinar UV Dan
UV-Peroksidasi. Posiding SNYuBe. Politeknik Negeri Lhokseumawe.
Feng, HE., Le-Cheng LEI (2003), Degradation Kinetics and Mechanism of
Phenol in Photo-Fenton Process, Journal of Zhejiang University
SCIENCE, JZUS, 5, 198-205
Hutagulung, S.S., Sugiarto, A.T., dan Luvita, V., 2010, Metode Advanced
Oxidation Processes (AOP) untuk Mengolah Limbah Resin Cair,
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII, Pusat
Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN, Pusat Penelitian Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK, 57-64
Hutagalung, S.S. 2010. Aplikasi Metode Advanced Oxidation Process (AOP)
Untuk Mengolah Limbah Resin Cair. Banten : RISTEK.
Hutagalung , S.S. 2013. Pengolahan Air gambut Menjadi Air Bersih dengan
Metode AOP Kabupaten Kampar Propvinsi Riau. Prosiding Seminar
Nasional Kimia UGM.
Jones, C.W. (1999), Aplication of Hydrogen Peroxide and Derivatives, Published
by The Royal Society of Chemistry, Thomas Graham House, Science
Park, Milton Road Combridge CB4 0WF, UK, 207-216
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Abstrak
Sagu tersedia dalam jumlah yang cukup banyak di Indonesia dan perlu
dimanfaatkan lebih optimal untuk meningkatkan nilai tambahnya (added value).
Sintesa pati sagu Termoplastik (Modified Themoplastic Starch/TPS) pada
keadaan in-situ dengan mereaksikan pati sagu terplastisisasi dengan
Difenilmetana Diisosianat (MDI) dan minyak jarak secara bersamaan untuk
menghasilkan terbentuknya fase poliuretan prepolimer (PUP) yang lebih
homogen telah dilakukan pada penelitian sebelumnya. Gliserol sebagai
plasticizer juga ditambahkan untuk memberikan efek plastisasi dan fleksibilitas
plastik. Mekanisme in-situ yang berhasil dilakukan adalah metode baru dalam
mensintesa TPS termodifikasi dengan sifat mekanis yang lebih baik dibandingkan
dengan metode sebelumnya. Namun demikian, sifat mekanis TPS termodifikasi
tersebut masih belum dapat dibandingkan dengan plastik komersial sehingga
aplikasinya masih terbatas. Untuk itu, dilakukan penguatan TPS termodifikasi
dengan penambahan kitosan sebagai campuran (blend). Selain itu dilakukan uji
derajat biodegradabilitasnya untuk melihat keteruraian TPS-kitosan secara
alami. Hasil penelitian menunjukkan kondisi optimal penambahan kitosan
kedalam TPS adalah 1 gram. Kitosan telah meningkatkan karakteristik mekanis
(kuat tarik dan elongasi) dari film TPS dimana kuat tarik maksimum yang
diperoleh adalah 194,17 Mpa dan 25,36 %. Dari sisi biodegradabilitas, TPS-
kitosan dapat diuraikan oleh alam dalam waktu 19 hari, lebih cepat jika
dibandingkan dengan TPS yaitu 2-4 bulan.
Kata kunci : Film pati sagu termoplastik termodifikasi (TPS), Kitosan, Sorbitol,
Kuat Tarik, Elongasi, Biodegradibility.
1. Pendahuluan
Dengan bahan dasar yang digunakan saat ini yaitu polipropilen dan
polietilen, jenis plastik ini sangat membebani terutama karena limbahnya yang
sangat tinggi sehingga berpengaruh terhadap biaya produksi termasuk proses daur
220
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
ulang limbahnya. Masalah plastik daur ulang masih menyisakan banyak kontroversi
dan diskusi para ilmuwan dan publik pemakainya terkait dengan tingkat keamanan
dan kesehatan bagi pemakainya, terutama sejak diterbitkannya Peraturan Kepala
Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI No. HK 00.05.55.6497 tentang Bahan
Kemasan Pangan tanggal 20 Agustus 2007, yang mulai diberlakukan pada bulan
Agustus 2008 yang melarang penggunaan plastik daur ulang untuk kemasan
makanan. (Wiwik dkk, 2012)
Pati adalah polisakarida utama yang terdapat dibumi. Umumnya plastik
yang disintesa dari pati (starch) yang mengandung kandungan air dalam jumlah
yang sedikit adalah sering rapuh. Untuk mengurangi kerapuhan ini, pati
diplastikkan dengan plastik hidrofilik seperti gliserol dan dilelehkan untuk
membuat pati termoplastik (Thermoplastic Starch/TPS). Bagaimanapun juga,
setelah beberapa bulan berada pada kondisi ambient, plastik glicerol TPS
menunjukkan perilaku rapuh yang disebabkan migrasi gliserol dari matrik pati.
Salah satu cara efektif untuk mencegah terjadinya migrasi plastisizer adalah
dengan mencabangkan atau menghubungkan modifier yang mempunyai efek
fleksibel kepada pati dengan ikatan kovalen yang akan menghasilkan pati
termodifikasi yang mempunyai sifat elastis (Wu et al, 2008). Diantara modifier
yang saat ini tersedia, gugus isosianat mempunyai aktifitas yang tinggi untuk
bereaksi dengan gugus hidroksil pati. Sehingga, prepolimer poliueratan (PUP)
yang mengandung gugus isosianat sering digunakan untuk memperkuat pati.
Segmen fleksibel lembut pada poliuretan (PU) dihubungkan pada pati melalui
rantai uretan yang berfungsi sebagai pemberi dampak modifier.
Variasi dan produksi plastik yang terus menerus meningkat telah
menyebabkan kesulitan dalam menangani sampah plastik yang dibuang ke alam
dan tidak dapat terurai secara alami oleh alam dalam waktu yang lama. Oleh
karena itu, diperlukan bahan pembuat plastik yang dapat diuraikan secara alami.
Salah satu bahan yang telah menjadi tumpuan perhatian adalah pati yang berasal
dari beberapa tanaman seperti beras, ubi, jagung dan sagu. Sagu merupakan salah
satu pilihan yang sangat ekonomis karena harganya yang murah dan dapat tumbuh
221
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
dengan mudah. Selain itu di Indonesia saat ini, penggunaan sagu sebagai bahan
makanan pokok sudah mulai tergeser.
Kekurangan yang ditimbulkan oleh plastik dari bahan tumbuhan adalah
sifat mekanis yang belum dapat dibandingkan dengan plastik komersial, daya
elongasi yang rendah sehingga plastik menjadi kaku, mudah patah dan rapuh,
serta menyerap air dan kelembaban dari lingkungan sehingga membatasi
aplikasinya terutama sebagai bahan pengemas.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut diatas, maka plastik dari
bahan tumbuhan harus dimodifikasi dengan bahan lainya. Penelitian sebelumnya
telah menghasilkan metode sintesa modifikasi pati sagu dengan minyak jarak dan
MDI secara in-situ. Namun, belum diperoleh hasil yang optimal dari sisi
karakteristik mekanis dan daya serap air TPS termodifikasi yang dihasilkan.
(Rozanna et al, 2014)
Temuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah optimalisasi
karakteristik mekanis TPS termodifikasi dengan menambahkan kitosan dan plastic
yang dapat diuraikan secara alami oleh alam. Kitosan telah dikenal sebagai bahan
campuran yang dapat meningkatkan kekuatan mekanis serta dapat mengurangi
sifat penyerapan air plastik biodegradable. Target tersebut diharapkan dapat
mengurangi kesenjangan antara kekuatan mekanis antara plastik biodegradable
dengan plastik komersial yang tidak dapat diuraikan oleh alam sehingga
berkontribusi kepada pencemaran lingkungan dan juga dapat membahayakan
kesehatan manusia karena bersifat karsinogenik. Selain itu, juga sebagai bagian
dari pemanfaatan bahan-bahan nabati yang tersedia dan dapat diperbaharui.
2. Tinjauan Pustaka
Salah satu hasil perkebunan yang banyak terdapat di Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD) adalah Sagu. Batang sagu merupakan gudang penyimpanan
pati atau karbohidrat, yang lingkup pemanfaatannya dalam industri sangat luas,
seperti industri pangan, pakan, alkohol, dan bermacam-macam industri kimia
lainnya (Haryanto dan Pangloli, 1992). Pati sagu mengandung sekitar 27%
222
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
amilosa dan 73% amilopektin (Haryanto dan Pangloli, 1992). Untuk lebih
meningkatkan nilai ekonomi dari batang sagu, pati sagu dapat digunakan sebagai
bahan baku pembuatan plastik biodegradable.
Kemungkinan mengkombinasikan pati secara kimia atau produk turunan
pati dengan resin komersial dimana pati akan bertindak sebagai filler dan agen
cross linking mungkin memberikan pendekatan yang layak untuk menggabungkan
pati kedalam plastik. Dikarenakan isosianat sangatlah reaktif dengan gugus
hidroksil, isosianat dapat digunakan untuk mempersiapkan sejumlah resin reaktif
yang akan ber cross link dengan pati. (R Chandra and R. Rustgi, 1998)
Polimer hasil pertanian mempunyai sifat termoplastik, sehingga
mempunyai potensi untuk dibentuk atau dicetak menjadi film kemasan.
Kemampuan suatu bahan dasar dalam pembentukan film dapat dijelaskan
melalui fenomena fase transisi gelas. Pada fase tertentu diantara fase cair
dengan padat, masa dapat dicetak atau dibentuk menjadi suatu bentuk
tertentu pada suhu dan kondisi lingkungan yang tertentu. Fase transisi gelas
biasanya terjadi pada bahan berupa polimer. Sedangkan suhu dimana fase
transisi gelas terjadi disebut sebagai titik fase gelas (glassy point). Pada
suhu tersebut bahan padat dapat dicetak menjadi suatu bentuk yang dapat
dikehendaki seperti film kemasan (Latief, 2001).
Plasticizer adalah bahan yang mempunyai titik didih yang tinggi dan
biasa digunakan sebagai bahan di dalam pembuatan pernis dan plastik
tertentu. Plasticizer bersifat tidak menguap akan tetapi hanya menjaga
fleksibilitas dan daya rekat dari selulosa film dari pernis atau fleksibilitas
lembar plastik dan film (David, 1982).
Plasticizer adalah cairan (kadang-kadang padatan) yang mempunyai
titik didih yang ketika dicampur dengan suatu polimer memberikan material
suatu sifat yang lebih lembut dan lebih fleksible (Kumar dan Gupta, 1998).
Plasticizer berfungsi pada polimer polar untuk mengurangi ikatan hidrogen.
Dalam seluruh polimer, plasticizer memaksa rantai untuk berpisah,
memberikan kemampuan berpindah yang lebih besar terhadap polimer dan
223
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
224
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
yaitu mengandu-ng salah satu dari jenis ikatan asetal, amida atau ester,
memiliki berat molekul dan kristalinitas rendah, serta memiliki hidrofilitas
tinggi.
Senyawa utama yang dimanfaatkan untuk mendapatkan plastik
biodegradabel adalah karbohidrat (selulosa dan pati) dan protein. Saat ini
keberadaan beras dan ubi kayu di Indonesia termasuk di Propinsi Nanggroe
Aceh Darussalam masih diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pangan
nasional, maka penggunaan pati sagu diharapkan dapat menjadi alternatif
potensial untuk menjadi sumber bahan baku plastik biodegradabel di
Indonesia. Sebenarnya pohon sagu lebih produktif dibandingkan padi,
dimana dapat menghasilkan pati 4 kali lebih banyak (Tony dan
Whitten,1996).
Plastik biodegradabel berbahan dasar tepung dapat didegradasi oleh
bakteri pseudomonas dan bacillus dengan memutus rantai polimer menjadi
monomer-monomernya. Senyawa-senyawa hasil degradasi polimer selain
menghasilkan karbon dioksida dan air, juga menghasilkan senyawa organik lain
yaitu asam organik dan aldehid yang tidak berbahaya bagi lingkungan. Plastik
berbahan dasar tepung aman bagi lingkungan. Sebagai perbandingan, plastik
tradisional membutuhkan waktu sekitar 50 tahun agar dapat terdekomposisi alam,
sementara plastik biodegradabel dapat terdekomposisi 10 hingga 20 kali lebih
cepat (Frinault, 1997).
Hasil degradasi plastik ini dapat digunakan sebagai pakan ternak atau
sebagai pupuk kompos. Plastik biodegradabel yang terbakar tidak menghasilkan
senyawa kimia berbahaya. Kualitas tanah akan meningkat dengan adanya plastik
biodegradabel, karena hasil penguraian mikroorganisme dapat meningkatkan
unsur hara dalam tanah. Sampai saat ini masih diteliti berapa cepat atau berapa
banyak polimer biodegradabel ini dapat diuraikan alam. Namun, ini menjadi
potensi yang besar di Indonesia karena terdapat berbagai tanaman penghasil
tepung seperti singkong, beras, kentang dan tanaman lainnya, apalagi harga umbi-
225
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
3. Metode Penelitian
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Pati sagu, Aquades,
Minyak jarak, Asam asetat 2%, Dimetilmetana disosianat (MDI), Kitosan,
Gliserol, Casting kaca.
226
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Metodologi Kerja
Sintesa Campuran TPS Termodifikasi dengan Kitosan
1. Ditimbang kitosan sesuai dengan variasi berat kitosan yang telah ditetapkan,
kemudian dilarutkan kedalam 100 ml asam asetat 2 % didalam gelas beaker
ukuran 500 ml dengan cara pengadukan.
2. Ditimbang 15,5 gram sagu, dan dicampurkan dengan kitosan yang telah
tercampur homogen dengan asam aseat 2%.
3. Campuran sagu dan kitosan tersebut kemudian dipanaskan dan diaduk sampai
masak sehingga menjadi gel pada suhu gelatinisasi 67dan waktu sekitar 30
menit.
4. Selanjutnya ditambahkan minyak jarak dan Dimetilmetana Disosianat (MDI)
dengan perbandingan sesuai pada Tabel 1, kemudian campuran diaduk kuat
selama beberapa menit sehingga homogen .
5. Lalu ditambahkan sorbitol 7 gram sebagai plasticizer. Campuran yang
homogen di cetak pada casting kaca dan dikeringkan pada suhu kamar selama
24 jam.
227
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
1. Ditimbang 15,5 gram sagu, dan dimasukkan kedalam gelas beaker 500 ml
lalu ditambahkan air 77,5 gram.
2. Sagu dipanaskan dan diaduk sampai masak sehingga menjadi gel pada suhu
gelatinisasi 67 sekitar 30 menit.
3. Ditambahkan sorbitol 7 gram sebagai plasticizer. Campuran yang homogen
di cetak pada casting kaca dan dikeringkan pada suhu kamar selama 24 jam.
Analisa
Uji Mekanis TPS Termodifikasi dengan Campuran Kitosan
Pengujian Mekanis yang dilakukan adalah tensile test dan elongation at
break. Tensile testing adalah peralatan mengukur kekuatan bahan dimana sampel
diberikan regangan yang tidak aksial sampai mengalami patahan. Uji kuat tarik
dilakukan Electronic System Universal Testing Machines (ASTM D882-81)
Uji Biodegradibility
Uji Biodegradability dilakukan untuk mengetahui tingkat penguraian
plastik TPS-kitosan. Film plastik yang telah dikeringkan dikuburkan ke dalam
tanah yang telah diidentifikasikan sebagai lokasi penguburan. Dihitung waktu
penguraiannya dengan melakukan monitoring secara berkala.
228
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
229
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
5#4!#2*,! *403#/
! *403#/ ! *403#/
! *403#/ ! *403#/ ! *403#/
Gambar 1. Kuat Tarik TPS-kitosan
Dari Grafik 1 dapat dilihat bahwa pada penambahan kitosan sebesar 0,5 gr
dan 1 gr, nilai kuat tarik TPS mengalami kenaikan, sedangkan pada penambahan
kitosan sebesar 1,5 gr, 2 gr dan 2,5 gram, nilai kuat tarik TPS mengalami
penurunan. Semakin besar jumlah kitosan yang ditambahkan, maka nilai kuat
tariknya akan semakin menurun. Hal ini dikarenakan semakin besar konsentrasi
kitosan maka semakin banyak ikatan hidrogen yang terdapat dalam TPS sehingga
ikatan kimianya akan semakin kuat dan sulit untuk diputus karena memerlukan
energi yang besar untuk memutuskan ikatan tersebut. Hal ini menyebabkan TPS
menjadi rapuh dan mudah untuk putus (Utari dkk, 2008). Selain itu, penambahan
kitosan sebesar 1,5 gram telah membuat TPS menjadi lebih tebal dan lebih kaku
pada saat dicetak. Kondisi terbaik untuk pencetakan TPS terjadi pada penambahan
kitosan 0,5 gram dan 1 gram.
Plastik TPS- kitosan memiliki sifat mekanik yang melebihi golongan
Moderate Properties untuk nilai kuat tarik yaitu 1-10 MPa (Ani, 2010). Penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Rozanna et all tahun 2014 menunjukkan kuat
Tarik TPS saja tanpa adanya penambahan kitosan adalah (TPS 1 - TPS 5) sebesar
0,40 kgf/cm2 - 0,47 kgf/cm2, sedangkan kuat tarik PUP murni diperoleh nilai
230
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
sebesar 1, 72 kgf/cm2 (Rozanna et all, 2014). Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa
kuat tarik TPS meningkat jauh dengan adanya penambahan kitosan.
Uji tarik yang dilakukan pada TPS-kitosan menyebabkan perubahan
pertambahan panjang pada sampel yang disebut dengan elongasi. Elongasi
merupakan perubahan panjang maksimal film bioplastik sebelum terputus jika
diberikan tarikan (Latief, 2001). Hasil persen pemanjangan (% elongasi) dapat
dilihat pada gambar 2 di bawah ini:
-0/(#3*! *403#/
! *403#/ ! *403#/
! *403#/ ! *403#/ ! *403#/
231
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
(elongasi) untuk plastik PLA dari Jepang adalah 9% dan plastik PCL dari Inggris
mencapai lebih dari 500 % (Arief, 2013).
232
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
#+5*0%&(2#%*$*-*46! *403#/
&)*-#/(#/&2#4
! *403#/ ! *403#/
5.-#)#2* ! *403#/
! *403#/ ! *403#/
Berdasarkan Grafik 3 diatas terlihat bahwa laju kehilangan berat (%) film
bioplastik pada berbagai komposisi relatif sama, namun kehilangan berat film
dipengaruhi oleh komposisi poliuretan (MDI) dan kitosan. Semakin banyak
kandungan poliuretan dalam campuran TPS maka semakin rendah kehilangan
beratnya. Pati merupakan biopolimer alam yang dapat terbiodegradasi secara total
di alam, sedangkan kitosan mempunyai laju biodegradasi yang relatif lambat
dibandingkan dengan pati. Tingkat biodegradasi bahan polimer dipengaruhi oleh
struktur polimer yang bersangkutan. Polimer dengan struktur amorf lebih mudah
di biodegradasi dibanding polimer dengan struktur kristalin. Oleh karena derajat
kristalinitas biopolimer kitosan lebih tinggi dibanding pati, maka semakin tinggi
kandungan senyawa ini dalam campuran TPS maka semakin rendah laju
biodegradasinya.
Pada Gambar 3 diatas, didapat hasil kehilangan berat hampir 100% terjadi
pada hari ke-19 disebabkan oleh cuaca yang sedang dalam musim hujan sehingga
menyebabkan kelembapan tanah meningkat. Pada hari ke 21 TPS-kitosan tidak
dapat ditimbang lagi berat akhirnya karena sudah bercampur merata dengan pasir-
pasir dan tanah.
233
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
5 KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan kondisi optimal penambahan kitosan kedalam TPS
adalah 1 gram. Kitosan telah meningkatkan karakteristik mekanis (kuat tarik dan
elongasi) dari film TPS dimana kuat tarik maksimum yang diperoleh adalah
194,17 Mpa dan 25,36 %. Dari sisi biodegradabilitas, TPS-kitosan dapat diuraikan
oleh alam dalam waktu 19 hari, lebih cepat jika dibandingkan dengan TPS tanpa
kitosan yaitu 2-4 bulan.
6 DAFTAR PUSTAKA
Carme Coll Ferrer M, Bab David, Ryan Anthony J, 2008, Characterisation of
polyurethanenetworks based on vegetable derived polyol, Journal Polymer
49, Elsivier, 3279 3287.
Dayanti, R. 2009. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Plasticizer serta Nisbah Pati
dengan Air Terhadap Sifat Fisik Edible Film Pati Sagu (Metroxylon sp).
USK. Banda Aceh.
Frinault, A.D.J. 1997. Preparation of Casein Film by a Modified Wet Spinning
Process. lhttp://www.google.com/ biodegradable/zein
Haryanto, B. dan Pangloli. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius.
Yogyakarta.
Hong Juan Wang, Min Zhi Rong, Ming Qiu Zhang, Jing Hu, Hui Wen Chen and
Tibor Czigany. 2008. Biodegradable Foam Plastics based on Castor Oil, 9,
615 623
Isobe, S. 1999. Properties of Plasticized-Zein Film as Affected by Plasticier
Treatments. In Formula dan rekayasa proses pembuatan biodegradable
film dari zein jagung; Paramawati, R.:PPS IPB, Bogor.
Lu Yoshang, TighzertLan, Berzin Francoise, Sebastian Rondot, 2005. Innovative
plasticized starch films modified waterborne polyurethane from
renewable resources, CarbohydratePolymer, 61, 174 182.
Liu Dagang, TianHuafeng, Zhang Lina, Chang Peter R, 2008, Structure and
properties of blendfilms prepared from castor oli-based polyurethane/soy
protein derivative, Journal Materials andInterfaces, Industrial Engineering
and Chemical Research, 9330 -9336.
Marie Matet, Marie-Claude Heuzey, Eric Pollet, Abdellah Ajji and Luc Averous,
2013, Innovative Thermoplastic Chitosan Obtained by Thermo-
Mechanical, Carbohydrate Polymer, 95, 241-251
Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI No. HK
00.05.55.6497 tentang Bahan Kemasan Pangan , 20 Agustus 2007.
Qiu Wu lin, Zhang Farao, Endo T and Hirotsu T, 2005, Isocyanate as a
compatabilizing agent on the properties of highly crystalline
234
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
235
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Abstrak
Distilasi asap cair merupakan salah satu usaha pemanfaatan asap cair hasil
pirolisis menjadi produk yang mempunyai nilai guna tinggi, dilakukan dengan
melakukan pemisahan komponen-komponen senyawa kimia dengan berdasarkan
perbedaan titik didih. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu
dan waktu distilasi terhadap komposisi kimia asap cair dari tempurung kemiri.
Asap cair hasil distilasi dengan variasi suhu 125; 150; 175; dan 200oC
dilakukan analisa GC-MS untuk mengetahui kandungan tar dan benzopirien
didalam asap cair. Pada suhu 125-150oC diperoleh nilai pH rendah,175-200oC
diperoleh nilai pH tinggi, dan pada suhu 125oC diperoleh distilat rendah
83,81% sedangkan pada suhu 200oC diperoleh distilat tinggi 90,93%. Semakin
tinggi suhu distilasi maka semakin besar persen distilat yang diperoleh dan
kandungan PAH (Policyclyc Aromatic Hydrokarbon) dalam asap cair hasil
distilasi sudah menghilang sehingga asap cair sudah terbebas dari
kandungan karsinogenik. Asap cair hasil distilasi menghasilkan grade 2 pada
suhu 2000C dengan waktu maksimum 2 jam diperoleh kandungan fenol sebesar
60,77%.
1. Pendahuluan
Sejak akhir tahun 2005, formalin merupakan bahan kimia yang paling banyak
dibicarakan di tengah masyarakat di seluruh tanah air, baik dikalangan ilmuan
maupun dikalangan masyarakat umum. Hal ini disebabkan karena kekhawatiran
masyarakat akan dampak penggunaan formalin dalam makanan terhadap
kesehatan. Formalin dapat menyebabkan berbagai macam penyakit antara lain
tenggorokan, perut perih rasa terbakar, dan penyebab kanker.
236
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Banyak hasil alam yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengawet alami.
Atas dasar itu, peneliti tertarik melakukan penelitian membuat asap cair dari
cangkang kemiri sebagai pengawet, dikarenakan karena cangkang kemiri
merupakan hasil samping dari buah kemiri. Sebagian besar cangkang kemiri
belum dimanfaatkan secara maksimal oleh industri dan masyarakat sebagai
penghasil asap cair. Dominannya selama ini asap cair yang dihasilkan oleh
industri sebagian besar berasal dari cangkang kelapa.
Kemiri merupakan salah satu komuditi yang paling banyak ditanam di
Indonesia, selain menghasilkan produksi minyak yang cukup tinggi, produk
samping atau limbah juga tinggi. Upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi perlu dikembangkan untuk mengolah hasil sampingan seperti cangkang
kemiri agar dapat diolah menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi yang
tinggi, seperti asap cair. Asap cair dapat diproduksi dengan cara pirolisis yaitu
pembakaran dengan sedikit udara atau tanpa udara terhadap bahan baku. Maka
akan diperoleh rendemen berupa asap cair yang dapat digunakan sebagai
biopreservatif baru pengganti preservatif kimia. Limbah pertanian mempunyai
potensi yang cukup besar untuk digunakan sebagai bahan utama pembuatan asap
cair seperti cangkang kemiri. Pemanfaatan limbah pertanian ini menjadi suatu
produk yang dapat memberikan nilai tambah dari sektor pertanian. Sehingga dapat
dimanfaatkan dan tidak terbuang dengan sia-sia.
Pemanfaatan asap cair sebagai pengawet makanan telah banyak diteliti dan
dilakukan oleh manusia, pemanfaatan asap cair ini sangat bergantung pada
kondisi asap cair itu sendiri karena selain terdapat kandungan fenol dan
asam- asam organik, juga terdapat beberapa komponen yang berbahaya pada
asap cair itu yaitu tar dan senyawa-senyawa polisiklik hidrokarbon aromatis yang
sebagian bersifat karsinogenik serta menyebabkan kerusakan asam amino esensial
dari protein dan vitamin, juga sifat keasaman asap cair yang sebagian besar
dihasilkan dari senyawa-senyawa asam organik yang terdekomposisi pada proses
pirolisis, kualitas asap cair itu sendiri dan kandungan senyawanya sebagian besar
237
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
juga dipengaruhi oleh suhu pirolisis mengingat senyawa kimia didalamnya dapat
terdekomposisi pada suhu yang berbeda-beda.
Hal ini membuat peneliti ingin memanfaatkan asap cair hasil pirolisis
cangkang kemiri, mejadi suatu hasil produk yang terhindar dari sifat-sifat
karsinogenik, sehingga dapat meningkatkan mutu atau kualitas dari asap cair
cangkang kemiri. Peneliti juga mengharapkan dapat memberikan nilai
tambah bagi peningkatan pendapatan masyarakat desa. Serta memberikan
informasi yang bermanfaat tentang senyawa-senyawa yang terkandung dalam
asap cair tersebut untuk mengetahui pemanfaatannya dan memperkaya wawasan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Tinjauan Pustaka
Distilasi adalah teknik untuk memisahkan larutan ke dalam masing-masing
komponennya. Prinsip destilasi adalah didasarkan atas perbedaan titik didih
komponen zatnya. Destilasi dapat digunakan untuk memurnikan senyawa-
senyawa yang mempunyai titik didih berbeda sehingga dapat dihasilkan senyawa
yang memiliki kemurnian yang tinggi. Ketika uap diproduksi dari campuran, uap
tersebut lebih banyak berisi komponen-komponen yang bersifat lebih volatil,
sehingga proses pemisahan komponen-komponen dari campuran dapat terjadi.
Komponen-komponen dominan yang mendukung sifat fungsional dari asap cair
adalah senyawa fenolat, karbonil dan asam.
Senyawa-senyawa penyusun asap cair yang mempunyai persen massa
tinggi ada yang dapat digunakan pada produk makanan, akan tetapi ada juga
senyawa yang berbahaya bagi kesehatan. Senyawa furfural , 2-methyl-2-
cyclopentenone, guaiacol , 2,3-butanedione aman digunakan pada makanan.
Senyawa furfural dan 2-methyl-2-cyclopentenone merupakan senyawa penting
untuk citarasa pada produk makanan. Asap cair memiliki banyak manfaat dan
telah digunakan pada berbagai industri, antara lain dalam Industri pangan,
Industri perkebunan, dan Industri Kayu.
238
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
3. Metode Penelitian
Pada penelitian ini digunakan empat tahap proses penelitian yaitu
penyiapan,pembuatan, pemurnian, analisa. Tahap penyiapan meliputi pada
pemilihan bahan baku (sampel), pembuatan alat, serta tempat penelitian. Tahap
pembuatan adalah proses produksi asap yaitu pirolisis serta kondensasi. Tahap
pemurnian adalah proses pendistilasian asap cair agar menghasilkan peningkatan
mutu asap cair. Tahap terakhir adalah tahap analisa produk dengan mengukur
kualitas yang dihasilkan dari sampel tersebut. Tahap distilasi dilakukan pada
suhu 125, 150 , 175 dan 200 oC selama 0,5; 1; 1,5; dan 2 jam. Untuk membuat
asap cair yang terbebas dari kandungan karsinogenik.
239
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Hasil produk distilasi yang diperoleh dapat dilihat dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Distilasi Asap Cair Cangkang Kemiri
Waktu Suhu Distilat % Rata-Rata Residu % Rata-Rata
Distilasi (C) (%) (Distilat) (%) (Residu)
(jam)
0,5 125 22,2153 4,29
1 125 22,7547 83,81 4,3942 16,18
1,5 125 19,5294 3,7713
0,5
2 150
125 23,4423
19,3148 3,8296
3,7299
1 150 23,573 3,851 14,04
85,95
1,5 150 20,6553 3,3743
0,5
2 175
150 20,3524
18,2868 2,9076
2,9874
1 175 24,7683 3,5385 12,5
87,49
1,5 175 22,0288 3,1471
0,5
2 200
175 22,0201
20,3497 2,1943
2,9072
1 200 25,9318 2,5841 9,06
90,93
1,5 200 23,572 2,349
Berdasarkan
2 tabel
2004.1 diatas dapat dilihat bahwa distilasi
19,4138 1,9346yang dilakukan
dengan tingkat suhu yang berbeda maka diperoleh hasil distilat yang berbeda pula.
Pada suhu 200oC diperoleh hasil distilat yang tinggi 90,93%, sedangkan pada
suhu 125oC hasil distilat hanya 83,81%. Adanya perbedaan hasil distilat yang
diperoleh disebabkan karena pada suhu 200oC komposisi senyawa kimia yang
terdapat didalam asap cair distilasi sudah terkondensasi secara sempurna. Grafik
yang memperlihatkan hubungan temperatur distilasi dengan rendemen asap cair
dapat dilihat dalam grafik 4.1.
240
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Pada
da gambar 4.1 tterlihat kenaikan pada hasil distilat,
ilat, kenaikan hasil distilat
ini menunjukkan perba
perbandingan, semakin tingggi suhu yang dilakukan
dila maka
semakin tinggi
nggi pula ha
hasil produk yang diperoleh. Pada
ada suhu distilasi
dis 200oC
menghasilkan
an hasil (dis liknya pada suhu 125oC
(distilat) asap cair tertinggi. Sebaliknya
diperoleh hasil
asil residu yyang rendah. semakin tinggi suhu yang dilakukan
dila maka
ndah hasil ris
semakin rendah risidu yang diperoleh.
4.2 il Analisa D
Hasil Derajat Keasaman (pH)
Untuk mengetahui kadar asam/ derajat keasaman
an asap cair maka perlu
diukur pH asap cair hasil distilasi. Tingkat keasaman
saman suatu asap cair
ruhi kualitas yang terdapat didalam asap cair. Berdasarkan
mempengaruhi Berda hasil
sap cair diata
rendemen asap ada suhu 200oC, dan asap
diatas, asap cair tertinggi diperoleh pada
cair dengan rendemen terendah dihasilkan pada suhu 150oC. Hasil analisa pH
dapat dilihatt dalam tabel 4.2.
241
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa nilai pH asap cair distilasi pada
suhu 125, 150, 175, dan 200oC berturut- turut adalah 5,29; 5,14; 5,48; 5,86. Pada
suhu 125- 150oC pH mengalami penurunan, dikarenakan pada suhu tersebut
terjadi pemisahan kandungan air, dan asam organik. Pada suhu 175- 200oC
menunjukkan nilai pH tinggi karena terjadi pemisahan kandungan fenol.
242
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
kemiri diuji
ji kadar den
densitasnya dengan cara menimbang picnometer
picnom terlebih
dahulu dan menimbang picnom
picnometer yang berisi sampel, lalu hasil sampel
sa tersebut
dikurangkann selanjutnya dibagi dengan volume picnometer. Adapun hasil dari
analisa densitas
nsitas asap cair dapat dilihat dari tabel 4.3.
Tabel 4.3 Analisa Dens
Densitas (!)
Dari hasil tabel diatas maka dapat dibuat sebuah grafik. Grafik perbandingan
perba nilai
densitas terhadap
hadap suhu ddistilasi dapat dilihat dalam grafik
rafik 4.3
243
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Grafik diat
diatas pemperlihatkan pengaruh variasi waktu
wa terhadap
densitas asap
ap cair cangk
cangkang kemiri hasil distilasi. Dari grafik diatas dapat dilihat
nilai dari densitas
ensitas asap cair cangkang kemiri yang tidah
idah jauh berbeda,
b yaitu
pada run pertama densi
densitasnya 0,98578; run kedua
dua 0,98316; run ketiga
0,97955; dan
an keempat 0,97917. Berdasarkan hasil analisa
lisa yang diperoleh
dip dapat
diambil kesimpulan,
simpulan, semakin tinggi suhu asap cair makaa semakin rendah
re densitas
yangg dihasilkan.
4.4 Analisa
lisa GC-MS
Untuk mengetahui hhasil komponen senyawa apa yan terkandung
pa saja yang
didalam asap
ap cair, ma
maka perlu dilakukan analisa GC-MS.
-MS. An
Analisa GS-MS
dilakukan pada sebelum dan sesudah distilasi, tujuanya
uanya untuk mengetahui
perbandingan
an jumlah ko
komponen asap cair yang diperoleh.
leh.
4.4.1 Hasil
il Analisa G
GC-MS Sebelum Distilasi
Komposisi kimia asap cair dari cangkang kemiri
ri hasil pirolisis di analisa
dengan GC-MS,
S, untuk m
mengetahui kualitas dan kuantitas seny
tas dari senyawa-senyawa
yang terdapat
at dalam asa
asap cair. Hasil Analisa GC-MS yang
ang terdapat ddidalam asap
cair sebelum distilasi dap
dapat dilihat dalam tabel 4.4.
244
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Dari
ri hasil anali
analisa pirolisis diperoleh 7 komponen,
ponen, yang terdiri
t dari 1
komponen golongan asa
asam, 2 komponen senyawa keton dan aldehid, 3 komponen
senyawa fenol,
nol, dan satu komponen dalam senyawa benzenol.
enzenol. Dalam asap cair
hasil pirolisis diperoleh kkandungan fenol tinggi yaitu 5-Metil Guaiakol,
Gu 6-Etil
Guaiakol, 4-Etil
-Etil Guaiak
Guaiakol, secara berturut- turut (73,44%),
4%), (13,05%),
(13,05% (2,58%).
Kandungan asam didala
didalam pirolisis hanya sebesar (3,19%).
9%). Hasil analisa
ana asap cair
pirolisis didapatkan ka
kandungan benzenol yaitu Oxybenzene
enzene sebesar
sebe (2,36%).
Kandungann benzenol me
merupakan komponen yang bersifat
rsifat karsiogenik,
karsioge sehingga
berbahaya bila terdapat didalam asap acair, dan oleh karena itu maka perlu
dipisahkan dengan me
melakukan proses distilasi agarr terbebas dari
da komponen
karsiogenik.
nik.
4.4.2 Hasil
il Analisa G
GC-MS Sesudah Distilasi
Berdasarkan
dasarkan hasil rendemen yang diperoleh maka
ka asap cair yang diambil
ntuk di analisa GC-MS yaitu pada suhu 200oC, karena
alisa GC-M rena pada suhu tersebut
tertinggi.
dihasilkan % rendemen te
245
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Total 100,00
Proses Distilasi didahului dengan penguapan senyawa cair dengan
pemanasan dilanjutkan dengan pengembunan uap yang terbentuk dan ditampung
dalam wadah yang terpisah untuk mendapatkan distilat. Distilasi asap cair
dilakukan untuk memisahkan zat aktif pada asap cair yaitu fenol, asam-asam
organik dan juga karbonil sehingga didapatkan asap cair yang memiliki sifat
pengawetan yang tinggi dan terhindar dari senyawa karsinogenik seperti PAH dan
tar. Proses distilasi juga dilakukan untuk menentukan kualitas asap cair grade 1, 2
dan 3 berdasarkan komposisi kimia yang terkandung. Hasil analisa GC-MS
diperoleh enam senyawa, L-Asam Askorbat (7,09%), Furfural (8,31%), 2-
Metoksi Fenol Guaiakol (60,77%), 4-Etil Guaiakol (4,19%), Hidrokuinon
(2,33%), p-Anisil Alkohol Metanol (17,31%). Dalam hasil distilasi sudah tidak
ditemukan lagi kandungan benzenol, kandungan benzenol sudah terpisahkan
didalam asap cair hasil residu, karena benzenol tidak menguap pada suhu 200oC.
Benzenol akan menguap pada suhu 300- 400oC.
Pada penelitian ini, komponen yang paling dominan dalam asap cair
hasil distilasi dari cangkang kemiri adalah Fenol sebesar (60,77%) dan L-Asam
Askorbat (7,09%) sedangkan pada penelitian Widiya; dkk (2013) komponen yang
246
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
paling banyak terdapat dalam asap cair kulit durian pada suhu pirolisis 200oC
adalah asam asetat sebesar (70,55%), dan fenol (2,11%). Adanya perbedaan
komposisi kimia dalam asap cair disebabkan karena adanya perbedaan bahan
baku yang digunakan. Perbedaan bahan baku yang digunakan menunjukkan
perbedaan komposisi kimia yang terkandung didalamnya. Fenol diperoleh dari
dekomposisi lignin, asam asetat diperoleh dari dekomposisi selulosa, hemiselulosa
dan pati. Didalam cangkang kemiri komponen yang paling banyak adalah lignin
sekitar 44,4 % (Paimin. 1997). Sedangkan komponen yang paling banyak dalam
kulit durian adalah selulosa, pati dan hemiselulosa sekitar 30 % (Dewati; dkk.
2011).
Senyawa yang mendukung sifat antibakteri dalam asap cair adalah
adanya senyawa asam dan fenol. Senyawa asam lebih kuat menghambat
pertumbuhan bakteri dari pada senyawa fenol, tetapi kombinasi keduanya akan
meningkatkan kualitas asap cair (Darmadji, 2009). Fenol merupakan senyawa
yang paling bertanggung jawab pada pembentukan aroma spesifik yang
diinginkan pada produk asapan, terutama fenol dengan titik didih medium seperti
guaiakol (2-metoksi fenol), eugenol dan siringol (Guillen.1996). Sedangkan
senyawa furfural dan asetofenon memunculkan aroma sugary dan flowery yang
menyenangkan dan membantu mengurangi flavor dari senyawa fenol. Senyawa
karbonil yang memiliki bau caramel seperti senyawa- senyawa keton, aldehid,
ester dan lain-lain juga memegang peranan penting dalam asap cair (Kim; dkk.
1972). Senyawa karbonil, lakton dan furan memberikan flavor agar
karakteristik asap muncul (Darmadji, 2009).
Senyawa-senyawa penyusun asap cair yang mempunyai persen massa
tinggi dapat digunakan pada produk makanan. Senyawa furfural , 2-
Metoksi Fenol (Guaiakol), 4- Etil Guaiakol, hidrokuinon aman digunakan pada
makanan. Senyawa furfural dan 2- Metoksi Fenol (Guaiakol) merupakan senyawa
penting untuk citarasa pada produk makanan, guaiacol merupakan salah satu
komponen Fenol yang penting sebagai antioksidan pada produk makanan
sehingga memperpanjangmasa simpan produk.
247
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Dari
ri data penga
pengamatan yang telah dilakukan, dapat
apat dibuat sebuah
s grafik
perbandingan
an persentase hasil analisa GC-MS asap cair pirolisis ddengan hasil
analisa GC-MSS asap ca
cair distilasi. Perbandingan tersebut
ebut dapat dilihat
di dalam
gambarr 4.4.
248
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian pemurnian asap cair cangkang kemiri dapat di ambil
kesimpulan sebagai berikut :
249
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Carmila, O., 2004, Pembuatan Pulp Dari Tandan Kosong Sawit, TGA D-III
Teknik Kimia Politeknik Kimia.
Darmadji, P. 1996. Aktivitas Anti bakteri Asap Cair yang Diproduksi dari
Bermacam-macam Limbah Pertanian. Yogyakarta : Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Gajah Mada.
250
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Abstrak
1. Pendahuluan
Perkembangan akhir-akhir ini akan atap rumah sudah mempunyai
berbagai macam tipe dan bahan penyusunnya. Seperti bahan Zn (seng) dan bahan
Al (alumunium) yang sudah banyak dipasarkan. Namun dari segi harga bisa jadi
kurang ekonomis. Sehingga dibuatlah suatu genteng dimana memiliki ketahanan
akan air, kelembaban (korosi).Yakni dengan melakukanpencampuran bahan
khusus yang elastis, memiliki daya tahan terhadap panas, air,kelembaban dan
bermassa yang cukup ringan dengan mencampurkan serat dari bahan organik yang
sudah tidak digunakan lagi. Dengan itu kita telah melakukan dua tujuan yakni,
251
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
252
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
2.TinjauanPustaka
Agregat merupakan butiran mineral alami atau buatan yang berfungsi
sebagai bahan pengisi dalam campuran genteng. Agregat ini menempati kira-
kira 70 % sampai 80% dari volume genteng yang akan dibuat nantinya.
Meskipun sebagai bahan pengisi, agregat sangat berpengaruh pada sifat-sifat
genteng ini. Dilihat dari ukurannya, agregat dapat diklasifikasikan menjadi :
(Asiyanto, 2008)
2.2 Aspal
Aspal ialah bahan hidrokarbon yang bersifat melekat (adhesive), berwarna hitam
kecoklatan, tahan terhadap air, dan visoelastis. Aspal sering juga disebut bitumen
merupakan bahan pengikat pada campuran beraspal yang dimanfaatkan sebagai
lapis permukaan lapis perkerasan lentur. Aspal berasal dari aspal alam (aspal
buton} atau aspal minyak (aspal yang berasal dari minyak bumi). Berdasarkan
konsistensinya, aspal dapat diklasifikasikan menjadi aspal padat, dan aspal
cair.Aspal atau bitumen adalah suatu cairan kental yang merupakan senyawa
hidrokarbon dengan sedikit mengandung sulfur, oksigen, dan klor. Aspal
sebagai bahan pengikat dalam perkerasan lentur mempunyai sifat viskoelastis.
Aspal akan bersifat padat pada suhu ruang dan bersifat cair bila dipanaskan.
Kandungan utama aspal adalah senyawa karbon jenuh dan tak jenuh, alifatik dan
aromatic yang mempunyai atom karbon sampai 150 per molekul. Atom-atom
selain 5 hidrogen dan karbon yang juga menyusun aspal adalah nitrogen,
oksigen,belerang, dan beberapa atom lain. Secara kuantitatif, biasanya 80% massa
aspal adalah karbon, 10% hydrogen, 6% belerang, dan sisanya oksigen dan
nitrogen,serta sejumlah renik besi, nikel, dan vanadium. Senyawa-senyawa ini
sering dikelaskan atas aspalten (yang massa molekulnya kecil) dan malten (yang
massa molekulnya besar). Biasanya aspal mengandung 5 sampai 25% aspalten.
Sebagian besar senyawa di aspal adalah senyawa polar. Aspal memiliki fungsi
antara lainnya sebagai berikut : (Asnawi, 2011)
1. Untuk mengikat batuan agar tidak lepas dari permukaan jalan akibat lalu
linta (water proofing, protect terhadap erosi).
253
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
254
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
memiliki dua jenis yaitu serat organik dan serat sintetis. Serat organik merupakan
serat yang terjadi secara alamiah meliputi serat yang diproduksi oleh
tumbuhtumbuhan dan hewan. Serat dengan jenis ini bersifat dapat mengalami
pelapukan.Serat alami dapat digolongkan kedalam beberapa pengelompkan,
yaitu:
1. Serat tumbuhan
Serat tumbuhan biasanya tersusun atas selulosa, hemiselulosa, dan
terkadang juga mengandung lignin. Contoh dari serat jenis ini yaitu katun
dan kain ramie,sabut kelapa, serat pinang, ampas tebu, ijuk, batang pisang
dan lainnya. Serat tumbuhan digunakan sebagai bahan pembuat kertas dan
tekstil.
2. Serat kayu
Serat kayu berasal dari tumbuhan berkayu. Seterti kayu dari pohon
kelapa,pinang dan lain sebagainya.
3. Serat hewan
Serat hewan umumnya tersusun atas protein tertentu. Contoh dari
serat hewan yang dimanfaatkan oleh manusia adalah serat laba-laba
(sutra) dan bulu domba (wol).
4. Serat mineral
Serat mineral umumnya terbuat dari asbeston dimana saat ini asbeston
merupakan satu- satunya mineral yang secara alami terdapat dalam
bentuk serat panjang.
5. Serat sintetis
Serat sintesis atau serat buatan manusia umumnya berasal dari bahan
petrokimia. Namun demikian, ada pula serat sintetis yang dibuat dari
selulosa alami seperti rayon. Serat sintetis terbagi menjadi dua jenis yaitu
serat mineral dan serat polimer. Serat mineral contohnya yaitu : serat kaca
(fiberglass) yang dibuat dari kuarsa, serat logam dapat dibuat dari logam
yang duktil seperti tembaga,emas, atau perak dan serat karbon (I
Putu, 2009) Selain itu, serat polimer merupakan bagian dari serat sintetis.
255
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Serat jenis ini dibuat melalui proses kimia. Bahan yang digunakan
dalam membuat serat polimer adalah sebagai berikut : polyamida nilon,
PET atau PBT poliester digunakan untuk membuat botol plastik, fenol-
formaldehid (PF), serat polivinyl alkohol(PVOH), serat polivinyl
khlorida (PVC), poliolefin (PP dan PE) polyethylene(PE), Elastomer
digunakan untuk membuat spandex serta poliuretan.
256
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
3. Metode Penelitian
Genteng elastis merupakan suatu material konstruksi yang bersifat
ringan karena tersusun dari bahan yang elastis (aspal) dan kecil (agregat pasir dan
serat ampas tebu).Genteng elastis yang dalam penelitian ini dibuat yaitu
menggunakan teknik konvensional cetak dan tekan dengan bahan baku : aspal,
agregat kasar, agregat halus dan serbuk serat ampas tebu yang dicampur dengan
pencampuran kering (dry mixing). Variasi komposisi agregat halus, agregat
kasar dan serat ampas tebu 80:0 gr, 78:2 gr, 76:4 gr,
74:6 gr, 72:8 gr, 70:10 gr dengan perekat aspal dipertahanan konstan
sebesar 20% dari massa total campuran kemudian dicampur selama 15 menit
pada suhu 100oC, kemudian dicor dan ditekan selama 1/2 jam pada suhu 120oC
dan tekanan 38 atm (38,5 x 105 Pa) dengan Hot Compressor dengan waktu
tahan 3 jam. Karakterisasi material dilakukan pada genteng elastis untuk
melihat bagaimana interaksi antar bahan dalam membentuk genteng elastis yaitu
aspal, agregat dan serat ampas tebu terhadap sifat fisis : porositas dan daya
serap air, sifat mekanik: kuat impak, kuat lentur dan kuat tekan. Dalam hal ini,
dilihat parameter yang mempengaruhi sifat-sifat dari material tersebut meliputi
pengaruh komposisi untuk memberikan gambaran interaksi untuk membentuk
suatu ikatan antar campuran bahan yang satu dengan bahan yang lain. Juga
dilihat kemungkinan- kemungkinan hasil sampingan dari produk yang ada dalam
genteng elastis tersebut.
257
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
258
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
4.2.2 Porositas
Porositas merupakan jumlah pori-pori yang terdapat pada material,
dimana pori-pori tersebut terbentuk karena adanya pengosongan atom-
atom atau cacat kristal. Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan
menggunakan persamaan4.2
Sesuai dengan ASTMC-373-88.
Dari tabel 4.2 maka dapat dibuat grafik hubungan antara nilai porositas Terhadap
perubahan komposisi agregat dan serat ampas tebu.
259
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
260
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
261
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
262
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Ket:*sampel hancur ( jarak 8cm, beban max 100kgf dan kecepatan 50mm/menit)
Dari table 4.5 maka dapat dibuat grafik hubungan antara nilai kuat tarik
terhadap perubahan komposisi agregat dan serat kulit pinang.
263
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Telahdilakukan pembuatan genteng berbahan baku agregat kasar dan
agregat halus yang diperkuat serat ampas tebu dengan perekat aspal
menggunakan teknik konvensional cetak dan tekan.
2. Dalam penelitian diperoleh komposisi yang optimum pada variasi
komposisi agregat:seratampas tebu: aspal yaitu70:10:20gr memiliki sifat
fisis uji daya serap air2,72%,porositas 4,5%.Kemudian memiliki sifat
mekanik kuat impak129,8J/m2,kuat lentur11840N/m2dan
kuattarik3500N/m2
3. Pada penelitian diperoleh genteng yang memiliki sifat mekanik yang
baik yaitu yang optimum yaitu agregat: serat ampas tebu: aspal
yaitu70:10:20gr dengan nilai kuat impak129,8 J/m2,kuat lentur
11840N/m2dan kuat tarik 3500 N/m2dapat diaplikasikan sebagai untuk
konsep baru material konstruksi bagian atap rumah yang ramah
lingkungan pengganti genteng konvensional.
264
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
6. Daftar Pustaka
Ariyadi,Yulli.2010.Pengujian Karakteristik Mekanik Genteng. ProgramStudi
TeknikMesin.FakultasTeknik.UniversitasMuhammadiyahSurakarta.http://et
d.eprt.ums.ac.id/10073/2/D200020067.pdfdiakses tanggal21 Desember2014.
Asiyanto.2008.Metode Konstruksi Proyek Jalan.Jakarta:UniversitasIndonesia
Press.
Asnawi.2011. Pembuatan Genteng dari Pemanfaatan LDPE (Low Density
Polyethilen) Bekas, Aspal Iran, dan Agregat Pasir Halus
http://resipotery.usu.ac.id.Diaksestanggal20Desember2014.
Damayanthi,R.2007.Proses Pembuatan Bahan Bakar Cairdengan Memanfaatkan
Limbah Ban Bekas Menggunakan Katalis ZeolitY dan ZSM-5.Semarang:
Universitas Diponegoro.
Ediputra,K.2004.Studi Campuran Aspal Dengan Ban Bekas(Tire Rubber)
Sebagai Bahan Baku Genteng Polymer Menggunakan Bahan Perekat
Isosianat: Universitas Sumatera Utara.
Latif,Syafruddin.2009. Perencanaan dan Pencetakan Genteng Polimer.Diakses
tanggal 21 Desember 2014.
Saragih,DeliNatalia.2007.Pembuatan dan Karakterisasi Genteng Betonyang
Dibuat dari Pulp SeratDaun Nenas-SemenPortland Pozolan. Program
StudiFisika.fakulats MIPA. Universitas SumateraUtara.Medan.
http://repository.usu.ac.id/xmlui/handle/123456789/14210Diaksestanggal
21Desember2016.
265
Abstrak
Tubular reaktor merupakan suatu jenis reaktor yang banyak digunakan dalam
industri. Profil aliran fluida ammonia cair dalam tubular reaktor sangat penting
untuk diketahui guna melihat turbulensi suatu fluida dalam tubular reaktor.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil aliran fluida ammonia cair
diantaranya viscositas, suhu, NRe yang mempengaruhi profil aliran didalam
tubular reaktor dengan bantuan aplikasi computational fluid dynamics (CFD).
Software yang digunakan dalam penelitian ini adalah autodesk inventor dan
autodesk simulation CFD. Hasil simulasi yang dilakukan pada tubular reaktor
dengan memvariasikan laju alir massa dan temperature dimana semakin kecil
laju alir massa maka semakin besar bilangan Reynold dan bilangan Reynold
terbesar adalah 157.547,077 terjadi pada laju alir massa 46.000 kg/jam dengan
suhu 93C dan bilangan Reynold terendah adalah 79.584 terjadi pada laju alir
massa 66.000 kg/jam dengan suhu 83C. Temperature 73C nilai viscositas
ammonia cair adalah 0,0001 Pa.s dan temperature 83C nilai viscositasnya
0,00007 Pa.s. Besarnya nilai viscositas didalam tubular reaktor berbanding
terbalik dengan perubahan temperature ammonia cair.
Kata kunci :tubular reaktor, laju alir massa, turbulensi, bilangan Reynold,
Computational Fluid Dynamics(CFD)
1. Pendahuluan
Tersedianya sumber daya migas yang potensial sebagai bahan baku
merupakan faktor penting untuk tumbuh dan berkembangnya industri petrokimia
yang produknya selain memenuhi kebutuhan domestik juga dapat diekspor.
Industri pupuk urea dari bahan baku gas alam merupakan salah satu industri
strategis nasional yang berperan penting dalam menyediakan kebutuhan pupuk
sebagai komoditas yang memiliki peran sangat strategis di sektor pertanian dalam
Urea adalah suatu senyawa organik yang terdiri dari unsur karbon, hidrogen,
oksigen dan nitrogen dengan rumus CON2H4 atau (NH2)2CO. Urea juga dikenal
dengan nama carbamide yang terutama digunakan di kawasan Eropa. Nama lain
yang juga sering dipakai adalah carbamide resin, isourea, carbonyl diamide dan
carbonyldiamine. Senyawa ini adalah senyawa organik sintesis pertama yang
berhasil dibuat dari senyawa anorganik. Tubular Reactor (Plug Flow Reactor)
sering digunakan sebagai alat sinstesis urea. Penggunaan PFR sering dijumpai
sebagai alat sintesis bahan-bahan kimia. PFR juga dijumpai pada industri-industri
kimia dengan temperatur dan tekanan tinggi untuk kondisi operasinya.
Kinerja sebuah PFR urea biasanya ditinjau dari aspek konversi sintesis
ureanya. Parameter proses yang mempengaruhi konversi sintesis urea adalah suhu,
perbandingan mol H2O/CO2 dan perbandingan mol NH3/CO2. Namun perlu
diketahui selain faktor suhu, perbandingan mol H2O/CO2 dan perbandingan mol
NH3/CO2 seperti uraian diatas, ada faktor-faktor lain baik dari teknik proses
maupun ekonomi yang menjadi pertimbangan terhadap kondisi operasi yang
dipilih.
2. Tinjauan Pustaka
Fluida adalah zat yang tidak dapat menahan perubahan bentuk (distorsi)
secara permanen. Bila kita mencoba mengubah bentuk suatu massa fluida, maka
di dalam fluida tersebut akan terbentuk lapisan-lapisan di mana lapisan yang satu
akan mengalir di atas lapisan yang lain, sehingga tercapai bentuk baru. Selama
perubahan bentuk tersebut, terdapat tegangan geser (shear stress), yang besarnya
bergantung pada viskositas fluida dan laju alir fluida relatif terhadap arah tertentu.
Bila fluida telah mendapatkan bentuk akhirnya, semua tegangan geser tersebut
akan hilang sehingga fluida berada dalam keadaan kesetimbangan. Pada
temperatur dan tekanan tertentu, setiap fluida mempunyai densitas tertentu. Jika
densitas hanya sedikit terpengaruh oleh perubahan yang suhu dan tekanan yang
relatif besar, fluida tersebut bersifat incompressible. Tetapi jika densitasnya peka
terhadap perubahan variabel temperatur dan tekanan, fluida tersebut digolongkan
compressible.
1. Tidak terdapat sirkulasi ataupun pusaran sehingga aliran potensial itu disebut
aliran irotasional.
2. Tidak terjadi gesekan sehingga tidak ada disipasi (pelepasan) dari energy
mekanik menjadi kalor.
Bilangan Reynold
Nre = (2.1)
Dimana :
v = kecepatan aliran fluida (m/s)
D = diameter dalam pipa (m)
Pada fluida cair, suatu aliran diklasifikasikan laminar apabila aliran tersebut
mempunyai bilangan Reynold (Re) kurang dari 2300. Untuk aliran transisi berada
pada bilangan 2300 < Re < 4000, disebut juga sebagai bilangan Reynold kritis.
Sedangkan untuk aliran turbulen mempunyai bilangan Reynolds lebih dari 4000.
Rapat jenis atau density (!) adalah ukuran konsentrasi suatu zat dan
dinyatakan dalam satuan massa per satuan volume. Sifat ini ditentukan dengan
cara menghitung ratio massa zat yang terkandung dalam suatu bagian tertentu
terhadap volume bagian tersebut. Hubungannya dapat dinyatakan dalam
persamaan 2.2 berikut :
!= (2.2)
Dimana :
! = massa density (kg/m3
m = massa fluida (kg)
V = volume fluida (m3)
Viskositas
v= (2.3)
Dimana :
= nilai dari viskositas mutlak atau viskositas dinamik (kg./m.s)
! = nilai kerapatan massa fluida (kg/m3)
= (2.4)
Dimana :
" = tegangan geser pada fluida (N/m2)
du/dy = gradient kecepatan ((m/s)/m)
Aliran Laminar
Aliran laminar didefinisikan sebagai aliran dengan fluida yang bergerak
dalam lapisan-lapisan, atau lamina-lamina dengan satu lapisan meluncur secara
merata. Dalan aliran laminar ini viskositas berfungsi untuk meredam
kecenderungan-kecenderungan terjadinya gerakan relative antara lapisan.
Sehingga aliran laminar memenuhi pasti hukum viskositas Newton.
Aliran dalam pipa terhadap sumbu z tidak simetris sehingga diperlukan
kontrol volume diferensial yang berbeda dibandingkan dengan kontrol volume
pada aliran di antara plat datar. Bentuk kontrol volumenya adalah bentuk cincin
dan dengan dua sumbu yaitu sumbu x dan sumbu r seperti gambar 2.1
Gambar 2.1 Kontrol volume cincin untuk analisa aliran dalam pipa
Aliran Turbulen
Plug flow reactor adalah suatu alat yang digunakan untuk mereaksikan
suatu reaktan dalam hal ini fluida dan mengubahnya menjadi produk dengan cara
mengalirkan fluida tersebut secara berkelanjutan (continuous). Biasanya reaktor
ini dipakai untuk mempelajari berbagai proses kimia yang penting seperti
perubahan senyawa kimia, reaksi termal dan lain-lain.
Prinsip kerja dari PFR adalah terdapatnya cairan dan gas yang bereaksi dan
mengalir dengan cara melewati tube (tabung) dengan kecepatan tinggi, tanpa
cepat Reaktan diinjeksikan ke dalam
terjadi pembentukan arus putar pada aliran cepat.
lintasan tengah, sementara itu gas inert disalurkan melalui dinding pipa. Kita
berasumsi bahwa hanya pada dasar pipa terdapat endapan, akibat
aki kondisi pipa
yang panas.
Autodesk Inventor
3. Metode Penelitian
Secara keseluruhan proses simulasi untuk penelitian ini ada 6 langkah yang
sebelumnya dimulai dari pembentukan geometri, dapat dilihat pada diagram alir
prosedur simulasi pada Gambar 3.1 berikut ini :
Hal yang perlu dilakukan pertama kali sebelum melakukan proses simulasi
adalah dengan membuat model geometri tubular reaktor. Asumsi penyederhanaan
model yang dilakukan adalah dengan mengganggap ketebalan tubular reaktor
diabaikan. Dalam pembuatan model menggunakan software Autodesk Inventor.
Pada Autodesk Inventor ini untuk mendasain gambar (2D dan 3D) yang
akan disimulasikan, sedangkan yang akan kita simulasikan akan berbentuk 3D.
Setelah model gambar 3D selesai, selanjutnya diinput ke Autodesk Simulation
CFD.
Sebelum masuk pembuatan fisik model geometri yang telah dibuat dalam
Autodesk Inventor di ekstrak ke software Autodesk Simulation CFD. Setelah itu
klik pada bagian geometri lalu pilih void fill. Pada void fill pilih edge lalu arahkan
menuju diameter reaktor lalu pilih build surface dan fill void. Ini dilakukan untuk
pembuatan volume dalam reaktor. Lalu pada bagian material disini adalah untuk
pemilihan jenis reaktor yang digunakan dan juga pemilihan jenis bahan yang
masuk pada reaktor.
Pembuatan Meshing
Proses Iterasi
Langkah terakhir adalah proses Iterasi pada gambar yang telah ditetapkan.
Klik solve pada bagian kiri, pilih adaptation lalu pada bagian enable adaption pilih
kolom cycles to run isi angka yang diinginkan untuk berapa kali pengulangan
iterasi. Setelah itu klik solve agar simulasi berjalan.
Gambar 4.1 Tubular Reaktor dengan diameter 2,16 meter dan tinggi 29,7 meter.
Gambar 4.2 Profil Viscositas Pada T=73C Gambar 4.3 Profil Viscositas Pada T=83C
Pada gambar 4.2 dan 4.3 menunjukkan bahwa besarnya nilai viscositas suatu
fluida cair yaitu ammonia dipengaruhi oleh besar kecilnya suatu temperature yang
digunakan, pada gambar 4.2 suhu yang digunakan adalah 73C dengan nilai
viscositasnya sebesar 0,0001 Pa.s dan pada gambar 4.3 suhu yang digunakan
adalah 83C nilai viscositasnya sebesar 0,00007 Pa.s, dimana untuk mass flow
yang diinput kedalam tubular reaktor masing-masing sebesar 46.000 kg/jam. Hal
ini menunjukkan bahwa semakin besar suhu yang digunakan pada suatu kondisi
operasi ammonia cair tersebut maka nilai viscositas akan semakin
menurun.(Bird,1993)
Gambar 4.4 Profil Viscositas Terhadap P, T=73C Gambar 4.5 Profil Viscositas Terhadap P, T=83C
Pada gambar 4.4 dan 4.5 menampilkan bahwa besarnya nilai viscositas suatu
fluida cair yaitu ammonia juga dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur yang
digunakan, pada gambar 4.4 suhu yang digunakan adalah 73C dan tekanannya
3x105 Pa, nilai viscositasnya sebesar 0,00008 Pa.s dan pada gambar 4.5 suhu yang
digunakan 83C dan tekanannya 4,4x105 Pa, nilai viscositasnya sebesar 0,00013
Pa.s, dimana untuk mass flow yang diinput kedalam tubular reaktor masing-
masing sebesar 56.000 kg/jam. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar
tekanan yang digunakan pada suatu kondisi operasi yaitu ammonia maka nilai
juga viscositasnya juga semakin meningkat.(Rohana,2009)
Tabel 4.1 Data Hasil Simulasi Profil Aliran Fluida Ammonia Cair Dalam Tubular
Reaktor Dengan Mengggunakan Metode CFD
Suhu Suhu Tekanan
Mass flow
Sebelum Sesudah Pada Viskositas Reynold
No ammonia
Simulasi Simulasi Reaktor (Pa.s) number
(Kg/jam)
(C) (C) (Pa)
1 46.000 73 73 3,8x105 0,0001 111.974,4
2 56.000 73 73 3x105 0,00008 139.968
3 66.000 73 73 2,8x105 0,000075 149.299,2
4 46.000 83 83 2,9x105 0,00007 153.483,428
5 56.000 83 83 4,4x105 0,00013 82.644,923
6 66.000 83 83 4,5x105 0,000135 79.584
7 46.000 93 93 2,75x105 0,000065 157.547,077
8 56.000 93 93 4x105 0,00012 85.338
9 66.000 93 93 3x105 0,00008 128.007
Dari tabel 4.1 menunjukkan profil aliran fluida ammonia cair, pada laju
alir massa 46.000 kg/jam dengan temperatur 73C menunjukkan pola aliran
didalam tubular reaktor adalah turbulen dengan nilai bilangan reynold 111.974,4.
Secara keseluruhan jenis aliran didalam tubular reaktor adalah turbulen yang
ditinjau dari nilai bilangan reynold untuk setiap variasi laju alir massanya.
Berdasarkan hasil simulasi menggunakan metode CFD profil nilai viskositas
didalam tubular reaktor untuk keseluruhan mengalami perubahan seiring dengan
berubahnya temperature dan tekanan. Pada temperature 73C dengan mass flow
ammonia cair 46.000 kg/jam, nilai viscositasnya sebesar 0,0001 Pa.s dan pada
temperature 83C dengan mass flow 46.000 kg/jam, nilai viscositasnya sebesar
0,00007 Pa.s. Kondisi ini menunjukkan bahwa seiring meningkatnya suhu operasi
didalam tubular reaktor maka semakin menurun nilai viscositas ammonia cair
didalam reaktor tersebut(Bird,1993). Pada tekanan 3x105 Pa dan suhu 73C
dengan mass flow 56.000 kg/jam nilai viscositas ammonia cair didalam tubular
reaktor 0,00008 Pa.s dan pada tekanan 4,4x105 Pa dan suhu 83C dengan mass
flow 56.000 kg/jam nilai viscositas ammonia cair didalam tubular reaktor 0,00013
Pa.s. Kondisi ini menunjukkan semakin besar tekanan operasi didalam tubular
reaktor maka nilai viskositas pada ammonia cair tersebut akan semakin
meningkat(Rohana,2009).
5. Simpulan
Abstrak
Air tanah sebagai salah satu sumber air baku biasanya memiliki kandungan
logam besi (Fe) yang relatif tinggi sehingga perlu diolah. Salah satu alternatif
pengolahan yang dapat dilakukan adalah adsorpsi. Salah satu material yang
dapat digunakan sebagai adsorben adalah karbon aktif. Sehubungan dengan itu
perlu dilakukannya penelitian optimasi penyisihan Fe air tanah menggunakan
karbon aktif sebagai adsorben dengan menggunakan Response Surface
Methodology berdasarkan desain. Response Surface Methodology merupakan
Pemodelan yang menetapkan hubungan secara matematis antara variabel proses
yang berinteraksi dan optimasi proses dalam menentukan nilai faktor respon
persen penjerapan (removal efficiency) maksimal. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisis optimasi kondisi operasi kolom adsorpsi dalam menyerap logam
Fe (besi) air tanah. Penelitian dilakukan secara kontinyu dengan variasi tinggi
unggun adsorben 7,5; 10 dan 12,5 cm, waktu kontak 20; 40; dan 60 menit, dan
laju alir fluida 6, 10 dan 14 L/menit. Konsentrasi Fe diukur dengan
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Hasil penelitian menunjukkan, kondisi
optimum penyisihan Fe pada larutan pada air tanah adalah pada tinggi unggun
11,36 cm, waktu kontak 55,67 menit dan laju alir 6 L/mnt dengan perolehan
persentase penjerapannya 95,598%.
Kata kunci: Adsorpsi, optimasi, air tanah, logam besi (Fe2+) dan karbon aktif
1. Pendahuluan
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat berguna bagi
kehidupan. Kebutuhan air terutama air bersih makin meningkat sejalan dengan
perkembangan masyarakat dan teknologi. Perkembangan penduduk yang pesat
membutuhkan berbagai fasilitas antara lain air bersih. Sedangkan dengan
bertambahnya industri yang didirikan, bukan timbul pencemaran antara lain
berupa buangan limbah industri. Limbah merupakan buangan yang kehadirannya
282
pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak
mempunyai nilai ekonomi. (Suhendrayatna, 2001).
Air tanah biasanya memiliki kandungan besi yang relatif tinggi. Kadar Fe
dalam jumlah sedikit diperlukan untuk pembentukan sel darah merah, tetapi jika
kadarnya terlalu besar dapat berdampak buruk bagi kesehatan manusia dan
lingkungan. Oleh karena itu pada beberapa sumber air tanah harus dilakukan
pengolahan terlebih dahulu sebelum digunakan. Salah satu pengolahan yang dapat
digunakan untuk menyisihkan logam Fe dalam air tanah adalah Adsorpsi (Nunik,
2013). Adsorpsi dilakukan dengan penambahan adsorben, karbon aktif atau
sejenisnya. Sistem pada adsorpsi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
sistem batch dan sistem kontinyu (kolom) (Ivana et.al 2012).
Messaoudi et. al (2016) melakukan penelitian tentang biosorpsi Kongo
merah dalam fixed-bed kolom dari larutan menggunakan shell jujube. Variabel
proses bed depth (2, 4 dan 6 cm), flow rate (2,8, 4,5 dan 6,4 L / min), konsentrasi
influen CR (100, 200 dan 300 mg / L) dan ukuran partikel (50-100, 100-315, 315-
500 dan 500-1000 m). Kapasitas biosorpsi tertinggi (80,49 mg/ g) dari 100 mg / L
larutan CR dicapai pada laju alir 2,8 mL / menit, bed depth 4 cm dan JS ukuran
partikel 50-100 pM. Data yang diperoleh sesuai dengan model Thomas. Namun
demikian, tidak ada penelitian yang telah ditemukan dalam literatur untuk
optimasi adsorpsi zat besi dalam sistem kontinyu. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengoptimalkan kondisi adsorpsi besi dengan karbon aktif granular
dalam kolom fixed-bed menggunakan Response Surface Methodology (RSM).
Pengaruh variabel termasuk bed depth, waktu kontak dan flow rate terhadap hasil
adsorpsi diselidiki oleh tiga variabel-tiga-tingkat Box-Behnken Desain (BBD).
Model empiris yang berhubungan dengan variabel tanggap persen penjerapan
(removal efficiency) terhadap tiga variabel proses kemudian dikembangkan.
283
Variabel independen yang diteliti adalah Tinggi Unggun (X1; 7,5 cm, 10
cm, 12,5 cm), waktu adsorpsi (X2; 20 menit, 40 menit dan 60 menit) dan flow rate
(X3 mengalir; 6, 10 dan 14 l / min). Tujuan penelitian ini adalah untuk
memisahkan logam ion Fe dalam air tanah digunakan granular karbon aktif
dengan kolom fixed- bed sistem kontinyu. konsentrasi awal Fe (II) (C0) adalah
0,169 mg/L. Variabel dependen dianalisis adalah Persen Penjerapan Fe (Y1).
Level dan code yang diselidiki dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1,
kemudian data eksperimen dianalisis dengan RSM dengan bantuan software
Desain expert (Version 7.5, State-Ease Inc, Minneapolis, USA)
284
Yk o i X i ii X i2 i j ij X i X j j
3 3
(1)
i 1 i 1
di mana Y adalah prediksi respon dan X1, X2, dan X3 dikodekan variabel
independen yang sesuai dengan tinggi bed depth, waktu adsorpsi dan flow
ratepada kolom adsorpsi yang digunakan Secara di mana sampel dialirkan pada
kolom adsorpsi yang mengandung karbon aktif. Konstanta !o, !i, !ii, dan !ij
adalah jangka linear, jangka kuadrat dan koefisien lintas jangka produk, masing-
masing. nilai-nilai kode yang terkait dengan nilai-nilai riil melalui Persamaan 2
disajikan di bawah ini.
Z X X
o
X (2)
285
286
Keterangan : X1= Tinggi unggun, X2= Waktu kontak, dan X3 = Laju alir
287
signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik variabel-variabel ini hanya
memberikan pengaruh yang kecil terhadap persentase penjerapan Fe. Namun
variabel-variabel ini tetap disertakan di dalam model mengingat kemungkinan
variabel-variabel tersebut memberikan pengaruh yang berarti terhadap adsorpsi.
Design-Expert Software Norm al Plot of Res iduals
Persentase penjerapan Fe
80
70
50
30
20
10
5
288
Cor
1065,25 16
Total
72.1345
76.8272
88.75
12.00
X1 = A: Tinggi unggun B: Waktu kontak = 55.67
81.5
81.5199
C: Laju alir
67
8.00
12.50 6.00
11.25 8.00
10.00 10.00
8.75 12.00
6.00 A: Tinggi unggun 7.50 14.00
C: Laju alir
7.50 8.75 10.00 11.25 12.50
A: Tinggi unggun
Pada Gambar 3 terlihat grafik kontur dan grafik tanggap permukaan tiga
dimensi yang menggambarkan persentase penjerapan Fe dengan variasi tinggi
unggun dan laju alir. Kedua gambar tersebut menunjukkan bahwa grafik tanggap
permukaan dan contour plot mempunyai bentuk maksimum. Dari Gambar
289
Pada awal proses, air baru dapat bergerak pada permukaan, akan tetapi
dengan bertambahnya waktu kontak seluruh pori akan terbasahi oleh air. Keadaan
ini akan mengakibatkan pembengkakan pori sehingga luas permukaan kontak
akan tersedia lebih baik Haryati dkk, 2011.
Kadar Fe %
X1 X2 X3 penjerapan DF
Alternatif mg/L Fe (%)
Dari hasil analisis seleksi pada Tabel 4, alternatif 1 memiliki nilai DF sebesar
0,996. Dari hasil optimasi ini diperoleh tinggi unggun = 11,36 cm, waktu kontak =
55,67 menit dan laju alir = 6 L/menit.
4. Simpulan
290
5. Daftar Pustaka
Ali Qasim, Mohd. Zamri Abdullah, Lau Kok Keong, dan Suzana Yusup. (2014).
Computational Fluid Dynamics Simulation of CO2 Adsorption On Nanoporous
Activated Carbon: Effect of Feed Velocity. Journal of Applied Science and
Agriculture, 9(18): 163-169.
Erika Mulyana Gultom, M. Turmuzi Lubis. (2014). Aplikasi Karbon Aktif Dari
Cangkang Kelapa Sawit Dengan Aktivator H3PO4 Untuk Penjerapan Logam Berat
Cd Dan Pb. Jurnal Teknik Kimia USU, 3:1.
Husin, H. dan Cut Meurah R., 2007, Studi Kinetika Adsorpsi Larutan Logam
Timbal (Pb) Menggunakan Karbon Aktif Dari Batang Pisang. Universitas Syiah
Kuala.
Juli Elmariza, Titin Anita Zaharah, Savante Arrneuz (2015). Optimasi Ukuran
Partikel, Massa, dan Waktu Kontak Karbon Aktif Berdasarkan Efektifitas
Adsorpsi !-Karoten Pada CPO. JKK, 4 (2): 21-25
Maya Sari, Ida Zahrina, Zultiniar (2012). Optimasi Kondisi proses (kecepatan
Pengadukan Dan Temperatur), Adsorpsi Logam Fe Dengan Zeolit. Laporan
Penelitian, Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau,
Pekanbaru.
291
Nunik, Prabarini dan DG Okayadnya, (2013) Penyisihan Logam Besi (Fe) Pada
Air Sumur Dengan Karbon aktif Tempurung Kemiri. Jurnal Ilmiah Teknik
Lingkungan. 5 (2) : 33-41.
Yuniawan Hidayat, dan Sentot Budi Raharjo, (Juli 2010), Optimasi Kapasitas
Adsorpsi Gliserol Pada !-Al2O3 DAN Efek Tegangan Permukaannya Terhadap
Daya Serap Adsorpsinya Sebagai Kajian Awal Pemisahan Gliserol Pada Limbah
Biodiesel. Jurnal EKOSAINS. 2(2):66-73.
292
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Abstrak
1. Pendahuluan
293
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
sisi kinerja dan efektif agar jumlah produksi yang diinginkan tercapai dan dapat
menekan biaya produksi yang tidak dibutuhkan.
Secara garis besar proses produksi semen terdiri dari 5 tahap. Dalam
tahapan tersebut terdapat tahapan yang cukup menentukan kualitas dan kuantitas
produk yang dihasilkan yaitu tahap pendinginan clinker dengan grate cooler.
Proses pendinginan dengan grate cooler adalah proses pendinginan hasil
pembakaran kiln yaitu clinker secara mendadak yang suhu awalnya sekitar 1400
C menjadi 100-200 C.
Proses pendinginan dilakukan dengan meniupkan angin menggunakan kipas
ke clinker dari bagian bawah grate plate. Grate plate digerakkan dengan hidrolik
silinder untuk memindahkan clinker menuju crusher. Proses pendinginan clinker
adalah proses yang cukup menentukan sehingga dibutuhkan pembahasan lebih
lanjut mengenai kendali pada grate cooler.
2. Tinjauan Pustaka
294
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Secara umum proses pembuatan semen dengan proses kering dibagi atas lima
bagian yaitu :
1. Penyediaan
enyediaan Bahan Baku
2. Pengolahan Bahan
3. Pembakaran
embakaran dan Pendinginan
4. Penggilingan
enggilingan Semen
5. Pengisian
engisian dan Pengantongan Semen
295
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
preheater, kiln dan grate cooler. Meal material yang masuk ke unit ini akan
dipanaskan terlebih dahulu dengan batu bara yang telah dihaluskan oleh coal mill.
296
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Grate Cooler
Grate cooler adalah sebuah alat pendingin yang ditempatkan setelah kiln.
Fungsinya untuk mendinginkan clinker keluaran dari kiln secara cepat dari suhu
1400C effect. Grate
C menjadi 200C atau juga disebut metode air quenching effect
ngan cara paling modern yaitu
cooler adalah jenis pendinginan clinker dengan
meniupkan angin dari bawah plate yang menggerakan clinker.
Grate cooler yang digunakan adalah pabrikan IKN yang memiliki 2 ruang
yang disebut grate 1 dan grate 2. Posisi grate 1 adalah tepat setelah kiln,
sedangkan grate 2 posisinya dibawah crusher yang menghubungkan grate 1 dan 2.
Clinker yang keluar dari kiln kemudian masuk ke grate 1, digerakkan oleh grate
plate menuju crusher
crusher. Selama grate plate menggerakan clinker
clinker, proses
297
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
pendinginan dilakukan oleh cooling fan dengan meniupkan angin dari bawah
grate plate sehingga suhu clinker menjadi turun.
Clinker yang telah melalui crusher akan terjatuh ke grate 2. Clinker pada
grate 2 suhunya tidak setinggi ketika di grate 1 sehingga jumlah cooling fan lebih
sedikit dibanding jumlah cooling fan pada grate 1. Proses pada grate 2 pun sama
dengan proses pada grate 1 hanya diakhir grate 2 tidak ada crusher melainkan
conveyor menuju proses selanjutnya.
Grate 1 memiliki peran yang cukup penting pada grate cooler yaitu
menggerakan clinker dengan kecepatan yang sesuai dengan jumlah feeding
clinker.. Jika clinker terlalu cepat dikeluarkan dari grate cooler maka kualitas
clinker kurang
ang bagus dan jika clinker terlalu lama dikeluarkan dari grate cooler
298
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
maka bisa terjadi penimbunan clinker pada grate 1. Kecepatan gerak grate plate
pada grate 1 dkendalikan oleh operator di ruang kendali atau lapangan. Grate
plate digerakan oleh sebuah proportional valve yang dibantu 6 pendulum.
Pengkondisian Sinyal
Pengkondisian sinyal berkaitan dengan operasi yang dikenakan pada sin
sinyal
untuk mengkonversi sinyal tersebut ke bentuk yang sesuai dengan ya
yang
299
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
diperlukan oleh suatu device. Efek pengkondisian sinyal pada sinyal masukan
sering dinyatakan dalam bentuk fungsi alih. Pengkondisian sinyal dapat
dikelompokan dalam beberapa jenis, salah satu yang digunakan pada kegiatan
kerja praktek kali ini adalah linierisasi.
a. Linierisasi
Hubungan antara keluaran dengan masukan sering kali tidak linier sehingga
dibutuhkan linierisasi. Rumus dasar yang digunakan pada linierisasi adalah
sebagai berikut.
..................(1)
Dimana:
y = nilai output
yhigh = batas atas skala y
ylow = batas bawah skala y
x = nilai input
xhigh = batas atas skala x
xlow = batas bawah skala x
300
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
(2)
Dimana:
y = nilai output
x = nilai input batas bawah skala x
m = rentang skala y / rentang skala x
b = batas bawah skala y
3. Metode Penelitian
Pada Penelitian ini akan dilakukan beberapa tahap yaitu mengamati sistem
kendali grate 1 dari grate cooler pabrikan IKN Plant 8, mengamati pengolahan
sinyal kendali di grate 1 dari grate cooler pabrikan IKN, Plant 8.dari data tersebut
akan dilakukan perhitungan dengan berbagai variasi setpoint agar didapakan nilai
arus yang sesuai.
4. Pembahasan
Pendinginan cepat yang terjadi di grate cooler menjadi salah satu faktor
kualitas semen. Alasan itulah yang mengharuskan grate cooler dikendali sebaik
mungkin. Kendali yang dapat dilakukan pada grate cooler contohnya adalah
jumlah stroke per minute (spm), panjang stroke yang dilakukan, titik kerja stroke
dan lainnya. Fokus kendali yang akan dibahas adalah spm. Pembahasan lebih
dalamnya adalah sistem kendali grate 1 saat diberi setpoint jumlah spm, proses
data setpoint hingga grate cooler melakukan spm sesuai dengan setpoint
301
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
302
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Nilai pada PIW 256 didapat dengan menggunakan konsep linieritas, rrentang
arus dilinierkan dengan
ngan rentang nilai di PIW 256. Input yang dimenge
dimengerti oleh
CPU IKN akan diskala hingga menjadi spm pada output dengan alamat
303
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
DB11.DBW 24. CPU IKN membaca nilai spm yang diatur oleh operator di CCP
untuk grate cooler. Nilai spm tersebut kemudian diubah kemba
kembali menjadi nilai
seperti di PIW 256. Hasilnya yang berupa data kemudian dikirim menuju LC
LCB.
Data tersebut juga dikirim ke HCB, yang digunakan untuk menggerakkan
motor silinder hidrolik. LCB adalah kendali alat yang berada dil
dilapangan. Pada
LCB terdapat HNC 100
100, Human Machine Interface (HMI) dan I/O. Data yang
dikirim ke LCB akan masuk ke alat tersebut. Data spm yang ma
masuk ke HNC 100
akan diubah menjadi tegangan dengan rentang -10 V sampai +10 V. Tegangan
Tega
tersebut digunakan untuk mengatur proportional valve silinder
ilinder hidrolik penggerak
grate 1 agar mencapai spm yang diatur oleh operator di CCP, sedangkan data
yang dikirim ke HMI digunakan untuk pemantauan langsung status grate cooler
dilapangan dan I/O untuk gerbang input dan output di grate cooler.
304
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Gambar 13. Diagram Close Loop dari Sistem Kendali Grate Cooler
(3)
305
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
306
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
26 25 20
Berdasarkan tabel 1 jika operator mengatur setpoint dari grate cooler adalah
2 spm maka nilai arus yang dikirim oleh modul I/O adalah 5,28 mA sedangkan
jika operator mengatur setpoint sebesar 24 spm maka arusnya adalah 19,36 mA.
Nilai diatas adalah berdasarkan hubungan linier antara setpoint dengan arus
namun kenyataannya operator tidak bisa mengatur setpoint kurang dari 3 spm dan
lebih dari 23 spm, hal ini dikarenakan jika grate cooler digerakan dibawah 3 spm
dan diatas 23 spm akan menyebabkan masalah pada grate cooler sehingga pada
program kendali grate cooler rentang spm yang bisa diatur oleh operator hanya
dari 3-23 spm.
307
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
308
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
%!"!$!%''$ $%'&$
%'&
%'&#
Persamaan (4) digunakan untuk data dari tabel 1 maka didapat nilai PIW 256
yang terbaca pada CPU IKN.
309
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
11 10 10,4 11078,2
12 11 11,04 12186,36
13 12 11,68 13294,52
14 13 12,32 14402,68
15 14 12,96 15510,84
16 15 13,6 16619
17 16 14,24 17727,16
18 17 14,88 18835,32
19 18 15,52 19943,48
20 19 16,16 21051,64
21 20 16,8 22159,8
22 21 17,44 23267,96
23 22 18,08 24376,12
24 23 18,72 25484,28
25 24 19,36 26592,44
26 25 20 27700,6
Tabel 5 Data SPM Actual dari Memasukkan Arus Langsung ke PIW 256
310
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Arus DB11.DBW
No PIW 256
(mA) 24 (spm)
1 4 0 30
2 5 1728 30
3 6 3456 31
4 7 5192 47
5 8 6920 63
6 9 8648 78
7 10 10392 94
8 11 12120 110
9 12 13848 125
10 13 15576 141
11 14 17312 157
12 15 19040 172
13 16 20776 188
14 17 22512 204
15 18 24240 219
16 19 25968 230
17 20 27696 230
311
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
2 3,0 1,5625
3 3,1 3,125
4 4,7 4,694734
5 6,3 6,257234
6 7,8 7,819734
7 9,4 9,396701
8 11,0 10,9592
9 12,5 12,5217
10 14,1 14,0842
11 15,7 15,65394
12 17,2 17,21644
13 18,8 18,78617
14 20,4 20,3559
15 21,9 21,9184
16 23,0 23,4809
17 23,0 25,0434
Data diatas membuktikan bahwa rumus scaling analog input benar dan berlaku
pada proses ini sehingga nilai DB11.DBW 24 dari data tabel 7 adalah sebagai
berikut.
312
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
313
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Nilai pada profibus dengan rumus scaling analog output dapat dilihat sebagai
berikut.
Tabel 8 Nilai Setpoint, Arus, PIW 256, DB11.DBW 24 dan Profibus
Setpoint Arus PIW DB11.DBW
No Profibus
(spm) (mA) 256 24 (spm)
1 0 4 -3,4 -0,0031 -3,39517
2 1 4,64 1104,76 0,99895 1104,76
314
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Nilai pada profibus sama dengan nilai PIW 256, hal ini menunjukan proses
scaling analog output benar. Nilai tersebut akan dikirim menuju LCB. Pada LCB
terdapat HMI, I/O dan HNC 100. Pada HMI, nilai profibus akan dikonversi
menjadi spm dengan persamaan (2) untuk pengawasan di lapangan. Nilai Profibus
pada HNC 100 akan diubah menjadi tegangan untuk mengatur proportional valve.
315
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
316
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
317
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Gambar 14. Skema HNC 100, Proportional Valve dan Displacement Tranducer
Data pada 15 September 2015 jika dihubungkan secara linier dengan dat
datasheet
proportional valve diatas maka didapatkan data sebagai berikut.
Arus yang diterima oleh proportional valve ketika setpoint 5 spm adalah -13
mA hingga + 17 mA sedangkan ketika setpoint 8 spm adalah -12,2 mA hingga
+14,4 mA.
g. Displacement Tranducer
Displacement tranducer digunakan untuk mengukur panjang stroke yang
terjadi pada silinder. Pengukuran panjang stroke penting dilaku
dilakukan sebagai
feedback ke CPU IKN untuk dilakukan perbandingan nilai spm actual dengan
setpoint sehingga jika ada perbedaan, CPU IKN akan melakukan evaluasi sinyal
318
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
yang dikirm ke HNC 100. Berikut data pembacaan displacement tranducer yang
berhasil diambil dari lapangan.
Tabel 14 Data Displacement Tranducer
Setpoint Pengambilan Waktu/stroke
(spm) Data (s)
1 5,02
10
2 4,97
1 7,55
7
2 7,48
319
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
320
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Abstrak
Tipe alat penukar kalor yang paling banyak digunakan didunia industri adalah
tipe shell and tube karena dari konstruksinya yang sederhana. Alat ini terdiri dari
sebuah shell silindris dibagian luar dan sejumlah tube di bagian dalam. Heat
Exchanger atau alat penukar kalor adalah alat yang berfungsi untuk
memindahkan kalor dari dua fluida atau lebih, melalui permukaan sentuh atau
memulai fluida, pada temperatur yang berbeda. Penelitian ini dilakukan untuk
menganalisis distribusi temperatur pada alat penukar kalor jenis shell and tube
dengan melihat beda temperatur atau LMTD dan pola aliran yang terbentuk
didalamnya. Penelitian dilakukan dengan metode CFD (Computation Fluid
Dynamic) menggunakan aplikasi Autodesk Simulation CFD dan menggunakan
Autodesk Inventor Proffesional untuk membuta model geometri. Variabel yang
divariasikan adalah temperatur masuk shell dan laju alir masuk shell. Dari
penelitian yang telah dilakukan, didapatkan nilai LMTD pada temperatur 100!C
dan laju alir masuk shell 200 kg/h; 250kg/h; 300kg/h; 350kg/h adalah 84,11; 85;
85; 0. Nilai LMTD pada temperatur 120!C dengan laju alir masuk shell yang sama
didapatkan nilai LMTD nya adalah 64; 66; 65; 63. Sedangkan pada temperatur
masuk shell 140!C didapatkan nilai LMTD nya adalah 50; 51; 50; 48. Dari data
hasil penelitian nilai yang didapatkan semakin kecil apabila semakin besar
jumlah laju alir. Dan pola aliran yang terbentuk pada sisi shell dalah turbulen.
1. Pendahuluan
Dalam suatu industri kimia, heat exchanger memiliki peranan yang sangat
penting terhadap keberhasilan keseluruhan rangkaian proses pada suatu unit,
kerena operasi heat exchanger yang gagal dapat menyebabkan berhentinya
operasi unit. Heat Exchanger adalah peralatan yang digunakan untuk melakukan
proses pertukaran kalor antara dua fluida, baik cair (panas atau dingin) maupun
321
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
gas, dimana fluida tersebut mempunyai suhu yang berbeda. Tipe alat penukar
kalor yang paling banyak digunakan pada industri adalah tipe shell and tube
karena konstruksinya yang sederhana. Alat ini terdiri dari sebuah shell silindris
dibagian luar dan sejumlah tube di bagian dalam.
Alat penukar kalor jenis shell and tube ini juga memiliki perbedaan antara
satu dengan yang lainnya, yaitu jumlah pipa, bentuk susunan pipa, panjang pipa,
dan sebagainya. Hal ini behubungan dengan luas penampang atau permukaan
untuk terjadinya perpindahan panas yang pada akhirnya akan menentukan
besarnya nilai koefisien perpindahan panas dari alat penukar kalor tersebut.
Efektifitas perpindahan panas dari suatu alat penukar kalor ditentukan nilai
koefisien panas menyeluruh, luas permukaan perpindahan panas, dan juga beda
suhu fluida masuk dan keluar dari alat penukar kalor. Pada alat yang akan diteliti
ini, koefisien perpindahan panas dari alat ini juga ditentukan dari profil aliran dan
kecepatan serta distribusi suhu yang terjadi. Jenis-jenis aliran fluida dalam alat
penukar kalor diantaranya aliran sejajar (parallel flow), aliran melintang (cross
flow), aliran berlawanan (counter flow). Selain dipengaruhi oleh material
konstruksi yang digunakan, kemampuan memindahkan panas alat penukar kalor
juga tergantung pada konstruksi pipa.
Pada penelitian ini, pemilihan alat penukar kalor tipe shell and tube adalah
didasarkan pada permasalahan yang sering terjadi pada alat penukar kalor jenis ini
karena distribusi suhu yang tidak merata yaitu adanya stagnasi fluida dibeberapa
bagian dalam alat penukar kalor yang dapat menyebabkan korosi. Korosi yang
tejadi dapat menurunkan kinerja alat penukar kalor itu sendiri. Untuk bisa
mengamati bagaimana mengamati distribusi suhu dan aliran fluida dalam alat
tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan simulasi dengan menggunakan
program komputer untuk menganalisa aliran dan suhu pada alat penukar kalor
yaitu CFD (Computational Fluid Dynamic). Di harapkan penelitian ini dapat
digunakan untuk memahami kinerja alat penukar kalor yang banyak digunakan
pada berbagai industri kimia.
322
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
2. Tinjauan Pustaka
Fungsi penukar kalor yang dipergunakan di industri lebih diutamakan
untuk menukarkan energi dua fluida (boleh sama zatnya) yang berbeda
temperaturnya. Pertukaran energi dapat berlangsung melalui bidang atau
permukaan perpindahan kalor yang memisahkan kedua fluida atau secara kontak
langsung (fluidanya bercampur). Energi yang dipertukarkan akan menyebabkan
perubahan temperatur fluida (kalor sensibel) atau kadang dipergunakan untuk
berubah fasa (kalor laten). Laju perpindahan energi dalam penukar kalor
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kecepatan aliran fluida, sifat-sifat fisik
(viskositas, konduktivitas termal, kapasitas kalor spesifik, dan lain-lain), beda
temperatur antara kedua fluida, dan sifat permukaan bidang perpindahan kalor
yang memisahkan kedua fluida. Walaupun fungsi penukar kalor adalah untuk
menukarkan energi dua fluida atau dua zat, namun jenisnya banyak sekali. Hal ini
terjadi karena biasanya desain penukar kalor harus menunjang fungsi utama
proses yang akan terjadi di dalamnya. Perpindahan panas dapat didefenisikan
sebagai suatu proses berpindahnya suatu energi (kalor) dari satu daerah ke daerah
lain akibat adanya perbedaan suhu pada daerah tersebut. Beberapa macam proses
perpindahan kalor, yaitu :
1. Perpindahan kalor secara konduksi adalah proses perpindahan kalor dimana
kalor mengalir dari daerah bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu rendah
dalam suatu medium (padat, cair, atau gas) atau antara medium-medium yang
berlainan yang bersinggungan secara langsung. Secara umum laju aliran kalor
secara konduksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
qk = -kA ...(2.1)
Dimana :
q = Laju aliran kalor
k = konduktivitas termal bahan (W/m2. ! C)
A = Luas penampang (m2 )
dT/dx = gradient suhu terhadap penampang tersebut, yaitu laju perubahan
suhu T terhadap jarak dalam arah aliran panas x.
323
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
324
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
radiasi dipantulkan, sebagai diserap dan sebagian diteruskan.
diteruskan Besarnya
perpindahan energi secara radiasi dengan persamaan berikut :
Qpancaran = T4 ..(2.3
..(2.3)
Dimana :
Qpancaran = Laju
Laj perpindahan panas (W)
= Konstanta boltzman (5,669.10-8 W/m2K4)
A = Luas permukaan benda (m2)
T = Suhu absolute benda ( ! C )
3. Metodologi Penelitian
Penelitian ini menganalisa distribusi temperatur pada alat penukar
p kalor
komputasi dan dengan menggunakan aplikasi Autodesk
jenis shell and tube secara komputasi
simulation CFD..
A. Pembuatan model geometri alat penukar kalor pada Autodesk inventor
Model geometri digambar dengan menggunakan aplikasi Autodesk Inventor
diinput
professional.. Model geometri yang digambar berbentuk 3D. Selanjutnya dii
ke Autodesk Simulation CFD. Autodesk Invertor merupakan salah satu perangkat
lunak analisis komputasi untuk membantu membuat gambar atau model untuk
disimulasikan ke software Autodesk Simulation CFD Gambar alat penukar kalor
utodesk invetor proffesional 2014 dapat dilihat pada gambar 3.2 berikut.
pada autodesk
325
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
(a) (b)
Gambar 3.2 (a) Penampang Geometri Heat Exchanger bagian dalam (b)
Penampang Geometri Heat Exchanger tampak sebelah kanan
326
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
model
Gambar 3.3 Pembuatan Material model dan fluida dalam mod
C. Pembuatan kondisi batasan (Boundary
( Condition)
Boundary condition adalah zona-zona
zona zona yang digunakan untuk menentukan batas
untuk daerah tersebut. Karena tiap-tiap
tiap tiap permukaan mempunyai kondisi batas yang
f luida mengalir. Nilai yang
berbeda sesuai dengan proses yang terjadi pada saat fluida
sebelumnya.
dimasukkan adalah dari variabel bebas yang ditentukan sebelumnya.
327
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Gambar 3.5
3 Tampilan setelah meshing
E. Proses Iterasi
Langkah terakhir adalah proses iterasi pada gambar yang telah ditetapkan.
328
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
329
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
baffle.. Pada hasil simulasi ini di dapatkan pola aliran yang bergolak
ber pada bagian
shellnya
nya dan ditampilkan sebagai berikut.
330
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tekanan dan suhu operasi
terhadap pemisahan oksigen dari udara dengan menggunakan membran silika/
alumina. Pelapisan membran silika/alumina dilakukan dengan menggunakan metode
sol-gel. Alumina disk dicelupkan ke dalam silika sehingga menghasilkan membran
silika/alumina. Komposisi gas dianalisa dengan menggunakan gas chromatography
(GC). Proses pemisahan oksigen dari udara dilakukan pada tekanan 1,2; 1,4; 1,6;
dan 1,8 bar dan suhu 20, 40, 60, 80 . Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin
besar tekanan dan temperatur maka semakin besar persen oksigen yang keluar dari
permeat. Persen oksigen yang keluar dari permeat yang paling baik pada tekanan 1,8
bar dengan komposisi 20.9576%. Selektivitas membran silika / alumina terbaik pada
tekanan 1,8 sebesar 26,514%.
1. Pendahuluan
Pemisahan adalah salah satu cara yang digunakan untuk memisahkan atau
memurnikan suatu senyawa atau kelompok senyawa yang mempunyai susunan kimia
yang berkaitan dari suatu bahan, baik dalam skala laboratorium maupun dalam skala
industri. Pemisahan oksigen dari udara dapat dilakukan dengan menggunakan
membran (Burdyny dan Struchtrup, 2010). Proses pemisahan oksigen menggunakan
membran merupakan salah satu teknologi yang mengalami pertumbuhan yang cepat
selama dua dekade terakhir. Membran banyak digunakan pada berbagai aplikasi.
Alasan menggunakan teknologi membran pada industri kimia dibandingkan dengan
teknologi lainnya karena membran memiliki ketahanan kimia yang baik yang bisa
bekerja pada kondisi proses yang sulit, kondisi pH yang ekstrim dan larutan yang
331
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
peka terhadap suhu atau pada proses-proses yang menggunakan pelarut organik.
Membran juga menawarkan harga yang murah dan ekonomis karena dapat dipakai
berulang-ulang, konsumsi energi yang sedikit dan sistem pengoperasian yang
mudah. Selain itu penggunaan membran tidak berdampak negatif pada lingkungan
karena proses pemisahan dengan membran bersifat fisik sehingga tidak diperlukan
senyawa kimia tambahan. Teknologi membran banyak digunakan untuk pemisahan
gas di industri, proses desalinasi air, proses pengolahan makanan, dan bahkan
aplikasi di bidang medis.
McCool dkk. (2003) menggunakan metode hydrothermal dan metode sol-gel
untuk pemisahan gas oksigen dari udara. Bahan baku yang digunakan adalah alumina
bubuk, Tetra Ethyl Ortho Silicate (TEOS), NaOH dan Cetyltrimethyl Ammonium
Bromide (CATB). Membran dibuat dalam bentuk disk, dan disimpan pada suhu ruang
selama 96 jam, dikalsinasikan selama 3 jam pada suhu 500 C. Diperoleh pori-pori
membran 0,1 m. Temperatur operasi yang digunakan 22 C, 100 C, dan 150 C, dan
tekanan yang dgunakan adalah 1,4 atm, 1,5 atm dan 1,6 atm. Fluks oksigen murni
yang didapat pada tekanan tetap 1 atm dan variasi suhu diatas menggunakan metode
hydrothermal adalah 0,012-0,013 mol m-2 s-1. Sedangkan fluks oksigen murni yang
diperoleh menggunakan metode sol-gel dengan operasi yang sama diperoleh 0,02-
0,25 m-2 s-1.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka penulis mencoba kondisi
operasi yang lebih rendah, baik suhu maupun tekanan yaitu pada suhu 20-60 C dan
tekanan 1,21,8 bar.
1. Tinjauan Pustaka
Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi
bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga
merupakan atmosfer yang berada di sekeliling bumi yang fungsinya sangat penting
bagi kehidupan manusia di dunia ini. Unsur terpenting dari udara untuk kehidupan
adalah oksigen. Oksigen, merupakan komponen esensial bagi kehidupan, baik
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
manusia maupun makhluk hidup lainnya. Oksigen terkandung di dalam udara sebesar
20%, dengan unsur gas lainnya nitrogen 78 %, argon 0,93% , karbon dioksida 0,03%
dan sisanya terdiri dari neon, helium, metan dan hidrogen (Burdyny dan Struchtrup,
2010).
Alumina merupakan bahan keramik paling umum di gunakan untuk menyongkong
film membran. Hal ini disebabkan alumina tahan terhadap bahan kimia dan suhu
tinggi dan juga mempunyai struktur simetri dan asimetri dengan ukuran pori mikron
hingga nanometer. Alumina mempunyai permukaan yang licin sehingga hambatan
perpindahan gas rendah dan dapat dioperasikan hingga suhu 800
alami
perubahan struktur pori (Hsieh, 1996).
Secara umum, membran didefinisikan sebagai lapisan tipis yang selektif di antara
dua fasa, yaitu fasa yang akan dipisahkan (fasa umpan) dan fasa hasil pemisahan
(fasa permeat). Membran dapat berbentuk lapisan tebal atau tipis, yang memiliki
struktur homogen atau heterogen dan dapat berperan sebagai penyaring aktif maupun
pasif. Proses pemisahan dengan membran terjadi karena adanya perbedaan sifat fisika
dan kimia antara komponen dalam fasa yang dipisahkan dengan membran serta
(Bissett dkk., 2008)
2. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui lima tahap yaitu tahap persiapan membran, tahap
kedua adalah pelapisan membran alumina dengan larutan sol alumina, tahap ketiga
adalah pelapisan membran alumina dengan larutan sol silika, tahap keempat adalah
karakterisasi membran dan tahap kelima adalah proses pemisahan oksigen dari udara.
Pemisahan oksigen dari udara dapat dilakukan pada suhu 20, 40, 60, dan 80 C dan
tekanan yang digunakan adalah 1,2; 1,4; 1,6; dan 1,8 bar, Komposisi gas dianalisa
dengan menggunakan Gas Cromatography (GC).
Pengaruh suhu dan tekanan terhadap persen oksigen yang keluar dari permeat
dapat dilihat pada Gambar 4. Semakin besar tekanan dan temperatur yang digunakan
maka semakin besar gas oksigen yang dapat melewati membran. Hal ini dikarenakan
gaya dorong yang semakin besar menyebabkan gas melewati membran semakin
banyak. Kenaikan tekanan akan menyebabkan tahanan permukaan akan menjadi
kurang dibandingkan dengan difusi oksigen di dalam lapisan membran. Oleh sebab
itu permeasi oksigen meningkat berbanding lurus dengan bertambahnya tekanan. Gas
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
oksigen dan nitrogen pada suhu yang sama mempunyai energi yang setara dan karena
energi ini sebagian besarnya adalah energi kinetik, maka molekul-molekul gas yang
lebih berat (nitrogen) akan mempunyai kecepatan yang lebih rendah (Oyama et al.
2011).
Gambar 4 Pengaruh suhu dan tekanan terhadap persen oksigen yang keluar (permeat)
Adapun slektivitas membran silika/alumina dapat dilihat dalam Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Selektivitas membran silika/alumina
Tekanan Temperatur Selektivitas membran
(bar) ( C) silika/alumina(%)
1,2 20 25,904
40 26,064
60 26,083
80 26,107
1,4 20 26,125
40 26,187
60 26,191
80 26,282
1,6 20 26,418
40 26,448
60 26,463
80 26,470
1,8 20 26,498
40 26,505
60 26,505
80 26,514
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Tabel 1 menunjukkan bahwa semakin besar tekanan dan temperatur maka semakin
besar selektivitas membran silika/alumina. Hal ini dikarenakan adanya gaya dorong
dari udara dan juga tekanan pada retentat lebih besar sehingga gas oksigen yang dapat
melewati membran semakin besar.
4 Kesimpulan
1. Semakin besar temperatur dan tekanan maka semakin besar persen oksigen
yang keluar dari bagian permeat. Tekanan operasi untuk penelitian ini yang
paling baik adalah 1,8 bar dengan temperatur 80
oksigen sebesar 20,95755%.
2. Semakin besar temperatur dan tekanan maka semakin besar selektivitas
membran silika/alumina. Tekanan operasi 1,8 bar dengan temperatur 80 C
menghasilkan selektivitas membran silika/alumina sebesar 26,514%.
5 Daftar Pustaka
Bissett, H., Zah, J. & Krieg, H.M., 2008, Manufacture and optimization of tubular
ceramic membrane supports, Powder Technology, 181: 57-66
Oyama, S.T., Yamada, M., Sugawara, T., Takagaki, A. & Kikuchi, R., 2011, Review
on mechanisms of gas permeation through inorganic membranes, Journal of
the Japan Petroleum Institute, 54: 298-309.
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Abstrak
1 Pendahuluan
Garam kerap kali dikesampingkan dan dianggap tidak memiliki nilai ekonomis
yang mampu berkontribusi terhadap pembangunan dan peningkatan kesejahteraan
pelaku usaha garam. Sangat ironis sebagai negara maritim dengan garis pantai
terpanjang di dunia, setiap tahun Indonesia harus bergantung pada garam impor
338
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
dan menghabiskan devisa cukup besar untuk pemenuhan kebutuhan garam dalam
negeri.
Produktivitas dan kualitas garam produksi dalam negeri masih sangat rendah
karena pelaku garam masih memproduksi secara trandional tanpa adanya sentuhan
sains dan teknologi. Di provinsi Aceh, secara tradisi garam diproduksi dengan dua
tahapan, yaitu : tahap produksi ie kuloh atau ie iku (konsentrat garam) dan tahap
perebusan sehingga terbentuk kristal garam.
Produktivitas produksi kosentrat garam masih sangat rendah, karena proses
dilakukan secara terbuka sehingga pemanfaatan energi panas matahari belum
maksimal dan membutuhkan lahan yang luas serta sangat tergantung pada cuaca
dan tidak dapat berproduksi pada musim hujan. Kualitas kosentrat yang dihasilkan
juga masih sangat rendah, keruh atau terkontaminasi dengan tanah. Kegiatan
produksi konsentrat juga sangat membutuhkan kerja ekstra terutama selama
proses penyiapan pasir filter yaitu penyiraman dan penggarukan pasir yang
dilakukan secara berulang-ulang.
Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah Bagaimana
mengembangkan kolektor surya pelat datar sebagai evaporator air laut untuk
produksi kosentrat garam.
2 Dasar Teori
339
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
bagian dalam. Kemiringan kaca penutup menyebabkan air distilat mengalir dan
terkumpul pada saluran yang telah disediakan [1]. Produkstivitas sistem distilasi
langsung dapat ditingkat dengan penggunaan basin bertingkat [2,3,4], penerapan
pendinginan kaca penutup [5,6], penggunaan wick [7].
Penyuling basin ganda aktif yang diintegrasikan dengan kolektor plat datar dan
penyuling basin ganda pasif tanpa kolektor pelat datar. Pengujian dilakukan
dengan ketinggian air dalam basin 0,03m. Hasil menujukkan penerapan kolektor
pada penyuling aktif mampu meningkatkan kinerja penyuling hingga 51%
dibandingkan tanpa kolektor. Penyuling aktif menghasilkan 2,791 kg/m2
sedangkan penyuling pasif menghasilkan 1,838 kg/m2 [8].
Penerapan humidifier-dehumidifier pada distilator surya mampu meningkatkan
laju produktivitas. Distilator terdiri dari berupa kotak persegi bertingkat pada
bagian tengah membagi menjadi ruang atas dan bawah. Ruang atas merupakan
ruang evaporasi tempat terjadi evaporasi karena pemanasan sinar matahari dan
ruang bawah merupakan kondensor. Sirkulasi alami aliran udara memberi efek
humidifikasi pada ruang evaporator dan dehumidifikasi pada ruang kondensor
sehingga produktivitas mencapai 5,3 kg/m2.p. [9]. Sirkulasi aliran udara secdan
humidifikasi karena aliran yang terbentuk secara alami. Ruang bawah merupakan
ruang kondensor dan dehumidifikasi akibat sirkulasi udara yang terjadi.
Produkstivitas distilator ini mencapai 5,3 kg/m2.d. Pemisahan kondensor dari
evaporator dengan membuatkan pipa tembaga sebagai pipa kondensasi. ra
evaporator dan kondensor. Kipas menghembuskan udara kedalam distilator
sehingga uap air terdesak masuk kedalam pipa tembaga sebagai kondensor. Pipa
340
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
#'&&**"(#*
'&&*)
(%&+&,$& (&*!+
)'-).
341
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
(%&*")
",*"'&',($*'$)*+"$$ ,&"+)'+!
$**'-)
2 Metodologi Penelitian
Ada beberapa aspek teknis yang menjadi pertimbangan dalam penelitian ini,
yaitu: Memaksimalkan laju evaporasi kandungan air dari air laut sehingga
diperoleh air laut kadar garam tinggi atau kosentrat garam. Hal ini dapat dicapai
dengan cara :
a. Mengalirkan aliran air laut ke atas permukaan pelat absorber sehingga
memungkinkan pencapaian temperatur air lebih tinggi (sama dengan
temperatur pelat) dengan waktu yang lebih singkat karena volume air yang
dipanaskan sangat sedikit.
b. Mengalirkan aliran udara berlawanan arah dengan aliran air laut yang
dipanaskan sehingga memungkinkan terjadinya film evaporation.
342
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
udara
343
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Temperatur[C]
$"'%#$
*
)
+
!&!%&%&$(
344
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Nilai temperatur plat dan ruang semakin meningkat dengan semakin besar
peningkatan intensitas matahari. Produktivitas uap dapat dilihat dari produksi uap
yang dihasilkan terhadap intesitas matahari sebagai faktor yang berpengaruh
terhadap energi masuk ke sistem, seperti diperlihatkan pada Gambar 4. Produksi
uap menunjukkan peningkatan terhadap peningkatan intensitas matahari dengan
Sebaran produksi uap antara 1300 hingga 2100 gram untuk sebaran intensitas
matahari antara 461 hingga 622 W/m2.
4 Kesimpulan
Kaji eksperimental film evaporatif dan humidifikasi pada kolektor pelat datar
telah berhasil dilakukan dengan kesimpulan sebagai berikut :
1) Mekanisme film evaporatif dan humidifikasi dapat diterapkan pada kolektor
pelat datar untuk sistem distilator surya tidak langsung.
2) Semakin tinggi nilai intensitas matahari, maka semakin tinggi nilai
temperatur plat sehingga semakin besar penguapan yang terjadi.
Ucapan Terimakasih
Terima kasih disampaikan kepada Kementerian Ristek Teknologi dan Pendidikan
Tinggi yang telah membiayai penelitian ini.
5. Daftar Pustaka
[1] H.S Aybar dan H. Assefi, A review and comparison of solar distillation :
direct and indirect type systems, Desalination and Water Treatment, 10
(2009) 321331.
[2] A.A. Al-Karaghouli and W.E. Alnaser, Performances of single and double
basin solar stills. Appl. Energy, 78 (2004) 347354
[3] A.A. El-Sebaii, Thermal performance of a triple-basin solar still.
Desalination, 174 (2005) 2337.
345
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
346
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Abstrak
Penukar kalor (heat exchanger) adalah sebuah alat yang digunakan untuk
memindahkan panas antara dua jenis fluida atau lebih yang memiliki perbedaan
temperatur. Efektivitas suatu alat penukar kalor perlu diperhatikan agar proses
perpindahan panas berlangsung dengan baik, salah satu faktor yang mempengaruhi
efektivitas adalah pemasang baffle pada alat penukar kalor. Penelitian dilakukan
untuk mengetahui pengaruh jarak antar baffle dan laju aliran massa fluida pendingin
terhadap efektifitas dalam alat penukar kalor. Metode penelitian yang dilakukan
menggunakan simulasi komputer melalui software Autodesk Computational Fluid
Dynamics (CFD) Simulation. Penelitian ini menggunakan alat penukar kalor tipe shell
and tube dengan variasi jarak baffle (500 mm,550 mm dan 600 mm), dan variasi laju
alir massa fluida pendingin (25 Kg/jam, 35 Kg/jam dan 50 Kg/jam). Fluida panas
berupa ammonia (103oC, pada sisi tube) dan Fluida pendingin berupa air (31,5oC,
pada sisi shell) dialirkan secara berlawanan arah. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan semakin dekat jarak baffle dan laju alir massa pendingin yang besar
meningkatkan efektivitas alat penukar kalor . Pada jarak baffle 500 mm dan laju alir
massa air 25, 35 dan 50 Kg/jam diperoleh nilai efektivitas 0,42 ; 0,66 dan 0,98.
Sedangkan pada jarak baffle 550 mm = 0,23 ; 0,44 dan 0,70. Dan pada jarak baffle
600 mm = 0,35 ; 0,59 dan 0,91. Nilai efektifitas maksimum yang diperoleh adalah
0.98 yang terjadi pada jarak antar baffle 500 mm dan laju alir massa air 50 Kg/jam.
Kata Kunci : perpindahan panas, heat exchanger, shell and tube, simulasi, CFD,
baffle, fluida, efektivitas
1. Pendahuluan
347
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
efektivitas alat penukar kalor yang semakin tinggi nilainya. Efektivitas dari
penukar kalor dipengaruhi oleh banyak hal. Salah satunya adalah jenis aliran yang
berada dalam alat penukar kalor. Aliran yang turbulen diketahui memiliki nilai
perpindahan kalor yang lebih baik dibanding dengan jenis aliran laminar. Dengan
pemasangan baffles, maka aliran menjadi lebih turbulen, sehingga koefisien
perpindahan kalor konveksi yang terjadi lebih besar bila dibandingkan dengan
tanpa baffles (Kern,1950).
Menurut Incropera dan Dewitt (1990), beberapa teknik untuk memacu
perpindahan kalor secara konveksi pada aliran fluida dalam pipa (internal flow),
yaitu dengan cara meningkatkan turbulensi aliran fluida dan memperluas
permukaan konveksi. Teknik untuk meningkatkan turbulensi fluida dapat
dilakukan dengan cara pemberian piranti tertentu yang disisipkan pada aliran
fluida didalam pipa seperti, baffles, kawat spiral, pita spiral, pal dipilin, anulus
bergalur, dan ring spiral. Pada penelitian ini satu cara untuk meningkatkan
turbulensi aliran fluida dalam penukar kalor adalah dengan menggunakan baffles,
yaitu sekat yang dapat membuat aliran di dalam pipa penukar kalor menjadi lebih
turbulen.
Pentingnya jarak baffles pada penukar kalor dijelaskan oleh Dogan
Eryener (1998). Penukar kalor dengan baffles memiliki banyak keuntungan seperti
pemisahan sempurna antara panas dan fluida dingin, ringan efektifitas pemulih
panas tinggi, tidak ada bagian yang bergerak, dan tidak ada daya eksternal.
. Menurut penelitian Danny (2015), menunjukkan koefisien perpindahan
panas maksimal terdapat pada kemiringan baffles 30o dengan variasi bilangan
Reynolds terbesar yaitu 6000 dengan nilai 229.80 W. Efektivitas maksimal
diperoleh pada kemiringan baffles 0 dengan variasi bilangan Reynolds 6000
sebesar 0.0391. Simulasi penelitian ini mampu memberikan desain pembuatan
untuk penukar kalor.
Computational Fluid Dinamic (CFD) adalah salah satu metode yang
diaplikasikan dalam bentuk persamaan pada perangkat lunak, saat ini banyak jenis
Software CFD seperti : Autodesk CFD, SolidWork, Fluent, CFDSoft, Ansys, dan
348
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
lainnya. CFD merupakan software alat bantu yang dipengaruhi oleh parameter
kondisi batas yang diberikan sehingga diperlukan kondisi batas yang tepat untuk
mendapatkan hasil yang akurat serta sesuai dengan teori dasar. Penelitian yang
akan dilakukan akan membuat sebuah simulasi pemodelan menggunakan
Autodesk CFD 2015, Autodesk CFD dapat digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan kompleks dari geometri sehingga dapat memberikan hasil
persamaan yang dianalisa dengan memberikan hasil pendekatan dari nilai yang
tidak diketahui pada titik tertentu dalam sistem yang kontinyu (iterasi). Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh jarak antar baffle pada alat penukar
kalor jenis shell and tube yang menghasilkan perpindahan panas yang paling baik.
2. Tinjauan Pustaka
Alat penukar panas (heat exchanger) adalah suatu alat yang digunakan
untuk memindahkan panas antara dua buah fluida atau lebih yang memiliki
perbedaan temperatur yaitu fluida yang bertemperatur tinggi kefluida yang
bertemperatur rendah. Alat penukar kalor berfungsi untuk mengontrol kenaikan
temperatur sistem dengan menambahkan atau menghilangkan energi termal dari
suatu fluida ke fluida lainnya. walaupun ada banyak perbedaan jenis alat penukar
kalor, semua alat penukar kalor menggunakan elemen-elemen konduksi termal
yang pada umumnya berupa tabung tube atau plat untuk memisahkan dua fluida
tersebut. salah satu dari elemen tersebut, memindahkan energi kalor ke elemen
lainnya.
Faktor perhitungan pada alat penukar kalor adalah masalah perpindahan
panasnya. Apabila panas yang dilepaskan besarnya sama dengan Q persatuan
waktu, maka panas itu diterima fluida yang dingin sebesar Q tersebut dengan
persamaaan :
........................................................(2.1)
di mana :
Q = Kalor yang dilepaskan/diterima ( W )
U = Koefisien perpindahan panas menyeluruh ( W/m2 .oC )
A = Luas perpindahan panas ( m2 )
349
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
!Tm!=!Selisih!temperatur!rata-rata!(oC)
Sebelum!menentukan!luas!permukaan!kalor!(A),!maka!terlebih!dahulu!ditentukan
nilai!dari!LMTD.!Hal!ini!berdasarkan!selisih!temperature!dari!fluida!yang!masuk
dan!keluar!dari!kalor.
........................................(2.2)
Efektifitas!suatu!alat!penukar!kalor!didapat!dengan!membandingkan!antara
laju! perpindahan! kalor! aktual! dengan! laju! perpindahan! kalor! maksimum! yang
mungkin!terjadi.
Pendekatan! LMTD! dengan! penukar! kalor! berguna! bila! suhu! masuk! dan
suhu!kelua!dapat!ditentukan!dengan!mudah,!sehingga!LMTD!dapat!dengan!mudah
dihitung.! Selanjutnya! aliran! kalor,! luas! permukaan,! dan! koefisien! perpindahan
kalor!menyeluruh!dapat!ditentukan.!Bila!kita!menentukan!temperatur!masuk!atau
temperatur! keluar,! analisis! akan! melibatkan! prosedur! iterasi! karena! LMTD! itu
sesuai!dengan!fungsi!logaritma.!Analisis!akan!lebih!mudah!dilaksanakan!dengan
dengan! menggunakan! metode! yang! berdasarkan! atas! efektifitas! penukar! kalor
dalam!rnemindahkon!kalor!tertentu.
Untuk! mendefenisikan! efektifitas! suatu! penukar! kalor,! laju! perpindahan
kalor! maksimum! yang! mungkin! terjadi,! qmax untuk! penukar! kalor! itu! harus
ditentukan!terlebih!dahulu.
350
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
...............................(2.3)
dimana Cmin adalah harga yang paling kecil diantara besaran Ch atau Cc.
jika Cc < Ch maka q maks = Cc (Th,i Tc,i)
jika Cc > Ch, maka q maks = Ch (T h,i Tc,i)
dimana C = m cp.
Efektifitas suatu penukar kalor didifinisikan sebagai rasio antara laju
perpindahan kalor sebenarnya untuk suatu penukar kalor terhadap laju
perpindahan kalor maksimum yang mungkin. Secara umum efektifitas dapat
dinyatakan sebagai berikut
..........................................................(2.4)
....................................................(2.5)
351
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
ecara umum CFD terdiri dari dua kata yaitu, Computational yang berarti
segala sesuatu yang berhubungan dengan matematika dan metode numerik atau
komputasi dan Fluid Dynamic yang artinya dinamika dari segala sesuatu yang
mengalir. Ditinjau dari istilah di atas, CFD bisa berarti suatu teknologi komputasi
yang memungkinkan untuk mempelajari dinamika dari benda-benda atau zat yang
mengalir. Maka secara definisi, CFD adalah ilmu yang mempelajari cara
memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan fenomena lainnya
dengan menyelesaikan persamaan-persamaan matematika atau model matematika
(Tuakia,2008).
3. Metodologi Penelitian
Penelitian ini menganalisa pengaruh jarak antar baffle terhadap efektivitas
perpindahan panas pada alat penukar kalor secara numerik dengan menggunakan
software Autoodesk CFD simulation.
A. Pembuatan Desain Geometri Alat Penukar Kalor
Dalam pembuatan model menggunakan software Autodesk Invertor 2014.
Gambar model dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.1. Desain geometri alat penukar kalor pada Autodesk inventor
352
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Tabel 3.1. Dimensi geometri alat penukar kalor jenis shell and tube
C. Kondisi Batas
Boundary condition merupakan definisi dari zona-zona yang telah diketahui
sebelumnya pada aplikasi Autodesk inventor. Selanjutnya, kita menentukan
daerah-daerah batas untuk benda tersebut. Karena kondisi batas pada tiap-tiap
353
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
permukaan alat berbeda-beda sesuai dengan proses yang terjadi pada saat fluida
mengalir. Dalam Autodesk inventor CFD ini kita dapat memasukkan kondisi batas
serta yang ingin di lihat hasil analisanya. Disini dimasukkan angka laju alir masuk
umpan dan temperatur. Penentuan tahap ini dapat dilihat pada gambar 3.2.
354
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
E. Iterasi
Setelah melaui proses meshing maka tahap selanjutnya adalah iterasi. Iterasi
merupakan langkah terakhir dalam pemodelan simulasi CFD. Tahapan iterasi
dapat dilihat pada gambar 3.4. Iterasi akan terhenti ketika simulasi konvergen.
355
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Gambar 4.1. Simulasi distribusi temperatur pada alat penukar kalor dengan CFD
Berdasarkan hasil simulasi diatas menunjukkan temperatur ammonia
disepanjang Tube menurun. Distribusi temperatur terjadi akibat adanya baffle dan
laju alir fluida pendingin. Temperatur outlet ammonia yang diperoleh dari hasil
simulasi adalah 75oC sedangkan temperatur air adalah 45oC.
356
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Berdasarkan Tabel tersebut dapat dilihat bahwa laju alir air mempengaruhi
penurunan temperatur pada hasil keluaran tube. Semakin besar laju alir air maka
penurunan temperatur pada tube semakin besar. Hal ini disebabkan karena
semakin banyak terjadinya transfer panas antara fluida panas dan fluida dingin
maka perpindahan panas juga akan semakin besar. Dengan adanya baffle yang
divariasikan jaraknya maka perpindahan panas akan semakin lama dalam alat
penukar kalor sehingga perpindahan panasnya juga akan semakin maksimal. Pada
Gambar 4.2. dapat dilihat pengaruh jarak antar baffle mempengaruhi penurunan
temperatur
(a)
357
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
(b)
(c)
Gambar 4.2. Kontur temperatur dengan laju aliran massa 20 kg/jam pada baffle
space : a) 500 mm b) 550 mm c) 600 mm
Berdasarkan kontur temperatur pada Gambar 4.1 dapat kita lihat terdapat
sejumlah gradasi sepanjang shell dan tube alat penukar kalor khususnya pada
bagian outlet alat penukar kalor. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat penurunan
temperatur pada sepanjang aliran secara bertahap. Semakin kecil jarak antar
baffle kontur warnanya semakin mendekati warna kuning pada outlet tube nya, ini
menyatakan bahwa semakin kecil jarak antar baffle samakin banyak penurunan
temperatur atau kalor yang dapat dipindahkan ke fluida dingin. Hal ini disebabkan
karena penurunan hambatan aliran akibat pengurangan intensitas vortex yang
terjadi pada dekat dinding baffle pada setiap jarak baffle sehingga alliran yang
terjadi mempengaruhi nilai dari temperatur outlet pada tube.
100
95
90
85
Temperatur
80
(oC)
Gambar 4.3. Grafik pengaruh laju alir air terhadap outlet pada tube.
Berdasarkan Gambar 4.2. dapat dilihat bahwa laju alir air 50 kg/jam,
penurunan temperatur terjadi secara signifikan pada jarak antar baffle 550 mm ke
baffle 500 mm sebesar 19oC, sedangkan pada perubahan jarak antar baffle 600
mm ke 500 terjadi penurunan temperatur sebesar 13oC dengan demikan dapat
dilihat bahwa penurunan temperatur dipengaruhi oleh laju alir air dan jarak antar
baffle.
1.1. Log Mean Temperature Different (LMTD)
LMTD merupakan rata-rata logaritmik dari perbedaan suhu antara panas
dan dingin disetiap aliran alat penukar kalor. Semakin besar LMTD maka semakin
banyak panas yang ditransfer (Kern,1950).
70
65
60
LMTD
55
359
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
memiliki nilai LMTD paling tinggi, dengan demikian panas yang paling banyak
ditransfer terjadi pada baffle dengan jarak 550 mm.
1.2. Pengaruh Laju Alir Terhadap Efektivitas Alat Penukar Kalor
Efektivitas merupakan perbandingan antara laju perpindahan panas
qaktual alat penukar kalor dengan laju perpindahan panas maksimum qmaks yang
dimungkinkan. Efektivitas merupakan bilangan tanpa dimensi yang berada dalam
batasan . Hasil perhitungaan efektivitas yang dipengaruhi oleh laju alir
media pendingin pada alat penukar kalor dapat dilihat pada Gambar 4.5.
1
0.9
0.8
0.7
Efektivitas
0.6
0.5
0.4
0.3 Baffle Space 500 mm
0.2 Baffle Space 550 mm
0.1 Baffle Space 600 mm
0
25 30 35 40 45 50
Laju Alir (Kg/Jam)
360
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
naiknya laju aliran massa berarti kecepatan aliran meningkat. Kecepatan aliran
yang meningkat semakin banyak terjadinya kontak dengan baffle dan membuat
bilangan Reynold aliran membesar (lebih turbulen), dimana hal ini membawa
dampak yang menguntungkan yaitu kenaikan koefisien perpindahan panas
konveksi yang pada akhirnya meningkatkan koefisien perpindahan panas total
dalam heat exchanger. Aliran turbulen mempengaruhi perpindahan panas karena
aliran turbulen merupakan aliran fluida yang partikelnya bergerak secara acak dan
tidak stabil sehingga semakin banyak terjadinya kontak dengan dinding tube
sehingga semakin besar panas yang ditransfer. Namun, kenaikan laju aliran massa
juga membuat waktu kontak/singgung antara kedua fluida (ammonia dan air)
menjadi lebih singkat. Jadi, dengan meningkatnya laju aliran massa perpindahan
panas dalam heat exchanger lebih baik namun waktu kontak lebih singkat.
Fenomena ini memungkinkan adanya nilai optimum dari efektifitas pada laju
aliran massa tertentu.
Semakin kecil jarak antar baffle yang dipasang membuat efektifitas
meningkat. Hal ini menunjukkan adanya nilai optimum pula untuk jarak baffle
yang dipasang dalam suatu heat exchanger. Penggunaan atau penambahan baffle
membuat kecepatan udara dingin dalam shell meningkat karena luas penampang
yang tegak lurus dengan aliran udara semakin kecil. Dengan bertambahnya
kecepatan aliran, koefisien perpindahan panas akan meningkat. Oleh karena itu
dengan bertambahnya jumlah baffle yang dipasang, atau semakin kecil jarak antar
baffle, efektifitas meningkat. Namun, dengan bertambahnya jumlah baffle
membuat fraksi aliran melintang (cross flow) menurun. Menurut Hewitt, dkk.
(1994), perpindahan panas yang paling efektif dalam heat exchanger adalah pada
aliran jenis melintang (cross flow). Dengan berkurangnya fraksi aliran melintang
berarti perpindahan panas dari udara panas ke udara dingin menjadi berkurang.
Jadi, jarak antar baffle yang lebih kecil menaikkan koefisien perpindahan panas
namun mengurangi fraksi aliran melintang. Fenomena ini membuat adanya harga
optimum dari efektifitas pada jarak antar baffle tertentu.
361
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
5. Simpulan
Berdasarkan analisa pengaruh jarak antar baffle pada alat penukar kalor jenis
shell and tube terhadap aliran fluida dan perpindahan panas dimana variasi jarak
antar baffle sebesar 500 mm ; 550 mm dan 600 mm dengan laju alir air sebesar 25
kg/jam ; 35 kg/jam dan 50 kg/jam, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Semakin kecil/dekat jarak antar baffle dapat meningkatkan perpindahan
panas sehingga temperatur keluaran tube semakin kecil.
2. Pada alat penukar kalor jenis shell and tube dengan baffle space 500 mm
perpindahan panas nya lebih baik dari baffle space 550 mm dan 600 mm.
3. Semakin besar laju alir air pada aliran shell semakin besar juga
perpindahan panas yang terjadi atau penurunan temperaturnya lebih tinggi.
4. Efektivitas alat penukar kalor dipengaruhi oleh laju alir dan jarak antara
baffle
5. Efektivitas pemanasan maksimum pada jarak baffle 500 mm dan laju alir
50 Kg/jam dengan nila efektivitas 0,98
6. Daftar Pustaka
Danny Harnanto.2015. Simulasi pengaruh kemiringan baffles terhadap koefisien
perpindahan panas dan efektivitas pada alat penukar kalor tipe shell and
tube menggunakan solidworks.Teknik Mesin. Universitas Sebelas Maret.
Surakarta
Dogan Eryener. 2008. Thermoeconomic optimazation of baffle spacing for shell
and tube heatexchanger.
Hewitt, G.F., Shires, G.L., Bott, T.R. 1994., Process Heat Transfer. Begell
House.
362
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
363
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Abstrak
Pemanfaatan sampah menjadi sumber energi alternatif perlu dilakukan secara intensif
mengingat langkah ini dapat menjadi solusi dalam menangani pencemaran lingkungan
sekaligus memperoleh sumber energi baru terbarukan. Penanganan sampah dengan
metode landfill sangat tepat dilakukan untuk tujuan tersebut, karena dapat menghasilkan
sumber energi baru seperti biogas. Penelitian ini dilakukan untuk mengukur kandungan
gas metana (CH4) yang terkandung dalam biogas yang dihasilkan dari Tempat
Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) Bagendung-Cilegon berdasarkan variasi temperatur
lingkungan. Hasil pengukuran menunjukkan kandungan gas metana dalam biogas stabil
pada temperatur diatas 30!C. Kandungan gas metana cenderung meningkat dengan
peningkatan temperatur lingkungan hingga mencapai 13,89 % pada temperatur tertinggi
pengukuran 35 36 !C. Peningkatan kandungan methana dalam biogas meningkat
sebesar 0.19 % per derajat C peningkatan temperatur lingkungan.
1. PENDAHULUAN
Penanganan sampah dewasa ini semakin lama semakin rumit, teruitama di kota-
kota besar. Mulai dari masalah lahan yang kian sempit serta pencemaran lingkungan baik
berupa bau yang sangat menyengat maupun pencemaran lingkungan lainnya seperti
pencemaran terhadap air disekitar tempat penampungan sampah Akhir.
Penimbunan sampah dengan metode landfill adalah cara menimbun sampah
dengan memberi lapisan tanah diatas sampah secara bergantian. Cara ini dapat
mengurangi pencemaran bau menyengat serta penyebaran penyakit-penyakit lain akibat
pembusukan yang terjadi pada sampah. Penimbunan sampah dengan tanah dapat
mengakibatkan terjadinya proses degradasi sampah secara anaerob sehingga dapat
menghasilkan biogas yang mengandung metana (CH4) dan karbon (CO2) (Damanhuri,
2008).
Hasil berbagai penelitian menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
proses degradasi sampah dalam menghasilkan biogas diantaranya adalah : kelembaban,
364
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
temperatur, tingkat keasaman, kontur tanah, konsentrasi gas metana, oksigen, nutrisi dan
lainya. (charlotte and peter, 2004).
TPSA Bagendung merupakan tempat penampungan sampah yang ada di Kota
Cilegon. Penampungan sampah dengan metode landfill sudah dilakukan di TPSA ini
yang dilengkapi dengan pemasangan instalasi produksi biogas oleh salah satu LSM
asing ERC (Emission Reduction Center) pada tahun 2001. Pengujian saat itu
menunjukkan biogas yang dihasilkan cukup baik dan memenuhi syarat sebagai sumber
energi. Namun sangat disayangkan project tersebut tidak berlanjut sehingga peralatan
yang telah terpasang terbengkalai hingga saat ini. Gambar 1 memperlihatkan denah lokasi
pengambilan data.
365
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Kondisi Indonesia yang mempunyai temperatur udara cukup tinggi dengan kelembaban
udara yang tinggi pula diharapkan dapat menghasilkan produksi biogas yang lebih baik
dibandingkan pada daerah yang beriklim dingin.
Paper ini menampilkan hasil penelitian produksi biogas dari instalasi yang sudah
ada di TPSA Bagendung Cilegon untuk mengetahui kualitas dan kuantitas biogas yang
dihasilkan berdasarkan variasi temperatur lingkungan saat biogas diuji.
Dengan dilaksanakannya penelitian ini diharapkan dapat berpartisipasi dalam
upaya pengembangan renewable energy serta penanganan sampah ramah lingkungan .
2. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data biogas yang dihasilkan
dan temperatur lingkungan TPSA setiap satu jam dari jam 08.00 hingga jam 16.00
selama 7 hari.
Adapun penelitian ini terbagi beberapa tahap, yaitu sebagai berikut :
1. Observasi yaitu survei lapangan di TPSA Bagendung - Kota Cilegon.
2. Studi literatur dengan mengumpulkan sumber referensi yang relevan dengan
kasus yang akan diteliti.
3. Memasang instalasi perancangan pemipaan dan pemasangan pompa hisap merk
Chuan Fan type RB 750S, thermometer dengan themocouple type K merk APPA
55II dan biogas analyzer portable biotech 2000, serta instalasi alat lainnya yang
dibutuhkan seperti terlihat pada Gambar 3 yang terpasang di terminal gas.
366
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Tm (C)
CH4 CO2 O2 Bal
11,53 11,03 6,73 70,7 31,9
13,9 7,7 9,4 69 34,4
14,4 7,13 10,43 68,03 33,3
14,53 6,7 10,73 68,03 32,7
14,43 6,5 11 68,07 32,8
14,4 6,37 10,87 68,37 33,2
14,27 6,87 10,63 68,23 33,6
14,5 6,27 11,1 68,13 32,4
14,5 5,57 11,87 68,07 31,8
367
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Sedangkan pada Tabel 2 dan Gambar 4 memperlihatkan nilai rata-rata temparatur
lingkungan Tam(!C), konsentrasi CH4 (%) dan kandungan balanced (%) per hari dari
hasil pengujian yang dilakukan selama 7 hari.
Tabel 2. Nilai rata-rata temperatur lingkungan dan komposisi metana per hari
Dari Gambar 4 nilai temperatur berfluktuasi dengan temperatur terendah yaitu 27,98oC di
hari ke- 4 dan tertinggi pada 33,66 oC di hari ke- 6 adapun kandungan CH4 (%) dalam
biogas hasil landfill terendah diperoleh pada hari ke-4 juga yaitu 12,37% dan tertinggi
sebesar 14,06% pada hari ke-1. Selama periode pengukuran pengaruh temperatur sesuai
dengan keadaan cuaca di daerah sekitar TPSA, dimana cuaca hujan terjadi saat hari ke- 2
sampai ke- 4 sejalan dengan penurunan nilai temperatur, lalu mulai meningkat kembali
368
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
hingga periode berakhir. Kandungan gas metana CH4 mengikuti pergerakan nilai
temperatur dimana meningkat perlahan hingga periode berakhir.
Selain analisa data dilakukan per hari, dilakukan pula klasifikasi data berdasarkan
temperatur udara lingkungan terukur Ta, yang dikumpulkan dari 7 hari pengamatan yang
diambil tiap jam seperti pada tabel 1. Hasil klasifikasi data pengamatan berdasarkan
temperatur lingkungan diperlihatkan pada Tabel 3. Dengan Tam merupakan nilai tengah
temperatur.
Gambar 5. Kandungan CH4 (%) biogas terhadap temperatur lingkungan
Berdasarkan tingkatan temperatur didapatkan nilai rata-rata konsentrasi gas metan
(CH4) pada Tabel. 3 memiliki kadar gas metan (CH4) berangsur meningkat sejalan
369
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
dengan peningkatan temperatur. Nilai volume gas metana dalam kandungan biogas
terhadap temperatur lingkungan terukur stabil berkisar pada suhu 31-36 C dengan
volume 12,93 13,89%, maka dengan selisih 0,96% pada suhu 5C didapatkan nilai
kenaikan volume gas metan rata-rata tiap derajat temperatur sebesar Hasil ini
sesuai dengan pernyataan bahwa temperatur yang baik untuk proses dekomposisi adalah
30-55 0C, karena pada suhu tersebut mikroorganisme dapat bekerja secara optimal dalam
merombak bahan-bahan organik (Ginting, 2007).
4. KESIMPULAN
Dari hasil pengujian komposisi gas dari biogas hasil landfill pada TPSA
Bagendung Cilegon terhadap temperatur lingkungan, diperoleh beberapa kesimpulan
antara lain :
- Produktivitas biogas di TPSA Bagendung masih sangat rendah yang
kemungkinan diakibatkan oleh banyaknya kebocoran pipa dalam instalasi yang ada.
- Kadar gas metana (CH4) dalam biogas yang dihasilkan meningkat seiring dengan
peningkatan temperatur lingkungan.
- Variasi temperatur yang terukur berpengaruh pada komposisi gas hasil sampah
di TPSA Bagendung ditunjukkan dengan gas metana (CH4) rata-rata berkisar 14% pada
temperatur 35-36 oC.
- Temperatur lingkungan yang baik berkisar diatas 30oC ketika terjadi kondisi
kandungan gas metan yang cukup stabil. Kadar gas metan (CH4) yang berangsur
meningkat sejalan dengan peningkatan temperatur hingga mencapai 13,89% pada
temperatur 35-36 oC dengan peningkatan perderajat temperaturnya sebesar 0,19%.
5. Daftar pustaka
Buku Panduan Energi Terbarukan, PNPM 2015.
Departemen Pekerjaan Umum. (2003). Profil Kota Cilegon. Dipetik pada November 3,
2011 dari : http:// ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/ banten/cilegon
Deublein, Dieter., Angelika, Steinhauser.2008. -Biogas from Waste and Renewable
Resources.WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim.
DKP. 2014. Pengelolaan Persampahan Kota Cilegon. Kota Cilegon.
Darmanto, Ardyanto., dkk. 2012. Pengaruh Kondisi Temperatur Mesophilic (35C) Dan
Thermophilic (55C) Anaerob Digester Kotoran Kuda Terhadap Produksi Biogas.
Malang : Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.
370
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Enri Damanhuri. 2008. Diktat Landfilling Limbah. FTSL ITB.
Electronic publication.1999.Biogas Digest Vol 3. GTZ project Information and Advisory
Service on Appropriate Technology (ISAT). (Available from:
http://www.gtz.de.dokumente/en_biogas_volume _pdf)
Ginting, N. 2007. Penuntun Praktikum : Teknologi Pengolahan Limbah Peternakan.
Departemen Peternakan Fakultas Pertanian : Universitas Sumatera Utara.
Indarto, Ari Martyono. 2007. Pengaruh Kematangan Sampah Terhadap Produksi Gas
Metana (CH4) di TPA Putri Cempo Mojosongo. Tesis. Surakarta: Program Studi
Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Scheutz, Charlotte and Peter Kjeldsen. 2004. Environmental Factors Influencing
Attenuation of Methane and Hydrochlorofluorocarbons in Landfill Cover Soils.
Published in J. Environ. Qual. USA.
Wahyudi, Muhammad Amin., dkk. 2012. Pengaruh Kondisi Temperatur Meshophilic dan
Thermophilic Anaerob Disgester te Terhadap Parameter Karakteristik Biogas.
Malang : Universitas Brawijaya
371
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
ABSTRAK
Limbah logam yang berat merupakan limbah yang umumnya dihasilakan oleh
hampir semua industri kimia, saat ini perkembangan teknologi penanggulangan
limbah logam berat secara ekonomi merupakan tantangan dalam dunia
bioteknologi. Biosorpsi merupakan teknologi yang berkembang dan memiliki
potensi sebagai teknologi penyerapan alternative sehingga menjadi solusi bagi
tantangan tersebut. Aktifasi adalah suatu perlakuan terhadap arang yang
bertujuan untuk memperbesar pori-pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan
hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga arang
mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia. Penelitian ini bertujuan
untuk mengatahui potensi pengunaan limbah tongkol jagung yang di aktifasi
dengan NaOH 5% sebagai biosorben untuk menyisihkan logam berat Cr(VI) yang
terdapat pada larutan. Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yaitu
pembuatan biosorben, uji kinerja biosorben dengan variasi kosentrasi biosorben,
waktu kontak dan kosentrasi logam Cr(VI) yang bertujuan untuk melihat kadar
dan kapasitas penyerapan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar
penyisihan logam maksimum di peroleh 88.57% dan kapasitas adsorpsi
maksimum 1.265 mg/g dengan berat adsorben 7 gram, kosentrasi 100 ppm pada
waktu 180 menit.
1. Pendahuluan
Akibat proses industrialisasi yang begitu pesat dihasilkan buangan limbah
industry berupa limbah cair, padat maupun gas yang dapat mengakibatkan
terjadinya pencemaran lingkungan. Limbah cair pada industri ini memberikan
kontribusi terhadap pelepasan logam berat beracun di dalam aliran air. Hal ini
akan berdampak negatif pada makhluk hidup di lingkungan sekitarnya.
Beberapa metode untuk menghilangkan logam berat dari air limbah telah
dilakukan dengan proses secara fisika dan kimia yang meliputi presipitasi,
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
koagulasi dan pertukaran ion. Tetapi metode-motede tersebut diatas masih mahal
terutama bagi negara-neraga yang sedang berkembang. Proses adsorpsi
merupakan teknik pemurnian dan pemisahan yang efektif di pakai dalam industry
karena dianggap lebih ekonomis dalam pengolahan air dan limbah (Al-Asheh el
at, 2000) dan merupakan teknik yang sering digunakan untuk mengurangi ion
logam berat air limbah (Selvi es at, 2001). Penggunaan biomaterial dari limbah
pertanian atau industry dapat digunakan sebagai alternatif adsorben dengan biaya
rendah diantaranya adalah tongkol Jagung, gabah padi, ampas, tebu, biji kapas,
jerami padi, dan kulit kacang tanah. (Marshall dan Michell, 1996).
Salah satu industri yang menghasilkan limbah logam berat adalah industri
peleburan tembaga. Jenis logam berbahaya yang kerap ditemukan pada industri ini
adalah Cr(VI) (Kromium Heksavalen). Banyak metode yang telah digunakan
untuk menyerap Cr(VI) yang telah diteliti, namun beberapa masih membutuhkan
banyak biaya kemudian mempunyai permasalahan menyangkut ketersediaan
bahan baku yang sulit dan mahal. Oleh karena itu pemanfaatan tongkol jagung
diharapkan mampu mencari alternatiaf terbaru serta rahma lingkungan terhadap
solusi dalam penyerapan limbah logam Cr(VI). Aktivasi terhadap adsorben
mengarah pada aktivasi gugus hidroksil pada selulosa, sehingga kemampuannya
menjerap zat warna maupun ion logam meningkat (Igwe et al, 2005). Menurut
Fahrizal (2008), modifikasi selulosa pada tongkol jagung mampu menjerap biru
metilena dari limbah tekstil dengan kapasitas adsorpsi 518.07 !g/g adsorben.
Sary Sulistiawati (2008) meneliti tentang pemafaatan tanaman jagung
sebagai adsorben untu penyerapan logam berat Pb(II) dengan hasil 90%. Fatimah,
dkk (2013) menggunakan tongkol jagung untuk menyerap klorin pada air olahan
dengan hasil yang diperoleh 96,80%. Setelah itu Mahbul Watan (2014) meneliti
dengan menfaatkan limbah tongkol jagung sebagai adsorben untuk menyerap
limbah Cr(VI) dengan hasil 64,94%. Beranjak dari penelitian-penelitian di atas
maka peneliti melakukan langkah selanjutnya dengang melakukan aktifasi tongkol
jangung dengan larutan NaOH 5 % untuk menyisihkan logam Cr(VI) pada limbah
artifisial, diharapkan dapat melihat seberapa besar penyerapan tongkol jagung
sebagai adsorben untuk penyisihan logam logam Cr(VI). Menguji pengaruh waktu
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
2. Tinjauan Pustaka
Tanaman Jagung
Jagung memiliki nama latin Zea mays. Kandungan gizi utama jagung adalah
pati (72-73%), dengan nisbah amilosa dan amilopektin 25-30% : 70-75%, Kadar
gula sederhana jagung (glukosa, fruktosa, dan sukrosa) berkisar antara 1-3%.
Kandungan senyawa berkarbon, yaitu selulosa (41%) dan hemiselulosa (36%)
yang cukup tinggi mengindikasikan bahwa tongkol jagung berpotensi sebagai
bahan pembuat arang aktif. Persentase komposisi diperlihatkan pada tabel 2.1.
Tabel 1 Komposisi Tongkol Jagung
Gambar 1.Selulosa
Hemiselulosa adalah polimer polisakarida heterogen tersusun dari unit
Dglukosa, D-manosa, L-arabiosa dan D-xilosa. Hemiselulosa pada kayu berkisar
antara 20-30%. Dilihat dari strukturnya, selulosa dan hemiselulosa mempunyai
potensi yang cukup besar untuk dijadikan sebagai penjerap karena gugus OH yang
terikat dapat berinteraksi dengan komponen adsorbat. Adanya gugus OH, pada
selulosa dan hemiselulosa menyebabkan terjadinya sifat polar pada adsorben
tersebut. Dengan demikian selulosa dan hemiselulosa lebih kuat menjerap zat
yang bersifat polar dari pada zat yang kurang polar. Mekanisme serapan yang
terjadi antara gugus -OH yang terikat pada permukaan dengan ion logam yang
bermuatan positif (kation) merupakan mekanisme pertukaran ion sebagai berikut
(Yantri dalam Wattimury,2012).
M+ dan M2+ adalah ion logam, -OH adalah gugus hidroksil dan Y adalah
matriks tempat gugus -OH terikat. Interaksi antara gugus -OH dengan ion logam
juga memungkinkan melalui mekanisme pembentukan kompleks koordinasi
karena atom oksigen (O) pada gugus -OH mempunyai pasangan elektron bebas,
sedangkan ion logam mempunyai orbital d kosong. Pasangan elektron bebas
tersebut akan menempati orbital kosong yang dimiliki oleh ion logam, sehingga
terbentuk suatu senyawa atau ion kompleks.
Menurut Terada dkk. (1983) ikatan kimia yang terjadi antara gugus aktif
pada zat organik dengan molekul dapat dijelaskan sebagai perilaku interaksi
asam-ba Lewi yang menghasilkan kompleks pada permukaan padatan. Pada
sistem adsorpsi larutan ion logam, interaksi tersebut dalam bentuk umum ditulis:
dengan GH adalah gugus fungsional yang terdapat pada zat organik, dan M adalah
ion bervalensi z.
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Kromium (Cr)
Kromium memiliki simbol Cr, merupakan unsur pertama dalam grup 6
dengan bilangan atom 24, tidak berbau dan tidak berasa. Kromium memilki
kemungkinan bentuk teroksidasi yang luas. Bentuk yang paling banyak ditemui
adalah +2, +3,dan +6, bentuk +3 adalah yang paling stabil sedangkan bentuk +1,
+4 dan +5 jarang ditemukan. Kromium dikenal dengan ketahanannya yang tinggi
terhadap korosi dan kesadahan. Sifat ini yang menjadikan kromium banyak
digunakan bersama nikel untuk pelapisan baja agar baja tahan terhadap korosi dan
perubahan warna dalam pembuatan stainless steel. Kromium di lingkungan
banyak ditemukan dalam dua bentuk, kromium trivalen [Cr(III)] dan kromium
hexavalen [Cr(VI)]. Cr(III) bermanfaat sebagai traceelement bagi manusia untuk
metabolisme gula dan lipid. Sedangkan Cr(VI)bersifat racun dan karsinogenik.
Cr(VI) merupakan oksidator yang sangat kuat dan memiliki oksigen ligan
seperti anion khromat (CrO42-) dan khromil klorida (CrO2Cl2). Namun Cr(VI) lebih
sering ditemukan dalam bentuk kromat dan dikromat (Cr2O7-2). Adapun syarat
sebagai adsorben memiliki surface area yang luas, volume internal yang besar,
yang ditunjukkan dengan porositas. Kekuatan mekanis yang baik serta ketahanan
terhadap abrasi merupakan sifat yang penting, mengingat adsorben akan
mengalami proses regenerasi berulang-ulang pada saat digunakan. Agar dapat
memisahkan bahan dengan baik, maka adsorben harus memiliki kemampuan
transfer massa yang baik (Yang dalam Ramadhan, 2010).
Adsorpsi
Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan cairan pada permukaan zat penyerap
(adsorben). Zat yang diserap disebut adsorbat. Adsorpsi dapat didefinisikan juga
sebagai suatu proses pemisahan komponen tertentu dari suatu fluida sehingga
berpindah ke permukaan zat padat yang menyerap (Mc. Cabe, 1999). Ada
beberapa hal yang dapat membedakan jenis-jenis adsorpsi. Perbedaan yang sangat
penting adalah didasarkan pada sifat ikatan fisika dan kimia yang menyebabkan
adsorbat ditarik ke permukaan adsorben. Para ahli mengklasifikasikan adsorpsi
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
atau dua tipe berdasarkan fenomena terjadinya adsorpsi, yaitu adsorpsi fisika dan
adsorpsi kimia.
Adsorpsi fisika atau adsorpsi Van Der Walls adalah fenomena yang mudah
berbalik (reversibel) yang terjadi akibat adanya gaya tarik menarik (interaksi
elektrolisis antar dipol) antara permukaan adsorben dengan molekul-molekul
adsorbat yang disebabkan oleh ikatan Van Der Walls.
Adsorpsi kimia atau adsorpsi aktifasi interaksi kimia antara zat padat dan zat
terlarut. Terdapatnya rantai kimia yang kuat dan jenis senyawa kimia yang
dimiliki, mempunyai suatu gaya untuk mengikat zat lain yang lebih kuat
dibandingkan dengan adsorpsi fisika. Proses yang terjadi merupakan proses
irreversibel dan proses adsorbsi yang terjadi akan memberikan jumlah senyawa
yang lebih rendah dari senyawa sebelum proses adsorpsi.
Salah satu adsorben yang telah dibuat diantaranya ialah adsorben dari
tongkol jagung dengan karakteristik yang ditunjukkan pada Tabel 2.
Biosorpsi
Biosorpsi merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
kemampuan biomassa dalam mengikat dan mengakumulasi ion atau senyawa
tertentu dari larutan (Volesky, 2007). Biosorpsi mulai banyak dikembangkan pada
awal tahun 1990. Saat itu sebuah perkembangan baru dicapai dengan diketahuinya
kemampuan biomassa dapat menyerap logam berat yang berbahaya bahkan pada
konsentrasi yang sangat kecil (<10 mg/L). Berdasarkan ketergantungan proses
adsorpsi dengan metabolisme sel, mekanisme biosorpsi dapat dibagi berdasarkan
dua kriteria, yaitu: Tergantung terhadap proses metabolism dan tidak tergantung
terhadap proses metabolisme
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
3. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu pembuatan biosorben, uji
kinerja biosorben, serta penentuan mekanisme sorpsi melalui pedekatan
persamaan isotherm Langmuir dan isotherm freundlich. Limbah Tongkol Jagung
yang akan digunakan dicuci sampai bersih, didiamkan pada suhu kamar selama 24
jam, kemudian diovenkan pada suhu 110 selama 60 menit, dihancurkan dan
ayak dengan ayakan 100 mesh. Serbuk adsorben selanjutnya direndam dengan
larutan NaOH 5% selama 6 jam, disaring dan dicuci sampai air cucian terakhir.
Kemudian adsorben diovenkan pada suhu 60 selama 30 menit.
Uji Kinerja
Penentuan uji kinerja biosorben dilakukan pada waktu kontak, dan
konsentasi Logam Cr Artifiasial. Sebanyak 7 gr biosorben dimasukkan kedalam
gelas piala yang telah diisi dengan beberapa variasi konsentrasi 40, 60, 80 dan 100
ppm. Larutan di-shanker selama beberapa variasi waktu kontak, yaitu, 90, 120,
150 dan 180 menit dengan kecepatan pengandukan 150 ppm. Konsentrasi
biosorben yang tersisa didalam filtrate dianalisa dengan menggunakan AAS
(Atomic Absorpsi Spectroscopy)
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
didapat dari kadar penyerapan dengan variasi waktu kontak dapat dilihat pada
Gambar 2 berikut.
% penyerapan
(mg/L)
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
% penyerapan
(mg/L)
Konsentrasi Cr (ppm
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
penyerapannya 86.93% dan terakhir dengan limbah Cr(VI) 100 ppm kadar
penyerapannya 88.57%. dari gambar dapat dijelaskan bahwa persen penyerapan
terbaik pada kosentrasi 100 ppm yaitu sebesar 88.57%. Kemampuan penyerapan
logam Cr(VI) oleh biomassa Tongkol Jagung terus meningkat ini disebabkan
karena permukaan biosorben yang masih aktif dan belum mengalami
kesetimbagan.
penyerapan (mg/g)
Kapasitas
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
terbaik terdapat pada waktu 180 menit dengan kosentrasi 100 ppm yaitu
1.265323 mg/gr. Sama halnya dengan kadar penyerapan sebelumnya, peningkatan
kapasitas penyerapan menunjukkan bahwa terdapat permukaan sel yang masih
aktif dan membetuk ikatan dengan larutan logam, kemudian kemampuan
penyerapan turun saat biomassa mencapai kondisi jenuh (Frraz, 2005). Penelitian
oleh Mahbul (2014) memperoleh kapasitas penyerapan sebesar 0.91 mg/gr pada
kondisi konstan 120 menit, sedangkan pada penelitian kapasitas terbaik pada
waktu 180 menit hasil yang diperoleh sebesar 1.265323 mg/gr, maka kondisi
konstan biomassa Tongkol Jagung tanpa aktifasi lebih cepat dari pada aktifasi.
Kapasitas penyerapan jugak di pengaruhi oleh kecepatan pengadukan apabila
pengadukan yang terlalu cepat akan mengakibatkan rusaknya struktur adsorbat.
Dimana akan membuat ikatan antar partikel adsorben dan adsorbat terlepas.
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Pada 40 ppm kapasitas penyerapan yang di peroleh adalah 0.451599 mg/gr, pada
60 ppm limbah Cr(VI) sebesar 0.728062 mg/gr, 80 ppm limbah Cr(VI) diperoleh
0.993568 mg/gr dan pada 100 ppm limbah Cr(VI) kapasitas penyerapanya
1.265323 mg/gr. Kondisi kenaikan ini juga didukung pada penelitian sebelumnya
oleh Mahbul (2014) yang mengalami kenaikan setiap perubahan kosentrasi limbah
Cr(VI) yang akan diserap menggunakan biosorben yang sama yaitu Tongkol
Jagung tanpa aktifasi. Mahbul medapatkan nilai terbaik kosentrasi 100 ppm yaitu
sebesar 0.89 mg/gr pada waktu pengadukan 120 menit dengan massa absorben
yang sama yaitu 7 gram.
Hasil yang berbanding lurus antara kosentrasi Cr(VI) dan Kapasitas
penyerapan yang terjadi, selalu terjadi pada proses biosorpsi bahkan membentuk
rasio yang proposional(Vasudevan, 2003). Hal ini dikarenakan pada kosentrasi
logam redah, ketersedian permukaan sel pada biosorben tidak cepat menuju jenuh
karena sedikitnya jumlah ion logam yang dapat terikat.
5. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan yaitu :
1. Kadar penyerapan maksimum pada biosorpsi tongkol jagung dengan adanya
penambahan aktifator NaOH terhadap logam Cr(VI) diperoleh 88,57% dengan
berat biosorben 7 gram, waktu kontak 180 menit dan konsentrasi 100 ppm.
2. Kapasitas Penyerapan Maksimum diperoleh sebesar 1,265 mg/gr pada waktu
180 menit dengan kosentrasi 100 ppm.
6. Daftar Pustaka
1. Al-Asheh, S., F. Bamat., R. Al Omri and Z. Duvnjak, 200. Prediction of
Binary Sorption for the sorption Of Heavy Metal by Pine Bark Using Single
Isoterm Data. Ehemosphone. Vol 41 : 659-665.
2. Fatimah, R. 2013. Pemanfaatan Limbah Batang Jagung Sebagai Adsorben
Alternatif Pada Pengurangan Kadar Klorin dalam Air Olahan (Treated
Water). Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik USU. Medan
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
13. Wang, Jianlong dan Can Chen. 2006. Biosorption of Heavy Metal bt
Saccharomyces cerevisiae : A review. Biotechnology Advances. 24 : 427
451. Wattimury, J. Hendrik. 2012. Studi Adsorpsi Ion Logam Crom (III)
Menggunakan Kulit Pisang Kepok (Musa normalis L.). Program Studi Kimia,
Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas.
14. Watan, Mahbul. 2014 Biosorpsi Logam Berat Kromium Heksavalen
Mengunakan Biomassa Tongkol Jagung Pada Limbah Artifisial. Tugas
Akhir. Program Studi Teknik Kimia. Fakultas Teknik. Universitas
Malikussaleh. Reulet. Aceh Utara.
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Abstrak
Kata kunci : kulit kacang tanah, biosorben, methyl violet, limbah zat
warna,biomassa
1. Pendahuluan
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
lingkungan dari limbah zat warna. Polutan ini terbukti meracuni perairan,
berdampak buruk bagi kesehatan makhluk hidup, dan mengakibatkan penurunan
kualitas lingkungan. Oleh karena itu dibutuhkan perhatian khusus dalam hal
penanganan dan pengolahan limbah yang dihasilkan.
Zat warna adalah salah satu jenis polutan yang mengandung zat beracun
yang dapat mencemari air. Limbah cair industri tekstil di Indonesia umumnya
mengandung zat tersuspensi dengan konsentrasi 750 ppm dan BOD sebesar 500
ppm. (Badan Lingkungan Hidup Indonesia, 2000). Salah satu limbah yang
dihasilkan oleh industri tekstil yaitu zat warna methyl violet. Zat warna methyl
violet tergolong dalam zat warna karbon -nitrogen yang terdapat pada gugus
benzena. Gugus benzena sangat sulit didegradasi, kalaupun dapat didegradasi
membutuhkan waktu yang lama. Zat warna ini termasuk dalam kelas azo
(Manurung, 2004). Zat warna azo merupakan zat warna yang mempunyai sifat
karsinogenik, membahayakan hewan air, tidak mudah terurai secara biologi dan
mencemari lingkungan melalui buangan limbah cairnya. Oleh karena itu
diperlukan upaya penanganan limbah secara tepat baik secara fisika ataupun
kimia.
Saat ini Penggunaan biomaterial dalam mengatasi pencemaran zat warna
terbukti lebih efektif. Metode ini dinyakini sangat menjanjikan terutama harganya
murah, memiliki kemampuan adsorpsi yang baik, mudah diregenerasi, serta lebih
aman bagi lingkungan (Volesky, 2007). Pada penelitian ini digunakan kulit
kacang tanah sebagai biosorben untuk menyisihkan zat warna methyl violet.
Kulit kacang tanah mengandung selulosa yang mampu menjerap zat warna
karena gugus OH yang terikat dapat berinteraksi dengan adsorbat. Selulosa
merupakan senyawa yang memiliki karakter hidrofilik karena adanya gugus
hidroksil pada tiap unit polimernya. Permukaaan gugus fungsi selulosa alam
ataupun turunannya dapat berinteraksi secara fisik atau kimia. Selulosa memiliki
gugus fungsi yang dapat melakukan pengikatan dengan ion logam. Gugus fungsi
tersebut terutama gugus karboksil, hidroksil, Herwanto, 2006).
Marshall dan Mitchell (1996) melaporkan beberapa produk samping
pertanian yang berpotensi sebagai adsorben, yaitu tongkol jagung, gabah padi,
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
gabah kedelai, biji kapas, jerami, ampas tebu, serta daun akasia. Hasil penelitian
Aprilia Susanti (2009) menggunakan kacang tanah sebagai absorben zat warna
cibacron red dengan modifikasi asam dan tanpa modifikasi asam diperoleh
efektivitas penjerapan berturut-turut 87,14% dan 4,69%. Hasil penelitian Mutia
Fonna (2015) menggunakan tongkol jagung sebagai adsorben untuk zat warna
methyl violet, diperoleh kapasitas penyerapan maksimum sebesar 1,71 mg/g pada
waktu 260 menit dengan konsentrasi 60 ppm. Hasil penelitian Rizky Indah Sari
(2015) menggunakan kulit buah kakao sebagai adsorben untuk zat warna methyl
violet, diperoleh kapasitas penyerapan maksimum 1,81 mg/g pada konsentrasi 50
ppm dengan waktu 140 menit. Hasil penelitian Zahrul Ulfa (2015) menggunakan
daun akasia sebagai adsorben untuk zat warna methyl violet, diperoleh kapasitas
penyerapan maksimum sebesar 1,62 mg/g pada waktu 145 menit dengan
konsentrasi 110 ppm.
Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa limbah pertanian yang
mengandung selulosa dapat diolah lebih lanjut sebagai adsorben dan diharapkan
mampu meningkatkan nilai tambahnya Komponen kulit kacang tanah terdiri dari
selulosa, air, abu, protein, lignin dan lemak. Komposisi kimia dan gambar kulit
kacang tanah diperlihatkan pada Tabel 1 dan Gambar 1.
Tabel 1 Komposisi Kimia Kulit Kacang Tanah
Komposisi Kimia Kulit Kacang Tanah %
Air 9.5
Abu 3.6
Protein 8.4
Selulosa 63.5
Lignin 13.2
Lemak 1.8
Sumber: Deptan (2008).
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Fkalibrasi = (1)
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
meningkatnya waktu kontak antara adsorben dengan zat warna seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.
kapasitas penyerapam (mg/g)
waktu (menit)
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
interaksi yang terjadi anatara adsorben dan adsorbat (Rina, 2009). Semakin lama
waktu kontak, tumbukan yang terjadi semakin banyak hingga mencapai
kesetimbangan sehingga kadar penyerapan semakin tinggi seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 3 :
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
adsorpsi akan konstan jika terjadi kesetimbangan antara konsentrasi adsorbat yang
terserap dengan konsentrasi yang tersisa dalam larutan. Pengujian kadar
penyerapan methyl violet oleh kulit kacang tanah dlakukan dengan memvariasikan
konsentrasi larutan yang akan diserap yaitu 110 ppm, 120 ppm, 130 ppm, 140
ppm dan 150 ppm untuk melihat seberapa besar kulit kacang tanah mampu
menyerap limbah zat warna methyl violet. Dari variasi tersebut dapat
dilihat persentase penyerapan yang terjadi dari Gambar 5.
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
4.2 Saran
Penelitian ini masih bias dilanjutkan dengan menggunakan aktifator asam
atau basa
5. Daftar Pustaka
Anto. 2008. Pemanfaatan Tongkol Jagung Sebagai Biosorben Zat Warna Biru
Metilena [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Aprilia Susanti. 2009. Potensi Kacang Tanah sebagai Absorben Zat Warna (azo)
Reaktif Cibacron Red. Bogor: Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Fengel, D., and Gerd, W., 1995, Kayu, Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Fessenden RJ Dan Fessenden JS. 1986. Kimia Organik Jilid 1. Edisi Ke-3.
Penerjemah; Pudjaatmaka AH. Jakarta: Erlangga. Terjemahan Dari:
Organic Chemistry.
Fonna, Mutia. 2011. Bioadsorbsi Zat Warna Basic Metyl Violet dengan Biomassa
Tongkol Jagung. Lhokseumawe: Universitas Malikussaleh.
Gufta, G.S; Prassad, G; Panday, K.K And Singh, V.N; 1998, Removalof Chrome
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Abstrak
Dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari masyarakat Aceh khususnya
masyarakat pedesaan masih menggunakan air yang bersumber dari Air tanah (air
sumur). Kendala yang paling sering ditemui masyarakat dalam menggunakan air
sumur adalah banyaknya kandungan zat pencemar didalamnya, kondisi air
umumnya berwarna kuning dan berbau. Air yang mengandung zat besi (Fe) dan
Mangan (Mn) dalam jumlah yang cukup besar dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan teknis, gangguan kesehatan dan gangguan fisik. Metode penjernihan
air yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode elektrokoagulasi, sebagai
elektroda digunakan material aluminium. Penelitian dibagi dalam dua tahap yaitu
tahap pendahuluan (sistem batch) dan tahap lanjutan (sistem kontinyu).
Parameter yang dianalisis adalah pengaruh kuat arus, waktu kontak dan debit air
terhadap karakteristik sampel. Hasil penelitian menunjukkan Kuat arus dan waktu
kontak memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kualitas air olahan,
kuat arus terbaik diperoleh 2 ampere dan waktu kontak 60 menit, Pada sistem
batch Efesiensi kekeruhan terbesar adalah 99,45% dan efisiensi penurunan
kekeruhan terbesar 98,71%.Efisiensi penurunan kekeruhan dan kandungan fe
terbesar pada sistem kontinyu terjadi pada debit air 0,5 liter/menit yaitu 99,55%.
Proses elektrokoagulasi dengan elektroda aluminium sangat efektif digunakan
untuk menurunkan tingkat kekeruhan dan kandungan fe pada air sumur
Kata kunci: elektrokoagulasi, penjernihan air, Elektroda Aluminium, Sistem
Kontinyu, Air Sumur
I. PENDAHULUAN
Ketersediaan air bersih atau air layak pakai di suatu daerah merupakan hal
yang penting untuk menunjang keberlangsungan aktifitas manusia seharihari,
masyarakat Aceh yang tinggal di pedesaan umumnya menggunakan air tanah
(air sumur galian) sebagai air baku. Kualitas air sumur galian yang ada di daerah
Aceh umumnya sangat rendah, air berwarna kuning, berbau dan berasa
(mengandung fe dan Mn) sehingga air tersebut tidak bisa dimanfaatkan secara
langsung. Kandungan zat besi (fe) dan Mangan yang tinggi dalam air dapat
menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti gangguan kesehatan, gangguan
fisik dan gengguan teknis. Sebagai contoh kandungan fe yang tinggi dalam air
dapat menimbulkan korosi dan menyebabkan kerusakan infrastruktur,
meninggalkan bercak kuning pada bak dan kain cucian dan lain sebagainya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.907/Menkes/SK/VII/2002
disebutkan bahwa kandungan mineral maksimum yang diijinkan dalam air minum
masing-masing adalah: 0,2 mg/l untuk aluminium (Al), 0,3 mg/l untuk besi (Fe)
dan 0,1 mg/l untuk mangan (Mn). Air tidak berwarna, tidak berbau dan tidak
berasa.
Beberapa metode yang pernah dilakukan untuk mengolah air sumur galian
yang mengandung banyak Fe dan Mn antara lain dengan proses filtrasi, aerasi,
dan koagulasi. Metode elektrokoagulasi adalah salah satu metode alternatif yang
dapat digunakan untuk menjernihkan air atau limbah cair dengan memanfaatkan
elektroda yang dilewati oleh arus listrik. Elektrokoagulasi merupakan metode
yang mampu menyisihkan berbagai jenis polutan dalam air, yaitu partikel
tersuspensi, logam-logam berat, produk minyak bumi, warna pada zat
pewarna, larutan humus, dan deflouridasi air. Metode ini mempunyai
kelebihan yaitu nilai efisiensinya cukup tinggi dan tidak diperlukan penambahan
bahan kimia. Hal ini telah dibuktikan oleh Susilawati (2009) Model pengolahan
air gambut dibuat dalam skala pilot dengan menggunakan 4 buah elektroda
aluminium pada jarak 6 cm Hasil penelitian menunjukkan penurunan warna,
turbidity, COD, BOD, total organik dan kandungan logam Al, Fe, Mn, Zn, Cd dan
Cu yang cukup signifikan. Danang dkk dalam penelitiannya yang berjudul Model
Alat Penawar Air Tanah Terintrusi Air Laut dengan proses elektrokoagulasi
mendapatkan bahwa penggunaan arus 3 Ampere mampu menurunkan kadar
magnesium dari 100000 mg/l menjadi 81 mg/l dan kadar natrium dari 9600 mg/l
menjadi 185 mg/l. Slamet dkk ( 2009) juga membuktikan bahwa metode
elektrokoagulasi cukup efektif untuk menurunkan kekeruhan, COD dan Cl-. Hasil
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi merupakan proses koagulasi atau penggumpalan dengan
tenaga listrik melalui proses elektrolisa untuk mengurangi atau menurunkan ion-
ion logam dan partikel-partikel di dalam air. Prinsip dasar dari elektrokoagulasi
ini merupakan reaksi reduksi dan oksidasi (redoks). Dalam suatu sel
elektrokoagulasi, peristiwa oksidasi terjadi di elektroda (+) yaitu anoda dan
sekaligus berfungsi sebagai koagulan, sedangkan reduksi dan pengendapan terjadi
di elektroda (-) yaitu katoda. Yang terlibat reaksi dalam elektrokoagulasi selain
elektroda adalah air yang diolah yang berfungsi sebagai larutan elektrolit.
Untuk proses elektrokoagulasi digunakan elektroda yang dibuat dari
aluminium (Al), karena logam ini mempunyai sifat sebagai koagulan yang baik.
Proses elektrokoagulasi disusun meliputi proses equalisasi, elektrokimia,
sedimentasi dan proses filtrasi. Proses equalisasi dimaksudkan untuk
menyeragamkan air yang akan diolah terutama kondisi pH, pada tahap ini tidak
terjadi reaksi kimia. Pada proses elektrokimia akan terjadi pelepasan Al 3+ dari
plat elektroda ( anoda ) sehingga membentuk flok Al(OH)3 yang mampu
mengikat kontaminan dan partikel-partikel dalam limbah. Proses elektrokoagulasi
dilakukan pada bejana elektrolisis yang didalamnya terdapat dua penghantar arus
listrik searah yang disebut elektroda, yang tercelup dalam larutan limbah sebagai
elektrolit seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Apabila dalam suatu elektrolit
ditempatkan dua elektroda dan dialiri arus listrik searah, maka akan terjadi
peristiwa elektrokimia yaitu gejala dekomposisi elektrolit, yaitu ion positif
(kation) bergerak ke katoda dan menerima elektron yang direduksi dan ion negatif
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Waktu tinggal
Waktu tinggal merupakan waktu yang diperlukan sampel untuk kontak langsung
dengan elektroda yang dialiri arus listrik. Waktu tinggal berkaitan dengan jumlah
koagulan (Al3+) yang dilepaskan ke air. Untuk proses elektrokoagulasi yang
dilakukan secara kontinyu, maka persamaan waktu tinggal air dalam bejana
adalah:
(1)
dengan:
t = waktu tinggal air limbah dalam bejana (det)
A = luas penampang bejana (cm2)
Q = debit air limbah ( cm3/det)
s = tinggi bejana (cm) (Chen dkk,2000)
(2)
Hukum Faraday membuat hubungan antara kuat arus (I) yang mengalir
dengan jumlah massa yang terlepas ke larutan, hal ini merupakan
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
2. METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Air sumur, Plat Aluminium (tebal plat 1 mm), Pasir, Kassa Plastik, Pipa PVC,
Keran air, Bak Sampel (Bak kaca ukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm), Bak
Elektrokoagulasi (Bak kaca ukuran 25 cm x 30 cm x 40 cm), Bak Filtrasi, Bak Air
Bersih, Pompa, Power Supply DC (6 30 Volt), pH meter, Stopwatch,
Amperemeter (Multimeter)
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Prosedur Penelitian
1. Pemeriksaan parameter-parameter sampel, yaitu : pH, Turbidity dan, Fe.
2. Pengaturan alat sesuai dengan rancangan percobaan.
3. Pengaturan jumlah dan jarak elektroda (plat Aluminium) yang
diletakkan dalam bak elektrokoagulasi.
4. air sumur dimasukkan ke dalam bak elektrokoagulasil.
5. Plat elektroda dihubungkan pada sumber arus searah dengan kuat arus 0,5 A.
6. Diatur waktu kontak selama 60 menit.
7. Dari bak elektrokoagulasi, selanjutnya air dialirkan ke dalam bak filtrasi,
yang telah diisi dengan pasir sebagai penahan flok yang telah terbentuk
pada proses elektrokoagulasi.
8. Selanjutnya air jernih dialirkan ke dalam bak kontrol untuk mengetahui
apakah masih terjadi pengendapan, disini air didiamkan selama 15 menit.
Dari bak kontrol air jernih dialirkan ke dalam bak air bersih.
9. Proses selesai, kemudian dilakukan pemeriksaan parameter-parameter air
Olahan, yaitu : pH, Turbidity dan Fe
10. Percobaan diulangai untuk variasi arus 1 A dan 2 A
11. Setelah didapatkan kuat arus optimum percobaan diulangi untuk variasi
waktu kontak 30 menitdan 45 menit
12. Setelah didapatkan parameter optimum, percobaan diulangi untuk sistem
kontinyu dengan memvariasikan debit air
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Sistem Batch
Pada tahap pertama dilakukan percobaan dengan menggunakan dua
variabel, yaitu kuat arus dan waktu kontak. Percobaan ini dilakukan untuk
melihat pengaruh kuat arus dan waktu kontak terhadap efisiensi penurunan
kekeruhan dan kandungan zat besi dalam air. Percobaan elektrokoagulasi
dilakukan dengan variasi kuat arus 0,5 A, 1 A dan 2 A. masing-masing percobaan
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Tabel 2 Pengaruh kuat arus terhadap kejernihan air sumur dengan proses
elektrokoagulasi
NO Arus (A) Waktu (menit) Kekeruhan (NTU) Fe (mg/l)
1 0,5 30 3,6 0,325
2 1 30 2,42 0,284
3 2 30 1,55 0,202
Data pada tabel 2 di atas menunjukkan bahwa perubahan arus pada proses
elektrokoagulasi memberikan dampak perubahan yang sangat besar terhadap
karakteristik air sampel. Karakteristik air yang paling optimal diperoleh dari
proses elektrokoagulasi yang menggunakan kuat arus 2 A. Arus adalah elektron
yang mengalir, sehingga jika arus diperbesar maka jumlah elektron yang
mengalir dalam sel elektrolit (dari anoda ke katoda) semakin meningkat.
Peningkatan jumlah elektron meningkatkan jumlah OH- dan gelembung gas
H2. Penurunan kekeruhan dapat terjadi karena adanya reaksi selama proses
elektrokoagulasi, yaitu:
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
kekeruhan air hasil penjernihan dengan proses elektrokoagulasi. Atau dengan kata
lain, semakin besar kuat arus yang digunakan semakin tinggi efisiensi penurunan
kekeruhan air, begitu pula dengan waktu kontak. Semakin lama waktu kontak
yang digunakan pada proses elektrokoagulasi maka akan semakin tinggi pula
penurunan kekeruhan air hasil penjernihan dengan proses elektrokoagulasi. karena
semakin besar waktu dan kuat arus yang digunakan pada saat proses
elektrokoagulasi, maka akan semakin banyak ion Alumunium (Al3+) yang
dilepaskan. Ionion alumunium inilah yang berperan aktif sebagai koagulan untuk
mengikat partikelpartikel koloid yang terdapat dalam air. Setelah ion alumunium
berikatan dengan partikel partikel kontaminan tersebut, maka akan membentuk
suatu flok. Ada dua jenis flok yang terbentuk yaitu flok yang mengendap pada
dasar wadah dan flok yang berada pada permukaan air hasil penjernihan. Adapun
flok yang mengendap pada dasar wadah merupakan flok flok yang berukuran
besar sehingga pada saat air didiamkan maka flok tersebut akan bersedimentasi
pada dasar wadah. Sedangkan flok yang terdapat pada permukaan air disebabkan
karena adanya gas hydrogen yang dilepaskan dari katoda yang mengangkat flok
yang masih melayang pada air menuju permukaan air. Adapun peristiwa ini
dikenal dengan flotasi. Flotasi adalah peristiwa terangkatnya flok flok yang
terbentuk pada proses elektrokoagulasi oleh gas hydrogen yang dihasilkan katoda
menuju permukaan air.
Secara keseluruhan, hasil pengolahan air secara eketrokoagulasi pada sistem
batch menggunakan kuat arus 2 A dengan waktu kontak 45 menit dan waktu
kontak 60 menit telah memenuhi baku mutu air bersih sesuai dengan Permenkes
No. 492/MENKES/PER/IV/2010. Ini artinya penggunaan aluminium sebagai
elektroda dalam menjernihkan air sumur secara elektrokoagulasi sangat efektif
dalam menurunkan kekeruhan dan kandungan fe dalam air.
Sistem Kontinyu
Percobaan Lanjutan dilakukan pada reaktor kontinyu yaitu menggunakan
air sampel dari bak pengumpan yang dialiri kedalam bak elektrokoagulasi dengan
kuat arus dan waktu terbaik yang didapatkan dari percobaan pendahuluan, dari
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
percobaan pendahuluan dengan sistem batch diperoleh kuat arus terbaik yaitu 2 A
dan waktu kontak terbaik yaitu 60 menit untuk menjernihkan air 20 liter,
sehingga diperoleh estimasi debit air yang efektif dalam percobaan kontinyu
adalah 0,333liter/menit.
Data hasil percobaan pendahuluan menunjukkan air hasil penjernihan
dengan kuat arus 2 A dan waktu kontak 45 menit pun telah memenuhi baku mutu
yang ditetapkan, atas dasar pertimbangan tersebut dan juga keterbatasan alat maka
dalam percobaan lanjutan dengan sistem kontinyu laju aliran air divariasikan 0,5
liter/menit dan 1 liter/menit.
Seperti halnya pada percobaan pendahhuluan, Percobaan lanjutan juga
menganalisa perubahan yang terjadi pada Kekeruhan, pH, kandungan fe dan Daya
Hantar Listrik pada air sampel dan diperoleh parameter air hasil penjernihan
seperti ditunjukkan tabel 5.4 berikut:
Tabel 4 Pengaruh debit air terhadap kekeruhan dan kandungan fe
No Arus (I) Debit (L/menit) Fe (mg/l) Kekeruhan (NTU)
1 2A 0,5 l/menit 0,195 1,98
2 2A 1 liter /menit 0,258 2,01
Data dalam tabel 4 di atas dapat menunjukkan bahwa semakin kecil debit yang
dipakai maka semakin besar penurunan kekeruhan yang terjadi, hal ini
dikarenakan semakin kecil debit maka waktu kontak antara elektroda yang dialiri
arus listrik dengan air semakin lama sehingga banyak terjadi pengikatan antara
Al3+ terhadap partikel kontaminan sehingga terbentuk flok yang semakin
banyak. Jadi efisiensi penurunan kekeruhan terbesar pada percobaan kali ini
berada pada debit kontak sebesar 0,5 liter/menit yaitu sebesar 99,26% dan
efisiensi penurunan fe sebesar 98,52% yaitu dari 13,2 mg/l menjadi 0,195 mg/l.
Hasil percobaan sistem kontinyu menunjukkan bahwa, air hasil
penjernihan dengan proses elektrokoagulasi menggunakan elektroda aluminium
yang dilewati arus 2 A, baik dengan debit kontak 0,5 l/menit ataupun 1 l/menit
keduanya adalah jernih, secara fisik air tidak berwarna, tidak berasa dan tidak
berbau, dengan kandungan fe dibawah 0,3 mg/l dan tingkat kekeruhan dibawah 5
NTU. Dari beberapa parameter yang dianalisa, air dapat dinyatakan telah
memenuhi baku mutu air minum sesuai dengan apa yang ditetapkan dalam
4. Kesimpulan
1. Kuat arus dan waktu kontak memberikan pengaruh yang sangat besar
terhadap kualitas air olahan, semakin besar arus dan waktu kontak yang
diberikan maka semakin besar pula penurunan kekeruhan dan kandungan fe
dalam air baku, dan pada penelitian ini kuat arus yang maksimal diperoleh 2
ampere dan waktu kontak 60 menit
2. Pada sistem batch Efesiensi kekeruhan terbesar adalah 99,45% dan efisiensi
penurunan kekeruhan terbesar 98,71% yaitu pada proses elektrokuagulasi
yang dilewati arus 2 ampere dan waktu kontak 60 menit.
3. Efisiensi penurunan kekeruhan dan kandungan fe terbesar pada sistem
kontinyu terjadi pada debit air 0,5 liter/menit yaitu 99,55% dan 98,65%
4. Proses elektrokoagulasi dengan elektroda aluminium sangat efektif digunakan
untuk menurunkan tingkat kekeruhan dan kandungan fe pada air sumur
5. Daftar Pustaka
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Sunardi, (2007), Pengaruh Tegangan Listrik dan Kecepatan Alir Terhadap Hasil
Pengolahan Limbah Cair Mengandung Logam Pb, Cd dan TSS
Menggunakan Alat Elektrokoagulasi, SDM Teknologi Nuklir
BATAN, Yogyakarta, hal. 441-446
Susilawati, dkk, (2009), Model Peat Water Treatment for People Compsumption
With Electrocoagulation Method, International Seminar on Chemistry
And Polymer 2009, Medan Indonesia
Wijayanto. Danang, Susanto, Model Alat Penawar Air Tanah Terintrusi Air Laut
(Air Payau) Dengan Proses Elektrokoagulasi, Politeknik Negeri Jakarta,
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Abstrak
Logam berat dalam air menimbulkan permasalahan yang serius bagi lingkungan.
Usaha penanganannya telah banyak dilakukan dengan berbagai metoda. Metode
yang relatif efektif, efisien, aman, ramah lingkungan adalah metode adsorpsi.
Penelitian ini bertujuan tentang kinetika adsorpsi logam Pb(II) dalam air limbah
menggunakan bioadsorben kulit kacang tanah dengan sistem kolom. Pada
rancangan percobaan, variabel tetap terdiri dari berat bioadsorben 50 g, ukuran
partikel 40 mesh dan volume adsorbat digunakan 10 liter, laju alir 4 liter/menit.
Variabel bebas waktu kontak dan jenis bioadsorben. Variasi waktu kontak
0;5;10; 15;20; 30; 60; 90; 120; 150; 180; 210; 240 menit dan jenis bioadsorben:
tanpa aktivasi, aktivasi fisik dan aktivasi kimia (H2SO4 1N dan NaOH 1N). Hasil
penelitian menunjukan bahwa adsorpsi logam Pb(II) dipengaruhi oleh waktu dan
jenis bioadsorben. Dasar perhitungan kinetika adsorpsi kapasitas adsorpsi
kesetimbangan (qe) didasarkan pada waktu kontak 240 menit. Berdasarkan
pembahasan dan pertimbangan koefisien korelasi R2, konstanta laju adsorpsi k1
dan k2 serta perbanding qe hitung dan qe ektrapolasi dapat disimpulkan bahwa
kinetik adsorpsi Pb(II) adalah kinetika adsorpsi pseudo orde dua.Besarnya
koefisien korelasi R2secara berurutan adalah bioadsorben tanpa aktivasi: 0,9882,
aktivasi fisik: 0,9926, aktivasi NaOH 1N: 0,9885, aktivasi H2SO4 1N:0,9957.Hasil
qe kinetika adsorpsi untuk bioadsorban tanpa aktivasi: 0,0065 mg/g, aktivasi
fisika: 0,0074 mg/g, aktivasi NaOH 1N: 0,0087 mg/g dan aktivasi H2SO4 1N:
0,0101 mg/g.
1. Pendahuluan
Pencemaran logam berat merupakan suatu proses yang erat hubungannya
dengan penggunaan logam tersebut oleh manusia. Keberadaan logam berat dalam
lingkungan berasal dari dua sumber. Pertama dari proses alamiah seperti
pelapukan kimiawi, kegiatan geokimiawi, tumbuhan dan hewan yang membusuk.
Sumber lain berasal dari hasil aktivitas industri seperti industri kimia.
411
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Sudah menjadi permasalahan umum tidak sedikit industri kimia
menghasilkan logam berat berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan
antara lain industri pelapisan logam (electroplating), revarasi dan pengisian ulang
arus listrik (accu), industri penyamakan kulit , industri cat, kosmetik dan industri
tekstil.
Pada industri tersebut selama proses berlangsung banyak mempergunakan
logam-logam berat seperti Cu, Zn, Cr, Cd, Ni, Pb yang sangat berbahaya bagi
kehidupan makhluk hidup. Limbah yang dihasilkan jika tidak ditangani dengan
tepat, maka dapat mengancam kehidupan makhluk disekitarnya. Bahan kimia
yang masuk ke dalam air dapat berupa, zat padat terlarut, tersuspensi,
terendapkan, gas mapun berupa zat cair. Sifat bahan pencemar antar lain mudah
terbakar, mudah meledak , penyebab kanker (carsinogenic) dan bersifat racun
(toxic).
Zaini dan Sami (2015), industri yang memiliki kepedulian lingkungan,
limbah yang dihasilkan disimpan pada bak penampungan sementara, kemudian
mengirimkan limbahnya ke perusahaan khusus pengolah limbah B3 seperti
kepada PT. PPLI (Prasadha Pemusnah Limbah Industri) di Cileungsi Bogor.
Namun hal ini dirasakan cukup berat bagi sebagian besar industri karena kegiatan
ini dapat memakan biaya yang relatif besar. Dalam penelitian ini, adsorbat yang
digunakan berasal dari limbah laboratorium kimia yang mengandung logam berat
Fe, Cu dan Pb. Pada sisi lain sebagai adsorben yang digunakan berasal dari
limbah hasil pertanian seperti kulit kacang tanah.
Hidayati (2012), penanganan limbah logam berat dalam air dapat dilakukan
dengan berbagai cara seperti adsorpsi ( adsorption ) , pertukaran ion ( ion
exchange ), dengan menggunakan selaput tipis ( membran ), proses pengendapan
( sidementation ), penguapan (presivitasi), penggumpalan (koagulasi),
elektrokimia, elektroforesa. Proses adsorpsi lebih banyak digunakan karena
memiliki banyak keuntungan diantaranya tidak menimbulkan efek samping yang
beracun, sangat efektif untuk menyerap logam berat dan serta lebih ekonomis.
Menurut Mantel (1951), sorpsi adalah proses penyerapan ion oleh partikel
penyerap (sorban). Proses sorpsi dibedakan menjadi dua yaitu adsorpsi dan
412
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
absorpsi. Proses adsorpsi jika ion tersebut tertahan dipermukaan partikel penyerap
(adsorban), sedangkan absorpsi jika proses pengikatan ini berlangsung sampai di
dalam partikel penyerap (absorben).Salah satu solusi tentang penanganan limbah
logam Pb dengan biaya yang relatif jauh lebih murah adalah dengan
memanfaatkan kulit kacang tanah sebagai adsorban. Pada penelitian ini logam
Pb(II) sebagai adsorbat berasal dari air sumur tercemar Blang Pulo yang ada
dalam wilayah Kota Lhokseumawe.
Adsorpsi umumnya terjadi berdasarkan interaksi antara logam dengan gugus
fungsional yang ada pada permukaan adsorben melalui interaksi pertukaran ion
atau pembentukan kompleks, biasanya terjadi pada permukaan padatan yang
mengandung gugus fungsional seperti OH, -NH, -SH dan COOH.
Menurut Ahalya, dkk (2003) komponen yang berperan dalam proses
adsorpsi antara logam berat dengan adsorben dari limbah pertanian adalah
keberadaan gugus aktif hidroksil (OH), karbonil (C=O), karboksil ( -COOH),
amina (-NH2), amida (-CONH2) dan tiol (-SH). Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi proses adsorpsi Pb2+ diantaranya waktu kontak, temperatur
(Hidayati, 2012), dimana waktu kontak dari 0 menit, 15 menit, 30 menit, 45
menit, 60 menit, 75 menit dan 90 menit dan variasi suhu 30oC, 40oC dan 50oC.
Beberapa penelitian terdahulu Irmawati (2013), adsorpsi kromium dengan
metode kolom menggunakan adsorben kulit kacang tanah yang diaktivasi dengan
HNO3 0,1 M dipengaruhi oleh faktor laju alir adsorbat , tinggi kolom adsorben
dan konsentrasi adsorbat. Rusmaya (2008), sorpsi limbah nikel dengan kulit
kacang tanah dipengaruhi oleh variasi pH, dosis adsorban dan waktu, konsentrasi
adsorbat. Draman, dkk (2015), kulit kacang tanah mempunyai kemampuan
mengadsorpsi logam berat seperti Pb(II) 87,89% - 89,6% tergantung ukuran
partikel. Zhuang dan Xu (2014), adsorpsi logam Cd dengan adsorben kulit kacang
tanah berlangsung pada waktu 5 s/d 120 menit.
Pada penelitian terdahulu telah dilakukan pengujian daya serap adsorben
terhadap limbah artifisial Fe (II), Cu(II), Pb(II) dan Cr (VI), dimana bioadsorben
mempunyai kemampuan penyerapan terhadap logam berat tersebut. (Zaini dan
Sami, 2015).
413
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Penelitian ini bertujuan mempelajari penurunan kadar logam berat Pb(II)
dari air sumur tercemar logam berat dan mempelajari fenomena kinetika adsorpsi
menggunakan model kinetika adsorpsi pseudo orde pertama dan orde dua.
2. Tinjauan Pustaka
Pada proses adsorpsi terdapat faktor yang berpengaruh kesetimbangan
adsorpsi yaitu adsorben, adsorbat dan kondisi proses adsorpsi baik hingga
mencapai adsorpsi dalam keadaan kesetimbangan (qe). Menurut Darmansyah, dkk
(2016) karakteristik adsorben yang dibutuhkan untuk adsorpsi antara lain:
1. Luas permukaan adsorben yang besar
2. Memiliki kapasitas terhadap adsorbat
3. Memiliki daya tahan guncang yang baik.
4. Tidak ada perubahan volume yang berarti selama proses adsorpsi dan
desorpsi.
Danarto (2007), proses adsorpsi terjadi pada permukaan pori-pori dalam
adsorben, sehingga untuk bisa terjadi adsorpsi, logam dalam cairan mengalami
perpindahan secara berturut sebagai berikut:
a. Perpindahan massa adsorbat ker permukaan adsorben
b. Difusi adsorbat dari permukaan adsorban ke dalam adsorben melalui pori-pori
c. Perpindahan massa adsorbat dalam pori ke dinding pori adsorben
d. Adsorpsi logam (adsorbat) pada dinding pori adsorben
Adsorpsi ion logam berat dapat dipelajari melalui berbagai teori adsorpsi
seperti isoterm adsorpsi Freunlich, isoterm adsorpsi Langmuir, kinetika adsorpsi
pseudo orde satu Lagergren (1898), kinetika adsorpsi pseudo orde oleh Ho dan
McKay (1998), yang disebut juga chemisorpsi yang mempelajari fenomena laju
kecepatan adsorpsi.
Analisa kinetika adsorpsi yang menggunakan sistem kolom dengan laju
alir tertentu biasanya didasarkan pada kinetika adsorpsi pseudo orde pertama dan
pseudo orde dua. Fenomena adsorpsi didasarkan pada kapasitas adsorpsi pada
kesetimbangan (qe), koefisien korelasi R2, tetapan laju adsorpsi k1 dan k2.
Persamaan ini digunakan untuk menguji data percobaan dari konsentrasi awal Co,
414
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
konsentrasi pada waktu t Ct , konsentrasi pada kesetimbangan Ce hingga diperoleh
kapasitas adsorpsi mg/g.
(1)
(2)
(3)
415
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
(5)
Integrasi kondisi qt=0 s/d qt=qt dan t=0 s/d t=t diperoleh bentuk persamaan linier
sbb:
( 6)
Parameter qe (mg/g) dan k2 (g/mg.min) dapat dihitung dari plot t/qt versus t.
3. Metode Penelitian
3.1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari alat untuk pengecilan
ukuran menggunakan Crusher, alat pengeringan di laboratorium dengan oven,
penimbangan menggunakan neraca, alat melakukan aktivasi kimia menggunakan
gelas kimia 1000 ml, alat aktifasi fisik menggunakan kukusan dan alat utama
berupa Unit Adsorpsi hasil rancangan. Bahan terdiri dari adsorbat yang berasal
dari limbah cair laboratorium kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe antara lain
mengandung logam Fe, Cu dan Pb. Bahan kimia HCl 1 N, H2SO4 1 N, NaOH 1 N.
416
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Crusher dan mengambil hasil ayakan -30 mesh/(+40 mesh), lolos pada ayakan 30
mesh dan tertahan diayakan 40 mesh. Adsorben dikeringkan dengan oven pada
suhu 60oC s/d 105oC hingga beratnya konstan dan diaktifasi secara fisika dan
secara kimia.
Aktivasi secara fisika menggunakan kukusan selama 2 jam dan aktivasi
kimia menggunakan NaOH 1 N dan H2SO4 1 N masing-masing selama 24 jam.
Adsorban yang digunakan masing-masing sebanyak 50 gr untuk tanpa aktivasi
(TA), aktivasi fisik (AF), aktivasi kimia H2SO4 1N dan aktivasi kimia NaOH 1 N.
417
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
berpengaduk dan menggunakan sistem kolom yang beroperasi secara kontinu
menggunakan kolom tunggal, dua kolom, multi kolom. Aji dan Kurniawan
(2016), jika dibandingkan sistem bejana (batch) dengan sistem kolom, maka
sistem kolom dipandang lebih aplikatif. Perbedaannya yang mendasar terletak
pada ukuran partikel adsorben yang digunakan.
418
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
secara fisik dan dengan NaOH 1N. Hal ini disebabkan aktivasi dengan H2SO4
memberikan efek lebih besar karena H2SO4 bersifat lebih higroskopis daripada
NaOH, sehingga pori-pori bioadsorben menjadi terbuka dan tidak tertutup lagi
oleh bahan bahan yang menutupi pori-pori dengan demikian kemampuan daya
serapnya menjadi lebih baik dari semula.
0,080
TA
Pb (ppm) tersisa
0,070
AF
0,060
Akv NaOH
0,050
Akv H2SO4
0,040
0,030
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270
Waktu Kontak (menit)
419
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
0,035
0,030 AF
0,025
0,020 Akv NaOH
0,015
Akv H2SO4
0,010
0,005
0,000
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270
Waktu Kontak (ppm)
420
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
kontak, maka jumlah konsentrasi Pb(II) dalam adsorbat yang teradsorpsi semakin
meningkat hingga waktu tertentu. Demikian juga berdasarkan grafik perbedaan
daya serap terjadi akibat adanya beda jenis perlakuan terhadap bioadsorben. Hal
ini terjadi karena adanya perbedaan karakteristik adsorban akibat perlakuan
aktivasi fisik dan aktivasi kimia.
Aktivasi
Tanpa Aktivasi Aktivasi Aktivasi
t men NaOH
(TA) fisik (AF) H2SO4 1N
1N
0 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
0,0006 0,0006 0,0007 0,0009
10 0,0011 0,0014 0,0016 0,0019
0,0019 0,0020 0,0023 0,0028
20 0,0021 0,0028 0,0031 0,0037
30 0,0028 0,0037 0,0037 0,0046
60 0,0032 0,0046 0,0046 0,0056
90 0,0037 0,0052 0,0052 0,0065
120 0,0045 0,0056 0,0056 0,0071
150 0,0050 0,0057 0,0065 0,0079
180 0,0052 0,0059 0,0070 0,0082
210 0,0053 0,0061 0,0071 0,0084
240 0,0055 0,0065 0,0074 0,0086
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2016)
Berdasarkan data tabel 3 dan gambar 4 bahwa jumlah logam yang terserap
ke dalam adsorben menunjukkan bahwa semakin lama waktu adsorpsi (kontak),
maka kapasitas adsorpsi logam meningkat hingga waktu tertentu. Kapasitas
adsorpsi kesetimbangan (qe) berdasarkan data percobaan dan data perhitungan
memperlihatkan bahwa waktu kontak untuk menghasilkan qe yang sesungguhnya
belum tercapai.
421
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
-6,500
-7,000
-7,500
-8,500
-9,000
Waktu Kontak (menit)
Tabel 4. Nilai Parameter model kinetika adsorpsi Pb(II) Pseudo Orde Satu
422
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
25
20
15
10
5
0
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270
Waktu Kontak (menit
423
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Estimasi nilai qe perhitungan digunakan berdasarkan nilai qe pada waktu
240 menit.Pada kondisi waktu ini nilai qe yang sebenarnya atau yang
sesungguhnya pada penelitian ini belum tercapai. Tentunya nilai qe ektrapolasi
memberikan nilai yang lebih besar dan bukan sebaliknya. Nilai qe yang lebih besar
ada pada nilai qe hasil ekstrapolasi permodelan kinetika pseudo orde dua yang
masing-masingnya untuk bioadsorben tanpa aktivasi 0,0065 mg/g, aktivasi fisik
0,0074 mg/g, aktivasi dengan NaOH 0,0087 mg/g dan aktivasi dengan H2SO4
0,0101 mg/g . Nilai qe hasil ekstrapolasi kinetika orde satu nilai qe yang dihasilkan
dibawah nilai hasil perhitungan dengan hal ini tidak sesuai dengan keadaan
sebenarnya.
Ditinjau dari konstanta laju adsorpsi nilai k1 kecil dari nilai k2, maka
pengaruh k2 terhadap laju adsorpsi lebih besar dari pada pengaruh k1. Untuk
kinetika adsorpsi pseudo orde dua nilai k2 secara berurut untuk bioadsorben tanpa
aktivasi 153,846 g/mg.men, aktivasi fisik 135,135 g/mg.men, aktivasi dengan
NaOH 114,943 g/mg.men dan aktivasi dengan H2SO4 99,010 g/mg.men.
Hasil penelitian menunjukan bahwa adsorpsi logam Pb(II) dipengaruhi
oleh waktu dan bioadsorben. Kinetika adsorpsi berdasarkan kapasitas adsorpsi
kesetimbangan (qe) hitung pada waktu kontak 240 menit. Berdasarkan
pertimbangan koefisien korelasi R2, konstanta laju adsorpsi k1 dan k2 serta
perbanding qe hitung dan qe ektrapolasi dapat disimpulkan kinetik adsorpsi yang
paling sesuai adalah kinetika adsorpsi pseudo orde dua. Menurut Estiaty (2013)
faktor mempengaruhi proses adsorpsi terdiri dari beberapa faktor, antara lain luas
permukaan, ukuran adsorben, sifat adsorben, kelarutan adsorbat, bentuk dan
ukuran adsorbat, temperatur dan derajat keasaman. Pada penelitian adsorpsi logam
berat Pb(II) dengan bioadsorben dapat dipelajari lebih lanjut variasi jumlah
bioadsorben dan laju alir.Setiaka , dkk (2011) pada sistem kolom, semakin cepat
laju alir influen maka kapasitas adsorpsi yang didapat semakin besar.
5. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil penelitian, hasil pengolahan data dan hasil pembahasan
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
424
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
1. Adsorpsi logam Pb(II) dalam air limbah laboratorium kimia menggunakan
adsorben kulit kacang tanah dipengaruhi oleh aktivator dan waktu kontak
antara adsorbat dan adsorben.
2. Kapasitas adsorpsi semakin meningkat dengan meningkatnya waktu adsorpsi
hingga waktu kesetimbangan. Kapasitas adsorpsi kesetimbangan (qe)
bioadsorban tanpa aktivasi: 0,0065 mg/g, aktivasi fisik: 0,0074 mg/g, aktivasi
NaOH 1N: 0,0087 mg/g dan ativasi H2SO4.: 0,0101 mg/g
3. Proses adsorpsi air sumur tercemar logam berat yang mengandung logam
Pb(II) berlangsung mengikuti permodelan kinetika adsorpsi pseudo orde dua
untuk bioadsorben tanpa aktivasi, aktivasi fisik, aktivasi NaOH, aktivasi
H2SO4.
6. Daftar Pustaka
Aji, B.,K.,Kurniawan,F.2012.Pemanfaatan Serbuk Biji Salak (Salacca zalacca)
Sebagai Adsorben Cr(IV) dengan metode bath dan Kolom. Kimia MIPA
ITS Jurnal Sains Pomits.Vol.1, No.1 (2012) 1-6
Ahalya, N., Ramachandra, T.V., Kanamadi, R.D.2003.Biosorption of Heavy
Metals. Reseach Journal of Chemical and Environment.7(4),71-79.
Danarto, YC. 2007. Kinetika Adsorpsi Logam Berat Cr (VI) Dengan Adsorben
Pasir Yang Dilapisi Besi Oksida. Jurnal Ekuilibrium Vol 6 No. 2, Juli 2007,
halaman: 65-70.
Darmansyah, Simparmin, G., Ardiana, L., Saputra, H. 2016. Mesopori MCM-41
Sebagai Adsorben: Kajian Kinetika dan Isoterm Adsorpsi Limbah Cair
Tapioka. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan. Vol.11,No.1,Hlm 10-16,
Juni 2016 ISSN 1412-5064.
Draman, S.,F.,S., Mohammad, N., Wahab, N.,H.,I, Zulkifli, N.,S.,I., Zulkifli
,N.,S., Bakar,A.,A.2015. Adsorption of Lead (II) ions in Aqueus Solution
Using Selected Agro-Waste
Estiaty, L.,M.2013. Kesetimbangan dan Kinetika Adsorpsi Ion Cu2+ pada Zeolit-
H.Jurnal Riset Geologi-Tambang.Vol.22,No.2,Juni 2013 (127-141).
425
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Hidayati,B., Sunarno, Yenti, S., R. 2012. Studi Kinetika Adsorpsi Logam Cu2+
Menggunakan Zeolit Alam Teraktifasi. Jurusan Teknik Kimia Universitas
Riau.
Ho, Y., S., McKay, G. 1998. Acomparison Of Chemosrption Kninetic Models
Applied To Pollutan Removal On Various Sorbent. Institution of Chemical
Engineer Journal. Vol 76, Part B, Nopember 1998.
Ho, Y., S., McKay, G. 1999. Pseudo- second Order model for sorption processes.
Departement of Chemical Engineering, The Hong Kong University of
Science and Technology. Elsevier. Process Biochemistry 34(1999) 451-465.
Irmawati, A., Ulfin, I. 2013. Pemanfaatan Biomasa Kulit Kacang Tanah Untuk
Adsorpsi Kromium Dalam Larutan Berair Dengan Metode Kolom. Jurusan
Kimia FMIPA ITS. Surabaya
Lagergren, S. 1898. Zur theorie der sogenannten adsorption geloster stoffe.
Kungliga Svenska Vetens kapsaka demiens. Handlingar 1898; 24(4):1-39
Mattel, C., L. 1951. Adsorption. Edisi 2, McGraw-Hill, Company Inc., New York
Setiaka,J.,Ulfin,I.,Widiastuti,N.2011. Adsorpsi Logam Cu(II) dalam Larutan Pada
Abu Dasar Batubara Menggunakan Metode Kolom. Prisiding Skripsi Kimia
MIPA ITS
Zaini,H., Sami, M. 2015. Adsorpsi Logam Berat Cu (II) dalam Air Limbah
dengan Sistem Kolom Menggunakan Bioadsorben Kulit Kacang Tanah.
ProsidingInovasi Teknologi Proses dan Produk Berbasis Sumber Daya
Alam Indonesia. Seminar Nasional Teknik Kimia UNPAR. Bandung 19
Nopember 2015 hal 16-22.
Zhuang, Z., Xu, L. 2014. Removal of Cadmium ion form aqueous solution using
chemically modified peanut shell. Journal of Chemical and Pharmaceautical
Research. USA 6(6): 649-653.
426
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Abstrak
1. Pendahuluan
Banyak permasalahan yang muncul ketika proses identifikasi buah-buahan
dilakukan secara tradisional. Hal ini diakibatkan oleh sifat manusia itu sendiri
yang mempunyai kelemahan antara lain: lelah dan tidak akurat akibat keterbatasan
fisik. Pada akhirnya meyebabkan proses identifikasi tidak efektif dan efisien.
Pada saat ini kemajuan teknologi komputer atau interaksi antara manusia
dengan komputer telah menyentuh dunia pertanian baik sebelum panen maupun
427
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
428
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
untuk lokal, provinsi atau antar negara, salah satu sebab belum adanya peralatan
tersebut disebabkan belum banyaknya penelitian untuk menemukan metode yang
tepat yang bisa diterapkan pada peralatan yang mampu dan mempunyai keahlian
memilih dan memilah. Oleh sebab itu diperlukan adanya suatu metode untuk
mengelompokkan buah-buahan tersebut secara otomatis dengan akurasi yang
tinggi dan waktu yang relatif singkat. Telah banyak dilakukan penelitian dengan
beragam metode yang ada, salah satunya K-Means Clustering. Dengan K-Means
Clustering kita mampu mengelompokan langsung suatu data berdasarkan nilai-
nilai ciri yang ada. Penggunaan K-Means Clustering digunakan dengan dasar
memilah-milah data yang dianalisa ke dalam sebuah kelompok semisal kelompok
dari warna yang sama Penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh bebrapa
peneliti diantaranya M, Soltani tahun 2011 melihat besar buah, luas buah dan
diameter buah menggunakan pixel untuk rata-rata, minimum dan maxsimum
dengan hasil 89%, dan Slamet Riayadi tahun 2007 melakukan segmentasi dan
akurasi ukuran buah menggunakan metode Thresholding dan marfologi dengan
hasil 90,2% dan Ng, H.P tahun 2006 melakukan partisi gambar menggunakan K-
means mendapatkan hasil hingga 92% dan Usman Ahmad tahun 2010 mengenali
mutu jeruk menggunakan warna buah dengan pixel mendapatkan hasil 95,9% dari
850 sampel buah jeruk.[3][4][5][6]. Berdasarkan latar belakang masalah maka
tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini yaitu menganalisa citra buah papaya
dengan mengekstraksi fitur warna berdasarkan RGB menggunakan K-means
Clustering.
2. Tinjauan Pustaka
Pada bagian ini akan dijelaskan pepaya, citra RGB, Ekstraksi Warna
Ekstraksi Nilai Piksel Red, Green dan Blue (RGB), Klastering dengan K-Means.
2.1 Pepaya
Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba dari famili Caricaceae
yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat bahkan kawasan sekitar
429
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Mexsiko dan Coasta Rica. Tanaman pepaya banyak ditanam orang, baik di daerah
tropis maupun sub tropis. di daerah-daerah basah dan kering atau di daerah-daerah
dataran dan pegunungan (sampai 1000 m dpl). Buah pepaya merupakan buah
meja bermutu dan bergizi yang tinggi.
2.3 Ekstraksi Warna Ekstraksi Nilai Piksel Red, Green dan Blue (RGB)
Hampir setiap pengolahan citra yang berbasis warna perlu dilakukan
pemisahan band-band yang ada pada citra khususnya citra RGB, MATLAB
menyediakan fasilitas yang cukup baik dalam memisahkan ketiga warna RGB.
Pada kanal warna RGB, kadang-kadang disebut sebagai gambar True Color,
disimpan sebagai baris m dan kolom n dengan 3 array data yang mendefinisikan
komponen warna merah, hijau, dan biru untuk setiap piksel individu. Gambar
430
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
RGB tidak menggunakan palet. Warna dari setiap pixel ditentukan oleh kombinasi
merah, hijau, dan biru intensitas disimpan di setiap kanal warna di lokasi pixel.
Format file grafis citra RGB sebagai citra 24-bit, di mana komponen merah,
hijau, dan biru adalah 8 bit masing-masing. Ini menghasilkan potensi 16 juta
warna. Presisi dengan Gambar kehidupan nyata dapat direplikasi telah
menyebabkan julukan "citra True Color." Sebuah array RGB MATLAB dapat
dari kelas uint8 atau uint16. Dalam array RGB, masing-masing komponen warna
adalah nilai antara 0 dan 1
3. Metode Penelitian
Secara umum metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
yang dimulai dari bagian pertama adalah pengambilan dan pengolahan data yang
digunakan sebagai nilai acuan. Pada proses pengambilan data untuk acuan
dilakukan nantinya sebanyak 45 buah citra dengan 15 untuk pembelajaran lalu
dicari rata-rata tiap tingkat kematangan buah yang nantinya menjadi nilai acuan
matrik untuk proses pengenalan (dijadikan vektor matriks).
Selanjutnya pada proses pengujian 30 citra buah pepaya, pada setiap citra
setelah didapatkan nilainya RGB lalu dijadikan vektor matriks lalu di lihat jarak
431
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
kedekatan data dengan metode euclodiean distance semakin kecil jarak kedekatan
data maka semakin mirip lalu di klasifikasi dengan klaster.
Proses Klaster adalah berasal dari setiap nilai rata-rata dari RGB, langkah
pertama algoritma adalah menetapkan suatu vektor klaster awal dari nilai RGB
yang diuji. Langkah kedua adalah mengklasifikasikan setiap hasil pengukuran ke
klaster terdekat. Pada langkah ketiga, rata-rata vektor klaster baru yang diperoleh
dari nilai mean RGB tiap citra buah dihitung berdasarkan semua hasil pengukuran
dalam satu klaster lalu dikelompokan berdasarkan nilai rata-rata yang nantinya
menjadi acuan untuk pengklasteran pada proses pengujian nantinya. Langkah
kedua dan ketiga terus dilakukan sampai didapatkan perubahan dari nilai rata-rata
klaster dan iterasi yang kecil. Sasaran algoritma klaster ini adalah untuk
memperkecil variabilitas di dalam klaster. Kelakuan algoritma K-means
clustering dipengaruhi oleh penetapan jumlah pusat klaster, pemilihan inisial
pusat klaster, dan cara pengambilan urutan sampel data.
432
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
berupa jarak tiap titik terhadap titik di klaster yang sama dibanding terhadap titik
di klaster yang lain. Nilai ini berkisar dari -1 sampai +1. Untuk nilai +1 berarti
titik yang bersangkutan berjarak sangat jauh dari klaster yang lain, nilai 0
mengindikasikan bahwa titik yang bersangkutan sama saja berada diklaster yang
sekarang maupun diklaster yang lain. Sedangkan nilai -1 mengindikasikan bahwa
titik yang bersangkutan berada pada klaster yang salah. Untuk mengukur
performansi hasil klaster kita gunakan perintah silhouette. Perintah ini akan
memberikan output berupa jarak tiap titik terhadap titik di klaster yang sama
dibanding terhadap titik di klaster yang lain. Untuk contoh dapat kita lihat pada
Gambar 1.
433
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
terhadap klaster yang dibuat. Bagian keempat merupakan analisa data dengan
menggunakan analysis of variance (ANOVA). Bagian kelima merupakan
pembahasan atas hasil pengujian secara keseluruhan.
434
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
tertimpa. Hal ini disebabkan karena adanya ciri data yang berdekatan. Hasilnya
untuk mengukur performa klaster. Ini akan memberikan keluaran berupa jarak tiap
titik terhadap titik klaster yang sama dibanding terhadap titik yang lain.
Dengan menggunakan metode silhaoutte pada klaster 1 dan 2 tidak sesuai
dengan hasil yang diharapkan karena ada data yang nilai berdekatan sehingga
sulit dibedakan sedangkan pada klaster 3 diperoleh hasil sesuai dengan yang
diharapkan.
Nilai sillhouette
435
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
436
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
437
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
kita kelompokkan masing masing untuk mentah R, mengkal R juga masak R juga
untuk kelompok G dan kelompok B.
Secara deskriptif dari nilai data warna yang diperoleh bahwa rata rata nilai
R dan B berbeda tiap kelompok berbeda ini dikarenakan nilai dari F kritis dengan
F penghitungan berbeda sehingga secara analisis of variance signifikan.
Sedangkan untuk G hasil menunjukkan bahwa F perhitungan lebih kecil dari F
kritis dapat kita simpulkan tidak signifikan.
Analisa Keseluruhan
Dari hasil pengujian yang di peroleh baik menggunakan sistem k-means
clustering sudah mendapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan walaupun ada
beberapa citra yang tidak masuk kedalam jenis pengelompokannya hal ini
disebabkan faktor buah . Rekapitulasi hasil eksperimen menghasilkan kelompok
pepaya masak muda 60% dikenali sebagai masak muda disini disebabkan faktor
buah sehingga yang dikenali. Pada data kelompok pepaya masak mengkal 90%
dikenali sebagai masak mengkal sedangkan pada kelompok pepaya masak penuh
100 % dikenali masak penuh. Dari penjabaran klasifikasi dengan menggunakan K-
mean dibandingkan dengan metode verifikasi diperoleh suatu perbandingan
bahwa metode verifikasi hampir akurat seratus persen sesuai dengan penglihatan
manusia.
5. Kesimpulan
Sesuai dengan penelitian yang dilakukan dan hasil yang diperoleh, maka
diperoleh beberapa kesimpulan berikut:
1. Dalam mengekstraksi fitur warna berdasarkan RGB menggunakan K-means
Clustering untuk mendapatkan nilai piksel dalam menganalisa citra buah
pepaya didapatkan hasil hampir sesuai dengan kenyataan (kondisi nyata buah
pepaya).
2. Dengan menggunakan analisis ragam atau analisis of variance (ANOVA)
bahwa secara deskriptif dari nilai data warna ketiga kelompok sampel pepaya
yang terdiri dari pepaya muda, pepaya masak mengkal maupun pepaya masak
438
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
6. Daftar Pustaka
Slamet Riyadi, Mohd. Marzuki Mustafa, Aini Hussain, Azman Hamzah, 2007,
Papaya fruit grading based on size using image analys Proceedings of the
International Conference onElectrical Engineering and Informatics Institut
Teknologi Bandung, Indonesia June 17-19
439
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Ng, H.P.; Ong, S.H.; Foong, K.W.C.; Goh, P.S.; Nowinski, 2006, Medical
Image Segmentation Using K-Means Clustering and Improved Watershed
Algorithm, Journal IEEE ISBN: 1-4244-0069-4 2006
Ahmad Usman dkk, 2009, Pemutuan Buah Jeruk Pontianak Berdasarkan Ukuran
dan Warna Menggunakan Pengolahan Citra, prosiding seminar nasional
himpunan informatika pertanian Indonesia, Bogor
Marvin CH. Wijaya, Agus Prijono 2007, Pengolahan Citra Digital Menggunakan
Matlab, Penerbit Informatika, Bandung
Tzortzis, G.; Likas, A.2008 The global kernel k-means clustering algorithm ,
Journal IEEE ISSN: 1098-7576 ISBN: 978-1-4244-1820-6 26 September
2008
Budi Santosa 2007 , Data Mining Terapan dengan Matlab, Graha Ilmu,
Yogyakarta
440
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Abstrak
Pemanfaatan sumber-sumber air baku yang memiliki salinitas diatas air tawar
merupakan suatu alternatif pilihan yang dapat menyelesaikan masalah kurangnya
sumber air bersih untuk memenuhi kebutuhan sosial masyarakat. Membran
nanofiltrasi merupakan membran yang tepat digunakan untuk menurunkan kadar
garam dari air baku. Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk
mempelajari pengaruh pelarut, komposisi bak koagulasi dan tekanan
transmembran terhadap kinerja membran selulosa asetat dalam menurunkan
kadar garam pada air bersalinitas menengah. Membran dibuat dari polimer
selulosa asetat dengan konsentrasi selulosa asetat 25%, dibuat empat buah
membran yaitu membran Selulosa Asetat dengan pelarut aseton dengan
komposisi bak koagulasi (rasio pelarut : non pelarut yaitu 0:10 dan 2:8) dan
membran selulosa asetat dengan pelarut Dimetil Formamid (DMF). dengan
komposisi bak koagulasi (rasio pelarut : non pelarut yaitu 0:10 dan 2:8).
Pembuatan membran mengikuti metode Inversi Fasa secara Presipitasi immersi,
dalam penelitian ini dilakukan modifikasi dalam proses pembuatan membran
yaitu pada tahap immersi. Membran yang telah dicasting diimersikan ke dalam
bak koagulasi yang berisi non pelarut (aquades). Membran yang telah
dipreparasi di karakteristik meliputi pengujian permeabilitas, molecular weight
cutt off (MWCO) dan analisa scanning electron microscopy. Membran yang telah
dikarakteristik diuji kinerjanya menggunakan umpan larutan NaCl 2000 ppm,
larutan NaCl dengan konsentrasi 2000 ppm dianggap mewakili kondisi air
bersalinitas menengah. Hasil karakteristik membran menunjukkan bahwa
membran dengan pelarut aseton dan DMF memiliki nilai Lp dan MWCO yang
berbeda. Penambahan pelarut dalam bak koagulasi memberikan pengaruh
terhadap struktur membran dan mempengaruhi kinerja membran dalam
menurunkan kadar garam.
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
1. Pendahuluan
Kebutuhan air dengan kualitas yang baik terus meningkat sejalan dengan
pertumbuhan penduduk dan sektor-sektor kehidupan yang membutuhkan air
bersih. Pada saat yang sama ketersediaan air juga semakin menipis akibat semakin
bertambahnya jumlah penduduk dan pola hidup masyarakat yang menuju pada
pola hidup modern.Peningkatan kebutuhan air bersih ini tidak diimbangi dengan
peningkatan sumber-sumber penyedia air bersih. Akibatnya terjadi
ketidakseimbangan antara sumber air bersih dan kebutuhan air bersih sehingga
krisis air bersih menjadi salah satu masalah kependudukan yang rumit dewasa ini.
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki pantai terpanjang di dunia,
maka salah satu sumber air yang banyak terdapat di Indonesia adalah air asin atau
air payau. Sebagian besar Negara dan wilayah didunia ini belum memanfaatkan
air payau sebangai sumber air yang dapat digunakan (J. Khouri , 2003).
Metode-metode untuk desalinasi digunakan secara luas termasuk metode
thermal dan proses desalinasi. Reverse Osmosis (RO) merupakan salah satu
teknik dari proses membran, dan lebih populer dibandingkan dengan teknik
konvensional pemanasan thermal seperti Multi Stage Flashing (MSF) dan Multi
Effect Disstillation (MED). Salah satu keuntungan besar dari teknik RO adalah
konsumsi energy yang sangat rendah dibandingkan dengan seluruh sistem
desalinasi yang lainnya (Fritzmann, et al, 2007; Li, 2011, Voros, et al, 1998).
Desalinasi menggunakan membran Reverse Osmosis (RO) dan Nanofiltrasi (NF)
saat ini menjadi pilihan yang tepat untuk pengolahan air laut dan air payau. Oleh
karena itu pengembangan material untuk memperoleh membran yang memiliki
fluks yang tinggi dan rejeksi yang tinggi terhadap garam dan penggunaannya pada
tekanan rendah menjadikan membran ini sangat menarik. (R. Haddad, et.al,2004).
Proses membran saat ini dianggap sebagai salah satu teknologi terbaik
yang layak digunakan di berbagai negara untuk proses pemisahan. Nanofiltrasi
(NF) telah menjadi suatu bidang yang berkembang pesat dan menjadi inovasi
yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir khususnya untuk pengolahan
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
limbah dalam beberapa industri (M. Gagliardi, 2014). Keuntungan yang menarik
diantaranya: fluks permeat yang tinggi dan memiliki kemampuan merejeksi ion
bivalen, tekanan operasi dan investasi yang rendah, maka membran Nanofiltrasi
semakin meningkat penggunaannya dalam bidang pengolahan air seperti proses
pelunakan air payau dan air laut, dan pengolahan limbah (Song, et al, 2011).
Teknologi Nanofiltrasi juga berpotensi besar untuk menggantikan skala membran
Reverse Osmosis dan mengurangi biaya unit plant Brackish Water Reverse
Osmosis (BWRO) karena kemampuannya yang sangat baik dalam menghilangkan
ion yang terbentuk dalam air.(Al-Amoudi, et al, 2007)
Struktur membran dibuat dengan proses inversi fasa dari selulosa asetat
(CA) seperti yang telah diuraikan oleh Loeb dan Sourirajan pada tahun 1985.
Material ini merupakan polimer yang menarik karena memiliki harga yang murah
dan memiliki daya tahan terhadap klorin. Selain itu CA merupakan produk alam
dimana diperoleh dari sumber yang terbaharukan.
Teknik pembuatan membran secara inversi fasa dengan presipitasi
immerse merupakan salah satu teknik pembuatan membran yang akan
menghasilkan membran asimetrik. Membran asimetrik tidak hanya digunakan
secara luas dalam proses ultrafiltrasi dan mikrofiltrasi untuk pemisahan, tetapi
juga digunakan untuk memfabrikasi membran komposit digunakan pada proses
membran reverse osmosis,membran nanofiltrasi dan membran gas separation
(N.Widjojo,etc, 2011:214-223; K.L.Tung,etc, 2010:143-152; M.M Pandergast &
E.M.V. Hoek, 2011:1946-1971; P.B Kosaraju & K.K Sirkar, 2008;155-161: A.K
Glosh & E.M.V. Hoek, 2009:140-148; S.J Yuan, etc, 2011: 425-437).
2. METODE PENELITIAN
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah selulosa asetat
(Sigma Aldrich), Dimetil Formamid (Merck), Aseton (Merck), Aqua bidest.
Peralatan utama yang digunakan yaitu modul membran dan rangkaiannya, gas
nitrogen sebagai gas penekan, applicator membran, Magnetik Stirrer (Spinbar),
Erlenmeyer 50 ml (Pyrex), Hot Plate (Yamato, tipe Mag-mixer MH800),
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
- Membran dari selulosa asetat dengan pelarut aseton dengan rasio pelarut
dan non pelarut dalam bak koagulasi : (0:10) disebut sebagai sebagai
membran SA1-A, pada rasio (2:8) disebut sebagai membran SA2-A
- Membran dari selulosa asetat dengan pelarut DMF dengan rasio pelarut
dan non pelarut dalam bak koagulasi : (0:10) disebut sebagai sebagai
membran SA1-DMF, pada rasio (2:8) disebut sebagai membran SA2-DMF
Karakteristik Membran
Membran SA1-A, SA2-A, SA1-DMF dan SA2-DMF dikarakteristik terlebih
dahulu sebelum diuji kinerja membran. Karakteristik membran meliputi
penentuan permeabilitas (Lp) dan penentuan Molecular Weight Cutt Off
(MWCO).Penentuan permeabilitas dilakukan dengan menngunakan umpan
aqua distilled deionized pada tekanan trans membran 1, 2, 3, 4 dan 5 bar.
Penentuan MWCO dilakukan menggunakan larutan dekstran BM 12.000,
19.500 dan 39.000.
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
dua buah membran dengan pelarut yang berbeda serta dilakukan pena
penambahan
pelarut ke dalam bak koagulasi pada proses immerse uuntuk menge
mengetahui
pengaruhnya terhadap kinerja membran.
Permeabilitas Membran
Pengujian keempat membran menunjukkan bahwa keempat membran
memiliki nilai koefisien permeabilitas (Lp) yang berbeda, seperti yang
ditunjukkan pada gambar 1 dibawah ini.
Gambar
ar 1. Permeabilitas pada berbagai variasi membran
Membran yang dihasilkan dengan pelarut yang berbeda menunjukkan nilai
permeabilitas yang berbeda, hal ini dikarenakan setiap memb
membran memiliki struktur
yang berbeda. Jenis pelarut yang digunakan maupun penambahan pel
pelarut kedalam
bak koagulasi mempengaruhi pproses
roses pembentukan struktur membran.
Penambahan dimetil formamida (DMF) sebagai solvent kedalam bak koagulasi
mempengaruhi proses difusi antara solvent dan non solvent di dalam peristiwa
demixing pada bak koagulasi. Membran SA1 yang dibuat tanpa penambahan
solvent dalam bak koagulasi memiliki nilai Lp yang lebih tinggi dari membran
me
dengan penambahan pelarut dalam bak koagulasi (membran SA2) baik dengan
pelarut aseton maupun DMF.
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
aseton memiliki rejeksi lebih tinggi disbanding dengan pelarut DMF, hal ini
dikarenakan pada pelarut aseton interaksi antara pelarut dan non pelarut lebih
kecil, sehingga menghasilkan pola pembentukan membran delayed demixing pada
tahap immerse, menyebabkan membran memiliki struktur lebih rapat (Mulder,
1996). Pada Tabel 2 dibawah jelas terlihat bahwa membran SA2-A maupun SA2-
D dapat menahan 90 % larutan dekstran pada berat molekul 40.000 Da.
Tabel 2. Rejeksi larutan dekstran pada membran SA2
Membran BM Dekstran (dalton) Rejeksi (%)
12000 74,2
19500 87,12
SA2-D 39000 90,9
19500 70
39000 82
12000 67,44
SA2-A 19500 88,9
39000 92
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
Peningkatan fluks ini dapat dijelaskan karena semakin besar gaya dorong yang
diberikan maka akan semakin banyak permeat yang lolos melewati membran.
Dari hasil penelitian jelas terlihat bahwa nilai fluks keem
keempat membran berbeda,
hal ini menunjukkan kinerja ke empat membran berbeda seperti ditun
ditunjukka
ditunjukkan pada
gambar 4 dibawah ini. semakin banyak penambahan pelarut dalam bbak koagulasi
maka nilai fluks semakin rendah, karena semakin rapatnya struktur m
membran
maka semakin banyak variasi bak koagulasi
gulasi juga mempengaruhi koefisien
koe nilai
fluks.
Kinerja membran dalam menurunkan salinitas dapat dilihat dari nila
nilai
rejeksi membran terhadap larutan NaCl 2000 ppm. Rejeksi dihitung bbe
berdasarkan
persamaan (2), dimana permeat membran diukur konduktivit
konduktivitasnya mengguna
menggunakan
peralatan konduktometer.
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
demixing(Mulder, 1996). Oleh karena itu variasi penambahan pelarut dalam bak
koagulasi dapat diperlukan untuk mengatur laju difusi antara pelarut dan non
pelarut pada proses immerse dalam pembuatan membran.
Membran dengan penambahan pelarut kedalam bak koagulasi (membran
SA2-A dan SA2-D) menunjukkan nilai rejeksi yang lebih tinggi dibandingkan
membran tanpa penambahan pelarut (membran SA1-A dan SA2-A), hal ini
dikarenakan penambahan pelarut kedalam bak koagulasi menyebabkan terjadinya
peristiwa delayed demixing, sehingga struktur membran yang terbentuk menjadi
lebih rapat.Sesuai dengan referensi (Lin, K,Y, etc, 2002; Ren, J.Z. etc, 2004)
penambahan solvent kedalam bak koagulasi dapat mengurangi rasio perpindahan
massa solvent dan nonsolvent kemudian akan menghilangkan macrovoids.
Didalam referensi pencetakan lapisan films dilakukan diatas pelat kaca atau pelat
dense lainnya. Intrusi nonsolvent melalui permukaan bagian bawah casting film
terbukti mempengaruhi pembentukan macrovoid dalam proses inversi fasa secara
presipitasi immerse (Xinxia Tian, 2014:8-19). Maka penambahan nonsolvent yang
semakin banyak akan dapat memperkecil pembentukan macrovoid sehingga dapat
meningkatkan rejeksi dari membran
4. KESIMPULAN
PROSIDING SNTK UNIMAL 2016
17 OKTOBER 2016
aseton maupun DMF. Rejeksi tertinggi pada membran SA2-A yaitu 85,23% pada
tekanan 3 bar, sedangkan membran SA2-D memiliki rejeksi tertinggi pada
tekanan 4 bar sebesar 85,7%.
5. DAFTAR PUSTAKA
A. Al-Amoudi, R.W. Lovitt, 2011, Fouling strategies and the cleaning system of
NF membranesand factors affecting cleaning efficiency, J. Membr. Sci. 303:
4-28.
C. Fritzmann, J. Lowenberg, T. Wintgens, T. Melin, State-of-the-art of reverse
osmosis desalination, Desalination 216 (2007) 1e76.
K.L. Tung, Y.L.Li, S. Wang, D. Nanda, C.C.Hu, C.L.Li.J.Y. Lai, J.Huamg, 2010,
Performance and effect of polymeric membranes on the dead- end
microfiltration protein solution during filtration cycle, Journal Membrane
Science, 352: 143-152
M.M. Pendergast, E. M.V. Hoek, 2011, A review of water treatment membrane
nanotechnologies, Energy Environt, Science, 4:1946-1971
M. Gagliardi, Global market sand technologies for nanofiltration, BCC
Research,2014
Mulder,M.,( 1996), Basic Principles of Membranes Tecnology, Kluwer academic
Publisher,Netherland,
M. Li, 2011,Reducing specific energy consumption in Reverse Osmosis (RO)
water desalination: An analysis from first principles, Desalination 276
N. Widjojo, T.S. Chung, M. Weber, C. Maletzkoc, V. Warzelhan, 2011, The role of
sulphonated polymer and macrovoid-free structure in the support layer of thin
film composite (TFC) forward osmosis (FO) membranes, Journal Membrane
Science, 383: 214-223
N. Voros, C. Kiranoudis, Z. Maroulis, 1998,Solar energy exploitation for reverse
osmosis desalination plants, Desalination 115
P.B. Kosaraju, K.K. Sirkar, 2008, Interfacially polymerized thin film composite
membranes on microporous polypropylene supports for solvent-resistant
nanofiltration, Journal Membrane Science,321:155-161
R. Haddad, E. Ferjani, S. Roudesli and A. Deratani, 2004, Properties of Cellulose
Asetat Nanofiltration Membranes, Application to brackish water desalination, .
J. Membr. Sci., 167, 403 -409.