You are on page 1of 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori


II.1.1 Pengertian Korosi
Menurut Suriadi (2007), korosi adalah perusakan logam karena adanya reaksi kimia atau
elektrokimia antara logam dengan lingkungannya. Adapun lingkungan yang dimaksud adalah
dapat berupa larutan asam, air dan uap yang masing-masing mempunyai daya hantar listrik
yang berbeda-beda. Perusakan logam yang dimaksud adalah berkurangnya nilai logam baik
dari segi ekonomis, maupun teknis. Penurunan kualitas logam ini dapat saja membuat
kecelakaan yang tak terduka. Disamping itu logam yang mengalami korosi dapat membuat
penampilan yang tak menyenangkan, untuk mengatasi hal ini diperlukan biaya perawatan
yang tidak sedikit. Hal inilah yang mengakibatkan korosai dari segi biaya sangat mahal.
Korosi adalah gejala yang timbul secara alami, sehingga bagaimana pun juga korosi ini
tidak dapat dihindari, yang disebabkan oleh perubahan energi. Ketika korosi berlangsung
secara alami, proses yang terjadi secara spontan sehingga disertai suatu pelepasan energi
bebas.

II.1.2 Pengendalian Korosi


Menurut Naviano (2011), jika suatu logam diexpose di alam terbuka maka akan terjadi
interaksi dengan lingkungan yang melibatkan pertukaran ion antara permukaan logam dengan
lingkungannya tersebut. Karakteristik pertukaran ion dipacu oleh perbedaan potensial antara
logam dan lingkungannya yang menyebabkan terjadi korosi pada logam tersebut. Namun
produk korosi berupa karatan yang sifatnya rapat (dense) akan memberikan dampak positif
bagi logam karena dapat memutuskan pertukaran ion sehingga korosi lanjutan akan
berkurang.
Jadi konsep yang sangat mendasarkan dalam melindungi logam dari korosi adalah
mengupayakan agar tidak terjadinya pertukaran ion antara logam dengan linkungannya.
Kalaupun tidak bisa memutuskan sama sekali pertukaran ion tersebut, maka diupayakan agar
pertukaran ion berlangsung dengan laju yang lambat. Berdasarkan kriteria ini maka
muncullah istilah pengendalian korosi yang sesungguhnya mengandung pengertian bahwa
pertukaran ion yang terjadi dikendalikan agar tidak berlangsung secara cepat. Pertukaran ion
dengan lingkungannya berdasarkan tiori korosi tersebut dikenal dengan arus korosi. Sehingga

II-1
Laboratorium Ilmu Logam dan Korosi
Departemen Teknik Kimia Industri FV- ITS

besar kecilnya arus korosi sangat menentukan besar kecilnya laju korosi pada suatu logam.
Upaya pengendalian korosi yang lazim diterapakan dalam rangka perlindungan terhadap
logam yang digunakan adalah sebagai berikut:
II.1.2.1 Pemilihan bahan yang sesuai
Pemilihan bahan yang tidak sesuai dengan lingkungan tempat bahan tersebut
dipalikasikan akan dapat menyebabkan kegagalan dini, berikut aspek keselamatan dan
pembiayaan. Pemilihan bahan yang tepat yang dimaksudkan disini adalah memilih bahan
logam/paduannya sedemikian sehingga pertukaran ion antara logam/paduan tersebut dengan
lingkungannya tidak berlangsung dengan cepat; atau dengan kata lain adalah memilih
logam/paduannya yang perbedaan potensial dengan lingkungannya sekecil mungkin. Dalam
prakteknya, jika lingkungannya terlalu agresif (korosif) maka perancang lazim memilih logam
atau paduannya yang memiliki ketahanan korosi yang lebih baik dari baja.
II.1.2.2 Perancangan kontruksi
Upaya melindungi logam dari korosi tidak hanya memadai dengan pemilihan material
yang tepat tapi juga sangat tergantung pada pengetahuan dalam merancang bentuk atau tipe
kontruksi. Dari berbagai literature dan pengalaman yang ada, terdapat banyak contoh-contoh
kontruksi yang memadai ditinjau dari segi ketahananya terhadap korosi dengan tidak
mengabaikan faktor keamanan, keindahan dan efisiensi dalam rangka pemeliharaan dan
perawatannya. Sebaliknya ada juga rancangan kontruksi yang kurang baik terhadap korosi
yaitu yang memungkinkan terperangkapnya air, debu dan pengotor lainnya sehingga dapat
menginisiasi korosi yang berujung pada kegagalan rancangan secara dini. Beberapa contoh
dari rancangan kontruksi yang kurang baik misalnya terbentuknya lingkungan yang tidak
kompetible seperti bersentuhan antara bahan aluminium dengan bahan beton, maka
dikarenakan alkalinitas bahan beton dapat menyerang aluminium sehingga dapat
menyebabkan terjadinya korosi pada aluminium, demikian juga dengan permukaan yang
kasar dan tajam, serta desain suatu komponen yang sulit dijangkau. Dalam lingkungan yang
mengalir, misalnya pada installasi pipa, besar kemungkinan terjadinya erosi korosi. Untuk itu
biasanya perancang akan mengupayakan agar aliran fluida didalam pipa tidak menimbulkan
aliran turbulen yang perancanannya mengacu pada standart yang telah ditentukan.
II.1.2.3 Penerapan pelapisan
Perlindungan terhadap logam dengan cara menerapkan pelapisan pada hakikatnya
adalah melindungi logam dari lingkungan sekililingnya sehingga petukaran ion antara
permukaan logam dengan sekelilingnya dapat dikendalikan.
Namun apabila ditinjau dari jenis material yang digunakan sebagai bahan pelapis, maka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II-2
Laboratorium Ilmu Logam dan Korosi
Departemen Teknik Kimia Industri FV- ITS

proses pelapisan dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu :


1. Proses pelapisan logam (metallic coating)
2. Proses pelapisan konversi (conversion coating)
3. Proses pelapisan non-logam (non-metallic coating)
Proses pelapisan logam adalah melapisi sebagian atau seluruh permukaan logam yang
digunakan dengan logam lain. Jenis-jenis proses pelapisan yang lazim digunakan adalah
metode penyemprotan (thermal spraying), pengelasan (welding) atau pelapisan yang
menerapkan teknik vapour deposition seperti physical vapour deposition (PVD), chemical
vapour deposition (CVD).
Sedangkan proses pelapisan konversi adalah proses pelapisan dimana produk hasil
proses pelapisannya berupa oksida logam dari logam yang dilapisinya atau oksida logam
lainnya. Jenis proses pelapisan konversi adalah antara lain : anodizing, chromating dan
phosphatizing atau blackening.
Sedangkan pelapisan dengan bahan-bahan non-logam antara lain adalah proses
pelapisan dengan cat, lak, karet, elastomer, dan enamel. Mengingat bahwa proses pelapisan
pada hakikatnya adalah melapiskan suatu material lain ke atas permukaan material lainnya,
maka tingkat keberhasilan dari suatu proses pelapisan sangat tergantung pada kondisi
permukaan yang akan dilapisi. Salah satu persyaratan dari permukaan yang akan dilapisi
adalah harus bebas dari debu, pelumas, lemak, terak, produk korosi (karatan), sisa logam
pelapis, dan cacat permukaan.
II.1.2.4 Penerapan Proteksi Katodik dan Anodik

Gambar II.1 Sistem Proteksi Katodik (Sumber : Naviano, 2011)


Proteksi katodik adalah sistem perlindungan permukaan logam dengan cara
mengalirkan arus searah yang memadai ke permukaan logam untuk mengkonversikan semua
daerah anoda di permukaan logam menjadi daerah katodik. Sistem ini hanya efektif untuk
sistem-sistem yang terbenam dalam air atau didalam tanah. Sistem perlindungan seperti ini
telah berhasil mengendalikan proses korosi untuk kapal-kapal laut, struktur pinggir pantai,
instalasi pipa dan tangki bawah tanah atau laut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II-3
Laboratorium Ilmu Logam dan Korosi
Departemen Teknik Kimia Industri FV- ITS

Sedangkan pada perlindungan secara anodik (proteksi anodik), tegangan sistem yang
dilindungi dinaikkan sehingga memasuki daerah anodiknya. Pada kondisi ini sistem
terlindungi karena terbentuknya lapisan pasif.
II.1.2.5 Pengkondisian Lingkungan
Mengubah lingkungan dapat membantu mengendalikan korosi dan meningkatkan
efektifitas pengendalian korosi. Dehumidifikasi dan purifikasi atmosfir merupakan dua
contoh yang paling umum dilakukan. Fasilitas penyejuk udara yang dapat mengatur
humiditas atmosfer menjadi relatif rendah dapat membantu menurunkan perusakan logam.
Disamping itu, dengan humiditas yang rendah, fasilitas elektronik yang terpajang ke
lingkungan dapat diturunkan laju pengrusakannya oleh korosi. Pengkondisian lingkungan
dapat juga diperoleh melalui penambahan zat inhibitor yaitu suatu zat kimia yang
ditambahkan ke lingkungan baik secara selang seling maupun secara kontinyu sehingga
mampu menurunkan atau bahkan mencegah tejadinya reaksi korosi. Penurunan laju korosi
dengan inhibitor dapat diakibatkan oleh terbentuknya lapisan pasif atau dengan cara
menghilangkan zat-zat yang agresif dari lingkungan.

II.1.3 Elektroplating
Menurut Hasa (2007), proses electroplating merupakan proses pelapisan logam dengan
bantuan arus listrik yang berlangsung secara reaksi reduksi oksidasi dari logam pelapis
(sebagai anoda korban teroksidasi) ke benda kerja (sebagai katoda yang dilapisi).
Pada katoda terjadi proses penangkapan elektron sedangkan pada anoda terjadi reaksi
pelepasan elektron, sehingga proses pengendapan berlangsung di katoda yang berdampak
terhadap penambahan ketebalan dan berat benda kerja. Proses pelapisan dari logam pelapis ke
logam yang dilapis (foil-U sebagai katoda) berlangsung secara reaksi reduksi oksidasi
(redoks), yaitu:

Mn+ + ne- Mo
..................................................(1)
Dan untuk mengimbangi reaksi tersebut pada anoda berlangsung pelepasan elektron
dengan reaksi sebagai berikut:

M1 M1n+ + ne-.
..................................................(2)
Pelapisan dengan metoda electroplating mengikuti hukum Faraday, yaitu jumlah logam
yang terdekomposisi karena elektrolisis berbanding langsung dengan jumlah arus yang
melewati larutan dan sebanding dengan berat ekuivalen kimia logam pelapis. Dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II-4
Laboratorium Ilmu Logam dan Korosi
Departemen Teknik Kimia Industri FV- ITS

demikian berat dan ketebalan rata-rata dari suatu lapisan elektroplating dari suatu logam
dapat dihitung dengan menggunakan parameter arus, waktu pelapisan, luas permukaan logam
yang dilapisi dan berat ekuivalen kimia logam pelapis. Berat lapisan secara teoritis (Wt)
dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut, yaitu:

Wt=I x t x Wa /F
.................................................(3)
Ketebalan lapisan secara teoritis (Tt) dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan
berikut.
Tt=Wt/A
.................................................(3)
Notasi I adalah arus (amper), t adalah waktu pelapisan (detik), Wa adalah berat
ekuivalen kimia logam pelapis (g), F adalah konstanta Faraday (coulombs), adalah densitas
logam pelapis (g/cm3) dan A adalah luas permukaan logam yang akan dilapis (cm2).
Rapat arus (curent density) merupakan perbandingan antara arus dan luas permukaan
logam yang dilapis, yaitu:

Rapat arus = I/A (A/cm2)


.................................................(4)
Efisiensi arus dapat diketahui melalui perbandingan berat lapisan hasil eksperimen
(We) dengan berat lapisan hasil analisis perhitungan (Wt), yaitu:

Efisiensi arus = We/ Wt x 100 %


.................................................(5)
Rapat arus dan waktu pelapisan merupakan variabel utama yang sangat berpengaruh
terhadap pembentukan lapisan. Rapat arus semakin tinggi dan waktu pelapisan semakin lama
akan menghasilkan peningkatan ketebalan lapisan.
Analisis perhitungan dilakukan pada berbagai rapat arus dan waktu pelapisan guna
mengetahui dampak penambahan berat dan ketebalan lapisan dari nikel. Penambahan berat
dan ketebalan lapisan hasil analisis ini dibandingkan dengan hasil eksperimen dan akan
diperoleh besaran efisiensi arus. Efisiensi arus yang semakin tinggi mendekati satu
menunjukkan bahwa proses pelapisan logam terjadi sempurna. Beberapa jenis logam banyak
digunakan di bidang pelapisan namun tembaga, nikel dan khrom lebih terkenal.Walaupun
sifat fisik dan kimianya berbeda, ketiganya merupakan finishing elektroplating standar.

II.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Elektroplating


II.1.4.1 Komposisi Larutan
Menurut Nugroho (2012), elektrolit adalah zat-zat yang dapat menghantarkan arus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II-5
Laboratorium Ilmu Logam dan Korosi
Departemen Teknik Kimia Industri FV- ITS

listrik. Pada dasarnya elektrolit yang dipergunakan dalam bentuk larutan asam/basa dicampur
dengan air murni. Air murni yang dimaksudkan adalah air yang tidak mengandung zat
yangdapat merubah sifat elektrolit. Dengan tujuan antara lain:
1. Unsur logam yang dideposisikan (dilarutkan).
2. Membentuk kompleks dengan ion logam deposisinya.
3. Menyediakan sarana hantaran listrik.
4. Stabilisasi larutan.
5. Stabilisasi tingkat keasaman (pH).
6. Membantu larutan anoda.
Konsentrasi ini akan berkaitan dengan nilai pH dari larutan. Pada larutan elektrolit nikel
mempunyai batas-batas pH yang diijinkan agar proses tersebut berlangsung baik, berkisar
antara 2 4,5 [3]. Jika nilai pH melebihi dari nilai yang diijinkan maka akan terjadi sumuran
pada permukaan produk dan lapisan nikel kasar pada permukaan benda yang dilapisi. Dalam
proses pelapisan nikel temperatur elektrolit juga sangat menetukan hasil pelapisan temperatur
diatur sesuai dengan ketentuan yang ada, untuk meratakan distribusi ion nikel agar supaya
ketebalan yang diperoleh sama maka dalam proses elekktroplating dibutuhkan pengaduk
dengan mengunakan udara dengan cara dihembuskan melalui kompresor kedalam elektrolit,
bisa juga secara mekanik yaitu diaduk langsung dengan menggunakan pengaduk
Arus yang digunakan juga harus disesuaikan dengan luasan permukaan yang dilapisi
dimana semakin luas permukaan yang dilapisi maka arus yang digunakan juga harus
semakain besar, tapi bukan bearti boleh melebihi ketentuan yang sudah ada. Keasaman (pH) 2
4,5 merupakan salah satu faktor yang penting dalam proses elektroplating maka dari itu
dalam prosesnya pH ini harus dipertahankan, untuk mempertahankan ini maka digunakan
asam borak.
II.1.4.2 Rapat Arus
Rapat arus adalah harga yang menyatakan jumlah arus listrik yang mengalir persatuan
luas permukaan elektroda.Terbagi dalam dua macam rapat arus anoda dan rapat arus katoda.
Pada proses lapis listrik rapat arus yang diperhitungkan adalah rapat arus katoda, yaitu
banyaknya arus listrik yang diperlukan untuk mendapatkan atom-atom logam pada tiap satuan
luas permukaan benda kerja yang akan dilapis. Untuk proses elektroplating ini faktor rapat
arus memegang peranan sangat penting, karena akan mempengaruhi efisiensi pelapisan pada
permukaan logam, dari reaksi reduksi oksidasi dan difusi dari hasil pelapisan pada permukaan
benda yang dilapisi, sebagai akibatnya permukaan logam yang dilapisi semakin ketebalan dan
konsekuensinya-pun berat bahan menjadi bertambah/meningkat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II-6
Laboratorium Ilmu Logam dan Korosi
Departemen Teknik Kimia Industri FV- ITS

II.1.4.3 Temperatur dan waktu pelapisan


Temperatur terlalu rendah dan rapat arus yang cukup optimum akan mengakibatkan
hasil pelapisan menjadi kasar dan kusam, tetapi jika temperatur tinggi dengan rapat arus
yangoptimum maka hasil pelapisan menjadi tidak merata. Waktu pelapisan akan
mempengaruhi terhadap kuantitas dari hasil pelapisan yang terjadi dipermukaan produk yang
dilapis.

II.1.5 Karekteristik Logam


II.1.5.1 Logam Fe
Unsur bersifat logam, bewarna putih abu-abu, dapat ditempa, merupakkan unsur ke
empat terbanak penyusun kerak bumi; tergolong unsur transisi utama. Di alam ditemukan
dalam beberapa mineral, terutama sebagai hematit, limonit, dan magnenit. Besi dapat berada
dalam 4 bentuk altrop. Sifat besi sangat reaktif dan mudah berkarat terutama dalam kondisi
udara lembab atau suhu tinggi. Pada pemanasan bereaksi dengan unsur bukan-logam; dapat
membentuk senyawa besi (II) dan senyawa besi (III). Kegunaan logam ini telah dikenal luas
dalam kehidupan (Mulyono, 2005).
II.1.5.2 Logam Cu
Menurut Nugroho (2012), tembaga mempunyai sifat lunak dan ulet, tidak terlalu
teroksidasi oleh udara. Karena sifatnya pula yang elektropositif (mulia), tembaga mudah
diendapkan oleh logam yang deret daya gerak listriknya lebih tinggi semisal besi. Plating
tembaga mudah dilakukan demikian pula dengan larutannya yang mudah dikontrol.Tembaga
bagus digunakan sebagai lapisan dasar sebelum plating berikutnya. Pada proses elektroplating
terhadap baja karbon rendah yang akan dilapisi tembaga, maka elektrolit yang digunakan
adalah elektrolit tembaga (CuSO4) dengan anoda tembaga (Cu). Saat proses elektroplating,
pada anoda dan katoda terjadi perubahan potensial akibat adanya aliran arus listrik searah,
sehingga anoda tembaga akan terurai ke dalam media larutan elektrolit yang mengandung
ion-ion tembaga, yang akhirnya bergerak ke katoda dan menempel kuat.
Sebagai penjelasannya adalah reaksi pada katoda yaitu ion Cu2+ bergerak ke katoda
menjadi Cu, logam ini menempel pada katoda. Sedangkan reaksi pada anoda yaitu ion SO42-
bergerak ke anoda menjadi SO4 dan melepaskan elektronnya.Karena Cu reaktif maka bereaksi
dengan SO4 membentuk CuSO4 kembali. Jadi berat anoda berkurang dan pengurangan
beratnya sama dengan berat Cu yang mengendap pada katoda. Dapat disimpulkan, konsentrasi
Cu2+ dan SO42-dalam larutan tetap selama masih ada anoda.Jadi seolah-olah Cu pada anoda
pindah ke katoda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II-7
Laboratorium Ilmu Logam dan Korosi
Departemen Teknik Kimia Industri FV- ITS

II.2 Aplikasi Industri


Pengaruh Rapat Arus Listrik dan Waktu Electroplating Terhadap Ketebalan Lapisan
Nikel pada Foil Uranium
M. Husna Al Hasa
Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir, BATAN
2007

Program RERTR (Reduced Enrichment for Research and Test Reactors) merupakan
program internasional yang melibatkan beberapa negara di dunia termasuk Indonesia. Pihak
Indonesia telah bekerjasama dengan pihak ANL melakukan eksperimen pembuatan foil-U
berpengkayaan rendah (Low-Enriched Uranium). Logam tipis (foil) uranium dalam bentuk
rakitan bersama dengan tabung-dalam dan tabung-luar dikenai iradiasi. Iradiasi tersebut akan
mengakibatkan kondisi foil dengan tabung mengalami ikatan antar permukaan. Pelepasan
kembali foil-U dari rakitan tabung setelah diiradiasi mengalami kesukaran bila antara foil dan
tabung tanpa ada penghalang (barriers). Permasalahan ini timbul akibat terjadi ikatan antara
uranium dengan tabung karena penggabungan ion yang disebabkan oleh pelepasan fragmen
fisi dari foil uranium. Solusi untuk itu dengan memberikan lapisan logam penyerap sebagai
penghalang antara foil-U dan tabung melalui proses electroplating.
Bahan yang digunakan merupakan logam uranium (U) dan nikel (Ni) sebagai bahan
pelapis. Fabrikasi ingot uranium menghasilkan foil dengan ketebalan 0,138 mm dilakukan
melalui proses perolan. Proses pelapisan secara elektroplating dilakukan setelah foil terlebih
dahulu dikenai proses preparasi. Proses preparasi terhadap foil berupa pembersihan
permukaan foil yang dilakukan secara berturut-turut mulai dari degreasing, pickling, etching,
drying sampai activating dan kemudian dilanjutkan dengan proses electroplating.
Proses electroplating menghasilkan bentuk pelapisan permukaan yang berakibat
terhadap penambahan berat dan ketebalan foil. Pencapaian ketebalan lapisan pada foiluranium
berkisar 8,2-11 m dapat diperoleh dengan logam pelapis Ni pada rapat arus 15 mA/cm2 dan
waktu pelapisan 60 menit dengan efisiensi arus sekitar 60%. Rapat arus dan waktu
electroplating yang semakin tinggi akan semakin meningkatkan ketebalan lapisan. Ketebalan
lapisan nikel yang dihasilkan secara eksperimen pada permukaan foil uranium dengan rapat
arus 15 mA/cm2 dan waktu pelapisan 1 jam menunjukkan hasil yang relatif tidak sama dan
berbeda dengan hasil perhitungan berdasarkan teori. Ketebalan lapisan hasil eksperimen
sekitar 10,9 m relatif lebih rendah daripada hasil analisis teori sebesar 18,5 m dengan
efisiensi arus yang dicapai berkisar 60%.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II-8

You might also like