You are on page 1of 18

BAB I

KONSEP DASAR

A. Anatomi Fisiologi

Jantung berbentuk seperti buah pir atau kerucut terletak seperti piramida terbalik dengan
apeks (puncak) berada di bawah dan basis (alas) berada di atas. Beratnya 250-350 gram pada
orang dewasa. Jantung terletak pada rongga dada (cavum thorax) tepatnya pada rongga
mediastinum diantara paru-paru kiri dan kanan.
Lapisan Jantung
Lapisan jantung terdiri dari perikardium, epikardium, miokardium dan endokardium. Lapisan
perikardium adalah lapisan paling atas dari jantung terdiri dari fibrosa dan serosa dan berfungsi
sebagai pembungkus jantung. Lapisan perikardium terdiri dari perikardium parietal (pembungkus
luar jantung) dan perikardium visceral (lapisan yang langsung menempel pada jantung). Antara
perikardium parietal dan visceral terdapat ruangan perikardium yang berisi cairan serosa
berjumlah 15-50 ml dan berfungsi sebagai pelumas.
Lapisan epikardium merupakan lapisan paling atas dari dinding jantung. Selanjutnya adalah
lapisan miokardium yang merupakan lapisan fungsional jantung yang memungkinkan jantung
bekerja sebagai pompa. Miokardium mempunyai sifat istimewa yaitu bekerja secara otonom
(miogenik), durasi kontraksi lebih lama dari otot rangka dan mampu berkontraksi secara ritmik.
Ketebalan lapisan miokardium pada setiap ruangan jantung berbeda-beda. Ventrikel kiri
mempunyai lapisan miokardium yang paling tebal karena mempunyai beban lebih berat untuk
memompa darah ke sirkulasi sistemik yang mempunyai tahanan aliran darah lebih besar.
Miokardium terdiri dari dua berkas otot yaitu sinsitium atrium dan sinsitium ventrikel. Setiap
serabut otot dipisahkan diskus interkalaris yang berfungsi mempercepat hantaran impuls pada
setiap sel otot jantung. Antara sinsitium atrium dan sinsitium ventrikel terdapat lubang yang
dinamakan anoulus fibrosus yang merupakan tempat masuknya serabut internodal dari atrium ke
ventrikel. Lapisan endokardium merupakan lapisan yang membentuk bagian dalam jantung dan
merupakan lapisan endotel yang sangat licin untuk membantu aliran darah.
Katup-Katup Jantung
Katup jantung ada dua macam yaitu katup AV (atrioventrikular) dan katup SL (semilunar).
Katup AV terletak antara atrium dan ventrikel, sedangkan katup SL terletak antara ventrikel
dengan pembuluh darah besar pada jantung. Katup AV antara atrium dekstra dan ventrikel
dekstra adalah katup trikuspidalis dan antara atrium sinistra dan ventrikel sinistra adalah katup
bikuspidalis (mitral). Katup AV hanya membuka satu arah (ke arah ventrikel) karena berfungsi
mencegah aliran balik dari ventrikel ke atrium pada saat sistol. Secara anatomi katup AV hanya
membuka ke satu arah karena terikat oleh korda tendinae yang menempel pada muskulus
papilaris pada dinding ventrikel. Katup SL terdiri dari katup pulmonal yang terdapat antara
ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis dan katup aortik yang terletak antara ventrikel kiri dan
aorta.
Pembuluh Darah Besar Pada Jantung
Ada beberapa pembuluh darah besar yang berdekatan letaknya dengan jantung yaitu :
1. Vena Cava Superior
Vena cava superior adalah vena besar yang membawa darah kotor dari tubuh bagian atas menuju
atrium kanan.
2. Vena Cava Inferior
Vena cava inferior adalah vena besar yang membawa darah kotor dari bagian bawah diafragma
ke atrium kanan.
3. Sinus Conaria
Sinus coronary adalah vena besar di jantung yang membawa darah kotor dari jantung sendiri.

4. Trunkus Pulmonalis
Pulmonary trunk adalah pembuluh darah besar yang membawa darah kotor dari ventrikel kanan
ke arteri pulmonalis. Arteri pulmonalis dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa
darah kotor dari pulmonary trunk ke kedua paru-paru.
5. Vena Pulmonalis
Vena pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa darah bersih dari kedua
paru-paru ke atrium kiri.
6. Aorta Asendens
Ascending aorta, yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah bersih dari ventrikel kiri ke
arkus aorta (lengkung aorta) ke cabangnya yang bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian
atas.
7. Aorta Desendens
Descending aorta,yaitu bagian aorta yang membawa darah bersih dan bertanggung jawab dengan
organ tubuh bagian bawah.
Sirkulasi Darah
Sirkulasi darah terbagi menjadi dua yaitu sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal. Sirkulasi
pulmonal adalah peredaran darah antara jantung dengan paru-paru. Sirkulasi pulmonal diawali
dengan keluarnya darah dari ventrikel kanan ke paru-paru melalui arteri pulmonalis dan kembali
ke atrium kiri melalui vena-vena pulmonalis.
Sirkulasi sistemik merupakan peredaran darah dari jantung ke seluruh tubuh (kecuali paru-
paru). Sirkulasi sistemik dimulai dari keluarnya darah dari ventrikel kiri ke aorta kemudian ke
seluruh tubuh melalui berbagai percabangan arteri. Selanjutnya kembali ke jantung (atrium
kanan) melalui vena cava. Darah dari tubuh bagian atas kembali ke jantung melalui vena cava
superior dan darah dari tubuh bagian bawah kembali ke jantung melalui vena cava inferior.

B. Definisi
Penyakit Sindrom Koroner Akut adalah terjadi ketidak seimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen miokard.(Heni Rokhani, SMIP, CCRN. et.al).
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah gabungan gejala klinik yang menandakan iskemia
miokard akut, terdiri dari infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST segment elevation
myocardial infarction = STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segment ST ( non ST
segemnt elevation myocardial infarction = NSTEMI), dan angina pektoris tidak stabil (unstable
angina pectoris = UAP). (Jantunghipertensi.com)
Harun (2007) mengatakan istilah Sindrom Koroner Akut (SKA) banyak digunakan saat ini
untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner. Sindrom Koroner
Akut (SKA) merupakan satu sindrom yang terdiri dari beberapa penyakit koroner yaitu, angina
tak stabil (unstable angina), infark miokard non-elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST,
maupun angina pektoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi koroner perkutan. Sindrom
Koroner Akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak
enak di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium.

C. Epidemiologi
SKA merupakan masalah kesehatan yang serius. Meskipun telah banyak kemajuan di
bidang kardiologi termasuk perubahan gaya hidup /lifestyle changes dan penggunaan obat-obat
baru, namun di Amerika Serikat, Eropah dan sebagian besar Asia, SKA merupakan 20% dari
pasien yang berkunjung ke Unit Gawat Darurat dengan risiko kematian yang tinggi. APTS yang
tidak mendapatkan terapi, angka kematiannya mencapai 5-10 %, infark miokard mencapai 10-20
%. Terapi dengan aspirin dan heparin dapat menurunkan angka kematian di Rumah Sakit sampai
50-70% (Futterman, 2002; Prasad et al.,2003). Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1972
mendapatkan bahwa penyakit kardiovaskuler (PKV) terutama peyakit jantung koroner
merupakan penyebab kematian urutan ke-11, tahun 1986 menduduki urutan ke-3 dan SKRT
tahun 1992 menduduki urutan ke-1 /pertama untuk usia di atas 40 tahun (Anwar, 2004).

D. Etiologi
Masalah yang sesungguhnya pada SKA terletak pada penyempitan pembuluh darah jantung
(vasokontriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh 4 hal yaitu :
1. Adanya timbunan lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat konsumsi kolesterol yang
tinggi.
2. Sumbatan (trombosit) oleh sel bekuan darah (thrombus)
3. Vasokontriksi (penyempitan pembuluh darah akibat kejang terus menerus.
4. Infeksi pada pembuluh darah
Terjadinya SKA dipengaruhi oleh beberapa keadaan yakni :
1. Aktivitas atau latihan fisik yang berlebihan (tidak terkondisikan)
2. Stress atau emosi dan terkejut.
3. Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis
sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar meningkat dan kontra aktivitas jantung
meningkat.

E. Manifestasi Klinis
Diagnosis dari Sindroma Koroner Akut seyogyanya ditegakkan secara cepat dan tepat. Ada 3
kriteria dasar diagnosis daripada SKA, yaitu :
1. Gejala klinis berupa nyeri dada spesific chest pain / cardiac chest pain
Adanya keluhan nyeri dada akut perlu ditelusuri secara cepat dan tepat apakah terkait dengan
SKA atau tidak. Nyeri dada spesifik (angina) merupakan gejala kardinal penderita SKA dan
tentunya harus dapat dibedakan dengan nyeri dada yang lainnya / non specific chest pain / non
cardiac chest pain.Ciri dari nyeri dada angina / specific chest pain / cardiac chest pain adalah :
a. Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial
b. Sifat nyeri : seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih, ditusuk, diperas
c. Penjalaran : rasa nyeri menjalar ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung interskapula,
dan terkadang ke lengan kanan.
d. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau dengan obat nitrat
e. Faktor pencetus : latihan fisik, stres emosional, udara dingin dan sesudah makan
f. Lamanya lebih dari 20 menit.
g. Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin dan lemas.
2. Gambaran elektrokadiogram / EKG
Perekaman EKG 12 sadapan pada penderita SKA dapat menggambarkan kelainan yang terjadi
dan ini dilakukan secara serial untuk evaluasi dan monitoring. Gambaran EKG pada SKA :
a. APTS : depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T, kadang kadang elevasi
segmen ST saat ada nyeri, tidak dijumpai gelombang Q
b. NSTEMI : depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam.
c. STEMI : elevasi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang Q.
3. Evaluasi petanda biokimia / ensim jantung / cardiac markers
a. Cardiac Troponin
b. Creatine Kinase
c. LDH
(Anderson et al.,2007

F. Patofisiologi
Gangguan kontraktilitas miokardium ventrikel kiri yang menurun pada Sindrom Koroner
akut akan mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel, sehingga volume residu
ventrikel menjadi meningkat akibat berkurangnya stroke volume yang diejeksikan oleh ventrikel
kiri tersebut. Dengan meningkatnya EDV (End Diastolic Volume), maka terjadi
pula peningkatan LVEDP (Left Ventricle End Diastolic Pressure), yang mana
derajat peningkatannya bergantung pada kelenturan ventrikel. Oleh karena selama diastol
atrium dan ventrikel berhubungan langsung, maka peningkatan LVEDP akan
meningkatkan LAP( Left Atrium Pressure ), sehingga tekanan kapiler dan vena paru-
paru juga akan meningkat. Jika tekanan hidrostatik di kapiler paru-paru melebihi tekanan
onkotik vaskular, maka akan terjadi transudasi cairan ke interstitial dan bila cairan
tersebut merembes ke dalam alveoli, terjadilah edema paru-paru.
Peningkatan tekanan vena paru yang kronis dapat meningkatkan tekanan arteri paru yang
disebut dengan hipertensi pulmonal, yang mana hipertensi pulmonal akan meningkatkan tahanan
terhadap ejeksi ventrikel kanan. Bila proses yang terjadi pada jantung kiri juga terjadi pada
jantung kanan, akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.
Menurut Laksono S (2009), ada beberapa mekanisme patofisiologi sindrom koroner akut
:
a. Mekanisme neurohormonal
Pengaturan neurohormonal melibatkan sistem saraf adrenergik (aktivasi sistem saraf simpatis
akan meningkatkan kadar norepinefrin), sistem renin-angiotensin, stres oksidatif (peningkatan
kadar ROS/reactive oxygen species), arginin vasopressin (meningkat), natriuretic peptides,
endothelin, neuropeptide Y, urotensin II, nitric oxide, bradikinin, adrenomedullin (meningkat),
dan apelin (menurun).

b. Remodeling ventrikel kiri


Remodeling ventrikel kiri yang progresif berhubungan langsung dengan
memburuknya kemampuan ventrikel di kemudian hari.
c. Perubahan biologis pada miosit jantung
Terjadi hipertrofi miosit jantung, perubahan komplek kontraksi-eksitasi, perubahan miokard,
nekrosis, apoptosis, autofagi.
d. Perubahan struktur ventrikel kiri
Perubahan ini membuat jantung membesar, mengubah bentuk jantung menjadi lebih sferis
mengakibatkan ventrikel membutuhkan energi lebih banyak, sehingga terjadi peningkatan
dilatasi ventrikel kiri, penurunan cardiac output, dan peningkatan hemodynamic overloading.

G. Pathway
(Terlampir)

H. Klasifikasi
Wasid (2007) mengatakan berat/ ringannya Sindrom Koroner Akut (SKA) menurut Braunwald
(1993) adalah:
a. Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada waktu
istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari.
b. Kelas II: Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu istirahat.
c. Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam.
Secara Klinis:
a. Klas A: Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti anemia, infeksi, demam,
hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis, dan hipoksia karena gagal napas.
b. Kelas B: Primer.
c. Klas C: Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah diobati. Dengan anti angina
(penghambat beta adrenergik, nitrat, dan antagonis kalsium ) Antiangina dan nitrogliserin
intravena.

I. Tanda dan Gejala Klinis


Tanda dan gejala dari SKA antara lain adalah
1. Rasa tertekan, teremas, terbakar yang tidak nyaman, nyeri atau rasa penuh yang sangat terasa
dan menetap di bagian tengah dada dan berlangsung selama beberapa menit (biasanya lebih dari
15 menit).
2. Nyeri yang memancar sampai ke bahu, leher, lengan, atau rahang, atau nyeri di punggung
diantara tulang belikat.
3. Pusing
4. Berkeringat
5. Sesak napas
6. Kecemasan

J. Komplikasi
1. Dapat terjadi tromboembolus akibat kontraktilitas miokard berkurang.
2. Dapat terjadi gagal jantung kongestif apabila jantung tidak dapat memompa keluar semua darah
yang diterimanya.
3. Distrimia adalah komplikasi tersering pada infark.
4. Distrimia adalah syok kardiogenik apabila curah jantung sangat berkurang dalam waktu lama.
5. Dapat terjadi ruptur miokardium selama atau segera setelah suatu infark besar.
6. Dapat terjadi perikarditis, peradangan selaput jantung (biasanya berapa hari setelah infark).

K. Pemeriksaan Diagnostik
1. EKG : menunjukkan peningkatan gelombang S T, iskemia berarti ; penurunan atau datarnya
gelombang T, menunjukkan cedera, : dan atau adanya gelombang Q.
2. Enzim jantung dan iso enzim : CPK MB (isoenzim yang ditemukan pada otot jantung )
meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12 24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam :
LDH meningkat dalam 12-24 jam, memuncak dalam 24-48 jam, dan memakan waktu lama untuk
kembali normal. AST ( aspartat amonitransfarase )meningkat (kurang nyata / khusus) terjadi
dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3-4 hari.
3. Elektrolit : ketidak seimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan dapat mempengaruhi
kontraktilitas.
4. Sel darah putih : leukosit (10.000-20.000) biasanya tampak pada hari kedua setelah IM
sehubungan dengan proses inflamasi.
5. GDA/oksimetri nadi : dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
6. Kolesteron atau trigelisarida serum : meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai
penyebab IM.
7. Foto dada : mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma
ventrikuler.
8. Ekokardiogram : mungkin dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup/dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi kutub.
9. Angiografi koroner : menggambarkan penyempitan / sumbatan arteri koroner dan biasanya
dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri
(fraksi ejeksi).
10. Tes stress olahraga : menentukan respons kardiovaskuler terhadap aktifitas.

L. Penatalaksaan
1. Oksigenasi: Langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi kekurangan oksigen pada
miokard yang mengalami cedera serta menurunkan beratnya ST-elevasi. Ini dilakukan sampai
dengan pasien stabil dengan level oksigen 2 3 liter/ menit secara kanul hidung.
2. Nitrogliserin (NTG): digunakan pada pasien yang tidak hipotensi. Mula-mula secara sublingual
(SL) (0,3 0,6 mg ), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x NTG setiap 5 menit
dilanjutkan dengan drip intravena 10 ug/menit (jangan lebih 200 ug/menit ) dan tekanan darah
sistolik jangan kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya ialah memperbaiki pengiriman oksigen ke
miokard; menurunkan kebutuhan oksigen di miokard; menurunkan beban awal (preload)
sehingga mengubah tegangan dinding ventrikel; dilatasi arteri coroner besar dan memperbaiki
aliran kolateral; serta menghambat agregasi platelet (masih menjadi pertanyaan).
3. Morphine: Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan; mengurangi rasa
sakit akibat iskemia; meningkatkan venous capacitance; menurunkan tahanan pembuluh
sistemik; serta nadi menurun dan tekanan darah juga menurun, sehingga preload dan after load
menurun, beban miokard berkurang, pasien tenang tidak kesakitan. Dosis 2 4 mg intravena
sambil memperhatikan efek samping mual, bradikardi, dan depresi pernapasan
4. Aspirin: harus diberikan kepada semua pasien Sindrom coroner akut jika tidak ada
kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial). Efeknya ialah menghambat siklooksigenase 1
dalam platelet dan mencegah pembentukan tromboksan-A2. Kedua hal tersebut menyebabkan
agregasi platelet dan konstriksi arterial.
5. Penelitian ISIS-2 (International Study of Infarct Survival) menyatakan bahwa Aspirin
menurunkan mortalitas sebanyak 19%, sedangkan "The Antiplatelet Trialists Colaboration"
melaporkan adanya penurunan kejadian vaskular IMA risiko tinggi dari 14% menjadi 10% dan
nonfatal IMA sebesar 30%. Dosis yang dianjurkan ialah 160 325 mg perhari, dan absorpsinya
lebih baik "chewable" dari pada tablet, terutama pada stadium awal 3,4. Aspirin suppositoria
(325 mg) dapat diberikan pada pasien yang mual atau muntah 4. Aspirin boleh diberikan
bersama atau setelah pemberian GPIIb/IIIa-I atau UFH (unfractioned heparin). Ternyata efektif
dalam menurunkan kematian, infark miokard, dan berulangnya angina pectoris.

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. PENGKAJIAN
1. Aktifitas
Gejala :
- Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur.
- Pola hidup menetap, jadwal olahraga tidak teratur
Tanda : Takikardi, Dispnea pada istirahat atau aktifitas.
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah, diabetes
mellitus.
Tanda :
a. TD : dapat normal atau naik/turun, perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk/berdiri
b. Nadi : Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian
kapiler lambat, tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
c. Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau
penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel.
d. Murmur : bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar
e. Friksi ; dicurigai Perikarditis
f. Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
g. Edema : Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum, krekles mungkin ada
dengan gagal jantung atau ventrikel.
h. Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir
3. Integritas ego
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah dekat,
marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga.
Tanda : menolak , menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang,
fokus pada diri sendiri, koma nyeri.
4. Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat
Tanda : perubahan mental, kelemahan
5. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
a. Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas ), tidak
hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral
b. Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke tangan, ranhang,
wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
c. Kualitas : Crushing , menyempit, berat, menetap, tertekan.
d. Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang
pernah dialami.
Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus , hipertensi,
lansia
6. Pernafasan:
Gejala :
a. Dispnea saat aktivitas ataupun saat istirahat
b. Dispnea nokturnal
c. Batuk dengan atau tanpa produksi sputum
d. Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda :
a. Peningkatan frekuensi pernafasan
b. Nafas sesak / kuat
c. Pucat, sianosis
d. Bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
Pemeriksaan Fisik :
1. Tampilam umum (inspeksi) :
a. Pasien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah akibat aktivitas simpatis berlebih.
b. Pasien tampak sesak
c. Demam derajat sedang (< 38 C) bisa timbul setelah 12-24 jam pasca infark.
d. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya stemi.
2. Denyut Nadi dan Tekanan Darah (palpasi):
a. Sinus takikardi (100-120 x/menit
b. Adanya sinus bradikardi atau blok jantung sebagai komplikasi dari infark
3. Pemeriksaan jantung (auskultasi):
a. Adanya bunyi jantung S4 dan S3 Gallop, Penurunan Intensitas Bunyi Jantung Pertama Dan Split
Paradoksikal Bunyi Jantung Kedua.
b. Dapat ditemukan Mur Mur Mid Sistoloik atau Late Sistolik Apikal bersifat sementara

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi dan ventilasi
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan kerusakan transport oksigen melalui
membrane alveolar dan membrane kapiler
4. Nyeri Akut berhubungan dengan agen penyebab biologis
5. Intoleran Aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
6. Cemas berhubungan dengan stress

C. INTERVENSI
No. Diagnosis Tujuan dan Kriteria
Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1 Ketidakefektifan Setelah diberikan 1. Pantau adanya 1. Mengetahui
pola nafas tindakan keperawatan pucat dan adanya sianosis
berhubungan selama x jam sianosis pada px
dengan diharapkan pola nafas 2. Mengetahui
hiperventilasi pasien efektif dengan 2. Pantau kecepatan, irama,
kriteria hasil : kecepatan, irama, kedalaman dan
1. TTV dalam rentang kedalaman dan upaya pernafasan
normal, tidak ada upaya pernafasan
retraksi dada, tidak 3. Retraksi dada
ada penggunaan otot 3. Perhatikan mengindikasikan
bantu nafas pergerakan dada, kelainan pada
2. Pasien tidak amati paru-paru lobus
mengeluh susah kesimetrisan, tertentu
bernafas. penggunaan otot-
otot bantu
4. Mengetahui
4. Pantau hambatan jalan
pernafasan yang napas.
berbunyi seperti
mendengkur
5. Pantau pola 5. Mengetahui pola
pernafasan nafas px

6. Auskultasi suara
6. Mengetahui suara
nafas nafas px
2 Gangguan Setelah diberikan1. Kaji frekuensi,
1. Manifestasi
pertukaran gas tindakan keperawatan kedalaman, dan distress
berhubungan selama x jam kemudahan pernapasan
dengan diharapkan px tidak bernapas tergantung pada
ketidakseimbangan mengalami gangguan derajat
perfusi dan pertukaran gas keterlibatan paru
ventilasi dengan kriteria hasil: dan status
1. TTV dalam rentang kesehatan umum
normal 2. Pantau saturasi
2. Mengetahui
2. Hasil AGD dalam O2 dengan saturasi O2 px
rentang normal oksimetri nadi

3. Pantau hasil gas


darah 3.
Mengetahui hasil
gas darah px
4. Pantau kadar4. Mengetahui
elektrolit kadar elelktrolit
px
5. Pantau status
5. Mengetahui
mental px status mental px

6. Mengetahui
6. Observasi adannya sianosis
terhadap sianosis, pada px
terutama
membran
mukosa mulut
3 Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Pantau nyeri 1. Mengetahui
perfusi jaringan tindakan keperawatan dada adanya nyeri dada
berhubungan selama x24 jam pada px
dengan kerusakan diharapkan perfusi 2. Pantau TTV 2. Mengetahui
transport oksigen jaringan pasien efektif kondisi umum px.
melalui membrane dengan kriteria hasil : 3. Mengetahui
alveolar dan1. TTV DBN 3. Lakukan adanya tanda-
membrane kapiler - TD (120-140/80-90 pengkajian tanda penurunan
mm/Hg) komprehensif perfusi jaringan
- RR (16-24xC) terhadap sirkulasi
- N (60-100x/mnt) perifer (misalnya
- S (36.5-37.5C) nadi, edema,
2. Membran mukosa warna kulit, dan
merah muda suhu)

4. Tingkatkan
4. Menurunkan
istirahat beban kerja organ
dalam tubuh
5. Memenuhi
5. Memberikan kebutuhan
terapi oksigen oksigen tubuh
6. Meningkatkan
6. Kolaborasi keefektifan
pemberian obat perfusi jaringan
berdasarkan px
program
(misalnya,
analgesik,
antikoagulan,
vasodilator)
4 Nyeri Akut Setelah diberikan1. Lakukan1. Mengetahui
berhubungan asuhan keperawatan pengkajian nyeri lokasi,
dengan agen selamax24 jam, secara karakteristik,
penyebab biologis diharapkan px mampu komprehensif durasi, frekuensi,
mengatasi nyeri meliputi lokasi, kualitas,
dengan kriteria hasil : karakteristik, intensitas dan
1. Nyeri px hilang/ durasi, frekuensi, faktor presipitasi
berkurang kualitas, nyeri px
2. Px mampu intensitas dan
mengendalikan nyeri faktor presipitasi.
3. Px merasa nyaman
2. Observasi isyarat
2. Mengetahui
non verbal perasan px
ketidaknyamanan terhadap nyeri

3. Berikan
informasi tentang
nyeri, seperti
3. Membantu px
penyebab nyeri, mengndalikan
berapa lama akan nyeri
berlangsung dan
antisipasi
ketidaknyamanan
akibat prosedur

4. Kendalikan
faktor
lingkungan yang
dapat
mempengaruhi
respon pasien
4. Memberikan
terhadap kenyamanan
ketidaknyamanan kepada px
(misalnya suhu
ruangan,
pencahayaan, dan
kegaduhan)

5. Ajarkan teknik
non farmakologis
( misalnya
relaksasi,
distraksi,
kompres hangat)
5. Mengendalikan
6. Kolaborasi nyeri px
pemberian
analgetik

6. Menurunkan
nyeri px
5 Intoleran Aktifitas Setelah diberikan 1. Monitor1. Mengidentifikasi
berhubungan asuhan keperawatan frekuensi nadi kemajuan atau
dengan selamax24 jam, dan nafas penyimpangan
ketidakseimbangan diharapkan px mampu sebelum dan dari sasaran yang
antara suplai dan beraktifitas secara sesudah diharapkan
kebutuhan oksigen normal dengan melakukan
kriteria hasil : aktifitas 2. Gejala-gejala
1. Klien tersebut
mendemonstrasikan 2. Tunda aktifitas merupakan tanda
peningkatan toleransi jika freuensi nadi intoleransi
terhadap aktifitas dan nafas aktifitas.
2. Klien dapat meningkat secara konsumsi oksigen
melakukan aktifitas, cepat dan klien meningkat jika
dapat berjalan lebih mengeluh sesal aktifitas
jauh tanpa mengalami nafas dan meningkat dan
nafas tersengal-sengal kelelahan, daya tahan tubuh
sesak nafas dan tingkatkan klien dapat
kelelahan aktifitas secara bertahan lebih
bertahap lama jika ada
waktu istirahat di
antara kktifitas
3. Membantu
menurunkan
kebutuhan
3. Bantu klien oksigen yang
melaksanakan meningkat akibat
aktifitas sesuai peningkatan
dnegan aktifitas
kebutuhannya.
Beri klien waktu
tanpa diganggu
berbagai aktifitas4. Aktifitas fisik
meningkatkan
4. Pertahankan kebutuhan
terapi oksigen oksigen dan
selama aktifitas sistem tubuh akan
dan lakukan berusaha
tindakan menyesuaikannya
pencegahan .
terhadap
komplikasi
akibat
omobilisasi jika
klien dianjurkan
tirah baring

5. Konsultasikan 5. Hal tersebut


dengan dokter dapat merupakan
jika sesak nafas tanda awal dari
tetap atau komplikai
bertambah berat khusunya gagal
saat istirahat nafas
6 Cemas Setelah diberikan 1. Kaji tingkat 1. Mengetahi
berhubungan asuhan keperawatan kecemasan px tingkat
dengan stress selamax24 jam, kecemasan px
diharapkan px mampu 2. Beri dorongan 2. Membantu px
mengatasi cemas kepada pasien mengungkapkan
denagn kriteria hasil : mengungkapkan tentang perasaan
1. Pasien mampu secara verbal cemasnya
mengendalikan cemas pikiran dan
2 Pasien tidak gelisah perasaan untuk
mengeksternalisa
sikan cemas

3. Bantu pasien 3. Mengurangi


untuk cemas px
memfokuskan
pada situsi saat
ini, sebagai cara
untuk
mengidentifikasi
mekanisme
koping yang
dibutuhkan untuk
mengurangi
cemas.

4. Intruksikan
pasien tentang
pengguanaan 4. Membantu px
teknik relaksasi mengendalikan
cemas
5. Kurangi
rangsangan yang
berlebihan
dengan 5. Memnimalkan
menyediakan faktor pencetus
lingkungan yang cemas
tenang, kontak
denga orang lain
jika dibutuhkan,
serta pembatasan
pengguanaan
kafein dan
stimulasi lain
.
6. Kolaborasi
pemberian obat
untuk
menurunkan
ansietas, jika
perlu
6. Menurunkan
cemas px

D. EVALUASI
1. Pola nafas pasien kembali efektif
2. Px tidak mengalami gangguan pertukaran gas
3. Perfusi jaringan pasien kembali efektif
4. Px mampu mengatasi nyeri
5. Px mampu beraktifitas secara normal
6. Px mampu mengatasi cemas

You might also like