Berdasarkan hasil penelitian Fuzna Elsa Ulinuha 2014, RS Permata
Medika Semarang. Kepuasan Pasien BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) terhadap pelayanan di Unit Rawat Jalan menunjukkan 56,56% responden puas terhadap tindakan yang cepat dan tepat terhadap pemeriksaan, pengobatan dan perawatan (reability) 54,54% responden puas dokter dan perawat yang memberikan reaksi cepat dan tanggap dan reponden tidak puas sebanyak 10,10% dalam aspek prosedur pelayanan yang tidak berbelit-belit (responsiveness), 51,51% responden puas dengan adanya jaminan keamanan dan Kepercayaan dan responden tidak puas dalam sebesar 14,14% dalam aspek kemampuan para dokter dalam menetapkan diagnosis penyakit (assurance), 56,56% responden puas di kepedulian terhadap kebutuhan dan keinginan pasien (emphaty), 58,58% pasien puas terhadap kebersihan, kerapian, dan kenyamanan ruangan (tangibles). Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan lembaga yan dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011. Setiap warga negara Indonesia dan warga asing yang sudah berdiam di Indonesia selama minimal enam bulan wajib menjadi anggota Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS, 2015 dalam murtiana : 2016). Jumlah peserta BPJS Rawat Jalan di Poli Penyakit Dalam RSUD Syarifah ambami Rato Ebu Bangkalan, dalam 3 bulan terakhir dari bulan Agustus-Oktober sebanyak 4.082 orang dengan nilai rata-rata 1.360. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan pada tanggal 15 November 2017, dengan menggunakan kuesioner kepada 10 orang pengguna BPJS Rawat Jalan di Poli Penyakit Dalam yang diambil secara acak, hasil penelitiannya Variabel Empathy (empati) berdasarkan hasil kuesioner yang dibagikan didapatkan hasil 3 orang mengatakan puas dalam hal pelayanan yang tidak memandang status atau pangkat dan selalu memberikan informasi setiap melakukan tindakan, di bagian Variabel Assurance (jaminan) didapatkan hasil 2 orang mengatakan cukup puas terhadap sikap perawat yang selalu memberi perhatian dan terampil dalam melaksanakan tindakan keperawatan dan di 3
bagian Variabel Responsiveness (tanggung jawab) didapatkan hasil 5 orang
mengatakan tidak puas terhadap sikap perawat dalam hal untuk membantu pasien mendapatkan obat dan pelaksanaan pelayanan foto di laboratorium. Tingginya minat masyarakat menjadi peserta BPJS Kesehatan tidak diiringi dengan kepuasan terhadap pelayanan kesehatan yang mereka dapatkan. Hal ini masih belum sejalan dengan keinginan pemerintah sewaktu meluncurkan BPJS Kesehatan diawal tahun 2014 lalu. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, sebuah program Jaminan Kesehatan Nasional yang diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat secara lebih profesional, tanggap, informatif sekaligus bermartabat (Anonim,2016 dalam Murtiana 2016). Pelayanan kesehatan yang bermutu merupakan faktor yang penting dalam mencapai kepuasan pasien. Nursalam (2003:105) menyebutkan kepuasan adalah perasaan senang seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesenangan terhadap aktivitas dan suatu produk dengan harapannya. Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya (kotler,2004). Dalam mengukur kualitas jasa pelayanan (service quality) dapat digunakan dimensi kualitas jasa yang dikemukakan oleh Zeithmal, Berry, parasuraman (1985). Kelima karakteristik tersebut adalah : Reliability (keandalan), Asurance (jaminan),Empathy (empati), Tangible (kenyataan), Responsiveness (tanggung jawab) (Muninjaya, 2015) Dalam mengatur masalah kesehatan diperlukan suatu badan khusus yang bertanggung jawab dalam menyelenggarakan jaminan kesehatan, dimana badan tersebut harus memberikan mutu pelayanan yang baik agar dapat tercapainya kepuasan pelayanan. Mutu pelayanan kepuasan pelanggan yang rendah akan berdampak terhadap jumlah kunjungan yang akan mempengaruhi provitabilitas fasilitas kesehatan tersebut, sedangkan sikap karyawan terhadap pelanggan juga akan berdampak terhadap kepuasan pelanggan dimana kebutuhan pelanggan dari waktu ke waktu akan 4
meningkat, begitu pula tuntutannya akan mutu pelayanan yang diberikan.
Di dalam penyelenggaraan pelayanan publik, masih banyak dijumpai kekurangan, sehingga mempengaruhi kualitas pelayanan kepada masyarakat (Murtiana, 2016). Jika kondisi seperti ini tidak direspon, maka akan menimbulkan citra yang kurang baik terhadap rumah sakit sendiri . Mengingat jenis pelayanan yang sangat beragam, maka dalam memenuhi pelayanan diperlukan pedoman yang digunakan sebagai acuan bagi instansi di lingkungan kesehatan. Pelayanan kesehatan adalah hak asasi manusia yang harus diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta. Untuk mencapai kualitas yang diharapkan oleh masyarakat perlu adanya kerjasama dan usaha yang berkesinambungan (Murtiana, 2016). Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan diharapkan dapat memberikan pelayanan yang efektif, efisien, dan dituntut untuk memberikan informasi kesehatan yang tepat dalam pelayanan kesehatan dan menghasilkan data yang akurat (Fuzna, U.E 2014 dalam Murtiana 2016).
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, kepuasan pasien dipengaruhi oleh beberapa faktor : Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien Dimensi Mutu Pelayanan Masih adanya dari 10 1. Reliability (Keandalan) pasien BPJS Rawat Jalan didapatkan 5 orang 2. Asurance (Jaminan) mengatakan puas, 3 3. Empathy (Empati) orang mengatakan cukup 4. Tangible (Kenyataan) puas dan 2 orang mengatakan tidak puas. 5. Responsiveness (Tanggung jawab)
Gambar 1.1 Identifikasi Masalah (Muninjaya : 2015)
5
Berdasarkan latar belakang diatas dapat diidentifikasi penyebab masalah
sebagai berikut : a. Reliability (Keandalan) Kemampuan memberikan pelayanan kesehatan tepat waktu dan akurat sesuai dengan yang ditawarkan seperti yang tercantum di dalam promosi pelayanan (brosur). Dari keempat dimensi kualitas jasa, reliability dipersepsi paling penting oleh para pengguna jasa pelayanan kesehatan. Karena sifat produk jasa yang non standardized output, dan produknya juga sangat tergantung dari aktivitas manusia pada saat berlangsungnya interaksi, maka pengguna akan sulit menuntut output yang konsisten. Apalagi jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat bersamaan. Untuk meningkatkan reliability jasa pelayanan kesehatan, pihak manajemen puncak perlu membangun budaya kerja bermutu yaitu budaya tidak ada kesalahan atau corporate culture of no mistake yang diterapkan mulai dari pimpinan puncak sampai ke front line staff. Budaya kerja seperti ini dikembangkan melalui pembentukan kelompok kerja yang kompak karena terus-menerus sudah mendapat pelatihan sesuai perkembangan teknologi kedokteran dan ekspektasi masyarakat (Parasuraman dkk dalam Muninjaya, 2015). b. Asurance (Jaminan) Kriteria ini berhubungan dengan pengetahuan, kesopanan dan sifat petugas yang dapat dipercaya oleh pengguna. Pemenuhan terhqadap kriteria pelayanan ini mengakibatkan pengguna jasa merasa terbebas dari risiko. Berdasarkan riset, dimensi mutu ini perlu dikembangkan oleh pihak manajemen rumah sakit atau puskesmas dengan melakukan investasi, tidak saja dalam bentuk uang, melainkan keteladanan manajemen puncak, perubahan sikap dan kepribadian staf yang positif serta perbaikan sistem remunerasinya (pembayaran upah) (Parasuraman dkk dalam Muninjaya, 2015). c. Empathy (Empati) Kriteria ini terkait dengan rasa kepedulian dan perhatian khusu staf kepada setiap pengguna jasa, memahami kebutuhan mereka dan 6
memberikan kemudahan untuk dihubungi kembali setiap saat jika para
pengguna jasa ingin memperoleh bantuannya. Peranan staf kesehatan akan sangat menentukan mutu pelayanan kesehatan karena mereka langsung dapat memenuhi kepuasan para penggunanya (parasuraman dkk dalam Muninjaya, 2015). d. Tangible (Kenyataan) Mutu jasa pelayanan kesehatan juga dapat dirasakan secara langsung oleh para penggunanya dengan menyediakan fasilitas fisik dan perlengkapan yang memadai. Para penyedia layanan kesehatan mampu bekerja optimal sesuai dengan keterampilan masing-masing. Untuk kriteria ini, perlu dimasukkan perbaikan sarana komunikasi dan perlengkapan pelayanan yang tidak langsung memberikan kenyamanan kepada pengguna layanan seperti tempat parkir, keamanan, kenyamanan ruang tunggu dan lain sebagainya. Karena sifat produk jasa yang tidak dapat dilihat, dipegang, atau dirasakan, maka perlu ada ukuran lain yang dapat dirasakan lebih nyata oleh pengguna pelayanan kesehatan. Dalam hal ini pengguna jasa akan mengunakan indranya (mata, telinga, hati dan rasa) untuk menilai kualitas jasa pelayanan kesehatan yang diterima. Misalnya ruang penerimaan pasien yang ditatap rapi, bersih, nyaman, dilengkapi kursi, lantai berkeramik, tersedia TV dan peralatan kantor yang lengkap, serta seragam staf yang rapi, menarik dan bersih (Parasuraman dkk dalam Muninjaya, 2015). e. Responsiveness (Tanggung jawab) Dimensi ini dimasukkan ke dalam kemampuan petugas kesehatan menolong pengguna dan kesiapannya melayani pasien sesuai prosedur standar dan yang dapat memenuhi harapan pengguna. Dimensi ini merupakan penilaian mutu pelayanan yang paling dinamis. Harapan pengguna pengguna pelayanan kesehatan terhadap kecepatan pelayanan cenderung meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan kemajuan teknolohi yyang digunakan pleh penyedia layanan dan informasi kesehatan yang dimiliki oleh pengguna. Nilai waktu bagi pengguna menjadi semakin mahal karena masyarakatnmulai merasakan kegiatan ekonominya semakin 7
meningkat. Time is money berlaku untuk menilai mutu pelayanan
kesehatan dari aspek ekonomi para penggunanya, kebanyakan ditentukan oleh sikap para front-line staf. Mereka secara langsung berhubungan dengan para pengguna dan keluarganya, baik melalui tatap muka, komunikasi non verbal, langsung tatap muka atau tidak langsung melalui telpon (Parasuraman dkk dalam Muninjaya, 2015). Pasien sebagai pengguna (pelanggan eksternal) menginginkan agar institusi pelayanan kesehatan dapat memenuhi harapannya. Harapan ini terkait dengan kepuasan (costumers satisfaction). Untuk pelanggan internal (staf), mereka mengajukan persyaratan agar pelayanan kesehatan dilaksanakan sesuai dengan standar profesi menggunakan teknologi kedokteran yang canggih. Sementara pihak asuransi dan manajemen institusi pelayanan kesehatan menginginkan agar pelayanan kesehatan dikelola secara efisien dan efektif. Ketiga segmen pelanggan ini mempunyai kepentingan yang berbeda sehingga berbeda pul tuntutannya tentang mutu pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, pengertian mutu harus dilihat dari berbagi dimensi (sudut pandang) sesuai dengan pengguna produk/jasa pelayanan kesehatan (Parasuraman dkk dalam Muninjaya, 2015).
1.3 Batasan Masalah
Untuk menjaga agar penelitian lebih terarah dan fokus, penelitian membatasi masalah pada Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien BPJS Rawat Jalan di Poli Penyakit Dalam RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan.
1.4 Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran tingkat kepuasan pasien pada aspek Dimensi Tangibles (kenyataan), Reliability (keandalan), Asurance (jaminan), Empathy (empati), Responsiveness (tanggung jawab) ?
1.5 Tujuan Penelitian
8
1.5.1 Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien BPJS
Rawat Jalan di Poli Klinik Penyakit Dalam RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan.
1.5.2 Tujuan Khusus
Mengetahui gambaran tingkat kepuasan pasien pada aspek Dimensi
Tangibles (kenyataan), Reliability (keandalan), Asurance (jaminan), Empathy (empati), Responsiveness (tanggung jawab) ? 1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini akan menambah informasi bagi institusi pendidikan khususnya tentang Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien BPJS Rawat Jalan di Poli Penyakit Dalam RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan, sehingga bisa diterapkan dan dikembangkan dalam proses pembelajaran mengenai kepuasan pasien. 1.6.2 Manfaat Praktis Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien BPJS Rawat Jalan di Poli Penyakit Dalam RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan, sehingga dapat dikembangkan penelitian lanjutan yang lain yang dapat membantu mengurangi masalah pada kepuasan pasien.