You are on page 1of 13

CASE REPORT

BLOK ELEKTIF

GEJALA PERILAKU DAN PSIKOLOGIS PADA DEMENSIA


YANG DISERTAI SKIZOFRENIA PADA LANSIA

Disusun oleh:
Dhana Fitria Sari
1102014071
Kelompok 4 Bidang Kepeminatan Geriatri
Tutor: dr. Edward Syam, M.Kes

Fakultas Kedokteran
Universitas YARSI
2017

0
ABSTRAK

Latar belakang: BPSD (Behavioral and Psychological Symptoms of Dementia/


Gejala Perilaku dan Psikologis Demensia) didefinisikan sebagai sekelompok gejala
isi pikiran, mood, atau perilaku yang terganggu, termasuk agitasi, depresi, apatis,
pertanyaan berulang, psikotik, agresi, masalah tidur, dan pengembaraan. Angka
untuk BPSD yang bermakna secara klinis meningkat sampai hampir 80% untuk
pasien demensia yang berada di lingkungan perawatan. Skizofrenia adalah
gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan utama dalam pikiran, emosi, dan
perilaku. Data prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia adalah 0,3-1% dan
biasanya penyakit ini timbul di usia sekitar 18-45 tahun, dan ada juga yang baru
berusia 11-12 tahun sudah menderita skizofrenia.
Presentasi kasus: Ny. O 71 tahun terdiagnosis BPSD pada usia 69 tahun dan
skizofrenia paranoid 3 bulan setelahnya.
Diskusi: Beberapa penulis telah mengusulkan bahwa tidak seperti waham dan
halusinasi pada psikotik fungsional, pada demensia mungkin terjadi pada bagian
dari subsyndromes yang berbeda. Selain itu, tidak seperti waham, halusinasi
dikaitkan dengan penurunan nilai kognitif yang lebih parah.
Simpulan: Terdapat perbedaan gejala psikotik yaitu waham dan halusinasi pasien
dengan BPSD (Behavioral and Psychological Symptoms of Demensia/ Gejala
Perilaku dan Psikologis Demensia) yang disertai skizofrenia pada lansia. Meski
neuropathology keduanya berbeda, terdapat beberapa kesamaan perubahan
biokimia dari efek neuropathology keduanya. Orang dengan gangguan gangguan
psikotik (skizofrenia) atau orang awam menyebutnya orang gila di dunia tidak
dibebani tanggungan menjalankan ibadah atau hukum syara.

Keyword: BPSD, skizofrenia paranoid, lansia

1
ABSTRACT

Background: BPSD (Behavioral and Psychological Symptoms of Dementia) is


defined as a group of symptoms of disturbed thoughts, moods, or behaviors,
including agitation, depression, apathy, repetitive questions, psychotics,
aggression, sleep problems, and wanderings. The rate for BPSD clinically
meaningful increases to nearly 80% for dementia patients which in the
environmental care Schizophrenia is a psychotic disorder characterized by a major
disorder in mind, emotion, and behavior. The prevalence of people with
schizophrenia in Indonesia is 0.3-1% and usually this disease arises at the age of
about 18-45 years, and there are also in aged 11-12 years already suffering from
schizophrenia.
Presentation case: Ny. O 71 years diagnosed BPSD at the age of 69 years and
paranoid schizophrenia 3 months later.
Discussion: Several authors have suggested that unlike functional psychosis
delusions and hallucination in dementia may be part of different subsyndromes.
Further, unlike delusions, hallucinations are associated with more severe cognitive
impairment.
Conclusion: There are differences in psychosis symptoms that is the delusions and
hallucinations of patients with BPSD (Behavioral and Psychological Symptoms of
Dementia) which is accompanied by schizophrenia in elderly. Although
neuropathology is different, there are some similarities in biochemical changes
from the effects of both neuropathology. People with psychotic disorders
(schizophrenia) or many people called crazy person in the world not burdened to
carry out worship or syara' law.

Keyword: BPSD, paranoid schizophrenia, elderly

2
Latar belakang
Peningkatan jumlah populasi lanjut usia (lansia) memberi dampak pula pada
meningkatnya gangguan neuropsikiatri pada lansia. Hingga kini demensia masih
merupakan salah satu gangguan pada lansia yang sangat ditakuti. Di seluruh dunia
saat ini diperkirakan lebih dari 30 juta orang menderita demensia. Aspek psikiatri
yang sangat penting untuk diperhatikan dalam rangka penatalaksanaan yang
komprehensif dan berkesinambungan adalah adanya BPSD (Behavioral and
Psychological Symptoms of Dementia/ Gejala Perilaku dan Psikologis Demensia).
BPSD didefinisikan sebagai sekelompok gejala isi pikiran, mood, atau perilaku
yang terganggu, termasuk agitasi, depresi, apatis, pertanyaan berulang, psikotik,
agresi, masalah tidur, dan pengembaraan. Angka untuk BPSD yang bermakna
secara klinis meningkat sampai hampir 80% untuk pasien demensia yang berada di
lingkungan perawatan. Manifestasi psikotik mencakup gejala positif (waham,
halusinasi, gangguan komunikasi, aktivitas motorik yang abnormal) dan gejala
negatif (avolition, kemiskinan isi pikiran, afek datar). Perkiraan frekuensi
halusinasi pada demensia berkisar dari 12%-49% (Khairiah dan Margono, 2012;
Oliveira, et al., 2015).
Skizofrenia adalah salah satu bentuk gangguan psikotik kejiwaan kronik
yang seringkali disertai dengan halusinasi, pikiran kacau dan perubahan perilaku.
Menurut Bleuler, gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
gejala primer yang terdiri dari gangguan proses berpikir, gangguan emosi,
gangguan kemauan serta autisme dan gejala sekunder yang terdiri dari waham,
halusinasi, dan gejala katatonik maupun gangguan psikomotor yang lain. Pemikiran
penderita skizofrenia seringkali tidak berhubungan secara logis, presepsi dan
perhatian keliru, afek yang datar atau tidak sesuai, dan memiliki gangguan pada
aktifitas motorik yang bizzare. Data America Psychiatric Association (APA) tahun
1995 menyebutkan bahwa 1% populasi penduduk dunia menderita skizofrenia dan
75% penderita dari skizofrenia dapat terjadi pada usia 16-25 tahun. Adapun data
prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia adalah 0,3-1% dan biasanya penyakit
ini timbul di usia sekitar 18-45 tahun, dan ada juga yang baru berusia 11-12 tahun
sudah menderita skizofrenia. Onset pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun dan

3
pada perempuan antara 25-35 tahun (Mirza, et al., 2015; Ramadan dan Don, 2010;
Yuliastini, 2015; Fajrianthi, 2013; Depkes RI, 2015; Handayani, et al., 2016; Zahnia
dan Sumekar, 2016).
Dikarenakan pada BPSD dan skizofrenia terdapat manifestasi yang sama
yaitu psikotik (waham dan halusinasi), maka penulis akan menjelaskan gejala
psikotik yaitu waham dan halusinasi pasien dengan BPSD yang disertai skizofrenia
pada lansia.

Presentasi kasus
Ny. O merupakan seorang penghuni wisma Mawar di Panti Sosial Tresna
Werdha (PSTW) Budi Mulia 3 Ciracas berusia 71 tahun dengan tinggi badan 151
cm dan berat badan 52 kg telah menghuni panti ini sejak 2 Februari 2012.
Berdasarkan data identifikasi Warga Binaan Sosial (WBS) ia lahir di Bekasi, suku
bangsa Betawi, agama Islam, status pernikahan janda, dan ia masuk ke PSTW
dalam keadaan cukup sehat dengan catatan demensia. Tanda vital meliputi tekanan
darah, nadi, respirasi, dan suhu dalam keadaan baik. Kadar asam urat, gula darah,
kolesterol, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) dalam batas normal. Ny. O merupakan
perokok aktif yang mempunyai kebiasaan merokok 2 batang per hari sejak sekitar
umur 20 tahun dan tidak ada riwayat alergi, penggunaan narkotika maupun zat
adiktif. Ia masih dapat melakukan kegiatan pribadi dan sehari-hari tanpa bantuan
orang lain.
Ny. O diantarkan oleh anaknya ke panti ini yang berisi 200 orang yang 70
diantaranya dengan gangguan psikotik dikarenakan keluarganya sudah tidak
sanggup mengurusnya yang sudah mulai pikun. Sejak pertama kali diantarkan
sampai sekarang, ia tidak pernah dijenguk oleh keluarganya. Beberapa kali ia kabur
dari panti dengan alasan tidak betah karena merasa beberapa penghuni panti lain
membicarakannya dan berencana mencelakakannya namun ia berhasil dibawa
kembali ke panti oleh petugas. Dari resume medis diperoleh data bahwa pada
Februari 2015 Ny. O dibawa ke Rumah Sakit Khusus Daerah Duren Sawit dan
dikontrol di PJD (Poli Jiwa Dewasa) dengan diagnosa BPSD dan diberi terapi
Risperidone 1 mg 2 kali sehari dan Trihexyphenidyl (THP) 1 mg 2 kali sehari. Pada

4
Mei 2015 diperoleh data bahwa ia didiagnosa skizofrenia paranoid dan diberi terapi
berupa obat racikan dengan sediaan kapsul yang mengandung THP 0,5 mg,
Risperidone 0,5 mg, dan Asam folat 5 mg 2 kali sehari. Beliau juga mendapatkan
terapi obat Donepezil 5 mg 1 kali sehari untuk mengurangi gejala demensia yang ia
derita. Pada November 2016 skizofrenia pada Ny. O relaps meski telah teratur
minum obat hingga sekarang.

Diskusi
Ny. O merupakan seseorang lansia yang mengidap BPSD dan skizofrenia
paranoid. Peningkatan jumlah populasi lanjut usia (lansia) memberi dampak pula
pada meningkatnya gangguan neuropsikiatri pada lansia. Mengenai BPSD, dalam
satu penelitian, sekitar 30-50% pasien demensia alzheimer telah dilaporkan
memiliki waham dan halusinasi. Waham yang paling umum pada demensia
alzheimer adalah waham paranoid yang ditafsirkan sebagai respon adaptif terhadap
kerusakan kognitif dan penurunan kemampuan untuk memahami dan menafsirkan
kenyataan secara tepat pada pasien. Halusinasi pada demensia harus dibedakan dari
agnosia visual dan salah identifikasi karena penglihatan yang buruk. Halusinasi
visual merupakan yang paling sering terjadi pada 30% pasien, dan lebih sering
terjadi pada kelompok demensia sedang. Namun di demensia alzheimer, halusinasi
visual lebih umum daripada halusinasi pendengaran (Cerejeira, et al., 2012;
Khairiah dan Margono, 2012; Lestari, 2014; Yahya, et al., 2015).
Mengenai skizofrenia paranoid pada Ny. O, skizofrenia didiskusikan seolah-
olah sebagai suatu penyakit tunggal namun katagori diagnostiknya mencakup
sekumpulan gangguan, mungkin dengan kausa yang heterogen, tapi dengan gejala
perilaku yang sedikit banyak yang serupa. Jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah
mulai 30 tahun. Simtom utama skizofrenia terbagi dalam tiga kategori. Simtom
positif, simtom negatif, dan simtom disorganisasi. Simtom positif mencakup hal-
hal yag berlebihan dan distorsi, seperti halusinasi dan waham, simtom-simtom ini
sebagian terbesarnya menjadi ciri episode akut skizofrenia. Simtom positif meliputi
waham yaitu keyakinan yang berlawanan dengan kenyataan dan halusinasi yaitu
salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan

5
persepsi sensori yaitu merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang
sebenarnya tidak ada (Sadock, et al., 2015; Nurcholis, 2013; Davidson, 2010;
Anggraini, et al., 2013).
Beberapa penulis telah mengusulkan bahwa tidak seperti waham dan
halusinasi pada psikotik fungsional, pada demensia mungkin terjadi pada bagian
dari subsyndromes yang berbeda. Selain itu, tidak seperti waham, halusinasi
dikaitkan dengan penurunan nilai kognitif yang lebih parah (Yahya, et al., 2015).
Pada saat melakukan anamnesis Ny. O mengatakan ia ingin pulang untuk bertemu
orang tuanya. Saat ditelusuri apakah kedua orang tuanya masih hidup atau sudah
meninggal, ia mengatakan kedua orang tuanya masih hidup dan masih muda.
Terdapat kerancuan waham yang muncul merupakan gejala skizofrenia atau BPSD
atau keduanya.
Forstl et al. (1994), meneliti hubungan antara neuropatologi dan gejala
psikotik pada pasien demensia alzheimer (23% dengan halusinasi, 16% dengan
waham paranoid, dan 25% dengan waham misidentifikasi). Pasien demensia
alzheimer dengan gejala psikotik memiliki jumlah neuron yang lebih rendah pada
daerah otak berikut ini: girus parahippocampal, regio CA1 hippocampus, raphe
dorsalis, dan lokus seruleus. Gejala psikotik berhubungan dengan peningkatan yang
bermakna dari kepadatan plak amiloid dan NFT (neurofibrillary tangle/
neurofibrillary yang kusut) di prosubiculum dan pertengahan kortex frontal serta
jumlah neuron yang berkurang di wilayah parahippocampal. Selain itu, waham atau
halusinasi berhubungan dengan peningkatan densitas kekusutan ekstraseluler di
lobus parietalis serta jumlah plak neurites yang lebih tinggi di korteks oksipital.
Bondareff (1996) melaporkan bahwa waham kebanyakan terdapat pada gangguan
ekstrapiramidal dan juga gangguan lobus temporalis, serta lebih sering terjadi pada
gangguan otak hemisfer kiri dibandingkan kanan. Waham juga berhubungan
dengan kalsifikasi dari ganglia basalis, disfungsi sistem limbik, dan penyakit yang
paling banyak dengan manifestasi waham melibatkan lobus temporal atau struktur
sistem limbik subkortikal (Khairiah dan Margono, 2012).

6
Sementara penyebab BPSD masih belum jelas, terdapat anggapan bahwa ada
beberapa etiologi untuk gejala ini yaitu, neurobiologis, psikologis (kepribadian
premorbid fitur dan respon terhadap stres), dan sosial (lingkungan perubahan dan
faktor pengasuh) aspek dalam pengembangan BPSD. Telah menunjukkan bahwa
orang dengan demensia alzheimer yang mengalami psikotik memiliki 2,3 kali lipat
terdapat kepadatan NFT yang lebih besar di neokorteks (frontal tengah, sepertiga
anterior dari temporal superior, parietal inferior) dibandingkan dengan pasien
demensia alzheimer yang tidak ada psikotik. Penelitian pencitraan fungsional otak
menunjukkan psikotik dalam probabilitas demensia alzheimer dikaitkan dengan
pengurangan prefrontal, kiri frontal-temporal, dan metabolisme parietal kanan
(Yahya, et al., 2015)
Ketidakseimbangan neurotransmiter yang berbeda (acetylcholin, dopamin,
noradrenalin, serotonin, GABA) telah diusulkan sebagai korelasi neurokimia
BPSD. Beberapa bukti menunjukkan bahwa BPSD dapat dihasilkan dari
peningkatan norepinephrine (NE) dan atau hipersensitif adrenoreceptor
mengkompensasi hilangnya neuron NE dengan perkembangan demensia alzheimer.
Disregulasi di GABA (gamma-aminobutyrate)-ergik, serotonergik dan
noradrenergik neurotransmiter sistem telah dikaitkan dengan peningkatan
agresivitas dan gangguan pada pasien demensia (Yahya, et al., 2015).
Terdapat beberapa kesamaan perubahan biokimia pada BPSD dengan
skizofrenia yaitu aktivitas berlebihan serotonergik (5-HT). Hipotesis saat ini
menyebutkan bahwa pelepasan berlebihan serotonin menyebabkan gejala positif
maupun negatif pada pasien skizofrenia. Selain itu, skizofrenia timbul akibat
aktivitas dopaminergik yang berlebihan. Penelitian menunjukkan bahwa beberapa
pasien skizofrenia kehilangnya neuron-neuron GABAergik di Hippocampus.
GABA memiliki peran regulasi pada aktivitas dopamin, dan hilangnya peran
inhibisi terhadap neuron dopaminergik pada neuron 16 GABAergik dapat
menyebabkan hiperaktivitas pada neuron dopaminergik (Sadock, et al., 2015).
Ahli neuropatologi tidak mampu menemukan dasar neuropatalogi skizofrenia
sehingga mereka mengklasifikasikan skizofrenia sebagai gangguan fungsional.
Namun, pada akhir abad ke- 20 , para peneliti membuat suatu langkah signifikan

7
dalam mengungkap dasar neuropatologi potensial skizofrenia, terutama di sistem
limbik dan ganglia basalis, termasuk abnormaitas neuropatologi atau neurokimiawi
di korteks serebri, talamus, dan batang otak. Berkurangnya volume otak yang
dilaporkan secara luas terdapat pada otak skizofrenik tampaknya, merupakan akibat
berkurangnya kepadantan akson, dendrit, dan sinaps yang memfasilitasi fungsi
asosiatif otak. Densitas sinaptik paling tinggi pada usia 1 tahun, kemudian menurun
hingga mencapai nilai dewasa pada awal masa remaja (Sadock, et al., 2015).
Sebelumnya kita perlu tahu bahwa, orang dengan gangguan gangguan
psikotik (skizofrenia) atau orang awam menyebutnya orang gila di dunia tidak
dibebani tanggungan menjalankan ibadah atau hukum syara. Seperti halnya anak
kecil yang belum baligh. Karena mereka tidak memiliki akal (Anshori, 2017).
Nabi shallallahualaihi wa sallam bersabda,


:



Catatan amal diangkat dari tiga jenis orang : orang tidur sampai dia bangun,
anak kecil sampai dia baligh, dan orang gila sampai dia sembuh dari gilanya (HR.
An Nasa-i no. 7307, Abu Daud no. 4403, Ibnu Hibban no. 143, dishahihkan Al
Albani dalam Shahih Al Jami no. 3513).

Mengingat mereka di dunia tidak dibebani syariat, maka di akhirat nanti amal
perbuatan mereka semasa gila, juga tidak dipersidangkan di hari perhitungan amal
(yaumul hisab). Kecuali orang yang gilanya musiman atau gilanya setelah usia
baligh, maka amal perbuatannya yang akan dipersidangkan (di-hisab) di hari kiamat
nanti, adalah amal yang dia lakukan selama tidak gila. Apakah dia ke surga atau
neraka? Allahualam, tergantung pada amal perbuatannya semasa tidak gila
(Anshori, 2017).
Dalam firman Allah taala,




Kami tidak akan mengazab suatu kaum, sampai kami mengirim utusan (Rasul)
kepada mereka (Q.S. Al-Isra : 15).

Pada ayat di atas Allah menjelaskan bahwa, seorang tidak akan diazab
sebelum ditegakkan hujah kepadanya, yakni sampainya dakwah Islam kepadanya.

8
Orang gila, tentu hujah belum tegak atasnya, karena dia tidak dapat memahami
wahyu Allah yang sampai kepadanya. Disamping itu, orang berakal saja tidak
diazab karena dakwah Islam belum sampai kepadanya, tentu orang gila lebih pantas
untuk tidak diazab, karena dia tidak memiliki akal (Anshori, 2017).
Beberapa hadis shahih yang bersumber dari Nabi Shallallahu alaihi wa
sallam menerangkan bahwa, orang-orang yang belum sampai dakwah Islam
kepadanya ketika di dunia, seperti orang gila, orangtua renta, orang tuli yang
menemui dakwah Islam namun dia tidak dapat mendengar seruan Islam karena tuli
yang dialami, kemudian ahlul fatroh (yaitu orang-orang yang hidup di zaman
antara dua Nabi atau Rasul), mereka semua nanti akan mendapat perintah di hari
kiamat kelak. Apabila mereka menuruti perintah itu, maka mereka dimasukkan
surga. Namun bila tidak, maka dia berhak mendapat azab (Anshori, 2017).

Simpulan
Terdapat perbedaan gejala psikotik yaitu waham dan halusinasi pasien
dengan BPSD (Behavioral and Psychological Symptoms of Dementia/ Gejala
Perilaku dan Psikologis Demensia) yang disertai skizofrenia pada lansia yaitu
bahwa tidak seperti waham dan halusinasi pada psikotik fungsional, pada demensia
mungkin terjadi pada bagian dari subsyndromes yang berbeda. Selain itu, tidak
seperti waham, halusinasi dikaitkan dengan penurunan nilai kognitif yang lebih
parah (Yahya, et al., 2015). Meski neuropathology keduanya berbeda, terdapat
beberapa kesamaan perubahan biokimia dari efek neuropathology keduanya
sehingga menimbulkan manifestasi psikotik. Orang dengan gangguan gangguan
psikotik (skizofrenia) atau orang awam menyebutnya orang gila di dunia tidak
dibebani tanggungan menjalankan ibadah atau hukum syara seperti halnya anak
kecil yang belum baligh karena mereka tidak memiliki akal (Yahya, et al., 2015;
Anshori, 2017).
Onset skizofrenia pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun dan pada
perempuan antara 25-35 tahun. Tetapi pada Ny. O, ia terdiagnosis skizofrenia
paranoid pada tahun 2015 saat beliau berusia 69 tahun atau 3 bulan setelah
terdiagnosis BPSD. Mungkin Ny. O terlambat didiagnosis sehingga baru diketahui

9
setelah berusia lebih dari 35 tahun. Diperlukan penelusuran atau penelitian
mengenai hubungan penuaan dengan timbulnya skizofrenia dan membedakannya
dengan gangguan psikotik pada BPSD sehingga untuk kedepannya dapat
dipergunakan untuk mendiagnosis dan memberikan terapi lebih baik.

Acknowledgement
Penulis panjatkan puji dan syukur khadirat Allah SWT dan Nabi Muhammad
SAW kerena atas berkat rahmat dan karuniaNya lah penulis dapat menyelesaikan
case report ini. Terimakasih kepada Kepala Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia
3 Ciracas dan para perawat Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Ciracas yang
telah mengizinkan penulis untuk mengambil data. Kepada Ny. O yang telah
bersedia dianamnesis secara terbuka dan diambil data resume medisnya.
Terimakasih kepada pembimbing bidang kepeminatan geriatri yaitu dr. Faisal,
SpPD dan tutor kelompok 4 bidang kepeminatan geriatri yaitu dr. Edward Syam,
M.Kes atas bimbingan dan arahannya dalam penyusunan case report ini.
Terimakasih kepada dr. Hj. Susilowati, M.Kes, dan Dr. drh. Hj. Titiek Djannatun
selaku koordinator blok elektif. Dan tidak lupa kepada teman-teman kelompok 4
bidang kepeminatan geriatri terimakasih atas kerjasamanya selama kunjungan
lapangan dan penyusunan case report ini.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Al Quran dan terjemahannya. 2017. Kementrian Agama Republik Indonesia.


PT Semarang Karya Toha.
2. Anggraini, K., et al. 2013. Pengaruh Menghardik Terhadap Penurunan
Tingkat Halusinasi Dengar Pada Pasien Skizofrenia di RSJD DR.
Aminogondohutomo Semarang. Skripsi. STIKES Telogorejo Semarang.
3. Anshori, A. 2017. Orang Gila Di Surga atau Neraka ? Konsultasi Syariah.
Available at: https://konsultasisyariah.com/29816-orang-gila-di-surga-atau-
neraka.html. Date accessed: 19 November 2017.
4. Cerejeira, J., et al. 2012. Behavioral and Psychological Symptoms of
Dementia. NCBI. 3: 73. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3345875/ . Date accessed:
19 November 2017.
5. Davison, C. G., Naele, M. J., dan Kring, M. A. (2010). Psikologi Abnormal.
Ed, 9. Jakarta: Rajawali Pers.
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Schizophrenia.
Available at:
http://bbtklppjakarta.pppl.depkes.go.id/assets/files/downloads/f1375258333
schizophrenia.pdf. Date accessed: 19 November 2017.
7. Fajrianthi K. F. 2013. Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Kualitas Hidup
Penderita Skizofrenia. Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial. Vol.02 No.
03.
8. Handayani, L., et al. 2016. Faktor Risiko Kejadian Skizofrenia di Rumah
Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Humanitas. Vol. 13
No. 2 . 135-148.
9. Khairiah S. dan Margono H. M. 2012. Aspek Neurobiologi Gejala Perilaku
dan Psikologis pada Demensia (Behavioural and Psychological Symptoms of
Demensia / BPSD). UNAIR. Vol. 1 - No. 1.
10. Lestari, N. . D. 2014. Terapi Resperidone Pada Skizofrenia Paranoid: Sebuah
Laporan Kasus. E-Jurnal Medika Udayana. ISSN 2303-1395. Available at:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/11923. Date accessed: 19
November 2017.
11. Mirza, et al. 2015. Hubungan Lamanya Perawatan Pasien Skizofrenia Dengan
Stres Keluarga. JKS. 3: 179-189. Available at:
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JKS/article/view/3669/3375 . Date accessed:
19 November 2017.
12. Nurcholis, M. M. 2013. Kebermaknaan Hidup Istri Yang Mempunyai Suami
Skizofrenia. Skripsi. Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel.

11
13. Oliveira A. M. D., et al. 2015. Nonpharmacological Interventions to Reduce
Behavioral and Psychological Symptoms of Demensia: A Systematic
Review.NCBI. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4676992/. Date accessed:
14 November 2017.
14. Ramadan, E. S. dan Dod, W. A. E. 2010. Relation Between Insight and
Quality of Life in Patients With Schizophrenia: Role of Internalized Stigma
and Depression. Current Psychiatry. 17(3): p. 43-7.
15. Sadock, B. J., et al. 2015. Kaplan dan Sadock's synopsis of psychiatry :
behavioral sciences/clinical psychiatry. Lippincott Williams dan Wilkins.
Philadelphia.
16. Semple, D. dan Smyth, R., 2013. Oxford Handbook of Psychiatry. 3rd
penyunt. Oxford: Oxford University Press.
17. Yahya, A., et al. 2015. Behavioral and psychological symptoms in demensia
and caregiver burden. SciencePG. 4(2-1): 8-14.
18. Yudhistira, Y. 2016. Hubungan Fungsi Sosial Dengan Kualitas Hidup Pasien
Skizofrenia. Skripsi. Universitas Muhamadiyah Yogyakarta.
19. Yuliastini, N. L. P. 2015. Hubungan Persepsi Keluarga Tentang Skizofrenia
dan Ekspresi Emosi Keluarga Dengan Frekuensi Kekambuhan Skizofrenia di
IRD RSJ Provinsi Bali. Skripsi. Universitas Udayana.
20. Zahnia, S. dan Sumekar, D. W. 2016. Kajian Epidemiologis Skizofrenia.
Skripsi. Universitas Lampung.

12

You might also like