Professional Documents
Culture Documents
2
ISSN No: 0854-3844
1
National Program Oficer Micronutrient Initiative Indonesia
The changes of administration system from centralized to decentralized one through the enactment of Law No.
22/1999—later revised by Law No. 32/2004—had pushed structural, functional and cultural changes in Indonesian
regional administration management. This change had affected the status, position and role of Camat (Head of
Subdistrict) and Kecamatan (Subdistrict). This research aims to analyze the quality of subdistrict public services
in decentralization era, identify services dimensions or attributes that are prioritized by subdistrict for a better
performance, and conduct comparative study to analyze whether a subdistrict with larger delegated authorities
has a better quality of public services. The analysis was conducted using the Service Quality (ServQual) that had
been developed into Importance Performance Analysis (IPA). The research was conducted through surveys in
two locations i.e. Katapang Subdistrict in Bandung and Dramaga Subdistrict in Bogor, on three types of services
namely 1) civil administration/registration services 2). Business license services and 3). Building construction
license services.The research result showed that although the subdistricts had legally and formally shifted into
local government institution, the quality of public service performance is still not optimal. This was indicated by
the lower performance index as well as the importance index of the respondents for both subdistricts, in other
words there were gaps between respondents perception and respondents expectation on public service quality.
bekerja (Wasistiono, 2005:5). camat tidak lagi menjadi pusat aspek produksi, mutu, efisiensi, fleksibilitas, dan kepuasan
dalam menjalankan tugas-tugas dekonsentrasi, namun telah untuk ukuran jangka pendek; sedangkan aspek persaingan
beralih menjadi perangkat daerah yang hanya memiliki dan pengembangan untuk jangka menengah serta aspek
Werkkring dalam lingkungan wilayah kecamatan kelangsungan hidup untuk jangka panjang.
(Kertapradja dalam Kinseng 2008:1). Selain itu, ukuran kualitas pelayanan ditentukan oleh
Reformasi pelayanan publik terjadi dalam konteks usaha banyak faktor yang bersifat intangible (tidak nyata/tidak
“pembangunan” dan promosi proses globalisasi ekonomi. berwujud) dan memiliki banyak aspek psikologis yang rumit
(Reed: 2002) Reformasi pelayanan publik merupakan prime untuk diukur (Zeithaml, Parasuraman dan Berry, 1990:15).
mover (penggerak utama) yang dinilai strategis untuk Idealnya pengukuran kualitas pelayanan dilakukan terhadap
memulai pembaharuan praktik governance (Dwiyanto, dua dimensi yang saling terkait dalam proses pelayanan yakni
2005:3). Sesuai dengan paradigma Reinventing Government penilaian kepuasan pada dimensi pengguna layanan/
maupun Good Governance, pendelegasian sebagian pelanggan (service users) dan penilaian yang dilakukan pada
kewenangan pemerintahan dari bupati/walikota kepada camat penyedia pelayanan (service providers). Zeithamal dkk.
harus dapat memaksimalkan prinsip 4E, yakni efektivitas, (1990: 23) kemudian mengembangkan service quality gap
efisiensi, equity/ keadilan; dan ekonomis. (Terry, 1961, model kedalam suatu instrumen skala pengukuran multi
Frederickson, 1997 dan E.S. Savas, 1987 dalam Wasistiono, dimensi yang dinamakan Servqual. Dalam perkembangannya,
2005: 10). Pendelegasian kewenangan bukan hanya sekedar Zeithamal, Parasuraman dan Bery kemudian
memindahkan kewenangan yang dijalankan secara langsung menyederhanakan sepuluh dimensi menjadi lima dimensi
oleh bupati/walikota kepada camat, melainkan dalam rangka SERVQUAL (Zeithamal et al, 1990: 25-26), yakni Tangible
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemberian pelayanan (Nyata, Berwujud), Reliablility (Keandalan), Responsiveness
yang berkualitas kepada masyarakat. (Cepat tanggap), Assurance (Jaminan) dan Emphaty
Dewasa ini kualitas merupakan bahasan yang penting (Empati).
dalam penyelenggaraan pelayanan, termasuk pada organisasi Dalam kaitannya dengan reformasi pemerintahan daerah
atau institusi pemerintah sebagai lembaga penyedia pelayanan -di mana Camat tidak lagi menjadi pusat dalam menjalankan
publik. Negara dan sistem pemerintahan menjadi tumpuan tugas-tugas dekonsentrasi, namun telah beralih menjadi
pelayanan warga negara dalam memperoleh jaminan atas perangkat daerah yang hanya memiliki wilayah kerja dalam
hak-haknya, karenanya peningkatan kualitas pelayanan lingkungan wilayah Kecamatan, sudah selayaknya apabila
(quality of services) akan menjadi penting (Zauhar, 2001, Kecamatan dijadikan sebagai Pusat Pelayanan Masyarakat
dikutip oleh Prasojo, Pradana dan Hiqmah, 2006:17). (Pusyanmas) untuk jenis-jenis pelayanan yang sederhana,
Lembaga atau organisasi pemerintah semakin dituntut untuk cepat, dan murah untuk meningkatkan kualitas pelayanan
menciptakan kualitas pelayanan yang dapat mendorong dan kepada masyarakat. Untuk itu, penelitian ini bertujuan
meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat. Karena itu, mengetahui dan memperbandingkan kualitas pelayanan
pelayanan (aparatur) pemerintah harus lebih proaktif dan Kecamatan Katapang dan Kecamatan Dramaga setelah
cermat dalam mengantisipasi paradigma baru global agar perubahan kedudukan dan fungsi kecamatan sebagai
pelayanannya mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang perangkat daerah, khususnya untuk tiga jenis pelayanan
dinamis. kecamatan yakni pelayanan administrasi kependudukan,
Sejumlah ahli menjelaskan konsep kualitas dengan pelayanan izin-izin usaha dan izin gangguan serta pelayanan
pengertian yang saling menguatkan sesuai dengan perspektif IMB.
yang digunakan untuk menentukan ciri-ciri pelayanan yang
spesifik (Feigenbaum, 1986:7; Albrecht dan Zemke, 1990:41; METODE PENELITIAN
Bahill dan Gissing, 1998:156; Goetsh dan Davis, 1994,
dikutip oleh Mulyawati, 2003:37; WE. Deming dalam Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang
Sinambela dkk, 2006:43). Menurut Groonroos’s, kualitas menggunakan pendekatan kuantitatif-positivistik, yang
pelayanan merupakan perbandingan antara kenyataan atas dilakukan untuk mengetahui arah dan fokus penelitian
pelayanan yang diterima dengan harapan atas pelayanan yang ditujukan untuk menguraikan dan menggambarkan secara
ingin diterima. (Brady dan Conin, 2001) Pada awalnya obyektif dan logis sifat-sifat dari fenomena atau gejala sosial
instrumen untuk mengukur kualitas pelayanan (service yang diteliti - dalam hal ini adalah adalah kualitas pelayanan
quality) dikembangkan oleh peneliti pemasaran untuk publik kecamatan- dengan cara verifikasi langsung melalui
melakukan evaluasi terhadap kualitas pelayanan yang dapat data empirikal.
memenuhi kepuasan pelanggan (Jiang, Klein, dan Carr, Untuk dapat melakukan analisis komparatif kualitas
2002). Dalam kaitannya dengan kualitas pelayanan publik pelayanan publik kecamatan maka diperlukan dua lokus atau
yang diberikan oleh birokrasi didalam negara demokrasi, daerah penelitian, yaitu Kecamatan Katapang di Kabupaten
menurut Lenvine (1990:188) paling tidak harus memenuhi Bandung dan satu lagi Kecamatan Dramaga di Kabupaten
tiga indikator, yakni responsiveness, responsibility, dan Bogor. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara
accountability. Sementara itu Gibson, Ivancevic dan Donelly purposive yang didasarkan pertimbangan adanya kekhasan
(1996), dalam Dwiyanto, 2005:147) memasukkan dimensi delegasi kewenangan dari bupati kepada camat, pada masing-
waktu. Dalam hal ini kinerja pelayanan publik terdiri dari masing kabupaten. Pemilihan Kabupaten Bandung dan
92 BISNIS & BIROKRASI, Vol. 16, No. 2, Mei 2009, hal. 90-98
Kabupaten Bogor didasarkan pertimbangan bahwa pada diperoleh ditransformasi menjadi data kuantitatif dengan
kedua kabupaten tersebut telah ada pendelegasian pembobotan menggunakan skala likert yang terdiri dari 5
kewenangan bupati kepada camat dengan jumlah, jenis serta skala kontinum. Perhitungan pembobotan setiap indikator
besaran kewenangan yang berbeda. Kabupaten Bandung dituangkan dalam tabel frekuensi untuk seluruh 20 indikator
merupakan representasi dari kabupaten yang melimpahkan kualitas pelayanan, baik untuk indikator kinerja maupun
cukup besar kewenangan kepada camat, sedangkan indikator kepentingan pelayanan. Kemudian dihitung tingkat
Kabupaten Bogor adalah representasi kabupaten yang minim kesesuaian antara tingkat kinerja dengan tingkat
melimpahkan kewenangan kepada camat. kepentingan, sebagai berikut:
Obyek penelitian terdiri dari tiga jenis kelompok pelayanan
yang umumnya terdapat pada kecamatan, yaitu: 1). Pelayanan Tki = Xi X 100%,
administrasi kependudukan, (KTP, KK dll) 2).Pelayanan izin Yi
usaha/ izin tempat usaha (SITU, SIUP, HO dll) dan Dimana:
3).Pelayanan izin bangunan atau IMB; dengan sampel yang Tki = Tingkat kesesuaian responden untuk indikator i
diperoleh secara purposive terhadap responden yang sudah Xi = Skor penilaian kinerja pelayanan indikator i
atau pernah menggunakan pelayanan kecamatan dengan Yi = Skor penilaian kepentingan indikator i
menggunakan teknik gabungan “accidental sampling dan
snowbolling sampling”. Pada accidental sampling responden Setelah seluruh analisis kuantitatif selesai, maka dilakukan
adalah siapa saja yang ditemukan peneliti ketika sedang FGD untuk mengklarifikasi, menggali dan menelusuri lebih
mengurus atau mendapatkan pelayanan publik dikantor mendalam permasalahan dan kendala yang dihadapi oleh
kecamatan, sedangkan snowballing sampling dilakukan Kecamatan untuk dapat menghasilkan kualitas pelayanan
melalui penelusuran baik dari data yang ada pada kecamatan
yang lebih baik.
maupun dari responden yang telah diwawancarai untuk
mendapatkan responden berikutnya, dengan sampel dalam
HASIL DAN PEMBAHASAN
tabel 2.
Survei dengan kuesioner Service Quality (SERVQUAL)
yang dirancang untuk menjaring: (1) data kualitas pelayanan A. Kualitas Pelayanan Publik Kecamatan
kecamatan yang diharapkan dan (2) data kualitas pelayanan Hasil perhitungan IPA menunjukkan belum optimalnya
kecamatan yang diterima oleh masyarakat pengguna layanan. kualitas pelayanan publik Kecamatan. Belum optimalnya
Setiap jenis kuesioner terdiri dari dua bagian. Bagian pertama kualitas pelayanan ditunjukkan oleh indeks kinerja seluruh
adalah penilaian responden terhadap kualitas pelayanan 20 atribut pada ketiga jenis pelayanan (Pelayanan
publik kecamatan yang diterima atau dialami (tingkat kinerja) Adminsitrasi Kependudukan, Pelayanan Izin usaha dan Izin
dan bagian kedua adalah penilaian responden terhadap gangguan dan Pelayanan IMB) yang lebih rendah dari indeks
kualitas pelayanan publik kecamatan yang diharapkan kepentingan.
(tingkat kepentingan) dengan dimensi dan indikator dalam Kondisi belum optimalnya kualitas pelayanan kecamatan
tabel 3 sebagai berikut. ini terjadi baik pada kecamatan Ketapang Kabupaten
Selanjutnya, analisis data dilakukan dua tahap, pertama Bandung maupun Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor
menggunakan teknik analisis kuantitatif dengan Importance- sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 5-7.
Performance analysis/IPA atau analisa tingkat kepentingan-
kinerja (Martila dan James 1977: 79, dalam Supranto 1997; B. Perbandingan Pendelegasian Kewenangan Bupati
239) dan Focus Group Discussion (FGD) dengan kepada Camat
menggunakan model analisa sebagai berikut: Pemerintah Kabupaten Bandung memiliki komitmen
Dalam IPA, pelayanan yang diharapkan (expected service) untuk mendelegasikan kewenangan kepada Camat yang jauh
masyarakat pengguna layanan dikonversi menjadi “tingkat lebih baik dibanding pemerintah Kabupaten Bogor. Melalui
kepentingan” akan pelayanan sedangkan sedangkan Keputusan Bupati Bandung Nomor 21 Tahun 2001 Bupati
pelayanan yang diterima masyarakat (percieved service) Kabupaten Bandung melimpahkan 27 Bidang Kewenangan
dikonversi menjadi “tingkat kinerja” pelayanan. Data yang yang mencakup 110 Rincian Kewenangan kepada Camat.
AFRIAL, KUALITAS PELAYANAN PUBLIK KECAMATAN 93
1. Kesesuaian antara Biaya yang dikelu arkan dengan biaya yang ditetapkan
Assurance 2. Mekanisme/jalur pen gaduan, jika p engguna layanan mengalami masalah dalam p engurusan IMB
4
(jaminan/keyakinan) 3. Kemampu an memberikan pelayanan secara menyeluruh dan tu ntas
4. jaminan keamanan dalam pelayanan
Gambar 6. Perbandingan Indeks Kinerja dengan Indeks Kepentingan Gambar 7. Perbandingan Indeks Kinerja dengan Indeks Kepentingan
Pelayanan Izin usaha dan Izin gangguan, Kecamatan Dramaga Kabupaten Pelayanan IMB, Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor
Bogor Sumber: Pengolahan Data Penelitian, 2007
Sumber: Pengolahan Data Penelitian, 2007
pelayanan yang diselenggarakan oleh kedua kecamatan yang rata-rata tingkat kesesuaian (antara apa yang dialami dengan
diuraikan pada pembahasan dibawah berikut ini. apa yang diharapkan oleh responden) yang lebih tinggi pada
Kecamatan Katapang (75%) dibanding tingkat kesesuaian
C. Perbandingan Kualitas Pelayanan Kecamatan pada Kecamatan Dramaga (67,99%).
Katapang dan Kecamatan Dramaga Analisa lebih jauh lagi, hampir seluruh atribut pelayanan
Untuk mengetahui perbandingan antara kualitas pelayanan publik Kecamatan Katapang memiliki indeks kinerja
publik di Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung dan pelayanan dan tingkat kesesuaian yang lebih tinggi dibanding
kualitas pelayanan publik di Kecamatan Dramaga maka indeks kinerja pelayanan dan tingkat kesesuaian Kecamatan
dilakukan analisis komparatif kualitas pelayanan di dua Dramaga. Dari 20 (dua puluh) atribut pelayanan administrasi
kecamatan tersebut. Analisis dilakukan dengan kependudukan kecamatan, kecuali atribut no 2, yaitu
membandingkan kinerja pelayanan dan tingkat kesesuaian
kenyamanan, kebersihan dan kerapihan ruang pelayanan,
(antara apa yang dialami dengan apa yang diharapkan oleh
seluruh atribut pelayanan lainnya menunjukkan kualitas
responden) untuk ketiga jenis pelayanan (pelayanan
pelayanan Kecamatan Katapang lebih baik dari kualitas
administrasi kependudukan, pelayanan izin usaha dan izin
gangguan, dan pelayanan izin mendirikan bangunan) pada pelayanan Kecamatan Dramaga (lihat gambar 8).
dua Kecamatan (lihat tabel 4). Gambar 8 maupun memperlihatkan hanya atribut no 2,
yaitu kenyamanan, kebersihan dan kerapihan ruang
C.i. Perbandingan Kualitas Pelayanan Administrasi pelayanan indeks kinerja pelayanan Kecamatan Dramaga
Kependudukan lebih baik dari Kecamatan Katapang. Kondisi yang sama
Secara umum kualitas pelayanan publik diKecamatan juga terjadi pada tingkat kesesuaian antara persepsi
Katapang lebih baik dari kecamatan Dramaga (tabel 4). Hal responden akan kualitas pelayanan dengan harapan
ini ditunjukkan oleh rata-rata indeks kinerja pelayanan responden akan kualitas pelayanan kecamatan (Gambar 9),
administrasi kependudukan Kecamatan Katapang yang lebih dimana Kecamatan Katapang memiliki tingkat kesesuaian
tinggi (3.27) dari rata-rata indeks kinerja pelayanan yang lebih tinggi dari Kecamatan Dramaga untuk hampir
administrasi kependudukan Kecamatan Dramaga (2.90) serta seluruh atribut pelayanan.
96 BISNIS & BIROKRASI, Vol. 16, No. 2, Mei 2009, hal. 90-98
Tabel 4. Perbandingan kinerja pelayanan dan tingkat kesesuaian pelayanan publik antara Kecamatan Katapang dan Kecamatan Dramaga
Kec am atan K at apang K ecamatan Dramaga
atribut
Gambar 11. Perbandingan tingkat kesesuaian atribut pelayanan izin-izin Gambar 13. Perbandingan tingkat kesesuaian atribut pelayanan IMB pada
usaha dan izin gangguan Kecamatan Katapang dan Dramaga
Sumber: Pengolahan Data Penelitian, 2007 Sumber: Pengolahan Data Penelitian, 2007
pelayanan, atribut 3 yakni Pengaturan loket pelayanan dan dalam pelayanan IMB (keamanan surat2/berkas), keamanan
atribut 20 yakni Kemudahan menghubungi pegawai, jika ada diruang tunggu indeks kinerja pelayanan IMB Kecamatan
masalah dalam pengurusan SITU dan HO Kecamatan Dramaga lebih baik dari Kecamatan Katapang.
Dramaga memiliki tingkat kesesuain pelayanan yang sedikit Sedangkan untuk tingkat kesesuaian pelayanan IMB,
lebih tinggi dibanding Kecamatan Katapang. Kecamatan Katapang memiliki tingkat kesesuaian yang lebih
baik dari Kecamatan Dramaga (gambar 13). Hanya pada
C.iii. Perbandingan Kualitas Izin Mendirikan Bangunan atribut 1 yaitu Fasilitas dan keadaan fisik gedung kantor
(IMB) Kecamatan, atribut 2 Kenyamanan, kebersihan dan kerapihan
Tabel 4 diatas juga menggambarkan perbandingan kinerja ruang pelayanan dan atribut 15 yaitu Mekanisme atau jalur
pelayanan dan tingkat kesesuaian untuk seluruh atribut pengaduan, jika pengguna layanan mengalami masalah
pelayanan izin mendirikan bangunan (IMB) pada Kecamatan dalam pengurusan IMB Kecamatan Dramaga memiliki
Kecamatan Katapang dan Kecamatan Dramaga. Sama seperti tingkat kesesuaian pelayanan IMB yang lebih baik dari
pada pelayanan administrasi kependudukan dan pelayanan Kecamatan Katapang, untuk atribut-atribut lainnya tingkat
izin-izin usaha izin gangguan, pada pelayanan izin kesesuaian pelayanan IMB Kecamatan Katapang lebih baik
mendirikan bangunan pun secara umum kualitas pelayanan dari Dramaga.
Kecamatan Katapang lebih baik dari Kecamatan Dramaga
(tabel 6). Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata indeks KESIMPULAN
kinerja pelayanan IMB Kecamatan Katapang lebih tinggi
(3.38) dari rata-rata indeks kinerja pelayanan IMB Kecamatan Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa
Dramaga (3.04) serta rata-rata tingkat kesesuaian pelayanan Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung memiliki kualitas
Kecamatan Katapang lebih tinggi (78.80%) dibanding tingkat pelayanan yang lebih baik dibanding Kecamatan Dramaga
kesesuaian pelayanan Kecamatan Dramaga (71,13%). Kabupaten Bogor. Seperti pendelegasian kewenangan Bupati
Jika ditinjau dari indeks kinerja masing-masing atribut kepada Camat yang relatif berjalan lebih efektif di Kabupaten
pelayanan IMB, sebagian besar atribut pelayanan Kecamatan Bandung dibanding Kabuputen Bogor. Komitmen kuat
Katapang memiliki indeks kinerja yang lebih tinggi dibanding pemerintah kabupaten Bandung juga diperlihatkan
indeks kinerja Kecamatan Dramaga (gambar 12). Hanya meningkatkan produk hukum pendelegasian kewenangan
untuk atribut 2 yakni Kenyamanan, kebersihan dan kerapihan Bupati kepada Camat dari Keputusan Bupati menjadi
ruang pelayanan dan atribut 17 yakni jaminan keamanan Peraturan Daerah. Meski demikian, masih terdapat sejumlah
98 BISNIS & BIROKRASI, Vol. 16, No. 2, Mei 2009, hal. 90-98
catatan yang menandai bahwa kualitas pelayanan publik tion System Service Quality: SERVQUAL from the Other Side. MIS Quar-
Kecamatan, setelah perubahan kedudukan dan fungsi terly, Vol. 26, No. 2 (Juni).
Kinseng A. Rulius. 2008. Kecamatan di Era Otonomi Daerah: Kekuasaan
kecamatan sebagai perangkat daerah, masih belum optimal. dan Wewenang serta Konflik Sosial.
Hal ini ditunjukkan oleh indeks kinerja seluruh 20 atribut Prasojo, Eko, Aditya Perdana dan Nor Hiqmah. 2006. Kinerja Pelayanan
pada ketiga jenis pelayanan (pelayanan adminsitrasi Publik, Persepsi Masyarakat terhadap Kinerja, Keterlibatan dan
kependudukan, pelayanan izin usaha dan izin gangguan dan Partispasi Masyarakat dalam Pelayanan Bidang Pendidikan, Kesehatan
dan Kependudukan, YAPPIKA. Jakarta.
pelayanan IMB) yang lebih rendah dari indeks kepentingan. Reed, Daryl. 2002. Corporate Governance Reforms in Developing Coun-
tries. Journal of Business Ethics, Vol. 37, No. 3, Corporate Governance
Reforms in Developing Countries (May).
DAFTAR PUSTAKA Rosyidi, Unifah. 2007. Reformasi Administrasi Sub Nasional: Analisis
Reformasi Pemerintahan Kecamatan Kota Bogor. Disertasi , Program
Pasca Sarjana Ilmu Adminsitrasi FISIP Universitas Indonesia.
Bahill, A.T. and B. Gissing.1998. Re-evaluating systems engineering concepts Ridwan, Irfan. 2005. Desentralisasi dan Instansi Vertikal: Catatan Kritis UU
using systems thinking, IEEE Transactions on Systems, Man and Cyber- No. 32 Tahun 2004. Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi: Bisnis &
netics, Part C: Applications and Reviews, Vol. 28, No. 4 (November). Birokrasi, Volume XII, Nomor 2 (Mei).
Brady, Michael K. Brady and J. Joseph Cronin Jr. 2001. Some New Thoughts Wasistiono, Sadu. 2005. Optimalisasi Peran dan Fungsi Kecamatan, Modul
on Conceptualizing Perceived Service Quality: A Hierarchical Approach. Badan Diklat Depdagri-JICA.
Journal of Marketing, Vol. 65, No. 3 (July).
Zauhar, Susil. 2001. Administrasi Pelayanan Publik: Sebuah Perbincangan
Dwiyanto, Agus 2005. Mewujudkan Good Governance melalui Pelayanan
Awal. Jurnal Administrasi Negara, Vol. 1 No. 2, (Maret).
Publik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Zaithaml, A. Vallerie, A Passuraman and Leonard L. Berry. 1990. Delivering
Hoessein, Bhenyamin. 2002. Kebijakan Desentralisasi. Jurnal Administrasi
Quality Service: balancing Customer Perception and Expectation: Max-
Negara Vol. I, No. 02, (Maret).
well Macmillan, Canada.
Jiang, James J., Gary Klein, L. Christopher. Carr. 2002. Measuring Informa-