You are on page 1of 5

PERBEDAAN OSTEOARTRITIS DAN REUMATOID ARTRITIS

Osteoartritis
Osteoartritis (OA) merupakan suatu penyakit yang berkembang dengan
perlahan tetapi merupakan penyakit aktif degenerasi kartilago artikular yang
berhubungan dengan simptom-simptom seperti nyeri sendi, kekakuan, dan
keterbatasan pergerakkan (Dubey, S., & Adebajo, A., 2008). OA membutuhkan
pertimbangan dari 3 area yang bertumpang tindih, yaitu, perubahan patologis, ciri-
ciri radiologi dan konsekwensi klinis. Secara patologis, terjadi perubahan dalam
struktur kartilago, secara radilogi, terdapat osteofit dan terjadi penyempitan ruang
sendi, dan secara klinis pula terjadi ketidakmampuan dan nyeri. (Kumar, P., &
Clark, M., 2005) OA dapat terjadi pada semua sendi dalam tubuh, tetapi paling
sering terjadi di pinggul, lutut, dan sendi-sendi pada tangan, dan kaki.

Epidemiologi
OA merupakan penyakit dengan prevalensi yang tertinggi dalam kelompok
masyarakat kita dan penyebab kedua tersering dalam ketidakmampuan pada orang
tua di negara-negara barat. Prevalensi OA meningkat dengan usia karena kondisi
yang tidak reversible. Pada usia kurang dari 45 tahun, laki-laki lebih rentan kena
penyakit ini jika dibandingkan dengan wanita, tetapi wanita lebih rentan kena OA
pada usia lebih dari 55 tahun. Pada dekad seterusnya, didapati kasus OA akan
semakin meningkat akibat daripada peningkatan orang usia lanjut, obesitas, dan
kurangnya kebiasaan berolahraga. (Dubey, S., Adebajo, A., 2008).

Etiologi
OA primer penyebabnya tidak diketahui. OA sekunder pula penyebabnya
adalah karena kerusakan sendi yang ada sebelumnya (artritis rematik, gout, artritis
sepsis, penyakit Paget, spondiloartropati seronegatif), penyakit metabolik
(kondrokalsinosis, hemokromatosis bawaan, akromegali) dan penyakit sistemik
(hemofilia, hemoglobinopati, neuropati). (Kumar, P., & Clark, M., 2005)

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang sering dapat dilihat adalah, nyeri sendi, kekakuan
sendi selepas tidak bergerak (terutamanya pada waktu pagi), sendi yang tidak stabil,
kehilangan fungsi, kelembutan pada sendi (joint tenderness), krepitus pada
pergerakkan, pergerakkan terbatas, tahap inflamasi yang bervariasi, dan
pembengkakan tulang. (Kumar, P., & Clark, M., 2005)

Diagnosis
Diagnosis OA biasanya berdasarkan tanda-tanda klinis dan radiogafi. Pada
tahap awal, radiografinya bisa normal tetapi penyempitan ruang sendi tampak nyata
apabila kartilago artikuler semakin menghilang. Selain itu, karakteristik yang dapat
diketemui adalah sklerosis tulang subkondral, kista subkondral, dan osteofitosis.
Tetapi, biasanya dapat ditemukan perbedaan yang besar diantara tingkat
keparahan radiografi, tingkat keparahan simptom, dan abilitas fungsional.
Pemeriksaan laboratorium biasanya tidak digunakan untuk mendiagnosa
OA, tetapi pemeriksaan ini dapat membantu untuk menentukan penyebab OA
sekunder. Oleh karena OA primer bukan sistemik, laju endap darah, serum kimia,
dan urinalisis adalah normal. Analisa cairan sinovial dapat membantu
menyingkirkan kemungkinan lain seperti gout atau artritis sepsis. Pemeriksaan MRI
dan ultrasonografi tidak digunakan untuk mendiagnosa OA ataupun untuk
pemantauan perkembangan penyakit. (Fauci, A.S., & Langford, C.A., 2006)

Penatalaksanaan
Tujuan utama dalam penatalaksanaan OA adalah untuk mengurangkan
nyeri, memperbaiki mobilitas, dan meminimalkan disabilitas. Pada penderita
dengan OA ringan, proteksi sendi dan pengambilan analgesik sekali-kali menjadi
cukup; tetapi untuk pasien dengan OA berat, gabungan terapi non-farmakologi dan
suplemen analgesik dan/atau obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) adalah lebih
sesuai. Walau bagaimanapun, terapi non-farmakologis merupakan penatalaksanaan
yang paling penting, malah lebih penting dari terapi dengan obat-obatan.

Non-farmakologi
Secara non-farmakologi, tatalaksana yang dapat dilakukan adalah dengan
cara mengurangkan beban pada sendi (memperbaiki postur tubuh yang salah, beban
berlebihan pada sendi yang terlibat harus dihindarkan, pasien OA pinggul/lutut
harus hindarkan berdiri lama, berlutut dan jongkok, dan istirahat secukupnya tanpa
imobilisasi total). Selain itu, dilakukan modalitas termis dengan aplikasi panas pada
sendi OA atau mandi dengan air hangat. Pasien juga disuruh berolahraga. Untuk
OA pada ekstremitas bawah, dilakukan olahraga sedang 3 hari per minggu.
Seterunya diberikan edukasi pada pasien (edukasi tentang manejemen diri,
motivasi, nasehat tentang olahraga, rekomendasi untuk mengurangkan beban pada
sendi yang terlibat). Operasi artroskopi pula dilakukan jika tidak ada manfaat
daripada terapi farmakologi.

Farmakologi
Obat yang sering diresepkan untuk pasien OA adalah OAINS untuk
mengurangkan nyeri dan memperbaiki mobilitas dalam OA, N-Acetyl-P-
Aminophenol (APAP) sebagai anlagesik untuk nyeri OA ringan sampai sedang
(efektivitas sama seperti OAINS), dan inhibitor selektif COX-2 jika terjadi efek
samping gastrointestinal dengan penggunaan OAINS. Injeksi glukokortikoid
diinjeksi intra/ periartikuler untuk kelegaan simptomatis untuk beberapa minggu
hingga bulan. Opiod diberikan pada nyeri OA akut. Diberi opioid lemah (kodein
peroral) jika APAP atau OAINS tidak memberikan manfaat dan dapat juga
digunakan untuk nyeri OA kronis. Rubefacient/Capsaicin merupakan obat topical
pada sendi dan otot yang nyeri yang memberikan bahang local. Operasi ortopedik
yaitu operasi penggantian sendi dilakukan pada OA tahap lanjut dimana terapi
agresif gagal. Selain itu, bisa juga dilakukan artoplasti sendi total atau osteotomi.
Regenerasi kartilago adalah perbaikan kartilago dengan sel mesenchymal
(efektivitas belum dibuktikan). (Fauci, A.S., & Langford, C.A., 2006)

Reumatoid Artritis
Reumatoid artritis (RA) merupakan suatu penyakit autoimun dimana
etiologinya tidak diketahui dan biasanya mengefek sendi kecil dan besar. (Dubey,
S., & Adebajo, A., 2008).

Epidemiologi
Kira-kira 20% dari pasien, onset RA adalah akut. Beberapa pasien akan rasa
tidak enak untuk beberapa bulan, tetapi yang lain mengalami disabilitas yang parah.
Remisi spontan bisa terjadi, tetapi jika penyakit berlanjutan lebih dari 2 tahun, maka
remisi spontan tidak bisa terjadi. (Dubey, S., Adebajo, A., 2008).
Etiologi
RA mungkin merupakan suatu manifestasi dari respon terhadap
suatu agen infeksi dalam individu yang rentan terkena secara genetik
(genetically susceptible host). Agen-agen yang mungkin menjadi
penyebab adalah Mycoplasma, virus Epstein-Barr (EBV),
cytomegalovirus, parvovirus, dan rubella. (Fauci, A.S., & Langford,
C.A., 2006)

Manifestasi Klinis
Tanda-tanda kardinal pada penyakit RA adalah nyeri,
pembengkakan, kekakuan pagi (biasanya lebih dari satu jam), hangat,
kemerahan, dan keterbatasan fungsi. Tanda-tanda tambahan pula adalah
malaise, kelelahan, nodul rheumatoid, dan nyeri pada waktu malam.
Apabila penyakit RA ini berlanjutan, tanda-tanda sinovitis kronis
menjadi lebih dominan. Sinovitis kronis dengan proliferasi sinovial
atenden dan efusi sendi dapat membawa kepada instabilitas sendi. Pada
masa yang sama, pannus destruktif memusnahkan kartilago dan tulang
subkondral yang menyebabkan terjadinya deformitas sendi. (Dubey, S.,
Adebajo, A., 2008).

Diagnosis
RA didiagnosis berdasarkan kombinasi dari penyajian sendi yang
terlibat, karakteristik kekakuan sendi pada pagi hari, adanya faktor darah
artritis, serta temuan nodul reumatoid dan perubahan radiografi (sinar-X).
Dalam RA, sendi kecil tangan, pergelangan tangan, kaki, dan lutut
biasanya meradang dalam distribusi simetris. Deteksi nodul reumatoid
pula paling sering sekitar siku dan jari. Antibodi abnormal yang disebut
faktor rematik, dapat ditemukan pada 80% pasien. Antibodi lain yang
disebut antibodi citrulline dan antibodi antinuklear (ANA) juga
sering ditemukan pada orang dengan RA. Biasanya tes darah yang
dilakukan adalah laju sedimentasi (Tingkat sed). Tingkat sed biasanya
lambat selama remisi. Tes darah lain yang digunakan adalah untuk
mengukur tingkat hadir peradangan dalam tubuh dengan protein C-
reaktif . Tes darah juga dapat mengungkapkan anemia, karena anemia
adalah umum di RA, terutama karena peradangan kronis. Apabila
penyakit berlanjutan sinar-X dapat memperlihatkan erosi tulang yang
khas dari RA pada sendi. (Shiel, W.C., 2010)

Penatalaksanaan
Pengobatan yang optimal adalah kombinasi obat, istirahat, latihan
penguatan sendi, perlindungan sendi, dan edukasi pasien (dan keluarga).
Obat yang digunakan untuk mengobati RA ada 2 jenis, yaitu obat lini
pertama yang cepat bertindak seperti aspirin dan kortison (kortikosteroid)
digunakan untuk mengurangi rasa sakit dan peradangan. Obat lini kedua
yang lambat bertindak (juga disebut sebagai disease-modifying
antirheumatic drugs atau DMARDs) seperti emas, metotrexete, dan
hidrokloroquine, dapat mempromosikan remisi penyakit dan mencegah
terjadinya kerusakan sendi yang progresif. (Shiel, W.C., 2010)

You might also like