Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing
Disusun Oleh:
PENDAHULUAN
1.1 PENDAHULUAN
daerah subglotis laring, trakhea, dan bronkus. Penyakit ini merupakan penyakit
tersering obstruksi saluran nafas pada anak-anak. Penyakit ini sebagian besar
disebabkan oleh virus. Meskipun bersifat self limiting disease, namun penyakit ini
memiliki gejala klinis yang bervariasi dari mulai ringan hingga berat seperti
anak-anak lebih muda dari usia 6 tahun, dengan kejadian puncak antara usia 7-36
bulan. Penelitian di Amerika Serikat, selama tahun kedua kehidupan, kurang lebih
4,6 kasus per 100 anak mengalami croup, dan kurang lebih 1,3%-5% anak
penderita croup diharuskan rawat inap. Kejadiannya pada anak laki-laki adalah
sekitar 1,5 kali dibandingkan dengan anak perempuan. Data di atas menunjukkan
bahwa angka kejadian croup di luar negeri masih cukup tinggi, sedangkan di
Croup biasanya diawali dengan gejala infeksi saluran nafas ringan, seperti
demam, pilek, dan batuk ringan. Selanjutnya dapat terjadi obstruksi saluran nafas
akibat inflamasi daerah subglotis dengan gejala suara serak, batuk kering seperti
mengonggong, dan stridor inspirasi dengan atau tanpa demam, bahkan respiratory
distress.
kemampuan diagnosis dan penanganan awal pasien dengan croup menjadi sangat
penting. Dalam makalah ini, kami akan membahas mengenai diagnosis dan
penatalaksanaan croup.
1.3 TUJUAN
.
BAB II
LAPORAN KASUS
Agama : Islam
Suku : Jawa
Sekolah : SMP
1 Serak
2 Sesak nafas
3 Nyeri telan
4 Batuk menggonggong
5 Riwayat demam
8 Laringoskopi Rigid:
edema aritenoid,
9 Laringotrakheobronkhitis akut
(1,2,3,4,5,6,7,8)
2.3.1 ANAMNESIS
2 hari penderita mengeluh serak, makin lama makin serak hingga tidak
dapat berbicara.
3 hari penderita mengeluh nyeri telan hingga sulit makan makin lama
makin berat, demam (+), batuk seperti menggonggong makin lama makin
berat. Keluhan telinga (-), pilek (+) jarang. Penderita sudah berobat ke
semakin memberat, bahkan sampai tidak dapat bersuara, batuk (+) terus
Saat di UGD kondisi pasien sesak nafas, nafas berbunyi (-), cekungan
dinding dada (-), warna kulit kebiruan (-), pasien juga serak, demam (-),
batuk (+). Pasien merasa lebih baik dengan tiduran. Pasien kemudian
masih serak.
Status Generalis
Aktivitas : aktif
Kooperativitas : kooperatif
Tanda Vital:
Nadi : 76x/menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : 37,2o C
Status Lokalis
Telinga
Kanan Kiri
Pemeriksaan Luar
Rinoskopi anterior
Kanan Kiri
Diafanoskopi
Tenggorok
Orofaring
Palatum : simetris
Ukuran T1 T1
Kepala : mesosefal
Pemeriksaan Darah
Hemoglobin 12,60 gr %
Hematokrit 38,4 %
MCH 27,40 pg
MCV 83,50 fl
Ureum 23 mg/dl
Elektrolit
Konvensional
Schwabach
Pemeriksaan Radiologik
vibrasi)
2.4 RINGKASAN
Saat di UGD kondisi pasien dispneu, hoarsness, batuk (+). Pasien merasa
lebih baik dengan tiduran. Pasien kemudian diberikan oksigen, obat, dan
granulasi
Diagnosis Banding
2. Laringitis akut
3. Epiglottitis
Diagnosis Sementara
Laringotrakheobronkhitis Akut
Pemeriksaan Diagnostik S: -
O: -
Terapi Medikamentosa:
Infus RL 20 tpm
Diet 3x nasi
Tanda Vital
2.7 PROGNOSIS
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Larynx
Cervical IV VI.
Cartilago Larynx
Cartilago epiglottica
valecullae
Cartilago thyroidea
inferior.
Cartilago cricoidea
anterior yang sempit dan lamina posterior yang lebar. Pada bagian
lateral nya ada facies articularis sirkular yang akan bersendi dengan
arytenoidea.
Cartilago arytenoidea
Cartilago corniculata
Aditus Laryngis
vestibularis.
Bagian tengah (Recessus laryngeus)
Diantara plica vestibularis dan plica vocalis ini terdapat recessus kecil
Innervasi Larynx
Vaskularisasi Larynx
cervicales profundi.
1. Bersuara fonasi
ketegangan plika vokalis. Plika vokalis harus dapat aduksi dan abduksi
fibrasi yang baik. Bila salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi, maka
akan terjadi kelainan suara, dari disfoni hingga afoni. Dengan adanya
emosi.
2. Respirasi
Laring merupakan saluran nafas atas sekaligus saluran nafas bawah. Rima
glotis adalah celah yang paling sempit, sehingga gangguan pada laring
Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda
asing masuk ke dalam trakhea dengan cara menurup aditus laring dan rima
glotidis secara bersamaan. Terjadinya penutupan laring merupakan
dan m. aritenoid. Penutupan rima glotis terjadi karena aduksi plika vokalis.
Selain itu, dengan refleks batuk benda asing yang telah telah masuk dapat
dibatukkan ke luar. Demikian juga dengan batuk, sekret yang berasal dari
4. Deglutasi
5. Fiksasi
dengan adanya penutupan rima glotis, penekanan rongga paru, laring juga
rutin yang sangat penting untuk menemukan kelainan pada laring. Adapun
untuk menjulurkan lidah, kemudian lidah dipegang dengan jari tengah dan
jari telunjuk tangan kiri yang telah memegang kasa. Kemudian tangan
kanan memasukkan kaca laring yang telah dipanasi hingga berada dalam
b. Laringoskopi Direk
laringoskopi flexible.
Laringoskopi rigid merupakan tabung dari logam dengan lampu
penerangan yang terletak di ujung depan atau belakang dengan sudut 900
sehingga dapat secara jelas melihat bagian dari laring Kesan visual yang
hingga laring.
3.4.1 EPIDEMIOLOGI
daerah subglotis laring, trakhea, dan bronkus. Penyakit ini merupakan penyakit
tersering obstruksi saluran nafas pada anak-anak. Penyakit ini sebagian besar
penyakit bayi dan anak-anak lebih muda dari usia 6 tahun, dengan kejadian
puncak antara usia 7-36 bulan. Penelitian di Amerika Serikat, selama tahun kedua
kehidupan, kurang lebih 4,6 kasus per 100 anak mengalami croup, dan kurang
lebih 1,3%-5% anak penderita croup diharuskan rawat inap. Kejadiannya pada
anak laki-laki adalah sekitar 1,5 kali dibandingkan dengan anak perempuan.
3.4.2 Etiologi
Croup terutama disebabkan oleh parainfluenza virus tipe 1,2 dan 3, yaitu
kurang lebih 50-75% kasus Selain parainfluenza virus, virus influenza tipe A,
penderita croup. Menurut Ewig, measles virus dapat menyebabkan croup berat
terutama pada anak kurang dari 2 tahun. Gejala croup terjadi paling sering dua
hari setelah exsanthem, tetapi dapat terjadi sebelum erupsi kulit. Herpes simplex
gingivostomatitis. Bakteri juga dapat ditemukan pada penderita croup, jika terjadi
infeksi virus berlangsung, dapta terjadi infeksi bakteri sekunder oleh organisme
dari hidung.
3.4.3 Patofisiologi
langsung dari dan batuk / bersin atau atau kontaminasi tangan dengan kemudian
menyentuh mukosa mata, hidung, dan / atau mulut. Virus kemudian masuk ke
hidung dan nasofaring. Infeksi menyebar dan akhirnya melibatkan laring dan
trakea.
Peradangan dan edema pada laring dan trakea subglottic, terutama di dekat
kartilago krikoid, yang paling signifikan secara klinis. Histologi, daerah yang
Bagian ini adalah bagian tersempit dari saluran napas anak, oleh karenanya,
Hal ini menyebabkan keluhan berupa batuk seperti mengonggong, stridor, dan
retraksi dada.
fibrinosa sebagian menyumbat lumen trakea. Penurunan mobilitas dari pita suara
akibat edema mengarah ke suara serak terkait. Pada penyakit yang parah, eksudat
jalan napas yang lebih besar. Hipoksemia mungkin terjadi dari penyempitan
perfusi.
3.4.3.1 Anamnesis
Rhinorrhea, sakit tenggorokan, dan batuk. Demam umumnya tidak terlalu tinggi
(38-39 C), tetapi dapat melebihi 40 C. Dalam 1-2 hari, tanda-tanda karakteristik
suara serak, batuk menggonggong, dan inspirasi stridor berkembang, sering tiba-
Beberapa mungkin memiliki stridor hanya pada aktivitas atau agitasi, sedangkan
yang lain memiliki stridor terdengar saat istirahat dan bukti gangguan pernapasan,
seperti nafas cuping hidung, retraksi dinding dada, dan meningkatnya respiratory
rate. Gejala anak berkisar dari stridor inspirasi minimal untuk kegagalan
pernafasan yang parah sekunder obstruksi jalan napas. Dalam kasus ringan, suara
pernapasan saat istirahat normal,. Namun, mengi ekspirasi ringan dapat didengar.
Anak-anak dengan kasus yang lebih parah memiliki stridor inspirasi dan ekspirasi
menjadi sangat sedikit yang dapat masuk. Lesu dan agitasi mungkin karena
mungkin tidak dapat menjaga asupan oral yang memadai, yang menghasilkan
Dari gejala klinis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, dapat
sebagai berikut:
Ringan Batuk menggonggong
Tampak gelisah
Retraksi sternal
darah putih, dan pada gambaran darah tepi dapat ditemui PMN dominatnt yang
steeple sign yaitu penyempitan jalan nafas di area subglotis yang terlihat pada
normal.
Laringoskopi direk tampak daerah subglotis berwarna merah difus, licin, dan
udem, serta adanya sekret kental. Daerah glotis dan subglotis dapat berwana
3.4.4 Penatalaksanaan
nafas. Prindip utama pengobatan croup adalah manajemen jalan anafas. Saat ini
1. Humidifikasi
pemberian efek kelembaban pada anak dengan croup ringan terhadap score
croupnya.
2. Kortikosteroid
3. Epinefrin
dalam skor croup dalam waktu kurang dari 2 jam. Namun hati-hati dengan
hipertensi.
5. Terapi lainnya
a. Anak dengan croup derajat sedang atau berat dan dalam kondisi hipoksia
(<92%) dapat diberikan terapi oksigen. Terapi ini paling baik digunakan
skor croup. Tetapi terapi ini tidak lebih baik dan justru lebih mahal
sekunder di dalamnya.
steroid secara luas. Tindakan ini dilakukan bila gejala tidak respon
epigottitis dan laringitis. Adapun perbedaanya dapat dilihat dalam tabel di bawah
ini:
Epiglottitis Croup Laringitis akut
PEMBAHASAN
daerah subglotis laring, trakhea, dan bronkus. Penyakit ini merupakan penyakit
tersering obstruksi saluran nafas pada anak-anak. Penyakit ini memiliki gejala
klinis yang bervariasi dari mulai ringan hingga berat seperti terjadinya obstruksi
saluran nafas.
sesak nafas. 3 hari penderita mengeluh odinofagia sulit makan makin lama
makin berat, febris, batuk seperti menggonggong makin lama makin berat,
lama makin berat hingga tidak dapat berbicara. Pasien merasa keluhan semakin
Dilihat dari segi epidemiologis, usia penderita yang sudah >6 tahun dan
untuk terjadinya croup. Gejala ini sesuai dengan patofisiologi croup dimana virus
masuk melalui hidung dan meynyebar melalui nasofaring hingga ke laring dan
granulasi. Infeksi yang telah sampai ke laring dan subglotis ditandai dengan
adanya hoarsness yang kemudian disertai dengan dispneu, serta dari pemeriksaan
dengan fungsi plica vokalis yang masih baik. Tidak adanya disfagia (sulit telan),
demam tinggi, serta tidak ada gambaran thumb sign juga menggambarkan bahwa
pemberian oksigen nasal kanul 3lpm dan nebulisasi untuk mengatasi sesak
nafasnya. Setelah di Bangsal B2 THT, kondisi pasien sudah tidak sesak, sehingga
sehingga perlu rehidrasi, injeksi Ceftriaxone 1x2gr karena diduga adanya infeksi
mengirangi dampak inflamasi pada laring, serta injeksi Ranitidin 2x1 ampul
Prognosis pada pasien ini ditinjau dari quo ad vitam, quo ad sanam, dan
quo ad fungsionamnya adalah ad bonam. Hal ini karena etiologi dari penyakit ini
adalah virus yang merupakan self limiting disease, derajat severitas pada pasien
yang mengalami perbaikan saat perawatan di bangsal, serta dari terapi yang
adekuat.
BAB V
5.1 Kesimpulan
Pada kasus BBDM yang telah kami buat ini, mengenai seorang anak
dalam kasus ini Quo ad vitam, quo ad sanam, quo ad fungsionamnya adalah ad
bonam.
5.2 Saran
Gejala Croup yang bervariasi mulai dari paling ringan hingga terjadinya
yang tepat dan membutuhkan penanganan awal yang cepat dalam mengatasi
1. Ballenger, J.J. Anatomy of the larynx. In : Diseases of the nose, throat, ear,
head and neck. 13th ed. Philadelphia, Lea & Febiger. 1993.
2. Staf Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Diktat
anatomi situs thoracis, ed. 2007. Semarang
3. Bambang SS. Laringologi. 1993. Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro Semarang.
4. Efiaty A, Nurbaiti I, Jenny B, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Ed 6. 2007. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.
5. Tony RB. Color Atlas of ENT Diagnosis 4th edition, revised and
expanded. 2003. Thieme Stuttgart New York.
6. Rudolf P, Gerhard G, Iro H. Basic Othorhilolryngology. 2006. Thieme
Stuttgart: New York.
7. Adams GL, Boies LR, Hilger PA. Boeies. Buku Ajar Penyakit THT Edisi
6. 1997. EGC: Jakarta
8. Cherry JD, Croup. New England Journal Medicine 2008;358:384-91.
9. Dharmawan BA. Laringotrakeobronkhitis (Croup). CDK 163/ Vol 35
No.4. 2008. Bagian THT Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan
Universitas Jendral Soedirman: Purwokerto.
10. Defendi GL. Croup. . In: Medscape References. cOct 2011. [cited 2012
Nov 1]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/962972-
clinical#showall. golog
7.